• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Penunjang Keputusan Penjadwalan Transportasi Angkut Tebu (Studi Kasus PG Rajawali II Unit Jatitujuh Majalengka)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Penunjang Keputusan Penjadwalan Transportasi Angkut Tebu (Studi Kasus PG Rajawali II Unit Jatitujuh Majalengka)"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENJADWALAN TRANSPORTASI

ANGKUT TEBU

(STUDI KASUS PG. RAJAWALI II UNIT JATITUJUH, MAJALENGKA)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

GINANJAR ILYAS HARISON

F 34080038

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENJADWALAN TRANSPORTASI ANGKUT

TEBU

(STUDI KASUS PG RAJAWALI II UNIT JATITUJUH MAJALENGKA)

DECISION SUPPORT SISTEM FOR SUGAR CANE TRANSPORTATION SISTEM

(CASE STUDY IN PG RAJAWALI II JATITUJUH UNIT, MAJALENGKA)

Ginanjar Ilyas Harison1)*, Machfud2)

1) Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Kampus IPB Darmaga, Bogor, Jawa Barat Email : ginanjatr.ilyasharison@gmail.com

2) Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Salah satu permasalahan yang terjadi dalam proses produksi gula di PG Rajawali II Unit Jatitujuh adalah tidak sesuainya tebu yang didapatkan oleh perusahaan dengan jumlah tebu pada rencana tebang yang telah dibuat. Sistem penjadwalan transportasi tebu CaneTrans dibuat untuk mengurangi kondisi idle pada tebu dan truk ketika proses pengangkutan tebu berlangsung. Program Canetrans yang dibuat menghasilkan output penjadwalan transportasi dan jumlah kebutuhan truk. Penjadwalan dan penentuan rute angkut yang dihasilkan program Canetrans bersifat update setiap harinya berdasarkan dari rencana tebang yang telah dibuat. Waktu, jarak, dan cuaca digunakan sebagai variable yang mempengaruhi hasil dari penjadwalan yang telah dibuat. Kebutuhan truk dihitung berdasarkan dari penjadwalan dan penentuan rute angkutan yang telah dibuat. Kebutuhan truk yang didapat merupakan kebutuhan truk terbaik yang dihasilkan oleh program. Analisis antrian dilakukan untuk mengetahui waktu antrian di stasiun pembongkaran tebu. Model antrian yang terjadi di stasiun A adalah M:M:1:FCFS:F dengan waktu antrian 58 dan model antrian stasiun B adalah M:M:1:FCFS:I dengan waktu antrian 48 menit. Efisiensi terhadap jumlah tebu yang dapat diangkut setiap truk dapat tercapai pada tanggal 25, 27, 29, dan 31 Mei sebesar 114,19%, 102,8%, 104,1%, dan 113,26%, dimana tebu yang didapat sama dengan jumlah tebu pada rencana tebang dengan jumlah truk yang lebih sedikit.

Kata kunci : Transportasi, Penjadwalan, Tebu, Antrian.

ABSTRACT

One problem that happened in production’s process at PG Rajawali II Unit Jatitujuh is that total of sugar cane the company could get after sugar cane has been cut off is not the same with the logging plan that has been made. Transportation scheduling program CaneTrans made to decrease the amount of idle time of sugar cane and truck when sugar cane transportation from plantation to factory is being progress. Transportation scheduling and the total of truck needs is the output that CaneTrans resulted and it is updated everyday based on logging plan. Times, distances of plantation to factory, and weather used as variables which can influence the result of transportation schedule program. Total of the needs of truck is the best result of the truck needs that adapted with the result of transportation scheduling. To get more valid transportation schedule, queuing analyze has been done at unloading station. The results of the analysis shows that the queuing model formed at station A is M:M:1:FCFS:F with 58 minute of queuing time and queuing model at station B is M:M:1:FCFS:I with 48 minutes of queuing time. Efficiency for the average of sugar cane that can be transported by each truck is increased after compare result of the program with the actual data on May 25th, 27th, 29th, and 31st, the efficiency is resulted 114,19%, 102,8%, 104,1%, and 113,26%

where all of sugar cane that has been planned to transported from plantation to factory can be taken with fewer of total of the truck needs than the actual data.

(3)

RINGKASAN

Ginanjar Ilyas Harison. Sistem Penunjang Keputusan Penjadwalan Transportasi Angkut Tebu (Studi Kasus PG Rajawali II Unit Jatitujuh Majalengka). Dibimbing oleh Dr. Ir. Machfud, MS.

Salah satu permasalahan yang seringkali terjadi di pabrik pengolahan tebu PG Rajawali II Unit Jatitujuh yaitu tidak sesuainya jumlah tebu yang masuk ke dalam pabrik dengan rencana tebang yang telah dibuat. Hal ini dapat terjadi karena adanya beberapa faktor, diantaranya yaitu sistem transportasi dari kebun menuju pabrik yang tidak selalu efektif dan efisien. Sistem transportasi yang tidak teratur dapat menyebabkan terjadinya kondisi idle pada saat proses pengangkutan tebu dari kebun menuju pabrik. Idle tersebut dapat terjadi pada truk maupun tenaga tebang di lapangan. Kondisi idle yang terjadi pada tenaga tebang yaitu pada saat tidak adanya truk untuk mengangkut tebu di kebun tebu karena truk masih berada di stasiun penimbangan, sehingga tenaga tebang lebih memilih untuk tidak menebang sampai tibanya truk ke kebun tersebut. Sedangkan kondisi idle yang terjadi pada truk yaitu adanya antrian yang cukup panjang, baik itu di stasiun penimbangan maupun di stasiun pembongkaran tebu. Maka dari itu diperlukan adanya manajemen transportasi yang baik agar dapat mengurangi kondisi idle pada alat angkut pada saat proses pengangkutan, salah satunya yaitu dengan melakukan penjadwalan transportasi angkut tebu oleh truk. Penelitian yang dilakukan di PG Rajawali II ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan sistem yang dibutuhkan untuk membuat sistem penjadwalan, serta mendisain prototype sistem transportasi yang sesuai dengan permasalahan yang ada atau kondisi dari sistem transportasi di PG Rajawali II Unit Jatitujuh tersebut.

Proses pembuatan sistem ini diawali dengan melakukan analisis sistem, yaitu mempelajari terlebih dahulu bagaimana sistem transportasi yang telah ada di PG Rajawali II Unit Jatitujuh tersebut, menganalisa masalah transportasi pada perusahaan, serta memberikan rekomendasi perbaikan untuk sistem transportasi yang telah ada.

Pemodelan sistem penjadwalan angkut ini dibuat dengan menggunakan Unified Modeling Language (UML), yang

selanjutnya dilakukan implementasi sistem atau tahap transformasi desain menjadi software. Setelah itu dilakukan verifikasi dan validasi sistem untuk mengetahui apakah sistem berjalan dengan menghasilkan output yang dinginkan atau tidak.

Sistem transportasi yang dibuat akan diimplementasikan menjadi sebuah peranti lunak dengan nama CaneTrans V.0.1. Sistem ini terdiri atas dua submodel, yaitu penentuan rute angkutan serta jadwal transportasi dan penghitungan kebutuhan truk yang akan digunakan untuk pengangkutan tebu pada saat proses penebangan. Penjadwalan yang dihasilkan merupakan jadwal harian yang akan di update setiap harinya sesuai dengan kebutuhan. Penentuan rute angkutan dan jadwal transportasi dilakukan dengan menggunakan model penjadwalan transportasi dan penentuan rute angkutan dari setiap truk menuju kebun tebu. Dalam proses penjadwalan dan penentuan rute tersebut, variabel waktu merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam penentuan jadwal dan rute tersebut. Waktu

yang dimaksud merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menebang dan memuat tebutebu, waktu tempuh truk dari

kebun menuju pabrik dan sebaliknya, serta waktu bongkar tebu. Untuk waktu bongkar tebu dilakukan terlebih dahulu analisis antrian untuk mendapatkan data yang lebih valid. Analisis antrian ini dilakukan selama enam hari, dan

pengolahan data antrian dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Queueing Simulation Sistem (QSS - Trial

Version) dan SPSS V.16 (Trial Version). Sebelum dilakukan proses penentuan rute dan penjadwalan transportasi angkut untuk setiap alat angkut tebu, dilakukan proses menghitung alat angkut tebu terlebih dahulu. Perancangan perangkat lunak CaneTrans V.0.1 ini dilakukan dengan menggunakan bahasa pemrogaman PHP dan perangkat lunak

Dreamweaver CS 5 (Trial Version), sedangkan untuk pemodelan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

Power Designer 16 (Trial Version) dan Microsoft Visio (Trial Version)

(4)

kedatangan (x) , sebaran data tingkat pelayanan (y), disiplin antrian (u), jumlah stasiun (z), dan populasi antrian (v). Melalui notasi – notasi tersebut, didapatkan model antrian yang terjadi di stasiun bongkar A mengikuti model antrian M:M:1:FCFS:F dengan jumlah populasi antrian finite (F) serta waktu antrian (Wq) sebesar 58 menit dan waktu

didalam sistem (Ws) sebesar 68 menit. Model antrian yang terjadi di stasiun B mengikuti M:M:1:FCFS:I dengan

jumlah populasi antrian infinite (I) serta waktu antrian (Wq) sebesar 48 menit danwaktu didalam sistem (Ws) sebesar

60 menit.

Efisiensi terhadap jumlah tebu yang dapat diangkut setiap truk dapat tercapai pada tanggal 25, 27, 29, dan 31 Mei sebesar 114,19%, 102,8%, 104,1%, dan 113,26%. Melalui hasil perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model penjadwalan dapat meningkatkan efisiensi truk dan terdapat peningkatan produktivitas truk yang dapat dilihat dari banyaknya jumlah tebu yang diangkut oleh setiap truk. Selama rentang waktu lima hari tersebut, terdapat dua hari penebangan dimana efisiensi tebu yang dapat diangkut setiap truk tidak tercapai. Hal tersebut dapat terjadi karena pada tanggal 30 Mei, jumlah aktual truk yang digunakan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah truk hasil dari model penjadwalan. Sedangkan pada tanggal 26 Mei, jumlah truk yang dihasilkan dengan model penjadwalan lebih sedikit dari jumlah truk aktual, namun jumlah tebu yang dapat diangkut dengan jumlah truk aktual berbeda jauh dengan jumlah tebu yang direncanakan untuk ditebang. Selain itu didapatkan rata – rata waktu tunggu tebu berdasarkan model penjadwalan, yaitu sebesar 157 menit. Waktu tunggu hasil model penjadwalan lebih kecil dibandingkan dengan waktu tunggu tebu aktual, yaitu 178 menit.

(5)

Judul Skripsi : Sistem Penunjang Keputusan Penjadwalan Angkut Tebu (Studi

Kasus PG. Rajawali II Unit Jatitujuh, Majalengka

Nama

: Ginanjar Ilyas Harison

NRP

: F34080038

Menyetujui,

Pembimbing

(Dr. Ir. Machfud, MS)

NIP. 19510321 197803 1 0003

Mengetahui :

Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

NIP. 19621009 198903 2 001

(6)

HALAMAN PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Sistem Penunjang Keputusan Penjadwalan Angkut Tebu (Studi Kasus PG. Rajawali II Unit Jatitujuh, Majalengka)adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2012 Yang membuat pernyataan,

(7)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(8)

BIODATA PENULIS

Ginanjar Ilyas Harison dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 12 Mei 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Epi Dani Harison dan Nina Nurjanah. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Citapen I Tasikmalaya pada tahun 1996-2002 dan melanjutkan ke SMP Negeri 1 Tasikmalaya pada tahun 2002-2005. Pada tahun 2008, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Tasikmalaya dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan mengambil pilihan mayor Teknologi Industri Pertanian. Penulis aktif mengikuti organisasi di lingkup fakultas, kampus dan kepanitiaan. Selama masa perkuliahan, panitia menjadi ketua panitia dari Atsiri Fair 2010 dan Indonesia Agroindustry Students Leader Summit pada tahun 2010. Selain itu, penulis pernah menjadi ketua Departemen Kewirausahaan di HIMALOGIN pada tahun 2011. Penulis

melaksanakan program praktik lapang di PT. Kalbe Nutritionals dengan hasil penulisan “Mempelajari

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik, serta

hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul Sistem Penunjang Keputusan

Penjadwalan Transportasi Angkut Tebu (Studi Kasus PG Rajawali II Unit Jatitujuh). Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil studi kasus di PG Rajawali II Unit Jatitujuh, Majalengka.

Selama pelaksanaan dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak sekali bantuan baik secara moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Ir. Machfud, MS, selaku dosen pembimbing akademik atas segala bantuan dalam memberi arahan, doa, serta kesabaran dalam membimbing penulis.

2. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si dan M. Arif Darmawan, STp, MT sebagai dosen penguji atas bantuan serta

masukannya dalam proses penyusunan skripsi.

3. Bapak Iwan Zola, Bapak Hasan, dan seluruh Staff Departemen Penebangan dari PG Rajawali II Unit Jatitujuh,

atas segala petunjuk, arahan, dan bantuannya kepada penulis.

4. Tossan Wiar, Praditya, dan Teddy sebagai guru dan teman yang telah sabar mengajarkan dan memberi masukan

kepada penulis selama proses pemrogaman.

5. Kedua orang tua penulis, Epi Dani Harison, SE, MEP dan Nina Nurjanah, SE, serta adik, Lucky Mariam Harison, terimakasih atas doa, semangat, kasih sayang, kesabaran dan motivasi yang diberikan kepada penulis. 6. Anis Lestari, S.Si, atas semua dukungan, keceriaan, dan semangat yang diberikan.

7. Aldian Farabi, Hilman Hadid, Elfira Febriani, dan Dyah Pangestuti, atas segala keceriaan, semangat, bantuan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

8. Keluarga Soka, Aryo, Rifky, Ipang, Ashraf, Dwi, Deden, Rahman, Erik, dan Ashley untuk semua dorongan, semangat, serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

9. Keluarga besar TIN 45, atas kebersamaan, kehangatan, semangat, dan bantuannya. 10.Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Dengan segala kekurangan yang masih banyak terdapat di dalamnya, penulis berharap tulisan ini dapat mendatangkan manfaat bagi siapapun yang membutuhkannya. Semoga tulisan ini menjadi salah satu amalan baik penulis di hadapan Allah SWT. Amin.

Bogor, Desember 2012

(10)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tebu merupakan jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia dan termasuk ke dalam jenis tanaman musiman. Kandungan air gula yang terdapat pada tanaman tebu menyebabkan tanaman tersebut dijadikan sebagai bahan baku untuk produksi gula. Dalam proses produksi gula, terdapat tiga aktifitas yang memiliki peranan penting selama proses produksi gula dilakukan, yaitu proses penebangan tebu, pengangkutan tebu, dan pengolahan tebu. Ketiga aktifitas tersebut memiliki keterkaitan antara satu sama lain, dimana apabila terjadi keterlambatan atau gangguan pada salah satu dari ketiga aktifitas tersebut, maka aktifitas lain akan terganggu dan dapat menimbulkan potensi kerugian baik dari sisi kuantitas maupun kualitas rendemen gula yang dihasilkan.

Jumlah rendemen gula yang didapatkan oleh pabrik sangat bergantung dari jumlah tebu yang masuk ke dalam pabrik dan jumlah rendemen yang terdapat pada tebu. Kandungan rendemen gula yang terdapat dalam tanaman tebu adalah sekitar 10% dari semua komponen senyawa yang terdapat pada tebu. Rendemen gula tersebut akan mulai berkurang ketika tebu telah mencapai rendemen gula tertinggi dan akan terus berkurang walaupun tebu tersebut telah ditebang. Berkurangnya jumlah rendemen gula tersebut merupakan sesuatu yang tidak dapat dicegah atau kondisi alami yang pasti terjadi pada tanaman tebu, sehingga jumlah dari tebu yang masuk ke dalam pabrik harus sesuai dengan target atau rencana tebang yang telah dibuat agar jumlah rendemen yang diharapkan dapat tercapai.

Melalui hasil observasi data jumlah tebu yang masuk ke dalam pabrik, diketahui bahwa dari 14 hari penebangan tebu dilakukan, banyak frekuensi tercapainya jumlah tebu yang dapat ditebang dan sesuai dengan rencana tebang adalah sebanyak lima kali, sedangkan frekuensi tidak sesuainya jumlah tebu yang ditebang dengan rencana tebang adalah sebanyak delapan kali. Melalui data tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu permasalahan yang seringkali terjadi pada PT. Rajawali II Unit Jatitujuh adalah tidak stabilnya realisasi dari perbandingan jumlah tebu yang masuk ke pabrik dengan rencana tebang yang telah dibuat. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu perbaikan terhadap sistem tebang angkut tebu yang telah dilakukan agar jumlah dari tebu yang masuk ke dalam pabrik atau tebu yang dapat ditebang dapat mencapai target dari rencana tebang yang telah dibuat. Salah satu perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaharui sistem transportasi angkut tebu yang telah dilakukan oleh PG. Rajawali II Unit Jatitujuh.

Sistem transportasi angkut tebu merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam rantai proses produksi tebu karena sistem transportasi merupakan penghubung antara proses penebangan dengan proses pengolahan tebu. Selain itu, besarnya potensi kehilangan rendemen setelah ditebangnya tebu ketika proses pemindahan tebu dari kebun menuju pabrik dilakukan menjadikan sistem transportasi merupakan salah satu sistem yang harus direncanakan dengan sangat baik sehingga produktivitas pabrik pun menjadi semakin meningkat.

(11)

kebun yang sama. Sistem ini memiliki kekurangan dimana dapat terjadinya kondisi idle, baik terhadap truk maupun tebu yang akan diangkut, yang dapat menambah waktu tunggu tebu untuk segera di proses ke dalam pabrik. Hal ini merupakan masalah yang angat penting karena tebu merupakan salah satu bahan baku yang harus segera di proses ke dalam pabrik setelah selesai ditebang mengingat bahwa sifat dari tebu tersebut adalah perishable dimana rendemen gula yang terdapat di dalam tebu mudah menurun. Terjadinya kondisi idle pada truk dan tebu ketika proses pengangkutan berlangsung menyebabkan tidak sesuainya tebu yang masuk ke dalam pabrik akibat dari waktu menganggur truk yang cukup lama, sehingga tebu tidak terangkut sesuai dengan target rencana tebang pada saat waktu angkut telah mencapai batasnya (menit ke-840). Selain itu, untuk menghindari terbuangnya tebu akibat tidak terangkutnya seluruh tebu yang telah ditebang, beberapa mandor menetapkan suatu sistem dimana para penebang tebu tidak akan menebang tebu sampai dengan truk yang akan mengangkut tebu tersebut sudah sampai di kebun, hal ini sangatlah merugikan dan akan menyebabkan ketidak sesuaian antara realisasi tebang yang akan dilakukan dengan rencana tebang yang telah dibuat apabila ternyata truk yang seharusnya mengangkut tebu di kebun tersebut tidak datang tepat waktu dan mengakibatkan menurunnya produktifitas produksi gula.

Untuk menurunkan waktu idle dan meningkatkan efektifitas penggunaan truk, maka diusulkan suatu perbaikan terhadap sistem transportasi yang saat ini dilakukan oleh perusahaan, berdasarkan dari koridor – koridor dan ketentuan – ketentuan yang dapat mempengaruhi sistem transportasi. Sistem transportasi yang baik pada dasarnya membutuhkan perencanaan yang baik. Penjadwalan merupakan salah satu bagian penting dalam perencanaan produksi, karena implementasi produksi dilakukan berdasarkan dari penjadwalan yang telah dilakukan. Optimasi transportasi berupa penjadwalan dapat memberikan hasil yang baik dan menguntungkan dari segi sumber daya dan peningkatan produktivitas. Oleh karena itu, penjadwalan transportasi dapat menjadi alternatif untuk sistem transportasi yang akan dibuat. Sistem penjadwalan transportasi yang dibuat akan di implementasikan menjadi sebuah program yang terkomputerisasi untuk memudahkan implementasi sistem serta menambah akurasi dari penghitungan yang akan dilakukan dalam menentukan jadwal transportasi, sehingga efisiensi sistem dan produktivitas perusahaan meningkat.

1.2 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi dan melakukan analisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengangkutan tebu dari perkebunan menuju tempat proses produksi.

b. Menghasilkan model Object Oriented Programing (OOP) untuk penjadwalan transportasi

angkut tebu yang dapat digunakan oleh perusahaan

c. Melakukan analisa terhadap antrian yang terjadi pada stasiun penimbangan untuk menghasilkan sistem penjadwalan yang lebih baik.

d. Menghasilkan suatu prototype sistem penjadwalan tranportasi angkut tebu yang

(12)

1.3 Ruang Lingkup

Aspek yang diteliti pada penelitian ini adalah penjadwalan transportasi pengangkutan tebu dari perkebunan tebu menuju pabrik yang dilakukan berdasarkan dari penjadwalan tebang tebu dan penjadwalan produksi pabrik. Dengan kata lain, sistem penjadwalan transportasi yang dibuat akan disesuaikan dengan rencana penebangan yang telah dibuat sebelumnya. Penjadwalan transportasi yang dihasilkan merupakan penjadwalan transportasi untuk kebun tebu Hak Guna Usaha (HGU), tidak termasuk Tebu Rakyat I (TRI). Hasil dari penjadwalan transportasi yang dilakukan adalah jumlah kebutuhan kendaraan angkut tebu yang akan digunakan serta rute angkut setiap trip dari setiap kendaraan angkut yang digunakan.

1.4 Manfaat

(13)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tebu

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman setahun yang termasuk family

Graminae dan tumbuh optimal di khatulistiwa pada 39o LU 35o LS dengan suhu rata rata 21oC. Tanaman tebu mengandung air gula di pangkal sampai ujung batang dengan kadar mencapai 20% dan air gula ini dapat dijadikan kristal – kristal gula atau gula pasir (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2000). Tebu digolongkan ke dalam famili rumput-rumputan dari Amdropogonae. Tabel 1 menunjukkan klasifikasi ilmiah untuk tanaman tebu.

Tabel 1. Klasifikasi Ilmiah Tebu

Kingdom Plantae

Divisi Magnoliophyta

Kelas Liliopsida

Ordo Poales

Famili Poaceae

Genus Saccharum L.

Sumber: Handbook of Sugar Cane Technology (1975)

Tebu umumnya dibudayakan sebagai bahan baku utama pembuatan gula pasir karena batangnya dapat mengandung sekitar 10% gula sukrosa, tergantung dari jenis tebu, keadaan tanaman, cara pemeliharaan, dan tingkat kemasakan tebu. Di Indonesia sendiri, tebu banyak dibudidayakan di Jawa dan Sumatra. Tebu dipanen saat kandungan kadar gulanya mencapai titik yang optimal, yaitu ketika berumur 12 bulan. Tanaman tebu yang masak akan menunjukkan indikasi berupa daun yang mengering dan berhentinya pertumbuhan tinggi. Hal ini dapat terjadi karena meningkatnya kadar gula dalam tebu sementara kadar airnya semakin berkurang (Mochtar, 1982).

Secara umum, tebu terdiri atas nira dan serabut atau ampas. Di dalam nira ini menganduk brix, yaitu zat padat yang dapat larut. Brix ini terdiri atas gula (sukrosa), bukan gula, dan air. Parameter yang digunankan pada tanaman tebu adalah kadar sukrosa yang terkandung di dalam niranya. Kadar sukrosa ini dapat berbeda-beda, bergantung pada jenis tebu, keadaan tanaman, cara pemeliharaan, dan tingkat kemasakan tebu. Tabel 2 menunjukkan komposisi kandungan senyawa kimia di dalam tebu matang.

(14)

itu rendemennya berangsur-angsur akan menurun. Tahap pemasakan inilah yang disebut dengan tahapan penimbunan rendemen gula; dan e) Fase kematian.

Tabel 2. Komposisi Kandungan Senyawa Kimia Dalam Tebu Matang

Komponen Komposisi (%)

Air 69 – 75

Sukrosa 8 – 16

Serat lignin dan selulosa 10 – 16

Gula reduksi (dektrosa dan levulosa) 0,5 – 3

Partikel organik 0,5 – 1

Senyawa anorganik (fosfat, sulfat, dsb) 0,2 – 0,6

Senyawa nitrogen (albuminoid, asam amino, dsb) 0,5 – 1

Abu 0,3 – 0,8

Sumber: Handbook of Sugar Cane Technology

Perkembangan produksi gula di Indonesia pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, produksi tebu mengalami fluktuasi. Hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 3 dimana produksi hablur mengalami fluktuasi dimulai dari 2.3 juta ton pada tahun 2006, 2.4 juta ton pada tahun 2007, 2.7 juta pada tahun 2008, 2,6 juta ton pada tahun 2009, dan 2.2 juta ton pada tahun 2010.

Tabel 3. Perkembangan Produksi Gula Indonesia

Tahun Luas Areal Produksi Tebu Rendemen Produksi Hablur

Ha Ton Ton/ha % Ton Ton/ha

2002 348.795 25.410.481,7 72,9 6,88 1.749.427,50 5,02

2003 337.181 22.624.955,4 67,1 7,21 1.631.830,10 4,84

2004 344.793 26.743.180,7 77,6 7,67 2.051.643,50 5,95

2005 381.786 31.242.268,0 81,8 7,18 2.241.741,10 5,87

2006 396.440 30.232.835,0 76,3 7,63 2.307.027,10 5,82

2007 428.401 33.289.452,2 77,7 7,35 2.448.142,90 5,71

2008 436.504 32.960.165,5 75,5 8,20 2.703.975,60 6,19

2009 422.935 32.165.572,3 76,1 7,83 2.624.068,26 6,20

2010 418.259 34.216.549,0 81,8 6,47 2.214.488,00 5,29

Sumber : Dewan Gula Indonesia (2011)

(15)

rendemen 6,06%. Sedangkan pada tahun 2011, produksi gula BUMN mengalami penurunan dengan pencapaian produksi 1,35 juta ton dengan produktivitas lahan 67,29 ton/ha dan rendemen 7,15%. (DGI, 2011).

Rendahnya produktivitas lahan yang banyak dihadapi industri gula antara lain disebabkan oleh terhambatnya proses kemasakan tebu dan penanganan pasca panen (tebang – angkut) yang kurang baik, sehingga rendemen menjadi rendah dan kristal gula per satuan luas lahan yang diperoleh juga rendah. Masalah terhambatnya proses kemasakan dan rendemen rendah tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan basah, dosis pemupukan (nitrogen) yang berlebihan, dan penebangan tebu muda terutama pada awal periode giling pabrik.

Tabel 4. Data Kinerja BUMN Gula

Uraian 2010 2011

Luas areal (ha) 285.800,69 282.609,65

Jumlah tebu (ribu ton) 22.788,68 19.017,60

Jumlah gula (ton) 1.381.119,83 1.359.063,16

Produktivitas lahan (ton/ha)

79,74 67,29

Rendemen (%) 6,06 7,15

Sumber : Dewan Gula Indonesia (2011)

Dalam proses produksi, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab hilang atau berkurangnya produksi gula yang dihasilkan, antara lain:

1. Kehilangan akibat sifat kimia, seperti kondisi yang asam sehingga menyebabkan sukrosa mengalami inversi.

2. Kehilangan secara fisik

3. Kehilangan yang disebabkan oleh mikroba

Sementara kehilangan sebelum tebu ditebang, dapat disebabkan karena penyakit, hama, atau oleh cuaca. Setelah ditebang, tebu akan tetap mengalami kerusakan akibat enzim, bahan kimia, dan mikroba.

Menurut Mochtar (1982), jumlah kehilangan gula sejak dipanen sampai produk jadi mencapai 5 – 35%. Besarnya kehilangan tersebut tergantung pada kriteria geografis (jarak kebun ke pabrik, topografi jalan dan kepadatan jalan) serta teknologi yang digunakan (pengangkutan, pengolahan dan penebangan). Semakin jauh jarak kebun ke pabrik dan semakin rendah teknologi pengolahan yang digunakan, maka semakin besar kehilangan gila yang terjadi. Kehilangan gula yang terjadi selama panen sampai giling pada kegiatan transportasi mencapai 5 – 25 % dan dapat menjadi lebih tinggi lagi.

(16)

Menurut Mochtar (1982), tebu yang dipanen dengan cara mekanis dengan mesin pemanen tebu hasilnya lebih rendah kualitasnya dibandingkan dengan tebu yang dipanen secara manual (tenaga manusia). Tebu yang ditebang secara manual umumnya memiliki hasil yang lebih bersih sehingga tidak perlu dicuci, disamping itu umumnya tebu yang ditebang oleh manusia hasil bagi kemurnian nira lebih tinggi, karena umumnya ditebang lebih rendah ke bawah jika ditebang secara manual. Hal ini disebabkan oleh kadar gula yang tertinggi terdapat pada bagian bawah batang tebu dan yang terendah terdapat pada pucuk tebu.

2.2 Pengangkutan Tebu

Pengangkutan diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hubungan itu terlihat tiga hal, yakni ada muatan yang diangkut, tersedia kendaraan sebagai alat angkutannya, dan ada jalan yang dapat dilalui. Proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal, dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan, dimana kegiatan pengangkutan diakhiri (Siregar, 1990). Natojoewono (1981) mengatakan hal serupa terkait dengan transportasi angkut tebu, dimana angkutan atau transportasi tebu adalah kegiatan pemindahan tebu dari areal perkebunan menuju pabrik untuk diolah menjadi gula.Transportasi tebu terletak diantara dua kegiatan, yaitu kegiatan penebangan dan kegiatan penggilingan di pabrik.Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang optimum harus ada koordinasi yang baik antara kegiatan penebangan dan penggilingan.

Transportasi merupakan suatu kegiatan yang kompleks, karena banyak faktor yang mempengaruhi kegiatan ini, sehingga pemecahannya membutuhkan perhatian yang lebih lanjut guna didapatkannya efisiensi kerja yang optimum serta jaringan kerja yang lebih efektif. Penentuan jumlah armada transportasi yang tepat akan mengurangi waktu yang hilang. Kehilangan waktu operasi menyebabkan terjadinya penundaan waktu penggilingan sehingga akan menurunkan kualitas tebu dan kuantitas nira yang dihasilkan (Mochtar, 1982).

Truk banyak digunakan sebagai alat angkut karena memiliki banyak keuntungan, yaitu dapat beroperasi dengan lancar, cepat, dapat memasuki daerah yang tidak terjangkau jalan lori, dan bila mengalami kerusakan, kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan menggunakan lori. Sistem pengangkutan yang efektif dan dapat dijamin untuk mencapai lokasi kebun serta mengangkut tebu ke pabrik merupakan suatu kebutuhan yang mutlak. Lama waktu perjalanan antara kebun dan pabrik tergantung dari jarak yang ditempuh, tenaga alat angkut, jenis alat angkut dan keadaan jalan yang dilewati serta arus lalu lintas (Byrne, 1960).

Tebu yang telah ditebang selanjutnya akan dikumpulkan pada suatu tempat sebelum diangkut ke dalam truk atau loader. Pengangkutan tebu yang sudah ditebang dari lahan ke truk dibedakan menjadi 3 macam yaitu pengangkutan manual (manual loading), pengangkutan derek (winch loading), dan grab loading (James, 2004). Tranportasi tebu dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti penarikan dengan hewan, kereta, dan truk. Pada saat ini pengangkutan tebu lebih populer dilakukan dengan menggunakan truk atau dengan loader yang dibuat oleh bagian mekanisasi pabrik. Kegiatan pemanenan tebu akan berakhir pada kegiatan bongkar muat di cane yard, pada tempat ini tebu akan disimpan dan menunggu giliran untuk dimasukkan ke dalam mesin gilingan. Waktu simpan tebu maksimal di cane yard adalah selama 24 jam (James, 2004).

(17)

untuk mengurangi waktu yang hilang pada saat transportasi yang secara langsung dapat mengurangi tingkat penurunan kualitas tebu. Selain itu, sistem pengangkutan tebu harus berlangsung efektif dengan memperhitungkan jarak yang ditempuh, tenaga alat angkut, jenis alat angkut, dan keadaan jalan yang akan dilewati.

2.3 Penjadwalan

Penjadwalan merupakan suatu sistem pengalokasian sumber daya yang dimiliki perusahaan dari waktu ke waktu untuk melakukan kumpulan pekerjaan secara berurutan. Menurut Madura (2007), penjadwalan merupakan suatu kegiatan pengalokasian periode waktu untuk masing-masing pekerjaan dalam proses produksi yang telah ditetapkan pada suatu periode waktu tertentu. Sedangkan menurut Russel dan Taylor (1992), penjadwalan merupakan penjabaran dari kegiatan-kegiatan yang direncanakan untuk dilakukan secara terperinci. Penjadwalan akan mengatur tentang seluruh jenis kegiatan produksi beserta waktunya agar perencanaan kebutuhan dapat terpenuhi.

Penjadwalan operasi produksi merupakan penetapan waktu (timing) serta penggunaan sumber daya dalam kegiatan operasi produksi.Penetapan waktu berkenaan dengan masalah pengurutan atau

sequencing dan penggunaan sumber daya untuk kegiatan operasi produksi berkenaan dengan masalah

penugasan kerja (job assignment) atau pembebanan kerja pada fasilitas produksi (Machfud, 1999). Penjadwalan merupakan rencana urutan kerja serta pengalokasian sumber daya baik waktu maupun fasilitas untuk setiap operasi yang harus diselesaikan. Penyusunan penjadwalan bertujuan untuk mengurangi keterlambatan kerja dan waktu proses, memaksimalkan kerja mesin dan tenaga kerja, mengurangi idle time dan jumlah produk yang tertahan dalam pusat kerja (Russel dan Taylor, 1995). Menurut Machfud (1999), tujuan dari penjadwalan operasi produksi secara umum adalah untuk memperoleh suatu trade-off antara penggunaan pekerja, mesin atau peralatan dan fasilitas yang efisien dan meminimumkan waktu tunggu pelanggan, inventori dan waktu proses operasi.

Penjadwalan adalah penentuan kapan suatu pekerjaan akan dimulai serta kapan pekerjaan tersebut akan selesai. Setiap sistem penjadwalan harus dapat menentukan waktu pengiriman produk berapa besar kapasitas yang dibutuhkan, waktu dimulainya kegiatan dan seberapa besar ketepatan antara perencanaan dan realisasinya (Schroeder, 1992). Penjadwalan berhubungan dengan perencanaan dan waktu pelaksanaan kegiatan yang sangat penting bagi keberlangsungan operasional suatu perusahaan. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu perusahaan dengan menerapkan teknik penjadwalan yang baik antara lain menurunkan biaya (cost) dan meningkatkan kapasitas produksi. Teknik penjadwalan yang benar tergantung pada volume pekerjaan, pelaksanaan pekerjaan dan tingkat kesulitan pekerjaan.Tujuan umum dari penjadwalan ialah mengoptimumkan penggunaan sumber daya sehingga tujuan produksi tercapai (Heizer dan Render, 2000).

2.4 Teori antrian

(18)

Tujuan dasar dari model antrian adalah peminimuman sekaligus dua jenis biaya, yaitu biaya langsung untuk menyediakan pelayanan dan biaya individu yang menunggu untuk memperoleh pelayanan. Perbedaan antara jumlah permintaan terhadap fasilitas pelayanan dan kemampuan fasilitas untuk melayani menimbulkan dua konsekuensi logis, yaitu timbulnya antrian dan timbulnya pengangguran kapasitas. Antrian yang panjang karena kemampuan fasilitas lebih rendah dari jumlah pemakainya, jelas akan memunculkan garis tunggu sehingga mereka yang antri atau berada di garis tunggu akan menanggung opportunity cost. Sejauh opportunity cost itu bernilai negatif, maka mereka mungkin akan bersedia tetap berada di garis tunggu. Namun apabila sebaliknya, mereka akan keluar dari garis tunggu dan menimbulkan kerugian. (Siswanto, 2007).

Pendekatan analitis yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah sistem aliran bahan yang bersifat acak secara efektif adalah dengan menggunakan analisis garis antrian atau teori antrian (Machfud, 1999).

Menurut Machfud (1999) teori antrian memiliki ciri-ciri sebagai berikut ;

a. Adanya pemasukan objek ke dalam suatu sistem

b. Objek yang bergerak melalui sistem bersifat diskret

c. Objek yang masuk ke dalam sistem untuk mendapatkan pelayanan atau proses diurut berdasarkan suatu aturan tertentu

d. Adanya suatu mekanisme tertentu yang menentukan waktu pelayanan

e. Mekanisme yang tidak dapat ditentukan secara pasti dapat dipertimbangkan sebagai suatu sistem yang bersifat probabilistik.

Menurut Siswanto (2007), terdapat beberapa tipe sistem antrian yang semuanya dapat diklasifikasikan menurut karakteristik dibawah ini :

a. Masukan atau kejadian kedatangan, yaitu meliputi sebaran jumlah kedatangan tiap satuan waktu, jumlah antrian yang diizinkan terbentuk, panjang maksimum antrian dan jumlah maksimum langganan yang harus dilayani.

b. Proses pelayanan, yang meliputi sebaran waktu pelayanan untuk satu satuan unit pelanggan, jumlah fasilitas pelayanan serta bentuk fasilitas pelayanan (parallel, seri, dan lain-lain).

c. Disipilin antrian, merupakan cara pembentukan antrian atau baris antrian yang menunjukan aturan yang digunakan dalam memilih pelanggan yang akan dilayani. Disiplin antrian yang umum digunakan adalah FCFS (First Come First Served).

Siswanto (2007) memberikan Gambaran mengenai terbentuknya antrian atau garis tunggu seperti yang terdapat pada Gambar 1. Ketika fasilitas pelayanan sedang sibuk untuk melayani pelanggan, maka setiap pelanggan yang baru datang harus menunggu untuk memperoleh giliran untuk dilayani. Sekali pelanggan selesai dilayani, pelanggan tersebut akan keluat dari sistem dimana fasilitas yang kosong akan segera diisi oleh pelanggan yang sudah menunggu di dalam garis tunggu.

Pada dasarnya terdapat dua variabel yang mempengaruhi pembentukan garis tunggu, pertama,

tingkat kedatangan pelanggan dengan notasi umum ,pola kedatangan random dapat dibuktikan dengan menggunakan Distribusi Poisson dengan rata-rata interval kedatangan 1/ . Kedua, tingkat kedatangan

pelanggan dengan notasi umum , tingkat pelayanan mengikuti suatu distribusi eksponensial. Jika rata

-rata pelayanan maka distribusi waktu pelayanan mengikuti suatu distribusi eksponensial negatif,

(19)

Semakin besar , maka kemungkinan terbentuknya garis tunggu akan semakin besar, hal yang sama akan terjadi ketika menjadi semakin kecil nilainya. Oleh karena itu, secara rasional asumsi >

harus dibentuk agar terdapat jaminan bahwa proses tidak akan berhenti karena kelebihan permintaan. (Siswanto, 2007).

2.4.1 Konfigurasi Model

Sebuah fasilitas pelayanan dalam sebuah sistem mungkin hanya terdiri satu kali proses, artinya setelah selesai proses pelayanan segera keluar dari sistem. Namun, mungkin juga memerlukan beberapa kali tahap proses di mana penyelesaian proses pelayanan dalam sebuah tahap perlu dilanjutkan dengan pelayanan tahap berikutnya. Hal ini tentu saja mempengaruhi konfigurasi model antrian. Pada dasarnya, terdapat empat macam konfigurasi model, yaitu :

a. Kanal Tunggal Fase Tunggal (Single Channel Single Phase) b. Multi Kanal Fase Tunggal (Multi Channel Single Phase) c. Kanal Tunggal Multi Fase (Single Channel Multi Phase) d. Multi Kanal Multi Fase (Multi Channel Multi Phase)

(Siswanto, 2007)

Menurut Siswanto (2007), terdapat empat macam tolak ukur yang digunakan untuk mengetahui Gambaran atau kinerja keempat macam konfigurasi tersebut, yaitu panjang sistem (length of sistem), waktu di dalam sistem (time spent in the sistem), panjang antrian (length of queue), dan waktu antri (waiting in the queue).

Menurut Heizer dan Render (1993), empat struktur dasar dari sistem antrian dapat dilukiskan dan diterangkan sebagai berikut :

a. Jalur Tunggal Fase Pelayanan Tunggal (Single Channel Single Phase)

Model ini hanya memiliki satu jalur untuk memasuki sistem pelayanan atau hanya terdapat satu fasilitas pelayanan. Secara skematis Gambar 2 memberikan ilustrasi terhadap model tersebut.

Sistem Antrian

Output Input

Antrian Pelayanan

Gambar 2. Model Antrian Jalur Tunggal dengan Fasilitas Pelayanan Tunggal

Populasi pelanggan Pelanggan antri dalam garis tunggu

Pelanggan sedang dilayani Pelanggan keluar sistem

Sistem Antrian

(20)

b. Jalur Ganda, Fase Pelayanan Tunggal (Multi Channel Single Phase)

Model ini terjadi apabila dua atau lebih fasilitas pelayanan dilairi oleh antrian tunggal. Secara skematis, Gambar3memberikan ilustrasi terhadap model tersebut.

c. Jalur Tunggal, Fase Pelayanan Ganda (Single Channel Multi Phase)

Model ini menunjukan ada dua atau lebih pelayanan yang dilaksanakan secara berurutan (dalam fase) pada satu fasilitas pelayanan. Secara skematis, Gambar 4 memberikan ilustrasi terhadap model tersebut :

d. Multi Kanal Multi Fase (Multi Channel Multi Phase)

Model ini terditi dari sistem – sistem yang memiliki beberapa fasilitas pelayanan pada setiap tahap, sehingga lebih dari satu pelanggan dapat dilayani pada suatu waktu. Secara skematis, Gambar 5memberikan ilustrasi terhadap model ini.

Sistem Antrian

Output Input

Antrian Pelayanan Antrian Pelayanan

Input

Input

Sistem Antrian

Output Input

Antrian Fasilitas Pelayanan

Output Output Input

Input

Sistem Antrian

Output Input

Antrian Pelayanan Antrian Pelayanan

Gambar 3. Model Antrian Jalur Tunggal dengan Fasilitas Pelayanan Ganda

Gambar 4. Model Antrian Jalur Ganda dengan Fasilitas Pelayanan Tungal

(21)

2.4.2 Tingkat Kedatangan

Pola kedatangan adalah penggambaran cara individu – individu dari suatu populasi memasuki sistem. Individu – individu mungkin datang dengan laju kedatangan yang konstan atau juga secara acak (Siswanto, 2007). Sebaran peluang Poisson adalah salah satu dari sebaran pola kedatangan yang paling umum bila beberapa faktor mempengaruhi waktu kedatangan. Hal tersebut disebabkan sebaran Poisson sesuai dengan suatu pola kedatangan yang bersifat acak sempurna, berarti bahwa masing – masing kedatangan bersifat saling bebas satu dengan yang lainnya (Gordon, 1980).

Sedangkan Siswanto (2007), mengatakan bahwa tingkat kedatangan pelanggan pada suatu antrian biasanya terbagi menjadi beberapa interval. Interval merupakan pembagian waktu pada suatu antrian yang biasa digunakan untuk mengetahui distribusi kedatangan pelanggan dalam waktu tertentu dan sama. Dalam hal ini, kedatangan pelanggan secara acak pada masing-masing interval waktu tetap dalam kurun waktu yang tidak terputus disebut sebagai distribusi atau proses Poisson. Gambar 6 menunjukan ilustrasi dari distribusi kedatangan pelanggan dalam interval waktu tetap dalam suatu kurun waktu tertentu.

Melalui Gambar 6, terlihat bahwa kurun waktu observasi tersebut dibagi menjadi I interval waktu tetap (menit atau jam) dan jika I menandai jumlah interval waktu, apabila ditulis dalam persamaan maka :

Dimana, Ii adalah interval ke-i. Selanjutnya, jika N mewakili jumlah pelanggan yang datang selama I interval, dan terdapat Kipelanggan dalam interval I, maka persamaan jumlah pelanggan yang datang

selama kurun waktu I adalah :

Jadi, di dalam setiap interval yang sama tersebut pelanggan datang secara acak (random). Dengan demikian rata-rata kedatangan atau tingkat kedatangan pelanggan pada setiap interval waktu tetap tersebut yaitu :

t1

I1 I2 I3 I4 I5

t2 t3 t4 t5 t6

(22)

Apabila laju kedatangan memiliki sebaran Poisson, waktu antar kedatangan akan memiliki sebaran eksponensial (Taha, 2003). Menurut Leemis, (2006) dalam memodelkan proses kedatangan dari konsumen yang masuk ke dalam sistem antrian, dapat digunakan model stokastik. Ditambahkan

pula oleh Lewis, P.A.W., et al (1979), bahwa proses stokastik seringkali dicirikan dengan fungsi [N(t), t ≥ 0] ya g erupaka total dari kejadia ya g terjadi sela a waktu t.

2.4.3 Tingkat Pelayanan

Jumlah unit yang dapat dilayani per satuan waktu disebut sebagai laju pelayanan dari fasilitas pelayanan. Laju pelayanan dapat berpola konstan dan dapat pula berpola acak. Untuk laju pelayanan yang berpola acak, akan memiliki sebaran peluang seperti halnya pola kedatangan acak, yaitu sebaran Poisson. Bila laju pelayanan memiliki sebaran Poisson, maka waktu pelayanan memiliki sebaran peluang eksponensial (Taha, 2003).

2.4.4 Model Antrian

Untuk mempelajari model antrian diperlukan beberapa notasi yang digunakan untuk menggambarkan model antrian yang dimaksud. Notasi Kendall dapat digunakan untuk menggambarkan karakteristik dari antrian dengan sistem paralel secara umum yang dibakukan dengan format sebagai berikut :

(x

b

/ y

b

/ z) : (u / v / n)

Keterangan :

x : sebaran kedatangan

y : sebaran waktu pelayanan

z : jumlah fasilitas pelayanan parallel

u : disiplin pelayanan atau disiplin antrian

v : jumlah maksimum pelanggan dengan sistem

w : ukuran dari populasi asal pelanggan

b : kedatangan bulk, pelayanan bulk (suatu kondisi dimana pelayanan terhadap

pelanggan dilakukan secara bersamaan atau pelanggan yang dilayani >1)

Notasi baku yang menggunakan x dan y dapat diisi dengan notasi sebagai berikut :

 M : sebaran kedatangan atau laju pelayanan Poisson (ekuivalen dengan sebaran

waktu antar kedatangan atau waktu pelayanan eksponensial)

 D : waktu pelayanan atau waktu antar kedatangan konstan atau deterministic

 G : sebaran waktu pelayanan umum (normal, binomial)

(23)

 K : sebaran Erlang untuk waktu antar kedatangan atau waktu pelayanan Notasi untuk mengganti v dan w adalah :

 I : jumlah maksimum pelanggan di dalam sistem dan ukuran populasi asal

pelanggan tak terhingga

 F : jumlah maksimum pelanggan di dalam sistem dan ukuran populasi asal

pelanggan terhingga

Disiplin antrian yang digunakan untuk mengisi u adalah :

 FCFS : First Come First Served

 LCFS : Last Come First Served

 SIRO : Service in Random Order

 SPT : Short Processing Time

 GD : General (Service) Dicipline

Dengan format baku tersebut dapat dketahui berbagai model antrin yang dapat terbentuk. Masing – masing model antrian dapat diselesaikan secara analitis dengan rumus – rumus pada model baku.

Menurut Gillet (1979), penyelesaian masalah antrian secara analitik dengan rumus – rumus pada model baku dapat dilakukan apabila kondisi – kondisi di bawah ini dapat dipenuhi :

a. Kedatangan pelanggan ke dalam sistem terjadi secara acak sempurna dan mengikuti sebaran Poisson

b. Proses pelayanan terjadi secara acak sempurna, dan waktu pelayanan mengikuti sebaran

eksponensial

c. Disiplin antrian adalah FIFO

d. Peluang terjadinya suatu kedatangan pada selang waktu t sampai t + ∆t, untuk ∆t cukup

kecil adalah n∆t

e. Peluang adanya pelanggan meninggalkan sistem pada selang waktu t sampai t+∆t, untuk

∆t cukup kecil adalah µn+∆t

f. Laju kedatangan lebih kecil dari laju pelayanan.

2.5 Sebaran Peluang

Menurut Hasan (2001), untuk mendapatkan model yang lebih mendekati keadaan yang sebenarnya, diperlukan pemilihan fungsi sebaran peluang yang sesuai dengan keadaan nyata. Langkah

– langkah yang harus ditempuh dalam memilih fungsi sebaran peluang untuk kecepatan kedatangan kecepatan pelayanan adalah sebagai berikut :

1. Mengoptimalkan data menurut bentuknya, yaitu jumlah kedatangan dan jumlah unit yang

dilayani per unit waktu.

2. Mencari frekuensi, frekuensi relative dan frekuensi komulatif dari data. 3. Menghitung rata – rata, keragaman, dan simpangan baku.

4. Mencari bentuk baku dari data.

5. Menguji apakah sebaran yang dipilih sesuai atau tidak.

6. Menetapkan bentuk parameter penduga dari sebaran baku yang dipilih

(24)

Metode pengambilan data ialah dapat dilakukan dengan dua cara, yakni yang pertama ialah sensus dan yang kedua adalah sampel. Sensus mengambil data dari keseluruhan jumlah populasi. Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil dengan cara – cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan juga lengkap yang bisa dianggap mewakili populasi (Hasan, 2001).

Menurut Hasan (2001), populasi yang tidak terbatas membuat pengambilan data dengan cara sensus tidak dapat dilaksanakan sehingga dipilih pengambilan data dengan cara sampling. Pengambilan sampel memerlukan beberapa ctriperia yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

1. Penentuan daerah generalisasinya agar sampel dapat berlaku terhadap populasinya

2. Pembatasan yang tegas dalam populasi

3. Penentuan sumber informasi populasi

4. Pemilihan teknik sampling

5. Perumusan masalah

6. Pendefinisian unit – unit yang dipakai

7. Penentuan unit sampel

8. Pencarian keterangan masalah yang akan dibahas

9. Penentuan ukuran sampel

10. Penentuan teknik pengumpulan data

11. Penentuan metode analisis

12. Penyediaan sarana prasarana untuk penelitian

Menurut Usman (2003), teknik pengambilan sampel dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : A. Sampling random : merupakan sampel yang diambil secara acak dengan cara undian,

ordinal, atau dengan computer. Pengambilannya dapat dilakukan dengan cara yang sederhana, bertingkat, cluster, sistematis, dan proposional.

B. Sampling non – random : merupakan pengambilan sampel dengan tidak acak yang dapat

dilakukan dengan tiga cara, yakni kebetulan, bertujuan, dan kuota.

Sebenarnya tidak ada aturan tegas mengenai besarnya anggota sampel yang diisyaratkan dalam suatu penelitian. Demikian pula apakah batasan tersebut besar atau kecil, namun apabila sampel tersebut besar, maka biaya, tenaga, dan waktu yang akan disediakan besar pula, demikian pula sebaliknya. Sehingga mutu penelitian tidaklah ditentukan oleh besarnya anggota sampel yang digunakan, melainkan oleh kuatnya dasar – dasar teori pengambilan sampel tersebut. Sesungguhnya tidak ada anggota yang seratus persen representative, kecuali anggota sampelnya yang sama dengan anggota pooulasinya (total sampling) (Usman, 2003).

Menurut Usman (2003), sistem antrian umumnya ditentukan oleh dua buah kelengkapan statistik, yaitu sebaran peluang antara antar kedatangan dan sebaran peluang waktu pelayanan. Dalam sistem antrian nyata, waktu antar kedatangan dan waktu pelayanan mengikuti berbagai macam bentuk sebaran. Bentuk sebaran yang mendasari model – model antrian adalah Poisson dan Eksponensial.

2.6 Uji Distribusi

Perlakuan terhadap input data yang bersifat acak untuk program simulasi dapat dilakukan sebagai berikut (Conover, 1971) :

(25)

b. Nilai – nilai data tersebut digunakan untuk mendefinisikan sebuah fungsi distribusi empiris dengan cara tertentu. Jika diperlukan dalam sebuah simulasi, sampel diambil dari distribusi ini.

c. Data dicocokan terhadap bentuk teotripis distribusi tertentu, misal eksponensial atau poison, dengan menampilkan hipotesis tes untuk menentukan kecocokan tersebut (the goodness of fit). Pencocokan ini menghasilkan sebuah parameter statistika. Saat dilakukan simulasi, sampel diambil dari jenis distribusi teotripis dan nilai – nilai parameter yang cocok ini.

Menurut Conover (1971) lebih lanjut, kelemahan dari pendekatan pertama dari yang telah disebutkan diatas adalah :

1. Simulasi hanya dapat menghasilkan apa yang telah terjadi sebelumnya (historically). 2. Jarang diperoleh data yang cukup untuk membuat semua simulasi yang diinginkan

dapat dijalankan.

Jika ditemukan sebuah distribusi teoritis yang sesuai dengan data pengamatan baik (pada pendekatan tiga), maka hal ini umumnya lebih dipilih daripada menggunakan sebuah distribusi empirik (pendekatan dua). Hal ini disebabkan sebuah fungsi distribusi empirik dapat memiliki sejumlah ketidakteraturan, terutama jika data yang tersedia hanya sedikit. Keuntungan lain dari pendekatan tiga adalah distribusi teotripis dapat memuluskan (smooth out) data dan dapat menghasilkan informasi. Ada sejumlah situasi dimana tidak ada distribusi teotripis yang tidak cukup cocok dengan data – data pengamatan. Pada kasus ini, penggunaan distribusi empiris sangat dianjurkan (Conover, 1971).

2.7 Teknik Heuristik

Heuristik berasal dari bahasa Yunani “heuriskin” yang berarti membantu untuk menemukan.

Menurut Herbert dalam Thierauf dan Klekamp (1975), program heuristik merupakan titik pandang dalam merancang suatu program untuk tugas pemrosesan informasi yang kompleks.

Pada program heuristik tidak ada suatu model yang baku sehingga tiap permasalahaan menggunakan program heuristik yang spesifik. Teknik heuristik tidak menjamin diperolehnya pemecahan permasalahan yang optimal tetapi menjamin suatu pemecahan yang memuaskan pengambil keputusan (Wahyudi, 1989).

Program heuristik merupakan pengembangan dari operasi aritmatika dan logika matematika. Ciri-ciri program heuristik secara umum:

1. Adanya operasi aljabar yaitu penjumlahan, pengurangan dan perkalian,

2. Adanya perhitungan bertahap, dan

3. Memiliki tahapan yang terbatas sehingga dapat dibuat algoritma komputernya.

Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam teknik heuristik: (1) observasi, (2) eksperimen, (3) analisis dan (4) pemodelan. Tujuan heuristik ialah mempelajari metode dan aturan menemukan. Heuristik merupakan akar dari kecerdasan buatan (artificial intelligent), atau dengan kata lain pemrograman heuristik adalah suatu teknik pemecahan masalah dengan menggunakan kecerdasan manusia dan ditulis dalam program komputer. Teknik heuristik dipergunakan dalam pemecahan permasalahan yang tidak terstruktur atau sulit untuk dipecahkan. Metode ini merupakan cara praktis untuk memperoleh kesimpulan yang dapat diterima.

(26)

1. Program heuristik meringkas ruang lingkup keputusan sehingga proses pengambilan keputusan dapat dilakukan lebih cepat;

2. Banyak perihal yang kompleks, walaupun esensi permasalahan dapat diformulasikan secara matematis namun perhitungannya menghasilkan solusi yang tidak layak;

3. Perencanaan dan kebijakan strategi manajemen sulit dihitung dan sangat rumit sehingga tidak dapat ditangkap dengan model matematika;

4. Meskipun model matematika dapat diterapkan, pekerjaan sebelum dan sesudah

permodelan harus dapat dimengerti oleh pengguna model tersebut.

2.8 Simulasi

Dilworth (1992) menyebutkan bahwa simulasi adalah suatu proses percobaan dengan membuat model dari sistem nyata dengan tujuan untuk memecahkan masalah yang terjadi di dalam sistem. Sedangkan menurut Gotfried (1984) simulasi merupakan suatu aktifitas untuk menarik kesimpulan tentang perilaku sistem dengan mempelajari perilaku model yang dalam beberapa hal memiliki kesamaan dengan sistem sebenarnya. Model simulasi yang diklasifikasikan berdasarkan dimensinya terdiri dari model statis dan dinamis. Model simulasi statis biasanya direkayasa guna mewakili suatu sistem yang pada keadaan tertentu tidak berperan aktif, sebaliknya model simulasi dinamis mewakili suatu sistem yang berubah – ubah sesuai perubahan dimensi waktu atau yang lainnya. Salah satu contoh model statis adalah model – model simulasi Monte Carlo.

Simulasi probabilistic atau simulasi Monte Carlo memiliki kelebihan karena simulasi ini dapat diatur jumlah ulangan simulasinya sesuai dengan yang dikehendaki dalam rangka memperoleh peubah acak dengan simpangan baku kecil. Everette dan Eben (1992) menyebutkan bahwa teknik simulasi dapat digunakan untuk mengevaluasi sistem penjadwalan. Data-data yang digunakan di dalam penyusunan model merupakan data historis dimana dari data dapat dibuat asumsi untuk menspesifikasi aturan simulasinya. Model simulasi dapat dikelompokan ke dalam beberapa penggolongan, antara lain adalah model stokastik atau probabilistik, model deterministik, model statik, model dinamik dan model heuristik. Model stokastik adalah kebalikan dari model deterministik dan model statik adalah kebalikan dari model dinamik.

Model simulasi stokastik disebut sebagai model simulasi Monte Carlo yang menggunakan pemodelan matematik untuk mempelajari suatu sistem yang berkarakteristik adanya kejadian acak.

Gambar 7 memperlihatkan diagram simulasi Monte Carlo, dimana n pada Gambar merupakan ulangan

simulasi.

tidak

Variabel acak Bilangan Acak

Sistem

Model

Distribusi

Peluang

N = n+1

(27)

Setelah pemodelan sistem selesai diformulasikan dan input yang dibutuhkan sudah lengkap, maka program dapat dijalankan melalui tahap – tahap sebagai berikut :

1. Input data, yaitu nilai – nilai dari peubah keputusan dan parameter sistem dibaca pada computer,

2. Langkah berikutnya yang mengalami perulangan sebanyak n kali : a. Suatu nilai dibentuk untuk setiap peubah acak (x1, x2, … , xi),

b. Model diselesaikan dengan hasil numeric untuk setiap peubah status,

c. Criteria penampakan sistem (y) kemudian dievaluasi dengan menggunakan peubah

acak yang telah dibentuk pada langkah 2a dan nilai – nilai peubah status didapat dari langkah 2b. untuk setiap ulangan dari langkah 2 akan menghasilkan nilai Y yang berbeda – beda sejumlah n.

3. Pada beberapa situasi perubahan nilai dari beberapa data yang diinput dapat terjadi, sehingga proses simulasi harus diulang kembali.

Keuntungan digunakannya simulasi menurut Siagian (1987) diantaranya adalah simulasi dapat memberikan jawaban bila model analitik yang digunakan gagal melakukannya, model simulasi lebih realistis terhadap sistem nyata karena memerlukan asumsi-asumsi yang lebih sedikit, perubahan konfigurasi dari struktur dapar dilakukan lebih mudah untuk menjawab pertanyaan : Apa yang terjadi bila…, simulasi dapat digunakan untuk maksud pendidikan, untuk sejumlah proses dimensi, simulasi memberikan penyelidikan yang langsung dan terperinci dalam periode waktu tertentu.

2.9 Unified Modeling Language (UML)

Sholiq (2006) menyebutkan bahwa model adalah suatu abstraksi yang menjelaskan hal – hal signifikan pada persoalan yang komplek dengan mengabaikan hal – hal yang tidak diperlukan, sehingga membuat suatu masalah menjadi lebih mudah untuk dipahami. Ditambahkan pula oleh Quatrani (1998), pemodelan visual dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk berpikir mengenai persoalan dengan menggunakan model – model yag diorganisasikan seputar dunia nyata. Menurut Bennett, et al., (2001) UML adalah bahasa visual yang yang digunakan untuk menganalisis dan mendesain sebuah sistem berorientasi objek yang bertujuan untuk menvisualisasi, konstruksi, dan dokumentasi proses pembuatan sistem.

Menurut Pangestuti (2012) keunggulan utama yang dimiliki pemodelan dengan menggunakan UML adalah kemampuannya dalam memodelkan menyerupai kehidupan nyata, sehingga sistem yang dihasilkan memiliki kelebihan sebagai berikut:

1. Memiliki sifat lebih natural, karena umumnya manusia berfikir dalam bentuk objek

2. Pembuatan sistem memakan waktu lebih cepat

(28)

3. Memudahkan dalam proses pemeliharaan sistem, karena jika ada kesalahan, perbaikan hanya dilakukan pada bagian tersebut, tidak perlu mengurutkan dari awal

Menurut Sholiq (2006), untuk mendapatkan banyak pandangan terhadap sistem informasi yang akan dibangun, UML menyediakan beberapa diagram visual yang menunjukan berbagai aspek dalam sebuah sistem. Beberapa diagram yang disediakan dalam UML yaitu :

 Diagram use case (use case diagram)

 Diagram aktivitas (activity diagram)

 Diagram sekuensial (sequence diagram)

 Diagram kolaborasi (collaboration diagram)

 Diagram kelas (class diagram)

 Diagram statechart (statechart diagram)

 Diagram komponen (component diagram)

 Diagram deployment (deployment diagram)

Menurut Kendall dan Kendall (2011), Unified Modeling Language merupakan bahasa

terstandarisasi yang digunakan untuk memodelkan suatu sistem dan memecah suatu sistem berorientasi objek menjadi sebuah model kasus (usecase) dengan pendekatan Object Oriented Programming (OOP). Pengembangan sistem berbasis UML ini terdiri dari fase identifikasi masalah, fase analisis sistem, dan fase perancangan sistem seperti yang terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Tahapan Pengembangan UML (Kendall dan Kendall, 2011)

(29)

membuat suatu model yang luar biasa. Semakin lengkap informasi yang digunakan untuk mengembangkan UML, maka akan semakin baik sistem yang dihasilkan (Kendall dan Kendall, 2011).

2.9.1 Diagram Kasus (

Use Case Diagram

)

Diagram kasus menyajikan interaksi antara use case dan aktor. Aktor dalam diagram use case dapat berupa orang, peralatan, atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem yang sedang dibangun. Use case menggambarkan fungsionalitas sistem atau persyaratan – persyaratan yang harus dipenuhi sestem dari pandangan pemakai (Sholiq, 2006).

2.9.2 Diagram Aktivitas (

Activity Diagram

)

Diagram aktivitas menggambarkan aliran fungsionalitas sistem. Pada tahap pemodelan bisnis, diagram aktivitas dapat digunakan untuk menunjukan aliran kerja bisnis. Selain itu, dapat juga untuk menggambarkan aliran kejadian dalam use case. Diagram aktivitas ini pada dasarnya tidak perlu dibuat untuk setiap aliran kerja, namun diagram ini akan sangat berguna untuk aliran kerja yang komplek dam luas (Sholiq, 2006).

2.9.3 Diagram Kelas (

Class Diagram

)

Diagram kelas menunjukan interaksi antar kelas dalam sistem. Kelas mengandung informasi dan tingkah laku yang berkaitan dengan informasi tersebut (Sholiq, 2006).

Menurut Nugraha (2002), kelasdapat merupakan implementasi dari sebuah interface, yaitu kelas abstrak yang hanya memiliki metoda. Interface tidak dapat langsung diinstansiasikan, tetapi harus diimplementasikan dahulu menjadi sebuah kelas. Hubungan antarkelas dapat terdiri dari:

1. Asosiasi, yaitu hubungan statis antar kelas. Umumnya menggambarkan kelasyang memiliki atribut berupa kelaslain, atau kelasyang harus mengetahui eksistensi kelaslain. Panah navigasi menunjukkan arah query antar kelas.

2. Agregasi, yaitu hubungan yang menyatakan bagian.

3. Pewarisan, yaitu hubungan hirarkis antar kelas. Kelas dapat diturunkan dari kelaslain dan mewarisi semua atribut dan metoda kelas asalnya dan menambahkan fungsionalitas baru, sehingga ia disebut anak dari kelas yang diwarisinya. Kebalikan dari pewarisan adalah generalisasi.

2.9.4 Diagram Status (State Chart Diagram)

Diagram status menyediakan sebuah cara untuk memodelkan berbagai macam keadaan yang mungkin dialami oleh sebuah obyek. Jika dalam diagram kelas menunjukan Gambaran statis kelas – kelas dan relasinya, diagram status digunakan untuk memodelkan tingkah laku dinamik sistem (Sholiq, 2006).

(30)
(31)

III.

METODOLOGI

3.1 Kerangka Pemikiran

[image:31.612.177.444.315.579.2]

Pada dasarnya, tebu merupakan jenis tanaman yang harus segera diolah (digiling) setelah tebu tersebut selesai ditebang, Hal ini harus dilakukan untuk mengurangi resiko kehilangan rendemen gula yang terdapat dalam tebu tersebut. Namun, tidak jarang apabila sistem transportasi yang diterapkan di perusahaan tidak efisien dan efektif dapat berakibat terhadap tidak sesuainya jumlah tonase kebutuhan tebu yang seharusnya tersedia, sehingga target dari jumlah produksi gula yang dihasilkan pun tidak dapat terpenuhi. Tabel 5 memberikan perbandingan data dari jumlah tebang yang direncanakan dengan realisasi jumlah tebang yang telah dilakukan.

Tabel 5. Perbandingan rencana dengan realisasi tebang

Tanggal Rencana Tebang (Kuintal)

Realisasi Tebang (Kuintal)

25-May-12 24200 24405

26-May-12 26870 32822

27-May-12 20612 23321

28-May-12 31180 38144

29-May-12 19400 24346

30-May-12 37330 36661

31-May-12 38380 36021

1-Jun-12 27500 28160

2-Jun-12 45140 41205

3-Jun-12 43140 36246

4-Jun-12 42950 38976

5-Jun-12 40680 44663

6-Jun-12 43450 39028

7-Jun-12 43650 36766

8-Jun-12 43400 40357

Sumber : PG Rajawali II Unit Jatitujuh (2012)

(32)

ini pada dasarnya baik untuk dilakukan namun terdapat beberapa faktor lain yang perlu diperhatikan agar proses pengangkutan tebu berjalan efektif dan efisien, seperti jumlah dari alat transportasi yang digunakan haruslah tepat, jarak antara kebun menuju pabrik yang cukup variatif, kondisi idle dari pihak penebang tebu serta truk yang digunakan, jumlah tebang tebu yang direncanakan tidak sama setiap harinya, melainkan variatif tergantung kondisi dari pabrik, jumlah tebu yang tersedia di caneyard,dan lain – lain.

Selain itu, sistem transportasi yang dilakukan oleh perusahaan yaitu setiap truk yang mengangkut tebu, truk tersebut hanya dapat mengangkut tebu di satu kebun saja. Sistem ini pada dasarnya baik untuk diterapkan, namun sistem ini tidak cukup fleksibel serta tidak selalu efektif dan efisien. Sistem yang telah digunakan oleh perusahaan tersebut memberikan potensi idle untuk tebu yang sudah ditebang, karena tebu yang sudah di tebang tidak dapat langsung diangkut oleh truk ketika truk tersebut sedang mengangkut tebu menuju pabrik. Apabila tebu yang sudah ditebang tidak langsung diangkut oleh truk, sedangkan waktu yang digunakan untuk mengangkut dan menebang terbatas, akan terjadi kemungkinan tidak tercapainya target tebang atau tonase dari tebu yang telah dibuat dengan realisasi tebang yang telah dilakukan.

Terdapat beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi kendala pengangkutan tebu ini, salah satunya yaitu dengan melakukan penjadwalan transportasi truk yang digunakan untuk mengangkut tebu dengan teknik heuristik agar pengangkutan tebu berjalan dengan baik. Penjadawalan transportasi yang dibuat merupakan penjadwalan transportasi dimana setiap truk memiliki fleksibilitas untuk mengangkut tebu di kebun lain namun harus sesuai dengan koridor sistem yang akan dibuat dibuat. Penjadwalan pengangkutan tebu yang dibuat terdiri dari penentuan rute angkut tebu pada setiap trip serta penentuan jumlah kebutuhan truk yang akan digunakan, sehingga proses angkut tebu dan penebangan tebu dapat berjalan dengan efisien dan efektif.

(33)
[image:33.612.92.530.78.527.2]

Gambar 9. Kerangka Pemikiran Penelitian

Output yang dihasilkan dari pengangkutan tebu ini yaitu banyaknya jumlah kendaraan berupa truk yang akan digunakan, jumlah kendaraan ini merupakan jumlah yang tepat dan terbaik dari hasil simulasi yang telah dihitung. Selain itu, terdapat juga rute angkut dari setiap kendaraan untuk setiap trip, jumlah tebu yang telah diangkut di setiap trip dan sampai trip ke berapa pengangkutan tebu berhenti.

3.2 Pendekatan Berencana

(34)

kemudian dilanjutkan dengan metode penyelesaian yang harus di sesuaikan dengan tujuan, peubah, batasan, dan asumsi – asumsi dari alernatif solusi permasalahan yang ditawarkan. Langkah dari pendekatan berencana menurut Thierauf dan Klekamp (1975) tertera pada Gambar10.

Tahapan penelitian berdasarkan pendekatan berencana adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi permasalahan melalui observasi langsung di industri tebu terkait penjadwalan transportasi pengangkutan tebu. Pada tahap ini dilakukan pendataan mengenai faktor – faktor yang menjadi permalsahan dalam penjadwalan transportasi.

2. Perumusan masalah dalam penjadwalan transportasi, yaitu perlunya optimisasi dalam menentukan jumlah sumber daya yang dialokasikan, waktu keberangkatan dan selesai transportasi pengangkutan, serta rute yang ditempuh oleh alat transportasi pengangkutan. Pada tahap ini ditentukan faktor yang mempengaruhi permasalahan, penentuan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai, batasan – batasan terhadap penyelesaian masalah dan asumsi yang diperlaukan dalam pengembangan dan penyelesaian masalah.

3. Permodelan permasalahan dengan menjadikan faktor- faktor yang dianalasis sebagai variabel penyusun dalam menentukan hasil yang optimum. Pada tahap ini dilakukan analisis data untuk memperoleh model matematika dan pengembangan alternatif model berdasarkan pada variabel – variabel keputusan dan kendala yang ada.

4. Penetapan penjadwalan transportasi yang mengeluarkan hasil yang optimum melalui analisis alternatif-alternatif.

5. Simulasi penjadwalan transportasi dengan hasil mencakup sumber daya yang

dialokasikan, waktu keberangkatan, waktu sampai ke pabrik serta rute tempuh yang akan dilalui oleh kendaraan pengangkut.

3.3 Tata Laksana

3.3.1 Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui data – data yang berkaitan dengan penjadwalan transportasi. Data – data diperoleh dengan melakukan observasi langsung maupun wawancara. Adapun data – data yang diperlukan adalah :

1. Jadwal panen harian.

2. Kapasitas produksi pabrik dan jadwal produksi harian.

3. Jarak serta waktu satu trip dari setiap lokasi petak di perkebunan tebu ke pabrik. adapun waktu satu trip yang dimaksud terdiri dari waktu memuat tebu di kebun, waktu mengantri di stasiun penimbangan, serta waktu perjalanan.

4. Kebijakan jam kerja perusahaan.

5. Jumlah, kapasitas, dan kecepatan dari alat transportasi yang digunakan.

(35)

3.3.2 Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder didapatkan melalui bagian admisintrasi, penebangan , atau bagian yang terkait dengan pengangkutan tebu. Data yang dibutuhkan yaitu data aktual realisasi tebang angkut tebu yang telah dilakukan, jadwal penebangan tebu, serta kerjasama atau sistem yang digunakan dari pihak bagian penebangan dengan pabrik dalam melakukan penjadwalan.

Data Empiris Contoh

Data Empiris

Pembuatan kendali yang sesuai yang

digunakan untuk mendeteksi

perubahan yang dipengaruhi oleh

solusi

Pemilihan penyelesaian atau solusi

optimal berdasarkan analisa alternatif

Verifikasi dari solusi atau

penyelesaian optimal melalui tahapan

implementasi

Alat bantu komputer Fakta, ide, pendapat

dan lain - lain

Informasi dari seluruh

sumber yang dibutuhkan

Observasi terhadap gejala

permasalahan dan masalah

yang nyata

Definisi permasalah yang

sebenarnya atau nyata

Pengembangan alternatif

penyelesaian berdasarkan faktor – faktor yang mempengaruhi masalah

Pengembangan model

maksimasi dan minimasi Peralatan Standar

(Metode, teknik, dan

[image:35.612.103.533.94.522.2]

model)

(36)

3.4 Asumsi dan Standar

3.4.1 Asumsi

Asumsi dibutuhkan untuk menyederhanakan proses perhitungan. Dalam penelitian ini, digunakan b

Gambar

Tabel 5. Perbandingan rencana dengan realisasi tebang
Gambar 9. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 10. Tahapan Pendekatan Berencana (Thiearauf dan Klekamp, 1975)
Gambar 12. Diagram Alir Penjadwalan dan Penentuan Rute Transportasi
+7

Referensi

Dokumen terkait