• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hakikat Penilaian

a. Pengertian Penilaian

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 23 tahun 2016 tentang standar penilaian pendidikan menyatakan bahwa penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah meliputi aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penilaian hasil belajar oleh pendidik yang dilakukan secara berkesinambungan bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.

Penilaian merupakan suatu proses mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk, dimana bersifat kualitatif (Arikunto, 2012). Penilaian atau pengukuran hasil belajar diartikan juga sebagai proses untuk mendapatan informasi dalam berbagai bentuk sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan tentang peserta didik. Pengambilan keputusan ini dapat berkaitan dengan kurikulum, program pembelajaran, suasana lingkungan sekolah, serta kebijakan- kebijakan sekolah (Uno & Koni, 2012).

Guru wajib melakukan kegiatan pengukuran hasil belajar sebagai bagian dari sistem pembelajaran yang telah direncanakan kemudian diimplementasikan di kelas. Langkah-langah utama dan kegiatan pengukuran hasil belajar meliputi pengumpulan informasi, interpretasi terhadap informasi yang telah dikumpulkan, dan pengambilan keputusan.

Ketiga langkah tersebut saling berkaitan dan sebelum melaksanakannya, guru harus menentukan atau merumuskan tujuan penilaian (Suwandi, 2009).

Pelaksanaan penilaian dalam pembelajaran disesuaikan dengan tujuan penilaian tersebut. Penilaian pembelajaran menjadi bersifat formatif

(2)

apabila penilaian dilakukan dengan tujuan untuk menentukan sejauh manakah pemahaman siswa telah tebentuk setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Hampir sebagian besar penelitian berfokus pada kurikulum dan perubahan berkaitan dengan assesment, tugas, dan tes. Untuk guru IPA, sangat dibutuhkan assesment formatif yang mampu memberikan informasi berkaitan dengan pengambilan keputusan sejauh mana pemahaman peserta didik (Adodo, 2013).

b. Fungsi Penilaian

Fungsi dari pengukuran hasil belajar siswa adalah sebagai sebagai pemantau kinerja dari seluruh proses kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan belajar (Asep & Haris, 2012). Arikunto (2012) berpendapat bahwa terdapat beberapa fungsi penilaian, yaitu :

1) Penilaian berfungsirselektif.

2) Penilaian berfungsirdiagnostik.

3) Penilaian berfungsi sebagairpenempatan.

4) Penilaian berfungsi sebagai pengukurrkeberhasilan.

c. TujuanrPenilaian

Beberapa tujuan dari diadakannya pengukuran hasil belajar antara lain: (1) untuk mengetahui kemajuan anak atau peserta didik setelah peserta didik tersebut menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu dan (2) untuk mengetahui tingkat efesiensi metode-metode pembelajaran yang dipergunakan guru maupun satuan pendidikan selama jangka waktu tertentu (Uno & Koni, 2012). Sesuai dengan pedoman penilaian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam (Asep & Haris, 2012), dinyatakan bahwa tujuan penilaian adalah untuk mengetahui kemajuanrbelajar peserta didik, untuk perbaikan, dan peningkatannkegiatan belajar peserta didik sekaligus memberi umpan balik bagi perbaikannpelaksanaan kegiatan belajar.

d. PrinsipnPenilaian

Pelaksanaan pengukuran hasil belajar harus memperhatikan prinsip penilaian. Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan

(3)

KebudayaannNomor 104 Tahun 2014 tentang PenilaiannHasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Menengah, bahwa penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Sahih artinya pengukuran hasil belajar sesuai data kemampuan siswa.

2) Objektif, artinya penilaian sesuai dengan prosedur dan kriteria yang jelas dan tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

3) Adil, artinya penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena kebutuhan khusus serta perbedaan suku, agama, dan ras.

4) Terpadu, artinya penilaian termasuk bagian dan sesuai dengan kegiatan pembelajaran.

5) Terbuka, artinya penilaian dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui pihak yang bersangkutan.

6) Holistik dan berkesinambungan, yang artinya penilaian mencakup seluruh kompetensi serta menggunakan berbagai teknik penilaian.

7) Sistematis, artinya penilaian dilakukan dengan terencana dan bertahap sesuai langkah-langkah.

8) Akuntabel, artinya penilaian dapat dipertanggungjawabkan

9) Edukatif, artinya penilaian dilakukan dalam rangka meningkatkan kompetensi peserta didik.

e. Tahapan Pelaksanaan Penilaian

Agar dapat diperoleh alat penilaian atau alat ukur yang baik perlu dikembangkan suatu prosedur atau langkah-langkah yang benar, yang meliputi perencanaan penilaian yang memuat maksud dan tujuan penilaian (Subali, 2010), antara lain :

1) Penyusunanrkisi-kisi.

2) Penyusunanrinstrumen/alat ukur.

3) Penelahan secara kualitatif sebelum digunakan.

4) Uji coba alat ukur, untuk menyelidikinkesahihan dan keandalan secara empiris.

5) Pelaksanaanrpengukuran.

(4)

6) Penilaian yang merupakan interpretasi hasil pengukuran.

7) Pemanfaatanrhasil penilaian.

f. Teknik dan InstrumenrPenilaian

Instrumen atau alat ukur merupakan sesuatu yang dapat mempermudah seseorang dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Arikunto, 2012). Beberapa instrumen pengukuran dapat dilakukan diantaranya dengan tes tertulis, tes lisan, penugasan, dan lain sebagainya.

Instrumen penilaian harus memenuhi syarat antara lain: (1) merepresentasikan kompetensi yang diukur; (2) memenuhi persyaratan teknis sesuai bentuk instrumen; dan (3) menggunakan bahasa yang baik dan benar serta mudah dipahami sesuai jenjang pendidikan dan perkembangan peserta didik (Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Pendididkan, 2016).

2. Penilaian Autentik

a. Pengertian Penilaian Autentik

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2010). Sehingga dengan penilaian mampu menjawab pertanyaan tentang hasil pembelajaran masing-masing peserta didik, efektivitas suatu mata pelajaran atau program, bahkan seluruh sistem pendidikan nasional secara umum (Miller & Leskes, 2005). Merujuk pada Permendikbud Nomor 23 tentang Standar Penilaian, penilaian autentik merupakan bentuk penilaian yang megukur tiga aspek yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara berimbang. Hasil penilaian autentik dapat digunakan untuk merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), konseling, serta dapat juga digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran (assessment for learning) oleh guru (Kunandar, 2013).

(5)

Penilaian merupakan proses yang dapat membantu mengembangkan belajar peserta didik. Penilaian juga dapat memberikan kesempatan pada guru untuk meninjau kembali proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan pembelajaran (Azim & Khan, 2012). Penilaian autentik memandang pembelajaran dan penilaian sebagai satu kesatuan yang berjalan bersamaan, terjalin, dan semua berlangsung di waktu yang bersamaan (Pucket & Black, 1994), dan mereka saling mempengaruhi satu sama lain.

b. Karakteristik Penilaian Autentik

Karakteristik penilaian autentik antara lain: (1) berpusat pada peserta didik; (2) merupakan bagian terintegrasi dari pembelajaran; (3) bersifat kontekstual dan bergantung pada konten pembelajaran; (4) merefleksikan kompleksitas pembelajaran; (5) menggunakan metode/prosedur yang bervariasi; (6) menginformasikan cara pembelajaran atau program pengembangan yang seharusnya dilakukan; dan (7) bersifat kualitatif (Sani, 2014).

c. Teknik Penilaian Autentik

1) Teknik Penilaian Kompetensi Sikap

Penilaian kompetensi sikap dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur sikap peserta didik sebagai hasil dari suatu program pembelajaran. Pengukuran kompetensi sikap berfungsi sebagai cerminan pemahaman dan kemajuan sikap peserta didik secara individual. Menurut Allen L. Edward (1975) dalam (Majid, 2014, p. 163), “sikap adalah afeksi positif atau negatif yang berhubungan dengan beberapa objek psikologis”.

Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap spiritual yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, serta sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Kompetensi sikap dijabarkan dari Kompetensi Inti (KI) 1: Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.

(6)

Sedangkan kompetensi sikap sosial mengacu pada KI-2: Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara afektif dengan linkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaanya.

Berdasarkan rumusan KI-1 dan KI-2, penilaian sikap pada setiap jenjang sebagaimana ditunjukkan Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Aspek Penilaian Sikap Spiritual dan Sikap Sosial

Penilaian sikap spiritual Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianut.

Penilaian sikap sosial 1. Jujur 2. Disiplin

3. Tanggungjawab 4. Toleransi 5. Gotong royong 6. Santun

7. Percaya diri

Teknik-teknik penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi sikap peserta didik antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, penilaian antar teman, jurnal, dan laporan pribadi. Teknik- teknik penilaian sikap dapat diuraikan sebagai berikut (Kunandar, 2013, pp. 121–163):

a) Observasi

Observasi merupakan penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman atau lembar observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku atau aspek yang diamati. Observasi secara langsung dilakukan oleh guru tanpa melalui perantara orang lain. Sedangkan observasi tidak langsung dilakukan dengan bantuan orang lain seperti guru lain, guru BK, wali kelas, orangtua, peserta didik lain, dan karyawan sekolah. Hasil pengamatan atau observasi dapat digunakan sebagai umpan balik dalam pembinaan terhadap peserta didik.

(7)

b) Penilaian Diri

Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi sikap baik sikap sosial maupun sikap spiritual. Instrumen yang digunakan adalah lembar penilaian diri. Dengan lembar penilaian diri peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses, dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya.

Dampak positif dari penggunaan teknik penilaian diri antara lain: (1) menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik akibat kepercayaan yang diberikan untuk menilai dirinya sendiri; (2) peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya melalui proses introspeksi diri; (3) mendorong dan melatih peserta didik berbuat jujur dan obyektif terhadap penilaian diri yang dilakukan.

c) Penilaian antar peserta didik

Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi sikap sosial maupun sikap spiritual. Instrumen yang digunakan merupakan instrumen penilaian antar peserta didik berupa angket atau kuisioner. Peniaian antar peserta didik menuntut peserta didik untuk bertanggung jawab dan obyektif dalam melakukan penilaian untuk menghasilkan data yang akurat.

d) Jurnal

Catatan pendidik di dalam kelas maupun di luar kelas dalam bentuk jurnal menjadi salah satu teknik penilaian sikap. Jurnal berisi informasi hasil pegamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap spiritual dan sikap sosial. Informasi yang tercatat pada jurnal digunakan guru untuk melakukan pembinaan dan bimbingan terhadap peserta didik. Tindak lanjut dari catatan yang berupa kelemahan berupa pembinaan dan bimbingan yang diharapkan dapat mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku dari peserta didik

(8)

secara bertahap. Sedangkan catatan-catatan kelebihan atau keunggulan peserta didik ditindaklanjuti dengan pendampingan dan pengembangan sehingga dapat berkembang lebih baik lagi.

2) Teknik Penilaian Kompetensi Pengetahuan

Penilaian kompetensi pengetahuan merupakan peniliain yang dilakukan guru untuk mengukur tingkat pencapaian atau penguasaan peserta didik dalam aspek pengetahuan yang meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, menilai, dan menciptakan.

Kompetensi Inti 3 (KI-3) dalam kurikulum 2013 merupakan kompetensi pengetahuam yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi pengetahuan merefleksikan konsep-konsep keilmuan yang harus dikuasai oleh peserta didik melalui proses belajar mengajar.

Guru menilai kompetensi pengetahuan melalui: (1) tes tertulis menggunakan butir soal; (2) tes lisan dengan bertanya langsung kepada peserta didik melalui daftar pertanyaan; dan (3) penugasan dengan lembar kerja yang harus diselesaikan oleh peserta didik dalam kurun waktu tertentu.

a) Tes Tertulis

Tes tertulis merupakan tes di mana soal yang diberikan kepada peserta didik berupa tulisan dan jawaban yang diberikan peserta didik juga berupa tulisan. Penilaian tertulis digunakan untuk mengukur kompetensi berdasarkan tingkat kemampuan kognitif oleh Anderson. Tes tertulis termasuk dalam kelompok tes verbal karena soal dan jawaban yang diberikan oleh peserta didik berupa bahasa tulisan. Kelebihan tes tertulis adalah dapat mengukur kemampuan atau kompetensi peserta didik dalam jumlah besar dan tempat terpisah dalam waktu bersamaan. Instrumen tes tertulis dapat berbentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda bertingkat, pilihan ganda beralasan, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, uraian, dan lain sebagainya.

(9)

Dalam penyusunan instrument tes tertulis perlu dipertimbangkan beberapa hal antara lain:

(1) Karakteristik mata pelajaran dan keluasan ruang lingkup materi yang akan diuji.

(2) Materi yang sesuai dengan kompetensi dasar serta indikator yang akan diukur.

(3) Konstruksi, misalnya rumusan masalah soal atau pertanyaan harus jelas.

(4) Bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata atau kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda.

b) Tes Lisan

Tes lisan merupakan bentuk tes yang digunakan untuk mengukur kompetensi pengetahuan dengan cara guru memberikan pertanyaan langsung kepada peserta didik secara verbal (lisan). Tes lisan menuntut peserta didik memberikan jawaban dalam bentul lisan juga. Tes lisan digunakan untuk mengungkapan hasil belajar siswa baik secara individual maupun secara kelompok. Tes lisan dapat digunakan pada penilaian harian, penilaian tengah semester, penilaian akhir semester, penilaian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi dan ujian sekolah.

c) Penugasan

Penugasan dapat berupa pekerjaan rumah atau proyek yang dapat dikerjakan peserta didik secara individu maupun kelompok.

Tujuan dari penugasan sebagai pendalaman terhadap kompetensi pengetahuan yang telah dipelajari pada proses pembelajaran.

Pemberian tugas kepada peserta didik dilakukan dengan menentukan batas waktu.

3) Teknik Penilaian Kompetensi Keterampilan a) Penilaian Kinerja atau Unjuk Kerja

Penilaian kinerja didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan data dengan cara pengamatan yang sistematis untuk

(10)

membuat keputusan tentang individu yang diamati (Mansyur, 2015).

Pengamatan terhadap unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian tertentu (Majid, 2014).

Pada penilaian kinerja peserta didik diminta mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam konteks dengan kriteria yang ditetapkan. Penilaian unjuk kerja cocok untuk menilai pencapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas di laboratorium, presentasi, diskusi, dan sebagaianya. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat menggunakan instrumen berupa daftar cek (chec-list), skala penilaian (rating scale), catatan anekdot atau narasi, memori ingatan, maupun instrumen kerja dalam bentuk rubrik penilaian. Cara penilaian ini dinilai lebih autentik dibandingkan dengan tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.

b) Penilaian Produk

Penilaian produk tidak hanya dilakukan terhadap produk hasil karya peserta didik melainkan terhadap proses pembuatannya dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik dalam membuat produk-produk teknologi dan seni sesuai dengan materi. Penilaian produk biasanya menggunakan teknik holistik atau analitik. Teknik holistik berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap aprasial. Penilaian holistik biasanya digunakan untuk menilai produk jadi, misalnya penilaian terhadap kualitas suatu produk dan penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam mengevaluasi produknya. Sedangkan cara analitik menilai produk siswa berdasarkan aspek-aspek produk. Biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan produk. Teknik penilaian ini digunakan untuk menilai kemampuan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan tahap akhir. Untuk semua keterampilan yang diukur, ditentukan beberapa kriteria yang harus dipenuhi.

(11)

c) Penilaian Proyek

Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang meliputi pengumpulan, pengorganisasian, pengevaluasian, dan penyajian data yang harus diselesaikan peserta didik baik individu maupun kelompok dalam waktu atau periode tertentu. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan, dan kemampuan mengomunikasikan sesuatu secara jelas. Tugas dalam penilain proyek dapat berupa investigasi atau penelitian sederhana yang kegiatannya meliputi perencanaan, pengumpulan data atau informasi, pengolahan data, penyajian data, dan penyusunan laporan.

3. The Next Generation Science Standard (NGSS)

Next Generation Science Standard (NGSS) merupakan sebuah standar yang dikembangkan oleh konsorsium 26 negara, American Association for the Advancement of Science (AAAS), National Research Council (NRC), National Science Teacher Association (NSTA), dan Achieve, Inc pada bulan April 2013.

NGSS dikembangkan menjadi suatu kerangka pembelajaran sains yang lebih efektif untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) (NGSS Lead State, 2013). NGSS memberikan kesempatan untuk meningkatkan kurikulum, pengembangan guru, penilaian, dan akuntabilitas yang pada akhirnya berujung pada pencapaian siswa (Bybee, 2014). NGSS memuat suatu standar pendidikan yang kaya dengan konten dan aktivitas praktik yang melibatkan peserta didik secara langsung. NGSS disusun untuk seluruh disiplin ilmu di setiap kelas atau jenjang untuk memberikan standar pendidikan secara internasional (NGSS Lead State, 2013). Standar ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik memahami konsep-konsep ilmiah, memahami proses ilmiah, mengembangkan dan menguji, serta mengevaluasi bukti ilmiah.

a. Dimensi NGSS

NGSS memiliki tiga dimensi yang terintegrasi dalam instruksi di setiap jenjang pendidikan. Yang pertama adalah Disciplinary Core Idea

(12)

(DCIs) atau gagasan inti yang terdiri dari konten yang spesifik dan bidang studi. Kedua adalah Science and Engineering Practices (SEPs) yang dengan ini diharapkan peserta didik tidak hanya belajar konten tapi juga belajar menyelidiki dengan melakukan praktik langsung. Ketiga adalah Crosscutting Conceps (CCs) yang merupakan ide umum untuk sejumlah topik. Tujuan pembelajaran sains pada NGSS diwujudkan dalam bentuk Performance Expectations (PEs). PEs merupakan sebuah pernyataan tentang apa yang harus peserta didik ketahui dan lakukan pada setiap jenjang pendidikan (NGSS Lead State, 2013).

1) Disciplinary Core Ideas (DCIs)

DCIs merupakan gagasan inti yang terdiri dari konten spesifik pada bidang studi. Inti dari dimensi ini adalah materi keilmuan pada sains. Materi keilmuan sains dalam DCIs terbagi dalam empat dimensi antara lain: Life Science, Earth and Space Science, Physical Science, dan Engineering and Technology Science.

2) Science and Engineering Practices (SEPs)

Dimensi SEPs terbagi dalam dua aspek pokok yaitu practice dan engineering practice. Aspek practice menunjukkan bagaimana ilmuwan menyelidiki dan membangun konsep-konsep sains sedangkan engineering practice menggambarkan seorang insinyur dalam merancang dan membangun sebuah sistem. Target atau tujuan pembelajaran dalam NGSS SEPs berupa Performance Expectation (PEs).

SEPs memiliki delapan kerangka yang mencerminkan perilaku ilmuwan profesional dan insinyur. Delapan kerangka tersebut antara lain:

(1) asking question; (2) developing and using models; (3) planning and carrying out investigations; (4) analyzing and interpreting data; (5) using mathematics and computational thinking; (6) constructing explanation; (7) engaging in argument from evidence; dan (8) obtaining, evaluating, and communicating information (Therrien & Benson, 2017).

(13)

3) Crosscutting Concepts (CCs)

Pada dimensi CCs konsep-konsep yang dimiliki oleh peserta didik dapat diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu. Peserta didik menerapkan konsep dalam DCIs ke dalam lintas bidang ilmu. Terdapat 7 kerangka CCs dalam NGSS (National Research Council, 2012b) antara lain: (a) Patterns; (b) Cause and Effect; (c) Scale, Proportion and Quantity; (d) System and System Model; (e) Energy and Matter in System; (f) Structure and Function; (g) Stability and Change of System b. Struktur Materi Pembelajaran Fisika: Gaya dan Interaksinya dalam

Next Generation Science Standard

Materi Hukum Newton tentang gerak pada NGSS masuk dalam DCIs ranah Physical Science (PS) yaitu PS2 Motion and Stability: Forces and Interaction. Pada jenjang sekolah menengah atas atau high school peserta didik diharapkan mampu menganalisis dan menginterpretasikan data sesuai dengan fenomena yang dihadapi. PEs dalam PS2 jenjang sekolah menengah atas fokus pada keterlibatan matematika dalam menganalisis data serta membuktikan suatu fenomena.

Performance Expectations (PEs) pada NGSS diikuti oleh pernyataan tambahan berupa clarification statement dan assessment boundary. Clarification statement menyatakan tambahan penjelasan mengenai kinerja yang diharapkan oleh peserta didik pada proses pembelajaran. Assessment boundary menyatakan batasan penilaian dalam skala besar. Pada PEs terdapat kode-kode yang memiliki makna. Digit pertama menyatakan jenjang pendidikan seperti MS (midle school) dan HS (high school). Kode berikutnya menunjukkan disiplin ilmu, ide pokok dan sub ide pokok atau Disciplinary core ideas. Disiplin ilmu pada NGSS dibagi menjadi 4 yaitu ilmu kehidupan atau Life Science (LS), ilmu kebumian dan ruang angkasa atau Earth and Space Science (ESS) Ilmu Fisika atau Physical Scicence (PS), serta teknik, teknologi, dan aplikasinya dalam sains atau Engineering, Technology, and the Application of Science (ETS).

Penjabaran PEs pada disiplin ilmu Forces and Interaction untuk jenjang

(14)

high school khususnya materi Hukum Newton tentang gerak ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Performance Expectation (HS-PS2 Motion and Stability: Forces and Interactions) pada NGSS untuk Materi Hukum Newton Trntang Gerak (National Research Council, 2012b)

Performance Expectation

Setelah demonstrasi, peserta didik diharapkan mampu:

HS-PS-1 Menganalisis data untuk mendukung pernyataan bahwa Hukum II Newton tentang gerak menggambarkan hubungan matematis antara gaya total pada objek makroskopis, massanya, dan percepatannya.

[Clarification statement: contoh data dapat berupa tabel, grafik posisi atau kecepatan sebagai fungsi waktu untuk onjek yang terkena gaya, seperti benda yang jatuh, objek yang meluncur pada bidang miring, atau objek yang ditarik dengan gaya konstan]

[Assessment boundary: Penilaian terbatas pada gerakan satu dimensi dan untuk objek makroskopik yang bergerak pada kecepatan non-relativistik]

HS-PS2-3 Menerapkan science and engineering untuk merancang, mengevaluasi, dan memperbaiki perangkat yang meminimalisir gaya pada objek makroskopis selama tumbukan.

[Clarification statement: Contoh evaluasi dan penyempurnaan dapat mencakup menentukan keberhasilan perangkat dalam melindungi objek dari kerusakan dan memodifikasi desain untuk memperbaikinya. Contoh perangkat dapat mencakup helm sepak bola atau parasut]

[Assessment boundary: Penilaian terbatas pada evaluasi kualitatif dan / atau manipulasi aljabar]

(15)

Tabel 2.3 Dimensi NGSS dalam materi Motion and Stability (National Research Council, 2012b)

SEPs Science and Engineering Practices (SEPs) SEPs-3 Planning and Carrying Out Investigations

Merencanakan dan melaksanakan penyelidikan untuk menjawab pertanyaan atau menguji solusi untuk masalah di 9-12 berdasarkan pengalaman dan kemajuan K-8 untuk memasukkan penyelidikan yang memberikan bukti dan menguji model konseptual, matematika, fisik dan empiris.

 Rencanakan dan lakukan investigasi secara individu dan kolaboratif untuk menghasilkan data untuk dijadikan sebagai dasar bukti, dan dalam desain: putuskan jenis, berapa banyak, dan keakuratan dari data yang dibutukan untuk menghasilkan pengukuran yang andal dan pertimbangan pada ketepatan data (misalnya, nomor uji coba, biaya, risiko, waktu), dan sempurnakan desain yang sesuai.

SEPs-4 Analyzing and Interpreting Data

Menganalisis data pada 9-12 didasarkan pada K-8 dan berkembang untuk memperkenalkan analisis statistik yang lebih rinci, perbandingan set data untuk konsistensi, dan penggunaan model untuk menghasilkan dan menganalisis data.

 Menganalisis data menggunakan alat, teknologi, dan / atau model (misal: Komputasi, matematika) untuk membuat klaim ilmiah yang valid dan andal atau menentukan solusi desain yang optimal.

SEPs-6 Constructing Explanations and Designing Solutions

Membangun penjelasan dan merancang solusi di 9-12 dibangun di atas pengalaman K-8 dan berkembang menjadi penjelasan dan desain yang didukung oleh berbagai sumber bukti yang dihasilkan siswa yang konsisten dengan ide, prinsip, dan teori ilmiah.

Terapkan ide-ide ilmiah untuk menyelesaikan masalah desain, dengan memperhitungkan kemungkinan efek yang tidak terduga.

(16)

4. Model Pembelajaran Inkuiri

Menurut Exlin, inkuiri adalah cara mencari kebenaran informasi atau pengetahuan melalui pertanyaan. Proses inkuiri dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi dan data melalui penerapan hubungan kemanusiaan, melihat, mendengar, menghayati, merasakan, dan memberikan tanggapan.

Melalui inkuiri, peserta didik membangun pemahamannya dari pengalamannya sendiri dan orang lain (Sujarwo, 2011). Sedangkan menurut Suchman, inkuiri merupakan pola pembelajaran yang dirancang untuk melatih peserta didik melakukan proses meneliti. Penelitian dapat dilakukan bila peserta didik dihadapkan pada masalah yang mengandung tantangan intelektual secara bebas, terarah ke dalam kegiatan meneliti untuk memperoleh pengetahuan (Sujarwo, 2011).

Nilai-nilai karakter dalam pembelajaran inkuiri antara lain:

a. Rasa Ingin Tahu

Nilai karakter ini tampak jelas dalam transformasi pencarian jawaban atas pertanyaan atau masalah yang akan dibahas. Aktivitas peserta didik sepanjang proses mencari hingga menemukan jawaban merupakan internalisasi “rasa ingin tahu” yang memuncak.

b. Kerja Keras

Pembelajaran inkuiri menuntut peserta didik untuk bekerja keras menemukan jawaban atau solusi atas pertanyaan atau masalah yang dibahas.

c. Kreatif dan Inovatif

Aktualisasi nilai karakter kreatif dan inovatif tercermin dalam upaya-upaya atau cara-cara baru yang ditempuh peserta didik guna menemukan jawaban atas masalah atau pertanyaan yang dibahas, agar lebih cepat dan hasil yang akurat.

d. Kemandirian

Nilai karakter kemandirian akan tertanam dalam diri peserta didik jika proses pembelajaran diformulasikan secara individu. Dengan demikian, peserta didik akan bertanggung jawab atas jawaban yang ditemukan. Peserta didik tidak akan melempar kesalahan pada orang lain dalam satu kelompok.

e. Kedisiplinan

Pembelajaran inkuiri tidak akan berjalan tanpa kedisiplinan tinggi dari peserta didik dan guru. Disiplin bukan hanya sekedar konsisten, tetapi lebih kepada mengikuti prosedur dan langkah- langkah pembelajaran secara tertib dan procedural (Suyadi, 2013, pp. 122–123).

(17)

Inkuiri dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu inkuiri penuh dan inkuiri terbimbing. Moore menyatakan inkuiri memiliki tiga tingkatan, yaitu:

1) guided inquiry, 2) modified inquiry, dan 3) open inquiry.

a. Inquiry terbimbing adalah suatu kegiatan pembelajaran yang dalam pemilihan masalahnya masih ditentukan oleh pendidik. Aktivitas dalam pembelajaran inquiry dilakukan melalui proses tanya jawab antara pendidik dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama. Inquiry terbimbing merupakan suatu proses pendidik menyediakan bimbingan dan petunjuk yang luas, penentuan masalah dilontarkan oleh pendidik dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan yang mengarah pada tujuan pembelajaran.

b. Inquiry dimodifikasi merupakan suatu proses pembelajaran seperti inquiry bebas tetapi topik permasalahan masih ditentukan oleh pendidik

c. Inquiry bebas adalah suatu proses pembelajaran yang memberi kebebasan kepada peserta didik untuk menentukan masalah sendiri, mencari konsep, merancang eksperimen, sampai mencari kesimpulan. Peran pendidik disina hanya sebagai teman belajar dan sebagai tempat bertanya (Sujarwo, 2011, p. 87).

Inkuiri yang banyak diterapkan dalam pembelajaran di lembaga pendidikan adalah menggunakan guide inquiry (inkuiri terbimbing), karena dalam pelaksanaannya pendidik memberikan bimbingan dan petunjuk umum, berperan sebagai motivator dan fasilitator.

Secara umum, inkuiri diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Orientasi, yaitu langkah yang dilakukan untuk menjelaskan prosedur pembelajaran, membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif.

b. Merumuskan masalah, merupakan langkah membawa peserta didik pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki.

c. Merumuskan hipotesis, hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Rumusan hipotesis harus berlandaskan pada informasi-informasi yang akurat dengan berpikir bersifat rasional dan logis.

d. Mengumpulkan data, yaitu aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan.

e. Menguji hipotesis, yaitu proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis

(18)

yang terpenting adalah mencari tingkat keyakinan peserta didikatas jawaban yang diberikan.

f. Merumuskan kesimpulan merupakan proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis (Sujarwo, 2011, p. 89).

5. Materi Pembelajaran: Hukum Newton tentang Gerak a) Hukum I Newton

Gagasan Newton dimulai dari pendapat Galileo bahwa sebuah benda cenderung diam atau bergerak beraturan kecuali jika dikerjakan sebuah gaya eksternal. Benda diam meskipun benda dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Misalkan ada sebuah buku yang diletakkan di atas meja seperti tampak pada gambar 2.1. Buku tidak jatuh karena gaya gravitasi buku ditahan oleh gaya normal dari meja yang mendorong buku ke atas. Gaya eksternal ditinjau dari seluruh gaya yang bekerja pada benda. Jika resultan dari semua gaya yang bekerja pada benda sama dengan nol, kemudian tidak ada gaya total yang bekerja pada benda dan gerak benda tidak akan berubah, maka dikatakan benda dalam keadaan setimbang.

Hukum I Newton menyatakan bahwa “sebuah objek yang diam atau bergerak lurus beraturan akan tetap diam atau bergerak lurus beraturan kecuali jika gaya eksternal bekerja padanya.”

Gambar 2.1 Gaya yang Bekerja pada Benda Setimbang Sehingga Buku Tetap Diam b) Hukum II Newton

Hukum I Newton menjelaskan apa yang terjadi pada suatu benda ketika tidak ada gaya yang bekerja padanya. Benda tersebut akan tetap diam

(19)

atau bergerak sepanjang suatu garis lurus dengan kelajuan tetap. Hukum II Newton menjawab pertanyaan tentang gaya yang terjadi pada benda yang mengalami gaya resultan sebesar nol. Disaat kita memberikan gaya dorong sebuah balok es melewati permukaan licin horizontal. Saat gaya yang diberikan sebesar pada balok, maka balok akan bergerak dengan suatu percepatan . Jika gaya yang diberikan pada balok tersebut diperbesar menjadi dua kali lipat, maka akan didapatkan percepatan sebesar dua kali lipatnya, dan jika gaya yang diberikan diperbesar lagi menjadi 3 maka akan didapatkan percepatan sebesar 3 seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2. Dari pengamatan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa percepatan suatu benda berbanding lurus dengan gaya yang bekerja padanya.

Gambar 2.2. Hubungan Antara Gaya dan Percepatan

Percepatan sebuah benda juga bergantung pada massanya, seperti dinyatakan di bagian awal. Kita dapat memahami hal ini dengan melihat percobaan berikut. Jika kita memberikan gaya pada balok es di atas permukaan licin, maka balok ini akan mengalami suatu percepatan . Jika massa baloknya dua kali lipat lebih besar, maka gaya yang sama akan menghasilkan percepatan . Jika massanya tiga kali lipat lebih besar, maka gaya yang sama akan menghasilkan percepatan

(20)

sepertiga dari nilai dan seterusnya seperti ditunjukkan Gambar 2.3.

Berdasarkan pengamatan ini, dapat disimpulkan bahwa besarnya percepatan benda berbanding terbalik dengan massanya.

Gambar 2.3. Hubungan Antara Massa dan Percepatan

Kesimpulan dari pengamatan yang telah dilakukan ini disimpulkan dalam Hukum II Newton yaitu, “Saat dilihat dari suatu kerangka acuan inersia, percepatan sebuah benda berbanding lurus dengan gaya total yang bekerja padanya dan berbanding terbalik dengan massanya.”

Dengan demikian, kita dapat menghubungkan massa, percepatan, dan gaya melalui rumusan matematika dari Hukum II Newton,

(2.1)

(21)

Rumusan tertulis maupun matematis dari Hukum II Newton di atas menunjukkan bahwa percepatan disebabkan oleh gaya total ƩF yang bekerja pada benda. Gaya total yang bekerja pada benda adalah jumlah vektor dari semua gaya yang bekerja pada benda tersebut. Dalam menyelesaikan persoalan menggunakan Hukum II Newton, kita harus menentukan gaya total yang tepat yang bekerja pada bendanya. Ada banyak gaya yang bekerja pada suatu benda, tetapai hanya ada satu percepatan.

(Serway & Jewett, 2009) c) Hukum III Newton

Hukum III Newton menyatakan, “Jika dua benda berinteraksi, gaya

12 yang dikerjakan oleh benda 1 pada benda 2 besarnya sama dan berlawanan arah dengan gaya F21 yang dikerjakan oleh benda 2 pada benda 1”

12 = 21 (2.2)

Gaya aksi sama besarnya dengan gaya reaksi dan berlawanan arah.

Pada semua kasus, gaya aksi dan reaksi bekerja pada dua benda yang berbeda, dan jenis gayanya harus sama (Serway & Jewett, 2009).

Gambar 2.4. Sebuah Benda Terletak di Atas Meja

(22)

Berdasarkan uraian di atas gaya aksi reaksi pada Gambar 2.4.

bukanlah gaya normal dengan gaya berat melainkan gaya berat (w) dengan gaya reaksi dari bumi terhadap buku (Fg) serta gaya aksi-reaksi antara gaya normal dari meja terhadap buku (N) dengan gaya normal yang normal dari buku terhadap meja (N’).

B. Kerangka Berpikir

NGSS memiliki kesamaan prinsip dalam penerapannya dengan Kurikulum 2013 yang tujuannya untuk menjadikan pembelajaran lebih terpusat pada siswa. Selain itu, prinsip penilaian dengan standar kelulusan dalam kurikulum 2013 juga memiliki kesamaan bahwa penilaian harus mencakup tiga aspek yaitu aspek sikap, pengetahuan, adan keterampilan. Pada NGSS penilaian dilakukan pada Performance Expectation (PEs) yang terdiri atas tida dimensi yang saling terintegrasi yaitu Disciplinary Core Idea (DCIs), Science and Engineering Practices (SEPs), Crosscutting Conceps (CCs).

Setiap aspek penilaian dalam dokumen kurikulum 2013 belum dituangkan secara rinci dan spesifik. Pada setiap kompetensi dasar masih belum tercantum kompetensi keterampilan yang mana yang akan dinilai. Begitu pula dengan kompetensi sikap. Sedangkan dalam kerangka NGSS, keterpaduan ketiga dmensi sangat jelas dan tertuang dalam SEPs. Aspek keterampian yang harus diiukur dalam jenjang tertentu pun tertuang dengan jelas.

Penilaian pembelajaran membutuhkan instrumen penilaian yang baik agar dapat mengukur tujuan pembelajaran dan sesuai dengan proses pembelajaran.

Instrumen penilaian yang sesuai mampu merekam informasi mengenai capaian kompetensi peserta didik secara tepat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penilaian masih terfokuskan pada penilaian aspek pengetahuan saja yaitu menggunakan metode tes. Padahal metode penilaian dengan teknik tes tidak mampu mengukur seluruh kompetensi peserta didik melainkan hanya kompetensi pengetahuan saja (Abbas et al., 2013). Teknik penilaian tes belum mampu menggambarkan aspek keterampilan dan aspek sikap peserta didik. Penilaian autentik merupakan pengganti penilaian tes tertulis (Theo & Paul, 2003).

(23)

Pembelajaran dengan NGSS merupakan pembelajaran yang penuh dengan kegiatan praktik dengan adanya dimensi SEPs. Standar ini disusun pada semua disiplin ilmu dan di semua jenjang dari K-2 atau pra-sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah akhir. Melalui kegiatan praktik dalam pembelajaran peserta didik akan mampu memahami konsep-konsep sains, bagaimana sains ditemukan, dan bagaimana sains terhubung dengan berbagai disiplin ilmu yang lain. Cara efektif dalam menyampaikan pembelajaran sains adalah dengan melakukan investigasi atau penyelidikan, mengumpulkan data dan menganalisisnya, membuat alasan atau bukti yang logis, serta mengomunikasikannya (Bybee, 2011). Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa keterlibatan kegiatan praktik dalam pembelajaran Fisika masih sangat minim. Pembelajaran di kelas masih di dominasi dengan pembelajaran tradisional.

A framework for K-12 Science Education: Practices, Crosscutting Concepts, and Core Ideas (National Research Council, 2012; yang selanjutnya disebut Framework) dan NGSS tidak mendikte sebuah pendekatan dalam pembelajaran. Artinya NGSS tidak harus menghendaki penggunaan pendekatan atau model tertentu. Salah satu model pembelajaran yang sudah berkembang di Indonesia dan mampu mendukung kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan NGSS yang melibatkan kegiatan praktik adalah model pembelajaran inkuiri.

NGSS menjadi salah satu solusi untuk menjawab tantangan pembelajaran abad ke-21 karena ada keterkaitan antara NGSS SEPs dengan pembelajaran berbasis projek abad 21 (Buck Institute for Education, 2013). Penilaian autentik juga sejalan dengan tuntutan penilaian dalam NGSS yang tertuang dalam PEs.

Penilaian yang dimaksud adalah penilaian yang mencakup seluruh aspek mulai dari sikap, pengetahuan hingga keterampilan. Penilaian juga tidak hanya dilakukan sekali waktu di akhir pembelajaran melainkan selama proses pembelajaran. Mengintegrasikan NGSS SEPs dalam penilaian autentik menjadi salah satu solusi untuk menciptakan instrumen penilaian yang dapat menggali informasi mengenai capaian kompetensi peserta didik sesuai dengan performance expectation yang ada.

(24)

 SKL Kurikulum 2013 menuntut penilaian mencakup tiga aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

 Penjabaran ketiga aspek dalam dokumen

kurikulum 2013 masih terlalu kompleks

 Implementasi kegiatan praktik dalam

pembelajaran belum maksimal.

 NGSS mengintegrasikan 3 dimensi DCIs, SEPs, dan CCs dalam sebuah

performance expectations (PEs)

 Aspek yang harus diukur terjabarkan secara spesifik dalam SEPs.

 NGSS memberi

kesempatan peserta didik untuk terlibat aktif secara langsung dalam kegiatan praktik.

Solusi: Mengintegrasikan SEPs NGSS ke dalam penilaian autentik

Produk: Instrumen penilaian autentik terintegrasi SEPs NGSS pada pembelajaran Fisika kelas X materi Hukum Newton tentang gerak yang valid, reliabel, dan praktis.

Gambar 2.4. Alur Kerangka Berpikir

Gambar

Tabel  2.2  Performance  Expectation  (HS-PS2  Motion  and  Stability:  Forces  and  Interactions)  pada  NGSS  untuk  Materi  Hukum  Newton  Trntang Gerak (National Research Council, 2012b)
Tabel  2.3  Dimensi  NGSS  dalam  materi  Motion  and  Stability  (National  Research Council, 2012b)
Gambar  2.1  Gaya  yang  Bekerja  pada  Benda  Setimbang Sehingga Buku Tetap Diam  b) Hukum II Newton
Gambar 2.2. Hubungan Antara Gaya dan Percepatan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu tingkat nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam dan guided imagery di

[r]

Sistem manual ini, perusahaan harus menyediakan tempat atau kantor yang digunakan untuk menerima dan mencatat calon penumpang yang akan memesan tiket dan juga harus selalu

Berdasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan, tujuan dari penelitian ini adalah membuat perangkat lunak dengan menerapkan CRM berbasis menggunakan metode

Dan jalan yang menghantarkan pada berhentinya sankhara adalah Delapan Jalan Ariya: cara pandang yang tepat, pikiran yang tepat, ucapan yang tepat, perbuatan yang tepat,

Bila perubahan fonemis antara kedua bahasa itu terjadi secara timbal- balik dan teratur, serta tinggi frekuensinya, maka bentuk yang berimbang antara kedua bahasa tersebut

Cara yang dapat digunakan adalah dengan mengatur pergerakan yang terjadi pada persimpangan dengan menggunakan lalu lintas (Simpang Bersinyal). Meski demikian,