• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA NOMOR : KM.67/UM.001/MKP/2004 TENTANG. PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN PARIWISATA Dl PULAU-PULAU KECIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA NOMOR : KM.67/UM.001/MKP/2004 TENTANG. PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN PARIWISATA Dl PULAU-PULAU KECIL"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Menimbang

Mengingat

NOMOR : KM.67/UM.001/MKP/2004 TENTANG

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN PARIWISATA Dl PULAU-PULAU KECIL

MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA,

a. bahwa pulau-pulau kecil dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, keunikan biofisik dan kekhasan budaya masyarakatnya memiliki potensi besar sebagai salah satu sumberdaya penggerak pembangunan pariwisata;

b. bahwa dalam rangka pemanfaatan potensi sumber daya wisata pulau-pulau kecil melalui pengelolaan kegiatan pariwisata yang berkelanjutan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang ekonomi dan budaya serta pembangunan daerah, diperlukan adanya pengaturan pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil dalam bentuk pedoman umum;

c. bahwa sehubungan hal tersebut, perlu ditetapkan Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-pulau Kecil dengan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata;

: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427);

(2)

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3550);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

10. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Kabinet Indonesia Bersatu;

(3)

Menetapkan

PERTAMA

KEDUA

KETIGA

PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN

PARIWISATA TENTANG PEDOMAN UMUM

PENGEMBANGAN PARIWISATA Dl PULAU-PULAU KECIL.

Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-pulau Kecil adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Pedoman Umum sebagaimana dimaksud pada diktum PERTAMA merupakan acuan bagi instansi pemerintah di pusat dan daerah, swasta, organisasi non pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan kegiatan pariwisata di pulau-pulau kecil.

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta

pada tanggal : 30 Nopember 2004 MENTERI KEBUDAYAAN

DAN PARIWISATA

JERO WACIK

(4)

Dan Pariwisata

NOMOR : KM.67/UM.001/MKP/2004 TANGGAL : 30 Nopember 2004

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN PARIWISATA Dl PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.504 buah pulau, dengan garis pantai membentang sepanjang 81.000 km. Dari sejumlah pulau tersebut lebih dari 10.000 pulaunya merupakan pulau-pulau kecil, bahkan sangat kecil, belum bernama dan tidak dihuni penduduk.

Pulau-pulau kecil memiliki potensi sumber daya terbarui maupun tak terbarui yang seringkali dimanfaatkan bagi kepenting manusia. Potensi pulau-pulau kecil dari segi keanekaragaman hayati, kehindahan panorama alam dan budaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, termasuk pariwisata.

Pulau-pulau kecil memiliki potensi kelautan yang cukup besar. Potensi perikanan didukung oleh adanya ekosistem terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi serta bernilai ekonomi.

Pulau-pulau kecil juga memiliki potensi bagi pengembangan wisata bahari.

Pulau kecil merupakan habitat yang terisolir dengan habitat lain, keterisolasian suatu pulau akan menambah keanekaragaman organisme yang hidup di pulau tersebut. Pulau kecil mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi spesies endemik yang tinggi bila dibandingkan dengan pulau kontinen.

Pulau kecil mempunyai tangkapan air (catchment) yang relatif kecil sehingga kebanyakan air dan sedimen hilang ke dalam air. Dari segi budaya, masyarakat yang mendiami pulau kecil mempunyai budaya yang berbeda dengan pulau kontinen dan daratan (Dahuri, 1998). Pulau kecil dapat dipandang sebagai sebuah ekosistem dimana setiap karakter alam berada dalam jalinan kesalingterhubungan (McElroy and Klaus, 1990).

(5)

Tiga kriteria yang dapat digunakan dalam membuat batasan suatu pulau kecil:

• Batasan fisik (luas pulau);

• Batasan ekologis (proporsi spesies endemik dan terisolasi); dan

• Keunikan budaya.

Pulau kecil memiliki karakteristik biofisik yang menonjol, yaitu :

1. tangkapan air yang terbatas dan sumberdaya/cadangan air tawar yang sangat rendah dan terbatas;

2. peka dan rentan terhadap berbagai tekanan (stressor) dan pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia, seperti badai dan gelombang besar serta pencemaran; dan

3. mempunyai sejumlah besar jenis-jenis (organisme) endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi (Bengen, 2000; Ongkosongo,

1998; Sugandhy, 1998).

Meningkatnya kecenderungan pasar pariwisata internasional untuk berwisata di kawasan yang masih alami memberikan peluang bagi pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap upaya pemeliharaan dan kelestarian lingkungan berdampak pada perlunya pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dan memperhatikan lingkungan yang lebih luas. Pulau-pulau kecil perlu diberdayakan secara optimal dan lestari sesuai dengan karakteristik dan potensinya masing-masing.

Di lain pihak pulau-pulau kecil memiliki daya dukung yang terbatas, yang perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatannya untuk suatu kegiatan, termasuk kegiatan pariwisata. Karakteristik fisik pulau yang kecil, umumnya berakibat pada keterbatasan sumber daya air, kerentanan terhadap ancaman bencana alam, penduduk yang relatif miskin, serta keterisolasian dari wilayah lain.

Pengembangan kegiatan pariwisata di pulau-pulau kecil berpotensi memberikan dampak baik positif maupun negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Dampak tersebut dapat dilihat dari segi fisik alami, binaan, sosial-budaya dan ekonomi.

Dampak positif perlu dioptimalkan sementara dampak negatif tentunya harus diminimasi bahkan jika memungkinkan dihilangkan.

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap daerah diwajibkan untuk dapat mengembangankan dan mengelola potensi daerahnya masing-masing Pemerintah Pusat memiliki tanggung jawab dalam menyiapkan kebijakan makro sebagai acuan bagi pemerintah daerah. Untuk itu diperlukan satu “pedoman”

bagi pemda dalam mengelola pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil yang termasuk dalam wilayah, termasuk dalam penyusunan peraturan, pengawasan dan pemantauan serta pengelolaan pariwisata pulau-pulau kecil tersebut.

(6)

B. Tujuan

Sesuai dengan perkembangan dan pergeseran paradigma dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan serta dalam upaya optimalisasi pendapatan Pemerintah Daerah dari sektor pariwisata dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu tujuan pedoman pengembangan kawasan pariwisata di pulau- pulau kecil ini adalah “ Mengembangkan potensi pulau-pulau kecil melalui pengelolaan pariwisata berkelanjutan yang berdaya saing global, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang ekonomi dan budaya serta pembangunan daerah dalam bingkai NKRI C. Sasaran

Sasaran pedoman ini adalah : Memberikan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan pengembangan pariwisata yang terarah dan bertanggung-jawab.

Pedoman ini memuat prinsip-prinsip beserta rambu-rambu umum dalam pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil. Pemerintah Daerah dapat berinisiatif dan mengatur hal-hal yang lebih bersifat implementatif dalam pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil, dengan memanfaatkan kekhasan daerahnya.

D. Batasan Peristilahan

• Pulau : masa daratan yang terbentuk

secara alami, dikelilingi oleh air dan selalu berada/muncul di atas air pasang tinggi (UNCLOS, 1982).

• Pulau Kecil : pulau yang memiliki luas daratan kurang atau sama dengan 10.000 km2 dengan jumlah penduduknya kurang atau sama dengan 200.000 orang (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2000 jo. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 67 Tahun 2002).

• Pulau untuk kepentingan kepariwisataan : pulau dengan luas kurang atau sama dengan 2000 km2 (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 200 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pulau Kecil Yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat).

(7)

• Pulau-pulau kecil : kumpulan pulau-pulau (gugusan pulau) yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial, dan budaya, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumber dayanya.

Pengembangan Pariwisata di pulau-pulau kecil : pengembangan pariwisata melalui pola pembangunan usaha sarana akomodasi, makan dan minum, angkutan wisata (darat dan air), penyediaan sarana wisata alam dan minat khusus, yang dikembangkan dan dikelola dalam satu kesatuan usaha yang terpadu di satu pulau kecil.

Ekosistem : sebuah entitas yang terdiri dari tumbuhan, hewan serta lingkungan di sekitarnya, serta pertukaran energi dan materi pada lingkungan tersebut {Barbour, 1998). Ekosistem merupakan tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan hukum menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.

Konservasi sumber daya alam : pengelolaan sumber alam terbaharui dan tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan kesinambungan ketersediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

Daya dukung lingkungan : kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain.

Pengelolaan berkelanjutan : pengelolaan yang dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia saat ini, tanpa mengorbankan poptensi pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia di masa mendatang. Pada kondisi-kondisi ekologis tersebut seharusnya ditambahkan faktor-faktor sosial yang berpengaruh langsung pada berkelanjutannya interaksi antara kelompok masyarakat dan lingkungan fisiknya (Dutton and Hal, 1989).

Pariwisata berkelanjutan : penyelenggaraan pariwisata bertanggung-jawab yang memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia saat ini, tanpa mengorbankan potensi pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia di masa mendatang, dengan menerapkan prinsip-prinsip, layak secara ekonomi (economically feasible) dan lingkungan (environmentally viable), diterima secara sosial (socially acceptable) dan tepat guna secara teknologi (technologically appropriate).

Pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan wisatawan dan masyarakat di daerah tujuan saat ini dengan tetap menjaga dan meningkatkan kesempatan pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang. Pembangunan pariwisata berkelanjutan dicitrakan menjadi patokan dalam pengaturan sumber daya sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetik tercapai, dengan tetap menjaga integritas budaya, proses- proses dan keanekaragaman hayati.

(8)

BAB II

PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN

Prinsip pengembangan pariwisata di pulau-pualu kecil tidak dapat dilepaskan dari konsepsi pembangunan kepariwisataan nasional. Dengan demikian pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus memperkukuh nilai kesatuan dan persatuan Republik Indonesia. Pada hakekatnya pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus berlandaskan pada nilai-nilai agama dan budaya lokal, dengan memperhatikan dan menghormati hak-hak ulayat masyarakat di sekitarnya.

Penyelenggaraan pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus menggunakan prinsip berkelanjutan, di mana secara ekonomi memberikan keuntungan, memberikan kontribusi pada upaya pelestarian sumber daya alam, serta tidak bertentangan dengan budaya masyarakat lokal. Oleh karena itu pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil, harus berpegang pada prinsip- prinsip dasar sebagai berikut:

A. Prinsip Keseimbangan

Pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil harus didasarkan pada komitmen pola keseimbangan antara pembangunan ekonomi, sosial budaya dan konservasi.

Konsep pembangunan yang konvensional, yaitu pembangunan dengan penekanan hanya pada aspek ekonomi, harus dibayar mahal dengan ketimpangan dan kerusakan sosial-budaya dan lingkungan. Oleh karena itu pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan, dimana aspek ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup harus diintegrasikan dan diberikan bobot yang sama. Aspek ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup dipandang sebagai sesuatu yang berkaitan satu dengan lainnya sehingga tidak dapat dipisahkan dan dipertentangkan.

Dalam konteks ini, selain mampu berkembang secara ekonomi, pariwisata di pulau-pulau kecil juga harus mampu mengembangkan aspek sosial-budaya masyarakat di sekitarnya, serta meningkatkan kualitas atau upaya konservasi lingkungan hidup. Dengan demikian manfaat dari pengembangan ini bukan hanya dirasakan oleh pengembang, namun juga oleh masyarakat di pulau-pulau kecil tersebut.

(9)

B. Prinsip Partisipasi Masyarakat

Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan usaha pariwisata.

Proses pelibatan masyarakat, baik secara aktif maupun pasif dalam pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil, harus dimulai sejak tahap perencanaan hingga tahap pengelolaan dan pengembangan. Hal ini akan menumbuhkan tanggung-jawab dan rasa memiliki masyarakat, sehingga menentukan keberhasilan dan keberlanjutan pengembangan pariwisata di pulau- pulau kecil tersebut.

Dialog dengan umpan balik dari masyarakat dalam upaya pengambilan keputusan pengembangan pariwisata di pulau kecil, akan memperkaya dan menjadi nilai tambah suatu kegiatan yang akan dijalankan. Selain itu diperlukan kejujuran dan keterbukaan untuk memperoleh kepercayaan dari pihak lain yang terlibat dalam proses partisipasi tersebut. Masyarakat harus difasilitasi dalam keterlibatannya, termasuk menginformasikan konsekuensi dari keterlibatan, dan menunjukkan bagaimana partisipasi masyarakat dapat menjadi nilai tambah.

C. Prinsip Konservasi

Memiliki kepedulian, tanggung-jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan (alam dan budaya). Pengembangan harus diselenggarakan secara bertanggung- jawab dan mengikuti kaidah-kaidah ekologi serta peka dan menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat.

Pariwisata dan pelestarian lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan, dimana sumber daya alam (ekosistem, bentang alam, keanekaragaman hayati) dan hasil-hasil kebudayaan serta peninggalan sejarah merupakan modal dasar dan daya tarik pariwisata. Di sisi lain pembangunan fasilitas dan infrastruktur pariwisata untuk wisatawan dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas sumber daya alam dan budaya serta peninggalan sejarah tersebut.

Mengingat karakteristik pulau-pulau kecil yang antara lain relatif terisolasi, terbatas dari segi ukuran geografis dan sumber daya, baik alam maupun manusia, tingkat keanekaragaman yang rendah namun memiliki jenis-jenis endemik yang lebih tinggi, maka pulau-pulau kecil sangat rentan akan suatu perubahan. Kerusakan lingkungan atau ketimpangan sosial akan dengan cepat memberikan dampak pada pariwisata yang dikembangkan. Dalam upaya meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan akibat pembangunan pariwisata, beberapa langkah dapat ditempuh, seperti penentuan ambang batas (carrying capacity), baik secara sosial (tourism social carrying capacity) dan ekologis (tourism ecological carrying capacity). Berdasarkan jumlah ambang batas tersebut, baru dilaksanakan pembuatan sarana dan prasarana penunjang yang dilakukan melalui studi Amdal.

(10)

D. Prinsip Keterpaduan

Pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil harus direncanakari secara terpadu dengan memperhatikan ekosistem pulau dan disinerjikan dengan pembangunan berbagai sektor.

Pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus disesuaikan dengan dinamika sosial-budaya masyarakat setempat, dinamika ekologi di pulau tersebut dan daerah sekitarnya. Disamping itu pengembangan pariwisata sebagai salah satu bagian dari pembangunan, harus disesuaikan dengan kerangka dan rencana pembangunan daerah.

E. Prinsip Penegakan Hukum

Pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil harus dikembangkan sesuai dengan aturan-aturan hukum yang ada, serta dilaksanakan dengan penegakan hukum maupun peraturan yang berlaku untuk menjamin kepastian hukum dalam pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil.

Dengan demikian, pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan di atas agar dapat dinikmati tidak hanya oleh generasi sekarang, tetapi juga generasi yang akan datang.

(11)

BAB III

DASAR-DASAR PERTIMBANGAN

A. Perbedaan Karakteristik Pulau-pulau Kecil

Pulau-pulau kecil memiliki perbedaan karakterisitik dilihat dari aspek fisik, sosial- budaya, maupun lainnya.

1. Fisik

Secara fisik, pulau-pulau kecil dapat bervariasi berdasarkan :

a) . Ukuran : Beragam ukuran pulau, beberapa definisi menyebutkan pulau- pulau kecil adalah pulau dengan ukuran kurang atau sama dengan 2000 km2 (Kepmen DKP No.41 Tahun 2001). Definisi lain menyebutkan bahwa pulau-pulau kecil adalah pulau dengan ukuran antara 11 hingga 1000 km2. Dijelaskan pula bahwa yang dimaksud dengan pulau-pulau sangat kecil adalah pulau yang berukuran kurang dari 10 Km2.

Sementara dilihat dari ukuran panjang pulau, beberapa definisi menjelaskan bahwa pulau kecil memiliki ukuran panjang kurang dari 10 km. Sedangkan definisi yang lain menyebutkan bahwa panjang maksimum sebuah pulau kecil adalah 50 km.

b) . Litologi (bantuan penyusunannya) : pulau dapat terbentuk karena beberapa penyebab, diantaranya adalah karena proses pengendapan (depositional island), karena proses pengikisan (erosional island), karena penumpukan koral dari terumbu karang, penyebab vulkanik maupun tektonik, atau gabungan dari beberapa penyebab, misalnya penyebab tektonik yang kemudian dilanjutkan dengan pengikisan. Perbedaan proses pembentukan pulau menyebabkan masing-masing pulau memiliki karakteristik litologi yang berbeda-beda.

2. Geomorfologi : merupakan bentukan rupa bumi dari suatu pulau yang meliputi kemiringan tanah serta elevasinya terhadap pasang surut. Pulau yang tergolong terjal memiliki derajat kemiringan 46° hingga 70°; terjal sedang 10°-45°, sedangkan pulau landai memiliki kemiringan kurang dari 10°. Topografi sebuah pulau dapat berupa dataran atau berbukit-bukit dengan ketinggian yang berbeda. Pulau tinggi memiliki rentang ketinggian antara 501-1.000 mdpl. Pulau ketinggian sedang berkisar antara 11-500 mdpl dan pulau rendah 3-11 mdpl. Pulau dengan ketinggian kurang dari 3 meter disebut pulau pasang surut.

(12)

a) . Keberadaan tutupan biota : tutupan biota suatu pulau dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu biota yang berbeda di atas air dan biota yang terendam. Di daerah daratan pulau sendiri, terdapat pulau yang memiliki tutupan biota yang sangat beragam hingga yang hanya didominasi oleh satu jenis vegetasi. Ada pula pulau yang daratannya tidak memiliki tutupan biota. Pulau yang terpisah jauh dengan daratan utama (mainland) dengan tutupan biota yang sangat beragam, biasanya memiliki jumlah jenis endemik yang tinggi. Di bagian pulau yang terendam air (daerah tepi), ada pulau yang memiliki tutupan terumbu karang, daerah mangrove, dan padang lamun, ada yang hanya memiliki salah satu diantaranya, atau tidak ketiganya. Keberadaan tutupan biota dapat digunakan sebagai penetapan ukuran sebuah pulau.

Pada beberapa negara dengan tipe pulau-pulau atol, ukuran sebuah pulau dihitung dari total luas daratan ditambah dengan luas perairan disekitarnya dengan ketentuan kedalaman, sesuai fungsinya untuk perlindungan biota.

b) . Geografi : beberapa pulau terletak di daerah yang strategis, dekat dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi yang penting bagi daerah sekitarnya. Daerah yang dekat dengan pusat kegiatan ekonomi biasanya memiliki tingkat kemudahan pencapaian yang tinggi. Sedangkan beberapa pulau terletak di daerah yang terpencil dan kurang strategis, sehingga tingkat aksesibilitasnya pun kurang.

3. Sosial-Budaya

Pulau-pulau kecil dapat memiliki perbedaan budaya, keberadaan dan kepadatan penduduk:

a) Budaya : kebudayaan penduduk yang berada di pulau-pulau kecil dapat sangat khas, terutama pulau-pulau yang terpisah cukup jauh dari daratan utama. Beberapa pulau kecil juga memiliki penduduk yang berasal dari berbagai suku bangsa, sehingga memiliki kebudayaan yang telah bercampurdan berbeda-beda.

b) Keberadaan penduduk : pulau-pulau kecil ada yang ditinggali penduduk dan ada pula yang tidak ditinggali penduduk (kosong), atau hanya digunakan untuk kegiatan tertentu, seperti budidaya pertanian atau upacara tradisonal keagamaan pada waktu tertentu. 4

4. Kepadatan : pulau-pulau kecil yang ditinggali penduduk juga memiliki kepadatan penduduk yang berbeda-beda. Pulau dengan populasi penduduk sangat padat berkisar antara 1.001-10.000 orang/km2. Sedangkan pulau dengan kepadatan penduduk sedang memilliki kepadatan 101-1.001 orang/km2, dan kepadatan rendah 11-101 orang/km2.

(13)

5. Lain-lain :

a) . Kepemilikan : dari segi status kepemilikan, pulau-pulau kecil dapat dimiliki oleh pribadi, pemerintah atau dikelola oleh swasta.

b) . Pemanfaatan khusus : pemanfaatan pulau-pulau secara khusus dapat terjadi karena letak dan fungsinya yang dimanfaatkan untuk tujuan khusus misalnya pulau khusus untuk penelitian, pangkalan militer, pulau penjara, pulau batas negara, pulau tambang minyak dan gas bumi, maupun pulau yang menjadi suaka alam dan zona inti area konservasi yang menyebabkan aksesibilitas dan mobilitas menjadi terbatas.

Hal-hal tersebut menyebabkan potensi dan daya dukung setiap pulau kecil menjadi terbatas dan berbeda-beda. Ketersediaan sumber daya alam yang terdapat di setiap pulau juga akan berbeda, sehingga akan berpengaruh pada kesesuaian peruntukan bagi kegiatan tertentu, termasuk kegiatan pariwisata. Di lain pihak, pebedaan karakteristik pulau- pulau kecil akan menimbulkan perbedaan daya tarik yang beragam antara satu pulau dengan pulau lainnya. Karakteristik suatu pulau kecil akan menentukan pengembangan pariwisata yang sesuai, baik dari segi skala luas, jenis pembangunan sarana dan prasarana penunjang, serta intensitas kegiatan pariwisatanya.

B. Perbedaan Kegiatan Pariwisata

Dilihat dari daya tariknya, keanekaragaman daya tarik wisata di pulau-pulau kecil dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, daya tarik wisata yang berbasis sumber daya alam daratan (seperti hutan, gunung, sungai, danau maupun pantai) dan sumber daya laut (seperti terumbu karang, gua dan gunung api bawah laut).

Kedua, daya tarik wisata yang berbasis warisan maupun pusaka budaya (cultural heritage) baik yang bersifat nyata (tangible) seperti situs, makam, istana, maupun yang bersifat tidak nyata (intagible) seperti pertunjukan budaya atau tradisi budaya masyarakat. Selain kedua jenis pariwisata yang memanfaatkan langsung potensi sumber daya (alam dan budaya) di atas, juga terdapat wisata buatan yang pada intinya juga memanfaatkan sumber daya alam yang ada.

(14)

Wisata buatan pada hakikatnya merupakan hasil karya cipta manusia yang sengaja dibuat untuk memenuhi kebutuhan tertentu yang secara langsung atau tidak langsung dapat menjadi objek dan daya tarik wisata tertentu seperti wisata belanja, pendidikan, olahraga, atau taman rekreasi (theme park).

Kegiatan wisata alam daratan diantaranya kegiatan menikmati bentang alam, olah raga pantai, pengamatan satwa, jelajah hutan, mendaki gunung dan lain sebagainya. Sementara kegiatan wisata bahari mencakup snorkling, menyelam (diving), selancar angin (parasailing), selancar (surfing), memancing (fishing), ski- air, berperahu (canoewing), berperahu kayak (sea kayaking) dan lain sebagainya. Sedangkan kegiatan wisata yang berbasis budaya seperti kegiatan menangkap ikan, mengolah ikan, mengamati kebiasaan hidup para nelayan sehari-hari, melihat adat-istiadat yang berlaku diperkampungan nelayan, melihat bangunan rumah-rumah nelayan, melihat upacara adat yang biasa dilakukan para nelayan, dan lain sebagainya.

Berdasarkan tujuannya kegiatan wisata dapat dibedakan menjadi wisata minat khusus dan wisata umum (rekreasi). Wisata minat khusus merupakan suatu bentuk perjalanan dimana wisatawan mengunjungi suatu tempat karena memiliki minat atau tujuan khusus mengenai suatu jenis objek atau kegiatan yang dapat ditemui atau dilakukan dilokasi atau daerah tujuan wisata tersebut. Dalam wisata minat khusus, wisatawan terlibat secara aktif pada berbagai kegiatan di lingkungan fisik atau komunitas yang dikunjunginya.

Sementara itu kegiatan wisata umum atau kegiatan rekreasi dapat dikatakan sebagai kegiatan yang dilaksanakan pada waktu luang secara bebas dan menyenangkan. Dalam kegiatan rekreasi tidak ada tujuan khusus yang ingin dicapai selain memang untuk bersenang-senang. Pengembangan kegiatan rekreasi saat ini diarahkan pada kegiatan rekreasi edukatif, yang juga bertujuan agar wisatawan mendapatkan tambahan pengalaman atau pengetahuan yang bermanfaat.

Intensitas suatu kegiatan wisata dapat beragam, dari yang berintensitas rendah, sedang, hingga tinggi. Intensitas kegiatan akan berimplikasi pada daya dukung dan dampak yang menyertainya. Untuk daerah-daerah dengan keterbatasan daya dukung, tentunya pembangunan kegiatan wisata yang sesuai adalah yang memilliki intensitas rendah sampai sedang.

Kegiatan wisata minat khusus maupun rekreasi umum dapat dilakukan di pulau- pulau kecil. Namun mengingat karakterisitik pulau-pulau kecil dan keterbatasan daya dukungnya, maka pengembangan kegiatan wisata di pulau-pulau kecil lebih diarahkan pada pengembangan kegiatan wisata minat khusus sebagai kegiatan utama, dan kegiatan wisata rekreasi edukatif sebagai kegiatan pendukung.

(15)

1. Perbedaan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Penunjang Pariwisata Adanya kegiatan pariwisata di suatu tempat berimplikasi pada kebutuhan akan sarana dan prasarana penunjang yang bervariasi baik jenis maupun bentuk dan konstruksi fisiknya tergantung pada sumber daya jenis kegiatan wisata yang dikembangkan.

Sarana dan prasarana penunjang diadakan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selama mereka tinggal dan berwisata di suatu daerah tujuan wisata tertentu, termasuk kebutuhan makan, minum, tidur dan hal-hal mendasar lainnya. Fasilitas yang disediakan mencakup akomodasi, rumah makan, transportasi dan beberapa fasilitas umum pertokoan lainnya yang terkait langsung dengan wisatawan.

Berdasarkan sumber daya dan kegiatan wisata yang dikembangkan, terdapat fasilitas khusus yang sangat spesifik, hanya diperlukan untuk kegiatan yang satu, tetapi tidak atau kurang dibutuhkan untuk kegiatan lainnya. Kegiatan wisata bahari selam misalnya, membutuhkan sarana penunjang untuk mendukung para penyelam, seperti kapal, dermaga, tabung oksigen, kompresordan Iain-lain.

Bentuk dan konstruksi sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan juga sangat beragam. Penyediaan dermaga bagi kapal bisa bervariasi dari yang sederhana untuk kapal-kapal kecil hingga dermaga besar berkelas untuk pelabuhan kapal penyeberangan. Penyediaan fasilitas akomodasi misalnya akan sangat beragam, dari hotel bintang lima bertingkat banyak hingga losmen atau home stay sederhana atau bahkan bangunan semi permanen.

Mengingat karakteristik pulau-pulau kecil sangat khas, keterbatasan daya dukung dan jenis kegiatan wisata yang dapat dikembangkan di pulau-pulau kecil, maka penyediaan sarana dan prasarana pendukung kepariwisataan pun perlu direncanakan secara cermat, disesuaikan dengan potensi dan daya dukung masing-masing pulau. Jika memang tidak memungkinkan adanya pembangunan fisik di satu pulau, maka pengadaan sarana dan prasarana penunjang harus diadakan di pulau lain, sementara kegiatan wisatawannya masih mungkin tetap berlangsung di pulau tersebut.

2. Implikasi

Pengembangan kegiatan wisata maupun penyediaan penunjang kepariwisataan di pulau-pulau kecil akan berdampak pada lingkungan fisik, sosial, budaya dan ekonomi pulau-pulau kecil tersebut. Di lain pihak pengembangan pariwisata harus bermanfaat secara ekologis dan ekonomis, baik bagi Pemerintah Daerah maupun mayarakat lokal.

(16)

Sementara itu peraturan-peraturan yang sudah ada yang terkait dengan pengelolaan pulau-pulau kecil, belum tentu bisa langsung diterapkan sama untuk setiap pulau-pulau kecil. Setiap pulau memiliki karakteristik yang khas, demikian juga dengan kegiatan wisata yang sangat beragam jenis dan skalanya. Oleh karena itu diperlukan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam pengembangan kegiatan pariwisata di pulau-pulau kecil. Perlu ditentukan pulau-pulau kecil mana dan dengan karakteristik seperti apa yang dapat dikembangkan. Lebih lanjut perlu ditentukan peruntukan kegiatan pariwisata yang seperti apa yang sesuai, dengan sarana-prasarana yang juga direncanakan dengan cermat.

Pada prinsipnya Pemerintah Daerah memilliki pilihan dalam menentukan bentuk pengembangan pariwisata, atau bahkan pilihan untuk tidak mengembangkan suatu jenis kegiatan pariwisata di suatu pulau kecil. Jika pilihannya adalah mengembangkan kegiatan pariwisata tertentu di pulau kecil, maka harus mengikuti prinsip-prinsip dan pendekatan pengembangan yang akan diuraikan pada bab-bab berikutnya.

(17)

BAB IV

ARAHAN PENGEMBANGAN

A. Penataan Ruang

Permasalahan yang sering muncul di dalam pembangunan di suatu kawasan adalah tumpang-tindihnya peruntukkan lahan dan atau pembangunan yang tidak mengikuti ketentuan peruntukkan lahan yang telah ditetapkan. Beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam penataan ruang pulau adalah :

1. Pemerintah Daerah harus menyusun dan menetapkan tata ruang pulau melalui proses konsultatif dengan para pihak (stakeholders).

2. Penataan ruang kawasan harus didasarkan pada hasil kolaborasi antara masukan para pihak dengan perencana kawasan.

3. Penataan ruang harus memperhatikan aspek lingkungan, termasuk konservasi sumber daya alam dan sentitifitas ekosistem serta aspek sosial, budaya dan ekonomi masyarakat.

Sesuai dengan batasan luas dalam definisi pulau-pulau kecil, maka dalam implementasinya akan terdapat dua kondisi berbeda, yaitu :

1. Dimana suatu pulau seluruhnya ditetapkan sebagai kawasan pariwisata; dan 2. Dimana sebahagian luas pulau ditetapkan sebagai kawasan pariwisata.

Bagi pulau yang secara keseluruhan ditetapkan untuk pengembangan pariwisata, maka perlu menetapkan suatu kawasan sebagai daerah lindung.

Penataan ruang akan sangat mempengaruhi penyusunan rencana kawasan pariwisata yang merupakan inti dari seluruh perencanaan pengembangan pariwisata. Salah satu aspek penting dalam perencanaan kawasan adalah penyusunan dan penetapan zonasi kawasan.

Pengertian dari zonasi adalah membagi area dalam suatu tapak ke dalam beberapa area (zona) yang sesuai tata guna lahan. Penentuan zonasi dalam suatu kawasan pariwisata di pulau-pulau kecil, perlu mempertimbangkan :

1. Kerentanan ekosistem serta nilai keanekaragaman hayati darat dan laut;

2. Keterkaitan geografis, sosio-ekonomi, sosio-budaya di dalam pulau dan antar pulau;

3. Status kawasan;

4. Penetapan Pemerintah Daerah tentang penataan ruang;

5. Nilai sejarah dan karakteristik kawasan;

6. Aksesibilitas;

(18)

7. Keamanan, kebutuhan dan kenyamanan pengunjung;

8. Optimalisasi potensi atraksi wisata yang tersedia;

9. Akses ruang bagi masyarakat terhadap wilayah-wilayah yang menjadi kepentingan umum seperti sumber air tawar, pantai dan daerah tangkapan ikan; dan

10. Bencana alam (natural disaster).

Jenis-jenis zonasi yang umum digunakan dalam pengembangan pariwisata adalah :

1. Zona Intensif, yaitu suatu kawasan yang dirancang untuk dapat menerima kunjungan dan tingkat kegiatan yang tinggi dengan memberikan ruang yang luas untuk kegiatan dan kenyamanan pengunjung. Dalam zona ini dapat dikembangkan sarana dan prasarana fisik untuk pelayanan pariwisata yang umumnya tidak melebihi 60% luas kawasan zonasi intensif dan memperhatikan daya dukung lingkungan;

2. Zona Ekstensif, yaitu suatu kawasan yang dirancang untuk menerima kunjungan dan tingkat kegiatan terbatas, untuk menjaga kualitas karakter sumber daya alam. Dalam zona ini kegiatan pengunjung harus dapat dikontrol dan pembangunan sarana dan prasarana terbatas hanya untuk pengunjung kegiatan, seperti jalan setapak, tempat istirahat, menara pandang, papan penunjuk dan informasi; dan

3. Zona Perlindungan, yaitu suatu kawasan yang dirancang untuk tidak menerima kunjungan dan kegiatan pariwisata. Kawasan ini biasanya merupakan kawasan yang menjadi sumber air bagi kawasan seluruh pulau, atau memiliki kerentanan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Zona ini sangat dianjurkan pada pulau-pulau kecil yang secara keseluruhan ditetapkan peruntukannya sebagai kawasan pariwisata.

B. Pendekatan Daya Dukung (Carrying Capacity)

Daya dukung dapat diartikan sebagai kondisi maksimum suatu ekosistem untuk menampung komponen biotik (mahluk hidup) yang terkandung di dalamnya, dengan juga memperhitungkan faktor lingkungan dan faktor lainnya yang berperan di alam. Tidak ada satu ukuran mutlak yang dapat menunjukkan daya dukung ekosistem dalam menampung semua kegiatan manusia karena berbagai variabel yang menentukan. Besarnya daya dukung ekosistem tersebut sangat bervariasi dan sangat tergantung pada tingkat pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia. Kemampuan daya dukung setiap kawasan berbeda-beda sehingga perencanaan pariwisata di pulau-pulau kecil secara spatial akan bermakna dan menjadi penting.

(19)

Secara umum ragam daya dukung wisata di pulau-pulau kecil dapat m eliputi:

1. Daya dukung ekologis, yang merupakan tingkat maksimal penggunaan suatu pulau;

2. Daya dukung fisik, yang merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodir tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas. Daya dukung fisik diperlukan untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung; dan

3. Daya dukung sosial, yang merupakan batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan yang akan menimbulkan penurunan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan pengunjung di pulau-pulau kecil.

C. Pengembangan Sarana dan Prasarana

Agar pengembangan pariwisata tidak memberikan dampak buruk terhadap lingkungan dan tetap menjaga aspek keberlanjutan, maka pengembangan sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil harus melalui studi AMDAL/UKL-UPL.

Ketentuan teknis dalam pembangunan sarana dan prasarana pariwisata di pulau-pulau kecil adalah sebagai berikut:

1. Luas area terbangun untuk pembangunan sarana dan prasarana pariwisata tidak melebihi 30% (tiga puluh persen) dari luas pulau yang diperuntukan bagi pengembangan pariwisata.

2. Garis sempadan bangunan dan sempadan pantai harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kecuali untuk pembangunan bungalow atas air {water bungalow) yang telah di setujui berdasarkan studi AMDAL.

3. Bangunan akomodasi menghadap ke arah pantai dan tidak dihalangi oleh bangunan lain.

4. Ketinggian bangunan disesuaikan dengan luasan pulau dan karakteristik lingkungan pulau.

5. Gaya arsitektur dan bahan bangunan untuk pembangunan sarana wisata disarankan mencerminkan identitas lokal dan ramah lingkungan.

6. Pembuatan sistem sanitasi yang memenuhi standar kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan.

(20)

7. Pembangunan fasilitas bungalow atas air (water bungalow) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a) . Fondasi bungalow tidak merusak gugusan terumbu karang hidup;

b) . Tinggi bungalow maksimum 1 (satu) lantai; dan

c) . Jumlah kamar bungalow atas air harus didasarkan pada perhitungan daya dukung lingkungan.

8. Pembangunan pendaratan/tambat kapal {jetty) dan mooring buoy harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a) . Tidak dibangun di atas terumbu karang hidup; dan

b) . Fondasi bangunan tambat kapal tidak merusak gugusan terumbu karang hidup.

D. Pengelolaan Lingkungan

Pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus direncanakan dan dikembangkan secara ramah lingkungan dengan tidak menghabiskan atau merusak sumber daya alam dan sosial, namun dipertahankan untuk pemanfaatan yang berkelanjutan. Identifikasi ekosistem kritis {critical ecosystem) serta penentuan ambang batas {carrying capacity) pulau-pulau kecil sangat penting dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata dengan pendekatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.

1. Sasaran Pengelolaan

Pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus memperhatikan :

a) . Terjaminnya keberlanjutan sumber daya pendukung pembangunan pariwisata di pulau-pulau kecil sebagai satu syarat penting bagi terciptanya manajemen pariwisata yang memadai dan handal; dan

b) . Pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dan diintegrasikan dengan lingkungan alam, budaya dan manusia. Kegiatan pariwisata harus menjamin perubahan yang dapat diterima sehubungan dengan pengaruhnya terhadap sumber daya alam, keanekaragaman hayati dan kapasitas untuk mengelola berbagai dampak dan residu yang ditimbulkan.

2. Langkah Pengelolaan

Dalam upaya mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, maka pengelolaan lingkungan di pulau-pulau kecil dilakukan dengan langkah penerapan sebagai berikut:

(21)

a). Pengelolaan limbah :

1) . Melaksanakan pengelolaan limbah padat dan cair yang berasal dari kegiatan pariwisata agar tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan;

2) . Pengelolaan limbah padat dan cair dilakukan dengan menerapkan prinsip 3 R, yaitu Reduce (reduksi), Re-use (penggunaan kembali), dan Recycle (daur ulang); dan

3) . Pada daerah dengan kawasan gugusan pulau, dapat menetapkan satu pulau kosong yang memungkinkan untuk tempat pengolahan limbah, sesuai kajian AMDAL.

b). Pengelolaan Air Taw ar:

1) . Penggunaan air tawar dilakukan dengan memperhatikan konservasi air yang tersedia di pulau, serta akses masyarakat terhadap kebutuhan air tawar; dan

2) . Dianjurkan agar mengembangkan sistem pengolahan air laut menjadi air tawar.

c). Pelestarian Flora dan Fauna :

Melakukan upaya menjaga dan memelihara flora, fauna serta terumbu karang, di sekitar pulau dengan :

1) . Pengawasan dan pengamanan sumber daya kelautan sekitar pulau dari kegiatan yang dapat merusak dan mengurangi populasinya;

2) . Merencanakan dan melaksanakan program perlindungan dan pemeliharaan flora, fauna dan terumbu karang;

3) . Tidak memasukkan jenis flora dan fauna yang berasal dari luar pulau tanpa seijin instansi yang berwenang; dan

4) . Tidak mengunakan karang, sebagai bahan bangunan untuk sarana dan prasarana di pulau.

(22)

d). Pelestarian Pesisir:

1) . Tidak melakukan pengerukan, reklamasi dan atau melakukan kegiatan yang dapat merubah kondisi pantai dan pola arus laut;

2) . Tidak melakukan pengambilan atau pengerukan pasir baik di daratan maupun di perairan pulau; dan

3) . Semua pembangunan di pesisir harus didasarkan pada studi AMDAL/UKL-UPL.

3. Peran Serta Masyarakat

Pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal sekaligus melibatkan peran aktif masyarakat sejak awal proses pengembangan pariwisata. Hal ini sejalan dengan konsep pengembangan pariwisata berbasis masyarakat (Community Based - Tourism Development ). Peningkatan peran serta masyarakat dilakukan antara lain dengan :

a) . Memprioritaskan peluang kerja dan usaha bagi masyarakat lokal;

b) . Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat antara lain melalui program pelatihan untuk menunjang usaha pariwisata;

c) . Membangun hubungan kemitraan antara pengusaha dan masyarakat dalam rangka pemanfaatan hasil-hasil produk lokal;

d) . Mewujudkan sikap saling menghargai dan menghormati di antara pengusaha dan masyarakat; dan

e) . Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menanamkan modal melalui kepemilikan saham perusahaan.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata di pulau-pulau kecil merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan kebutuhan sosial, lingkungan dan pelayanan tidak saja kepada wisatawan, tetapi juga kepada masyarakat lokal pulau. Dalam pengertian yang lebih umum, partisipasi mengarah pada pemberdayaan masyarakat lokal dalam menentukan tujuan pembangunannya dan memahami harapan serta fokus perhatian mereka terhadap pariwisata.

Pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus mendukung budaya tradisional dengan menunjukkan penghargaan dan penghormatan nilai agama, adat-istiadat masyarakat setempat.

(23)

4. Pengusahaan

Pengusahaan pariwisata di pulau-pulau kecil adalah pemanfaatan pulau kecil untuk kegiatan dan pengelolaan pariwisata dengan ketentuan sebagai berikut

a) . Pengusahaan pariwisata di pulau-pulau kecil harus berbentuk Badan Hukum Indonesia dan terbuka untuk penanaman modal sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku;

b) . Ijin prinsip pengusahaan pariwisata di pualu-pulau kecil diberikan oleh Pemerintah Daerah; dan

c) . Ijin penanaman modal di pulau-pulau kecil diberikan oleh BKPM sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku :

1) Untuk satu atau beberapa pulau tidak berpenghuni yang sangat kecil dan berdekatan serta tidak berpenghuni, memungkinkan untuk mengembangkannya menjadi kawasan wisata yang dikelola oleh satu manajemen tertentu.

2) Pembangunan sarana dan prasarana pariwisata di pulau kecil dilakukan berdasarkan perencanaan tapak kawasan (site plan) pulau yang telah disetujui Pemerintah Daerah.

d) . Pengusaha pariwisata di pulau-pulau kecil wajib :

1) Menghormati nilai-nilai agama, adat dan tata nilai masyarakat di pulau dan sekitar pulau;

2) Menyediakan pemondokan, sarana ibadah dan kebutuhan lainnya bagi karyawan yang tinggal di pulau;

3) Melarang segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan perjudian, prostitusi dan perdagangan narkoba di area pengusahaannya dan daerah sekitar;

4) Membuka akses perairan sekitar pulau untuk masyarakat lokal; dan 5) Menyediakan fasilitas dan tenaga yang diperlukan untuk pelayanan

kesehatan dan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) sesuai dengan standaryang berlaku.

(24)

BAB V

PENGEMBANGAN INVESTASI

Investasi pariwisata di pulau-pulau kecil dapat dilakukan dalam bentuk : 1. Investasi Langsung

Pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil sepenuhnya dilakukan oleh suatu Badan Usaha tanpa keikutsertaan Badan Usaha lain. Pengelolaan bersifat murni dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah melalui BUMD maupun melalui Badan Usaha Milik Swasta.

2. Kerjasama Badan Usaha

Pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil dilakukan melalui kerjasama pengelolaan antara Badan Usaha, baik Badan Usaha Pemerintah Daerah (BUMD) maupun Badan Usaha Milik Swasta. Kerjasama Badan Usaha tersebut dapat berbentuk kerjasama usaha patungan (Joint Venture), Kerjasama Operasi (Joint Operation) dan Bangun Operasi Serahkan (Build Operation Transfer/BOT).

Badan Usaha yang berminat untuk mengembangkan pariwisata di pulau-pulau kecil harus mengajukan suatu proposal kepada Pemerintah Daerah. Proposal memuat antara lain :

a. Profil Perusahaan;

b. Jenis usaha pariwisata yang akan dikembangkan;

c. Hasil Studi Kelayakan;

d. Hasil Studi AMDAL;

e. Rencana Bisnis;

f. Program Pemberdayaan Masyarakat; dan g. Program Pelestarian Lingkungan.

3. Untuk mendorong investasi pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil, Pemerintah Daerah perlu :

a. Memberikan insentif-insentif investasi dalam bentuk fiskal dan keringanan pajak sesuai peraturan perundangan yang berlaku;

b. Memberikan kemudahan perijinan dengan mengacu pada prinsip akuntabilitas, transparansi dan efisiensi;

c. Memberikan kepastian dan keamanan berinvestasi dengan menetapkan kejelasan status pulau yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum;

(25)

d. Menciptakan ketertiban dan kenyamanan berinvestasi dengan menghilangkan atau setidak-tidaknya meminimalisasi timbulnya konflik antar pihak di lingkungan pulau kecil;

e. Meningkatkan efektivitas pelaksanaan kegiatan promosi investasi melalui pengkayaan jenis bahan-bahan promosi, peningkatan kerjasama promosi serta peristiwa {event) promosi.

f. Mempercepat pembangunan dan penyediaan infrastruktur penunjang investasi di pulau-pulau kecil.

g. Mendorong kemitraan usaha yang saling menguntungkan dan menunjang antara pengusaha UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dan usaha besar.

(26)

BAB VI

PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN

1. Dalam rangka meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar pihak dalam pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil, Pemerintah Daerah perlu membentuk suatu kelembagaan yang bersifat kolaboratif dengan beranggotakan unsur Pemerintah Daerah, Swasta dan Masyarakat dengan tugas pokok :

a. Mengarahkan pelaksanaan pengembangan pariwisata di pulau kecil agar sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan yang ditentukan;

b. Mengkoordinasikan kebijakan Pemerintah Pusat c.q. Menteri dengan kebijakan Pemerintah Daerah yang berhubungan dengan pengembangan pariwisata di pulau kecil;

c. Menetapkan kebijakan yang dapat mendorong pengembangan pariwisata di pulau kecil dengan mengintegrasikan kepada kebijakan Pemerintah Pusat;

d. Melakukan penilaian terhadap investasi pengembangan pariwisata di pulau kecil; dan

e. Melakukan pengendalian dan pengawasan.

2. Dalam rangka pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata melakukan pembinaan m eliputi:

a. Memberikan arahan kepada Pemerintah Daerah dalam mengembangkan pariwisata di pulau-pulau kecil;

b. Melakukan koordinasi lintas sektor agar tercipta sinkronisasi program dan kegiatan dalam mendukung pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil;

c. Memfasilitasi upaya kegiatan promosi investasi pariwisata di pulau-pulau Cecil; dan

d. Pemantauan dan evaluasi kegiatan.

(27)

BAB VII PENUTUP

Pedoman umum ini merupakan acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam merencanakan, mengembangkan, melaksanakan dan mengendalikan pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil.

MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

JERO WACIK

Referensi

Dokumen terkait

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak)

Berdasarkan Tabel 14 lahan gambut pada wilayah penelitian yang memiliki tingkat kehijauan vegetasi sangat rendah (NDVI 0,051 – 0,1) memiliki peluang yang paling besar

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai bahan makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak

Metafora sebagai salah satu wujud daya kreatif bahasa di dalam penerapan makna, artinya berdasarkan kata-kata tertentu yang telah dikenalnya dan berdasarkan keserupaan atau

[r]

Pada penelitian kali ini, dapat dilihat bahwa, sikap seorang user dalam menggunakan suatu aplikasi pada pekerjaannya hanya dipengaruhi oleh dari manfaat aplikasi (PU) tersebut

Prinsip kerja dari arus searah adalah membalik fasa tegangan dari gelombang yang mempunyai nilai positif dengan menggunakan komutator, dengan demikian arus yang berbalik

Kinerja link yang efektif menyerap gempa ditunjukkan dengan kelelehan yang mampu membentuk sudut rotasi inelastik yang cukup besar pada link, dimana hal ini direncanakan terjadi