• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Goals (MDGs) dengan indikator menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Goals (MDGs) dengan indikator menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan maternal adalah salah satu indikator Millennium Development Goals (MDGs) dengan indikator menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Menurut World Health Organization (WHO) lebih dari setengah juta wanita meninggal setiap tahun sebagai komplikasi selama kehamilan dan persalinan, sedangkan rata–rata angka kematian negara berkembang di dunia sekitar 450 kasus pada 100.000 kelahiran hidup (JHPIEGO, 2004).

Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang. Di Indonesia, AKB memang telah menurun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup. AKI menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Sementara target yang akan dicapai sesuai kesepakatan MDGs tahun 2015, angka kematian ibu turun menjadi 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup (Buku Panduan Hari Kesehatan Nasional Ke–48 tahun 2012).

Menurut data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Yogyakarta (2008), AKI di Yogyakarta tahun 2007 dilaporkan sebesar 34 kasus kematian dengan perincian kematian pada ibu hamil sebanyak 3 kasus, kematian ibu bersalin 16 dan kematian ibu nifas sebanyak 15 kasus per 100.000 kelahiran hidup. AKB di Yogyakarta pada tahun 2010 sebesar 11,8 kematian bayi setiap 1.000 kelahiran hidup.

(2)

Kehamilan dan kelahiran adalah suatu proses yang fisiologis bagi wanita. Akan tetapi, kedua proses tersebut memiliki risiko yang sangat banyak baik bagi kesehatan fisik maupun psikologis wanita. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga kesehatan wanita terutama pada masa postpartum. Wanita akan mengalami banyak perubahan antara lain perubahan peran, perubahan fisiologis, dan perubahan psikologis yang luar biasa pada masa postpartum (Isdinawati, 2000). Beberapa penyesuaian dibutuhkan wanita postpartum dalam menghadapi peran dan aktivitas barunya sebagai ibu pada minggu–minggu atau pada bulan–bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun psikologis. Sebagian wanita postpartum berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya dan mengalami gangguan– gangguan psikologis, salah satunya adalah postpartum blues (Isdinawati, 2000).

Postpartum blues adalah mood depresi sementara yang dialami tak lama setelah melahirkan. Gangguan mood diwujudkan dengan suasana hati yang labil, sensitivitas meningkat, kelelahan, konsentrasi yang buruk, kesepian, dan putus asa. Terjadinya kondisi ini biasanya dalam waktu 1–5 hari setelah melahirkan dan gejala biasanya berlangsung dari 2–3 hari dan biasanya sembuh dalam 10 hari. Postpartum blues dilaporkan 50–80% pada wanita postpartum (Sakumoto, K., et al., 2002).

Postpartum Blues biasanya terjadi hari ke 3–4 setelah melahirkan dan lamanya kejadian postpartum dari beberapa jam sampai beberapa hari. Insidennya 500–800 kasus dari 1000 kelahiran (50–80%) (Mardiah, 2008). Angka kejadian postpartum blues di Asia cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26%–85% (Iskandar, 2007), sedangkan di Indonesia angka kejadian postpartum blues antara

(3)

50%–70% dari wanita pasca persalinan (Hidayat, 2007). Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya ditemukan bahwa angka kejadian depresi pada wanita postpartum sebesar 11%–30% (Elvira, 2006). Lebih dari 20% wanita yang mengalami postpartum blues dapat berkembang menjadi depresi major dalam satu tahun setelah melahirkan (Ricci, S. S. & Kyle, T., 2009).

Beberapa faktor yang diduga berperan pada sindroma ini, antara lain adalah faktor hormonal, faktor demografi, pengalaman dalam proses kehamilan/persalinan serta latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan (Verkerk, 2005). Postpartum blues yang tidak tertangani dengan baik akan berdampak buruk dan akan berkembang menjadi postpartum depression bahkan postpartum psychosis. Sebagian besar dari wanita postpartum yang menderita depresi tidak terdiagnosis akibat kurangnya perhatian atau terabaikan oleh penderita maupun orang yang merawatnya.

Dari beberapa faktor tersebut, dukungan sosial merupakan faktor utama yang memicu terjadinya depresi pada ibu postpartum. Wanita pada masa postpartum memerlukan dukungan sosial dari orang–orang di sekitarnya terutama suami dan keluarganya agar dapat menyesuaikan diri dengan peran barunya sebagai ibu. Semakin rendah dukungan sosial yang diterima oleh ibu postpartum akan semakin tinggi tingkat depresinya. Dari beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa risiko wanita mengalami depresi akan meningkat tanpa adanya dukungan suami dan atau keluarganya (Elvira, 2006). Menurut Elsenbruch et al (2007) dalam penelitian yang dilakukan terhadap 816 wanita hamil didapatkan hasil bahwa

(4)

dukungan sosial selama kehamilan mempunyai efek menurunkan tingkat depresi selama kehamilan, meningkatkan kualitas hidup (mengurangi angka merokok pada ibu hamil), dan mempengaruhi hasil keluaran kehamilan (penurunan kejadian BBLR).

Dukungan sosial adalah bantuan yang diberikan dalam situasi yang sulit dalam kehidupan (European Union Public Health Information and Knowledge system, 2009). Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial dapat diartikan sebagai kenyamanan, perhatian, ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain. Orang lain di sini bisa berarti individu secara perorangan ataupun kelompok.

Menurut WHO (1996), sumber dukungan sosial dibedakan menjadi 3 level yaitu level primer (anggota keluarga dan sahabat), level sekunder (teman, rekan kerja, tetangga, dan sanak saudara), dan level tersier (tenaga kesehatan, instansi kesehatan atau tenaga sukarela). Dukungan sosial sangat memungkinkan ibu postpartum untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada dirinya baik perubahan fisik, psikologis, dan perannya. Menurut Zakiah (2004), dukungan sosial merupakan salah satu usaha yang dapat membantu ibu postpartum melalui masa perubahan fisik dan psikologis.

Salah satu situasi yang dapat mengurangi dukungan sosial adalah bencana. Bencana adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia yang dapat terjadi secara tiba–tiba serta perlahan–lahan, yanag menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, serta melampaui kemampuan dan sumber daya masyarakat untuk menanggulanginya (Harjadi et al, 2005).

(5)

Dampak bencana banyak menimbulkan permasalahan, salah satunya adalah masalah psikososial. Masalah psikososial dan kesehatan jiwa juga sering ditemukan pada saat dan pasca bencana karena bencana salah satu kejadian traumatis bagi mereka yang mengalaminya (McFarlane, 2005). Pengalaman objektif yang traumatis oleh karena peristiwa atau kondisi di luar kelaziman, bersifat menekan, mengganggu dan menimbulkan ancaman bagi kelangsungan aktivitas sehari–hari individu dan kemudian menyebabkan terjadinya penyesuaian mendasar dalam perilaku individu tersebut, disebut stresor pasca trauma (Bobak et.al, 2005).

Menurut Depkes (2005), gangguan stres pasca trauma timbul sebagai respon yang berkepanjangan terhadap kejadian atau situasi yang menimbulkan trauma, baik peristiwa yang terjadi sesaat maupun peristiwa yang terjadi berkelanjutan atau susul menyusul. Gangguan psikiatri pasca bencana dapat menjadi berkepanjangan, bisa memakan waktu hingga 10 tahun ke depan dan bahkan akan terjadi gangguan pasca trauma sampai jangka 30 tahun (Pitaloka, 2005).

Pasca erupsi Merapi tahun 2010 memunculkan dampak sekunder yaitu terjadinya banjir lahar dingin yang diikuti dengan turunnya material vulkanik melalui sungai–sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Akibat dari turunnya material bersamaan dengan air hujan telah mengakibatkan banjir lahar dingin dan berdampak pada desa–desa di sekitar sungai. Kondisi ini memaksa pengungsi untuk tinggal di hunian sementara yang kini telah menjadi hunian tetap, karena rumah yang mereka miliki telah rusak. Keluarga yang mengungsi diberi satu rumah ukuran

(6)

100m2. Pembagian rumah didasarkan atas Kepala Keluarga (KK) tanpa

mempertimbangkan jumlah anggota keluarganya.

Pasca erupsi Merapi 2010, ibu postpartum yang menjadi korban erupsi Merapi dan tinggal di hunian tetap menjadi sangat rentan terkena gangguaan jiwa baik gangguan jiwa berat maupun ganguan jiwa ringan. Sebab, dampak trauma pasca bencana dapat berkepanjangan, menempati lingkungan baru di huntap merupakan sebuah stressor baru yang berkepanjangan dan membutuhkan proses adaptasi dalam menghadapi masalah–masalah baru dengan tetangga maupun lingkungan yang akan mempengaruhi masa postpartum wanita. Perpindahan ke tempat tinggal yang baru merupakan stressor yang dapat menyebabkan gangguan jiwa (Sumarni et.al, 2012).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap ibu postpartum di Cangkringan diperoleh hasil bahwa terdapat beberapa ibu postpartum yang harus ditinggal oleh suami untuk bekerja, kehilangan keluarganya maupun tinggal di hunian yang baru sehingga ibu postpartum kurang mendapatkan dukungan sosial baik dari suami, keluarga, dan tetangga. Melihat fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara dukungan sosial dengan postpartum blues pada wanita postpartum di hunian tetap Kecamatan Cangkringan pasca bencana erupsi Merapi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan dalam penelitian: adakah hubungan antara dukungan sosial dengan postpartum

(7)

blues pada wanita postpartum di hunian tetap Kecamatan Cangkringan pasca bencana erupsi Merapi?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan dukungan sosial dengan postpartum blues pada wanita postpartum di hunian tetap Kecamatan Cangkringan pasca bencana erupsi Merapi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat dukungan sosial pada ibu postpartum di hunian tetap daerah pasca erupsi Merapi, Kecamatan Cangkringan

b. Mengetahui tingkat postpartum blues di hunian tetap daerah pasca erupsi Merapi, Kecamatan Cangkringan

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Mengaplikasikan ilmu yang didapat baik dari segi konsep maupun metodologi serta peneliti bisa mengetahui hubungan dukungan sosial dengan postpartum blues pada wanita postpartum di hunian tetap Kecamatan Cangkringan pasca bencana erupsi Merapi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang bagaimana hubungan antara dukungan sosial dengan postpartum blues pada wanita postpartum di hunian tetap Kecamatan Cangkringan pasca bencana erupsi Merapi.

(8)

3. Bagi Wanita postpartum

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi wanita postpartum untuk menjaga kondisi psikologisnya, agar masalah seperti postpartum blues tidak menjadi depresi postpartum maupun kondisi yang patologis, yang nantinya dapat membahayakan nyawa ibu maupun bayi.

4. Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang postpartum blues sehingga masyarakat mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ibu postpartum khususnya yang berada di daerah pasca bencana.

E. Keaslian Penelitian

1) Herlina (2008) dengan judul “Hubungan Tingkat Dukungan Sosial dengan Tingkat Depresi pada Ibu Postpartum di Ruang Anggrek 2 RSUP Dr. SARDJITO Yogyakarta”. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat dukungan sosial dengan tingkat depresi pada ibu postpartum di Ruang Anggrek 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu postpartum yang mengalami depresi ringan sebanyak 7 orang (18,92%) dan 2 orang (5,4%) ibu postpartum mengalami depresi sedang. Sebagian besar ibu postpartum menerima dukungan sosial dalam kategori tinggi, yaitu sebanyak 31 orang (83,7%). Sebagian besar ibu postpartum menerima dukungan sosial dari sumber primer, sekunder dan tersier, yaitu sebanyak 14 orang (37,84%). Sebagian besar ibu postpartum menerima bentuk

(9)

dukungan sosial berupa dukungan emosional, instrumental, penghargaan dan informasional, yaitu sebanyak 19 orang (51,35%).

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada judul penelitian, salah satu variabel yang diteliti, populasi penelitian, dan tempat penelitian. Judul penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah hubungan dukungan sosial dengan postppartum blues pasca bencana erupsi Merapi di lingkungan hunian tetap Kecamatan Cangkringan. Variabel terikat penelitian ini adalah tingkat depresi, sedangkan variabel terikat yang diteliti peneliti adalah postpartum blues. Populasi pada penelitian ini semua ibu postpartum yang merupakan pasien di Ruang Anggrek 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti populasinya adalah ibu postpartum yang bertempat tinggal di daerah pasca erupsi Merapi di lingkungan hunian tetap Kecamatan Cangkringan. Penelitian ini dilakukan di Ruang Anggrek 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, sedangkan pada penelitian yang dilakukan peneliti dilakukan di daerah hunian tetap Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

2) Mardiah, S. (2008) dengan judul “Hubungan Usia Ibu dengan Gejala Postpartum Blues di Wilayah Kota Tasikmalaya”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara usia ibu nifas dengan gejala postpartum blues. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan secara bermakna dengan prevalensi postpartum blues adalah variabel usia, pendidikan dan dukungan sosial.

(10)

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada judul penelitian, jenis dan rancangan penelitian, teknik sampling, populasi penelitian, tempat penelitian, dan salah satu variabel penelitian. Judul penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah hubungan dukungan sosial dengan postppartum blues pasca bencana erupsi Merapi di lingkungan hunian tetap Kecamatan Cangkringan. Jenis rancangan penelitian ini observasional dengan rancangan studi cross sectional, sedangkan pada penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian non–eksperimental, dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah accidental sampling, sedangkan pengambilan sampel yang dilakukan peneliti menggunakan teknik total sampling. Populasi penelitian ini adalah semua ibu yang sudah melahirkan normal di Rumah Bersalin (RB) dan Bidan Praktek Swasta (BPS) yang ada di wilayah Kota Tasikmalaya, sedangkan populasi penelitian yang akan diteliti peneliti adalah ibu postpartum yang bertempat tinggal di daerah pasca erupsi Merapi di lingkungan hunian tetap Kecamatan Cangkringan.

Tempat penelitian pada penelitian ini di seluruh Rumah Bersalin (RB), Bidan Praktek Swasta (BPS) yang ada di wilayah Kota Tasikmalaya, sedangkan tempat penelitian peneliti dilakukan di daerah hunian tetap Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Variabel Independent/bebas pada penelitian ini adalah ibu nifas normal yang berusia kurang dari atau sama dengan 20 tahun, atau lebih dari 20 tahun, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah dukungan sosial.

(11)

3) Dewi, R. (2010) dengan judul “Pengaruh Postpartum Blues Terhadap Keberhasilan Menyusui di Kota Bengkulu Propinsi Bengkulu”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keberhasilan menyusui ibu postpartum blues pada bula pertama kelahiran di Kota Bengkulu Propinsi Bengkulu.

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada judul penelitian, jenis dan rancangan penelitian, populasi penelitian, tempat penelitian, salah satu variabel yang diteliti, teknik sampling, dan analisis data. Judul penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah hubungan dukungan sosial dengan postppartum blues pasca bencana erupsi Merapi di lingkungan hunian tetap Kecamatan Cangkringan. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan menggunakan rancangan prospective cohort dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti jenis penelitiannya adalah penelitian non– eksperimental, dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan teknik consecutive sampling dan teknik matching. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling.

4) Bahadoran, P., Azimi, A., Mahboubeh, V., and Ahmadi, S.A. (2009) dengan judul “The Relation Between Social Support and Postpartum Physical Health in Mothers”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan kesehatan fisik wanita postpartum yang dirujuk ke pusat– pusat kesehatan Isfahan, Iran. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang

(12)

signifikan antara total jumlah dukungan sosial dengan kesehatan fisik wanita postpartum (r=0.194, p<0.001).

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada judul penelitian, jenis dan rancangan penelitian, populasi penelitian, salah satu variabel yang diteliti, tempat penelitian, dan instrumen penelitian. Judul penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah hubungan dukungan sosial dengan postppartum blues pasca bencana erupsi Merapi di lingkungan hunian tetap Kecamatan Cangkringan. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasi, sedangkan jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah non–eksperimental, dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini ibu postpartum yang merupakan pasien 6–7 minggu setelah persalinan yang dirujuk ke pusat–pusat kesehatan di Isfahan, Iran, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti populasinya adalah ibu postpartum yang bertempat tinggal di daerah pasca erupsi Merapi di lingkungan hunian tetap Kecamatan Cangkringan. Variabel terikat pada penelitian ini adalah kesehatan fisik, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti variabel terikatnya adalah postpartum blues. Penelitian ini dilakukan di pusat–pusat kesehatan di Isfahan, Iran. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti dilakukan di daerah hunian tetap Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini kuesioner dukungan sosial yang dibuat oleh peneliti berdasarkan literatur buku dan artikel. Sedangkan instrumen yang digunakan pada penelitian yang dilakukan oleh

(13)

peneliti adalah Social Support Questionnaire (SSQ) dan Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS).

5) Ke, Xiong., Liu, Chaojie., Li, Ningxiu (2010) dengan judul “Social Support and Quality of Life: A Cross–Sectional Study on Survivors Eight Months After the 2008 Wenchuan Earthquake”. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada korban gempa bumi yang selamat di Wenchuan, barat daya Cina pada tanggal 12 Mei 2008. Hasilnya dari analisis regresi logistik multivariat menunjukkan bahwa mereka dengan dukungan sosial yang lebih kuat lebih mungkin untuk memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada judul penelitian, salah satu variabel yang diteliti, populasi penelitian, tempat penelitian, teknik sampling, dan instrumen penelitian. Judul penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah hubungan dukungan sosial dengan postppartum blues pasca bencana erupsi Merapi di lingkungan hunian tetap Kecamatan Cangkringan. Variabel terikat pada penelitian ini adalah kualitas hidup, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti variabel terikatnya adalah postpartum blues. Populasi pada penelitian ini adalah korban bencana yang berada di penampungan, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti populasinya adalah ibu postpartum yang bertempat tinggal di daerah pasca erupsi Merapi di lingkungan hunian tetap Kecamatan Cangkringan.

(14)

Penelitian ini dilakukan di Wenchuan, barat daya Cina. Sedangkan pada penelitian yang diteliti oleh peneliti dilakukan di daerah hunian tetap Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan cluster sampling. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah Medical Outcome Study Short Form–26 (MOS SF–36), dan Social Support Rating Scale (SSRS), sedangkan instrumen yang digunakan pada penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah Social Support Questionnaire (SSQ) dan Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS).

Referensi

Dokumen terkait

Dari proses pengujian diatas dapat dilihat bahwa Aplikasi JIBAS yang digunakan oleh SMA Negeri 9 Padang dapat memenuhi kebutuhan dari pihak sekolah dan laporan

Dari pendapat-pendapat para sarjana maupun dari peraturan Merek itu sendiri, secara umum yang diartikan dengan perkataan merek adalah suatu tanda untuk membedakan

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dan memberikan kuesioner kepada siswa , analisis literatur terdiri dari analisis KI dan KD, analisis terhadap buku

Hasil penelitian merekomendasikan bahwa variasi campuran yang paling baik untuk menghasilkan adukan campuran papercrete berkinerja terbaik jika dilihat dari

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan  pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi

3. Menjalankan, memindah tangankan atau menjual serta menyerahkan kepada siapa saja termasuk kepada yang diberi kuasa dengan harga pasaran yang layak dan

1. Teori proselitisasi ; teori ini akan digunakan dalam menganalisis bagaimana kegiatan penyebaran Islam di Nusantara. Dengan berpatokan pada teori Snouck Hurgronje

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,