• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ispa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ispa"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang menyerang sal ah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasu k adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). ISPA pada balita adalah pen yakit infeksi akut parenchim paru, yang merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada balita (Dinas Kesehatan Propvinsi Jawa Tengah, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit ISPA pada anak balita, masih m erupakan penyakit yang mengakibatkan kematian cukup tinggi, Insidens menurut kel ompok umur balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 1 56 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta ) dan Pakistan (10juta) dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan meme rlukan perawatan rumah sakit. Episode batuk-pilek pada Balita di Indonesia diper kirakan 2-3 kali per tahun. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan p asien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%) (Kemenkes RI, 2012). Data profil kesehatan Indonesia tahun 2011 memperlihatkan bahwa ISPA menempati u rutan ke 9 dari 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit tahun 2010 dengan ju mlah kasus sebanyak 17.918 orang yang terdiri dari 9.737 laki-laki dan 8.181 per empuan dengan jumlah kematian mencapai 589 orang (Kemenkes RI, 2012).

Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita di Provinsi J awa Tengah tahun 2011 sebesar 25,5% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 66.702 kasus, mengalami penurunan bila dibanding tahun 2010 yang sebesar 40,63%. Angka ini masih sangat jauh dari target Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2 010 sebesar 100% (Dinkes Jateng, 2012). Jumlah penderita ISPA pada balita di Kab upaten Kebumen tahun 2011 mencapai 150.820 balita (51,17%) (Dinkes Kabupaten Ke bumen tahun 2012).

Faktor risiko yang berkontribusi terhadap insidens ISPA tersebut antara lain giz i kurang, Air Susu Ibu (ASI) ekslusif rendah, polusi udara dalam ruangan, kepada tan, cakupan imunisasi campak rendah dan Bayi Berat lahir Rendah (BBLR). Upaya m engatasi ISPA pada balita dilakukan dengan komunikasi, informasi dan edikasi (KI E) pengendalian ISPA melalui berbagai media sesuai dengan kondisi sosial dan bud aya setempat. Peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka deteksi dini pneum onia Balita dan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2012).

Hasil penelitian sebelumnya oleh Putri (2012) diketahui terdapat perbedaan kondi si faktor lingkungan yang sangat signifikan antara balita yang mengalami kejadia n ISPA dengan balita yang tidak mengalami ISPA (nilai p=0,000). Penelitian Atiek (2010) menyimpulkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan prakti k cara perawatan, selain itu didapatkan hubungan yang bermakna antara sikap deng an praktek cara perawatan. Penelitian lainnya oleh Jafari (2014) menyimpulkan ba hwa perilaku ibu dalam pengobatan ISPA berkorelasi dengan usia ibu dan suku bang sa (Persia atau Afghanistan). Penelitian Kholisah et. al. (2009), menyimpulkan a da hubungan bermakna antara pajanan asap rokok (p = 0,006) dan riwayat imunisasi (p = 0,017) dengan prevalensi ISPA pada balita

Penelitian untuk mengungkap pengaruh faktor presdisposisi perilaku terhadap keja dian ISPA pada balita penting untuk dilakukan, mengingat masih tingginya kejadia n ISPA pada balita. Faktor perilaku merupakan faktor yang dapat diubah dan tidak membutuhkan banyak biaya. Perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA yang baik diharapkan dapat mencegah terjadinya ISPA pada balita.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen pada bulan Juni 2014 diketahui bahwa penyakit infeksi saluran pernapasan atas ( ISPA) pada balita termasuk dalam 10 besar penyakit dan menempati rangking pertam a. Penderita ISPA pada bulan Agustus tahun 2013 sebanyak 495 balita (Puskesmas G ombong, 2013).

(2)

lah penyebab ISPA, 8 orang (80,0%) menyatakan benar dan 2 orang (20,0%) menyatak an salah. Pertanyaan tentang ISPA adalah penyakit yang menular diperoleh jawaban 4 orang (40,0%) membenarkan dan 6 orang (40,0%) menyatakan tidak tahu. Jawaban ibu tentang imunisasi dapat mencegah ISPA, 4 orang (40,0%) membenarkan dan 6 ora ng (60,0%) menyalahkan. Jawaban ibu balita tentang upaya yang telah dilakukan se belum membawa balita ke puskesmas, secara keseluruhan menyatakan hanya menyelimu ti dengan kain tebal agar balita tidak kedinginan. Selanjutnya karena panas tubu h balita tidak turun, sehingga ibu kemudian membawa ke puskesmas.

Hasil studi pendahuluan tersebut menunjukkan kasus ISPA masih banyak terjadi. Pe ngetahuan ibu balita tentang ISPA juga cenderung kurang. Pengetahuan, sikap dan tindakan ibu balita tentang ISPA sangat penting agar ibu dapat mencegah terjadin ya ISPA pada balita. Berdasarkan latar belakang di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang Analisis Faktor Predisposisi Perilaku Ibu Balita T entang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebu men tahun 2014 .

B. Perumusan Masalah

Data di Puskesmas Gombong Kabupaten kebumen pada bulan Juni 2014 menunjukkan bah wa penyakit ISPA menempati rangking pertama dari 10 besar penyakit yang terjadi pada balita. Pengetahuan tentang ISPA yang kurang, serta sikap dan tindakan ibu balita dalam mencegah ISPA disinyalir mempengaruhi tingginya kasus ISPA pada bal ita di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan Adakah Hubungan Faktor Predisposisi Perilaku Ibu Balita Tentang ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita d i Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan faktor predisposisi perilaku ibu balita tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen tahun 2014. 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik ibu balita yang meliputi pendidikan, pekerjaan dan umur di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen tahun 2014.

b. Mengetahui pengetahuan ibu balita tentang ISPA di Puskesmas Gombong Kabu paten Kebumen tahun 2014.

c. Mengetahui sikap ibu balita tentang ISPA di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen tahun 2014.

d. Mengetahui tindakan ibu balita tentang ISPA di Puskesmas Gombong Kabupat en Kebumen tahun 2014.

e. Mengetahui kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebu men tahun 2014.

f. Menganalisis hubungan pengetahuan ibu balita tentang ISPA dengan kejadia n ISPA pada Balita di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen tahun 2014.

g. Menganalisis hubungan sikap ibu balita tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen tahun 2014.

h. Menganalisis hubungan tindakan ibu balita tentang ISPA dengan kejadian I SPA pada Balita di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan tentang faktor predi sposisi perilaku ibu yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada balita.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat terutama Ibu Balita

Memberikan informasi di bidang kesehatan terutama tentang pencegahan dan penatal aksanaan ISPA pada balita.

b. Bagi Petugas Kesehatan

Memberikan masukan dan data yang valid tentang faktor predisposisi perilaku ibu balita dalam mencegah terjadinya ISPA pada balita.

(3)

c. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan

Menambah kepustakaan ilmu kesehatan masyarakat khususnya tentang pencegahan dan penatalaksanaan ISPA pada balita.

d. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman lansung dalam menyusun penelitian dan aplikasinya dari materi metode penelitian yang didapat selama proses perkuliahan, serta memperdalam waw asan peneliti tentang materi ISPA pada balita.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini disajikan berikut ini: 1. Penelitian Rokhana (2009) berjudul Studi deskriptif tingkat pengetahuan i bu balita tentang penyakit ISPA di Puskesmas Demak III. Jenis penelitian deskrip tif menggunakan pendekatan cross sectional. Dari 71 responden terdapat pengetahu an kurang yakni 4 orang atau 5,63 %, pengetahuan cukup yakni 29 orang 40, 85% da n pengetahuan baik yakni 38 orang atau 53,52% sumber air bersih.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Rokhana (2009) adalah sama-sama menel iti tentang ISPA pada balita. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Rokhan a (2009), terletak pada variabel yang diteliti dan jenis penelitian yang digunak an. Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan terikat sedangkan pe nelitian Rokhana (2009) menggunakan variabel tunggal. Jenis penelitian ini adala h analitik non eksperimental sedangkan penelitian Rokhana (2009) merupakan penel itian deskriptif.

2. Penelitian Putri (2012) berjudul Hubungan kondisi faktor lingkungan dan a ngka kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada balita di Wilayah Ke rja Puskesmas Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Pasca eru psi gunung merapi tahun 2010 . Jenis penelitian kasus kontrol menggunakan pendekat an restrospektif. Hasil penelitian diketahui terdapat perbedaan kondisi faktor l ingkungan yang sangat signifikan antara balita yang mengalami kejadian ISPA deng an balita yang tidak mengalami ISPA (nilai p=0,000). Faktor lingkungan yang berh ubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan, DIY pasca erupsi Merapi 2010 yaitu kepadatan penghuni, jenis lantai, dinding ru mah, intensitas cahaya, atap rumah, debu, saluran pembuangan air limbah, kelemba ban, sedangkan subfaktor lingkungan yang tidak menunjukkan hubungan antara lain penerangan alami, ketersediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, ventilasi, dan suhu. Faktor lingkungan yang paling dominan dalam memicu ISPA adalah dinding rumah.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Putri (2012) adalah sama-sama menelit i tentang ISPA pada balita. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Putri (2 012) terletak pada variabel bebas yang diteliti dan jenis penelitian yang diguna kan. Variabel bebas penelitian ini adalah determinan perilaku sedangkan penelit ian Putri (2012) adalah kondisi faktor lingkungan. Jenis penelitian ini adalah a nalitik non eksperimental sedangkan penelitian Putri (2012) merupakan penelitia n kasus kontrol.

3. Penelitian Atiek (2010) berjudul Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Praktik Cara Perawatan Balita Yang Menderita ISPA Nonpneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Mojolaban I Kabupaten Sukoharjo . Penelitian ini merupa kan penelitian kuantitatif dengan metode deskripsi yang mengarah pada korelasi. Uji korelasi yang digunakan adalah chi square. Responden yang menjadi subjek pen elitian adalah ibu yang memiliki balita penderita ISPA non pneumonia. Hasil pene litian dari 94 responden, mayoritas responden 31-35 tahun, pendidikan terakhir S LTP, pekerjaan buruh, status menikah, penghasilan keluarga rendah dan belum pern ah mendapat penyuluhan tentang ISPA. Tingkat pengetahuan responden tinggi, sikap tentang ISPA non pneumonia cukup, sikap tentang praktek cara perawatan baik, na mun praktik cara perawatan balita tidak benar. Hasil uji korelasi menunjukkan ba hwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan praktik cara perawatan, selain itu didapatkan hubungan yang bermakna antara sikap dengan praktek cara p erawatan.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Atiek (2010) adalah sama-sama menelit i tentang ISPA pada balita. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Atiek (2 010) terletak pada variabel bebas yang diteliti dan jenis penelitian yang diguna kan. Variabel bebas penelitian ini adalah determinan perilaku sedangkan penelit

(4)

ian Atiek (2010) adalah tingkat pengetahuan dan sikap ibu. Jenis penelitian ini adalah analitik non eksperimental sedangkan penelitian Atiek (2010) merupakan p enelitian penelitian kuantitatif korelasi.

4. Penelitian Kholisah et. al. (2009) berjudul Infeksi Saluran Napas Akut pa da Balita di Daerah Urban Jakarta Jenis penelitian potong lintang yang dilakukan pada 103 subjek menggunakan guided questionnaire yang valid dan reliabel untuk m engetahui apakah terdapat diagnosis ISPA dalam satu bulan terakhir pada anak usi a 6 bulan 59 bulan serta faktor-faktor yang berhubungan, di RW 04 Kelurahan Pulo G adung, Jakarta Timur, pada bulan Desember 2008. Hasil. Prevalensi ISPA pada bali ta 40,8%, didapatkan hubungan bermakna antara pajanan asap rokok (p=0,006) dan r iwayat imunisasi (p=0,017) dengan prevalensi ISPA pada balita. Namun tidak didap atkan hubungan antara jenis kelamin, usia, status gizi subjek, tingkat pendidika n responden, pendapatan keluarga, crowding, jumlah konsumsi rokok, suplementasi vitamin A, durasi ASI total dengan prevalensi ISPA pada balita.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Kholisah et. al. (2009) adalah sama-s ama meneliti tentang ISPA pada balita. Perbedaan penelitian ini dengan peneliti an Kholisah et. al. (2009), terletak pada variabel yang diteliti dan jenis penel itian yang digunakan. Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan te rikat sedangkan penelitian Kholisah et. al. (2009), menggunakan variabel tunggal . Jenis penelitian ini adalah analitik non eksperimental sedangkan penelitian Kh olisah et. al. (2009) merupakan penelitian potong lintang.

5. Penelitian Jafari (2014) berjudul The Knowledge, Attitude and Practice of Mothers Regarding Acute Respiratory Tract Infection in Children . Jenis penelitia n cross-sectional pada 255 ibu. Data dikumpulkan melalui menggunakan kuesioner b ulan Desember 2010. Pengobatan yang paling umum diadopsi oleh ibu untuk ISPA pad a anak-anak adalah sirup dan pil (22%). Nilai rata-rata praktek ibu dan nilai ra ta-rata pengetahuan dan sikap pada kategoti tinggi. Perilaku ibu dalam pengobata n ISPA berkorelasi dengan usia ibu dan suku bangsa (Persia atau Afghanistan). Hu bungan yang signifikan tidak ditemukan antara sikap dan perilaku ibu dalam pengo batan ISPA. Di sisi lain, sikap dan perilaku ibu dalam pengobatan ISPA tidak ter kait dengan tingkat pendidikan ibu dan pekerjaan.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Jafari (2014) adalah sama-sama meneli ti tentang ISPA pada balita. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Jafari (2014) terletak pada variabel bebas yang diteliti dan jenis penelitian yang digu nakan. Variabel bebas penelitian ini adalah determinan perilaku sedangkan penel itian Jafari (2014) adalah usia ibu, suku bangsa, dan tingkat pendidikan. Jenis penelitian ini adalah analitik non eksperimental sedangkan penelitian Jafari (20 14) merupakan penelitian penelitian cross-sectional.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) a. Pengertian

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang menyerang sal ah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adn eksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). ISPA perlu mendapat karena merup akan penyakit yang dapat menimbulkan wabah sesuai dengan Permenkes Nomor 1501/Me nkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan W abah dan Upaya Penanggulangan (Kemenkes RI, 2012).

ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) yang diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI) mempunyai pengertian sebagai berikut :

1) Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2) Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA se cara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian

(5)

bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Denga n batasan tersebut, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract)

3) Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Bata s 14 hari untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang da pat digolongkan dalam ISPA proses dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes R I, 2006).

b. Penyebab

ISPA merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang secara anatomi dibedakan atas saluran nafas atas mulai dari hidungsampai dengan taring dan saluran nafas bawa h mulai dari laring sampai dengan alveoli beserta adnexanya, akibat invasi infec ting agents yang mengakibatkan reaksi inflamasi saluran nafas. Hingga saat ini t elah dikenal lebih dari 300 jenis bakteri dan virus merupakan penyebab tersering infeksi saluran nafas. Bakteri penyebab ISPA berasal dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Hemovilus, Bordetella, dan Corynebacterium. Virus penyebab ISPA adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikomavirus, Mikooplasma, herpesvirus, dan lain lain (Depkes RI, 2006).

c. Tanda dan Gejala

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan da n gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala men jadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pern apasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuh kan penatalaksanaan yang lebih kompleks. Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdas arkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris (Khaidir, 2008).

1) Tanda-tanda klinis

a) Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tidak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.

b) Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypot ensi dan cardiac arrest.

c) Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, b ingung, papil bendung, kejang dan koma.

d) Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak (Khaidir, 2008). 2) Tanda-tanda laboratoris

a) Hypoxemia b) Hypercapnia

c) Acydosis (metabolik dan atau respiratorik) (Khaidir, 2008)

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda b ahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kem ampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya ), kejang, kesadaran menurun, stridor dan wheezing (Khaidir, 2008).

d. Patofisiologi

Berdasarkan konsep the wheel model of man-environment interactions maka kejadian penyakit ISPA didasarkan adanya interaksi antara komponen host (pejamu) dan env ironment (lingkungan) yang meliputi lingkungan fisik, biologi dan sosial. Beruba hnya salah satu komponen akan mengakibatkan keseimbangan terganggu sehingga terj adi kesakitan.

ISPA terdiri dari saluran nafas bagian atas yang meliputi organ atas laring dan saluran nafas bagian bawah yang meliputi semua organ bawah laring. Penyakit-peny akit yang menyerang laring dan saluran nafas bagian bawah sangat berbahaya, kare na pipa-pipa ini menjadi lebih sempit dan lebih mudah tersumbat. Jika hidung ana k tersumbat, udara tidak dapat masuk ke dalam alveoli. ISPA ini sering terjadi d an dapat menyebabkan demam, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan. ISPA biasanya s embuh dengan sendirinya tanpa pengobatan. Kadang-kadang, infeksi menyebar ke baw ah laring dan menyebabkan radang paru-paru (Depkes RI, 2006).

Perjalanan alamiah penyakit pada ISPA dimulai dengan adanya interaksi bibit peny akit dengan tubuh pada tahap awal. Tahap selanjutnya tubuh berusaha membasmi bib it penyakit melalui mekanisme pertahanan tubuh secara sistemik maupun lokal. Apa bila sistem pertahanan tubuh gagal untuk menanggulangi, maka bibit penyakit ters

(6)

ebut akan merusak sel epitel dan lapisan mukosa dari saluran nafas, sedangkan sa luran nafas bagian bawah dalam keadaan normal dan steril. Adanya interaksi virus dapat merupakan predeposisi terjadinya interaksi sekunder bakteri patogen yang ada di saluran nafas bagian atas, kemudian menyerang mukosa pada saluran nafas b awah yang rusak. Infeksi sekunder ini yang dapat menimbulkan terjadinya ISPA bak teri.

e. Faktor Risiko

1) Faktor Risiko Intrinsik a) Status Gizi

Status gizi yang kurang merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan besa r terhadap kejadian pneumonia pada balita. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampu an imunologik seseorang sangat berhubungan adanya persediaan gizi dalam tubuh, d an kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentaan dan beratnya infeksi suatu p enyakit. Masalah gizi menjadi masalah utama di negara yang sedang berkembang ter utama kekurangan kalori protein, hipovitaminosis A, anemia, dan kekurangan Vitam in B complek mengakibatkan anak balita di negara berkembang banyak yang rentan t erhadap infeksi termasuk Pneumonia. Hal ini disebabkan infeksi penyakit dan men ganggu proses pencernaan, ketika asupan makanan berkurang zat gizi yang diperluk an berkurang pula, sehingga akan memperburuk kondisi tubuh dan berakibat tubuh m enjadi rentan (Depkes RI, 2006).

b) Status Imunisasi

Usaha penurunan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan penyakit ya ng dapat dicegah dalam imunisasi (PD3I) dilakukan melalui kegiatan imunisasi den gan sasaran bayi. Beberapa penyakit PD3I mempunyai gejala prodomal yang menyerup ai ISPA sehingga imunisasi merupakan usaha yang baik dalam rangka penanggulangan Pneumonia, karena kematian Pneumonia pada balita 10% diikuti oleh Pertusis, 15% oleh campak 5% oleh Bronchiolitis/acute abtructive laryngitis.

c) Pemberian Vitamin A

Program pemberian Vitamin A di Indonesia yang dilakukan setiap 6 bulan sekali ya itu bulan Februari dan Agustus, selain ditujukan untuk peningkatan daya tahan tu buh dan pertumbuhan juga kesehatan mata pada anak balita. Peningkatan daya tahan tubuh diharapkan dapat mengurangi kesakitan karena infeksi termasuk Pneumonia. d) Umur dan Jenis Kelamin

Di negara berkembang sebagian besar kematian Pneumonia terjadi pada anak umur > 1 tahun. Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian Pneumonia , 70% kematian Pneumonia terjadi pada bayi umur < 7 bulan. Sedangkan bayi umur > 1 tahun mempunyai risiko lebih tinggi terhadap ISPA dan umur < 3 tahun lebih ti nggi risikonya terhadap Pneumonia. Hal ini dimungkinkan karena sistem kekebalan tubuh anak < 3 tahun belum sempurna/baik walaupun penelitian lain menunjukkan um ur bukan merupakan faktor risiko terjadinya Pneumonia pada anak < 3 tahun dan > 3 tahun (Depkes RI, 2006).

e) Pemberian ASI

Air susu ibu yang diberikan pada bayi hingga umur 6 bulan selain sebagai bahan m akanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena d apat mencegah infeksi saluran pernafasan oleh bakteri atau virus. Pemberian ASI pada umur yang cukup juga dapat menurunkan insidensi pneumonia dan merupakan fak tor risiko terhadap kejadian pneumonia pada bayi/anak balita. Air susu ibu disam ping sebagai bahan nutrisi juga mengandung bahan-bahan anti infeksi atau bahan i munologis serta bahan-bahan lain yang penting dalam mencegah infeksi (Depkes RI, 2006).

2) Faktor Risiko Ekstrinsik a) Rumah

Rumah Yang sehat menurut Winslow dan Apha (Hidayat, 2005) adalah rumah harus mem enuhi beberapa persyaratan antara lain:

(1) Memenuhi kebutuhan phsiologis (2) Memenuhi kebutuhan psikologis (3) Mencegah penularan penyakit (4) Mencegah terjadinya kecelakaan b) Umur Ibu

(7)

h Kartasasmita (2004) dengan berpedoman pada batasan umur ibu muda (< 20 tahun). Penelitian di Thailand dengan menggunakan batasan umur ibu balita < 35 tahun me nunjukan hasil yang bermakna terhadap kematian balita karena pnemonia, tetapi pe nelitian lain di Gambia tidak menunjukkan hubungan yang bermakna (Depkes RI, 200 6).

c) Pendidikan Ibu

Beberapa penelitian tentang keterkaitan pendidikan ibu dengan kejadian pnemonia pada anak balita telah dilakukan, antara lain oleh Kartasasmita (2004) ibu denga n lama tingkat pendidikan < 12 tahun dan > 12 tahun anaknya mempunyai peluang ya ng sama untuk terkena pnemonia. Penelitian di Kuala Lumpur dengan menggunakan ba tasan lama pendidikan tingkat dasar mendapatkan hasil yang tidak bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian Pnemonia.

Penelitian lain menunjukkan ibu balita dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar ( SD) maka anaknya mempunyai risiko 1,49 kali lebih besar terkena pnemonia bila di bandingkan dengan anak dengan ibu berpendidikan Sekolah Lanjutan Atas (SLTA). Ib u berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) anaknya mempunyai risiko 1,28 kali lebih besar terkena Pnemonia dibanding ibu dengan pendidikan SLTA. d) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pe nginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sang at penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Hasil penelitian Yasin (2010), menyimpulkan adanya hubungan antara tingkat peng etahuan ibu tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada balita (p = 0,001). hasil pen elitian lainnya oleh Aderita (2013), menyatakan terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian ISPA pada anak balita di Desa Pucangan Wilayah Kerj a Puskesmas Kartasura I, dengan nilai p = 0,000 pada taraf signifikansi 5%. e) Tindakan Pencegahan

Tindakan pencegahan dapat dilakukan seperti dengan pemberian imunisasi. Vaksin i ni memberikan perlindungan terhadap penyakit yang umum disebabkan oleh tujuh ser otype Streptococcus pneumonia. Penggunaan vaksin ini menurunkan insiden invasive pneumococcal disease (McIntosh, 2002).

Hasil penelitian Sugiarto (2004), menyimpulkan adanya hubungan antara sikap (p = 0,000) dan praktik (p = 0,000) ibu tentang pencegahan ISPA dengan kejadian ISPA pada balita. Hasil penelitian lainnya oleh Sarijan (2005), menyatakan bahwa sem ua perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) yang buruk berpengaruh terhadap kej adian ISPA.

f. Penatalaksanaan

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA memberikan petunjuk standar pengobatan penyak it ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus b atuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita I SPA. Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut (Khaidi r, 2008):

1) Upaya pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan:

a) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. b) Imunisasi.

c) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan. d) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA. 2) Pengobatan atau perawatan

Prinsip perawatan ISPA antara lain:

a) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari b) Meningkatkan makanan bergizi

c) Bila demam beri kompres dan banyak minum

d) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu t angan yang bersih

e) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlal u ketat.

(8)

t masih menetek

g. Pencegahan ISPA

Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan : 1) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

Menjaga keadaan gizi agar tetap baik dilakukan dengan pemantauan gizi, pada bali ta dapat dilakukan dengan penimbangan secara teratur, sehingga apabila terjadi p enyimpangan dapat diantisipasi secara dini.

2) Imunisasi

Pemberian imunisasi dapat memberikan kekebalan terhadap ISPA, sehingga setiap te rjadi infeksi ISPA tubuh tidak sampai sakit.

3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

Perorangan dan lingkungan yang terjaga kebersihannya akan sulit tertular karena diri dan lingkungannya tidak memungkinkan menjadi vektor penyakit menular, diant aranya ISPA.

4) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Mencegah anak berhubungan dengan menderita ISPA akan menghindarkan anak tertular secara langsung virus penyebab ISPA yang dapat ditularkan lewat udara (Depkes R I, 2006).

h. Anak Usia Bawah Lima Tahun (Balita)

Balita adalah anak yang berumur dibawah 5 tahun atau masih kecil yang perlu temp at bergantung pada seorang dewasa yang mempunyai kekutan untuk mandiri dengan us aha anak balita yang tumbuh. Tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan balita yai tu:

1) Masa neonatus : usia 0 28 hari a) Masa neonatal dini : 0 7 hari b) Masa neonatal lanjut : 8 20 hari

c) Masa pasca neonatal : 29 hari 1 tahun 2) Masa bayi : usia 0 1 tahun

a) Masa bayi dini : 0 1 tahun b) Masa bayi akhir : 1 2 tahun

3) Masa pra sekolah (usia 2 6 tahun)

a) Pra sekolah awal (masa balita) : mulai 2 3 tahun

b) Pra sekolah akhir : mulai 4 6 tahun (Soetjiningsih, 2003). 2. Perilaku

Perilaku menurut Suliha (2002) adalah respon seseorang terhadap rangsang dari lu ar subyek dan memiliki dua macam bentuk respon yaitu bentuk aktif dan bentuk pas if. Bentuk aktif adalah respon yang secara langsung dapat diobservasi, perilaku ini sudah termasuk tindakan nyata (overt behavior). Bentuk pasif terjadi dalam d iri manusia dan tidak diamati secara lansung oleh orang lain, seperti pikiran, t anggapan, sikap batin dan pengetahuan. Perilaku semacam ini masih terselubung (c overt behavior). Perilaku terjadi karena adanya dorongan dari dalam yang merupak an suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Katz (dalam Notoatmodjo, 2007), perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu. Seseorang dapat berperilaku baik terhadap obyek demi pemenuhan kebutuhan.

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaks i manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan (Sarwono, 2004). Suliha (2002) juga menyatakan bahwa, perilaku manusia secara operasional dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu perilaku dalam bentuk pengetahuan, sikap dan bentuk tindakan nyata atau perbuatan.

L. Green dalam Notoatmodjo (2007) mencoba menganalisis perilaku manusia dari tin gkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor po kok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non¬beha vior causes). Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yait u:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pe ngetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, pendidikan, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkung an fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas- fasilitas atau, sarana-sara

(9)

na kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, da n sebagainya.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap d an perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

3. Pengetahuan a. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melak ukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pa nca indra manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan ra ba. Sebagian besar diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoat modjo, 2007).

Menurut penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007), bahwa sebelum orang m engadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi pr oses yang berurutan yakni:

1) Awarenes (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetah ui stimulus (obyek) terlebih dahulu.

2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi d irinya).

4) Trial, orang mulai mencoba perilaku baru.

5) Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesad aran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru/ adopsi perilaku melalui proses yang di dasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka, perilaku tersebut akan bersi fat langgeng (Long Lasting). Sebaiknya apabila perilaku itu tidak di dasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007). b. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempu nyai 6 tingkatan, yakni:

1) Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam tingkat pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesua tu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah d iterima. Oleh karena itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rend ah. Kata kerja untuk mengukur orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang proy ek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar. Or ang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebu tkan.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan hukum- hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya d apat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian, dapat mengg unakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemahaman masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4) Analisis (Analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam kompon en - komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masi h saling keterkaitan antara yang satu dengan yang lain. Kemampuan analisis dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan seba gainya.

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis ini menunjukkan kepada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan ba gian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintes is adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari informasi yang suda h ada.

(10)

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi/obyek. Penilaian - penilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria yang te lah ada.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan, adalah: 1) Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat (Notoatmodjo, 2007). Tingkat pendidikan adalah t ahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik , tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Jenis pendidikan ad alah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pen didikan, yaitu kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003). Penelitian Kusumawati (2004) menyimpulka n bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan tingkat pengetahuan.

2) Informasi

Seseorang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahua n yang lebih luas. Informasi ini dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lai n TV, radio, koran, kader, bidan, puskesmas, majalah (Notoatmodjo, 2007). Penel itian Mugiati (2002) menyimpulkan bahwa sumber informasi berhubungan dengan ting kat pengetahuan.

3) Budaya

Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliput i sikap dan kebudayaan (Notoatmodjo, 2007:146). Penelitian Irab (2009) menyimpul kan bahwa budaya berhubungan dengan tingkat pengetahuan.

4) Pengalaman

Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami seseorang tentang sesuatu (Notoatm odjo, 2007).

d. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Pengukuran terhadap pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yan g menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian. Arikun to (2006) menjelaskan interpretasi pengukuran hasil kuesioner berdasarkan skor j awaban sebagai berikut.

1) Baik, jika persentase jawaban yang benar : 76 % 100 % 2) Cukup baik, jika persentase jawaban yang benar : 56 % 75% 3) Kurang baik, jika persentase jawaban yang benar : < 56%

4. Sikap

Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulu s atau obyek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang ber sifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap menurut teori WHO (World Health Organization) sering diperoleh dari pengalaman (Notoatmodjo, 2007).

Komponen pokok sikap menurut Allport (1954, dalam Notoatmodjo, 2007) antara lain , kepercayaan atau keyakinan, konsep terhadap suatu obyek, nilai, perasaan dan k ecenderungan untuk bertindak. Sikap terdiri dari 4 tingkatan yaitu ;

a. Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diber ikan.

b. Merespon adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan meny elesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusika n suatu masalah.

d. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segal a resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

5. Praktik dan tindakan

Tindakan akan terjadi setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui dan proses selanjutnya diharapkan akan me laksanakan apa yang diketahuinya (Notoatmodjo, 2007). Suatu sikap belum terwuju d dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap pada suatu tindakan yang konsist en diperlukan faktor pendukung yaitu suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodj

(11)

o, 2007). Tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yaitu:

a. Persepsi adalah mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan ti ndakan yang akan diambil merupakan praktek tingkat pertama.

b. Respon terpimpin adalah dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yan g benar dan sesuai.

c. Mekanisme, apabila seseorang lebih bisa melakukan sesuatu dengan benar s ecara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan suatu kebiasaan.

d. Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

B. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Depkes RI (2006) dan Notoatmodjo (2007) C. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep D. Hipotesis

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu:

H1 : Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen tahun 2014 .

H2 : Ada hubungan antara sikap ibu tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen tahun 2014 .

H3 : Ada hubungan antara tindakan ibu tentang ISPA dengan kejadian IS PA pada balita di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen tahun 2014 .

(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik non eksperimental denga n pendekatan cross sectional study. Menurut Notoatmodjo (2005) dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel bebas dan terikat pada satu saat. Dimana pengukuran faktor presdisposisi perilaku ibu seba gai variabel bebas dilakukan bersamaan dengan pengukuran variabel terikat yaitu kejadian ISPA pada balita.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi penelit ian ini adalah ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen t ahun 2014. Jumlah ibu balita yang berkunjung ke puskesmas rata-rata setiap bulan sebnayak 324 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Jumlah sampel ditentukan dengan rumus Slovin sebagai berikut (Notoatmodjo, 2005) :

Keterangan:

N = Besar populasi (324) n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (10%).

Berdasarkan rumus di atas dapat dihitung jumlah sampel penelitian ini sebagai be rikut: N = 324 d = 10 % 324 n = 1 + 324 (0,12)

n = 74,65 dibulatkan menjadi 75 orang.

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik pengambilan sampel simpel rand om sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara acak sederhana (Arikunto, 200 6). Untuk membatasi jumlah populasi, maka sampel yang diambil yang memenuhi krit eria sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi:

1) Ibu balita bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Gombong 2) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi: Ibu balita yang sedang sakit.

C. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari tahun 2015. 2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen. D. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian 1. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010) variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh info rmasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel yang diguna kan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel bebas (Independen), yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel

(13)

bebas dalam penelitian ini adalah faktor presdisposisi perilaku ibu balita tenta ng ISPA yang terdiri dari pengetahuan, sikap, dan tindakan.

b. Variabel terikat (dependen), yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang m enjadi akibat karena adanya variabel bebas. Pada penelitian ini variabel terikat nya adalah kejadian ISPA pada balita.

2. Definisi Operasional Penelitian Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel Definisi operasional Alat ukur Cara Pengukuran Hasil uk

ur Skala

Bebas :

faktor presdisposisi Perilaku Ibu: Pengetahuan Ibu Balita

Kemampuan ibu balita dalam menjawab pertanyaan dengan benar tentang ISPA pada ba lita

Kuesioner

Skor jawaban responden dijumlahkan untuk mendapatkan skor total dan selanjutnya dipersentase

1. Baik, jika persentase jawaban > 75%

2. Cukup Baik, jika persentase jawaban antara 56 75 % 3. Kurang baik, juka persentase jawaban < 56% Ordinal

Sikap Ibu Balita Keyakinan atau kepercayaan ibu balita tentang ISPA pada balita Kuesioner Skor jawaban responden dijumlahkan untuk mendapatkan sko r total dan selanjutnya dipersentase 1. Baik, jika persentase jawaban > 75% 2. Cukup Baik, jika persentase jawaban antara 56 75 %

3. Kurang baik, juka persentase jawaban < 56% Ordinal

Tindakan Ibu Balita Perbuatan atau aktivitas ibu balita terhadap pencegahan ISPA pada balita Kuesioner Skor jawaban responden dijumlahkan untuk mendapatkan skor total dan selanjutnya dipersentase 1. Baik, jika persentase jawaban > 75%

2. Cukup Baik, jika persentase jawaban antara 56 75 % 3. Kurang baik, juka persentase jawaban < 56% Ordinal Terikat: Kejadian ISPA

Hasil observasi 3 bulan terakhir pada balita Kuesioner Jawaban responden diberi kode sesuai dengan pilihan jawaban 1. Ya jika dalam 3 bulan terakhir mengalami ISPA

2. Tidak jika dalam 3 bulan terakhir tidak mengalami ISPA Nominal E. Alat Pengumpulan Data

Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan kuesioner. Setiap pe rnyataan sudah dipersiapkan jawabannya dengan ketentuan, yaitu pada pernyataan p ositif untuk jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0, sedangkan untuk pernyataan negatif jika jawaban benar diberi skor 0 dan jawa ban salah diberi skor 1. Kisi-kisi kuesioner faktor presdisposisi perilaku ibu b alita tentang ISPA pada balita disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.2. Kisi-kisi kuesioner pengetahuan ibu balita tentang ISPA Aspek Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Jumlah

(14)

Penyebab 5, 6 7, 8 4

Tanda dan Gejala 9, 10 11, 12 4 Patofisiologi 13, 14 15, 16 4

Faktor Risiko 17, 18 19, 20 4

Pencegahan 21, 22, 23 24, 25 5 Penatalaksanaan 26, 27, 28 29, 30 5

Jumlah 17 13 30

Tabel 3.3. Kisi-kisi kuesioner sikap ibu balita tentang ISPA Aspek Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Jumlah Pencegahan ISPA 1, 2, 3 4 4

Pengobatan ISPA 5, 6 7, 8 4

Jumlah 5 3 8

Tabel 3.4. Kisi-kisi kuesioner tindakan ibu balita tentang ISPA Aspek Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Jumlah

Pencegahan ISPA 1, 2, 3 4 4 Pengobatan ISPA 5, 6 7, 8 4

Jumlah 5 3 8

F. Uji Validitas Dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Uji instrumen penelitian ini dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilit as alat ukur (Notoatmodjo, 2005). Uji validitas instrumen penelitian akan dilaku kan terhadap 25 ibu balita di wilayah kerja Puskesmas 1 Sempor yang memiliki kar akteristik hampir sama dengan ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Gombong baik umur, pendidikan, pekerjaan maupun kondisi lingkungan tempat tinggalnya.

Validitas dari alat ukur diketahui dengan Pearson s Moment Product yang diolah den gan komputerisasi. Dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2006): rxy=

Keterangan :

N = Jumlah responden X = Skor pertanyaan Y = Skor total

XY = Skor pertanyaan dikali skor total

Untuk menentukan validitas dengan nilai r hasil, keputusan diambil dengan dasar: a. Jika r hasil positif serta r = r tabel (0,396), maka item tersebut valid b. Jika r hasil negatif serta r < r tabel (0,396), maka item tersebut tidak valid

2. Uji Reliabilitas

Untuk mengetahui reliabilitas dari instrumen menggunakan Alpha Cronbach yang dio lah dengan sistem komputerisasi. Dengan menggunakan rumus (Sugiyono, 2006): r =

Keterangan:

k = Reliabilitas instrument ??2b = Jumlah varian

?21 = Varian total

Untuk menentukan reliabilitas dengan nilai r alpha, keputusan diambil dengan das ar :

a. Jika r alpha > r tabel (0,396), maka instrumen / kuesioner tersebut reliabel. b. Jika r alpha < r tabel (0,396), maka instrumen / kuesioner tersebut tidak rel iabel.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpukan data penelitian ini sebagai berikut. 1. Tahap Persiapan

(15)

:

a. Penyusunan proposal penelitian. b. Seminar dan ujian penelitian.

c. Melakukan koordinasi dan meminta ijin pada tempat penelitian yaitu denga n Pimpinan Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen untuk melakukan penelitian dan pe ngumpulan data.

2. Tahap Pelaksanaan

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dengan melalui tahapan sebagai ber ikut:

a. Mendokumentasi data ibu balita yang berkunjung ke Puskesmas Gombong Kabu paten Kebumen sebanyak 75 orang yang sesuai kriteria inklusi.

b. Menemui ibu balita dan meminta kesediaan untuk menjadi responden penelit ian yang ditunjukkan dengan menandatangani surat permohonan menjadi responden. c. Pengambilan data penelitian.

d. Pengambilan data penelitian menggunakan kuesioner dengan cara menyerahka n kuesioner pada responden untuk diisi sendiri oleh responden dan ditunggu sampa i kuesioner diisi seluruhnya oleh responden.

H. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengelolahan data

a. Editing

Memeriksa jawaban dari kuisioner yang telah diisi oleh responden untuk memastika n seluruh pernyataan diisi oleh responden dan seluruh data hipertensi sudah diam bil.

b. Coding

Dilakukan setelah editing berupa pemberian nilai untuk memudahkan pengelolahan d ata dalam penelitian ini, memberikan kode jawaban dengan angka. Untuk kuesioner

pengetahuan, sikap dan tindakan, jika jawaban benar atau ya diberi kode 1 dan jawab an salah atau tidak diberi kode 0. Untuk kejadian ISPA yang mengalami ISPA diberi kode 1 dan tidak mengalami ISPA diberi kode 2.

c. Scoring

Dilakukan setelah coding jawaban responden. Jawaban setiap pertanyaan dijumlahka n untuk mendapatkan skor total. Baik diberi skor 3, cukup diberi skor 2 dan kur ang baik diberi skor 1. Untuk kejadian ISPA yang mengalami ISPA diberi skor 1 da n tidak mengalami ISPA diberi skor 2.

d. Transfering

Memindahkan jawaban atau kode kedalam master tabel e. Tabulating

Dari data mentah dilakukan penataan dan kemudian menyusun dalam bentuk tabel. 2. Analisis data

a. Analisis univariate

Analisis univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari ti ap variabel. Persentase dibuat dengan rumus sebagai berikut : (Notoatmodjo 2005) x 100 %

Keterangan :

P : Prosentase

X : Hasil obyek yang diteliti

n : Jumlah seluruh obyek yang diteliti

Pada penelitian ini untuk mendeskripsikan variabel faktor presdisposisi perilaku ibu balita tentang ISPA dan kejadian ISPA pada balita.

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara faktor presdisposis i perilaku ibu balita tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada balita. Uji statist ik yang digunakan untuk data skala yang pengukurannya menggunakan skala ordinal dan nominal adalah uji Chi Square (Sugiyono, 2006) yang rumusnya sebagai beriku t:

Keterangan :

(16)

Eij = Frekuensi harapan pada sel baris ke i dan ke j r = Jumlah baris

k = Jumlah kolom

Penarikan kesimpulannya didasarkan pada uji statistik dengan melihat nilai signi fikasinya dimana :

Ho ditolak apabila nilai - value < (0,05) Ho diterima apabila nilai - value > (0,05) I. Etika Penelitian

Menurut Nursalam (2008) secara umum prinsip etika dalam penelitian dapat dibedak an menjadi 3 yaitu:

1. Prinsip Manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek. Tek nik pengumpulan data menggunakan kuesioner sehingga tidak akan mengakibatkan pen deritaan bagi responden.

b. Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan yang tidak m enguntungkan. Partisipasi dalam penelitian atau informasi yang sudah diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang bisa merugikan responden dalam bentuk apapun. Selama penelitian berlangsung, responden dalam keadaan yang sesadar-sad arnya.

c. Resiko

Peneliti harus secara hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan berakibat kepada subyek pada setiap tindakan. Karena penelitian yang dilakukan bukan eksperimen dan instumen penelitian yang digunakan hanya berupa kuesioner m aka resiko dapat dihindarkan seminimal mungkin dari subjek penelitian.

2. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity)

a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination)

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Semua responden yang dijadikan subje k penelitian mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek atau pun tidak, tanpa adanya sanksi apapun. Responden memutuskan sendiri untuk bersed ia menjadi responden.

b. Informed consent

Subjek telah mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjad i responden. Pada inform consent juga telah dicantumkan bahwa data yang diperole h hanya akan dipergunakan untuk penelitian.

3. Prinsip keadilan (Right to Justice)

a. Hak untuk mendapatkan perilaku adil (right in fair treatment)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikutser taannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi. Apabila ternyata mereka tida k bersedia sebagai responden maka peneliti tidak memperlakukan tidak adil.

b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privation)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya anonymity (tanpa nama) dan confidentiality (rahasia). In strumen penelitian berupa kuisioner telah peneliti sediakan tanpa adanya identit as nama

DAFTAR PUSTAKA

Anita. S.R. (2009). Hubungan Antara pengetahuan ibu tentang ispa dan sikap ibu d engan upaya pencegahan ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rejosari Kudu s tahun 2009. http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=5669 diakses 21 Nopemb er 2014

Arikunto S, (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rinek a Cipta.

(17)

Depkes RI. (2006). Pedoman program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernaf asan akut untuk penaggulangan pneumonia pada balita. Jakarta. Dirjen PPM & PLP. Dinkes Kabupaten Kebumen tahun 2010

Hidayat. (2005). Hubungan kondisi fisik rumah dan perilaku hidup terhadap kejadi an sakit ISPA di Kecamatan Kebumen Tengah Kabupaten Kebumen. Tesis. Program Pasc asarjana. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Tidak Dipublikasikan

Kartasasmita CRSP, (2004). 4 Juta anak meninggal karena penyakit ISPA. Pikiran Rakyat. Bandung.

Kemenkes RI. (2012). Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakar ta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Khaidir, M. (2008). Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). http://khaidirmuhaj. blogspot.com/2008/06/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html. diakses 21 Nop ember 2014

Kusnandi R. (2006). Pedoman pelaksanaan stimulasi, deteksi dan intervensi dini t umbuh kembang anak di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Departemen Kes ehatan RI.

Notoatmodjo, S. (2007). Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011.

Puskesmas Gombong, 2012

Putri Festiani Cahyaningrum. (2010). Hubungan kondisi faktor lingkungan dan angk a kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Pasca erupsi gunung merapi tahun 2010. http://eprints.uny.ac.id/8336/1/cover%20%20(083081410 08).pdf diakses 21 Nopember 2014

Rokhana. (2009). Studi deskriptif tingkat pengetahuan ibu balita tentang penyaki t ISPA di Puskesmas Demak III.

Soetjiningsih, (2003). Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC.

Sugiarto. (2004). Hubungan antara faktor pengetahuan sikap dan praktik ibu denga n kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita di Desa Tratebang Kecamtan Wonokerto Kabupaten Pekalongan. Dalam http://eprints.undip.ac.id/25657/ 1/2315.pdf diakses 21 Nopember 2014

Sugiyono, (2006). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alphabeta.

Yasin, M.N. (2010). Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA dan lua s ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ba ntarbolang Kabupaten Pemalang. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakul tas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Dalam http://lib.unnes.ac.id /8405/ diakses 21 Nopember 2014

Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.

Ibu ..

(18)

Dengan hormat,

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa Program Studi S1 Kepera watan Universitas Muhammadiyah Purwokerto:

Nama : Rido Gunawan

NIM : 1311020164

Akan mengadakan penelitian dengan judul Analisis Faktor Presdisposisi Perilaku Ib u Balita Tentang ISPA Dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Gombong Kabu paten Kebumen tahun 2014 . Untuk maksud tersebut, saya akan meminta kesediaanya me njadi responden untuk mengisi kuesioner yang akan dibagikan.

Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan, kerahasiaan semua i nformasi akan dijaga dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika ibu tidak bersedia menjadi responden, maka tidak ada paksaan bagi ibu, namun jika bersedia , mohon ibu menandatangani pernyataan kesediaan menjadi responden.

Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Peneliti,

(Rido Gunawan) Lampiran 2

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Setelah membaca dan memahami penjelasan pada lembar permohonan menjadi responden , saya bersedia turut berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang aka n dilakukan oleh :

Nama : Rido Gunawan

NIM : 1311020164

Judul : Analisis Faktor Presdisposisi Perilaku Ibu Balita Tentang ISPA D engan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Gombong Kabupaten Kebumen tahun 201 4.

Saya memahami bahwa penelitian ini tidak akan merugikan saya dan keluarga, oleh karena itu saya bersedia menjadi responden pada penelitian ini.

Purwokerto, 2015 Responden

( ) Lampiran 3

INSTRUMEN PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR PRESDISPOSISI PERILAKU IBU BALITA TENTANG ISPA DENGAN KEJADIAN I SPA PADA BALITA DI PUSKESMAS GOMBONG KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2014

Petunjuk Pengisian:

1. Berilah tanda cek (v) yang sesuai dengan hasil kuesioner 2. Jawaban dirahasiakan Kode Responden: A. Identitas Responden No Resp. : ... Umur : ... tahun Pekerjaan : a. PNS b. Swasta c. Wiraswasta d. Petani e. Buruh f. Dagang

(19)

Pendidikan : a. SD

b. SMP/Sederajat c. SMA/Sederajat d. Perguruan Tinggi B. Kejadian ISPA

Apakah selama 3 bulan terakhir ini, balita ibu pernah dibawa ke pusat pelayanan kesehatan karena mengalami ISPA (pusing, nafas tidak teratur, sakit kepala, bany ak berkeringat, demam)

1. Ya pernah 2. Tidak pernah

C. Pengetahuan ibu tentang ISPA Pada Balita

Petunjuk : Berilah tanda check (?) pada kolom yang sesuai dengan yang Saudara ke tahui dengan memilih salah satu alternatif berikut

B : Benar S : Salah

No Pernyataan B S

Pengertian

1 Kematian pada balita banyak disebabkan karena balita menderita penyakit Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

2 Infeksi saluran pernapasan infeksi di paru-paru

3 Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari 4 Infeksi adalah keluarnya kuman dari dalam tubuh manusia

Penyebab

5 ISPA disebabkan oleh adanya kuman yang menyerang balita 6 ISPA disebabkan karena makan makanan yang sudah basi 7 ISPA disebabkan karena balita sering tidur tanpa baju

8 Balita dapat terserang ISPA jika berdekatan dengan orang yang menderita ISPA

Tanda dan Gejala

9 Umumnya penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan ringan sepert i pusing

10 Mudah merasa lelah termasuk tanda ISPA

11 Tanda-tanda ISPA pada balita dan orang dewasa sama saja 12 Balita yang nafasnya tidak teratur bukan termasuk tanda ISPA Patofisiologi

13 ISPA biasanya sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan 14 ISPA dimulai dengan adanya infeksi pada saluran pernafasan 15 Jika kuman sudah masuk ke tubuh, maka sudah tidak dapat diobati

16 Kuman yang sudah masuk ke tubuh balita akan merusak saluran pencernaan b alita

Faktor Risiko

17 Status gizi yang kurang merupakan salah satu faktor risiko yang berhubun gan besar terhadap kejadian ISPA pada balita

18 Usaha penurunan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan pen yakit yang dapat dicegah dalam imunisasi

19 Pemberian Vitamin A dapat mengurangi kesakitan karena infeksi termasuk I SPA

20 Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA Pencegahan

21 Memberikan makanan yang banyak mengandung vitamin dapat mencegah ISPA 22 Pemberian imunisasi dapat memberikan kekebalan terhadap ISPA

23 Menyikat gigi setiap kali mandi dapat mencegah ISPA 24 Imunisasi Campak dapat mencegah ISPA

25 Balita tidak akan tertular ISPA hanya karena bermain dengan balita lain yang sudah menderita ISPA

Penatalaksanaan

26 Pencegahan ISPA merupakan bagian dari penatalaksanaan ISPA pada balita 27 Pengobatan ISPA merupakan bagian dari penatalaksanaan ISPA pada balita 28 Apabila badan balita demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlal

(20)

u ketat

29 Jeruk nipis bukan digunakan untuk mengatasi balita dari ISPA

30 Mengkompres balita sebaiknya menggunakan air es supaya demam cepat turun D. Sikap Ibu Tentang ISPA Pada Balita

Petunjuk : Berilah tanda check (?) pada kolom yang sesuai dengan yang Saudara ke tahui dengan memilih salah satu alternatif berikut

SS : Sangat Setuju S : Setuju

TS : Tidak Setuju

STS : Sangat Tidak Setuju

No Pernyataan SS S TS STS

1 Balita harus diberikan makanan yang banyak mengandung vitamin agar tidak mudah terkena ISPA

2 Imunisasi penting bagi balita karena dapat memberikan kekebalan terhadap ISPA

3 Lingkungan rumah harus dijaga kebersihannya agar balita tidak beresiko t erkena ISPA

4 Menurut saya tidak masalah jika balita bermain dengan tetangga yang terk ena ISPA

5 Jika balita terkena ISPA maka harus tetap diberi makanan yang banyak men gandung vitamin

6 Bila demam balita terkena ISPA tidak segera turun harus dikompres dan di suruh banyak minum

7 Bila hidung balita ISPA tersumbat biarkan saja karena merupakan hal yang wajar

8 Agar demam balita ISPA segera turun harus diberikan pakaian dan selimut yang tebal

E. Tindakan Ibu Tentang Pencegahan Dan Pengobatan ISPA Pada Balita

Petunjuk : Berilah tanda check ( ? ) pada kolom yang sesuai dengan yang Saudara lakukan dengan memilih salah satu alternatif berikut

Y : Ya

T : Tidak

No Pernyataan Y T

Pencegahan ISPA

1 Saya selalu memperhatikan asupan makanan balita saya 2 Saya mengimunisasi balita saya secara lengkap

3 Saya selalu mengepel dan menyapu lantai rumah saya setiap hari

4 Saya menjauhkan balita saya terhadap anggota keluarga yang merokok atau sedang batuk pilek

Pengobatan ISPA

5 Pada saat balita mengalami ISPA saya selalu memberinya makanan dengan gi zi seimbang

6 Saya mengompres balita dengan air hangat saat mengalami demam karena ISP A

7 Pada saat balita ISPA saya memakaikan jaket dan celana yang ketat

8 Saya tidak memberikan ASI pada balita saat mengalami batu, pilek atau de mam

USULAN PENELITIAN

DETERMINAN PERILAKU IBU BALITA TENTANG ISPA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS GOMBONG KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2014

(21)

Oleh: SUCI NURHANDAYANI NIM. 1311020042 Disusun Oleh : Rido Gunawan NIM : 1311020164

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2014

Gambar

Tabel 3.3.   Kisi-kisi kuesioner sikap ibu balita tentang ISPA   Aspek Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Jumlah Pencegahan ISPA  1, 2, 3 4 4

Referensi

Dokumen terkait

Bapak, Ibu dan teman-teman yang terkasih dalam Kristus, tadi kita sudah mendengarkan bersama-sama jawaban dari pertanyaan di atas. Bapak, Ibu memang semakan disadarkan

Diduga, kredit bank, kredit koperasi, modal, jumlah tenaga kerja, dan lama usaha memiliki pengaruh positif terhadap omzet industri alas kaki dari kulit di Kecamatan Magetan,

• Use Case Delete Barang : memuat proses hapus barang yang dilakukan oleh admin ke dalam sistem, dalam hal ini ke database Logistik pada tabel Barang. • Use Case Cari Barang :

Karakteristik dari pendekatan penjualan berorientasi konsumen yang dipraktekkan oleh beberapaperusahaan adalah menjalin hubungan baik dengan konsumen,

(g) Pernyataan yang diberikan ekivalen dengan “Mengontrak pemain asing kenamaan adalah syarat perlu untuk Indonesia agar ikut Piala Dunia” atau “Jika Indonesia ikut Piala Dunia

The effect of Temperature and Salinity On the Survival of Mytilopsis Leucophaeata larvae (Mollusca, Bivalvia): The search for environmental limits. Journal

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hal ini dikarenakan proses mengkonversi sinyal audio kedalam bentuk text tidak dilakukan pada perangkat yang kita

Hasil penelitian yang telah dilakukan seperti yang terlihat pada Tabel 4.6 menyatakan bahwa sebagian besar responden yang memiliki persepsi gambaran diri positif