• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODIFIKASI DESAIN STRUKTUR APARTEMEN AEROPOLIS LUCENT RECIDENCE MENGGUNAKAN BAJA SISTEM ECCENTRICALLY BRACED FRAME (EBF) DI YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MODIFIKASI DESAIN STRUKTUR APARTEMEN AEROPOLIS LUCENT RECIDENCE MENGGUNAKAN BAJA SISTEM ECCENTRICALLY BRACED FRAME (EBF) DI YOGYAKARTA"

Copied!
278
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR – RC14-1501

MODIFIKASI DESAIN STRUKTUR APARTEMEN AEROPOLIS LUCENT RECIDENCE MENGGUNAKAN BAJA SISTEM ECCENTRICALLY BRACED FRAME (EBF) DI YOGYAKARTA

MIRANTI RAMDHINI NRP. 3116105014

Dosen Pembimbing I

BUDI SUSWANTO, ST., MT., Ph.D.

Dosen Pembimbing II Ir. ISDARMANU, MSc.

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan dan Kebumian Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya 2018

(2)

TUGAS AKHIR – RC14-1501

MODIFIKASI DESAIN STRUKTUR APARTEMEN AEROPOLIS LUCENT RECIDENCE MENGGUNAKAN BAJA SISTEM ECCENTRICALLY BRACED FRAME (EBF) DI YOGYAKARTA

MIRANTI RAMDHINI NRP. 03111645000014

Dosen Pembimbing I

BUDI SUSWANTO, ST., MT., Ph.D.

Dosen Pembimbing II Ir. ISDARMANU, MSc.

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan dan Kebumian Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya 2018

(3)

FINAL PROJECT – RC14-1501

DESIGN STRUCTURE MODIFICATION OF AEROPOLIS LUCENT RECIDENCE APARTMENT WITH ECCENTRICALLY BRACED FRAME (EBF) AT YOGYAKARTA

MIRANTI RAMDHINI NRP. 03111645000014

Supervisor I

BUDI SUSWANTO, ST., MT., Ph.D.

Supervisor II

Ir. ISDARMANU, MSc.

DEPARTMENT OF CIVIL ENGINEERING Faculty of Civil, Enviromental and

Geo-Engineering

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2018

(4)
(5)

ii

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

(6)

iii

MENGGUNAKAN BAJA SISTEM ECCENTRICALLY BRACED FRAMES (EBF) di YOGYAKARTA

Nama Mahasiswa : MIRANTI RAMDHINI

NRP : 03111645000014

Jurusan : Teknik Sipil FTSLK–ITS Pembimbing 1 : BUDI SUSWANTO, ST, MT, Ph.d Pembimbing 2 : Ir. ISDARMANU, MSc.

ABSTRAK

Indonesia merupakan daerah yang rawan sekali terkena bencana gempa yang dimana dapat merusak bangunan di sekitar pusat gempa, terutama bangunan yang menggunakan beton pada struktur utamanya. Baja merupakan alternatif bangunan tahan gempa yang sangat baik. Jika dibandingkan dengan struktur beton, baja dinilai memiliki sifat daktilitas yang dapat dimanfaatkan pada saat struktur memikul beban akibat gempa. Salah satu alternatif dalam merancang bangunan gedung baja tahan gempa adalah dengan menggunakan Eccentrically braced frames (EBF) adalah suatu sistem rangka bangunan baja yang menggunakan bracing sebagai pengaku dan elemen link yang mampu mendisipasi energi gempa melalui mekanisme plastifikasi. Kelebihan sistem ini adalah daktilitas struktur yang baik dengan mekanisme kelelehan geser yang terjadi pada link pendek. Link adalah bagian pada elemen struktur balok yang dibentuk oleh perpotongan balok dan bresing.

Pada perhitungan struktur gedung dengan sistem SRBE ini mengacu pada Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 03-1726-2012, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 03-1729-2015, dan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Bangunan Gedung PPIUG 1983. Dan dalam menganalisis

(7)

iv

Dari analisa dan hasil perhitungan diperoleh hasil, yaitu tebal pelat bondeks 9 cm, dimensi balok induk WF600x300x12x17, balok link WF500x300x11x18, dimensi bresing WF 300x300x10x15, dimensi kolom lantai 1-7 komposit CFT 700x700x25x25, lantai 8-12 komposit CFT 600x600x25x25, panjang elemen link direncanakan 100 cm. Perencanaan pondasi menggunakan tiang pancang 60 cm dengan kedalaman 28 m. Sloof ukuran 35 cm x 50 cm dengan tulangan utama 8D19 dan tulangan geser Ø13-200.

Kata kunci : Bracing, Sistem Rangka Bresing Eksentris, Link

(8)

v

WITH ECCENTRICALLY BRACED FRAME

Name : MIRANTI RAMDHINI

NRP : 03111645000014

Major : Civil Engineering–ITS Supervisor 1 : BUDI SUSWANTO, ST, MT, Ph.d Supervisor 2 : Ir. ISDARMANU, MSc.

ABSTRACT

Indonesia, due to its high frequency of earthquake, is famous for its land’s fragility on most of its area. The potential damage the natural disaster can bring to the buildings within its reach is considerably high, especially for those which are mostly concrete-structured. As science expands human’s horizon, it is now believed that Steel is one of good alternatives to become the foundation of an earthquake-resistance building. Compared to the one that is concrete, steel has ductility character which can be used to hold load from the potential effects of the earthquake. One of the alternatives in planning a steel construction building which is earthquake-resistance is Eccentrically Braced Frame.

Eccentrically Braced Frame (EBF) is a steel construction building which use bracing as stiffer and link element which can dissipate the earthquake power through plasticity mechanism. The advantage of this system is a good ductility structure with shear melting mechanism which works in the short link. Link itself is a part in bar structure element made from the cutting between bar and braced.

This EBF building construction calculation depends on the Earthquake Resistance Planning Standard for Building Construction SNI 03-1726-2012, the Steel Structure Planning for Building Construction SNI 03-1729-2015, and the Indonesian

(9)

vi

specifically used in analysing the structure.

From the analysis and calculation result, it was found that the thickness of bondex plat was 9 cm, the bar dimension was WF600x300x12x17, the link bar was WF500x300x11x18, the braced dimension was WF 300x300x10x15, 1-7 composite floors column dimension were CFT 700x700x25x25, 8-12 composite floors were CFT 600x600x25x25 the length of link element was planned 100 cm. The planning of foundation used 60 cm pole with 28 m of depth. It also used 35 cm x 50 cm sloof with 8D19 as the main reinforcement and Ø13-200 as the shear reinforcement.

Keyword : Bracing, Eccentrically Braced Frame System, Link

(10)

vii

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunia- Nya sehingga tugas akhir yang berjudul “Modifikasi Desain Struktur Apartement Aeropolis Lucent Recidence Menggunakan Baja Sistem Eccentrically Braced Frames (EBF) di Yogyakarta”

dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tugas akhir ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Orang tua dan keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan serta motivasi selama penulisan tugas akhir ini.

2. Bapak Budi Suswanto, ST., MT., Ph.D selaku dosen pembimbing I yang telah dengan segala upaya memberikan bimbingan dengan sabar dan tekun sehingga penulisan tugas akhir ini selesai tepat pada waktunya.

3. Bapak Ir. Isdarmanu, MSc. selaku dosen pembimbing II yang telah dengan segala upaya memberikan bimbingan dengan sabar dan tekun sehingga penulisan tugas akhir ini selesai tepat pada waktunya.

4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan dan do’a hingga penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan.

Semoga Allah SWT membalas segala budi baik mereka, segala upaya penulis lakukan dalam penyusunan tugas akhir ini.

Penulis menyadari tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun demi kelengkapan tugas akhir ini sangat diharapkan. Penulis berharap tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Surabaya, Juli 2018

Penulis

(11)

viii

“ Halaman ini sengaja dikosongkan “

(12)

ix

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Batasan Masalah ... 4

1.5 Manfaat ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Umum ... 7

2.2 Struktur Rangka Baja tahan Gempa... 7

2.2.1

Moment Resisting Frame ... 8

2.2.2

Concentrically Braced Frames (CBF) ... 9

2.2.3

Eccentrically Braced Frames (EBF) ... 10

2.3 Kolom Komposit... 14

2.4 Sambungan... 15

2.5 Pondasi ... 16

BAB III METODOLOGI ... 17

3.1 Diagram Alir ... 17

(13)

x

3.2.2 Studi literatur ... 19

3.2.3 Preliminary design ... 19

3.2.4 Perhitungan beban struktur ... 20

3.2.5 Permodelan struktur ... 20

3.2.6 Kontrol perencanaan struktur utama ... 20

3.2.7 Perhitungan struktur bawah ... 28

3.2.8 Penggambaran Teknik ... 32

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER ... 33

4.1 Perencanaan Pelat Lantai ... 33

4.1.1 Perencanaan Pelat Atap ... 33

4.1.2 Perencanaan Pelat Lantai ... 35

4.2 Perencanaan Balok Anak ... 36

4.2.1 Perencanaan Balok Anak Lantai Atap ... 36

4.2.2 Perencanaan Balok Anak Lantai ... 41

4.3 Perencanaan Balok Lift ... 46

4.3.1 Perencanaan Balok Pembagi Lift ... 47

4.3.2 Perencanaan Balok Penggantung Lift ... 52

4.4 Perencanaan Tangga dan Bordes ... 58

4.4.1 Perencanaan Anak Tangga... 59

4.4.2 Perencanaan Pelat Bordes ... 62

4.4.3 Perencanaan Balok Utama Tangga ... 62

4.4.4 Perencanaan Balok Penumpu Bordes ... 72

(14)

xi

5.2 Pembebanan pada Struktur Utama ... 79

5.3 Kombinasi Pembebanan ... 81

5.4 Pembebanan Gempa Dinamis ... 81

5.4.1 Penentuan Klasifikasi Situs ... 82

5.4.2 Parameter Respons Spektrum Rencana ... 83

5.4.3 Faktor Reduksi Gempa (R) ... 84

5.4.4 Faktor Keutamaan (I) ... 84

5.4.5 Arah Pembebanan ... 85

5.5 Kontrol Penerimaan Permodelan Struktur ... 85

5.6 Kontrol Penerimaan Permodelan Struktur ... 87

5.6.1 Kontrol Nilai Akhir Respon Spektrum ... 87

5.6.2 Kontrol Partisipasi Massa ... 90

5.6.3 Kontrol Waktu Getar Alami Fundamental... 91

5.6.4 Kontrol Batas Simpangan (Drift) ... 92

5.6.5 Kontrol Sistem Ganda ... 95

BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR PRIMER ... 97

6.1 Analisa Struktur Primer ... 97

6.2 Perencanaan Struktur Balok... 97

6.2.1 Balok Induk Arah X ... 97

6.2.2 Balok Induk Arah Y ... 101

6.3 Perencanaan Struktur Kolom ... 105

6.4 Perencanaan Struktur Link ... 117

(15)

xii

6.5 Perencanaan Struktur Balok di Luar Link ... 128

6.5.1 Balok di Luar Link Arah X ... 128

6.5.2 Balok di Luar Link Arah Y ... 133

6.6 Perencanaan Struktur Bresing ... 137

6.6.1 Bresing Arah X ... 137

6.6.2 Bresing Arah Y ... 144

6.7 Perencanaan Sambungan ... 152

6.7.1 Sambungan Balok Anak dengan Balok Induk . 152 6.7.2 Sambungan Balok Utama Tangga dengan Balok Penumpu Bordes ... 157

6.7.3 Sambungan Balok Penumpu Bordes dengan Kolom ... 163

6.7.4 Sambungan Kolom CFT 700x700x25x25 dengan Kolom CFT 700x700x25x25 ... 167

6.7.5 Sambungan Kolom dengan Balok Induk ... 169

6.7.6 Sambungan Bracing ... 179

6.7.7 Sambungan Kolom dengan Base Plate ... 190

BAB VII PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH ... 201

7.1 Umum ... 201

7.2 Data Tanah ... 201

7.3 Perencanaan Pondasi... 201

7.4 Daya Dukung Tanah ... 202

7.4.1 Daya dukung tiang pancang kelompok ... 203

(16)

xiii

7.4.4 Kontrol beban maksimum kelompok tiang

pancang ... 208

7.4.5 Kontrol kekuatan tiang... 209

7.4.6 Perencanaan poer pada kolom ... 211

7.4.7 Perencanaan kolom pedestal ... 221

7.4.8 Perencanaan sloof pondasi ... 225

BAB VIII KESIMPULAN ... 229

8.1 Kesimpulan ... 229

8.2 Saran ... 230

DAFTAR PUSTAKA ... 231

(17)

xiv

“ Halaman ini sengaja dikosongkan “

(18)

xv

Gambar 2. 1 Bagian yang Dilelehkan pada Sistem Struktur Baja

Tahan Gempa ... 8

Gambar 2. 2 Contoh Konfigurasi EBF ... 10

Gambar 2. 3 Mekanisme Kelelehan pada Sistem EBF ... 10

Gambar 2. 4Free body Diagram dan Gaya pada Link ... 11

Gambar 2. 5 Sudut Rotasi Link ... 14

Gambar 3. 1 Alur Perancangan Struktur EBF ... 17

Gambar 3. 2 Alur Perancangan Struktur EBF (Lanjutan) ... 18

Gambar 3. 3Kontrol Geser Pons Pada Poer Akibat Beban Kolom ... 30

Gambar 3. 4Kontrol Geser Pons Pada Poer AkibatTiang Pancang ... 31

Gambar 4. 1 Pelat Atap ... 33

Gambar 4. 2 Penulangan Pelat Atap ... 34

Gambar 4. 3 Pelat Lantai ... 35

Gambar 4. 4 Penulangan Pelat Lantai... 36

Gambar 4. 5 Balok Anak Lantai Atap ... 37

Gambar 4. 6 Diagram Momen Balok Anak Atap ... 39

Gambar 4. 7 Balok Anak Lantai ... 41

Gambar 4. 8 Diagram Momen Balok Anak Lantai ... 44

Gambar 4. 9 Denah Lift ... 46

Gambar 4. 10 Potongan Melintang Lift ... 47

Gambar 4. 11 Balok Pembagi Lift ... 48

Gambar 4. 12PembebananBalok Pembagi Lift ... 48

Gambar 4. 13 Diagram Momen Balok Pembagi Lift ... 50

Gambar 4. 14 Balok Penggantung Lift ... 53

Gambar 4. 15 Model Pembebanan Balok Penggantung Lift ... 54

Gambar 4. 16 Diagram Momen Balok Penggantung Lift... 56

Gambar 4. 17 Denah Tangga ... 59

Gambar 4. 18Potongan Tangga ... 60

Gambar 4. 19 Tebal Efektif Tangga ... 60

(19)

xvi

Gambar 4. 22 Bidang D (Gaya Geser) Balok Utama Tangga ... 67 Gambar 4. 23 Bidang N (Gaya Aksial) Balok Utama Tangga .... 68 Gambar 4. 24 Lendutan yang Terjadi ... 71 Gambar 4. 25 Pembebanan Balok Penumpu Bordes ... 72 Gambar 4. 26 Diagram Momen Balok Penumpu Bordes ... 75 Gambar 5. 1 Denah Struktur Apartement Aeropolis Lucent Recidence ... 79 Gambar 5. 2 Grafik Spektral Percepatan Gempa Wilayah

Yogyakarta dengan Periode Ulang 500 Tahun ... 84 Gambar 5. 3 Area Pembebanan pada Kolom yang Ditinjau ... 86 Gambar 6. 1 Lokasi Balok Induk Frame 1091 ... 97 Gambar 6. 2 Diagram Momen dan Geser pada Balok Induk Frame 1091 ... 98 Gambar 6. 3 Diagram Lendutan Akibat Kombinasi Pembebanan 1D + 1L pada Balok Induk Frame 1091 ... 98 Gambar 6. 4 Lokasi Balok Induk Frame 1239 ... 101 Gambar 6. 5 Diagram Momen dan Geser pada Balok Induk Frame 1239 ... 102 Gambar 6. 6 Diagram Lendutan Akibat Kombinasi Pembebanan 1D + 1L pada Balok Induk Frame 1239 ... 102 Gambar 6. 7 Lokasi Kolom Frame 121 ... 106 Gambar 6. 8 Diagram Gaya Aksial pada Kolom Frame 121 .... 107 Gambar 6. 9 Diagram Momen Arah X pada Kolom Frame 121 ... 107 Gambar 6. 10 Diagram Momen Arah Y pada Kolom Frame 121 ... 108 Gambar 6. 11 Penampang Kolom Komposit CFT dengan Profil HSS 700 x 700 x 25 x 25 ... 108 Gambar 6. 12 Lokasi LinkFrame 777 ... 117 Gambar 6. 13 Diagram Momen dan Gaya Geser pada Link Frame 777 ... 118

(20)

xvii

608 ... 123

Gambar 6. 16 Lokasi Balok di LuarLinkFrame 1659 ... 129

Gambar 6. 17 Diagram Momen dan Gaya Geser pada Balok di Luar Link Frame 1659 ... 129

Gambar 6. 18 Lokasi Balok di LuarLinkFrame 607 ... 133

Gambar 6. 19 Diagram Momen dan Gaya Geser pada Balok di LuarLink Frame 607... 134

Gambar 6. 20 Lokasi bresing Frame 779 ... 138

Gambar 6. 21 Diagram Momen dan Gaya Geser Arah X pada Bresing Frame 779 ... 138

Gambar 6. 22 Diagram Momen dan Gaya Geser Arah Y pada Bresing Frame 779 ... 139

Gambar 6. 23 Lokasi bresing Frame 609 ... 145

Gambar 6. 24Diagram Momen dan Gaya Geser Arah X pada Bresing Frame 609 ... 145

Gambar 6. 25 Diagram Momen dan Gaya Geser Arah Y pada Bresing Frame 609 ... 146

Gambar 6. 26 Detail Sambungan Balok Induk - Balok Anak ... 152

Gambar 6. 27 Detail Sambungan Balok Utama Tangga – Balok Penumpu Bordes ... 158

Gambar 6. 28 Detail Sambungan Balok Penumpu Bordes dengan Kolom ... 163

Gambar 6. 29 Detail Sambungan Kolom CFT 700x700x25x25 dengan Kolom CFT 700x700x25x25 ... 167

Gambar 6. 30 Tampak Atas Sambungan Balok Induk – Kolom ... 170

Gambar 6. 31 Tampak Samping Sambungan Balok Induk – Kolom ... 170

Gambar 6. 32 Momen pada sambungan ... 172

Gambar 6. 33 Sambungan Bracing – Link ... 180

Gambar 6. 34 Sambungan Bracing – Balok – Kolom ... 180

Gambar 6. 35 Sambungan Las pada Baseplate ... 191

Gambar 6. 36 Arah Beban Sumbu X pada Base Plate ... 194

(21)

xviii

Gambar 6. 39 Sambungan Baseplate Dengan Kolom dan Pedestal

... 199

Gambar 7. 1 Konfigurasi Pondasi Tiang Pancang Tipe 1 ... 204

Gambar 7. 2 Area Kritis Geser Akibat Kolom ... 212

Gambar 7. 3 Area Kritis Geser Akibat 1 Tiang Pancang ... 214

Gambar 7. 4 Pembebanan Poer Kolom Tipe 1 (Arah Sumbu X) ... 215

Gambar 7. 5 Pembebanan Poer Kolom Tipe 1 (Arah Sumbu Y) ... 218

Gambar 7. 6 Hasil Analisis Kolom Pedestal dengan Program PCA Col ... 222

Gambar 7. 7Hasil Analisis Mpr Kolom Pedestal dengan Program PCA Col ... 223

Gambar 7. 8 Penulangan Kolom Pedestal ... 224

Gambar 7. 9 Hasil Analisis Sloof dengan Program PCA Col ... 226

Gambar 7. 10 Penulangan Sloof ... 227

(22)

xix

Tabel 2. 1 Jarak Pengaku Maksimum ... 13 Tabel 5. 1 Hasil Data Tanah Berdasarkan N-SPT ... 82 Tabel 5. 2 Parameter Respons Gempa Wilayah Surabaya untuk Kelas Situs SD (Tanah Sedang) ... 83 Tabel 5. 3Output Joint Reaction dengan Kombinasi Beban 1D + 1L pada Kolom As E-2 Menggunakan Program Bantu SAP 2000 v14 ... 86 Tabel 5. 4 Reaksi Dasar Struktur ... 88 Tabel 5. 5 Gaya Geser Dasar Akibat Beban Gempa ... 88 Tabel 5. 6 Gaya Geser Dasar Akibat Beban Gempa Setelah Dikalikan dengan Faktor Skala ... 89 Tabel 5. 7 Rasio Partisipasi Massa Apartement Aeropolis Lucent Recidence (Tower 3) ... 90 Tabel 5. 8 Periode dan Frekuensi Struktur ... 92 Tabel 5. 9 Kontrol Simpangan yang Terjadi Akibat Beban Gempa pada Arah X ... 93 Tabel 5. 10 Kontrol Simpangan yang Terjadi Akibat Beban Gempa pada Arah Y ... 94 Tabel 5. 11 Kontrol Simpangan yang Terjadi Akibat Beban Gempa pada Arah Y (Lanjutan) ... 94 Tabel 5. 12 Kontrol Sistem Ganda ... 95 Tabel 6. 1 Rekapitulasi Dimensi Struktur Primer ... 151

(23)

xx

“ Halaman ini sengaja dikosongkan “

(24)

1 1.1 Latar Belakang

Seiring berjalannya waktu, jumlah penduduk khusunya di Indonesia semakin meningkat namun jumlah lahan yang tersedia semakin berkurang. Sehingga munculah peningkatan permintaan terhadap kebutuhan properti salah satunya apartemen. Untuk menanggapi hal tersebut maka pembangunan gedung Aeropolis Lucent Residence dilaksanakan. Gedung yang berada di Tangerang ini, terdiri atas apartemen 7 lantai dan toko di lantai dasar dan didesain menggunakan struktur beton bertulang.

Selain beton bertulang, terdapat berbagai macam material utama konstruksi salah satunya yaitu baja. Baja merupakan salah satu material yang sering digunakan di dunia konstruksi. Hal ini dikarenakan baja memiliki berbagai macam keunggulan bila dibandingkan dengan material lain. Beberapa keunggulan baja yaitu tidak dimakan rayap, perbedaan muai dan susutnya kecil, dapat di daur ulang serta memiliki kekuatan tarik yang tinggi, memiliki daktilitas yang tinggi, lebih lentur, lebih ringan dan pekerjaannya lebih cepat jika dibandingkan dengan beton.

Dalam pembangungan sebuah gedung bertingkat seperti apartement, lamanya waktu pembangunan sangat diperhitungkan karena semakin cepat pembangunan itu selesai, maka semakin cepat pula unit – unit apartement tersebut dapat dijual sehingga diharapkan pengembalian modal juga semakin cepat. Dengan berbagai keunggulan baja di atas, maka dipilih material baja sebagai material yang akan digunakan pada modifikasi di proposal tugas akhir ini.

Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap gempa. Hal ini terbukti dengan seringnya terjadi gempa di beberapa daerah di Indonesia, salah satunya daerah Yogyakarta.

Pada 27 Mei 2006 terjadi gempa bumi tektonik kuat di Yogyakarta sebesar 5,9 skala Richter yang mengibatkan banyak korban jiwa dan kerusakan strukturbangunan tertutama pada bangunan dengan

(25)

struktur utama beton seperti yang terjadi pada salah satu gedung di kampus Institut Seni Indonesi (ISI) yang mengalami roboh. Untuk itu, desain bangunan tahan gempa perlu diperhatikan sehingga dapat meminimalisir jumlah korban jiwa dan kegagalan struktur.

Konsep desain bangunan tahan gempa saat ini yaitu struktur bangunan harus berperilaku daktail yaitu kemampuan materail tersebut untuk mengembangkan regangannya dari pertama kali leleh hingga putus. Di antara beberapa material utama konstruksi, baja merupakan material yang memiliki daktilitas paling tinggi.

Struktur baja mampu berdeformasi yang besar di bawah pengaruh tegangan tarik yang tinggi tanpa hancur atau rusak, yang mengakibatkan material baja dapat mencegah proses runtuhnya bangunan secara tiba-tiba sehingga memberi waktu pada penghuni bangunan untuk menyelamatkan diri pada saat terjadi gempa.

Terdapat beberapa sistem perencaan struktur bangunan tahan gempa salah satunya sistem rangka bresing eksentris (Eccentrically Braced Frames). EBF merupakan sistem rangka balok kolom yang dilengkapi dengan pengaku dan disetiap ujung pengaku terhubung dengan balok link. EBF merupakan gabungan dari antara sistem rangka pemikul momen (MRF) dan sistem rangka bresing konsentris (CBF). Hal ini dikarenakan EBF mampu memikul kombinasi antara beban rangka dan truss. Keunggulan EBF adalah memiliki daktilitas yang tinggi seperti MRF dan juga memiliki kekakuan yang tinggi seperti CBF.

Dalam mendesain suatu gedung di Indonesia harus mengacu pada peraturan – peraturan seperti SNI 1729:2002 tentang tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung, SNI 1729:2015 tentang spesifikasi untuk bangunan gedung baja struktural, SNI 2847:2013 tentang persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung, SNI 1726:2012, tentang tata cara perencaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung, SNI 1727:2013 tentang beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain dan PPIUG 1983 tentang peraturan pembebanan Indonesia untuk gedung.

(26)

Dibutuhkannya bangunan bertingkat tinggi yang aman terhadap gempa sesuai desain bangunan tahan gempa untuk daerah rawan gempa guna mempertahankan struktur bangunan tidak runtuh pada saat terjadi gempa, maka dilakukan beberapa modifikasi terhadap gedung Aeropolis Lucent recidence yaitu jumlah lantai yang awalnya terdiri atas 7 lantai dinaikan menjadi 12 lantai serta menaikan tinggi masing-masing lantai, material yang digunakan pada modifikasi adalah material baja dengan menggunakan sistem Ecentrically Braced Frame (EBF) dan diletakan di kota Yogyakarta. Untuk itu, pada proposal tugas akhir ini diusulkan judul “Modifikasi Desain Struktur Gedung Aeropolis Lucent Recidence Menggunakan Baja Sistem Eccentrically Braced Frame (EBF) di Yogyakarta”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :

- Permasalahan Utama

Bagaimana merencanakan modifikasi struktur gedung Aeropolis Lucent Recidence menggunakan sistem Eccentrically Braced Frame (EBF) ?

- Rincian Permasalahan

8.1 Bagaimana menentukan preliminary design penampang profil baja pada gedung Aeropolis Lucent Recidence ? 8.2 Beban – beban apa saja yang bekerja pada perencanaan

gedung Aeropolis Lucent Recidence ?

8.3 Bagaimana merencanakan struktur sekunder yang terdiri dari pelat, balok anak dan tangga ?

8.4 Bagaimana memodelkan dan menganalisa struktur dengan menggunakan program bantu SAP 2000.14 ?

8.5 Bagaimana merencanakan struktur primer yang terdiri dari balok dan kolom baja ?

8.6 Bagaimana merencanakan pengaku eksentris dan link ? 8.7 Bagaimana merencanakan sambungan yang memenuhi

kriteria perencaan struktur ?

(27)

8.8 Bagaimana merencanakan pondasi dan poer ?

8.9 Bagaimana menuangkan hasil desain dan analisa ke dalam gambar teknik ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan proposal tugas akhir ini adalah sebagai berikkut :

a. Tujuan Utama

Mendapatkan hasil perencanaan struktur gedung Aeropolis Lucent Recidence menggunakan sistem Eccentrically Braced Frame (EBF).

b. Rincian Tujuan

4 Menentukan preliminary design penampang profil baja pada gedung Aeropolis Lucent Recidence.

5 Menentukan beban – beban apa saja yang bekerja pada perencanaan gedung Aeropolis Lucent Recidence.

6 Merencanakan struktur sekunder yang terdiri dari pelat, balok anak dan tangga.

7 Memodelkan dan menganalisa struktur dengan menggunakan program bantu SAP 2000.14.

8 Merencanakan struktur primer yang terdiri dari balok dan kolom baja.

9 Merencanakan pengaku eksentris dan link.

10 Merencanakan sambungan yang memenuhi kriteria perencaan struktur.

11 Merencanakan pondasi dan poer.

12 Menuangkan hasil desain dan analisa ke dalam gambar teknik.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam modifikasi ini meliputi : 4 Tidak menghitung biaya.

5 Tidak mempertimbangkan sistem instalasi listrik dan sanitasi gedung.

(28)

1.5 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari modifikasi ini meliputi : a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk perencanaan

struktur baja dengan sistem Eccentrically Braced Frame (EBF).

b. Modifikasi ini dapat menunjukan hal – hal yang harus diperhatikan pada saat perencanaan sehingga dapat meminimalisir kegagalan.

(29)

“ Halaman ini sengaja dikosongkan “

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Dalam memenuhi kosep bangunan tahan gempa, material yang digunakan adalah material yang daktail. Daktilitas merupakan seberapa plastis material tersebut atau kemampuan materail tersebut untuk mengembangkan regangannya dari pertama kali leleh hingga putus. Baja merupakan material konstruksi dengan daktilitas tinggi. Sehingga baja seringkali digunakan sebagai material konstruksi tahan gempa. hal ini berbanding terbalik dengan beton. Beton merupakan struktur yang bersifat getas yaitu material yang tidak ada deformasi plastis sebelum rusak sehingga material beton akan tiba-tiba rusak tanpa menunjukan tanda – tanda terlebih dahulu. Beton juga tidak memiliki titik mulur atau susut dan pada saat beton patah maka itu menunjukan kekuatan maksimumnya.

Terdapat tiga persyaratan yang harus dipenuhi dalam konsep bangunan tahan gempa yaitu :

1. Apabila terjadi gempa kecil maka bangunan tidak boleh rusak sama sekali

2. Apabila terjadi gempa sedang maka arsitektural bangunan boleh rusak tetapi strukturalnya tidak boleh rusak

3. Apabila terjadi gempa besar maka bangunan tersebut boleh mengalami kerusakan struktural maupun non strukturalnya tetapi tidak boleh sampa bangunan tersebut runtuh.

2.2 Struktur Rangka Baja tahan Gempa

Pada perencanaan struktur baja tahan gempa, dilakukan dengan cara disipasi energi melalui plastifikasi komponen struktur.

Terdapat beberapa jenis sistem struktur baja tahan gempa, diantaranya yaitu Moment Resisting Frame (MRF), Concentrically Braced Frames (CBF) dan Eccentrically Braced Frame (EBF).

Ketiga sistem ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

(31)

Gambar 2. 1 Bagian yang Dilelehkan pada Sistem Struktur Baja Tahan Gempa

(Sumber : Geni A. A, Rengga dan Yudhistira W.P,2015 )

2.2.1 Moment Resisting Frame

Moment Resisting Frame (MRF) atau sistem rangka pemikul momen mempunyai daktilitas yang baik. Hanya saja sistem ini memerlukan simpangan antar lantai yang besar untuk menimbulkan sendi-sendi plastis pada balok yang berfungsi untuk menyerap energi gempa yang terjadi. Pada sistem ini, sambungan harus didesain cukup kuat untuk menambah kekuatan balok dan mengurangi resiko kegetasan pada sambungan antara balok dan kolom.

Jika dibandingkan dengan sistem struktur baja lainnya, MRF memiliki ukuran elemen struktur yang lebih besar, hal ini dikarenakan dengan rentang balok yang cukup lebar dan tanpa pengaku maka akan memberikan deformasi yang cukup besar.

Simpangan yang cukup besar pada sistem MRF akan mengakibatkan struktur memiliki kekakuan yang rendah yang dapat menyebabkan kerusakan non struktural yang besar.

Berdasarkan daktilitasnya, sitem MRF dibagi menjadi dua, yaitu Special Moment Resisting Frames atau biasa disebut Sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK) dan Ordinary Moment Resisting Frames atau sistem rangka pemikul momen biasa (SRPMB).

1. Sistem Rangka Batang Pemikul Momen Khusus (SRBPMK) SRBPMK didesain memiliki daktilitas yang tinggi dengan adanya suatu segmen khusus yang terdiri dari beberapa panel dengan batang-batangnya direncanakan mengalami deformasi

(32)

inelastik yang cukup besar akibat beban gempa rencana sehingga mengurangi kekakuan dari struktur tersebut

2. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)

SRPMB didesain mengalami deformasi inelastik yang lebih kecil dari SRBPMK akibat beban gempa rencana sehingga kekakuan dari struktur tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan SRBPMK.

2.2.2 Concentrically Braced Frames (CBF)

Berbeda dengan MRF, CBF merupakan sistem struktur yang memiliki kekakuan elastik yang tinggi. Kekakuan ini diperoleh dengan adanya batang diagonal yang menahan gaya lateral pada struktur frame sehingga memperbesar gaya aksial dan memperkecil gaya lentur. Pada sistem ini, elemen bressing diharapkan mempu berdeformasi inelastik yang besar tanpa kehilangan kekakuan yang besar pada struktur.

Distribuasi beban lateral pada bidang bressing, batang- batang bressing harus dipasang dengan arah gaya lateral yang sejajar pada bidang bressing, minimal 25% tapi tidak lebih dari 75% gaya horizontal total harus dipikul oleh batang bressing tarik, kecuali jika kuat nominal tekan Nn untuk setiap batang bressing lebih besar daripada beban berfaktor Nu (SNI 1726:2012).

Ssitem CBF dibagi menjadi dua, yaitu Sistem Rangka Bressing Konsentrik Khusus (SRBKK) dan Sistem Rangka Bressing Konsentrik Biasa (SRBKB).

a. Sistem Rangka Bressing Konsentrik Khusus (SRBKK)

Pada sistem ini struktur dapat berdeformasi inelastik yang cukup besar akibat beban gempa rencana. Sistem ini memilikii daktilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan SRBKB. Hal ini dikarenakan deformasi pada SRBKK lebih besar dan penurunan kekuatan pada saat tekuk pada lebih kecil bressing dari pada SRBKB

b. Sistem Rangka Bressing Konsentrik Biasa (SRBKB)

Sistem ini dapat mengalami deformasi inelastik secara terbatas apabla dibebani oleh gaya gempa rencana.

(33)

2.2.3 Eccentrically Braced Frames (EBF)

EBF merupakan suatu sistem rangka dimana beban aksial disalurkan daripengaku ke kolom atau ke pengaku lain melalui segmen kecilpada balok. Segmen kecil pada balok yang mampumendisipasi gaya gempa untuk menjaga kestabilan gedungdisebut “link”. Link berfungsi sebagai pengaman strukturyang menjaga komponen lain pada struktur tetap aman.Kolom, balok, pengaku pada sistem rangka eksentris didesainagar tidak putus pada kondisi pembebanan ekstrim.

Hasildesain ini yang menjadi acuan dalam perencaanan kapasitasbeban ultimat link sehingga link didesain sebagai komponenyang paling lemah yang akan rusak terlebih dahulu.

(Popov,dkk, 1986).

Gambar 2. 2 Contoh Konfigurasi EBF (Sumber : Bruneau, dkk, 2011)

2.2.3.1 Konsep Perencanaan Struktur EBF

Desain sistem EBF dilakukan untuk dapatmenahan beban lateral gempa tanpa mengalamikeruntuhan. Kelelehan terjadi padabagian dari balok yaitu link dan elemen lain daristruktur seperti balok dan kolom tetap dalam kondisielastis.

Gambar 2. 3 Mekanisme Kelelehan pada Sistem EBF

(34)

Perencanaan struktu EBF harus berdasarkan pada hal-hal berikut ini :

a. Link merupakan elemen terlemah dari sistem EBF dan berfungsi sebagai “fuse” atau sikring yang melindungi komponen lain dari struktur untuk tidak runtuh terlebih dahulu sehingga elemen struktur yang lain (balok, kolom dan sambungan) harus lebih kuat dari link (Engelhardt, 2007) b. Tiga veriabel yang harus direncanakan dengan baik adalah

konfigurasi pengaku, panjang link, dan profil link yang dipakai (Becker, 1996)

c. Link harus memenuhi perbandingan lebar dan tebal sesuai tabel 15.7-1 (SNI 03:1729:2002)

d. Tegangan leleh bahan baja yang digunakan pada link tidak boleh melebihi 350 Mpa (SNI 03:1729:2002)

e. Mendesain EBF sesuai dengan SNI 03:1729:2002 pasal 15.13 2.2.3.2 Gaya pada Link

Pada desain link diasumsikan hanya dalam keadaan plastis biasa, tidak pada saat satrin hardening dan tidak terjadi interaksi antara momen dan geser. Gaya-gaya yang bekerja pada link merupakan hasil dari keseimbangan statis yaitu pada saat momen pada ujung-ujung link sama besar, maka MA = MB = M, maka diperoleh persamaan Ve = 2M.. sehingga panjang link dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

𝑒 = 2𝑀𝑝

𝑉𝑝 (2.1)

Keterangan :

e = Panjang link

Mp = Momen plastis (Zx x fy)

Vp = Geser plastis ( 0,6 x fy x d x tw)

Gambar 2. 4Free body Diagram dan Gaya pada Link (Sumber : Bruneau, dkk, 2011)

(35)

2.2.3.3 Mekanisme Keruntuhan Link

Terdapat dua jenis link yang dapat digunakan yaitu link pendek dan link panjang. Semakin pendek link, maka semakin besar pengaruh gaya geser terhadap perilaku inelastiknya sedangkan semakin panjang link maka semakin besar pengaruh momen ujungnya.

Pada link pendek, kelelehan geser terjadi secara seragam sepanjang link. Gaya geser yang terjadi mencapai kapasitas geser plastis sebelum momen ujung mencapai momen plastis. Kelelehan link terjadi akibat gaya geser membentuk sendi geser. Link pendek memiliki sifat sangat daktail dengan kapasitas inelastik yang melebihi kapasitas geser badan, sehingga keruntuhan terjadi akibat buckling pada web (Yurisman, 2010)

Pada link panjang, momen ujung Mp membentuk sendi – sendi lentur sebelum terjadinya kelelehan geser. Keruntuhan disebabkan oleh deformasi lentur yang berakibat kegagalan yang merupakan kombinasi dari terjadinya buckling pada sayap compression bucklling pada badan dan atau lateral torsional buckling. Sebagai tambahan, akibat regangan yang besar pada ujung link maka memungkinkan terjadinya fracture pada sambungan las ujung pada saat terjadi mode keruntuhan batas (Budiono, 2010)

2.2.3.4 Hubungan Pengaku dan Sudut Rotasi terhadap Kinerja Link

Pengaku berfungsi untuk mentranfer gaya geser tanpa menyebabkan tekuk badan. Pada link pendek jarak maksimum pengaku badan bagian tengah tergantung pada besaran sudut rotasi link. Semakin besar sudut rotasinya maka semakin rapat jarak antar pengakunya. Pada link panjang, pengaku badan berfungsi untuk membatasi penurunan kekuatan yang disebabkan oleh tekuk lokal pelat sayap dan tekuk torsi lateral.

Menurut AISC 2005, sudut rotasi link merupakan sudut inelastik diantara link dan balok diluar link ketika total simpangan tingkat sama dengan simpangan tingkat desain. Sudut rotasi link

(36)

tidak boleh melebihi dari yang terkecil diantara nilai – nilai berikut ini :

a. 0,08 radian untuk link dengan panjang link, e ≤ 1,6 𝑀𝑝𝑉𝑝 b. 0,02 radian untuk link dengan panjang link, e ≥ 2,6 𝑀𝑝𝑉𝑝 c. 0,08 radian untuk link dengan panjang link, 1,6 𝑀𝑝

𝑉𝑝 <e < 2,6 𝑀𝑝

𝑉𝑝

Berdasarkan panjang link dan sudut rotasinya, maka dapat diperoleh jarak pengaku maksimum seperti tabel berikut ini.

Tabel 2. 1 Jarak Pengaku Maksimum No Panjang Link Jenis

Link Rotasi Jarak Pengaku Maksimum 1 e ≤ 1,6 𝑀𝑝𝑉𝑝 Geser 0.08 30 tw – d/5 Murni < 0.02 52 tw – d/5 2 1,6 𝑀𝑝𝑉𝑝 <e <2,6 𝑀𝑝𝑉𝑝 Dominan

Geser

Interpolasi antara 0.08 sampai 0.02 3 2,6 𝑀𝑝𝑉𝑝 <e <5 𝑀𝑝𝑉𝑝 Dominan

Lentur 0.02 1.5 bf dari tiap ujung link 4 e >5 𝑀𝑝𝑉𝑝 Lentur

Murni

Tidak memerlukan (Sumber : Chao & Goel, 2005)

Menurut Moestopo, et al, 2009, deformasi inelastik pada link ditunjukan oleh besarnya sudut rotasi inelastik link. Menurut Engelhart, 2007, pada desain EBF perlu diperhitungkan besarnya rotasi plastis yang akan dialami oleh link. Rotasi link dihitung dengan menggunakan rumus :

ɣp = 𝐿

𝑒θp (2.2) Keterangan :

ɣp = Rotasi link L = Panjang balok e = Panjang link

θp = Besar penyimpangan struktur

(37)

Gambar 2. 5 Sudut Rotasi Link (Sumber : Engelhart dan Popov, 1988)

2.3 Kolom Komposit

Kolom komposit dapat berupa pipa baja yang diisi dengan beton polos atau dapat berupa profil baja gilas panas yang dibungkus dengan beton dan diberi tulangan baja serta sengkang.

Menurut Morino, et al, 2011, jika dibandingkan dengan kolom baja dan beton yang dipisah, kolom Concrete Filled Steel Tube memiliki berberapa kelebihan yaitu:

a. Interaksi antara pipa baja dan dan beton

Tekuk lokal dari pipa baja akan lambat dan pengurangan kekuatan akibat tekuk lokal akan ditahan oleh beton, kekuatan beton bertambah akibat penggabungan dengan pipa baja dan penyusutan dan retak dari beton akan lebih kecil dari beton bertulang

b. Penampang

Rasio baja pada kolom komposit lebih besar dari pada pada beton bertulang dan baja pada kolom komposit berperilaku plastis dengan baik saat ertekuk karena baja di penampang luas.

c. Efesiensi konstruksi

Kolom komposit tidak memerlukan tulangan dan bekisting sehingga tidak memerlukan banyak tenaga manusia dan lebih hemat biaya konstruksinya. Sehingga tempat konstruksi tetap terjaga kebersihannya.

d. Tahan kebakaran

Beton meningkatkan performa anti kebakaran yang dapat mengurangi jumlah bahan tahan api

(38)

Desain kolom komposit ditentukan dalam SNI 03:1729:2002 pasal 12.3.1 dengan batasan – batasan sebagai berikut :

1. Luas penampang profil baja harus lebih besar sama dengan 4%

dari luas total penampang melintang kolom komposit, jika tidak memenuhi syarat ini, maka komponen struktur akan berperilaku seperti kolom bertulang biasa.

2. Kuat tekan beton, fc’ berkisar antara 21 hingga 55 Mpa untuk beton normal dan minima; 28 Mpa untuk beton ringan

3. Tegangan leleh profil baja dan tulangan longitudinal tidak boleh melebihi 380 Mpa

4. Untuk mencegah tekuk lokal maka ketebalan dinding minimal disyaratkan sebagai berikut :

a. Untuk penampang persegi dengan sisi b maka t ≥ b √𝑓𝑦/𝐸 b. Untuk penampang lingkaran dengan diameter D maka t ≥ D

√𝑓𝑦/8𝐸 2.4 Sambungan

Bentuk struktur baja yang begitu kompleks menyebabkan sambungan merupakan salah satu elemen yang tidak dapat dihindarkan. Sambungan harus didesain sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya kegagalan sambungan yang mampu merubah fungsi struktur bangunan tersebut dan yang paling bahaya adalah keruntuhan struktur.

Berdasarkan kemampuan tahanannya terhadap perputaran, sambungan dibagi menjadi dua jenis yaitu :

1. Type fully restrained (FR) yaitu penahan penuh atau ridig atau kaku. Mempunyai tahanan yang kaku dan tidak dapat berputar 2. Type partially restrained (PR) yaitu penahanan tidak penuh,

tidak cukup rigid umtuk mempertahankan sudut akibat beban yang bekerja.

Pada kenyataannya tidak ada sambungan yang benar-benar rigid atau flexible. Sehingga jenis sambungan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(39)

1. Simple connection (sambungan sendi)

Jenis sambungan ini dapat memberikan perputaran pada ujung balok secara bebas. Namun tidak boleh mengakibatkan momen lentur terhadap elemen struktur yang disambung, sambungan harus memiliki kapasitas rotasi yang cukup dan mampu memikul gaya reaksi yang bekerja.

2. Semi - rigid connection (antara simple dan rigid)

Sambungan tidak memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut antara elemen yang disambung.

Sambungan ini memiliki kapasitas yang cukup untuk memberikan tahanan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut tersebut serta tingkat kapasitas terhadap beban yang bekerja ditetapkan berdasarkan percobaan.

3. Rigid connection

Sambungan ini dianggap memeiliki kekakuan yang cukup untuk menahan sudut diantara elemen yang disambung.

2.5 Pondasi

Pondasi merupakan struktur bagian bawah yang berhubungan langsung dengan tanahdan merupakan bagian yang berfungsi untuk menahan gaya akibat beban diatasnya. Terdapat berbagai macam tipe pondasi yang dapat digunakan dalam desain struktur salah satunya adalah pondasi dalam.

Pondasi dalam merupakan pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau suatu batu yang terletak jauh dari permukaan seperti pondasi sumuran dan pondasi tiang pancang.

- Pondasi sumuran

Pondasi sumuran digunakan bila tanah keras terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana kedalaman pondasi (Df) dibagai lebar (B) diantara 4 dan 10

- Pondasi tiang

Pondasi tiang digunakan apabila tanah keras terletak pada kedalaman yang sangat dalam. Pondasi tiang pada umumnya memiliki diameter yang lebih kecil dan lebih panjang bila dibandingkan dengan pondasi sumuran. Df/B > 10.

(40)

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir

Metodologi ini akan menguraikan secara rinci penyelesaian perencanaan struktur baja metode Eccentrically Braced Frame (EBF). Adapun langkah – langkah dalam penyelesaian perencaan ini dituangkan dalam diagram alir sebagai berikut :

Gambar 3. 1 Alur Perancangan Struktur EBF

(41)

Gambar 3. 2 Alur Perancangan Struktur EBF (Lanjutan) 3.2 Metodologi Pengerjaan Tugas Akhir

Dari diagram alur di atas dapat dijelaskan metodologi yang dipakai dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 3.2.1 Pengumpulan data

Mencari data umum bangunan dan data tanah gedung Apartement Aeropolis Lucent Recidence(Tower 3) sebagai berikut :

 Nama Gedung : Aeropolis Lucent Recidence (Tower 3)

 Lokasi : Jl. Marsekal Suryadarma,Tangerang Banten

 Fungsi : Apartmen dan toko

 Jumlah Lantai : 7 lantai

 Tinggi Gedung : 20.3 m

 Material Struktur : Beton bertulang

 Mutu Beton : K350, fc’ = 30 Mpa (untuk pile cap, balok Dan pelat lantai) dan K400, fc’ =35 Mpa (untuk kolom)

 Mutu Tulangan : Ø < 10 mm BJTP-24 fy=240 Mpa (Polos) D ≥ 10 mm BJTD-40 fy=400 Mpa (Ulir)

(42)

Adapun Tugas Akhir ini akan dimodifikasi perencanaannya menggunakan material baja dengan data-data sebagai berikut : 1. Nama Gedung : Aeropolis Lucent Recidence (Tower 3) 2. Lokasi Gedung : Yogyakarta

3. Fungsi Gedung : Apartmen dan toko 4. Tinggi Gedung : 43,20 m

5. Jumlah Lantai : 12 lantai 6. Material Struktur : Baja

7. Sistem Struktur : Eccentrically Braced Frame (EBF) 3.2.2 Studi literatur

Melakukan studi terhadap literatur yang berkaitan dengan topik Tugas Akhir mengenai perencanaan bangunan struktur baja menggunakan Sistem Ganda. Literatur yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983 2. SNI 03:1726:2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan

Gempa Untuk Bangunan Gedung

3. SNI 03:1729:2015 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung

4. SNI 03:2847:2013 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung

5. Buku struktur baja 1 (Marwan Ibrahim dan Isdarmanu) 6. Buku Daya dukung pondasi dalam (Herman Wahyudi)

7. Buku Perencanaan struktur baja dengan metode LRFD (Agus Setiawan)

8. Jurnal-jurnal yang berkaitan dengan EBF 3.2.3 Preliminary design

Melakukan perkiraan dimensi awal dari elemen-elemen struktur, penentuan mutu bahan dan material struktur dan merencanakan dimensi profil yang akan digunakan.

(43)

3.2.3.1 Perencanaan struktur sekunder

Melakukan perkiraan dimensi awal dari elemen struktur, penentuan mutu bahan dan material struktur dan merencanakan dimensi profil yang akan digunakan yang meliputi :

1. Plat lantai 2. Balok anak 3. Tangga

4. Balok penumpu lift

3.2.3.2 Perencanaan struktur utama

Melakukan perkiraan dimensi awal dari elemen struktur, penentuan mutu bahan dan material struktur dan merencanakan dimensi profil yang akan digunakan yang meliputi :

a. Perencanaan panjang link.

b. Dimensi balok.

c. Dimensi kolom.

d. Dimensi pengaku.

3.2.4 Perhitungan beban struktur

Melakukan perhitungan beban struktur sebagai berikut :

 Beban Mati (PPIUG 1983 Bab 1 pasal 1.1)

 Beban Hidup (PPIUG 1983 Bab 1 pasal 1.2)

 Beban Angin (PPIUG 1983 Bab 1 pasal 1.3)

 Beban Gempa (SNI 03:1726:2012)

 Kombinasi Pembebanan (SNI 03:1726:2012)

3.2.5 Permodelan struktur

Melakukan permodelan struktur menggunakan program SAP 2000 yang direncanakan sebagai struktur ruang 3 dimensi.

3.2.6 Kontrol perencanaan struktur utama

Melakukan kontrol kemampuan struktur utama dari perencanaan yang sudah dilakukan.

(44)

3.2.6.1 Kontrol desain

Analisa struktur terhadap beban gempa dikontrol berdasarkan SNI 03:1726:2012.

1. Kontrol Partisipasi Massa

Perhitungan respon dinamik struktur harus sedemikian rupa sehingga partisipasi massa dalam menghasilkan respon total harus sekurang-kurangnya 90%

2. Kontrol Nilai Akhir Respon Spektrum

Perhitungan respon dinamik struktur harus sedemikian rupa sehingga partisipasi massa dalam menghasilkan respon total harus sekurang-kurangnya 90%

3. Kontrol Waktu Getar Alami Fundamental

Untuk mencegah pengunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental (T) dari struktur gedung harus dibatasi dengan perumusan

T = Ct .hnx (3.1)

Dimana nilai parameter untuk EBF adalah:

Ct = 0,0731 x = 0,75

hn = Tinggi gedung

4. Kontrol Kinerja Struktur Gedung

Pembatasan simpangan antar lantai suatu struktur bertujuan untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. Berdasarkan SNI 03:1726:2012 Pasal 7.9.3

3.2.6.2 Kontrol perhitungan elemen struktur primer

Desain elemen struktur primer dikontrol berdasarkan SNI 03:1729:2015 agar dapat memikul gaya-gaya yang terjadi.

Perencanaan elemen struktur primer meliputi:

 Kolom(SNI 1729:2015 pasal E3)

Kolom merupakan elemen struktur yang menerima gaya tekan.

Kolom menahan beban aksial melalui titik centroid. Komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor, Nu harus memenuhi syarat:

𝑵𝒖≤ ∅𝑵𝒏 → ∅ = 𝟎, 𝟗 (3.2)

(45)

Perbandingan kekakuan kolom terhadap kekakuan penahan ujung ujungnya (kekakuan baloknya)

𝑮 =∑(

𝑰 𝑳)

𝑪

∑(𝑳𝑰)

𝒃

(3.3) Kecuali bahwa :

a. untuk komponen struktur tekan yang dasarnya tidak terhubungkan secara kaku pada fondasi, nilai G tidak boleh diambil kurang dari 10, kecuali bila dilakukan analisis khusus untuk menetapkan nilai G tersebut.

b. untuk komponen struktur tekan yang dasanya terhubungkan secara kaku pada fondasi, nilai G tidak boleh diambil kurang dari 1, kecuali bila dilakukan analisis khusus untuk menetapkan nilai G tersebut.

 Kontrol Tekuk Lentur (SNI 1729:2015 pasal E3)

𝑷𝒏= 𝑭𝒄𝒓 . 𝑨𝒈 (3.4)

Dimana :

Pn = kuat tekan nominal Fcr = tegangan kritis Ag = luas penampang bruto

 Kontrol Tekuk Puntir (SNI 1729:2015 pasal E4) F𝑒 = [π(K2ECw

zL)2+ GJ]I 1

x+Iy (3.5)

Dimana :

Cw = konstanta pilin, (mm6)

G = modulus elastis geser dari baja (77200 MPa) Kz = faktor panjang efektif untuk tekuk torsi J = konstanta torsi (mm4)

Ix , Iy = momen inersia di sumbu utama (mm4)

 Persamaan interaksi antara gaya normal tekan dan lentur:(SNI 1729:2015 pasal H1.1)

 Momen lentur dominan

𝐏𝐫

𝐏𝐜≥ 𝟎, 𝟐𝟎 →𝐏𝐫

𝐏𝐜+𝟖

𝟗(𝐌𝐫𝐱

𝐌𝐜𝐱+𝐌𝐫𝐲

𝐌𝐜𝐲) ≤ 𝟏, 𝟎𝟎 (3.6)

(46)

 Gaya aksial dominan

𝐏𝐫

𝐏𝐜< 𝟎, 𝟐𝟎 → 𝐏𝐫

𝟐𝐏𝐜+ (𝐌𝐫𝐱

𝐌𝐜𝐱+𝐌𝐫𝐲

𝐌𝐜𝐲) ≤ 𝟏, 𝟎𝟎 (3.7) Dimana :

Pr = kekuatan aksial perlu

menggunakan kombinasi beban DFBK atau DKI (N) Pc = kekuatan aksial tersedia (N)

Mr = kekuatan lentur perlu menggunakan kombinasi beban DFBK atau DKI(Nmm)

Mc = kekuatan lentur tersedia (Nmm)

x = indeks sehubungan dengan sumbu kuat lentur y = indeks sehubungan dengan sumbu lemah lentur

 Amplifikasi momen(SNI 1729:2015 pasal 8.2)

 Kekuatan lentur yang diperlukan, Mr , dan kekuatan aksial, Pr , dari semua komponen struktur harus ditentukan sebagai berikut :

Mr = B1 Mnt + B2 Mlt (3.8)

Pr = Pnt + B2 Plt (3.9)

Dimana :

B1 = Pengali untuk menghitung efek

P  

, ditentukan untuk setiap komponenstruktur yang menahan tekan dan lentur.

B2 = Pengali untuk menghitung efek

P  

, ditentukan untuk setiap tingkat daristruktur.

Mlt = Momen orde pertama menggunakan kombinasi beban DFBK.

Mnt= Momen orde pertama menggunakan kombinasi beban DFBK.

Mr = Momen lentur orde kedua yang diperlukan menggunakan kombinasi bebanDBK.

Plt = Gaya aksial orde pertama menggunakan kombinasi beban DFBK

(47)

Pnt = Gaya aksial orde pertama menggunakan kombinasi beban DFBK

Pr=Kekuatan aksial orde kedua yang diperlukan menggunakan kombinasi bebanDFBK

 Balok (SNI 03:1729:2015 Pasal F1)

Pada elemen balok bekerja gaya lentur dan gaya geser.

Kapasitas lentur dan gaya geser harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

𝝓𝒃 𝑴𝒏> 𝑴𝒖 (3.10)

𝝓𝒗 𝑽𝒏> 𝑽𝒖 (3.11)

Dengan ϕb adalah faktor reduksi lentur dan ϕv adalah faktor reduksi geser yang nilainya sebesar 0,9. Pada perencanaan elemen balok harus dilakukan pengecekan terhadap hal- hal sebagai berikut:

a. Cek terhadap kelangsingan penampang(SNI 03:1729:2015 Tabel B4.1b)

sayap (flange):

 Penampang kompak

𝝀 ≤ 𝝀𝒑 (3.12)

 Penampang tidak kompak

𝝀𝒑≤ 𝝀 ≤ 𝝀𝒓 (3.13)

badan (web):

 Penampang kompak

𝝀 ≤ 𝝀𝒑 (3.14)

 Penampang tidak kompak

𝝀𝒑≤ 𝝀 ≤ 𝝀𝒓 (3.15)

b. Cek terhadap kapasitas lentur penampang

 Penampang kompak

𝑴𝒏= 𝑹𝒑𝒈 . 𝑭𝒄𝒓 . 𝑺𝒙𝒄 (3.16)

 Penampang tidak kompak

𝑭𝒄𝒓 = [𝑭𝒚− (𝟎. 𝟑 𝑭𝒚) (𝝀𝒓−𝝀

𝝀𝒓−𝝀𝒓)] (3.17)

(48)

 Untuk Penampang langsing 𝑭𝒄𝒓 =𝟎.𝟗 𝑬𝒌𝒄

(𝒃𝒇

𝟐𝒕𝒇)

𝟐 (3.18)

Dimana:

Rpg = faktor reduksi kekuatan lentur.

Fcr = tegangan kritis.

Sxc = modulus penampang elastis.

Secara umum harus dipenuhi persamaan:

𝑴𝒖≤ 𝝓𝑴𝒏 (3.19)

Dimana:

Mn = momen nominal Mu = momen ultimate

c. Cek terhadap tekuk torsi lateral(SNI 03:1729:2015 Pasal F2.2)

 Bentang pendek

Syarat bentang pendek: Lb< Lp

 Bentang menengah

Syarat bentang menengah: Lp ≤ Lb ≤ Lr

 Bentang panjang

Syarat bentang panjang: Lb>Lr

d. Cek nominal geser(SNI 03:1729:2015 Pasal G2)

Kuat geser balok tergantung perbandingan antara tinggi bersih pelat badan (h) dengan tebal pelat badan (tw)

 Pelat badan leleh (Plastis)

𝑉𝑛 = 0,6. 𝑓𝑦. 𝐴𝑤. 𝐶𝑣 (3.20) 𝑉𝑢 ≤ ∅𝑉𝑛 → ∅ = 0,9 (3.21) Dimana:

Fy = tegangan leleh baja.

Aw = luas badan, tinggi keseluruhan dikali tebal badan (d.tw).

Cv = koefisien geser badan.

Vn = kuat geser nominal.

e. Kontrol kuat Tarik(SNI 03:1729:2015 Pasal D5)

 Keruntuhan Tarik dan Geser

𝑃𝑛= 𝐹𝑢(2𝑡𝑏𝑒) (3.22)

(49)

𝑃𝑛≤ 0.6 𝐹𝑢𝐴𝑠𝑓 (3.23) Dimana:

Pn = kuat tekan nominal.

Fu = kuat tarik baja.

Asf = luas geser pada jalurruntuh.

 Link

 Kuat Elemen Link Beam

Kekuatan (geser dan lentur) batas pada elemen link ditentukan dengan persamaan berikut:

𝑀𝑝= 𝑍𝑥. 𝑓𝑦 (3.24)

𝑉𝑝 = 0,6𝑓𝑦(ℎ − 2𝑡𝑓)𝑡𝑤 (3.25) Dimana:

Mp = Momen plastis penampang Zx = Modulus plastis penampang fy = Tegangan leleh penampang Vp = Gaya geser plastispenampang h = Tinggi penampang

tf = Tebal flens tw = Tebal web

 Panjang Elemen Link Beam

Ketentuan mengenai panjang link (e) adalah sebagai berikut:

Link geser (short links):

𝑒 ≤1,6𝑀𝑝

𝑉𝑝 (3.26)

Link medium (intermediate links):

1,6𝑀𝑝

𝑉𝑝 ≤ 𝑒 ≤2,6𝑀𝑝

𝑉𝑝 (3.27)

Link lentur(short links):

𝑒 ≥2,6𝑀𝑝

𝑉𝑝 (3.28)

Dimana :

Mp = momen plastis penampang link

= Zx.fy

Vp = gaya geser plastis penampang (badan) link

= 0,6.fy (d-2.tf)

(50)

Zx = modulus plastis penampang link.

 Sudut Rotasi Link Beam

Sudut rotasi link beam seharusnya tidak melebihi nilai berikut:

0,08 radian untuk panjang link e ≤ 1,6Mp/Vp

0,02 radian untuk panjang link e ≥ 2,6Mp/Vp

Interpolasi linier antara 0,08-0,02 radian jika panjang link 1,6Mp/Vp ≤ e ≤ 2,6Mp/Vp

3.2.6.3 Perencanaan sambungan

 Sambungan baut(SNI 1729:2015 pasal J3.6) Kuat geser:

Rn = Fn Ab (3.29)

Kuat tumpu:

Rn = Fnt Ab (3.30)

“Dari nilai diatas dipilih nilai terkecil”

Jumlah baut (n):

𝒏 = 𝑽𝒖

∅𝑹𝒏 (3.31)

Dimana:

Fn =tegangan tarik nominal, Fnt, atau tegangan geser, Fnv, (MPa)

Ab =luas tubuh baut tidak berulir nominal atau bagian berulir (mm2)

Fnt = tegangan tarik nominal, Fnt, atau tegangan geser, Fnv, (MPa)

 Kontrol jarak baut

Jarak tepi minimum = 1,5 db

Jarak tepi maksimum = (4tp+100 mm) atau 200 mm Jarak minimum antar baut = 3 db

Jarak maksimum antar baut = 15 tp atau 200 mm

 Sambungan Las(SNI 1729:2015 pasal J2.3.4)

Ru≤ ∅ Rn (3.32)

Tahanan terhadap Bahan Dasar Las

Rn = Fnw Awe (3.33)

Tahanan terhadap Bahan Dasar Baja

(51)

Rn = FnBM ABM (3.34) Dimana :

FnBM = tegangan nominal dari logam dasar, MPa Fnw = tegangan nominal dari logam las, MPa ABM = luas penampang logam dasar, mm2 Awe = luas efektif las, mm2

3.2.7 Perhitungan struktur bawah

Pondasi umumnya berlaku sebagai elemen struktur pendukung bangunan yang terbawah dan berfungsi sebagai elemen terakhir yang meneruskan beban ke tanah. Dalam perencanaan pondasi dipergunakan pondasi tiang pancang dengan data tanah yang digunakan untuk perencanaan daya dukung didapat dari hasil SPT (Standart Penetration Test). Hasil daya dukung yang menentukan yang dipakai sebagai daya dukung izin tiang.

Perhitungan daya dukung dapat ditinjau dari dua keadaan, yaitu : 1. Daya dukung tiang pancang tunggal yang berdiri sendiri 2. Daya dukung tiang pancang dalam kelompok

3.2.7.1 Perencanaan Tiang Pancang

Perencanaan struktur tiang pondasi menggunakan pondasi tiang pancang. Data tanah yang digunakan berdasarkan hasil dari SPT. Secara umum daya dukung tiang yang berdiri sendiri dirumuskan sebagai berikut:

Qult = Qe + Qf – W (3.35) Dimana:

Qult = Ultimate pile capacity Qe = End- bearing capacity Qf = Side friction capacity W = Berat tiang

Pondasi tiang yang berdiri sendiri akan memikul sepenuhnya beban- beban yang bekerja padanya. Sedangkan untuk pondasi kelompok tiang tidak demikian halnya. Sehubungan dengan bidang keruntuhan di daerah ujung dari masing- masing tiang yang tergabung dalam kelompok tiang saling overlap, maka

(52)

efisiensi dari daya dukung satu tiang akan menurun di dalam kelompok tiang.

Perumusan efisiensi kelompok yang dipakai dengan menggunakan persamaan conversi Labarre:

𝐸𝑘 = 1 − 𝜃 [(𝑛−1)90𝑚𝑛𝑚+(𝑚−1)𝑛] (3.36) Dimana:

m = Jumlah tiang dalam baris n = Jumlah tiang dalam kolom Ɵ = Arc tg D/s (dalam derajat) D = Diameter tiang

s = jarak antara pusat ke pusat tiang Perkiraan jumlah tiang pancang:

𝑛 = 𝛴𝑃

𝑃𝑖𝑗𝑖𝑛 (3.37)

Syarat: Pmax< Pijin

𝑃𝑚𝑎𝑥 =𝛴𝑃

𝑛 +𝑀𝑦.𝑥𝑚𝑎𝑥

𝛴𝑥2 +𝑀𝑥.𝑦𝑚𝑎𝑥

𝛴𝑦2 > 𝑃𝑖𝑗𝑖𝑛 (3.38) 𝑃𝑚𝑖𝑛 =𝛴𝑃

𝑛𝑀𝑦.𝑥𝑚𝑎𝑥

𝛴𝑥2𝑀𝑥.𝑦𝑚𝑎𝑥

𝛴𝑦2 > 0 (3.39)

Dimana:

n = Jumlah tiang pancang

Mx = Momen yang bekerja pada arahX My = Momen yang bekerja pada arah Y

Xmax = Jarak terjauh as tiang pancang terhadap sumbu X Ymax = Jarak terjauh as tiang pancang terhadap sumbu y Σx2 = Jumlah kuadrat jarak as tiang terhadap sumbu X Σy2 = Jumlah kuadrat jarak as tiang terhadap sumbu y

Untuk perhitungan jarak tiang ditentukan dengan persyaratan:

 Untuk jarak as ke as tiang pancang

2D < S < 2,5D (3.40)

 Untuk jarak as tiang pancang ke tepi poer

1,5D < S1< 2D (3.41)

(53)

3.2.7.2 Perencanaan Poer

 Kontrol tebal minimum poer

Menurut SNI 03:2847:2013 tebal pondasi tapak diatas tulangan bawah tidak boleh kurang dari 150 mm untuk pondasi diatas tanah, atau kurang dari 300 mm untuk pondasi tapak (footing) diatas tiang pondasi.

 Kontrol geser pons pada pile cap akibat beban kolom

Kekuatan geser pondasi di sekitar kolom atau diding yang dipikulnya harus ditentukan menurut mana yang lebih menentukan dari 2 (dua) kondisi tinjauan, baik sebagai kerja balok lebar satu arah maupun sebagai kerja dua arah.

Dengan kerja balok lebar, pondasi dianggap sebagai balok lebar dengan penampang kritis pada lebar sepenuhnya.

Biasanya kondisi ini jarang menentukan dalam desain. Kerja dua arah pada pondasi dimaksudkan untuk memeriksa kekuatan geser pons.

Penampang kritis untuk geser pons ini terletak pada sepanjang lintasan yang terletak sejauh ½ d dari muka kolom yang dipikul pondasi. Gambar 3.2 menjelaskan cara menentukan penampang kritis, baik pada asumsi kerja lebar balok maupun dua arah.

Gambar 3. 3Kontrol Geser Pons Pada Poer Akibat Beban Kolom

 Kontrol geser

(54)

∅𝑉𝑛≥ 𝑉𝑢 (3.42)

 Kontrol geser pons pada poer akibat beban aksial dari tiang pancang

Kekuatan geser pondasi di daerah sekitar tiang pancang yang dipikul harus ditentukan dengan kerja dua arah pada pelat pondasi. Penampang kritis untuk geser pons ini terletak pada sepanjang lintasan yang terletak sejauh ½ d dari muka tiang pancang, yang mengelilingi tiang pancang yang dipikul oleh pelat pondasi. Untuk mencapai kondisi kerja balok dua arah, maka syarat jarak tiang pancang ke tepi harus lebih besar dari 1,5 kali diameter tiang pancang tersebut. Gambar 3.3 menjelaskan cara menentukan penampang kritis akibataksial tiang pancang pada asumsi kerja dua arah.

Gambar 3. 4Kontrol Geser Pons Pada Poer AkibatTiang Pancang 3.2.7.3 Perencanaan penulangan lentur

Perencanaan tulangan lentur berdasarkan momen ultimate yang terjadi akibat tiang pancang terhadap muka kolom dengan perhitungan sebagai berikut :

𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 1

𝑚(1 − √1 −2 . 𝑚 .𝑅𝑛𝑓

𝑦 ) (3.43)

As = ρ . b .s (3.44)

(55)

3.2.8 Penggambaran Teknik

Menggambar hasil modifikasi perencanaan struktur menggunakan program Auto CAD.

Gambar

Gambar 2. 1 Bagian yang Dilelehkan pada Sistem Struktur Baja  Tahan Gempa
Gambar 3. 1 Alur Perancangan Struktur EBF
Gambar 4. 6 Diagram Momen Balok Anak Atap  M A  = M C   = R A  x  L 4  – q U  x  L4 x  L8 = 4259,42 kg x  5,4 4  m  – 1577,57 kg/m x   5,4 4 m x  5,48 m  = 4312,67 kg.m  M B   = Mmax  = 5750,22 kg.m  C b   =  12,5 M max 2,5 M max + 3 M A + 4 M B + 3 M C ≤
Gambar 4. 8 Diagram Momen Balok Anak Lantai  M A  = M C   = R A  x  L 4  – q U  x  L4 x  L8 = 11314,76 kg x  5,40 4  m  – 4190,651 kg/m x   5,40 4 m x  5,408 m  = 11456,19kg.m  M B   = Mmax  = 15274,92 kg.m  C b   =  12,5 M max 2,5 M max + 3 M A + 4 M B +
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Mendapatkan hasil perencanaan struktur baja apartemen Bale Hinggil dengan sistem SRBE dan pondasinya sesuai dengan peraturan yang berlaku..  Mendapatkan dimensi struktur

Perencanaan dinding geser sebagai elemen struktur penahan beban gempa pada gedung bertingkat bisa dilakukan dengan konsep gaya dalam (yaitu dengan hanya meninjau

Kebutuhan akan struktur bangunan tahan gempa semakin meningkat seiring dengan perkembangan kebutuhan fasilitas berupa gedung-gedung tinggi. Bangunan gedung tinggi

SRPMK (Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus) adalah desain strukur beton bertulang untuk gedung bertingkat tinggi dengan pendetailan yang menghasilkan struktur bersifat

S alah satu sistem tahan ge mpa yang terdapat pada baja adalah sistem Eccentrically Braced Frames (EBF) yang merupakan konsep desain gabungan antara konsep daktilitas

untuk bangunan gedung serta standar kriteria desain gempa menggunakan SNI 1726 : 2012 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung

Penentuan desain diawali dengan perencanaan struktur portal baja tahan gempa dengan cara membuat model rencana bangunan yang ditindaklanjuti dengan simulasi kinerjanya

sistem struktur baja yang tahan terhadap gempa dibandingkan dengan kinerja bangunan. yang menggunakan sistem struktur beton komposit penampang baja yang