• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komunikasi

Sudah hakikatnya sebagai seorang manusia hidup beriringan dengan makhluk hidup yang lainnya, salah satunya antar manusia satu dengan manusia yang lain, Yang mana adanya keinginan untuk berbagi perasaan, pemikiran, keyakinan bersama dan ide. Manusia saling tukar informasi dengan manusia yang lain lewat gerak tubuh, kata-kata , nada, ekspresi dan lain-lainnya. Interaksi ini dikenal dengan sebutan komunikasi.

Komunikasi adalah proses interaksi yang dilakukan antar manusia sekaligus antara manusia terhadap lingkungannnya. beberapa orang melakukan sebuah interaksi serta memberi pengaruh terhadap opini, gagasan, sikap dan kepercayaan satu dengan yang lain. Orang-orang tersebut dapat saling bertukar informasi dengan gerakan bagian badan, berbicara , lambang dan tanda, ekspresi dan lain-lain. Dalam beberapa decade ini bahasa yang dikembangkan ialah sarana komunikasi yang paling kompeten namun bukan menjadi satu-satunya. (Purba, dkk. 2020:1)

2.2 Kebudayaan

Apa itu kebudayaan? Kebudayaan ialah aspek atau bagian penting dari individua tau manusia, yang mana budayalah yang membimbing keyakinan, nilai-nilai, interaksi, serta perilaku kita dengan orang lain. Edward Burnett Tylor, yang mana ia ialah profesor antropolog berkenegaraan Inggris, memaparkan satu penjabaran jelas mengenai "kebudayaan" bagi kalangan ilmuwan barat. Menurut Tylor,

"kebudayaan sebagai kumpulan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, hukum, seni, adat istiadat, moral dan tiap kemampuan lain ataupun kebiasaan yang didapatkan oleh manusia selaku anggota masyarakat ", walaupun sebelumnya, Tylor pernah memaparkan bahwasannya penggunaan istilah kebudayaan amat membingungkan serta kontradiktif. Istilahkebudayaan bisa dipakai untuk

(2)

8

menggambarkan cara hidup sbuah masyarakat kolektif, atau mendeskripsikan

"kebudayaan" manusia secara menyeluruh. Beliau juga yang nantinya memberikan pengertian teknis modern dari "kebudayaan sebagai pola pemikiran serta perilaku yang telah dikenal oleh masyarakat". (Kroeber dan Kluckhohn, 1952)

2.3 Komunikasi Antar Budaya

Komunikasi antar budaya ialah menambahkan kata budaya ke dalam pernyataan

“Komunikasi antara dua orang/lebih yang memiiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda” didalam beberapa pengertian komunikasi diatas. (Liliweri, 2003:8) memaparkan bahwasannya Komunikasi antar budaya bisa dimaknai sebagai bentuk interaksi yang mengikutsertakan individu yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda dengan system symbol yang berbeda. (Samovar, 2010:6)

2.3.1 Prinsip-Prinsip Komunikasi Antarbudaya

Devito (2011:487) menyatakan komunikasi antar budaya bisa dimaknai dengan paham prinsip-prinsip secara umum. Yang mana prinsip-prinsip ini kebanyakan dari teori komunikasi yang saat dipakai untuk komunikasi antar budaya. Devito memaparkan beberapa prinsip yang ada pada komunikasi antar budaya, diantaranya :

1. Relativitas Bahasa

Gagasan umum bahwasannya bahasa mempengaruhi perilaku dan pemikiran umumnya dikemukakan oleh para antropologis linguistik. Di penghujung tahun 1920-an serta disepanjang tahun 1930-an, disimpulkan bahwasannya karakteristik bahasa yang dapat memberi pengaruh terhadap proses kognitif. serta dikarenakan bahasa yang ada di dunia amat beranekaragam terutama secara karakteristik strukturnya dan semantiknya, Hal ini mnejadi sangat masuk akal untuk menyebutkan bahwasannya orang yang memakai bahasa yang tidak sama juga nantinya dapat berbeda mengenai sudut pandang maupun cara pandang hingga cara mereka berpikir mengenai dunia.

(3)

9 2. Bahasa Sebagai Cermin Budaya

Bahasa menggambarkan perbedaan budaya yang semakin besar, Semakian terdapat perbedaan komunikasi baik dalam segi bahasa ataupun bahasa nonverbal. Maka semakin jauh perbedaan budayanya (dan, maka dari itu, semakin besar pula perbedaan komunikasi), semakin rumit komunikasi terjadi.

Kesulitan ini bisa berakibat, contohnya saja, makin banyak terjadi kesalahan dalam komunikasi, kerap kali terjadi kesalahan kalimat, lebih banyak memunculkan kesalahpahaman, semakin banyak terjadi salah persepsi, serta semakin banyak potong kompas (bypassing).

3. Mengurangi Ketidakpastian

Semakain banyak terjadi perbedaan antarbudaya, maka semakin besar pula ketidakpastian serta ambiguitas yang terjadi pada sebuah komunikasi. Tidak sedikit dari komunikasi berupaya meminimalisir ketidakpastian ini hingga bisa memprediksi, menguraikan, dan mendekripsikan perilaku orang lain jadi lebih baik. Dikarenakan ketidakpastian serta ambiguitas yang besar inilah, dibutuhkan lebih banyak waktu skaligus upaya guna meminimalisir ketidakpastian serta terciptanya komunikasi yang lebih bermakna.

4. Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya

Ketika perbedaan antar budaya terjadi dengan lebih besar lagi, maka terdapat pula kesadaran diri dari komunikan dan juga komunikator yang makin besar juga. Dengan adanya kesadarn diri tersebut memunculkan hal-hal yang negatif dan juga positif. Para pelaku komunikasi tersebut dapat semakin waspada. Nilai positif tersebut membuat minimnya pesan-pesan yang tidak sepatutnya untuk dikomunikasikan, dikarenakan kehati-hatian dari pelakunya untuk melakukan komunikasi. Akan tetapi ketika seorang individu semakin melakukan hal-hal secara terlalu berhati-hati, sehingga akan menimbulkan ketidakpercayaan pada diri dan tidak bisa dilakukan secara spontan. Hal ini menjadi bagian dari nilai negatifnya. Apabila komunikasi yang terjalin dalam komunikasi antarbudaya ini semakin adanya kedekatan dan keakraban, maka

(4)

10

dalam lambat laun hal yang menjadi perbedaan sudah dirasa semakin tidak penting. Akan tetapi sering pula terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam komunikasi antar budaya, seperti halnya salah persepsi antar pelaku komunikasi tersebut atau juga bisa adanya kesalahan dalam menilai lawan bicaranya.

5. Interaksi awal dan perbedaan antarbudaya

Perbedaan-perbedaan yang muncul pada komunikasi antar budaya, lambat laun akan semakin dirasa tidak penting sejalan dengan proses komunikasinya yang semakin membaik. Seringkali pada awal terjadinya interaksi antar budaya terjadi kesalahan dalam menilai diri lawan bicara. Agar dapat menghindar dalam penilaian yang salah tersebut, sebaiknya pelku komunikasi tidak terburu- buru dalam melakukan penilaian tersebut. Ketika pelaku komunikasi dengan cepat menilai sesorang pada interaksi awal, terdapat minimnya informasi yang didapat, sehingga penilaian tersebut menjadi tidak akurat. Sehingga hal tersebut dianggap sebagai prasangka dan tidak memiliki kepastian, yang pada akhirnya akan muncul penilaian yang patut untuk dibenahi pada selanjutnya.

6. Memaksimalkan Hasil Interaksi

Seperti komunikasi yang pada umumnya terjadi, pastilah para pelaku komunikasi berupaya dalam melakukan interaksi secara maksimal. Hal ini dipergunakan agar mendapatkan hasil yang maksimal juga seperti adanya keuntungan yang besar didalamnya.

2.3.2 Faktor-Faktor Pendukung Komunikasi Antarbudaya 1. Penguasaan Bahasa

Bahasa dalam proses komunikasi menjadi alat yang penting digunakan, agar supaya para pelaku komunikasi bisa berjalan dengan baik dan saling mengerti akan pesan-pesan yang disampaikan secara baik, sehingga akan muncul respon seperti yang diinginkan. Apabila dalam proses kkomunikasi antar budaya para pelakunya tidak memiliki ataupun tidak menguasai bahasa yang dapat dimengerti satu sama lain, maka akan terjadinya proses komunikasi dengan

(5)

11

waktu yang lama, karena perlu adanya media lain yang digunakan agar dapat menghubungkan satu sama lain, seperti contohnya penerjemah.

2. Sarana Komunikasi

Seperti proses komunikasi pada umumnya, pastilah harus memiliki alat yang mendukung terjadinya komunikasi baik dengan cara verbal maupun non-verbal yang dalam hal ini disebut dengan sarana komunikasi. Saat ini perkembangan dari teknologi modern dapat mempermudah terjadinya proses komunikasi dengan munculnya media-media komunikasi baru dan modern. Media-media modern tersebut dapat dipergunakan dalam proses kkomunikasi agar dapat dipergunakan dengan tidak terpaut oleh jarak dan waktu. Berbeda dengan jaman dulu yang menggunakan surat, sehingga memakan waktu yang cukup lama, saat ini komunikasi dapat menggunakan teknologi elektronik modern seperti Hp, internet dan lain-lain. Media tersebut memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dengan jangkauan yang sangat luas, sehingga mampu mempermudah dalam upaya menyebarluaskan informasi yang ingin disampaikan.

3. Kemampuan Berpikir

Dalam proses komunikasi adanya kemampuan berpikir yang baik yang dimiliki oleh pelaku komunikasi tersebut bisa membuat lebih baik proses komunikasi sehingga makin lancar. Apabila komunikator memiliki tingkat intelektual yang lebih tinggi dibandingkan komunikan, maka komunikator perlu memberikan pengertian lain yang dapat dimengerti oleh komunikannya.

Sehingga perlu adanya kemampuan berpikir oleh para pelakunya supaya bisa salaing mengerti pada apa yang disampaikan dan menimbulkan komunikasi yang efektif didalamnya. Seperti ccontohnya pada proses komunikasi tidak langsung dengan media artikel, penulis haru memiliki kemampuan berpikir yang dapat dimengerti oleh pembacanya, sehingga dapat menciptakan tulisan yang dimengerti oleh semua pembbaca dari berbagai kalangan. Akan tetapi pembaca juga harus punya kemampuan berpikir yang lebih luas, agar dapat

(6)

12

mengerti apa yang dibacanya, sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh penulis bisa dimengertinya.

4. Lingkungan yang baik

Pada proses komunikasi perlu diperhatikan juga melalui lingkungan yang sedang dipergunakan sehingga dapat menunjang proses komunikasi ttersebut.

Pelaku komunikasi harus dilakukan pada lingkungan dengan tingkat kebisingan yang rendah atau lingkungan yang lebih tenang, hal ini agar tidak adanya hambatan dalam berkomunikasi. Ketika kita berada pada lingkungan kampus, pastinya hasilnya akan berbeda jika dilingkungan yang ramai seperti pasar, tempat konser ataupun lainnya (Sihabudin, 2011:106).

2.3.3 Hambatan-Hambatan Komunikasi Antarbudaya

Dalam pengertiannya, hambatan dapat dijelaskan sebagai hal-hal yang menghalang atau suatu rintangah yang dijalani (BaduduZain, 1994:489).

Dengan adanya pehamanan mengenai hambatan-hambatan pada komunikasi antarbudaya dengan sangat jelas, dapat menjadikannya sebagai penjembatani pada wujud komunikasi antarbudaya yang efektif (Raharjo, 2005:56).

Pada buku Intercultural Business Comunication, yang dikemukakan oleh Chaney dan Martin (2004:11), memperjelas bahwasanya hambatan dalam komunikasi memiliki penjelasan sebagai suatu hal yang menghalangi terwujudnya komunikasi yang efektif.

Adapun jenis hambatan yang diuraikan dalam 9 jenis, yaitu:

1. Fisik (Phsical). Merupakan hambatan yang muncul akibat dari suatu wujud seperti halnya waktu, kebutuhan diri, lingkungan dan juga media fisik 2. Budaya (Cultural). Mmerupakan hambatan yang datang dengan adanya

perbedaan etnik, agama atau kepercayaan dan status sosial.

3. Persepsi (Parceptual). Merupakan hambatan yang hadir akibat dari perbedaan persepsi dalam memahami suatu hal.

4. Motivasi (Motivational). Merupakan jenis hambatan yang datang akibat dari dorongan motivasi.

5. Pengalaman (Experiental). Merupakan hambatan yang muncul dikarenakan pengalaman hidup yang berbeda antar individu.

(7)

13

6. Emosi (Emotional). Merupaka hambatan yang muncul diikarenakan adanya perasaan dari individu tersebut.

7. Bahasa (Linguistic). Merupakan hambatan yang muncul akibat perbedaan bahasa atau pemilihan kata antar pelaku komunikasi sehingga tidak dapat dipahami satu sama lain.

8. Non-vebal. Merupakan hambatan yang terjadi dikarenakan penggunaan bahasa tubuh yang tidak dapat dimengerti satu sama lain.

9. Kompetisi (Competition). Merupakan hambatan yang hadir dikarenakan adanya distraksi akibat komunikan melakukan kegiatan lainnya pada saat proses komunikasi tersebut berlangsung.

2.4 Adaptasi

Kim (Martin dan Nakayama, 2003:277) menuturkan bahwasanya adaptasi budaya memiliki pengertian sebagai suatu proses dalam melakukan penyesuaian diri pada sebuah lingkungan baru yang menjadikannya semakin nyaman pada jangka yang panjang. Proses ini terjadi pada saat individu datang pada budaya baru atau yang dirasa asing dan mengharusnyannya untuk melakukan interaksi.

Sehingga munculnya keharusan untuk melakukan analisa terhadap perbedaan maupun persamaan yang ada pada lingkungan baru tersebut dengan cara yang bertahap (Gudykunst dan Kim, 2003:358-359)

2.5 Culture Shock

Culture Shock yang dalam artiannya sebagai Geger Budaya memiliki pemahaman sebagai suatu reaksi pada diri seseorang saat berada pada lingkungan baru atau asing dan mengakibatkan reaksi-reaksi tidak mengenakkan seperti ttertekan, cemas dikarekan adanya tanda-tanda yang dimengertinya pada lingkungan lama dan tidak ada dilingkungan baru ini (Bochner, 2003). Reaksi ini hadir akibat dari ketidaksamaan akan pemahaman pada budaya yang berbeda, yang mengakibatkan hilangnya suatu harapan pada kesamaan yang dialami oleh orang yang berada pada budaya baru (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2008).

Dalam pengertian lainnya, Gegar Budaya merupakan sebuah keadaan yang mana seorang individu tak mengenali sebuah kebiasaan atau budaya yang baru, sehingga

(8)

14

membuat individu tersebut tidak bisa berperilaku yang sama dengan lingkkungan baru tersebut (Dayakisni dan Yuniardi, 2017). Selain itu, terdapat penyebab terjadinya gegar budaya pada diri seseorang pada saat melakukan perpindahan lingkungan yaitu dikarenakan adanya ketidaksamaan penggunaan cara dalam melakukan komunikasi serta sedikitnya pengetahuan mengenai budaya baru (Nasrullah, 2012).

Adapun contoh dari terjadinya Gegar Budaya dan acapkali terjadi namun tidak disadari yaitu dalam penggunaan bahasa. Padahal bahsa sendiri merupakan alat yang dipergunakan dalam prorses komunikasi dan sangar penting dalam melakukan interaksi dengan individu lainnya. Dalam proses komunikasi apabila tidak memiliki pemahaman yang sama dalam penggunaan bahasa, maka akan terjadi masalah gegar budaya yang signifikan, seperti pengguanaan bahasa gaul, pelafalan maupun intonasi yang berbeda (Mayasari dan Sumadyo, 2018). Dapat diartikan pula bahwa gegar budaya merupakan suatu bentuk tekana mental atau juga fisik yang terjadi pada seorang individu yang sedang berada pada lingkungan yang berbeda (Levy dan Shirave, 2012). Gegar budaya ini juga kerap terjadi pada perantau, karena individu tersebut menjalani sebuah kehidupan baru ldi suatu lingkungan yang asing dengan keaadaan adanya perbedaan budaya dengan budaya pada lingkungan asalnya. Sehingga perantau tersebut dituntut agar dapat paham pada budaya yang ada dalam lingkungan baru tersebut, seperti bahasa yang beda, adat istiadat yang berbeda, cara komunikasi yang digunakan juga berbeda. Hal tersebut perlu untuk dipelajari agar dapat lebih memahami dan bisa dipakai pada kehidupan sehari-hari ditempat baru tersebut (Devinta et al., 2015)

Adapun menurut Oberg (1960) menunjukkan adanya fase gegar budaya yang berkaitan dengan adanya tekanan pada saat masuk pada suatu budaya baru dan diwujudkan dalam U Curve Hypothesis yakni:

1. Fase Optimistik. Fase dimana seseorang memiliki perasaan gembira, perasaan akan sebuah harapan dan euforia pada saat awal masuk pada lingkungan baru.

(9)

15

2. Fase Krisis. Dimana pada fase ini seseorang muncul suatu masalah pada lingkungan barunya.

3. Fase recovery. Yaitu fase yang dialami seseorang pada saat memulai untuk memahami dalam kondisi di lingkungan barunya serta menangani budaya yang baru ini.

4. Fase penyesuaian diri. Pada fase ini seseorang bisa paham terhadap budaya baru ini, seerta bisa untuk melakukan penyesuaian diri pada kedua budaya yang dimiliki. Sehingga muncul rasa puas dan menikmati akan budaya- budaya yang dimilikinya tersebut.

Dalam hal yang mendesak ini mebuat individu memiliki sebuah kemampuuan dalam bertahan hidup pada budaya yang berbeda, dan pada akhirnya akan memunculkan rasa puas dan menikmati terhadap budaya yang dimilikinya tersebut. Akan tetapi terkadang seseorang akan melakukan adaptasi kembali apabila embali pada budaya yang dimilikinya dahulu sehingga muncullah pandangan mengenai W Curve yang meruakan penggabungan dari dua U Curve.

Gambar 2. 1Kurva W (Sumber: Oberg, 1960)

Pada saat seseorang kembali pada budaya asalnya setelah mengarungi budaya baru tersebut, individu tersebut akan merasakan sebuah putaran lainnya dari gegar budaya. Yang pada hal ini merupakan gegar budaya pada kebudayaan aslinya.

(10)

16 2.6 Fokus Penelitian

1. Proses adaptasi berdasarkan tahapan Larry A. Samovar menggambarkan empat tingkatan proses adaptasi diri dalam bentuk Kurva-U sehingga disebut U-Curve. Empat tahap proses adaptasi sebagai berikut:

a. Fase honeymoon seperti yang telah disampaikan merupakan fase awal yang diisi dengan kesenangan menempati lingkungan juga suasana yang baru. Di fase ini narasumber ternyata juga memiliki euforia kesenangan saat mulai beradaptasi di lingkungan baru b. Menurut Samovar fase frustasi ditandai dengan lingkungan baru

yang mulai berkembang, misalnya kesulitan dalam bahasa, sekolah baru, lingkungan yang berbeda, dan lain sebagainya..

c. Fase recovery adalah fase ketiga dimana orang mulai paham terhadap budaya barunya, orang-orang dan peristiwa dalam lingkungan baru mulai dapat terprediksi dan tidak terlalu menekan.

d. Fase Resolutions merupakan fase dari proses adaptasi budaya, orang telah mengerti elemen kunci dari budaya barunya seperti pola komunikasi, keyakinan serta solusi dari pemecahan masalah.

(Samovar, Richard dan Edwin, 2010:169)

2. Mengetahui hasil dari proses adaptasi dari mahasiswa Tanah bumbu dalam penyesuaian penggunaan bahasa dalam kegiatan komunikasi antarbudaya dalam konteks sehari-hari

Referensi

Dokumen terkait

Perolehan kembali (akurasi) dari suatu senyawa dalam matriks dapat diterima jika berada pada rentang 95-105% dari kadar yang sebenarnya (Harmita, 2004).Oleh karena itu,

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa produk dengan nomor 514 memiliki nilai persentase cacat terbesar yaitu sebesar 4,54% untuk proses produksi dan 4,55%

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

gimana mbak, aku harus melanjutkan bekerja kalau nggak bekerja anak-anakku mau makan apa, disini aku juga anak tunggal jadi aku harus tetep bekerja meskipun mas sigit

Hasil pengujian menunjukkan purwarupa sistem pembatas kecepatan yang dirancang menggunakan sensor kecepatan roda cacah 16 dan 32 pulsa per putaran aman digunakan bagi pengendara

Hasil dari penelitian ini adalah penerapan algoritma data mining yang dibangun menggunakan Naive Bayes Classifier yang dapat memberikan informasi penting seperti hasil prediksi yang

a) Agar Litbang K/L dan pemda dapat profesional maka bentuk dan susunan organisasi Litbang diubah dari organisasi struktural menjadi organisasi fungsional (model organisasi

Intervensi Integrated Neuromuscular Inhibition Technique (INIT) dan Infrared Lebih Baik Dalam Menurunkan Nyeri Myofascial Pain Syndrome Otot Upper Trapezius