• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Pasca panen merupakan kegiatan penting setelah pemanenan yang bertujuan untuk mempertahankan sifat produk pertanian seperti semula. Oleh karena itu, dengan penanganan pasca panen maka hasil komoditas pertanian dapat disimpan lebih lama dan dapat menjaga penampilan tetap segar sehingga dapat menambah nilai tambah.

Salah satu komoditas hasil pertanian yang perlu penanganan pasca panen adalah alpukat (Persea americana Mill). Alpukat merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang berasal dari Amerika Tengah. Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai makanan buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang biasa dilakukan masyarakat Eropa adalah digunakan sebagai bahan pangan yang diolah dalam berbagai masakan. Manfaat lain dari daging buah alpukat adalah untuk bahan dasar kosmetik. Alpukat juga termasuk komoditi buah-buahan yang mempunyai permintaan pasar dalam bentuk segar yang cukup kuat. Salah satunya yaitu Masyarakat Eropa (ME) yang merupakan pengimpor buah alpukat terbesar di dunia, seperti Perancis, Belanda, Inggris, Jerman dan Amerika (Anonim, 2009).

Salah satu kendala dalam usaha pemenuhan kebutuhan buah alpukat ini adalah karena rusaknya buah alpukat sebelum sampai ketempat tujuan atau sebelum dikonsumsi.

Hal ini disebabkan karena alpukat termasuk buah yang mudah rusak. Kerusakan-kerusakan ini dapat disebabkan oleh kerusakan fisiologis, salah satu contohnya adalah perubahan warna, bintik-bintik yang biasanya diakibatkan oleh cepatnya metabolisme alpukat setelah dipanen Oleh karena itu, perlunya penanganan pasca panen yang tepat dapat mengantisipasi cepatnya metabolisme tersebut sehingga buah alpukat masih dalam kondisi yang baik hingga ke tangan konsumen.

Rumusan Masalah

1. Apa saja faktor yang mempengaruhi kehilangan pasca panen?

2. Bagaimana cara mencegah kehilangan pasca panen pada alpukat?

3. Apa saja perubahan yang terjadi pada komoditi alpukat pasca panen?

4. Apa teknologi pasca panen yang tepat untuk alpukat?

(2)

Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mempelajari proses fisiologis dan teknologi penanganan pasca panen dari komoditi buah klimaterik yaitu alpukat. Selain itu paper ini ditulis guna memeuhi tugas terstruktur mata kuliah Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen.

(3)

BAB II PEMBAHASAN

Teknologi pasca panen merupakan ilmu yang mempelajari tata cara penanganan dan pengolahan komoditi yang bertujuan untuk mempertahankan kesegaran serta mutu komoditi dari saat panen hingga sampai ke tangan konsumen. Penanganan dan pengolahan komoditi yang dipanen harus mengikuti tata cara sesuai dengan ketentuan yang dianjurkan dan sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Teknologi pasca panen harus diterapkan sejak komoditi dipanen dimana diharapkan hasil panen komoditi tidak banyak yang rusak, telah siap dipanen atau tidak terlalu muda serta kuantitas dan kualitas yang didapat memuaskan. Penerapan teknologi pasca panen ini memiliki batasan-batasan tertentu agar didapat hasil yang memuaskan diantaranya yaitu penentuan umur panen, waktu dan cara panen yang dilakukan, penanganan komoditi setelah dipanen, penyortiran, pencucian, penanganan pendahuluan serta teknik penyimpanannya harus tepat.

Adapun teknologi pasca panen ini dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan kesegaran dan meningkatkan mutu alpukat, penekanan biaya serta peningkatan harga pemasaran serta mengurangi kehilangan pasca panen. Teknologi pasca panen ini sangat perlu dilakukan karena setelah dilakukan pemanenan, alpukat sebagai komoditi pertanian terus melakukan metabolisme dan kegiatan fisiologisnya seperti respirasi, perubahan kematangan serta komposisi kimianya yanga akan terus berlangsung sampai alpukat rusak dan terbuang sehingga menyebabkan kehilangan pasca panen.

2.1 Jenis kehilangan pasca panen

Kehilangan pasca panen (KPP) merupakan hilangnya/berkurangnya hasil panen secara kuantitas dan kualitas suatu komoditi pertanian. Adapun KPP ini dikelompokkan dalam beberpa jenis,yaitu:

 Hilang/berkurangnya komoditi hasil panen karena susut saat panen yang disebabkan karena waktu panen tidak tepat atau kematangan komoditi belum optimum.

 Hilangnya komoditi hasil panen pada saat distribusi karena tercecer saat operasi pengumpulan pada tempat pengumpul.

 Hilangnya komoditi hasil panen karena terjadi kerusakan atau karena terserang hama

(4)

2.2 Faktor penyebab kehilangan pasca panen

Kehilangan pasca panen yang terjadi pada komoditi pertanian disebabkan karena beberapa faktor yaitu :

 Mekanis, dimana komoditi mengalami kerusakan akibat memar atau terluka karena penangananyang kuran hati-hati. Kerusakan yang terjadi pada komoditi ini akan meningkatkan laju respirasi membuat komoditi cepat busuk. Selain itu mempermudah masuknya penyakit dan mencemari komoditi yang lain.

 Serangga, biasa menghinggapi dan merusak komoditi ketika sebelum dipanen, pada saat pengumpulan atau ketika berada di gudang penyimpanan.

 Suhu, setiap komoditi pertanian memiliki suhu maksimum dan minimum sesuai dengan jenisnya masing-masing, tidak semua komoditi dapat diberi perlakuan dengan suhu tinggi atau suhu rendah.

 Perubahan fisiologis, akibat adanya proses metabolisme yang masih berlangsung pada komoditi pertanian yaitu proses respirasi dan transpirasi.

2.3 Pencegahan kehilangan pasca panen

Pada makalah kali ini akan dibahas mengenai pencegahan kehilangan pasca panen pada komoditi buah alpukat. Buah alpukat termasuk buah buni, berbentuk bola atau buah peer, panjangnya 5-20 cm, berbiji tunggal, berwarna hijau atau hijau kuning, keungu-unguan atau berbintik-bintik. Tanda-tanda kematanagn optimal pada alpukat yaitu bila buah digoyang-goyang dapat berbunyi karena bijinya terlepas dari daging buah dan rongga buah melebar. Alpukat merupakan buah musiman dimana tidak tersedia sepanjang tahun, sehingga perlu dilakukan teknologi pasca panen yang sesuai untuk penanganannya. Biasanya alpukat mengalami musim berbunga pada awal musim hujan, dan musim berbuah lebatnya biasanya pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Di Indonesia yang keadaan alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, musim panen dapat terjadi setiap bulan. Karena alpukat mempunyai umur simpan hanya sampai sekitar 7 hari (sejak petik sampai siap dikonsumsi), maka bila ingin memperlambat umur simpan tersebut dapat dilakukan dengan menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5oC. Dengan cara tersebut, umur penyimpanan dapat diperlambat sampai 30-40 hari.

Kehilangan pasca panen pada komoditi buah alpukat dapat dicegah dengan menerapkan teknologi pasca panen dengan tepat dimulai saat panen. Untuk mendapatkan hasil panen yang baik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya yaitu

(5)

menentukan waktu panen yang tepat, menentukan “kematangan” yang tepat dan saat panen yang sesuai. Dapat dilakukan berbagai cara, yaitu:

· Cara visual / penampakan : misal dengan melihat warna kulit, bentuk buah, ukuran, perubahan bagian tanaman seperti daun mengering dan lain-lain. Buah alpukat masak secara visual bila warna kulit buah tua tapi belum menjadi coklat, dan tidak mengkilap.

· Cara fisik : misal dengan perabaan, buah lunak, umbi keras, buah mudah dipetik dan lain-lain. Buah alpukat masak bila buah diketuk dengan punggung kuku, menimbulkan bunyi yang nyaring, dan bila buah digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.

· Cara komputasi, yaitu menghitung umur tanaman sejak tanam atau umur buah dari mulai bunga mekar. Buah alpukat biasanya tua setelah 6-7 bulan dari saat bunga mekar.

· Cara kimia, yaitu dengan melakukan pengukuran/analisis kandungan zat atau senyawa yang ada dalam komoditas. Untuk buah alpukat yang akan di ekspor biasanya kadar lemak minimal aplukat sebesar 8%, Sedangkan buah alpukat lokal kadar lemak tidak terlalu diperhatikan.

2.4 Teknologi pasca panen alpukat

Selain itu perlu dilakukan penanganan panen yang baik untuk menekan kerusakan yang dapat terjadi. Dalam suatu usaha pertanian (bisnis) cara-cara panen yang dipilih perlu diperhitungankan, disesuaikan dengan kecepatan atau waktu yang diperlukan (sesingkat mungkin) dan dengan biaya yang rendah.

Umumnya memanen buah alpukat dilakukan secara manual, yaitu dipetik menggunakan tangan. Apabila kondisi fisik pohon tidak memungkinkan untuk dipanjat, maka panen dapat dibantu dengan menggunakan alat/galah yang diberi tangguk kain/goni pada ujungnya/tangga. Saat dipanen, buah harus dipetik/dipotong bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk mencegah memar, luka/infeksi pada bagian dekat tangkai buah.

Kulit alpukat sering berbintik-bintik hitam dan pada dagingnya sering terjadi perubahan warna terutama di sekitar biji dan pada serat-serat daging buah. Untuk mencegah hal tersebut, buah alpukat yang masih segar atau belum masak sebaiknya disimpan pada suhu 7.5oC, sedangkan buah yang sudah masak dapat disimpan pada suhu sekitar 0oC. Sebelum diberi perlakuan pendinginan alpukat perlu dilakukan penanganan pasca panen terlebih dahulu, yaitu:

(6)

1. Pencucian (washing)

Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan segala macam kotoran yang menempel sehingga mempermudah penyortiran. Cara pencucian tergantung pada kotoran yang menempel. Selain itu, Pencucian dilakukan pada buah alpukat agar memberikan kesegaran dan membersihkan kulit buah dari berbagai residu pestisida maupun hama dan penyakit yang terbawa. Pencucian disarankan menggunakan air yang bersih.

2. Sortasi

Sortasi buah alpukat dilakukan dengan cara memisahkan buah yang layak pasar (marketable) dengan yang tidak layak pasar, terutama yang cacat dan terkena hama atau 3. Grading dan Standartisasi

Grading adalah pemilahan berdasarkan kelas kualitas. Biasanya dibagi dalam kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan seterusnya. Tujuan dari tindakan grading ini adalah untuk memberikan

Alpukat

Pencucian (Washing)

Pemeraman dan Penyimpanan

Pre-Cooling

Sortasi

Grading dan

Standarisasi

(7)

nilai lebih (harga yang lebih tinggi) untuk kualitas yang lebih baik. Untuk buah alpukat, berdasarkan beratnya dapat digolongkan dalam 3 macam ukuran, yaitu:

a) Alpukat besar: 451 – 550 gram/ buah b) Alpukat sedang : 351 – 450 gram/ buah c) Alpukat kecil : 250 – 350 gram/ buah

(BPPT, 2005).

Standarisasi merupakan ketentuan mengenai kualitas atau kondisi komoditas berikut kemasannya yang dibuat untuk kelancaran tataniaga/pemasaran. Standarisasi pada dasarnya dibuat atas persetujuan antara konsumen dan produsen, dapat mencakup kelompok tertentu atau wilayah/ negara/ daerah pemasaran tertentu. Standar mutu buah alpukat diterangkan pada table 1. berikut:

Tabel 1. Standar Mutu I dan Mutu I Buah Alpukat

Kriteria Mutu I Mutu II

Kesamaan sifat varietas Seragam seragam

Tingkat ketuaan Tua, tidak terlalu matang Tua, tidak terlalu matang

Bentuk Normal Kurang normal

Tingkat kekerasan Keras Keras

Ukuran Seragam Kurang seragam

Tingkat kerusakan

maksimum %

5,0 10,0

Kadar kotoran 1,0 2,0

Tingkat pembusukan

maksimum

Bebas Bebas

Sumber: BPPT, 2005

Keterangan:

a) Kesamaan sifat varietas

Dinyatakan seragam apabila dalam satu lot buahnya sama dalam hal bentuk, tekstur, warna daging buah, dan warna kulit buah.

b) Tingkat ketuaan

Dinyatakan tua apabila telah mencapai tingkat pertumbuhan yang menjamin dapat tercapainya proses kematangan yang sempurna. Dinyatakan terlalu matang apabila daging buah lunak atau telah berubah warna dan dianggap telah lewat waktu pemasarannya.

c) Bentuk

Dinyatakan normal apabila bentuknya normal menurut varietasnya. Dinyatakan kurang normal apabila bentuknya agak menyimpang dari bentuk normal menurut varietasnya, tetapi tidak mempengaruhi kenampakannya.

d) Kekerasan

(8)

Dinyatakan keras apabila buah terasa cukup keras saat ditekan sedikit dengan jari tangan (tidak lunak), meskipun kulit sedikit lemas tetapi tidak keriput.

e) Ukuran

Dinyatakan seragam apabila dalam sati lot berukuran seragan menurut golongan ukurannya berdasarkan berat perbuah yang telah ditentukan, dengan toleransi maksimum 5

%. Dinyatakan kurang seragam apabila dalam satu lot berukuran tidak seragam menurut golongan ukurannya berdasarkan berat buah yang telah ditentukan, dengan toleransi maksimum 10 %.

f) Kotoran

Dinyatakan bebas bersih apabila bebas dari kotoran atau benda asing lainnya seperti tanah, bahan tanaman, dan lain- lain yang menempel pada buah atau pada kemasan yang dapat mempengaruhi kenampakannya. Bahan penyekat (pembungkus) tidak dianggap sebagai kotoran.

g) Kerusakan

Dinyatakan rusak apabila mengalami kerusakan biologis, fisiologis, mekanis, dan sebab-sebab lain yang mengenai 10 % atau lebih dari permukaan buah.

h) Pembusukan

Dinyatakan busuk apabila mengalami kerusakan atau cacat seperti tersebut diatas sedemikian rupa sehingga daging buahnya tidak dapat dipergunakan.

(BPPT, 2005).

4. Pemeraman dan Penyimpanan

Alpukat baru dapat dikonsumsi bila sudah masak. Untuk mencapai tingkat kemasan ini diperlukan waktu sekitar 7 hari setelah petik (bila buah dipetik pada saat sudah cukup ketuaannya). Bila tenggang waktu tersebut akan dipercepat, maka buah harus diperam terlebih dulu. Untuk keperluan ekspor, tidak perlu dilakukan pemeraman karena tenggang waktu ini disesuaikan dengan lamanya perjalanan untuk sampai di tempat tujuan. Cara pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada umumnya hanya dengan memasukkan buah ke dalam karung goni, kemudian ujungnya diikat rapat. Setelah itu karung diletakkan di tempat yang kering dan bersih. Karena alpukat mempunyai umur simpan hanya sampai sekitar 7 hari (sejak petik sampai siap dikonsumsi), maka bila ingin memperlambat umur simpan tersebut dapat dilakukan dengan menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5 derajat Celcius. Dengan cara tersebut, umur penyimpanan dapat diperlambat samapai 30-40 hari.

5. Pre-cooling

Untuk memperpanjang masa simpan alpukat maka dilakukan pre-cooling atau pendinginan awal, adalah pendinginan cepat untuk mengambil panas sensible (field heat) sebelum produk mengalami transportasi atau penyimpanan. Suhu produk diturunkan dalam

(9)

waktu beberapa menit atau beberapa jam, sehingga produk tetap segar . Tujuan umum pre- cooling adalah :

 Memperlambat respirasi

 Menurunkan kepekaan terhadap mikroba

 Mengurangi jumlah air yang hilang

 Memudahkan pemindahan keruang pendingin

Pada proses pre-cooling komersial, produk di pre-cooling hingga suhunya mencapai 7/8 kali perbedaan suhu lapang dan suhu akhir yang diinginkan (1/8 sisa suhu hilang pada saa ttransportasi atau penyimpanan dingin) Pre-cooling dapat dilakukan dengan cara : room cooling (refrigerated air cooling), vacuum cooling, forced air cooling, hydrocooling, hydrair cooling, ice bank cooling, ice cooling

Metode pre-cooling yang paling sederhana dan sering digunakan adalah metode room cooling. Room cooling merupakan metode pre-cooling yang relatif sederhana, Peralatan yang diperlukan adalah ruang refrigerasi dengan kapasitas pendinginan yang cukup.

Produk dikemas dalam kemasan dan disusun dalam ruang pendingin dengan susunan yang memungkinkan terjadinya sirkulasi udara yang baik. Laju pendinginan lebih rendah dari metode lainnyakarena adanya kemasan yang membatasi proses pindah panas. Laju pendinginan tergantung jenis produk, ukuran dan sifat alami kemasan serta suhu dan kecepatan aliran udara.Metode room cooling dapat digunakan untuk hampir semua produk.

2.5 Perubahan alpukat pasca panen

Setelah pemanenan akan terjadi beberapa proses metabolisme pada buah alpukat baik proses perubahan fisik, kimia, maupun biokimia. Berikut akan dijelaskan tentang proses- proses metabolisme tersebut.

1. Perubahan Fisik dan Kimia Selama Proses Pematangan

Kadar Air

Kadar air bahan menunjukan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Buah- buahan dan sayuran pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi yaitu sekitar 80- 90%, tergantung pada kultivar dan asal produksinya. Buah- buahan dan sayuran terus mengalami kehilangan air setelah pemanenan. Kehilangan air yang berlebihan dari produk segar akan mengakibatkan layu, kisut, sehingga menurunkan mutu produk tersebut.Proses osmosis mampu memindahkan air dari larutan encer ke larutan yang lebih pekat melalui lapisan yang

(10)

bersifat semi permeabel sampai terjadi keseimbangan.Kadar air bahan pangan basah atau bahan pangan kering mempunyai peranan sangat penting dalam menentukan tekstur.

Warna

Bahan pangan yang dinilai bergizi, enak dan tekstur sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap karena menyimpang dari warna seharusnya. Warna juga sebagai indikator terhadap tingkat kesegaran. Menurut Pantastico dkk (1993), bahwa sebagian besar 17 perubahan fisiko kimiawi yang terjadi pada buah setelah panen berhubungan dengan respirasi dan perubahan warna sehingga kehilangan kesegaran dan penyusutan kualitas. Warna buah masak disebabkan oleh sintesis karotenoid dan antosianin. Pada periode lewat matang ditandai dengan terjadinya reduksi karoten. Alpukat yang mengalami perubahan warna adalah munculnya warna coklat pada ujung pangkal buah dan setelah beberapa hari sebagian besar buah membusuk berwarna coklat tua.

2. Perubahan Biokimia Selama Proses Penyimpanan

Tekstur

Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk buah- buahan. Salah satu parameter yang dipakai adalah keempukan. Tekstur buah- buahan dan sayuran sangat bervariasi, tergantung pada tingkat kemasakan, tebal tipisnya kulit luar, kandungan total zat padat, ukuran sel, turgor sel, perbedaan kadar pati dan sebagainya. Buah- buahan dan sayuran yang muda biasanya mempunyai tekstur yang keras. Selama proses pemasakan tekstur buah- buahan dan sayuran masih tetap keras, dan jika matang akan terjadi pelunakan jaringan sehingga tekstur menjadi lunak. Terjadinya pelunakan tekstur daging buah merupakan salah satu ciri buah yang masak. Penentuan kelunakan buah biasanya dilakukan secara subyektif dengan memakai ibu jari, namun penentuan yang lebih obyektif dapat dilakukan dengan memakai alat penetrometer. Proses pelunakan buah alpukat terjadi karena buah mengalami pemasakan dan pembongkaran protopectin tak larut menjadi asam pektat dan pectin yang lebih mudah larut, maupun terjadinya hidrolisi lemak. Tekstur juga dapat mengindikasikan berubahan susut bobot.

Susut bobot berubah karena ada cairan bahan yang berkurang.

Aktivitas Respirasi

Proses respirasi merupakan kegiatan metabolisme yang penting, karena selama proses respirasi terjadi perubahan secara fisik, kimia, dan biologi pada produk segar yang disimpan.

Laju respirasi dapat digunakan sebagai ukuran aktivitas fisiologis buah (Wills et al, 1981).

(11)

Akibat proses respirasi akan terjadi susut bobot, pengurangan kualitas rasa terutama kemanisan, terjadi peningkatan kepekaan terhadap kerusakan dan percepatan penuaan.

Alpukat merupakan buah klimaterik, dan proses pematangannya ditandai oleh adanya peningkatan laju respirasi, yang berkaitan dengan tercapainya puncak klimaterik buah. Pola laju respirasi dibagi menjadi 3 bagian, pre-klimaterik \minimum, tahap laju respirasi rendah;

klimaterik maksimum, tahap laju respirasi maksimum; dan tahap pasca-klimaterik, menandakan penurunan laju respirasi.Laju respirasi dapat dihitung melalui laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2. respirasi pada umumnya didefinisikan sebagai proses perombakan senyawa makromolekul (Karbohidrat, protein dan lemak) menjadi produk akhir yang sederhana dalam bentuk gas dan uap air disetai pelepasan energi dengan reaksi sebagai berikut:

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + Energi

Dari reaksi diatas, menyatakan bahwa energi yang dihasilkan digunakan oleh buah untuk melangsungkan proses- proses metabolisme didalam sel- sel.

Respirasi pada buah dan sayur dapat diperlambat dengan pengurangan laju konsentrasi oksigen atau dengan meningkatkan konsentrasi karbondioksida dengan pengendalian yang tepat (Nakhasi, 1991 dalam Suseno, 1994). Respirasi mengikuti hukum Van Hoff yang menyatakan bahwa laju reaksi kimia dan biokimia akan meningkat 2- 3 kali lipat setiap kenaikan suhu sebesar 100C .

Gambar alpukat akibat respirasi

Enzim

(12)

Setelah produk- produk tanaman dipetik atau dipanen, terdapat enzim- enzim yang melangsungkan perubahan sifat, antara lain melangsungkan pembongkaran zat- zat makanan (unsur hara) dan peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan, misalnya pecahnya protein menjadi senyawa- senyawa yang sederhana yang akibatnya terasa pada aroma dengan adanya rasa dan bau busuk, pecahnya rangkaian lemak yang berakibat terjadinya bau yang memualkan (tengik), pada warna berakibat perubahan- perubahan warna. Enzim- enzim tersebut dapat berasal dari produk tanaman itu sendiri dan dapat pula berasal dari bakteri, khamir dan cendawan (Kartasapoetra, 1994).

Enzim- enzim seperti pembentuk pektin, selulose, amilase dan fosforilase, invertase, pada pergantian atau perubahan pentosa fosfat, khorofilase, enzim pembentuk asam lemak, lipase, ribonuklease, pembentuk etilena, fenolase, protease, dan lain sebagainya, yang semuanya terdapat dalam produk tanaman telah diketahui mempunyai peranan penting pada proses masaknya serta senescencenya produk tanaman.

2.6 Teknologi Penanganan Pasca Panen Produk Tersebut Saat Ini

Panen, buah-buah yang tua biasanya dipetik dengan tangan. Namun, sangat sulit untuk mengenal buah-buah yang tua. Sulit untuk menentukan berapa waktu yang dibutuhkan buah alpukat untuk tumbuh menjadi tua. Ini bergantung pada varietas, dan bahkan dapat berubah dari tahun ke tahun. Pada varietas yang buahnya berwarna hijau, warna kekuning-kuningan merupakan indikasi bahwa buah telah tua. Pada varietas lain tumbuhnya bintil-bintil pada kulit merupakan indikasi bahwa buah telah tua. Besar-kecilnya buah belum tentu dapat dijadikan indikasi bahwa buah telah tua (Chotimah, 2008). Perlu dilakukan panen berulang, di mana pertama buah-buah yang besar dipetik dan buah-buah yang kecil dibiarkan tumbuh menjadi besar. Dengan makin tinggi tumbuhnya pohon, diperlukan tangga dan pemotong yang panjang untuk dapat memetik buah (Chotimah, 2008).Banyaknya daging buah yang dapat dipisahkan dari kulit buah berkisar antara 70 dan 80%. Kandungan total bahan kering dalam bagian buah alpukat yang dapat dimakan kira-kira 30% dan kandungan protein kira- kira 2%, tertinggi di antara buah-buahan (Chotimah, 2008).

Pengemasan,buah alpukat harus dikemas berlapis tunggal dalam peti fiberboard yang teleskopik dan mengunci-sendiri (self-locking). Sering tiap-tiap buah dibungkus dengan kertas tisyu untuk meningkatkan penampilan dan mengurangi gesekan antar-buah.

Biasanya satu peti buah alpukat beratnya lima kilogram.

Penyimpanan dan transportasi,buah alpukat dapat “disimpan” di pohon, karena buah akan tetap tinggal tua dan keras. Buah akan tetap tumbuh dan kandungan minyaknya akan

(13)

terus bertanbah selama 10 bulan dalam jangka waktu mana secara hortikulturis buah telah tua. Fenomena ini disebabkan adanya zat-zat penghambat yang dihasilkan pohon alpukat.

Namun, perlu di perhatikan bahwa dengan “menyimpan” buah di pohon akan mengakibatkan terjadinya musim berbuah yang berganti (dan terlalu lama tinggalnya buah di pohon, sehingga mudah dirontokkan oleh angin, yang mengakibatkan kerusakan pada buah karena benturan dengan tanah) (Roosmani, 1975).

Suhu pasca-panen merupakan faktor penting pada waktu yang diperlukan untuk menjadi masaknya buah alpukat. Dengan menurunkan suhu penyimpanan sehingga menjadi, misalnya, 12 sampai 18C, buah alpukat akan dapat lebih lama disimpan, yaitu dapat disimpan selama tiga minggu. Namun, bagaimana pun juga akhir buah akan menjadi lunak juga. Suhu-suhu pada mana buah alpukat dapat aman disimpan bergantung pada varietas dan tingkat ketuaan (kandungan minyak) buah. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa varietas-varietas yang lambat menjadi tua dapat lebih aman disimpan pada suhu-suhu rendah (4 sampai 80C) ketimbang yang cepat menjadi tua (Kartasapoetra, 1994).

Hendaknya berhati-hati menentukan kondisi penyimpanan karena kemungkinan terjadinya kerusakan pada buah akibat udara dingin (chilling injury). Kerusakan seperti ini dapat terjadi pada varietas-varietas yang peka yang disimpan pada suhu < 12C. Ciri-ciri kerusakan ialah daging buah berwarna kecoklatan, kulit buah luka seperti tersiram air panas, timbul lubang- lubang pada kulit dan kegagalan buah untuk menjadi lunak dengan baik (Kartasapoetra, 1994).

Gambar kerusakan akibat chilling injury

Shelf life, buah dalam penyimpanan dapat diperpanjang dengan memasukkan buah alpukat dalam kantong yang ditutup rapat-rapat dan berisi bahan penyerap etilen. Dengan cara ini buah alpukat tetap keras dan hijau setelah disimpan selama 30 hari pada suhu 200C. Cara ini tidak dapat digunakan pada ekspor buah alpukat .

(14)

Pemasakan, suhu paling baik untuk menjadikan buah alpukat masak berkisar antara 15 dan 240C. Menjadikan buah masak pada suhu 150C akan menghasilkan buah berkualitas tinggi, tetapi memerlukan cukup banyak waktu. Namun, menjadikan buah masak pada suhu- suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan buah yang cepat menjadi lunak dan bahkan membusuknya buah, sedangkan rasa buah juga tidak enak, karena adanya rasa-rasa sampingan (Pantastico, 1986).

Transportasi, Karena buah alpukat yang tua, keras, maka buah alpukat cocok sekali untuk diangkut melalui jarak-jarak jauh dengan kendaraan darat atau kapal (dalam suasana dingin). Namun, perlu diperhatikan bahwa buah alpukat yang diangkut, bebas penyakit. Ini perlu diperhatikan mengingat bahwa infeksi laten antraknosis dapat mengakibatkan kerugian besar. Transportasi dapat mengakibatkan pada kualitas dadi alpokat sehinnga juga ada model pengemasan yang baik untuk mengurangi kerusakan paska panen, seperti tipe ventilasi yang mempengaruhi suhu di dalam ruang kemasan maupun perubahan mutu alpukat yang dikemas selama dalam penyimapan. Faktor yang lebih mempengaruhi perubahan mutu selama dalam penyimpanan adalah suhu. Walau demikian, kemasan dengan tipe ventilasi lingkaran menunjukkan sebaran suhu dalam ruang kemasan lebih baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu dingin, laju susut bobot lebih rendah, penurunan kekerasan lebih kecil dan laju perubahan Total Padatan Terlarut (TPT) lebih rendah.

Gambar 1: Posisi pengukuran suhu di dalam ruang kemasan

Terdapat beberapa korelasi antara proses metabolisme pasca panen alpukat dengan teknologi penanganan pasca panennya. Misalkan dalam penggunaan tisu pada pengemasan, buah alpukat harus dikemas berlapis tunggal dalam peti fiberboard yang teleskopik dan mengunci-sendiri (self-locking).Tiap-tiap buah dibungkus dengan kertas tisu untuk meningkatkan penampilan dan mengurangi gesekan antar-buah. Sebab dengan mengurangi gesekan buah tentu dapat mengurangi proses metabolisme yang terjadi.

(15)

Sebagaimana kita ketahui bahwa buah yang tergesek/lecet akan lebih cepat mengalami proses metabolisme.

Pada penyimpanan buah di pohon, walaupun bukan merupakan pasca panen, tapi penyimpanan buah di pohon ini dapat menghambat proses metabolisme yang terjadi pada buah. Buah alpukat dapat “disimpan” di pohon, karena buah akan tetap tinggal tua dan keras. Buah akan tetap tumbuh dan kandungan minyaknya akan terus bertambah selama 10 bulan dalam jangka waktu mana secara hortikulturis buah telah tua. Fenomena ini disebabkan adanya zat-zat penghambat yang dihasilkan pohon alpukat. Namun, perlu di perhatikan bahwa dengan “menyimpan” buah di pohon akan mengakibatkan terjadinya musim berbuah yang berganti (dan terlalu lama tinggalnya buah di pohon, sehingga mudah dirontokkan oleh angin, yang mengakibatkan kerusakan pada buah karena benturan dengan tanah).

Kulit alpukat sering berbintik-bintik hitam dan pada dagingnya sering terjadi perubahan warna terutama di sekitar biji dan pada serat-serat daging buah. Untuk mencegah hal tersebut, buah alpukat yang masih segar atau belum masak sebaiknya disimpan pada suhu 7.5oC, sedangkan buah yang sudah masak dapat disimpan pada suhu sekitar 0oC. Selain pengaturan suhu, ada cara lain untuk mencegah perubahan warna pada alpukat. Yaitu dengan memasukkan buah alpukat dalam kantong yang ditutup rapat-rapat dan berisi bahan penyerap etilen misalkan kalium pemanganat (KMn04). Dengan cara ini buah alpukat tetap keras dan hijau setelah disimpan selama 30 hari pada suhu 20oC.

Gambar alpukat

BAB III PENUTUP

(16)

KESIMPULAN

Kehilangan pasca panen pada komoditi buah alpukat dapat dicegah dengan menerapkan teknologi pasca panen dengan tepat dimulai saat panen. Untuk mendapatkan hasil panen yang baik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya yaitu menentukan waktu panen yang tepat, menentukan “kematangan” yang tepat dan saat panen yang sesuai.

Penangan pasca panen pada alpukat diantaranya ialah : Pencucian (washing), Sortasi, Grading dan Standarisasi, Pemeraman dan Penyimpanan, dan Pre-cooling. Sedangkan Teknologi Paska Panen yang dilakukan ialah Pengemasan,buah alpukat dikemas berlapis tunggal dalam peti fiberboard yang teleskopik dan mengunci-sendiri (self-locking). Selain itu dapat dilakukan pengemasan dengan kemasan menggunakan tipe ventilasi lingkaran menunjukkan sebaran suhu dalam ruang kemasan lebih baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu dingin, laju susut bobot lebih rendah, penurunan kekerasan lebih kecil dan laju perubahan Total Padatan Terlarut (TPT) lebih rendah.

SARAN

Diharapkan petani alpukat di Indonesia memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengaplikasikan teknologi pasca panen yag bertujuan untuk mengurangi kehilangan pasca panen. Dengan demikian, kerugian yang dialami oleh petani akibat kehilangan pasca panen bisa diminimalisir menggunakan meode yang telah diampaikan diatas.

Daftar Pustaka

(17)

Anonim. 2009. Alpukat Buah Serbaguna dan Kaya Manfaat.

http://www.asrik.com/index.php/kesehatan/19-alpukat-buah-serbaguna-dan-kaya-manfaat.

Diakses pada tanggal 24 Maret 2013.

BPPT. 2005. Alpukat (Persea Americana, Mill). http://www.ristek.go.id. Diakses pada tanggal 20 November 2011.

Kartasapoetra. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Pantastico,E.B. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Peneerjemah Kamaryani. UGM Press. Yogyakarta.

Roosmani, A.B. 1975. Percobaan Pendahuluan Terhadap Buah-buahan dan Sayur-sayuran Indonesia. Buletin Penelitian Hortikutura LPH Pasar Minggu. 3 (2): 17-21. Jakarta.

Chotimah, A.C. 2008. Perlakuan Uap Panas (Vapour Heat Treatment) dan Pelilinan Untuk Mempertahankan Mutu Buah Alpukat (Persea Americana, Mill). Skripsi. IPB Press. Bogor.

Wills, R.; B. McGlasson; D. Graham; D. Joyce. 1998. Postharvest. An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit, Vegetables and Ornamentals. Hyde Park Press, Adelaide, South Australia.

TUGAS TERSTRUKTUR

(18)

MATA KULIAH FISTEK

“TEKNOLOGI DAN PENANGANAN PASCA PANEN PADA BUAH ALPUKAT”

OLEH:

Oky Dyah Kumalawaty no absen 21

Risalia Nur Rahmah A no absen 24

Zamnia Wahyuli no absen 29

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVESITAS BRAWIJAYA MALANG

2013

Referensi

Dokumen terkait

Potensi kecelakaan yang terjadi pada perlintasan kereta api disebabkan oleh beberapa hal yaitu tingginya volume kendaraan, kerusakan infrastruktur pada perlintasan, serta

Salah satu indikator terjadi perubahan dalam diri siswa sebagai hasil belajar di sekolah dapat dilihat melalui nilai yang diperoleh siswa pada akhir semester

Bagaimanakah respon morfologi-anatomi dan fisiologis tumbuhan dominan yang beregenerasi melalui biji dan tunas terhadap perubahan lingkungan pada komunitas pasca

Kanker usus besar atau yang disebut kanker kolorektal merupakan salah satu kanker yang disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat.. Kanker ini biasanya disebabkan makanan yang

Salah satu contohnya adalah seni marawis yang di prakarsai SMP Negeri 20 Tangerang, di Sekolah ini tidak hanya memperdalam pembelajaran Agama pada pelajaran

Pasca bencana erupsi Merapi tahun 2010 yang lalu, tentu menjadikan masyarakat di Kecamatan Cangkringan sebagai salah satu wilayah yang mengalami kerusakan paling

Cidera medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner &amp; Suddarth, 2001).. Cedera Medula

Banyak kasus nyata diakibatkan oleh beberapa hal subjektif yang sebenarnya memiliki sifat keterkaitan antar satu dan yang lain, contohnya dalam kasus