• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Sumber Belajar Konsep Bioteknologi Berbasis Riset Pengaruh 2.4 D Dan BAP Terhadap Multiplikasi Eksplan Buah Naga (Hylocereus Costaricensis) Melalui Teknik Kultur Jaringan Sri Wulandari, Imam Mahadi, Riza Hanizah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengembangan Sumber Belajar Konsep Bioteknologi Berbasis Riset Pengaruh 2.4 D Dan BAP Terhadap Multiplikasi Eksplan Buah Naga (Hylocereus Costaricensis) Melalui Teknik Kultur Jaringan Sri Wulandari, Imam Mahadi, Riza Hanizah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Semirata 2013 FMIPA Unila |371

Pengembangan Sumber Belajar Konsep Bioteknologi Berbasis

Riset Pengaruh 2.4 D Dan BAP Terhadap Multiplikasi Eksplan

Buah Naga (Hylocereus Costaricensis) Melalui Teknik Kultur

Jaringan

Sri Wulandari, Imam Mahadi, Riza Hanizah

Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau Email wulandari_sri67@yahoo.co.id

Abstrak. Telah dilakukan penelitian untuk pengembangan sumber belajar pada konsep bioteknologi bagi siswa SMA berbasis riset Pengaruh 2.4 Dichlorophenoxyacetic acid (2.4D) dan Benzyl Amino Purin (BAP) terhadap multiplikasi eksplan buah naga (Hylocereus costaricensis) melalui teknik kultur jaringan. Penelitian meliputi 2 tahap yaitu : (1) percobaan multiplikasi eksplan buah naga menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 3. Faktor pertama adalah 2.4 D dengan 3 taraf perlakuan yaitu 0 ppm, 0.25 ppm dan 0.5 ppm. Faktor kedua adalah BAP dengan 3 taraf perlakuan yaitu 0 ppm, 3 ppm dan 5 ppm. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali ; (2) Pengembangan hasil penelitian sebagai sumber belajar dengan Model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation). Parameter yang diamati adalah saat muncul tunas, jumlah tunas dan tinggi tunas. Analisis data jumlah dan tinggi tunas dengan ANAVA dan uji lanjut DMRT pada taraf 5 %, sedangkan saat muncul tunas secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan saat muncul tunas tercepat adalah 14.5 HST yaitu pada perlakuan A0B3, jumlah tunas terbanyak (5.38 tunas) pada perlakuan A0B3 dan

tunas tertinggi pada perlakuan A0.25B3 dengan rerata tinggi tunas (1.74 cm) . Dari hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang terbaik untuk multiplikasi tunas eksplan buah naga adalah A0B3 (2.4 D 0 ppm – BAP 3ppm). Fakta-fakta hasil penelitian dapat

dikembangkan menjadi sumber belajar berupa Lembar Tugas Siswa (LTS) pada konsep bioteknologi bagi siswa SMA.

Kata kunci: 2.4 D , BAP , buah naga (Hylocereus costaricensis) , multiplikasi , sumber belajar

PENDAHULUAN

Perbanyakan tanaman buah naga dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif, yaitu dengan biji dan stek. Kebanyakan petani memilih menggunakan sistem stek karena dapat menghasilkan buah dengan sifat yang sama dengan induknya. Menurut Emil (2011) untuk mendapatkan bibit dengan kualitas yang baik tidak sembarang batang buah naga dapat digunakan untuk stek, batang atau cabang yang dipilih harus dalam keadaaan sehat, keras, berwarna hijau tua, telah berukuran panjang ± 80 cm dan sudah pernah berbuah. Renasari (2010) menyatakan jika stek diambil dari batang

muda dan belum pernah berbuah atau stek

susulan akan mengakibatkan

pertumbuhannya kurang cepat dan umur produksinya tidak lama. Kualitas bibit dipengaruhi oleh umur tanaman dan diameter batang. Semakin besar diameter batang maka daya tahannya terhadap penyakit semakin kuat.

(2)

dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Perbanyakan melalui multiplikasi tunas merupakan metode yang banyak digunakan dalam perbanyakan tanaman pada teknik kultur jaringan secara in vitro karena selain cepat juga memiliki peluang yang kecil untuk terjadinya penyimpangan secara genetik (Gunawan, 1992).

Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan pada pelaksanaan kultur jaringan adalah kebutuhan terhadap zat pengatur tumbuh, khususnya kombinasi dan konsentrasi dari zat pengatur tumbuh yang digunakan (Yuliarti, 2010). Zat Pengatur Tumbuh yang sering digunakan adalah dari golongan auksin dan sitokinin. Salah satu jenis auksin yang sering digunakan dalam penelitian kultur in vitro yaitu 2.4 dichlorophenoxyacetic acid (2.4 D) yang merupakan jenis auksin sintetik. Sedangkan golongan sitokinin yang sering digunakan dalam penelitian adalah Benzyl Amino Purine (BAP). BAP merupakan sitokinin sintetik turunan adenine yang disubtitusi pada posisi 6 yang strukturnya serupa dengan kinetin (Wattimena, 1988). Penggunaan auksin sintetik seperti 2.4 D dan Naphthalene Acetic Acid (NAA) biasanya lebih efektif daripada Indoleacetic Acid (IAA), karena NAA dan 2.4 D tidak dirusak oleh IAA oksidase atau enzim lain sehingga dapat bertahan lebih lama dan lebih stabil (Salisbury dan Ross, 1995; Hendaryono dan Wijayani, 1994). Sedangkan menurut Wattimena (1988), penggunaan BAP dan kinetin dalam percobaan kultur jaringan sering digunakan karena lebih murah dan tahan terhadap degradasi.

Kegiatan riset Pengaruh 2.4 Dichlorophenoxyacetic acid (2.4 D) dan Benzyl Amino Purin (BAP) terhadap multiplikasi eksplan buah naga (Hylocereus costaricensis) melalui teknik kultur jaringan ini akan menghasilkan fakta-fakta yang berkaitan dengan konsep bioteknologi.

Dalam kurikulum SMA, konsep

bioteknologi dipelajari pada kelas XII. Menurut Djohar dalam Nurcahyo (2012), suatu hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar Biologi ditinjau dari segi proses dan produknya. Proses penelitian merupakan serangkaian proses sains yang dimulai dari perumusan masalah sampai penarikan kesimpulan. Produk penelitian meliputi fakta-fakta yang diperoleh selama kegiatan penelitian yang selanjutnya digeneralisasikan menjadi konsep dan prinsip.

Sumber belajar adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan kegiatan belajar yang secara fungsional dapat digunakan untuk membantu optimalisasi hasil belajar (Sanjaya, 2010). Sudrajat (2008) mengemukakan bahwa sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun

secara terkombinasi sehingga

mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu.

Salah satu tugas guru maupun dosen adalah mengembangkan sumber belajar sehingga dapat membantu peserta didik untuk belajar dengan mudah, lancar dan terarah. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan sumber belajar berupa Lembar Tugas Siswa (LTS) yang mengacu pada fakta-fakta yang diperoleh dari penelitian khususnya pada Konsep Bioteknologi untuk siswa SMA

METODE PENELITIAN

Bahan

(3)

Semirata 2013 FMIPA Unila |373 Benzyl Amino Purine (BAP) serta media

Murashige-Skoog (MS).

Metode Penelitian

Penelitian meliputi 2 tahap yaitu : (1) percobaan multiplikasi eksplan buah naga menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 3. Faktor pertama (A) adalah 2.4 D dengan 3 taraf perlakuan yaitu 0 ppm, 0,25 ppm dan 0,5 ppm. Faktor kedua (B) adalah BAP dengan 3 taraf perlakuan yaitu 0 ppm, 3 ppm dan 5 ppm. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Parameter yang diamati adalah saat muncul tunas, jumlah tunas dan tinggi tunas. Analisis data jumlah dan tinggi tunas dengan ANAVA dan uji lanjut DMRT pada taraf 5 %, sedangkan saat muncul tunas secara deskriptif ; (2) Pengembangan hasil penelitian sebagai sumber belajar dengan Model ADDIE yang dikembangkan oleh Dick and Carrey (2005) yang terdiri dari 5 tahap yaitu: Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation). Dalam penelitian ini, pengembangan hasil penelitian menjadi sumber belajar yaitu Lembar Tugas Siswa (LTS) hanya dilakukan sampai tahap Development yang divalidasi oleh 4 orang dosen (teman sejawat) .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tunas merupakan bagian tanaman yang diperoleh dari cara perbanyakan vegetatif, yang tumbuh untuk meneruskan keturunan pada tanaman tersebut. Terbentuknya tunas menunjukkan keberhasilan regenerasi eskplan yang diinokulasi pada media kultur jaringan. Jumlah tunas merupakan faktor terpenting dalam multiplikasi tanaman pada kultur jaringan karena dapat mengindikasikan keberhasilan dalam multiplikasi. Semakin banyak tunas yang terbentuk, dapat dilakukan multiplikasi kultur untuk mendapatkan tunas-tunas baru dalam jumlah yang semakin banyak pula. Data pengamatan terhadap rerata waktu tumbuh tunas yang dinyatakan dalam HST (Hari Setelah Tanam), jumlah tunas dan tinggi tunas dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa pemberian BAP tanpa 2.4 D pada tanaman

buah naga mampu mempercepat

pembentukan tunas pada eksplan buah naga. Pada penelitian ini tunas tumbuh pada permukan eksplan karena adanya penambahan BAP yang merupakan zat pengatur tumbuh golongan sitokinin. BAP akan merangsang sel-sel pada jaringan

eksplan untuk membelah dan

berdiferensiasi membentuk tunas.

Tabel 1. Rerata waktu tumbuh tunas (HST), jumlah tunas dan tinggi tunas eksplan buah naga

(Hylocereus costaricensis) dengan perlakuan 2.4 D dan BAP.

Perlakuan Waktu Tumbuh Tunas (HST) Jumlah Tunas Tinggi Tunas

Kontrol 33.3 1.63 d 0.66 c

(4)

Pada Tabel 1 menunjukkan, pemberian zat pengatur BAP memberikan efek yang baik pada multiplikasi tunas (gambar 1), hal ini dapat dilihat pada rerata jumlah tunas yang dihasilkan pada pemberian BAP 3 ppm (5.38 tunas) dan BAP 5 ppm (4.13 tunas). Rerata jumlah tunas pada perlakuan BAP memperlihatkan hasil tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Eksplan yang ditumbuhkan pada media yang mengandung BAP menghasilkan banyak tunas dibandingkan eksplan yang

ditumbuhkan pada media yang

mengandung 2.4 D. Hal ini diduga karena aktivasi BAP lebih kuat dibandingkan 2.4 D karena BAP mengandung gugus benzyl sehingga lebih dapat merangsang inisiasi dan pertumbuhan tunas baru melalui peningkatan pembelahan sel dibandingkan 2.4 D. Selain itu, menurut Salisbury & Ross ( 1995) penambahan sitokinin BAP ke dalam media kultur dapat menstimulasi sintesis protein di dalam jaringan tanaman, sehingga mampu mendorong organogenesis kultur tunas in vitro .

Gambar 1. Jumlah tunas pada perlakuan tanpa BAP 3 ppm) dengan rerata jumlah 3 tunas. Auksin dan sitokinin dapat mengalami interaksi yang bersifat sinergis. Dalam hal pembentukan tunas auksin (2.4 D) dan sitokinin (BAP) bersifat sinergis. Auksin berperan dalam mengatur pertumbuhan dan pemanjangan sel, sedangkan sitokinin berperan dalam pembelahan sel, morfogenesis dan pertumbuhan tunas. Hal ini menunjukkan bahwa sitokinin (termasuk BAP) dan auksin (termasuk 2.4 D) berperan saling melengkapi dalam menginduksi tunas.

Dengan demikian berdasarkan pengamatan pada rerata jumlah tunas eksplan buah naga, perlakuan yang optimal dalam memacu multiplikasi tunas adalah perlakuan A0B3 (BAP 3 ppm) dengan rerata jumlah tunas 5.38 tunas per eksplan.

Data tinggi tunas pada tabel 1 dapat dilihat masing-masing perlakuan tidak menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tunas eksplan buah naga. Rerata tinggi tunas tertinggi ditunjukkan pada perlakuan A0.25B3 (2.4 D 0.25 ppm dan BAP 3 ppm) dengan rerata tinggi tunas 1.74 cm, namun perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan A0B3, A0B5, A0.25B3, A0.5B3. Tinggi tunas dapat dilihat pada (Gambar 2).

Gambar 2. Tinggi tunas pada perlakuan A0.25B3

(5)

Semirata 2013 FMIPA Unila |375 Walaupun secara kuantitatif tidak

berbeda nyata, tetapi secara kualitatif perlakuan A0.25B3 menunjukkan pengaruh yang baik terhadap tinggi tunas. Hal ini diduga karena adanya interaksi yang baik antara auksin (2.4 D) dan sitokinin (BAP). BAP berperan pada proses pembelahan sel dan morfogenesis, penambahan 2.4 D berpengaruh terhadap pemanjangan sel. Auksin berperan mendorong pemanjangan sel dan menghambat kerja sitokinin membentuk klorofil sehingga hasil fotosintesis lebih banyak dan akan memacu pertumbuhan eksplan. Peran sitokinin mendorong pertunasan ditunjang oleh dominansi apikal dari auksin sehingga tinggi eksplan tanaman meningkat. Auksin dan sitokinin yang terkandung dalam eksplan berperan dalam sintesis nukleotida DNA dan RNA serta sintesis protein dan enzim yang selanjutnya digunakan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan (Suryowinoto, 1996).

Pemanjangan sel terjadi karena adanya proses pembelahan, pemanjangan dan pembesaran sel-sel baru yang terjadi pada meristem ujung sehingga eksplan yang ditanam bertambah tinggi (Gardner dkk dalam Kurnianingsih, 2009). Rerata tinggi tunas terendah dihasilkan oleh perlakuan A0.25B0 (2.4 D 0.25 ppm) dan kontrol dengan rerata tinggi tunas 0.66 cm. Hal ini diduga karena kandungan auksin (2.4 D) pada eksplan yang mampu mempengaruhi perpanjangan sel tidak didukung oleh sitokinin endogen sehingga tidak berpengaruh terhadap pertambahan tinggi tunas eksplan.

Pengembangan Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar Pada Konsep Bioteknologi Bagi Siswa SMA

Fakta –fakta yang diperoleh dari hasil penelitian pengaruh 2.4 D dan BAP terhadap multiplikasi tunas eksplan tanaman buah naga (Hilocereus costaricensis) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Fakta – fakta hasil penelitian pengaruh 2.4 D dan BAP terhadap multiplikasi tunas eksplan tanaman buah naga (Hilocereus costaricensis)

No Parameter Fakta

1 Saat muncul tunas Waktu inisiasi tunas pada berbagai konsentrasi berbeda-beda.

Konsentrasi sitokinin (BAP) yang ditambahkan mempercepat waktu inisiasi tunas

2 Jumlah tunas Pemberian 2.4 D dan BAP mempengaruhi jumlah tunas.

Jumlah tunas terbanyak pada perlakuan dengan penambahan BAP tanpa penambahan 2.4 D

Nisbah Sitokinin yang tinggi dibandingkan auksin menyebabkan pertumbuhan tunas pada eksplan

3 Tinggi tunas Tinggi tunas pada eksplan dipengaruhi oleh interaksi auksin (2.4 D ) dan sitokinin (BAP)

(6)

Hasil penelitian berupa fakta-fakta (Tabel 2) yang akan digunakan untuk pengembangan sumber belajar bagi siswa SMA adalah dengan cara analisis kurikulum SMA yaitu menentukan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang sesuai dengan hasil penelitian dan selanjutnya desain (dirancang) indikator dan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa.

Dari fakta-fakta hasil penelitian tersebut dapat dikembangkan menjadi sumber belajar (learning resources by design) berupa Lembar Tugas Siswa (LTS). Tambahan sumber belajar berbasis LTS ini bertujuan untuk mengembangkan materi pelajaran yang sedang dipelajari siswa,

sebagai penuntun siswa dalam kegiatan pembelajaran dan untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sehingga keterampilan-keterampilan proses dalam belajar siswa dapat terarah. Adanya kesesuaian antara fakta hasil penelitian dengan konsep bioteknologi dalam KTSP menunjukkan bahwa hasil penelitian tentang kultur sel tumbuhan dapat menunjang kebutuhan implementasi kurikulum di SMA pada materi pokok bioteknologi submateri kultur jaringan untuk siswa SMA kelas XII. Berikut adalah gambar strukturisasi hasil penelitian untuk sumber belajar dan salah satu bentuk LTS yang dapat dimanfaatkan pada proses pembelajaran bioteknologi.

(7)
(8)

KESIMPULAN

Perlakuan yang terbaik untuk multiplikasi tunas eksplan buah naga adalah A0B3 (2.4 D 0 ppm – BAP 3ppm) dengan rerata muncul tunas 14,5 HST (Hari setelah Tanam) rerata jumlah tunas 5,38 buah per eksplan dan rerata tinggi tunas 1,68 cm.

Fakta hasil penelitian dapat dikembangkan sebagai sumber belajar berupa Lembar Tugas Siswa (LTS) untuk konsep materi bioteknologi bagi siswa SMA kelas XII.

DAFTAR PUSTAKA

Emil.(2011). Untung Berlipat Dari Bisnis Buah Naga Unggul. Lily Publisher. Yogyakarta.

Dick, W., Carey, L and Carey, J.O. 2005. The Systematic Design of Instruction.

(9)

Semirata 2013 FMIPA Unila |379 Kurnianingsih, Rahayu, Marfuah dan

Ikhsan M. (2009). Pengaruh Pemberian BAP (6-Benzyl Amino Purine) Pada Media Multiplikasi Tunas Anthurium hookerii Kunth Enum Secara In Vitro. Vis Vitalis 2 (2): 23-30 .

Nurcahyo, H. 2007. Model Pengembangan Kompetensi Mahasiswa Calon Guru dalam Mengajar Bioteknologi dengan Mengoptimalkan Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Komputer. Penelitian Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY. Yogyakarta.

Renasari, N. (2010). Budidaya Tanaman Buah Naga Super Red Di Wana Bekti Handayani. Tugas Akhir D3 Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Rodziah, K, Ahmad L. L, Rokiah, Z and Hafsah, J. (2010). Basal Media for In Vitro Germination of Red-Purple Dragon Fruit Hylocereus polyrhizus. Jurnal Agrobiotech 1(1): 88-93.

Salisbury, F.D., dan C. W. Ross. (1995). Fisiologi Tumbuhan jilid III.

Diterjemahkan Lukman, D. R., dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung.

Samudin, S. (2009). Pengaruh Kombinasi

Auksin-Sitokinin Terhadap

Pertumbuhan Buah Naga. Media Litbang Sulteng 2 (1) : 62 – 66 .

Sanjaya, W. 2010. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Prenada Media Group. Jakarta.

Sudrajat, A. 2008. Konsep Sumber Belajar. Diakses pada tanggal 21 April 2012. www. Wordpress.com.

Suryowinoto, M. (1996). Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Wattimena, G. A. (1988). Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas. IPB. Bogor.

(10)

Gambar

Tabel 1. Rerata waktu tumbuh tunas (HST), jumlah tunas dan tinggi tunas eksplan buah naga (Hylocereus costaricensis)   dengan perlakuan 2.4 D dan BAP
Gambar 2. Tinggi tunas pada perlakuan A0.25B3 (2.4 0.25 ppm – BAP 3 ppm)
Tabel 2. Fakta – fakta hasil penelitian pengaruh 2.4 D dan BAP terhadap multiplikasi tunas eksplan tanaman buah naga (Hilocereus costaricensis)
gambar strukturisasi hasil penelitian untuk

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan model pembelajaran konvensional dikategorikan sangat baik. Hal tersebut terlihat dari hasil posttest yang memiliki nilai rata-rata 92.38. Kemampuan penguasaan

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaiamana merancang sistem pengendali posisi ketinggian pada towercopter dengan kendali PID dan hasil respon sistem dinamik

pihak pelaksana (pelayanan terpadu satu pintu) mendorong masyarakat mengikuti sosialisasi izin mendirikan bangunan sebesar 58%. 5) Kemampuan bekerjasama dari pihak

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : pertama, Pelaksanaan pelestarian lingkungan hidup wilayah adat Ammatoa dengan menggunakan Pasang ri Kajang sebagai hukum adat

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti, secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi kompetensi pedagogik guru dalam

Usulan Teknis dinyatakan memenuhi syarat (lulus) apabila mendapat nilai minimal 70 (tujuh puluh), peserta yang dinyatakan lulus akan dilanjutkan pada proses penilaian penawaran

Konsultan Pengawas dapat meminta pihak ketiga untuk memperbaiki cacat mutu bila penyedia jasa tidak melaksanakannya dalam waktu masa perbaikan cacat mutu sesuai yang

Hasil tersebut bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Gulzar dan Wang (2011) yang menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris dan komite