e-ISSN: 2087-3657, Volume 1, Nomor 2, Februari 2022
Pengaruh Inflasi Dan Nilai Tukar Terhadap Ekspor Jawa Timur
( The Effects of Inflation and Exchange Rates on Exports of East Jawa )
Sulistyorini BPS Provinsi Jawa Timur [email protected]
Abstrak – Jawa Timur merupakan provinsi dengan potensi ekspor yang besar, dan juga merupakan salah satu provinsi penyumbang ekspor terbesar di Indonesia. Nilai ekspor Jatim berfluktuasi pada kisaran USD 15-17 miliar selama kurun waktu 2010- 2015, tetapi sejak 2015-2020, nilai ekspor Jatim semakin meningkat setiap tahunnya. Tercatat bahwa nilai ekspor Jawa Timur di tahun 2021 adalah sebesar USD 10,9 miliar, turun sebesar 43,19 persen dibandingkan nilai ekspor tahun 2020 yang tercatat sebesar USD 19.21 miliar. Hal ini dikarenakan pandemic covid-19 yang melanda seluruh dunia, sehingga banyak negara yang melakukan pembatasan ekspor dan impor, termasuk Indonesia.
Adapun penelitian ini dilakukan tujuan untuk mengetahui hubungan yang ada antara inflasi dan nilai tukar terhadap ekspor Jawa Timur. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.
Populasi dalam penelitianini yaitu seluruh data Time Series dari inflasi, nilai tukar dan ekspor Jawa Timur pada Januari 2010 sampai Juni 2021. Analisis data yang dipakai adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwasanya terdapat hubungan antara inflasi dan nilai tukar terhadap ekpor di Jawa Timur.
Kata-kata kunci: Inflasi, Nilai Tukar, IHK I. PENDAHULUAN
Proses industrialisasi di Jawa Timur diprediksi akan semakin meningkat seiring meningkatnya peran strategis
wilayah sebagai pendorong jasa dan industri nasional dalam kebijakan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Kegiatan industri sebagai indikator perekonomian telah dirasakan sejak zaman dahulu hingga sekarang tetap menjadi daerah yang terus dilirik investor untuk mendirikan pabrik, karena pemodal memang wajib berada di dalam kawasan industri sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2009 tentang Kawasan Industri, oleh karena itu pengembangan kawasan industri akan terus diarahkan ke lokasi-lokasi alternatif yang belum memiliki kawasan industri akan tetapi memiliki gerakan industrialisasi yang tinggi. Apalagi, sektor industri merupakan salah satu sektor unggulan, selain sektor perdagangan dan pertanian yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian.
Globalisasi merupakan gerbang penghubung kerjasama antar negara yang memberi faedah secara langsung. Globalisasi membuat hubungan antar negara di dunia semakin erat, serta untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan suatu negaranya. Pada dasarnya negara memiliki sumber daya yang beraneka macam bentyknya namun tidak sepenuhnya mampu untuk mencukupi kebutuhan masyarakat. Maka dilakukannya proses kerjasama pada skala besar, baik dalam bidang pasar, bidang jasa maupun bidang produksi.
Globalisasi pasar beracuan pada perpaduan pasar nasional yang pada awalnya terpisah-pisah kemudian bersatu menjadi besar [1]. Jadi globalisasi menciptakan perdagangan nasional serta berpengaruh pada naiknya mata uang disuatu negara. Rata-rata negara maju banyak uang yang beredar dimasyarakat berbeda dengan negara berkembang [2], inflasi dikarenakan adanya
e-ISSN: 2087-3657, Volume 1, Nomor 2, Februari 2022 ketidakmampuan fiskal dari adanya pelemahan nilai tukar dan pertumbuhan uang yang sangat tinggi.
Ekspor merupakan transaksi jual beli barang maupun jasa dari dalam negeri ke luar negeri guna memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya [3]. Ekspor merupakan dasar dari sebuah kondisi suatu negara belum mampu memenuhi kebutuhan sendiri sehingga memperlukan kerjasama dengan negara lain guna memenuhi kebutuhan hidup warga negaranya. Jadi ekspor sangat membantu negara lain guna memenuhi kebutuhan warga negaranya sehingga keberlangsungan hidup mampu didapatkan dengan maksimal. Awalnya produsen hanya menawarkan hasil mereka ke negaranya saja, tetapi saat ini sesuai dengan peningkatan kebutuhan barang dan jasa serta ada negara yang belum bisa memenuhi kebutuhan maka negara pengahasil barang dan jasa melakukan ekspor ke negara lain agar mendapatkan pembayaran atau uang dalam bentuk valuta asing. Faktor-faktor yang sangat berpengaruh dilihat dari beberapa sisi. Sisi permintaan dipengaruhi olah nilai tukar (kurs), pendapatan, harga ekspor, serta kebijakan devaluasi sedangkan sisi penawaran di pengaruhi oleh nilai tukar riil, harga domestik, kapasitas produksi dan kebijakan deregulasi [4].
Inflasi merupakan suatu keadaan dimana naiknya harga secara terus menerus baik barang ataupun jasa.
Inflasi merupakan kenaikan harga dalam komoditas- komoditas secara serentak atau bersama-sama dalam waktu yang lama. Inflasi juga adalah naiknya harga kelompok barang dan jasa yang perkembangannya diatur dan diawasi oleh pemerintah. Jadi inflasi merupakan keadaan yang tidak stabil dalam perekonomian dengan jangka waktu yang lama [5].
Hasil kebijakan nilai tukar terhadap ekonomi dapat dilihat dari sisi penawaran maupun sisi permintaan [5].
Perubahan sisi penawaran maupun sisi permintaan akibat dari perdagangan jasa maupun barang, serta perubahan lain dilihat dari sisi aliran modal, kegiatan pemerintah, cadangan devisa serta keadaan politik disuatu negara.
Perubahan kurs atau nilai tukar bisa menjadi dua yaitu melemah (depresiasi) atau menguat (apresiasi). Apabila keadaannya tetap stabil (cateries paribus) depresiasi membuat harga barang menjadi murah bagi mereka yang ada diluar negeri (ekspor) begitupula sebaliknya.
Nilai ekspor Jawa Timur di tahun 2021 mengalami penurunan yang sangat signifikan, yaitu hanya sebesar USD 10,92 miliar, atau turun sebesar 43,19 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang membukukan nilai ekspor sebesar USD 19,22 miliar. Hal ini disebabkan oleh pandemic covid-19, yang membuat banyak negara melakukan pembatasan ekspor dan
impor, termasuk juga Indonesia, yang termasuk didalamnya adalah provinsi Jawa Timur.
Melihat kondisi Jawa Timur yang menjadi pintu gerbang ekspor impor khususnya di daerah Indonesia bagian timur, perlu diketahui factor-faktor apa saja yang mempengaruhi naik turunnya nilai ekspor impor tersebut termasuk inflasi. Perlu diketahui apakah inflasi dan nilai tukar memberikan pengaruh terhadap ekspor di Jawa Timur .
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu
Inflasi dan nilai tukar berhubungan secara parsial dan simultan terhadap ekspor di Indonesia, dengan koefisien determinasi sebesar 28,3% [6]. Teori purchasing power parity atau paritas daya beli dikemukakan oleh Gustav Basel yang menyatakan bahwa perbandingan nilai suatu mata uang lain ditentukan oleh tenaga beli uang tersebut di masing-masing negara (Nopirin, 2013). Dasar teorinya bahwa, perbandingan nilai satu mata uang dengan mata uang lain ditentukan oleh tenaga beli uang tersebut (terhadap barang dan jasa) di masing-masing negara. Perubahan kurs di dalam pasar bebas tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap valas dan penawaran terhadap valas.
Permintaan dan penawaran terhadap suatu valas asing inilah yang menentukan tinggi rendahnya kurs mata uang asing negara tersebut [7].
Ekspor berpengaruh terhadap nilai tukar, hal tersebut sesuai dengan teori balance of payment, ekspor neto sering menjadi faktor yang dapat mendorong naik dan turunnya kurs mata uang suatu negara [5]. Kenaikan atau surplus neraca perdagangan memungkinkan terjadinya depresiasi suatu mata uang. Sebaliknya penurunan nilai ekspor neto atau defisit neraca perdagangan menyebabkan terapresiasi mata uang suatu negara.
B. Analisis Deret Waktu
Time series atau deret waktu adalah himpunan observasi data terurut dalam waktu. Metode time series adalah metode peramalan dengan menggunakan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu. Peramalan suatu data time series perlu memperhatikan tipe atau pola data. Secara umum terdapat empat macam pola data time series, yaitu horizontal, trend, musiman, dan siklis. Pola horizontal merupakan kejadian yang tidak terduga dan bersifat acak, tetapi kemunculannya dapat mempengaruhi fluktuasi data time series. Pola trend merupakan kecenderungan arah data dalam jangka panjang, dapat berupa kenaikan maupun penurunan. Pola musiman
e-ISSN: 2087-3657, Volume 1, Nomor 2, Februari 2022 merupakan fluktuasi dari data yang terjadi secara
periodic dalam kurun waktu satu tahun, seperti triwulanan, kuartalan, bulanan, mingguan, atau harian.
Sedangkan pola siklis merupakan fluktuasi dari data untuk waktu yang lebih dari satu tahun.
C. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda adalah suatu metode untuk meramalkan nilai pengaruh dua variabel independen atau lebih terhadap satu variabel independen. Lebih mudahnya yaitu untuk membuktikan ada tidaknya hubungan antara dua variabel atau lebih dari dua variabel independen X1, X2, X3, … , Xi terhadap satu variabel terikat Y. Persamaan umum analisis regresi:
Y= βx+ ε (1)
Dimana:
Y = variabel dependen β = parameter
x = variabel independen ε = error
Menurut Drapper dan Smith [8] hubungan antara satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen dapat dinyatakan dalam regresi linier berganda. Hubungan tersebut dapat dinyatakan secara umum sebagai berikut:
Y_i= β_0+ β_i X_i1+ β_2 X_i2+⋯+ β_k X_ik+ ε_i (2)
Dimana:
Yi : variabel dependen untuk pengamatan ke i = 1, 2, 3, …, n β0, β1, …, βk : parameter
Xi1, Xi2, …, Xik : variabel independen
εi : residual (ε) untuk pengamatan ke-i
Pendekatan statistic untuk melakukan analisis regresi dengan menggunakan metode OLS, maka terlebih dahulu harus memenuhi uji asumsi atau pengujian persyaratan analisis. Adapun uraian mengenai pengujian asumsi persyaratan regresi adalah sebagai berikut:
1) Normalitas
Asumsi persyaratan normalitas harus terpenuhi untuk mengetahui apakah residual/error dari data berdistribusi normal atau untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji statistic yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov.
Hipotesa yang digunakan adalah sebagai berikut:
H0 : data berdistribusi normal H1 : data tidak berdistribusi normal Tingkat signifikansi α = 5%
Pengambilan keputusan: Jika Pvalue < 0,05 maka H0 ditolak
2) Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Persyaratan yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan uji Durbin-Watson. Statistik uji yang digunakan adalah:
𝑑 = Σ𝑡=2𝑛 Σ(𝑒𝑡−𝑒𝑡−1)2
𝑡=1𝑛 𝑒𝑡2 (3)
Dimana:
et = residual pada pengamatan ke-t n = banyaknya data dalam analisis
Nilai statistik d berkisar antara 0 sampai 4. Semakin dekat nilainya dengan 0, maka semakin besar kemungkinan terdapat autokorelasi positif. Sedangkan nilai statistik uji yang semakin mendekati 4 menandakan bahwa kemungkinan terdapat autokorelasi negative semakin besar.
Adapun kriteria pengujian statistik Durbin-Watson adalah:
• Jika nilai d terletak di antara batas atas atau upper bound (dU) dan (4-dU) maka koefisien autokorelasi sama dengan nol. Artinya tidak terdapat autokorelasi
• Jika nilai d lebih kecil daripada batas bawah atau lower bound (dL) maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada no, yang berarti terdapat autokorelasi positif.
• Jika nilai d lebih besar daripada (4-dL) maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, yang berarti terdapat autokorelasi negatif.
• Jika nilai d terletak diantara batas atas (dU) dan batas bawah (dL) atau terletak diantara (4-dU) dan (4-dL), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
TABEL I
KRITERIA PENGUJIAN STATISTIK
Daerah
Pengujian Kesimpulan
d < dL Terdapat autokorelasi positif dL < d < dU Tidak dapat disimpulkan dU < d < 4 – dU Tidak terdapat autokorelasi 4 – dU < d < 4 –
dL Tidak dapat disimpulkan
4 – dL < d Terdapat autokorelasi negatif
e-ISSN: 2087-3657, Volume 1, Nomor 2, Februari 2022 Nilai batas bawah (dL) dan batas atas (dU) daerah pengujian Durbin Watson diperoleh dari table Durbin Watson dengan taraf signifikansi tertentu.
3) Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas spasial dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat karakteristik atau keunikan sendiri di setiap lokasi pengamatan. Adanya heterogenitas spasial dapat menghasilkan parameter regresi yang berbeda-beda di setiap lokasi pengamatan.
Heteronitas spasial diujimenggunakan statistik uji Breusch-Pagan dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : α_1^2= α_2^2=⋯= α^2 (homokedastisitas) H1 : minimal ada satu α_(1 )^2 ≠ α^2 (heterokedastisitas)
Statistik uji yang digunakan:
𝐵𝑃 = (1
2) 𝑓𝑇𝑍(𝑍𝑇𝑍)−1𝑍𝑇𝑓 (4) Dengan elemen vector f adalah f_1=((e_t^2)/α^2 -1) dimana e_i= y_i- y ̂_i adalah least square residual untuk pengamatan ke-i dan z merupakan matrik berukuran (n x (p + 1)) berisi vektor yang sudah di-normal standart- kan untuk tiap pengamatan.
Daerah penolakan : Tolak H0 jika BP > X_p^2 atau jika Pvalue < alpha dengan p adalah banyaknya prediktor.
4) Multikolinieritas
Salah satu syarat yang harus terpenuhi dalam pembentukan model regresi dengan beberapa variabel prediktor adalah tidak ada kasus multikolinieritas atau tidak terdapat korelasi antara satu variabel predictor dengan variabel prediktor yang lain. Dalam model regresi, adanya korelasi antar variabel predictor menyebabkan taksiran parameter regresi yang dihasilkan akan memiliki error yang sangat besar. Pendeteksian kasus multikolinieritas dilakukan dengan kriteria VIF (Varians Inflation Factor). Jika nilainya lebih besar dari 10 menunjukkan adanya multikolinieritas antar variabel prediktor. Nilai VIF dinyatakan sebagai berikut:
𝑉𝐼𝐹 = 1
1− 𝑅𝑗2 (5)
Dengan 𝑅𝑗2 adalah koefisien determinasi antara satu variabel prediktor 𝑋𝑗 dengan variabel prediktor lainnya.
D. Inflasi
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bilai kenaikan itu
meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspetasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (Administered Price), dan terjadinya negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relative terhadap ketersediannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (aggregate demand) lebih besar daripada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspetasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspetasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekpetasi inflasi tersebut dapat bersifat adaptif atau forward looking.
Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang, terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum provinsi (UMP). Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dan kondisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMP, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.
Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Dampak negatif pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang
e-ISSN: 2087-3657, Volume 1, Nomor 2, Februari 2022 tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat
dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai Rupiah.
E. Nilai Tukar
Nilai tukar atau kurs, merupakan harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain [9]. Nilai tukar bisa disebut sebagai harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lain [10]. Nilai tukar suatu mata uang dapat didefinisikan sebagai harga relatif dari mata uang terhadap mata uang negara lainnya. Pergerakan nilai tukar di pasar dapat dipengaruhi oleh faktor fundamental dan non fundamental. faktor fundamental tercermin dari variabel-variabel ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, perkembangan ekspor dan impor.
Nilai tukar (kurs) merupakan jumlah satu mata uang yang bias ditukar per unit mata uang lain, atau harga satuan mata uang dalam mata uang lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar antara lain adalah:
1) Tingkat inflasi
Inflasi adalah suatu kenaikan harga pada barang atau jasa. Inflasi juga adalah penurunan nilai mata uang lokal.
Dalam pasar valuta asing, yang menjadi dasar utama adalah perdagangan internasional, baik berbentuk jasa maupun barang. Dengan begitu, perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri merupakan faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai mata uang asing.
2) Kebijakan Pemerintah
Berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah suatu negara akan berpengaruh pada nilai tukar mata uang di negara tersebut. Berbagai contoh dari kebijakan tersebut adalah upaya pemerintah dalam menghindari masalah nilai tukar valuta asing dan juga perdagangan internasional, serta mengintervensi pasar uang.
3) Perbedaan Tingkat Suku Bunga
Arus modal internasional dipengaruhi oleh perubahan tingkat suku bunga suatu negara. Dengan kata lain, kenaikan suku bunga akan memancing masuknya modal asing. Tingkat suku bunga akan mempengaruhi operasi pasar valuta asing dan pasar uang. Ketika terjadi aktivasi transaksi, maka bank akan mempertimbangkan perbedaan perbedaan suku bunga di pasar modal nasional dan global dengan pandangan yang berasal dari keuntungan. Pihak bank akan lebih memilih
mendapatkan pinjaman murah di pasar uang asing dengan tingkat bunga yang lebih rendah dan tempat mata uang asing pada kredit domestik jika tingkat bunganya yang lebih tinggi.
4) Aktivitas Neraca Pembayaran
Nilai tukar mata uang juga dipengaruhi oleh neraca pembayaran. Neraca pembayaran aktif akan meningkatkan nilai maya uang domestik dengan meningkatnya jumlah debitur asing. Jika saldo pembayaran pasif, hal ini akan mengakibatkan menurunnya nilai tukar mata uang domestik sehingga debitur akan menjual semuanya dengan mata uang asing untuk membayar kembali kewajiban eksternal mereka.
Dampak dari neraca pembayaran diukur terhadap nilai tukar yang sudah ditentukan oleh tingkat keterbukaan ekonomi. Pembatasan impor, perubahan tariff, kuota perdagangan, dan subsidi akan mempengaruhi neraca perdagangan.
5) Ekspetasi
Faktor lainnya yang turut mempengaruhi nilai tukar pada valuta asing adalah ekspetasi nilai tukar yang bias terjadi di masa depan. Pasar valuta asing akan memberikan reaksi yang cukup agresif pada setiap berita ataupun isu yang berefek di kemudian hari.
Sebagai contoh, berita tentang meningkatnya inflasi Amerika Serikat yang bisa menyebabkan pedagang valuta asing menjual mata uang dolarnya, karena nilai mata uang dolar bisa menurun di masa depan. Sehingga, hal tersebut akan menekan nilai tukar mata uang dolar di dalam pasar valuta asing secara otomatis.
F. Ekspor
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2021, ekspor adalah mengeluarkan barang dari daerah pabean. Adapun daerah pabean adalah suatu daerah milik Republik Indonesia yang terdiri dari wilayah darat, perairan, dan udara, yang juga mencakup seluruh daerah tertentu yang berada di dalam Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).
Sederhananya, arti ekspor yakni kegiatan menjual barang atau jasa ke luar negeri. Seseorang atau lembaga yang melakukan ekspor disebut dengan eksportir.
Aktivitas ekspor adalah biasanya terjadi ketika suatu negara sudah mampu memproduksi barang atau jasa yang jumlahnya besar dan kebutuhan di dalam negeri sudah mencukupi.
Tujuan dan Manfaat Ekspor
1) Menumbuhkan Industri Dalam Negeri
Ekspor adalah suatu aktivitas perdagangan dalam ruang lingkup internasional yang dilakukan untuk memberikan suatu rangsangan atas suatu permintaan dari
e-ISSN: 2087-3657, Volume 1, Nomor 2, Februari 2022 dalam negeri, sehingga mampu melahirkan industri- industri lain yang lebih besar.
Meningkatnya permintaan ekspor pada suatu produk akan berimbas langsung pada perkembangan industry dalam suatu negara. Sehingga, hal tersebut akan mempu melahirkan suatu iklim usaha yang lebih kondusif. Selain itu, suatu negara juga nantinya akan mampu membiasakan dirinya untuk bisa bersaing dalam pasar internasional dan juga akan lebih terlatih dengan persaingan yang ketat jika melakukan perdagangan internasional.
2) Mengendalikan Harga Produk
Kegiatan ekspor pada suatu negara akan membuat negara tersebut mampu mengendalikan harga produk ekspor yang terjadi di negaranya.
Mengapa begitu? Karena saat suatu produk mampu diproduksi dengan mudah dan melimpah, maka produk dalam negeri tersebut pasti akan memiliki harga yang lebih murah. Untuk itu, negara harus melakukan ekspor ke negara lain yang lebih membutuhkan produk tersebut agar negara mampu mengendalikan harga di pasar.
3) Menambah Devisa Negara
Aktivitas ekspor pastinya akan memberikan dampak yang positif untuk perkembangan ekonomi pada suatu negara. Manfaat dari adanya kegiatan ekspor adalah demi membuka peluang pasar baru di luar negeri sebagai upaya menumbuhkan investasi, perluasan pasar domestik, serta meningkatkan devisa pada suatu negara.
III. METODOLOGI A. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai ekspor Jawa Timur selama periode Januari 2010 sampai dengan Juni 2021, serta nilai indeks inflasi dan rata-rata nilai tukar dollar pada periode yang sama.
Seluruh data diperoleh dari website BPS.
B. Variabel Penelitian
Jenis penelitian ini memakai metode kuantitatif. Data yang digunakan dalam bentuk time series (>10 tahun) dari bulan Januari 2010 sampai Juni 2021. Teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh inflasi dan nilai tukar terhadap ekspor adalah dengan menggunakan analisis data regresi linier berganda dengan software SPSS 25. Variabel yang digunakan yaitu X1 inflasi, X2 Nilai tukar dollar dan Y nilai ekspor Jawa Timur.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis inferensial.
Analisis deskriptif menggunakan pendekatan grafis
terhadap masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun variabel terikat. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran tentang masing-masing faktor yang mempengaruhi nilai ekspor Jawa Timur.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari gambar 1 di bawah terlihat bahwa nilai ekspor Jawa Timur berfluktuasi setiap bulannya, dan dapat ditarik kesimpulan awal bahwa data mempunyai trend seasonal.
Gambar 1. Nilai ekspor Jawa Timur Jan 2010 – Jun 2021 (Juta US Dollar)
TABEL II
T1. UJI NORMALITAS DATA
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N 138
Normal Parametersa,b Mean 1534.39
Std. Deviation 233.820 Most Extreme Differences Absolute .047
Positive .046
Negative -.047
Test Statistic .047
Asymp. Sig. (2-tailed) .200
a. Test distribution is Normal.
Dari table hasil uji normalitas di atas dapat diketahui bahwa asumsi normalitas data telah terpenuhi, dengan nilai Pvalue sebesar 0,200, lebih besar daripada α = 0,05, sehingga dapat dilanjutkan dengan melakukan uji berikutnya
1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 2.200
Jan-10 Aug-10 Mar-11 Oct-11 May-12 Dec-12 Jul-13 Feb-14 Sep-14 Apr-15 Nov-15 Jun-16 Jan-17 Aug-17 Mar-18 Oct-18 May-19 Dec-19 Jul-20 Feb-21
e-ISSN: 2087-3657, Volume 1, Nomor 2, Februari 2022 TABEL III
T2. UJI LINEARITAS DATA DENGAN MODEL SUMMARY AND PARAMETES ESTIMATES
Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: Nilai_Ekspor
Equation
Model Summary Parameter Estimates
R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2
The independent variable is Inflasi.
Linear .101 15.212 1 136 .000 1.588.038 -156.271
Quadratic .104 7.814 2 135 .001 1.594.125 -198.773 24.910
The independent variable is Dollar.
Equation
Model Summary Parameter Estimates
R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2
Linear .211 36.342 1 136 .000 936.710 .049
Quadratic .228 19.933 2 135 .000 2.173.463 -.170 0
Berdasarkan uji linearitas diperoleh nilai Pvalue (sig.) sebesar 0,000, lebih kecil dari nilai α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan adalah linear.
A. Analisis Regresi Linier Berganda TABEL IV
T3. KOEFISIEN REGRESI Y Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardiz ed Coefficien
ts t Sig.
B Std.
Error Beta
1 (Constant) 1042.298 104.737 9.952 .000 Inflasi -108.486 37.648 -.220 -2.882 .005
Dollar .043 .008 .407 5.322 .000
a. Dependent Variable: Nilai_Ekspor
Berdasarkan tabel IV diperoleh persamaan sebagai berikut :
Nilai Ekspor (Y) = 1042,298 – 108,486X1 + 0,43X2
B. Uji T (parsial) Y H0 : β1 = β2 = 0
(tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen)
H1 : β1 ≠ β2 ≠ 0
(terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen)
Level of Significance yang digunakan sebesar 5% atau (α) = 0,05
Dari table IV diperoleh nilai t hitung untuk X1 (variabel inflasi) sebesar -2,882 sedangkan nilai t table adalah sebesar 1,65613, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak (inflasi mempengaruhi nilai ekspor).
Begitu pula untuk variabel X2 (nilai tukar dollar), diperoleh nilai t hitung sebesar 5.322 dan nilai t tabel
e-ISSN: 2087-3657, Volume 1, Nomor 2, Februari 2022 diperoleh sebesar 1,65613 sehingga kita dapat menolak H0 (nilai tukar dollar mempengaruhi nilai ekspor).
C. Uji F (simultan) Y
TABEL V T4. ANOVA Y
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
1
Regression 1921922.415 2 960961.207 23.299 .000b Residual 5568127.585 135 41245.390
Total 7490050.000 137 a. Dependent Variable: Nilai_Ekspor b. Predictors: (Constant), Dollar, Inflasi
Dengan nilai F sebesar 23.299, dapat dilakukan uji hipotesis atau F-test untuk memprediksi kontribusi variabel-variabel independent (X1 dan X2) terhadap variabel dependent (Y).
Hipotesis:
H0 : β1 = β2 = 0
H1 : Minimal satu dari dua variabel tidak sama dengan nol
Dengan menentukan level of significant 5% (α =0,05) dan degree of freedom untuk df1 = 2 dan df2 = 135, maka diperoleh nilai F-tabel sebesar 3,06. Karena F-hitung = 23,299 >F-tabel (0,05) = 3,06, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa variabel independent (X1 dan X2) secara signifikan mempunyai pengaruh yang simultan terhadap variabel dependent.
Cara lainnya untuk menentukan apakah hipotesis ditolak atau diterima adalah dengan melihat dari nilai Pvalue (sig). Pada tabel di atas diperoleh nilai Pvalue sebesar 0.000, lebih kecil dari α yang sebesar 0,05, sehingga Pvalue = 0.000 < α =0,05, sehingga H0 dapat kita tolak.
D. Analisis Koefisien Determinasi untuk Y
Tabel 6 merupakan ringkasan yang menunjukkan variabel nilai ekspor. Adjusted R Square diketahui sebesar 0,246 yang menunjukkan bahwa variabel inflasi (X1) dan nilai tukar dollar (X2) mempunyai hubungan dan berpengaruh sebesar 24,6% terhadap variabel nilai ekspor (Y), dan sisanya sebesar 75,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ada dalam penelitian ini.
TABEL VI
T5. MODEL SUMMARY Y Model Summaryb
Mod
el R R
Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin- Watson
1 .507a .257 .246 203.090 1.256 a. Predictors: (Constant), dollar, inflasi
b. Dependent Variable: nilai Hipotesis 1
Berdasarkan uji T terdapat pengaruh secara parsial antara X1 terhadap Y, nilai koefisien X1 adalah sebesar -108,486 (memiliki nilai negatif) yang menunjukkan bahwa inflasi memberikan pengaruh negatif terhadap nilai ekspor. Semakin besar angka inflasi maka nilai ekspor akan semakin tinggi.
Hipotesis 2
Hasil uji T untuk variabel X2 (nilai tukar dollar) memiliki pengaruh secara parsial terhadap Y (nilai ekspor). Nilai koefisien X2 sebesar 0.043 bernilai positif, artinya x2 berpengaruh positif terhadap Y. semakin tinggi X2 maka semakin tinggi Y. Artinya semakin tinggi nilai dollar maka nilai ekspor juga akan semakin meningkat.
Hipotesis 3
Berdasarkan uji F yang sudah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa X1, X2, dan Y mempunyai hubungan secara simultan, dan X1 dan X2 mempengaruhi Y. Nilai ekspor terpengaruh jika inflasi turun dan nilai tukar dollar naik.
V. KESIMPULAN
Penelitian yang dilakukan di atas menunjukkan bahwa inflasi dan nilai tukar dolar berpengaruh terhadap nilai ekspor Jawa Timur. Berdasarkan hasil uji T diketahui bahwa inflasi berpengaruh terhadap nilai ekspor Jawa Timur dengan koefisien inflasi sebesar - 108,486 bernilai negatif. Apabila inflasi rendah maka akan mempengaruhi nilai ekspoe Jawa Timur. Semakin rendah inflasi maka nilai ekspor Jawa Timur akan
e-ISSN: 2087-3657, Volume 1, Nomor 2, Februari 2022 semakin tinggi pula. Adapun untuk nilai tukar dolar
diperoleh koefisien sebesar 0,043 bernilai positif.
Artinya apabila nilai tukar dolar meningkat maka nilai ekspor Jawa Timur juga akan meningkat. Sedangkan berdasarkan uji F diperoleh hasil bahwasanya terdapat pengaruh simultan antara inflasi, nilai tukar dolar, dan nilai ekspor Jawa Timur.
DAFTARPUSTAKA
[1] S. S. Putri Ray FA, Suhandak, “Pengaruh Inflasi dan Nilai Tukar Terhadap Ekspor Indonesia Komoditi Tekstil dan Elektronika ke Korea Selatan,” J. Adm. Bisnis., vol. Vol.35:1, p.
Hal.27-136, 2016.
[2] Nagari Afni, Amanatagama and Suharyono,
“PENGARUH TINGKAT INFLASI DAN
NILAI TUKAR TERHADAP EKSPOR
TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL
INDONESIA,” J. Adm. Bisnis (JAB, vol. Vol.
53:1, p. Hal. 202-210, 2017.
[3] H. Susanti and dkk, “SBI, Kurs, Inflation,IHSG,”
Diponegoro J. Soc. Polit. Sci., vol. vol 1, p. Hal 1, 2013.
[4] M. F. Anshari, A. E. Khilla, and I. R. Permatasari,
“ANALISIS PENGARUH INFLASI DAN KURS TERHADAP EKSPOR DI NEGARA ASEAN 5 PERIODE TAHUN 2012-2016,” J.
Info Artha, vol. Vol. 1:2, no. Hal 121: 128, 2017.
[5] R. B. Silitoga, Z. Ishak, and Mukhlis, “Pengaruh ekspor, impor, dan inflasi terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia,” J. Ekon. Pembang., vol. Vol 15:1, p. Hal. 53-59, 2017.
[6] A. S. Novi, “Pengaruh Inflasi dan Nilai Tukar terhadap Ekspor Indonesia periode Tahun 2008- 2017,” 2020.
[7] E. Wulandari, “Analisis Makro Ekonomi Indonesia Periode 1980-2012,” J. Ilm. Mhs., vol.
2(1), pp. 1–9, 2014.
[8] N. Draper and W. Smith, Applied RegressionAnalysis. John Willey and Sons, 1968.
[9] K. Pealbeam, International Finance, 3rd ed. New York, 2006.
[10] Krugman, O. Paul R, Maurice, and Melinda, International Economic, Theory and Policy, 9th ed. Boston: Pearson Education, 2012.
e-ISSN: 2087-3657, Volume 1, Nomor 2, Februari 2022