• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 Bencana menurut Undang–Undang nomor 24 tahun 2007 merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (BNPB, 2012). Menurut data dari Annual Disaster Statistical Riview

(2009) antara tahun 2000 hingga 2008 terdapat rata–rata hampir 392 bencana alam yang terjadi di dunia setiap tahunnya. Asia merupakan daerah yang paling banyak terjadi bencana, hampir 40% dari total bencana yang terjadi, dimana setiap tahunnya menimbulkan korban sebanyak 230 juta manusia.

Posisi Indonesia di antara tiga lempeng tektonik dan juga lokasi geografik yang tropis, sehingga menyebabkan banyak terjadi bencana seperti gempa bumi, tsunami, erupsi gunung api, banjir, tanah longsor dan kekeringan (Sunarto dan Rahayu, 2009). Salah satu bencana yang telah terjadi di Indonesia adalah Erupsi Gunung Merapi yang terjadi di Yogyakarta pada tanggal 26 Oktober 2010 sampai 5 November 2010. Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada saat itu adalah erupsi yang paling besar dibandingkan dengan Erupsi Merapi yang telah terjadi sebelumnya (BAPPENAS dan BNPB, 2011).

Bencana yang timbul baik bencana alam maupun buatan manusia dapat menimbulkan berbagai efek atau masalah yang beruntun, diantaranya adalah

(2)

korban jiwa, pengungsi, kerusakan infrastruktur, dan terputusnya pelayanan publik (Efendi, 2009). Sebagian masalah ini pada akhirnya merupakan masalah sosial dan masalah kesehatan. Permasalahan di bidang kesehatan yang dapat muncul baik langsung maupun tidak langsung antara lain adalah pertama timbulnya korban jiwa, luka, dan sakit yang berkaitan dengan angka kematian dan kesakitan. Kedua, adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan berisiko mengalami kurang gizi, tertular penyakit, dan menderita stress atau gangguan psikologis. Ketiga, adanya kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan menyebabkan keterbatasan air bersih dan sanitasi serta menjadi tempat perindukan vektor penyakit. Keempat adalah terhentinya pelayanan kesehatan, selain karena rusak, besar kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban bencana, dan bila hal tersebut tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun dan berpotensi menyebabkan terjadinya kejadian luar biasa (KLB) (Efendi, 2009).

Erupsi Gunung Merapi Yogyakarta yang terjadi pada tahun 2010 menimbulkan berbagai dampak, diantaranya 196 jiwa meninggal akibat luka bakar awan panas, 151 jiwa meninggal akibat non luka bakar, 258 jiwa luka–luka, serta 410.338 jiwa harus mengungsi. Selain itu, Erupsi Merapi juga menyebabkan matinya ternak, rusaknya lahan, matinya tanaman, serta kerusakan bangunan (Bronto,2011). Bangunan yang mengalami kerusakan di Kecamatan Cangkringan antara lain perumahan warga, masjid, sekolah, sarana pelayanan kesehatan dan balai desa (Bronto,2011). Salah satu kerugian besar bagi korban adalah luluh

(3)

lantahnya rumah akibat terjangan awan panas, dimana rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia.

Luluh lantahnya rumah para korban Erupsi Merapi tahun 2010 mengharuskan mereka untuk berpindah-pindah tempat tinggal, mulai dari barak pengungsian kemudian ke hunian sementara dan ke hunian tetap. Masing-masing tempat tersebut memiliki permasalahan yang bermacam-macam.

Masalah yang terjadi di barak pengungsian antara lain masalah kesehatan seperti penyakit saluran nafas, batuk, flu dan penyakit lainnya. Selain masalah kesehatan fisik, para korban juga rentan mengalami masalah kesehatan psikologis. Agustina (2010) menyebutkan bahwa korban yang tinggal di barak pengungsian Stadion Maguwoharjo sangat bosan diperlakukan hanya untuk makan dan tidur, selain itu peristiwa tersebut juga mengguncang jiwa para korban. Korban Erupsi Merapi tahun 2010 juga mengeluh tentang layanan kesehatan yang terlalu jauh dari barak pengungsian sehingga menyebabkan banyaknya korban sakit yang tidak mendapatkan pertolongan (Agustina, 2010). Korban juga mengalami masalah perekonomian karena sebagian lahan pertanian dan peternakan yang mereka miliki rusak karena abu vulkanik dan awan panas, dimana di barak pengungsian belum ada aktivitas produktif yang dapat menggantikan pekerjaan mereka sehingga perekonomian menjadi lumpuh (Agustina, 2010). Keluhan lain yang diungkapakan korban Erupsi Merapi tahun 2010 di barak pengungsian adalah keterbatasan akan ketersediaan air bersih, bantuan yang tidak terdistribusi dengan cepat, tepat dan merata, serta kurangnya privasi diantara pengungsi (Agustina, 2010).

(4)

Sebagian korban Erupsi Merapi tahun 2010 yang beruntung bisa segera menempati hunian sementara yang dibangun oleh bantuan dari pemerintah dan berbagai organisasi, namun ada juga korban yang terpaksa harus berlama-lama tinggal di barak pengungsian. Masalah yang terjadi di hunian sementara antara lain belum pulihnya sumber perekonomian warga yang disebabkan oleh bantuan yang belum tersebar merata, fasilitas air bersih yang terkadang macet, dan fasilitas lain yang terkadang tidak mencukupi kebutuhan warga (Firdaus, 2011). Terganggunya fasilitas air bersih dan kondisi lingkungan yang berdebu dapat meningkatkan kejadian penyakit ISPA di daerah hunian sementara (Hadiwinoto dan Catrini, 2011).

Masalah yang timbul di hunian tetap adalah masalah sosial karena selama ini pemberdayaan masyarakat hanya sebatas pada peningkatan ekonomi pasca Erupsi Merapi tahun 2010 dengan pembangunan berbasis masyarakat. Upaya tersebut menyebabkan tingkat gotong royong masyarakat menjadi pudar karena mereka mulai berorientasai pada bayaran atas jasa yang telah meraka lakukan (Hadiwinoto dan Catrini, 2011).

Selain luluh lantahnya rumah warga, rusaknya bangunan pelayanan kesehatan juga merupakan masalah besar dari kondisi pasca Erupsi Merapi tahun 2010, dengan kondisi tersebut mengakibatkan pelayanan kesehatan di daerah sekitar bencana menjadi mati selama beberapa hari hingga beberapa minggu (Rekompak, 2011). Lumpuhnya pelayanan kesehatan menyebabkan terganggunya kemampuan masyarakat untuk mengakses metode kontrasepsi. Terganggunya akses dalam memperoleh metode kontrasepsi dapat menyebabkan terjadinya perubahan metode

(5)

kontrasepsi yang digunakan oleh korban dari sebelum dan setelah adanya suatu bencana. Metode kontrasepsi merupakan suatu hal yang vital diperlukan oleh pasangan usia produktif karena jika akses terhadap alat kontrasepsi terganggu, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kejadian unplanned pregnancy

(Callaghan, 2007). Adanya kejadian unplanned pregnancy dikhawatirkan dapat menyebabkan berbagai masalah, seperti keengganan calon ibu untuk mengurus kehamilan dan colon bayinya, kesulitan menciptakan perasaan kasih sayang yang tulus dan kuat dari calon ibu terhadap janin dan calon bayi yang dilahirkannya nanti, keinginan calon ibu untuk mengakhiri kehamilannya atau aborsi, dan perubahan gaya hidup ibu (BKKBN, 2007).

Lumpuhnya pelayanan kesehatan juga akan mempengaruhi kemampuan ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan sehingga mengakibatkan kurang termonitornya kondisi kesehatan janin maupun ibu (Harville, 2010). Jika hal–hal tersebut di atas tidak segera ditangani, maka dapat memberikan efek negatif bagi kondisi ibu dan bayi serta meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas bayi dan ibu yang bertolak belakang dengan tujuan dari Millennium Development Goals

(MDGs) ke 4 dan ke 5 (Callaghan, 2007). Dampak dari lumpuhnya pelayanan kesehatan pasca Erupsi Merapi tahun 2010 belum dijelaskan ditiap-tiap tempat tinggal korban, baik dari barak pengungsian, kemudian ke hunian sementara dan hunian tetap.

Dampak dari badai Katrina menyebutkan bahwa 17% wanita yang membutuhkan perawatan kesehatan, tidak dapat mengakses perawatan kesehatan tersebut, 40% tidak menggunakan pengendalian kelahiran, 56,4% tidak

(6)

melakukan kunjungan KB dan 31% memiliki masalah dalam mendapatkan metode pengendalian kelahiran (Kissinger, 2007). Sedangkan dampak bencana Tsunami di Sri Lanka dalam bidang pelayanan kesehatan antara lain 100 orang petugas kesehatan meninggal dunia dan 4 klinik maternitas mengalami kerusakan (Carballo, 2005).

Bencana tsunami menyebabkan tidak adanya suplai obat dan kontrasepsi di daerah bencana, sehingga menimbulkan perubahan atau meningkatnya aktivitas seksual sebagai cara untuk mencari dukungan emosi. Hal ini dapat meningkatkan risiko unplanned pregnancy. Jumlah kehamilan pada wanita yang mengungsi pada saat tsunami di Aceh adalah 11,74% (Carballo, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Hapsari et al (2009) menyebutkan bahwa adanya gempa yang terjadi di Yogyakarta menyebabkan rusaknya pelayanan kesehatan yang ada di wilayah tersebut, sehingga menyebabkan 11% responden menyatakan kesulitan dalam mengakses alat kontrasepsi, dimana 42,5% diantaranya mengalami perubahan metode kontrasepsi. Sebanyak 11% responden yang menyatakan kesulitan dalam mengakses kontrasepsi terjadi 13,2% unplanned pregnancy, dimana 26,6% diantaranya berasal dari kelompok yang mengalami perubahan metode kontrasepsi dari metode yang memiliki risiko rendah ke risiko tinggi (Hapsari, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Kustanti (2013) juga menyebutkan bahwa besar kejadian unplanned pregnancy di hunian tetap Batur, Kepuharjo, Cangkringan pasca Erupsi Merapi tahun 2010 adalah 27,8%. Dalam penelitian ini tidak menyebutkan persebaran kejadian unplanned pregnancy, apakah hal tersebut

(7)

terjadi ketika wanita atau ibu tinggal di barak pengungsian, hunian sementara atau ketika ibu telah tinggal di hunian tetap, dan juga tidak menggambarkan perubahan kejadian unplanned pregnacy disetiap tahunnya dari kondisi pasca Erupsi Merapi tahun 2010 hingga sekarang. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Kustanti (2013) tidak mengevaluasi adanya kendala-kendala yang dirasakan ibu ketika mengandung janin dalam rahimnya. Oleh sebab itu, penelitian ini akan mengevaluasi tentang persebaran kejadian unplanned pregnancy Pasca Erupsi Merapi tahun 2010 baik berdasarkan tahun kejadian maupun tempat kejadian serta kendala-kendala dan harapan ibu selama kehamilannya.

Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Yogyakarta karena ini terkait dengan bencana Erupsi Merapi yang terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 yang lalu. Setelah peneliti melakukan studi pendahuluan di salah satu praktik bidan di Kecamatan Cangkringan didapatkan hasil bahwa persalinan paling banyak dari kurun waktu pasca Erupsi Merapi tahun 2010 hingga sekarang adalah di hunian tetap Pagerjurang, jika dibandingkan dengan hunian tetap yang lainnya. Selain itu peneliti juga melakukan studi pendahuluan ke daerah tersebut, dengan bertanya kepada kepala dukuh Kaliadem dan Petung di hunian tetap Pagerjurang dan juga sebagian warga yang tinggal di dukuh Pagerjurang, Kepuh dan Manggong. Kepala dukuh Kaliadem menyebutkan bahwa sebagian besar warga nya merupakan usia produktif baik laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut juga dikemukakan oleh beberapa warga yang ditemui peneliti di dukuh Pagerjurang, Kepuh dan Manggong. Namun, hal tersebut tidak sama dengan persebaran

(8)

penduduk yang ada di dukuh Petung. Kepala dukuh Petung menyebutkan bahwa sebagian besar warga mereka adalah usia lanjut, hanya terdapat 25 wanita yang berusia produktif. Peneliti juga menanyakan mengenai waktu perpindahan warga pasca Erupsi Merapi tahun 2010 mulai dari barak pengungsian, hunian sementara dan kemudian ke hunian tetap. Beberapa orang yang ditemui oleh peneliti mengatakan bahwa kurang lebih selama tiga bulan pasca Erupsi Merapi mereka tinggal di barak pengungsian, kemudian pada awal 2011 mulai tinggal di hunian sementara kurang lebih selama 1,5 sampai 2 tahun dan pada akhir tahun 2012 baru bisa tinggal di hunian tetap Pagerjurang. Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang angka kejadian unplanned pregnancy

pasca Erupsi Merapi tahun 2010 yang akan dilakukan di hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dengan adanya bencana Erupsi Merapi yang teradi pada tahun 2010 menyebabkan lumpuhnya pelayanan kesehatan yang dapat mempengaruhi akses seorang wanita dalam memperoleh metode kontrasepsi, sehingga dapat dirumuskan permasalahan berapakah angka kejadian unplanned pregnancy pada wanita usia produktif pasca Erupsi Merapi tahun 2010?

(9)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, tujuan tersebut antara lain : 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :

Untuk mengetahui angka kejadian unplanned pregnancy pada wanita usia produktif pasca Erupsi Merapi tahun 2010 di hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Yogyakarta

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui persebaran kejadian unplanned pregnancy pada wanita usia produktif pasca Erupsi Merapi tahun 2010 di hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Yogyakarta berdasarkan tahun terjadinya kehamilan tersebut

b. Untuk mengetahui persebaran kejadian unplanned pregnancy pada wanita usia produktif pasca Erupsi Merapi tahun 2010 di hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Yogyakarta berdasarkan tempat terjadinya kehamilan tersebut

c. Untuk mengetahui perubahan metode kontrasepsi yang dipilih oleh warga di hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Yogyakarta sebelum dan setelah Erupsi Merapi Yogyakarta 2010

(10)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat untuk tenaga kesehatan, dapat meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan kesehatan dalam bidang keperawatan, khususnya keperawatan maternitas guna meningkatkan kemudahan akses terhadap metode kontasepsi di daerah pasca bencana sehingga kejadian unplanned pregnancy di daerah pasca bencana dapat ditekan dan akibat dari unplanned pregnancy dapat dicegah.

2. Bagi peneliti yaitu dapat memperoleh pengalaman dalam menyusun karya tulis ilmiah, pengalaman dalam praktik penelitian secara ilmiah dan dapat meningkatkan pemahaman peneliti tentang masalah kesehatan yang terjadi di wilayah pasca bencana terutama di hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan sebagai akibat dari terjadinya Erupsi Merapi tahun 2010. 3. Manfaat untuk penelitian selanjutnya adalah dapat memberikan wacana baru dan

kerangka pemikiran untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian yang dilakukan oleh Elsi Dwi Hapsari et al pada tahun 2009 dengan judul Change in contraceptive methods following the Yogyakarta earthquake and its association with the prevalence of unplanned pregnancy

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai cara pengambilan data. Subjek penelitian tersebut adalah 450 wanita yang telah menikah yang diambil melalui kader kesehatan yang ada di Jetis dan Pleret Kabupaten Bantul Provinsi

(11)

Yogyakarta. Data ditampilkan dalam bentuk frekuensi, persentase, mean dan standar deviasi.Hasil dari penelitian tersebut adalah metode kontrasepsi yang banyak digunakan sebelum adanya bencana adalah injeksi dan IUD, namun setelah terjadinya bencana metode kontrasepsi injeksi dan IUD mengalami penurunan, dan metode kontrasepsi yang mengalami peningkatan setelah terjadinya bencana adalah pil dan coitus interruptus. Hal tersebut disebabkan oleh pelayanan kesehatan yang ada diwilayah tersebut mengalami kerusakan. Dari seluruh responden, 11% menyatakan kesulitan dalam mengakses kontrasepsi, dimana 42,5% diantaranya mengalami perubahan dalam metode kontrasepsi yang digunakan yaitu dari kontrasepsi yang memiliki risiko kegagalan rendah ke tinggi sebanyak 82,4% dan dari risiko kegagalan kontrasepsi dari tinggi ke rendah sebanyak 17,6%. Dari 11% yang menyatakan kesulitan dalam mengakses kontrasepsi terjadi 13,2% unplanned pregnancy, dimana 26,6% diantaranya berasal dari kelompok yang mengalami perubahan metode kontrasepsi dari metode yang memiliki risiko rendah ke risiko tinggi.

Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah pada subjek penelitian, teknik sampling yang digunakan, tempat penelitian, jenis bencana, variabel yang akan diteliti dan cara analisa data yang digunakan.

2. Cluster Sampling with Referral to Improve the Efficiency of Estimating Unmet

Needs among Pregnant and Postpartum Women after Disasters yang diteliti oleh

Jennifer Horney et al pada tahun 2011.

Penelitian ini dilakukan dari tahun 2009 sampai 2011 dengan sampel dari tiga tempat yaitu di Johnston County, North Carolina, setelah tornado yang terjadi

(12)

pada November 2008, Cobb/Douglas County, Georgia, setelah banjir pada September 2009, dan Bertie County, North Carolina, setelah badai yang berhubungan dengan banjir pada Oktober 2010. Teknik sampling yang digunakan adalah dengan metode cluster sampling. Subjek penelitian adalah wanita yang sedang mengalami kehamilan atau pasca melahirkan pada usia 45 tahun ke bawah dan wanita yang telah melahirkan selama enam bulan. Instrumen yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan SAS (9.1.2, Cary, NC) untuk perhitungan frekuensi yang sebelumnya data di masukan ke Excel. Hasil dari penelitian tersebut adalah didapatkan bahwa terjadi peningkatan jumlah wanita yang mengalami kehamilan dan persalinan pasca bencana dari tiap-tiap tempat. Di Johnston County, North Carolina wanita yang sedang hamil atau pasca melahirkan mengalami peningkatan dari 0,06% (1 dari 16) menjadi 21% (4 dari 19). Kemudian di Cobb dan Douglas County, Georgia wanita yang sedang hamil dan pasca melahirkan juga mengalami peningkatan yaitu dari 8% (5 dari 64) sampai 19% (14 dari 73), dan yang terakhir di Bertie County, North Carolina juga mengalami penambahan jumlah wanita hamil dan pasca persalinan dari 9% (12 dari 131) menjadi 17% (25 dari 144).

Perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah terletak pada tempat penelitian, sampel penelitian, tipe bencana yang akan diteliti, variabel yang akan diukur dan analisa data yang digunakan.

(13)

3. Hubungan Peran Suami Dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Pasca Bencana Erupsi Merapi yang diteliti oleh Kustanti Fitria Kustanti, Elsi Dwi Hapsari, Wenny Artanty Nisman pada tahun 2013

Penelitian ini menggunakan metode penelitian cross sectional yang dilakukan pada 96 pria pasangan usia subur di hunian tetap Batur, Kepuharjo, Cangkringan. Peneliti menggukanan kuesioner dalam pengambilan datanya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi pria mengalami peningkatan dari 9,4% menjadi 10,4%, sedangkan penggunaan kontrasepsi wanita mengalami penurunan dari 83,3% menjadi 79,2% pasca bencana Merapi. Pria yang memiliki peran sebagai motivator, fasilitator dan edukator pada katagori baik sebesar 59,4% (57/96), 77,1% (74/96), dan 53,1% (51/96). Hasil tersebut menunjukkan presentase yang lebih rendah dibandingkan pada kondisi bukan bencana. Penelitian ini menyebutkan bahwa besar kejadian unplanned pregnancy

di hunian tetap Batur, Kepuharjo, Cangkringan pasca Erupsi Merapi tahun 2010 adalah 27,8%. Setelah dilakukan analisis, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara peran suami dengan penggunaan metode kontrasepsi pada pasangan usia subur pasca bencana Erupsi Merapi.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pada subjek penelitian, variabel penelitian, tempat penelitian, metode penelitian, instrumen penelitian dan analisa data yang digunakan. Dalam penelitian ini persebaran tempat tinggal ibu ketika mengalami unplanned

pregnancy serta perubahan kejadian unplanned pregnancy tiap tahunnya tidak

(14)

dialami ibu saat menjalani kehamilannya pasca Erupsi Merapi tahun 2010. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti akan menganalisis keempat hal tersebut di atas.

4. Kissinger et al (2007) melakukan penelitian dengan judul “The Effect Of The Hurricane Katrina Disaster On Sexual Behavior And Access To Reproductive Care For Young Woman In New Orleans”

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perubahan dalam perilaku seksual dan akses ke pelayanan reproduksi sebelum dan setelah perpindahan pada perempuan muda yang menerima layanan keluarga berencana dari sebelum dan setelah perpindahan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian cohort yang dilakukan pada wanita yang berusia 16 sampai 24 tahun setelah 5 sampai 6 bulan Badai Katrina. Data responden didapatkan melalui telepon. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 17% wanita yang membutuhkan pelayanan kesehatan tidak dapat menjangkau pelayanan tersebut, 40% tidak menggunakan kontrol kehamilan, 56,4% tidak melakukan kunjungan KB, 31% memiliki masalah dalam mendapatkan metode pengendalian kelahiran. Kunjungan ke pelayanan KB menurun dari 100% sebelum evakuasi menjadi 40% setelah evakuasi dan 2 (4%) mengalami kehamilan yang tidak diinginkan sebagai hasil kurangnya akses ke pelayanan kesehatan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah populasi penelitian, bencana yang diteliti, tempat penelitian, variabel penelitian, metode penelitian, cara memperoleh data dan analisa data yang digunakan.

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, karunia, perlindungan, dan ridho-Nya, baik kesehatan lahir maupun ketenangan batin

pendidikan 37Yo responden menjawab ingin beke{a dan melanjutkan strata dua. Responden kurang berani untuk mengambil resiko memulai sebuah usaha dengan kendala-kendala

Masalah utama yang akan dijawab dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : Apakah penerapan Metode pembelajaran Make a Match (Menjodohkan) dan MediaKartundapat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca ( weathering ) terhadap karakteristik komposit HDPE–sampah organik berupa kekuatan bending dan

Menjelaskan cara menyelesaikan soal cerita tentang penjumlahan atau pengurangan bilangan bulat Bersama siswa mendiskusikan cara penyelesaian soal cerita tentang penjumlahan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kawasan wisata Danau Linouw Tomohon Sulawesi Utara berada pada strategi pertumbuhan konsentrasi melalui integrasi vertikal atau pada

Temuan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat saat ini yang menekuni menghafal al-Qur’an di Lempangeng sudah tidak memiliki semangat yang tinggi untuk membaca