• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara geografis, Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng bumi aktif yang saling bertumbukan sehingga menimbulkan jalur gunungapi dan patahan. Akibat kondisi tersebut, maka Indonesia memiliki rawan terjadinya bencana alam. Pada dasarnya, bencana yang terjadi baik secara alamiah seperti tsunami, gempa bumi, erupsi gunungapi maupun bencana buatan seperti hama penyakit dapat terjadi kapan saja dan tentu mengancam kehidupan masyarakat (sumber: www.bnpb.go.id, 2011).

Salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah erupsi gunungapi. Bencana erupsi Gunungapi Merapi terjadi pada bulan Oktober sampai November 2010. Luncuran awan panas terjadi sejak tanggal 26 Oktober, puncak letusan terjadi pada tanggal 5 November 2010 dan mengalami masa akhir erupsi di Bulan Desember, dengan ditandainya penurunan aktivitas seismik (BPBD, 2011). Bencana ini membawa dampak luar biasa yang menimbulkan bahaya primer berupa luncuran awan panas dan bahaya sekunder berupa banjir lahar dingin. Bahaya-bahaya tersebut tentu juga tidak hanya merugikan secara fisik akan tetapi juga menimbulkan masalah terhadap seluruh kondisi ekosistem yang ada, terutama pada tatanan sosial ekonomi masyarakat pun sangat memprihatinkan.

Berdasar kajian BNPB dengan Bappenas dan lembaga pusat serta daerah, jumlah kerusakan yang ditimbulkan pada erupsi tahun 2010 yang lalu mencapai Rp 4,23 triliun dan belum termasuk kerugian immateriil yang penanganannya jauh lebih sulit. Bahkan, kerusakan yang terjadi akibat bencana tersebut sedikitnya terdapat 2.271 rumah warga yang rusak, 239 infrastruktur masyarakat seperti sekolah, puskesmas, dan pasar juga mengalami kerusakan (sumber: www.slemankab.go.id 2010).

(2)

2

Melihat berbagai kerugian yang tidak kecil tersebut tentu mengharuskan pemerintah setempat untuk melakukan program pemulihan di berbagai sektor yang ada secara kontinu guna merangsang kembali pembangunan dan pendapatan daerah. Akan tetapi sudah jelas bahwa masyarakat setempatlah yang harus mendapat prioritas utama dalam pemulihan bencana, karena mereka tidak hanya sebagai korban yang kehilangan secara materi tetapi juga kondisi psikologi mereka.

Sebelum terjadinya bencana erupsi tersebut, kawasan Taman Nasional Gunung Merapi telah menjadi destinasi wisata utama di Kabupaten Sleman. Bahkan wisata minat khusus inilah yang mampu menarik para wisatawan dari dalam bahkan hingga manca negara. Potensi alam ini telah cukup dikembangkan sebagai obyek wisata yang berpotensi sangat baik. Hal ini terbukti dengan jumlah kunjungan rata-rata pertahun sekitar 1,5 juta kunjungan wisatawan nusantara dan 10 ribuan wisatawan manca negara (sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman, 2008).

Keberadaan Taman Nasional Gunung Merapi ini banyak memberikan dampak positif tidak hanya dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah tetapi juga memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar banyak memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada sebagai bahan baku perekonomian mereka diantaranya material batu, pasir yang banyak digunakan sebagai material bangunan, maupun hasil hutan dan perkebunan seperti kayu, karet dan ketela yang dapat di distribusikan ke pasar dan wilayah setempat. Mata pencaharian masyarakat setempat umumnya didominasi oleh penambang, petani kebun maupun pedagang dengan penghasilan menengah ke bawah.

Pasca bencana erupsi Merapi tahun 2010 yang lalu, tentu menjadikan masyarakat di Kecamatan Cangkringan sebagai salah satu wilayah yang mengalami kerusakan paling parah untuk melakukan berbagai upaya pemulihan penghidupan mereka dalam jangka panjang. Model pengembangan ekowisata

Volcano Tour di kawasan Merapi yang telah dikembangkan pasca bencana akibat

rusaknya lingkungan fisik setempat menjadi perangsang masyarakat lokal untuk melakukan recovery secara mandiri dalam sektor perekonomian mereka.

(3)

3

Masyarakat lokal yang menjadi korban bencana tentu banyak mengalami kehilangan aset-aset mereka selama ini akibat rusaknya ekosistem sebagai sumber penghidupan mereka.

Melalui konsep penghidupan (livelihood) maka kita juga dapat memperoleh gambaran bagaimana suatu masyarakat mampu mengelola aset yang ada sebagai penunjang aktivitas dan akses dalam mencapai tingkat kehidupan yang diharapkan. Konsep ini juga diharapkan dapat mengetahui bagaimana masyarakat yang menjadi korban bencana dapat melakukan pertahanan diri untuk pulih dari kondisi rentan akibat bencana tersebut yang membawa perubahan sangat signifikan dalam penghidupan mereka.

Pemulihan penghidupan masyarakat yang menjadi korban bencana erupsi Merapi tahun 2010 ini menjadi suatu permasalahan yang menarik untuk diteliti bagaimana masyarakat memilih keberadaan fenomena bencana untuk dijadikan sebagai suatu bentuk pariwisata yang menguntungkan sebagai pilihan strategi pemulihan penghidupan mereka pasca bencana. Bahkan disini masyarakat setempat yang bertindak sebagai aktor dan inisiator pelaku wisata dalam penggerak pengembangan kawasan Volcano Tour pasca bencana di kawasan Merapi. Pemulihan akan terjadi apabila rentang waktu yang mana tergantung pada kondisi aset, aktivitas dan akses yang dimiliki oleh masyarakat untuk dimanfaatkan agar mencapai kehidupan yang lebih baik.

1.2 Perumusan Masalah

Dampak akibat bencana erupsi Merapi tahun 2010 yang lalu mengharuskan masyarakat dan pemerintah setempat untuk terus melakukan berbagai upaya pemulihan di berbagai sektor pembangunan yang hampir sebagian besar rusak baik secara materi maupun imateriil. Masyarakat lokal yang selama ini banyak memanfaatkan sumberdaya di kawasan Merapi adalah korban yang paling merasakan dampak di jangka panjang.

Adanya bencana tersebut tentu memberikan perubahan secara signifikan pada kepemilikan aset, akses dan aktivitas tiap rumah tangga masyarakat lokal. Salah satu perubahan tersebut yaitu hilangnya lahan pertanian sebagai sumber

(4)

4

mata pencaharian utama sebagian besar masyarakat disana. Perubahan tersebut mengharuskan mereka untuk terus melakukan pertahanan diri terhadap kondisi yang ada dengan berbagai strategi agar menuju penghidupan yang lebih baik.

Keberadaan ekowisata Volcano Tour yang mulai dikembangkan dan dirintis oleh masyarakat setempat pasca bencana tahun 2010 yang lalu menjadi pilihan strategi yang banyak dimanfaatkan masyarakat lokal untuk menyambung pendapatan rumah tangga mereka akibat kerugian yang tidak sedikit jumlahnya. Perkembangannya pun menjadi magnet bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kembali pendapatan

Dari aspek inilah diangkat rumusan masalah untuk penelitian ini dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana perubahan kepemilikan aset, akses dan aktivitas masyarakat lokal pasca bencana erupsi Merapi tahun 2010?

2. Bagaimana perubahan strategi penghidupan yang dilakukan oleh masyarakat lokal dengan keberadaan ekowisata sebagai pemulihan penghidupan pasca bencana dan di masa mendatang?

1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan

1. Mendekripsikan perubahan dalam kepemilikan aset, akses dan aktivitas (livelihood concept) masyarakat lokal pasca bencana erupsi Merapi tahun 2010.

2. Mengidentifikasi perubahan strategi penghidupan yang dilakukan masyarakat lokal melalui usaha ekowisata Volcano Tour sebagai pemulihan penghidupan pasca bencana dan di masa mendatang.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti :

a. Sarana untuk menuangkan gagasan, ide dan pikiran dalam bentuk tulisan

(5)

5

b. Melatih dan mendorong untuk berpikir logis dan kritis dan meningkatkan daya serap informasi, khususnya tentang topik yang akan diteliti

2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan bisa berkontribusi dalam referensi tentang upaya pemulihan penghidupan masyarakat di pasca bencana, sekaligus menjadi pedoman bagi penelitian selanjutnya di masa yang akan dating

3. Secara Praktis

Bermanfaat bagi pengambilan kebijakan dan alternatif solusi untuk memecahkan permasalahan yang akan terjadi dan penentu kebijakan bagi pengembangan wisata di kawasan wisata Volcano Tour.

1.4. Tinjauan Pustaka 1.4.1 Konsep Geografi

Ilmu Geografi pada dasarnya adalah mempelajari tentang bumi beserta isinya serta hubungan antar keduanya. Ilmu geografi mempunyai unsur-unsur dasar di dalam pembahasannya, antara lain membahas tentang unsur letak, luas, bentuk, batas dan persebaran. Dalam mendekati atau menghampiri masalah geografi dapat menggunakan tiga macam pendekatan yaitu pendekatan analisa keruangan (spatial analysis), analisa ekologi (ecological analysis), dan analisa kompleks wilayah (regional complex analysis).

Menurut Bintarto (1998), pendekatan analisa keruangan mempelajari perbedaan lokasi mengenai sifat-sifat penting. Dalam analisa ini terdapat beberapa hal penting yaitu terkait penyebaran penggunaan ruang yang telah ada dan penyediaan ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan yang dirancangkan. Sedangkan analisa ekologi merupakan analisa mengenai interaksi antara organisme hidup dengan lingkungan. Oleh karena itu, untuk mempelajari ekologi seseorang harus mempelajari organisme hidup seperti manusia, hewan dan tumbuhan serta lingkungannya seperti litosfer, hidrosfer, dan atmosfer. Selain dari itu organisme hidup dapat pula mengadakan interaksi dengan organisme

(6)

6

hidup yang lain. Manusia merupakan satu komponen dalam organisme hidup yang penting dalam proses interaksi.

Sedangkan pendekatan kompleks wilayah merupakan pendekatan kombinasi antara analisa keruangan dengan ekologi. Analisa ini menekankan pada interaksi antar wilayah yang berkembang karena pada hakekatnya suatu wilayah berbeda dengan wilayah yang lain, oleh karena terdapat permintaan dan penawaran antar wilayah tersebut. Analisa tersebut juga menekankan pada penyebaran fenomena tertentu dan interaksi antara variabel manusia dan lingkungannya untuk kemudian dipelajari keterkaitannya (analisa ekologi). Dalam hubungan dengan analisa kompleks wilayah ini ramalan wilayah dan perancangan wilayah merupakan aspek-aspek dalam analisa tersebut. Pada penelitian kali ini, konsep pendekatan geografi yang digunakan adalah pendekatan kompleks wilayah. Hal ini dilatarbelakangi karena penelitian kali ini memadukan antara interaksi manusia dengan keruangan sehingga memunculkan adanya hubungan keterkaitan keduanya.

1.4.2 Bencana Alam

Menurut UU No. 24 Tahun 2007, pada pasal 1 ayat 1 definisi bencana yaitu: “bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.”

Bencana dibagi menjadi tiga yaitu bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah erupsi gunungapi. Secara geografis, Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng bumi aktif yang saling betumbukan sehingga menimbulkan jalur gunungapi dan patahan. Gunung Merapi merupakan salah satu gunung teraktif di dunia. Melihat kondisi tersebut tak mengherankan jika Indonesia sendiri menjadi memiliki rawan bencana alam yang tinggi. Aktivitas vulkanik/ gunungapi dapat menimbulkan berbagai bahaya yang mengancam berbagai ekosistem di sekitarnya

(7)

7

yaitu seperti letusan, hujan piroklastik, awan panas, gas beracun, dan aliran lahar. Menurut PSBA/BAKOSURTANAL (2005) terdapat tiga jenis bencana yang dihasilkan oleh aktivitas gunungapi berdasarkan jenis dan hasil proses erupsinya, yaitu berupa aktivitas eskalasi yang mengeluarkan gas beracun, aktivitas lelehan atau aliran lava dan lahar atau bencana berupa letusan atau ledakan.

Aktivitas gunungapi memang sulit diprediksi oleh manusia sehingga dibutuhkan sistem mitigasi bencana yang baik dan tepat untuk meminimalisir terjadinya resiko bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Risiko bencana letusan gunungapi tentu dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang begitu besar. Selain itu dapat mempengaruhi pula pada kerusakan sistem lingkungan di sekitarnya.

Gunung Merapi merupakan salah satu dari 129 gunung berapi aktif di Indonesia dan tergolong gunung berapi yang paling muda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa. Gunungapi ini berada di zona subduksi, dimana lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Gunungapi ini terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Yogyakarta. (sumber: www.tngunungmerapi.org, 2013). Gunungapi Merapi merupakan gunungapi bertipe stratovolcano dengan ketinggian 2.968 mdpl. Secara statistik erupsi Merapi terjadi setiap 2-7 tahun sekali dengan arah letusan yang selalu berubah-ubah. Bencana erupsi Gunungapi Merapi yang terjadi pada tahun 2010 yang lalu merupakan erupsi besar pertama yang terjadi setelah 80 tahun sejak erupsi besar tahun 1930-1931. Secara kronologis, erupsi yang terjadi pada tahun 2010 yang lalu diawali oleh letusan vulkanian dan semburan awan panas pada tanggal 26 Oktober 2010. Erupsi tersebut bersifat eksplosif dan menghasilkan awan panas yang semakin membesar pada puncaknya tanggal 5 November 2010, dan mengalami masa akhir erupsi di Bulan Desember, dengan ditandainya penurunan aktivitas seismik. Material yang dikeluarkan akibat erupsi kurang lebih 140 juta m3.

Tidak hanya itu pula, bencana erupsi tersebut juga telah menimbulkan ancaman bahaya sekunder. Bahaya sekunder yang dimaksudkan disini ialah seperti banjir lahar dingin yang menjadi ancaman utama pasca bencana erupsi.

(8)

8

Banjir lahar dingin terjadi di alur Kali Putih dan Kali Pabelan yang merupakan kawasan sektor barat Gunungapi Merapi.

Dampak yang ditimbulkan khususnya secara langsung terhadap masyarakat dan lingkungan di kawasan Gunungapi Merapi tersebut tidak hanya secara jangka pendek semata, akan tetapi juga menimbulkan dampak di jangka menengah maupun di jangka panjang. Secara jangka pendek, erupsi Gunungapi Merapi menyebabkan kerusakan secara langsung terhadap sarana fisik, perubahan tatanan lingkungan (terutama pada pemanfaatan lahan) dan korban jiwa yang telah memakan korban jiwa sebanyak 346 jiwa dan jumlah penduduk yang kehilangan rumah sebanyak 2.613 KK. Sedangkan dampak secara jangka menengah dan jangka panjang, erupsi tersebut telah menyebabkan kerugian secara materiil dan immateriil yang tidak sedikit. Hasil analisa kerusakan dan kerugian akibat erupsi Gunung Merapi dapat dilihat pada tabel 1.1

Tabel 1.1 Jumlah Kerugian (dalam rupiah) Tiap Sektor

Sektor Nilai kerugian (rupiah)

Perumahan 477.684.984.000 Infrastruktur 224.426.945.088 Sosial 49.639.528.731 Ekonomi 1.261.330.945.178 Lintas sektor 3.392.686.800.897 Total 5.405.681.153.844

Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. Sleman, 2011

Kerugian tersebut menyebabkan perubahan kepemilikan aset-aset

penghidupan pada tiap rumah tangga yang menjadi korban sehingga secara langsung mengakibatkan mereka untuk melakukan penyesuaian dan strategi-strategi yang perlu dilakukan untuk bertahan hidup dalam kondisi yang sulit menuju penghidupan yang lebih baik. Proses pemulihan kondisi penghidupan mereka tentu dilakukan dalam jangka waktu yang tidak singkat. Membutuhkan proses yang panjang, yang disesuaikan oleh kemampuan yang mereka miliki serta dipengaruhi adanya pengaruh eksternal. Dampak secara jangka panjang juga

(9)

9

menyebabkan adanya kerugian secara psikis yang dialami oleh para korban jiwa. Sehingga, melalui adanya gambaran dampak yang terjadi secara jangka panjang inilah menyebabkan perlunya mitigasi bencana untuk meminimalisir risiko bencana apabila terjadi erupsi kembali.

Dampak yang terjadi pada erupsi 2010 yang lalu, memfokuskan daerah Kecamatan Cangkringan sebagai daerah yang mengalami kerusakan paling parah akibat erupsi. Dimana salah desa diantaranya yaitu Desa Umbulharjo. Desa tersebut menjadi fokus dalam penelitian ini karena tidak hanya menjadi daerah yang mengalami dampak terparah pasca erupsi akan tetapi juga menjadi kawasan tempat dikembangkannya ekowisata baru yaitu wisata Volcano Tour.

1.4.3 Konsep Penghidupan Masyarakat (Livelihood)

Penghidupan (livelihood) merupakan gambaran tentang kemampuan

(capabilities), kepemilikan sumberdaya (asset) dan kegiatan yang dibutuhkan

seseorang/masyarakat untuk menjalani kehidupannya. Penghidupan dapat berkelanjutan apabila dapat pulih dari tekanan dan guncangan dengan menggunakan aset dan kemampuan yang dimiliki sekarang, memampukan orang/masyarakat untuk mengelola dan menguatkan kemampuan (capabilities) dan kepemilikan sumberdaya (asset) untuk kesejahteraan masyarakat di masa mendatang tanpa menggantungkan kepada sumberdaya alam (Chambers and Cownway, 1992 dalam Ellis, 2000).

Secara garis besar, penghidupan dapat dikatakan berkelanjutan jika:

 Elastis dalam menghadapi kejadian-kejadian yang mengejutkan

dan tekanan dari luar;

 Tidak tergantung pada bantuan dan dukungan luar;

 Mempertahankan produktivitas jangka panjang dan sumberdaya

alam;

 Tidak merugikan penghidupan dari, atau mengorbankan

pilihan-pilihan penghidupan yang terbuka bagi orang lain.

 Cara lain untuk mengkonseptualisasi berbagai dimensi

(10)

10

ekonomi, sosial dan institusional dari sistem-sistem yang

sustainable.

Tekanan yang diwujudkan dalam stress dan shock merupakan suatu bentuk yang membuat suatu penghidupan menjadi berlanjut atau berulang (Burgers, 2004). Shock biasanya memiliki dampak yang kuat dan datang tidak terduga. Salah satu macam shock itu sendiri berupa bencana alam salah satunya bencana alam erupsi gunungapi. Akan tetapi berbeda dengan shock, stress justru memiliki kekuatan yang kecil akan tetapi bertahan secara jangka panjang dan lama.

Melihat adanya dampak serius yang ditimbulkan pasca bencana tersebut tentu membutuhkan suatu tindakan untuk keluar dari dampak bencana dan pertahanan diri guna menuju hidup yang berkelanjutan. Maka, arti “keberlanjutan” itu sendiri memiliki banyak dimensi yang semua memiliki arti penting bagi pendekatan penghidupan berkelanjutan. Makna dari keberlanjutan itu sendiri dapat terjadi dengan syarat penghidupan masyarakat bersifat lentur dalam menghadapi kejadian-kejadian yang mengejutkan serta tekanan dari luar (Saragih et al., 2007)

Aset, aktivitas dan akses (AAA) merupakan tiga konsep yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu penghidupan (livelihood). Aset terkait dengan akses dan penguasaan atas sumberdaya. Aset bisa berupa sesuatu yang tampak seperti lahan, mesin dan peralatan produksi. Sedangkan aset yang tak tampak seperti pengetahuan, ketrampilan, dan status sosial. Aset penghidupan diperinci meliputi modal sosial, modal manusia, modal finansial, modal sumberdaya alam dan modal fisik.

Modal manusia memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan untuk mengusahakan penghidupannya. Pengembangan kualitas manusia sangat menentukan, mengingat manusialah yang akan mengelola semua aset untuk didayagunakan dan dilestarikan keberlanjutannya. Modal sosial merupakan kekuatan untuk mengusahakan penghidupan melalui jejaring dan keterkaitan sosial yang memungkinkan sumberdaya sosial dipadukan seperti gotong royong, juga adanya hubungan saling percaya dan kerjasama yang saling menguntungkan

(11)

11

seperti jaminan sosial. Modal natural lebih menggambarkan kepemilikan atau penguasaan sumberdaya alam seperti lahan, tanaman dan air sebagai modal produksi. Modal ini bervariasi pada setiap wilayah baik secara ketersediaan atau karakteristiknya, sehingga dapat membentuk pola penghidupan masyarakat yang berbeda. Modal fisik dapat dicontohkan seperti kepemilikan bangunan seperti rumah, kendaraan, perabotan, dan peralatan rumah tangga. Modal finansial dapat berupa tabungan, pendapatan, akses kredit dan sumber pembiayaan lainnya (Baiquni, 2007).

Sedangkan yang dimaksud akses adalah kemampuan manusia untuk dapat memanfaatkan sumberdaya. Akses biasa dipengaruhi dan dimodifikasi oleh peran relasi sosial (seperti gender, kelas ekonomi, umur, etnisitas, agama/ras), pengaruh kelembagaan (aturan, adat, kebiasaan, pasar) dan organisasi (seperti LSM/NGOs, pemerintah, dan lembaga agama) yang berada dalam konteks kerentanan (shock,

stress, trend). Akses juga merupakan kemampuan manusia untuk dapat

memanfaatkan fasilitas yang ada disekitarnya (Baiquni,2007). Akses dalam setiap wilayah tentu berbeda satu sama lain karena perbedaan akses terhadap pasar. Adanya status sosial, aset keuangan, dan aset manusia yang rendah maka menyebabkan tidak adanya akses terhadap pasar. Akses umumnya ditentukan dari beberapa faktor yaitu jarak terhadap pasar, akses terhadap infrastruktur fisik, telekomunikasi, akses terhadap informasi, dan akses terhadap pelayanan.

Aktivitas merupakan suatu bentuk kegiatan oleh masyarakat dalam mencapai strategi penghidupan yang dibagi kedalam dua bentuk yaitu aktivitas bergantung pada sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Aktivitas, aset dan akses sangat terkait dengan struktur dan proses yang menunjukkan hubungan dinamis dalam menentukan strategi penghidupan.

Menurut Baiquni (2007), strategi adalah hal menciptakan suatu posisi yang unik dan bernilai, yang melibatkan berbagai aktivitas perusahaan. Dalam konteks strategi penghidupan itu sendiri, strategi penghidupan yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri atau untuk mengatasi tekanan-tekanan yang mengganggu baik tekanan yang bersifat jangka panjang ataupun guncangan (Burgers, 2004 dalam Baiquni, 2007). Strategi penghidupan merupakan pilihan yang dibentuk oleh

(12)

12

asset, akses dan aktivitas yang dipengaruhi pula oleh kapasitas seseorang atau rumahtangga untuk melakukannya (Baiquni, 2007). Pilihan tersebut dinamis dan fleksibel,dalam arti selalu terdapat perubahan. Adakalanya muncul peluang dari kondisi eksternal atau adanya perubahan internal berkaitan dengan rumahtangga atau masyarakat. Strategi penghidupan yang sering dikemukakan ada tiga, yaitu: intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian, diversifikasi penghidupan serta migrasi (Schoones,1999 dalam Baiquni, 2007). Kerangka konsep strategi penghidupan juga dituangkan dalam gambar 1.1 berikut

Platform Modifikasi akses Di dalam konteks Menuju pada hasil Yang terdiri dari Dengan

Penghidupan oleh aktivitas dampak

Gambar 1. 1 Modifikasi Framework Sustainable Livelihood (dari Frank Ellis 2000:30)

1.4.4 Konsep Ekowisata

Menurut UU Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan menyebutkan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Konsep pariwisata itu sendiri dibagi berdasar jenis maupun sifat pariwisata.Berdasar jenisnya, pariwisata dibagi menjadi tiga macam

Relasi sosial -Gender -Class -Umur -Etnis/ras Kelembagaan -Aturan&adat -Kebiasaan -Pasar -Land tenure Organisasi -Perkumpulan -LSM/NGO -Pemerintah -Masjid/gereja Trends: -Penduduk -Migrasi -Perubahan teknologi -Harga relatif -Kebijakan makro -Trend ekonomi Shock/kejutan -Ancaman banjir, kekeringan, gempa, tsunami -Konflik/perang Strategi penghidupan (livelihood strategy) Basis SDA -Pertanian -Peternakan -Cash crops -Non-farm SDA -Pengumpulan hasil hutan Basis Non SDA -Perdagangan -Jasa -Manufaktur -Remittance -Transfers Keamanan penghidupan -Tingkat income -income yang stabil -Tingkat resiko -Musiman Keberlanjutan ekologis/alam: -Kualitas lahan -Kualitas tanah -Air -Hutan -Ragamhayati Asset - Social - Human - Financial - Natural -Physical

(13)

13

yaitu pariwisata alam, budaya dan buatan.Sedangkan berdasar sifatnya, pariwisata dibagi menjadi obyek wisata umum (mass tourism) dan wisata minat khusus (eco

tourism) atau ekowisata.

Secara lebih spesifik, menurut World Conservation Union (WCU) mendefinisikan bahwa ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih asli, dengan menghargai warisan budaya djan alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif, dan memberikan keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal. Sedangkan menurut The International Ecotourism Society atau TIES (1991), ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah alami dalam rangka mengkonservasi atau menyelamatkan lingkungan dan memberi penghidupan penduduk lokal (Nugroho, 2011).

Ekowisata adalah sebagian dari sustainable tourism. Sustainable tourism adalah sektor ekonomi yang lebih luas dari ekowisata yang mencakup sektor-sektor pendukung kegiatan wisata secara umum (Nugroho, 2011). Menurut deklarasi Quebec (hasil pertemuan dari anggota TIES di Quebec, Canada tahun 2002), Ekowisata adalah sustainable tourism yang secara spesifik memuat upaya-upaya:

1) Kontribusi aktif dalam konservasi alam dan budaya

2) Partisipasi penduduk lokal dalam perencanaan, pembangunan dan operasional kegiatan wisata serta menikmati kesejahteraan

3) Transfer pengetahuan tentang warisan budaya dan alam kepada pengunjung

4) Bentuk wisata independen atau kelompok wisata berukuran kecil

Sementara itu, United Nations Commission on Sustainable Development (Nugroho, 2011) menyatakan bahwa ekowisata adalah sustainable tourism yang:

1) Menjamin partisipasi yang setara, efektif dan aktif dari seluruh

(14)

14

2) Menjamin partisipasi penduduk lokal dalam kegiatan pengembangan masyakarakat, lahan dan wilayah

3) Mengangkat mekanisme penduduk lokal dalam hal kontrol dan pemeliharaan sumberdaya

Berdasarkan definisi, konsep dan pengertian di atas, maka dapat disusun definisi bahwa ekowisata adalah kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara professional, terlatih dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/usaha ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan. Melihat definisi tersebut, maka dibutuhkan suatu perencanaan pengembangan ekowisata secara professional. Hal ini diantaranya mencakup kebijakan pemerintah dimana meliputi kebijakan penataan ruang, pemberdayaan kemasyarakatan melalui pengembangan kemampuan penduduk lokal dan lingkungan untuk menciptakan motivasi untuk ikut mengkonservasi lingkungan.

Suatu ekowisata tidak dapat dilaksanakan hanya oleh salah satu pemangku kepentingan tetapi harus dikerjakan oleh tim yang terdiri dari beberapa pihak. Dukungan kerjasama antar lintas sektoral menjadi salah satu prasyarat keberhasilan pengembangan ekowisata. Diantara pemangku kepentingan tersebut diantaranya sektor industri, sektor publik, organisasi nonpemerintah (LSM), lembaga donor internasional, lembaga penelitian, wisatawan dan masyarakat lokal itu sendiri.

Selain itu, hal yang tidak boleh dilupakan dalam perencanaan dan pengembangan suatu ekowisata adalah keterlibatan beberapa stakeholder yang berkepentingan secara langsung. Keterlibatan diantara stakeholder disini tentu memiliki porsi dan persepsi berbeda. Perbedaan porsi disini disesuaikan dengan kemampuan dan kompetensi setiap partisipan. Sehingga sangat perlu diadakan suatu pemahaman bersama terhadap perbedaan cara pandang dan meminimalisir adanya tumpang tindih tanggungjawab antar pelaku. Jelasnya, keterpaduan dan koordinasi pekerjaan menjadi syarat mutlak dalam pengembangan ekowisata (Damanik, 2006).

(15)

15

Keberadaan ekowisata tentu banyak mendorong dan menumbuhkan partisipasi masyarakat lokal. Partisipasi masyarakat lokal dilibatkan sejak awal perencanaan, penyusunan rencana, pelaksanaan, pengelolaan hingga pembagian hasil. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat lokal disini dapat berupa pembangunan infrastruktur, pengembangan homestay, pembukaan jalan setapak atau perbaikannya, penyediaan sarana air bersih, gardu pandang, fasilitas sanitasi, di dalam kawasan, dan sebagainya. Umumnya, sifat partisipasi masyarakat dapat dikategorikan menjadi sifat partisipasi secara langsung maupun tidak langsung dimana masyarakat dilibatkan sebagai supplier dalam bahan kebutuhan ekowisata dalam bentuk bahan pangan, kerajinan tangan maupun persewaan alat.

(16)

16 Penghidupan Pra Bencana Penghidupan Pasca Bencana Strategi Pemulihan Pasca Bencana Diversifikasi Partisipasi Pemerintah

& Stakeholder terkait

Transformasi pekerjaan Utama Non utama e k o w i s a t a Menuju Penghidupan masyarakat yang

lebih baik dan berkelanjutan 1.5 Kerangka Pemikiran Aset: -Fisik -Alam -Manusia -Finansial -Sosial Aktivitas: -SDA -Non SDA Akses: -Infrastruktur -Sarana-prasarana -Air Bencana (Shock) Aset: -Fisik -Alam -Manusia -Finansial -Sosial Aktivitas: -SDA -Non SDA Akses: -Infrastruktur -Sarana-prasarana -Air Proses Pemulihan Pasca Bencana

(17)

17 1.6 Keaslian penelitian

Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil penelitian

Aisyah Maya Tara (2012) Strategi Penghidupan Masyarakat Pasca Bencana Alam Gempabumi 30 September 2009 di Kota Padang 1. Mengetahui perubahan penghidupan masyarakat

pasca bencana alam

gempabumi pada sektor sosial dan ekonomi di kecamatan Padang Barat

2. Mengetahui dampak yang

terjadi pada aset, akses dan aktivitas masyarakat nelayan

dan pedagang dalam

menjalani kehidupan sehari-hari serta usaha masyarakat dalam pemulihan

3. Mengetahui strategi

masyarakat nelayan dan

pedagang dalam bertahan

hidup pasca gempabumi di Kecamatan Padang Barat

Kualitatif -deskripsi perubahan

penghidupan masyarakat pada sektor sosial ekonomi

-deskripsi dampak pada aset, akses dan aktivitas

-deskripsi usaha masyarakat dalam pemulihan

-deskripsi strategi masyarakat nelayan dalam bertahan hidup pasca gempabumi

(18)

18 Alexander Seguseda (2012) Kajian Strategi Penghidupan Masyarakat Pelaku

Usaha Sekitr

Eks-kampus UMY, jalan

HOS. Cokroaminoto

Yogyakarta

Berdasarkan Tipologi Pelaku Usaha

1. Mengetahui dampak relokasi

kampus terhadap kondisi

usaha masyarakat sekitar

2. Mengidentifikasi adakah

penurunan pendapatan pelaku usaha

3. Mengetahui strategi

penghidupan para pelaku

usaha

Kualitatif -deskripsi perubahan dampak

relokasi secara sosial ekonomi terhadap para pelaku usaha sekitar kampus

-deskripsi strategi yang

dilakukan para pelaku usaha dalam menghadapi shock

Lisa Okta

Kharisma (2012)

Dampak Bencana

Lahar Dingin Pada

Perubahan Strategi Penghidupan Masyarakat Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang

1. Identifikasi perubahan kondisi aset, akses dan aktivitas

masyarakat akibat terjadi

bencana laha dingin di Desa Sirahan, Kec. Salam, Kab. Magelang

2. Mengkaji perubahan strategi

penghidupan setelah

terjadinya bencana lahar

dingin

3. Membuat arahan penanganan korban pasca bencana lahar dingin dalam memulihkan kehidupan

Kualitatif -deskripsi perubahan kondisi

aset, akses aktivitas pasca bencana lahar dingin

-deskripsi perubahan strategi penghidupan pasca bencana lahar dingin

-arahan penanganan korban pasca bencana lahar dingin dalam memulihkan kehidupan

Narulita Ayu S.K (2013) Strategi Pemulihan Penghidupan Masyarakat (Livelihood) melalui Usaha Ekowisata 1. Mendekripsikan perubahan dalam kepemilikan aset, akses dan aktivitas (livelihood concept) masyarakat lokal pada sebelum dan sesudah bencana erupsi

Kualitatif -deskripsi perubahan kepemilikan aset, akses dan aktivitas sebelum dan sesudah bencana -deskripsi strategi yang

(19)

19 Volcano Tour Pasca

bencana Erupsi Merapi tahun 2010

Merapi tahun 2010.

2. Mengidentifikasi perubahan strategi penghidupan yang dilakukan masyarakat lokal melalui usaha ekowisataVolcano Tour sebagai pemulihan

penghidupan pasca bencana dan di masa mendatang.

dilakukan pasca bencana melalui usaha ekowisata

(20)

20 1.7 Pertanyaan penelitian

Pertanyaan penelitian digunakan untuk mencapai tujuan penelitian dan digunakan pada pertanyaan wawancara, dan observasi lapangan. Pertanyaan berikut diharapkan dapat dieksplorasi lebih lanjut sehingga mampu menjawab tujuan-tujuan penelitian.

1. Bagaimanakah perubahan kepemilikan aset rumah tangga sebelum maupun sesudah bencana erupsi Merapi tahun 2010?

a. Bagaimana kepemilikan aset natural? b. Bagaimana kepemilikan aset fisik? c. Bagaimana kepemilikan aset manusia? d. Bagaimana kepemilikan aset finansial? e. Bagaimana kepemilikan aset sosial?

2. Bagaimanakah akses rumah tangga dalam kondisi pasca bencana erupsi Merapi tahun 2010?

3. Bagaimanakah aktivitas rumah tangga dalam kondisi pasca bencana erupsi Merapi tahun 2010?

4. Bagaimanakah strategi rumah tangga pasca bencana erupsi Merapi tahun 2010 hingga saat ini dan kedepannya melalui keberadaan ekowisata Volcano Tour?

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah Kerugian (dalam rupiah) Tiap Sektor
Gambar 1. 1 Modifikasi Framework Sustainable Livelihood (dari Frank  Ellis 2000:30)

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan faktor lingkungan dalam memicu kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan, DIY pasca erupsi Merapi 2010 ditunjukkan nilai p < α

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dengan adanya bencana Erupsi Merapi yang teradi pada tahun 2010 menyebabkan lumpuhnya

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keterdapatan mataair di Kecamatan Cangkringan pasca erupsi Merapi 2010, mengetahui kuantitas dan kualitas mataair di

Endapan lahar dingin hasil erupsi Gunung Merapi 2010 dapat merubah morfologi dan angkutan sedimen pada dasar Kali Putih serta kapasitas angkutan sedimen dalam kondisi

Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015. 5) Untuk mengetahui hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian ISPA pasca. bencana erupsi Gunung Sinabung di wilayah

Faktor lingkungan yang berh ubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan, DIY pasca erupsi Merapi 2010 yaitu kepadatan penghuni, jenis

Faktor penentu dalam pemilihan material rekonstruksi rumah tinggal pasca erupsi Merapi. Objek penelitian dan survey kuisioner dilakukan pada Desa Umbulharjo, Cangkringan,

Tujuan umum penelitian yang ingin dicapai, yaitu merumuskan cara pengelolaan daerah rawan bencana lahar pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 meliputi karakteristik