• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR AYAM SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN GLISEROL DENGAN METODE ASIDIFIKASI DAN ADSORPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR AYAM SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN GLISEROL DENGAN METODE ASIDIFIKASI DAN ADSORPSI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR AYAM SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN GLISEROL

DENGAN METODE ASIDIFIKASI DAN ADSORPSI

SKRIPSI

OLEH

SANDRO NADEAK 140405059

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

APRIL 2019

(2)

PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG TELUR AYAM SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN GLISEROL

DENGAN METODE ASIDIFIKASI DAN ADSORPSI

SKRIPSI

OLEH

SANDRO NADEAK 140405059

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

APRIL 2019

(3)
(4)
(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kasih dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pemanfaatan Limbah Cangkang Telur Ayam Sebagai Adsorben Pada Pemurnian Gliserol Dengan Metode Asidifikasi Dan Adsorpsi ”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia,Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Medan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada dunia industri tentang pemanfaatan limbah cangkang telur ayam sebagai adsorben pada pemurnian gliserol dengan metode asidifikasi dan adsorpsi.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Mersi Suriani Sinaga, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian laporan hasil penelitian ini.

2. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T. selaku Koordinator Penelitian .

3. Bapak Dr. Ir. Taslim, M.Si., IPM. selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Ir. Seri Maulina, M.Si., Ph.D. selaku dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Maya Sarah, ST, MT, Ph.D. selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Dosen / Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi DepartemenTeknik Kimia.

7. Jesica Mentari Hasibuan dan Widya Naibaho, selaku partner penelitian penulis yang telah memberikan masukan dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Keluarga tercinta penulis, Bapak Serpianus Nadeak, Ibu Espi Situngkir, Putra Nadeak, Anggi Nadeak, Sari Nadeak, Elsa Nadeak yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis

(7)

9. Sahabat seperjuangan stambuk 2014 yang sangat banyak menolong penulis selama masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, April 2019 Penulis

Sandro Nadeak

(8)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi sarjana ini terkhusus untuk kedua orang tua penulis yaitu, Bapak Serpianus Nadeak dan Espi Situngkir yang selalu mendoakan, menguatkan, mendukung, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi sarjana ini serta untuk saudara-saudari terkasih Putra Nadeak, Anggi Nadeak, Sari Nadeak, dan Elsa Nadeak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

(9)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Sandro Nadeak NIM: 140405059

Tempat/Tgl. Lahir: Binjai/01 Mei 1997 Nama orang tua:

Ayah : Serpianus Nadeak Ibu : Espi Situngkir Alamat orang tua:

Sialanguan, Kec. Pangururan, Kab. Samosir, Sumatera Utara.

Asal Sekolah :

 SD Negeri No.175830 Parbaba, tahun 2002 - 2008

 SMP Negeri 2 Simanindo, tahun 2008-2011

 SMA Negeri 2 Pangururan, tahun 2011-2014

Pengalaman Organisasi/Kerja:

1. Anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2017-2018.

2. Kerja Praktek di PT. Toba Pulp Lestari Tbk tahun 2018.

(10)

ABSTRAK

Gliserol sebagai hasil samping produksi biodiesel rata-rata terbentuk 10-20% dari berat biodiesel. Pengotor yang terkandung dalam crude glycerol seperti garam anorganik, katalis, air serta matter organic non glycerol (MONG) yang mengandung asam lemak bebas, asam lemak sisa metil ester, gliserida, dan alkohol (umumnya metanol atau etanol) memberikan pengaruh signifikan pada konsentrasi gliserol.

Untuk itu diperlukan beberapa perlakuan terutama untuk menghilangkan impuritisnya. Penelitian ini bertujuan untuk memurnikan gliserol dengan metode asidfikasi menggunakan fosfat dan adsorpsi dengan limbah cangkang telur ayam.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan diawali dengan pretreatment gliserol dengan asam fosfat dengan variabel uji rasio berat (w/w) asam yang ditambahkan (1:0,2; 1:0,4; 1:0,6; 1:0,8 dan 1:1), dilanjutkan dengan adsorpsi menggunakan limbah cangkang telur ayam dengan variabel uji persen berat adsorben (%w/w) 3%, 6%, 9%, 12% dan 15% dengan kondisi reaksi kecepatan pengadukan 250 rpm dan waktu adsorpsi 120 menit. Bahan baku crude gliserol yang digunakan adalah hasil samping pabrik biodiesel dengan kadar 37,223% dan setelah proses pemurnian menghasilkan kadar gliserol tertinggi sebesar 67,222%. Bahan baku dan hasil gliserol yang sudah dimurnikan dianalisa densitas, kadar air, kadar abu dan kadar gliserol dan juga analisa komposisi menggunakan kromatografi gas. Hasil kemurnian terbaik didapatkan pada rasio berat(w/w) asidifikasi 1:0,6, persen berat adsorben (%w/w) 15% dengan kadar gliserol sebesar 67,22%, densitas 1,171 gr/cm3, kadar air 2,796%, kadar abu 13,852% dan kadar MONG 16,130%. Hasil yang diperoleh belum memenuhi standar gliserol BS 261:1979.

Kata kunci : gliserol, MONG, asidifkasi, adsorpsi

(11)

ABSTRACT

Glycerol as a byproduct of biodiesel production was approximately formed 10-20%

of the biodiesel weight. Impurities which contained in the glycerol such as inorganic salts, catalysts, water and matter organic non glycerol (MONG) which contained free fatty acids, fatty acids as residual of methyl ester, glycerides, and alcohols (generally methanol or ethanol) had a significant effect on glycerol concentration. we needed some treatment, especially to eliminate the impuritis. This study aims to purify glycerol by acidfication using phosphate and adsorption with chicken egg shell waste.

This research was done in the Chemical Process Industry Laboratorium, Chemical Engineering, University of Sumatera Utara, Medan. This research was begun with the pretreatment of glycerol using phosphoric acid with the variable of test weight ratio (glycerin/acid) acid added 1:0.2; 1:0.4; 1:0.6; 1:0.8 and 1:1 , continued with adsorption using chicken egg shell waste with the variable weight percent adsorbent (%w/w) 3%, 6%, 9%, 12% and 15% with reaction conditions, stirring speed 250 rpm and adsorption time 120 minutes. The raw material is used, the crude glycerol was the byproduct of biodiesel plants with 37,223% content and after the purification process of glycerol to produce the highest content of 67,222%. The raw materials and the results of glycerol purify process was analyzed the density, moisture content, ash content, glycerol content and also composition analysis using gas chromatography.

The purest result was obtained at weight ratio (glycerin/acid) acidification of 1:0.6, weight percent adsorbent (%w/w) 15% with glycerol content of 67,22%, density 1,171 gr / cm3, moisture content 2,796%, ash content 13,852% and MONG content 16,130%.

The result of resarch is compared to the standart of glycerin (BS 2621 : 1979).

Keywords : glycerol, MONG, acidification, adsorption

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN SKRIPSI ii

LEMBAR PERSETUJUAN iii

PRAKATA iv DEDIKASI vi RIWAYAT HIDUP PENULIS vii ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN xvi

DAFTAR SIMBOL xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Gliserol 7

2.2 Proses Pemurnian Gliserol 9

2.3 Asidifikasi 10 2.4 Adsorpsi 12

2.4.1 Cangkang Telur Ayam 13

2.4.2 Aktivasi Fisika Cangkang Telur Ayam 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 16

(13)

3.2 Bahan dan Peralatan 16

3.2.1 Bahan Penelitian 16

3.2.2 Peralatan Penelitian 16

3.3 Rancangan Percobaan 17

3.2.1 Asidifikasi 17

3.2.2 Adsorpsi dengan Limbah Cangkang Telur 17

3.4 Prosedur Penelitian 18

3.4.1 Pretreatment Bahan Baku 18

3.4.2 ProsedurAdsorpsi 19

3.4.2.1 Pembuatan Adsorben Cangkang Telur Ayam 19

3.4.2.2 Proses Adsorpsi 19

3.4.3 Sketsa Percobaan 20

3.4.4 ProsedurAnalisis 20

3.5 Flowchart Penelitian 23

3.5.1 Flowchart Asidifikasi 23

3.5.2 Flowchart Adsorpsi 24

3.5.2.1 Flowchar Pembuatan

Adsorben Cangkang Telur Ayam 24

3.5.2.2 Proses Adsorpsi 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26

4.1 Karateristik Crude Gliserol 26

4.2 Pemurnian Gliserol 27

4.3 Pengaruh Asidifikasi Terhadap Kemurnian Gliserol 31 4.4 Pengaruh Persen Berat Adsorben (%w/w)

Terhadap Kemurnian Gliserol 38

4.5 Densitas Gliserol 41

4.6 Karateristik Gliserol Yang Telah Dimurnikan 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 46

5.1 Kesimpulan 46

5.2 Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 51

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida Menjadi

Biodiesel( Metil Ester) dan Gliserol 7 Gambar 2.2 Grafik distribusi konsumsi gliserol 8

Gambar 2.3 Reaksi Netralisasi Basa Kalium 10

Gambar 2.4 Reaksi Pemecahan Sabun 11

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Asidifikasi dengan Asam Klorida 20 Gambar 3.2 Flowchart Asidifikasi Bahan Baku 23 Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Adsorben Cangkang Telur Ayam 24

Gambar 3.3 Flowchart Proses Adsorpsi 25

Gambar 4.1 Proses Asidifikasi Gliserol dengan Asam Fosfat 28 Gambar 4.2 Endapan Garam Yang Terbentuk Dari Hasil Penelitian 29

Gambar 4.3 Aktifasi Cangkang Telur Ayam 30

Gambar 4.4 Gliserol Hasil Pemurnian 30

Gambar 4.5 Hubungan Rasio Berat Gliserol :Asam Fosfat (w/w)

Dengan Kemurnian Gliserol (%) 31 Gambar 4.6 Hubungan Rasio Berat Gliserol : Asam Fosfat (w/w)

Dengan pH 32

Gambar 4.7 Hubungan Rasio Berat Gliserol : Asam Fosfat (w/w)

Dengan Kadar Air (%) 34

Gambar 4.8 Hubungan Rasio Berat Gliserol : Asam Fosfat (w/w)

Dengan Kadar Abu (%) 35

Gambar 4.9 Hubungan Rasio Berat Gliserol : Asam Fosfat (w/w)

Dengan Kadar MONG (%) 36

Gambar 4.10 Hubungan Persen Berat Adsorbent (%w/w)

Terhadap Kemurnian Gliserol (%) 38 Gambar 4.11 Hubungan Rasio Mol Asidifikasi (n/n)

Terhadap Densitas Gliserol (gr/cm3) 41 Gambar L1.1 Hasil Kromatografi Gas Crude Gliserol 51 Gambar L1.2 Hasil Kromatografi Gas Gliserol Hasil Asidifikasi

(15)

Rasio Mol Gliserol: Asam Fosfat (n/n) 1:1, persen

Berat Adsorben (%w/w) 15%. 52 Gambar L1.3 Hasil Kromatografi Gas Gliserol Hasil Adsorpsi

Rasio Mol Gliserol: Asam Fosfat (n/n) 1:1, persen

Berat Adsorben (%w/w) 15% 53

Gambar L1.4 Hasil Kromatografi Gas Gliserol Hasil Asidifikasi Rasio Mol Gliserol: Asam Fosfat (n/n) 1:0,6, persen

Berat Adsorben (%w/w) 15% 54

Gambar L1.3 Hasil Kromatografi Gas Gliserol Hasil Adsorpsi Rasio Mol Gliserol: Asam Fosfat (n/n) 1:0,6, persen

Berat Adsorben (%w/w) 15% 55

Gambar L3.1 Crude Gliserol 63

Gambar L3.2 Crude Gliserol Dengan Penambahan

Asam Fosfat (H3PO4) 63

Gambar L3.3 Garam Yang Terbentuk Setelah Penetralan 64 Gambar L3.4 Proses Adsorpsi dengan Limbah

Cangkang Telur Ayam 64

Gambar L3.5 Gliserol Murni 65

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Pemurnian Gliserol 4 Tabel 2.1 Karakteristik Crude Gliserol dan Commercial Gliserol 9 Tabel 2.2 Keunggulan dan Kelemahan Teknologi Pemurnian Gliserol 9

Tabel 2.3 Parameter Standard Gliserol 10

Tabel 2.4 Komposisi Nutrisi Cangkang Telur Ayam yang

Dikeringkan dengan Penempelan Albumin 14 Tabel 2.5 Komposisi Nutrisi Cangkang Telur Pada

Aktivasi 600oC dengan Menggunakan EDX 15

Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Asidifikasi 17

Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Adsorpsi dengan Limbah

Cangkang Telur Ayam 17

Tabel 4.1 Sifat Fisika Crude Gliserol 26

Tabel 4.2 Sifat Fisika Crude Gliserol dan Gliserol Hasil Asidifikasi 37 Tabel 4.3 Sifat Fisika Gliserol Hasil Asidifikasi dan Gliserol Hasil

Adsorpsi Pada Rasio Berat Gliserol : Asam Fosfat

1:0,6 40

Tabel 4.4 Sifat Fisika Gliserol Hasil Asidifikasi dan Gliserol Hasil Adsorpsi Pada Rasio Berat Gliserol : Asam Fosfat

1:1 40

Tabel 4.5 Sifat Fisika Crude Gliserol, Gliserol Hasil Asidifikasi, Gliserol Hasil Adsorpsi dan GliseroStandard Pada Rasio

Berat Gliserol : Asam Fosfat 1:0,6 42 Tabel 4.6 Sifat Fisika Crude Gliserol, Gliserol Hasil Asidifikasi,

Gliserol Hasil Adsorpsi dan GliseroStandard Pada Rasio

Berat Gliserol : Asam Fosfat 1:1 43 Tabel L2.1 Densitas Gliserol yang Telah Dimurnikan 60 Tabel L2.2 Kadar Gliserol Hasil Pemurnian 61

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN I HASIL ANALISA 51

L1.1 Crude Gliserol 51

L1.2 Gliserol Hasil Asidifikasi dan Adsorpsi 52

LAMPIRAN II PERHITUNGAN 56

L2.1 Crude Gliserol 56

L2.1.1 Densitas 56

L2.1.2 Kadar Air 56

L2.1.3 Kadar Abu 57

L2.2 Gliserol Hasil Asidifikasi 57

L2.2.1 Densitas 57

L2.2.2 Kadar Air 58

L2.2.3 Kadar Abu 58

L2.3 Gliserol Hasil Pemurnian 59

L2.3.1 Densitas 59

L2.3.2 Kadar Gliserol 60

L2.3.3 Kadar Air 61

L2.3.4 Kadar Abu 62

L2.3.5 Kadar MONG (Matter Organic Non Glycerol) 62

LAMPIRAN III DOKUMENTASI PENELITIAN 63

L3.1 Crude Gliserol 63

L3.2 Crude Gliserol Dengan Penambahan Asam Fosfat (H3PO4) 63

L3.3 Garam Yang Terbentuk Setelah Penetralan 64

L3.4 Proses Adsorpsi dengan Limbah Cangkang Telur Ayam 64

L3.5 Gliserol Murni 65

(18)

DAFTAR SINGKATAN

GC Gas Chromatography

ISO International Organization For Standardization GCMS Gas Chromatography Mass Spectrometer

MONG Matter Organic Non Glycerol

FFA Free Fatty Acid

FAME Fatty Acid Methyl Ester

BBM Bahan Bakar Minyak

BS British Standard

EDX Energy Dispersive X Ray

GC Gas Chromatography

CPO Crude Palm Oil

(19)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

w/w Perbandingan Massa Terhadap Massa gr/gr

%w/w Perbandingan Persen Massa Terhadap Massa gr/gr

T1 Volume NaOH Untuk Titrasi Sampel ml

T2 Volume NaOH Untuk Titrasi Blanko ml

N Normalitas NaOH N

W Faktor Gliserol -

m Berat Air gr

V Volume Piknometer cm3

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada pembuatan biodiesel atau reaksi transesterifikasi minyak atau lemak dihasilkan produk samping berupa gliserol dengan tingkat kemurnian yang rendah yang biasa disebut dengan crude gliserol. Produk ini dihasilkan 10-20% dari total volume produk [1].Asosiasi produsen biofuel Indonesia mencatat produksi biodiesel januari-juni 2018 mencapai 3 juta kl dengan distribusi 1,64 juta kl, dengan jumlah biodiesel sebesar itu akan dihasilkan crude gliserol sekitar 300.000 kilo liter [2]

Selama ini crude gliserol yang dihasilkan belum dimanfaatkan oleh industri penghasil biodiesel karena banyaknya zat pengotor yang terdapat dalam crude gliserol.

Pengotor dalam crude gliserol ini biasanya mengandung gliserol, garam anorganik, katalis, air serta matter organic non glycerol (MONG) yang mengandung asam lemak bebas (FFA), asam lemak sisa metil ester (FAME), gliserida, dan alkohol (umumnya metanol atau etanol). Padahal jika crude gliserol tadi dimurnikan akan memiliki kegunaan yang sangat banyak seperti sebagai bahan baku industri makanan, farmasi, produk kimia ataupun kosmetik ,dan sebagai bahan bakar aditif [3]. Oleh sebab itu pemurnian crude gliserol, yang merupakan produk samping pembuatan biodiesel perlu dilakukan. Selain dapat mengurangi limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan biodiesel, juga akan menambah pendapatan bagi industri biodiesel, karena selain produk utama biodiesel masih ada produk samping yang bernilai ekonomis. Pemurnian crude gliserol dapat dilakukan dengan destilasi, pertukaran ion, dan pemurnian dengan fisiko-kimia seperti filtrasi, saponifikasi, asidifikasi, netralisasi, ekstraksi dan adsorpsi [4].

Aziz, dkk (2014) melaporkan bahwa pemurnian gliserol dengan menggunakan asam sulfat dan adsorpsi dengan zeolit dapat meningkatkan kemurnian gliserol dari 60,74% menjadi 88,91% [5]. Lestari, dkk (2015) melaporkan bahwa konsentrasi asam fosfat 5% dan berat semen putih 5 gram pada pemurnian crude gliserol diperoleh kadar kemurnian tertinggi yaitu 84,20% [6]. Sedangkan Windi (2016) menggunakan asam klorida untuk proses asidifikasi, dilanjutkan dengan proses ekstraksi dengan kloroform dan adsorpsi dengan karbon aktif dapat meningkatkan kemurnian gliserol dari

(21)

74,716% menjadi 90,90% dan juga peneliti-peneliti lain yang dapat dilihat pada tabel 1.1 [7]. Perbedaan proses yang digunakan, penggunaan asam dalam proses asidifikasi dan penggunaan adsorben ternyata mempengaruhi kemurnian gliserol yang diperoleh.

Senyawa pengotor seperti katalis yang terdapat dalam crude gliserol dapat dikonversi menjadi garam anorganik dengan menambahkan asam ke dalam crude gliserol. Penambahan asam ini juga mampu mengkonversi kandungan sabun dalam crude gliserol menjadi asam lemak bebas yang tidak larut. Asam lemak bebas dan garam anorganik yang terbentuk dapat dipisahkan dari gliserol dengan cara penyaringan. Penambahan asam ternyata tidak menyebabkan semua senyawa pengotor dapat dihilangkan, senyawa metanol, ester, minyak dan air masih ada dalam crude gliserol. Untuk itu perlu dilakukan proses lanjutan yaitu adsorpsi menggunakan adsorben. Sebelum adsorben ditambahkan, gliserol kotor di encerkan dulu dengan penambahan air sehingga memudahkan proses adsorpsi [8].

Limbah cangkang telur selama ini hanya dianggap sebagai sampah, dan belum banyak diolah secara maksimal, cangkang telur hanya dimanfaatkan sebagai pakan unggas, pupuk organik, dan baru beberapa industi kecil yang memanfaatkan limbah cangkang telur sebagai bahan baku kerajinan tangan [9]. Cangkang telur merupakan bagian terluar dari telur yang berfungsi memberikan perlindungan bagi komponen- komponen isi telur dari kerusakan secara fisik, kimia maupun mikrobiologis.

Berdasarkan komposisi mineral yang ada, maka cangkang telur tersusun atas kristal CaCO3 (98,41%), MgCO3 (0,84%) dan Ca3(PO4)2 (0,75%) [10].

Cangkang telur memiliki kadar kalsium yang cukup tinggi sehingga memiliki potensi untuk menjadi penyerap atau sorben. Selain itu cangkang telur memiliki struktur berpori dan mengandung asam protein mukopolisakarida yang dapat dikembangkan menjadi suatu adsorben. Protein mukopolisakarida adalah karboksil, amina, dan sulfat yang dapat mengikat ion logam membentuk suatu ikatan ionik.

Biosorben yang berasal dari limbah cangkang telur dapat digunakan untuk pengolahan limbah hasil industri, yaitu limbah logam berat. Logam berat digolongkan menjadi bahan beracun dan berbahaya (B3), karena bersifat korosif terhadap kulit, beracun, dan karsinogenik [9].

Dalam penelitian ini, beberapa proses diatas dikombinasikan yaitu dengan menggunakan perlakuan asidifikasi dengan asam phospat sebagai pretreatment awal

(22)

kemudian dilanjutkan dengan adsorpsi dimana adsorben yang digunakan adalah limbah cangkang telur ayam yang diharapkan akan didapat gliserol dengan kemurnian yang tinggi dan juga warna yang bersih.

(23)

Adapun penelitian terdahulu mengenai pemunian gliserol adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Pemurnian Gliserol

Nama Tahun Metode Pemurnian Gliserol Hasil yang di peroleh

Isalmi Aziz, Siti Nurbayti, Fira Luthfiana [8]

2008  Asidifikasi dengan Asam Fosfat (H3PO4)

 Adsorpsi dengan Zeolit

Kemurnian gliserol yang diperoleh 76,43 %

Mutia Yurida, Evi Afriani, Susila Arita R [11]

2013  Asidifikasi dengan HCl

 Adsorpsi dengan CaO dari semen putih

Kemurnian gliserol yang diperoleh 90,88 %

Isalmi Aziz, Thamzi Las,Annisa Shabrina [5]

2014  Asidifikasi dengan Asam Sulfat (H2SO4)

 Adsorpsi dengan Zeolit

Kemurnian gliserol yang diperoleh 88,91 %

Lestari, Made Arsa, dan I Wayan Suirta [6]

2015  Asidifikasi dengan Asam Fosfat (H3PO4)

 Adsorpsi dengan semen putih

Kemurnian gliserol yang diperoleh 84,20 %

Nirmala Sari, ZuchraHelwani , dan Hari

Rionaldo [12]

2015  Asidifikasi dengan HCl

 Adsorpsi dengan Zeolit

Kemurnian gliserol yang diperoleh 90,02 %

Windi Monica Surbakti [7]

2016  Asidifikasi dengan Asam Klorida (HCl)

 Ekstraksi dengan Kloroform

 Adsorpsi dengan Carbon Aktif

Kemurnian gliserol yang diperoleh 90,90 %

(24)

1.2 Rumusan Masalah

Limbah cangkang telur selama ini hanya dianggap sebagai sampah, dan belum banyak diolah secara maksimal, cangkang telur hanya dimanfaatkan sebagai pakan unggas, pupuk organik, dan baru beberapa industi kecil yang memanfaatkan limbah cangkang telur sebagai bahan baku kerajinan tangan. Berdasarkan komposisi mineral yang ada, maka cangkang telur tersusun atas kristal CaCO3 (98,41%), MgCO3 (0,84%) dan Ca3(PO4)2 (0,75%). Setiap cangkang telur memiliki 10.000-20.000 pori-pori sehingga diperkirakan dapat menyerap suatu solute dan dapat digunakan sebagai adsorben. Disamping itu kandungan terbesar cangkang telur adalah kalsium karbonat, dimana kalsium karbonat ini termasuk ke dalam adsorben polar. Untuk itu perlu dimanfaatkan cangkang telur sebagai adsorben dalam pemurnian gliserol untuk mendapatkan gliserol yang sesuai standard dalam aplikasinya pada bidang industri.

Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui kinerja metode asidifikasi asam fosfat (H3PO4) dan adsorben limbah cangkang telur ayam terhadap kemurnian gliserol yang dihasilkan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio berat (w⁄w) asam fosfat yang terbaik pada proses asidifikasi dan persen berat adsorben limbah cangkang telur ayam (%w/w) pada proses adsorpsi untuk menghasilkan kemurnian gliserol dengan kadar yang tertinggi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memperoleh gliserol yang murni sebagai produk utama dan asam lemak bebas sebagai produk samping.

2. Memberi pengetahuan kepada peneliti tentang pemurnian gliserol dengan metode asidifikasi dengan asam fosfat (H3PO4) serta proses adsorpsi dengan adsorben limbah cangkang telur ayam.

3. Sebagai referensi kepada peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti metode terbaik untuk pemurnian gliserol

(25)

1.5 Ruang Lingkup

1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bahan baku yang digunakan adalah crude gliserol hasil samping pembuatan biodiesel Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

3. Asidifikasi dengan asam phospat dilakukan dengan kondisi reaksi:

 Variabel tetap [28]

a. Kecepatan pengadukan = 200 rpm

b. Suhu = 70oC

c. Waktu = 60 menit

 Variabel bebas [6]

a. Rasio berat (w/w) gliserol : H3PO4 = 1:0,2; 1:0,4; 1:0,6; 1:0,8; 1:1 4. Adsorpsi dengan menggunakan adsorben limbah cangkang telur ayam dengan

kondisi reaksi:

 Variabel tetap [31]

a. Aktivasi Fisika Cangkang Telur Ayam

 Ukuran Partikel = 100 mesh

 Waktu Aktivasi = 2 jam

 Suhu Aktivasi = 600oC b. Proses Adsorpsi [33]

 Kecepatan pengadukan = 250 rpm

 Waktu adsorpsi = 120 menit

 Variabel bebas [5]

a. Persen berat limbah cangkang telur ayam terhadap gliserol = 3%; 6%;

9%; 12%; 15%.

5. Analisis yang dilakukan adalah:

a. Analisis komposisi bahan baku gliserol dengan menggunakan GC

b. Analisis kadar air dengan menggunakan metode Standard ISO 2097- 1972 c. Analisis kadar abu dengan menggunakan metode Standard ISO 2098- 1972 d. Analisis pH dengan menggunakan pH meter

e. Analisa densitas dengan menggunakan piknometer.

f. Analisis komposisi gliserol yang dihasilkan dengan menggunakan GCMS

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gliserol

Bahan bakar berbasis fosil memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian dunia pada umumnya, dan juga perekonomian Indonesia pada khususnya. Hingga saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar berbasis fosil sebagai sumber energi. Hal ini tampak jelas dari fenomena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat Indonesia karena menyebabkan terjadinya inflasi yang sangat merugikan masyarakat [13].

Oleh karena itu, ketergantungan terhadap minyak bumi harus dikurangi, yaitu dengan pengembangan bahan bakar alternatif ramah lingkungan yang semakin marak dilakukan dan terus diteliti belakangan ini. Salah satu bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi yang semakinn giat dikembangkan ialah biodiesel. Produk ini pada umumnya dibuat melalui reaksi transesterifikasi minyak-lemak nabati dengan methanol ditambah katalis, dan menghasilkan produk samping gliserol dengan volume 10% dari volume trigliserida yang dipakai [13]. Dalam arti jika diproduksi gliserol 10 kg maka akan dihasilkan gliserol sebanyak 1 kg [14]. Sehingga meningkatnya produksi biodisel sebagai bahan bakar mengakibatkan meningkatnya jumlah crude gliserol sebagai hasil samping [15].

Berikut ini adalah reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi biodiesel( metil ester) dan gliserol:

Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida Menjadi Biodiesel( Metil Ester) dan Gliserol [16].

Gliserol adalah zat tidak berwarna, tidak berbau, kental cair dengan rasa manis, yang berasal dari alam dan biasanya terdapat sebagai trigliserida yang bercampur dengan bermacam-macam asam lemak seperti asam stearat, asam palmitat, asam

CH2 OCOR1

CH OCOR2

CH2 OCOR3

+ 3HOCH3

CH2 OH CH OH CH2 OH

R1 COOCH3

R2 COOCH3

R3 COOCH3

+

Triglyceride Methanol Glycerol Methyl Esters

(27)

laurat, dan sebagian lemak [17]. Gliserol dalam dunia industri banyak dimanfaatkan, sehingga harganya tinggi di pasaran. Gliserol ini digunakan sebagai pelembab untuk menyimpan tembakau sebelum diproses, sebagai bahan tambahan pada sediaan kosmetika untuk menjaga kelembaban kulit, digunakan sebagai pelarut dalam industri farmasi, pencegahan lem tidak cepat kering, digunakan untuk menjaga kelenturan di industri kertas sedangkan di industri makanan, gliserol digunakan sebagai pemanis [18]. Berikut ini adalah grafik distribusi penggunaan (konsumsi) gliserol:

Gambar 2.2 Grafik distribusi konsumsi gliserol [14].

Crude gliserol merupakan cairan yang sangat kental dengan warna coklat gelap dan memiliki pH 9,6 dimana 10,43% adalah metanol, sabun, abu, air dan garam sebagai kotoran utama [19]. Pada umumnya crude gliserol memiliki kemurnian 70- 80% dan biasanya di kosentrasikan dan dimurnikan dulu sampai kemurnian 95,5–99%

sebelum dijual secara komersial [20]. Oleh karena itu, pemurnian gliserol diperlukan untuk menghilangkan semua pengotor tersebut [21]. Senyawa pengotor seperti katalis dapat dikonversi menjadi garam anorganik, dengan menambahkan asam kedalam crude gliserol. Penambahan asam ini juga mampu mengkonversi kandungan sabun dalam crude gliserol menjadi asam lemak bebas yang tidak larut. Asam lemak bebas dan garam anorganik yang terbentuk dapat dipisahkan dari gliserol dengan cara penyaringan. Penambahan asam ternyata tidak menyebabkan semua senyawa pengotor dapat dihilangkan, senyawa metanol, ester, minyak dan air masih ada dalam crude

Konsumsi liserol

Kosmetik, Sabun, Obata- obatan 26%

Alkyd resin 6%

Makanan dan Minuman 8%

Penggunaan Lain 12%

Dijual Ulang 17%

Kertas 1%

Ester 11%

Poligliserol Ester 12% Film Selulosa 3%

Tobacco 4%

(28)

gliserol. Untuk itu perlu dilakukan proses lanjutan yaitu adsorpsi menggunakan adsorben [5]. Berikut ini adalah tabel karateristik crude gliserol dan gliserol komersial.

Tabel 2.1 Karakteristik Crude Gliserol dan Gliserol Komersial [22]

Karateristik Gliserol Komersial Crude Gliserol

Densitas (g/ml) 1,27 + 0,01 1,05 + 0,26

Air (Wt %) 0,01 + 0,00 10,3 + 0,26

Abu (Wt %) 0,00 + 0,00 9,20 + 1,04

Gliserol (Wt %) 9,99 + 0,00 12,0 + 2,38

MONG (Wt %) 0,00 + 0,00 70,2 + 4,37

Alkali (Wt %) - 56,0 + 1,02

K (Wt %) 870 + 40 45762 + 3240

Na (Wt %) 28 + 10 140,5 + 23,7

Viskositas (cP) 142 + 1 -

2.2 Proses Permunian Gliserol

Crude gliserol yang diproduksi dari bahan baku yang berbeda-beda, akan memiliki komposisi yang berbeda-beda, sehingga proses pemurnian yang digunakan juga akan berbeda [14]. Cara umum yang digunakan untuk meningkatkan kemurnian gliserol diantaranya adalah dengan distilasi, filtrasi, perlakuan kimia, adsorpsi (dengan activated carbon), resin penukar ion, ekstraksi, filtrasi, dekantasi dan kristalisasi, dimana berbagai metode yang digunakan tergantung pada karakteristik gliserol yang akan dimurnikan [23]. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan keunggulan dan kelemahan teknologi pemurnian gliserol.

Tabel 2.2 Keunggulan dan Kelemahan Teknologi Pemurnian Gliserol [14]

Teknik Keuntungan Kerugian

Distilasi vakum

 Metode yang telah ada

 Menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi

 Memerlukan energi yang tinggi

 Tidak

memungkinkan untuk skala kecil Penukar ion  Biaya yang rendah

 Mudah untuk skala scale-up

 Dibutuhkan energi yan kecil

 Operasi yang sederhana

 Ramah lingkungan

 Membutuhkan penanganan untuk pencucian air

 Tidak cocok untuk skala industri

(29)

Teknik Keuntungan Kerugian Activated

carbon

 Mereduksi warna  Tidak efisien untuk menghilangkan impuritis lain Perlakuan

kimia

 Digunakan sebagai

perlakuan awal (netralisasi)

 Memproduksi produk samping dengan kualitas tinggi ( asam lemak)

 Menghilangkan sabun

 Pengulangan asidifikasi

menghasilkan yield

 Memiliki prospek yang baik untuk produksi gliserol berkualitas tinggi Gliserol memiliki parameter standard yang harus dipenuhi. Berikut adalah parameter standard gliserol yang dikeluarkan oleh British Standard.

Tabel 2.3. Parameter Standard Gliserol [14]

Parameter BS 2621 : 1979

Kadar gliserol (wt %) >80

Kadar abu (wt%) <10

Kadar air (wt%) <10

Senyawa organik non gliserol (wt%) <2,5

1,3-propanadiol ( wt% ) <0,5

2.3 Asidifikasi

Asidifikasi adalah proses penambahan asam yang bertujuan untuk menurunkan pH dari crude gliserol yang mempunyai pH lebih dari 10 dan menguraikan sabun menjadi asam-asam lemaknya sehingga gliserol dengan sendirinya akan mudah terpisah dan lebih mudah untuk dimurnikan [24]. Saat asam ditambahkan ke dalam gliserol, maka akan terbentuk dua atau tiga lapisan, dimana pada lapisan atas merupakan lapisan yang mengandung asam lemak bebas, lapisan tengah adalah lapisan yang kaya akan gliserol, dan lapisan bawah merupakan garam-garam anorganik, katalis yang mengendap [25].

Berikut merupakan reaksi yang terjadi pada saat penambahan asam. Pada gambar 2.3 reaksi netralisasi basa kalium dan gambar 2.4 merupakan reaksi pemecahan sabun

H3PO4 + 3KOH K3PO4 + 3H2O

Gambar 2.3 Reaksi Netralisasi Basa Kalium [26].

Asam Phospat K. Hidroksida Garam Air

(30)

Gambar 2.4 Reaksi Pemecahan Sabun [26].

Asam fosfat digunakan karena sifatnya yang sangat higroskopis, sehingga sangat mudah berikatan dengan bahan yang bersifat polar. Penambahan asam fosfat ini bertujuan untuk mengikat sisa katalis KOH dan sabun kalium. Ion kalium dari basa dan sabun berikatan dengan ion fosfat sehingga membentuk garam. Reaksi antara asam fosfat dengan KOH akan membentuk garam berupa kalium fosfat (K3PO4), berwujud padat yang dapat digunakan sebagai pupuk sedangkan reaksi antara sabun kalium dengan asam fosfat akan membentuk asam lemak dan garam (Gambar 2.4). Garam yang terbentuk akan mengendap karena kelarutannya rendah [26].

Penggunaan asam fosfat dalam pemurnian gliserol dari hasil samping pabrik biodiesel dapat menghasilkan kualitas dan kuantitas produk yang lebih tinggi daripada penggunaan asam sulfat. Berarti efektifitas dan efisiensi asam posfat sebagai zat pengadifikasi lebih baik daripada asam sulfat. Hal ini disebabkan sifat triprotik asam fosfat dengan kemampuan mengikat lemak lebih tinggi sedangkan asam sulfat yang bersifat diprotik lebih cenderung bersifat sebagai zat dehidrator yang kuat, selain itu H3PO4 merupakan asam oksidator kuat dimana kekuatan asamnya lebih lemah dibandingkan dengan H2SO4 sehingga ia lebih sesuai untuk menguraikan sabun menjadi asam-asam lemaknya. Sedangkan H2SO4 merupakan asam oksidator kuat yang mempunyai kekuatan asam yang lebih tinggi sehingga jika digunakan menguraikan sabun maka menjadi kurang sesuai karena asam sulfat tersebut akan berubah fungsinya [27].

Tianfeng, dkk (2013) melaporkan bahwa pH, lama reaksi serta temperatur asidifikasi berpengaruh terhadap yield gliserol yang dihasilkan pada pemurnian gliserol. Dimana rentang suhu 40oC-70oC merupakan suhu terjadi peningkatan yield secara signifikan dan lebih dari 70oC terjadi penurunan yield. Lama reaksi asidifikasi dengan rentang 40-60 menit merupakan rentang waktu dimana terjadi peningkatan terhadap yield dan lama reaksi melebihi 60 menit tidak terjadi perubahan yang

(31)

signifikan [28]. Lestari, dkk (2015) melaporkan bahwa pada penambahan asam fosfat pada rasio 5-85% menghasilkan kemurnian gliserol tertinggi pada penambahan asam fosfat 5% dan berat semen putih 5 gram dengan kadar gliserol yang dihasilkan 84,20%

[6].

2.4 Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses yang terjadi pada permukaan suatu zat padat yang berkontak dengan suatu larutan dimana terjadi akumulasi molekul-molekul larutan pada permukaan zat padat tersebut. Semakin rendah kepolaran suatu senyawa organik makin baik teradsorpsi dari larutan yang bersifat polar ke permukaan yang non polar.

Substansi yang diserap disebut adsorbat sedangkan material yang berfungsi sebagai penyerap disebut adsorban. Adsorpsi secara umum terjadi akibat proses penggumpalan substansi terlarut yang ada dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia-fisika antara substansi terlarut (adsorbat) dengan penyerapnya (adsorban). Proses interaksi dapat saja terjadi antara cairan dan gas, padatan atau cairan lain [29]

Adsorben adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang sangat besar.

Permukaan yang luas ini terbentuk karena banyaknya pori pori yang halus pada padatan tersebut. Disamping luas spesifik dan diameter pori, maka kerapatan unggun, distribusi ukuran partikel maupun kekerasannya merupakan data karekteristik yang penting dari suatu adsorbant.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi yaitu:

1. Proses pengadukan

Kecepatan adsorpsi selain dipengaruhi oleh film diffusion dan pore diffusion juga dipengaruhi oleh pengadukan. Jika proses pengadukan relatif kecil maka adsorben sukar menembus lapisan film antara permukaan adsorben dan film diffusion yang merupakan faktor pembatas yang memperkecil kecepatan penyerapan dan jika pengadukan sesuai maka akan menaikkan film diffusion sampai titik pore diffusion yang merupakan faktor pembatas dalam sistem batch dilakukan pengadukan yang tinggi.

(32)

2. Karakteristik adsorben

Adsorpsi dipengaruhi oleh dua sifat permukaan yaitu energi permukaan dan gaya tarik permukaan, oleh karena itu sifat fisik yaitu ukuran partikel dan luas permukaan merupakan sifat yang terpenting dari bahan yang akan digunakan sebagai adsorben.

3. Kelarutan adsorben

Proses adsorpsi terjadi pada molekul-molekul yang ada dalam larutan harus dapat berpisah dari cairannya dan dapat berikatan dengan permukaan adsorben. Sifat unsur yang terlarut mempunyai gaya tarik-menarik terhadap cairannya yang lebih kuat bila dibandingkan dengan unsur yang sukar larut dengan demikian unsur yang terlarut akan lebih sulit terserap pada adsorben bila dibandingkan dengan unsur yang tidak larut [10].

Adapun persyaratan adsorbent yang baik adalah [30]:

1. Berupa zat padat yang mempunyai daya serap yang besar.

2. Tidak boleh larut dalam zat yang akan diserap.

3. Dapat diregenerasi dengan mudah.

4. Tidak beracun.

5. Tidak boleh mengadakan reaksi kimia dengan campuran yang akan dimurnikan.

2.4.1 Cangkang Telur Ayam

Limbah cangkang telur selama ini hanya dianggap sebagai sampah, dan belum banyak diolah secara maksimal, cangkang telur hanya dimanfaatkan sebagai pakan unggas, pupuk organik, dan baru beberapa industi kecil yang memanfaatkan limbah cangkang telur sebagai bahan baku kerajinan tangan [9]. Cangkang telur merupakan bagian terluar dari telur yang berfungsi memberikan perlindungan bagi komponen- komponen isi telur dari kerusakan secara fisik, kimia maupun mikrobiologis.

Berdasarkan komposisi mineral yang ada, maka cangkang telur tersusun atas kristal CaCO3 (98,41%), MgCO3 (0,84%) dan Ca3(PO4)2 (0,75%). Setiap cangkang telur memiliki 10.000-20.000 pori-pori sehingga diperkirakan dapat menyerap suatu solute dan dapat digunakan sebagai adsorben. Disamping itu kandungan terbesar cangkang telur adalah kalsium karbonat, dimana kalsium karbonat ini termasuk ke dalam

(33)

adsorben polar [10]. Berikut adalah tabel komposisi nutrisi cangkang telur ayam yang dikeringkan dengan penempelan albumin.

Tabel 2.4 Komposisi Nutrisi Cangkang Telur Ayam yang Dikeringkan dengan Penempelan Albumin [30].

Nutrisi Kandungan (% berat)

Air 29-35

Protein 1,4-4

Kalsium 35,1-36,4

CaCO3 90,9

Magnesium 0,37-0,40

Kalium 0,10-0,13

Sulfur 0,09-0,19

Alanin 0,45

Arginin 0,56-0,57

Asam Asparat 0,83-0,87

Cistin 0,37-0,41

Asam Glutamat 1,22-1,26

Glisin 0,48-0,51

Histidin 0,25-0,30

Isoleusin 0,34

Leusin 0,57

Lisin 0,37

Metionin 0,28-0,29

Phenilalanin 0,38-0,46

Prolin 0,54-0,62

Serin 0,64-0,65

Thereonin 0,45-0,47

Tirosin 0,25-0,26

Valin 0,54-0,55

2.4.2 Aktivasi Fisika Cangkang Telur Ayam

Aktivasi fisika adalah suatu perlakuan terhadap adsorben yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan kimia atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga mengalami perubahan sifat secara fisika yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Tujuan dari proses ini adalah mempertinggi volume, memperluas diameter pori dan dapat menimbulkan beberapa pori yang baru. Adapun aktivasi fisika dilakukan dengan menggunakan alat furnace. Furnace adalah sebuah peralatan yang digunakan untuk memanaskan bahan, mengubah bentuknya dan sifat-sifatnya. Prinsip kerjanya adalah memanaskan bahan sampel dengan memasukkan dalam ruang pemanas. Panas pada

(34)

termokopel berasal dari filamen yang diberi tegangan sehingga menimbulkan panas [31].

Pettinato, dkk (2015) melaporkan bahwa pada temperatur 600 sampai 800˚C terjadi reaksi kalsinasi [32]. Kalsinasi merupakan proses dekomposisi termal pada temperatur tinggi yang mengubah CaCO3 yang kurang reaktif, menjadi CaO yang lebih bersifat reaktif. Proses kalsinasi menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dari kulit telur. Selain terjadi perubahan komposisi, proses kalsinasi juga menyebabkan perubahan morfologi dan struktur pori-pori dari kulit telur. Setelah dikalsinasi, struktur pori-pori dari kulit telur menjadi lebih terbuka dan struktur kristal yang ada lebih teratur [33].

Jasinda (2013) melaporkan bahwa aktivasi cangkang telur ayam pada suhu 600oC memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan yang lain pada suhu 110oC dan 800oC sebesar 2700,978 m2/g dan telah sesuai dengan standar luas permukaan adsorben komersial yang ada. Berikut ini adalah tabel yang menampilkan komposisi cangkang telur ayam pada aktivasi 600oC dengan menggunakan EDX.

Tabel 2.5 Komposisi Cangkang Telur Pada Aktivasi 600oC dengan Menggunakan EDX [31].

Elemen keV Massa (%) Kesalahan (%) Atom (%)

C 0,227 6,83 0,05 11,93

O 0,525 49,96 0,33 65,47

Ca 3,690 43,21 0,10 22,60

Total 100,00 100,00

Hunsom dan Chaowat (2013) melaporkan bahwa waktu optimum yang dibutuhkan untuk adsorpsi adalah 120 menit dimana terjadi penghilangan maksimum terhadap warna, pengurangan level kontaminan dan abu serta meningkatkan kadar kemurnan gliserol. Waktu adsorpsi yang lebih dari 120 menit tidak lagi memberikan efek yang signifikan terhadap kinerja adsorpsi [34]. Aziz, dkk (2014) melaporkan bahwa pada penambahan adsorben 6-18% diperoleh kemurnian yang tertinggi pada adsorben 12%

sebesar 88,91% sedangkan pada penambahan 15% dan 18% mengalami penurunan kadar gliserol [5].

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Penelitian

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain:

1. Crude gliserol hasil samping pembuatan biodiesel 2. Asam Phospat (H3PO4)

3. Natrium Hidroksida (NaOH) (p.a) 12,5 M 4. Aquadest (H2O)

5. Limbah Cangkang Telur Ayam 6. Asam Sulfat (H2SO4) 0,2 N 7. Sodium Periodate (NaIO4) 8. Etilen Glikol

9. Indikator biru bromtimol

3.2.2 Peralatan Penelitian

Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain : 1. Erlenmeyer

2. Magnetic Stirrer 3. Hot Plate 4. Corong Pemisah 5. Beaker Glass 6. Gelas Ukur 7. Neraca Digital 8. Batang Pengaduk 9. Termometer

(36)

10. Corong Gelas 11. Pipet Tetes 12. Stopwatch 13. pH meter

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN 3.3.1 Asidifikasi

Asidifikasi dilakukan dengan variabel tetap berupa kecepatan pengadukan, suhu reaksi dan waktu serta variabel bebas berupa rasio berat (w⁄w) gliserol : H3PO4.

Adapun kombinasi perlakuan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Asidifikasi Run Kecepatan Pengadukan

(rpm) Suhu (oC) Waktu (jam) Rasio Berat gliserol : H3PO4 (w⁄w) 1

200 70 1

1:0,2

2 1:0,4

3 1:0,6

4 1:0,8

5 1:1,0

3.3.2 Adsorpsi dengan Limbah Cangkang Telur Ayam

Adsorpsi dengan limbah cangkang telur ayam dilakukan dengan variabel tetap berupa ukuran cangkang telur ayam, waktu kalsinasi, kecepatan pengadukan, waktu reaksi adsorpsi dan suhu furnace pada proses kalsinasi serta variabel bebas rasio berat (g⁄g) adsorben : gliserol. Adapun level kode dan kombinasi perlakuan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Adsorpsi dengan Limbah Cangkang Telur Ayam

Run

U.

Partike (Mesh)

Suhu Furnace

(0C)

Waktu Kalsinasi

( Jam)

Waktu adsorpsi

(Jam)

Rasio Berat gliserol :

H3PO4

(w⁄w)

Persen Berat Adsorbent

(%w/w)

1 1:0,2 3

2 1:0,2 6

3 100 600 2 2 1:0,2 9

4 1:0,2 12

(37)

Run

U.

Partike (Mesh)

Suhu Furnace

(0C)

Waktu Kalsinasi

( Jam)

Waktu adsorpsi

(Jam)

Rasio Berat gliserol :

H3PO4

(w⁄w)

Persen Berat Adsorbent

(%w/w)

5 1:0,2 15

6 1:0,4 3

7 1:0,4 6

8 1:0,4 9

9 1:0,4 12

10 1:0,4 15

11 1:0,6 3

12 1:0,6 6

13 1:0,6 9

14 1:0,6 12

15 1:0,6 15

16 1:0,8 3

17 100 600 2 1 1:0,8 6

18 1:0,8 9

19 1:0,8 12

20 1:0,8 15

21 1:1,0 3

22 1:1,0 6

23 1:1,0 9

24 1:1,0 12

25 1:1,0 15

3.4 PROSEDUR PENELITIAN 3.4.1 Pretreatment Bahan Baku

Pretreatment bahan baku dilakukan dengan prosedur sebagai berikut [7]

1. Asam fosfat dan gliserol dimasukkan dengan rasio berat (w/w) tertentu ke dalam erlenmeyer dan ditutup dengan gabus.

2. Campuran dipanaskan di atas hot plate hingga mencapai suhu reaksi 70oC dan sambil dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan pengadukan 200 rpm selama 1 jam.

3. Campuran dimasukkan ke dalam corong pemisah dan ditunggu beberapa saat, hingga terbentuk tiga lapisan dimana lapisan atas merupakan lapisan asam lemak bebas, lapisan tengah merupakan lapisan gliserol dan lapisan bawah merupakan garam-garam yang mengendap.

4. Dilakukan filtrasi garam-garam yang mengendap.

(38)

5. Lapisan tengah yaitu gliserol diambil, kemudian dianalisa pH dengan pH meter

6. Dilakukan penetralan dengan 12,5 M NaOH.

7. Gliserol dievaporasi untuk menghilangkan kandungan air di dalamnya 8. Dilakukan filtrasi lagi untuk menghilangkan kristal garam yang terbentuk.

9. Dilakukan analisa densitas, kadar gliserol, kadar air, kadar abu dan MONG.

3.4.2 Proses Adsorpsi

3.4.2.1 Pembuatan Adsorben Cangkang Telur Ayam

Pembuatan adsorben cangkang telur ayam dilakukan dengan prosedur sebagai berikut [31]

1. Limbah cangkang telur ayam dicuci dengan air keran hingga bersih dan lapisan membrane dilepas dan dipisahkan dari cangkangnya.

2. Limbah cangkang telur ayam dikeringkan.

3. Limbah cangkang telur ayam dihancurkan menjadi lebih kecil dengan lumpang dan alu serta digiling menjadi serbuk dengan ball mill.

4. Serbuk cangkang telur ayam diayak dengan ayakan yang berukuran 100 mesh.

5. Hasil ayakan yang lolos di furnace selama 2 jam dengan suhu 600oC.

6. Setelah itu hasil pemanasan disimpan dalam desikator selama 24 jam.

3.4.2.2 Proses Adsorpsi

Proses adsopsi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut [7]

1. Limbah cangkang telur ayam dan gliserol dimasukkan dengan persen berat 3%; 6%; 9%; 12%; 15% dari berat gliserol.

2. Dicampur dengan pengadukan 250 rpm selama 2 jam.

3. Dilakukan filtrasi

4. Dilakukan analisa densitas, kadar gliserol, kadar air, kadar abu dan MONG.

(39)

3.4.3 Sketsa Percobaan

3.4.3.1 Sketsa Percobaan Proses Asidifikasi

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Asidifikasi dengan Asam Klorida Keterangan gambar:

1. Termometer 2. Erlenmeyer 3. Heater

3.4.4 Prosedur Analisis

3.4.4.1 Analisis Komposisi Bahan Baku Gliserol menggunakan GC

Komposisi bahan baku crude gliserol serta gliserol yang telah dimurnikan akan dianalisis menggunakan instrumen GC pada Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).

3.4.4.2 Analisis Kadar Air dengan Metode Tes Standard Method ISO 2097-1972 Untuk analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan pemanasan 1 gram gliserol di dalam oven dengan suhu 105oC selama 2 jam .

Adapun prosedur untuk analisa kadar air adalah sebagai berikut:

1. Cawan kosong dipanaskan dalam oven pada temperatur105oC selama 30 menit.

2. Didinginkan dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang.

3. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan pada cawan yang telah diketahui bobotnya, ditimbangsebagai berat sebelum diapanaskan, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 2 jam, didinginkan dalam desikator selama 15-30 menit, lalu ditimbang sebagai berat sesudah dipanaskan.

4. Dihitung kadar air dengan rumus dibawah.

Kadar Air = x100%

dipanaskan

sebelum berat

dipanaskan sesudah

berat - dipanaskan sebelum

berat

(40)

3.4.4.3 Analisis Kadar Abu dengan Metode Tes Standard Method ISO 2098-1972 Analisis kadar abu dilakukan dengan melakukan pembakaran 1 gram gliserol di dalam furnace pada suhu 750oC selama 3 jam.

Adapun prosedur analisa untuk penentuan kadar abu adalah sebagai berikut:

1. Cawan dipanaskan dalam tanur pada suhu 750oC.

2. Didinginkan dalam desikator selama kurang lebih 10 menit.

3. Lalu berat cawan kosong ditimbang.

4. Timbang bahan sebanyak 1 gram bersama cawan.

5. Bahan dan cawan dimasukkan dalam furnace selama 3 jam dengan suhu 750oC.

6. Setelah dikeluarkan dari tanur, didinginkan dalam desikator.

7. Timbang cawan yang berisi bahan tadi dan dihitung kadar abunya.

Kadar Abu = x100%

sampel berat

cawan berat - abu) berat cawan

(berat 

3.4.4.4 Analisis kadar MONG (Matter Organic Non Glycerol)

Analisis kadar MONG dilakukan dengan menghitung selisih antara kandungan gliserol, kadar air dan kadar abu dengan rumus berikut:

MONG = (100-( % gliserol + % air + % abu)).

3.4.4.5 Analisis pH Gliserol yang Dihasilkan

Analisis pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. pH meter adalah sebuah alat elektronik untuk mengetahui pH suatu larutan secara langsung sehingga dapat diketahui apakah larutan tersebut termasuk asam, basa atau garam. Sebuah pH meter terdiri dari sebuah elektroda yang terhubung ke sebuah alat elektronik yang mengukur dan menampilkan nilai pH. Nilai pH ditunjukkan dengan skala secara sistematis dengan nomor 0-14.

3.4.4.6 Analisis Densitas

Analisis densitas dilakukan dengan pengukuran menggunakan piknometer.

(41)

3.4.4.7 Analisis Kadar Gliserol

Untuk analisis kadar gliserol dengan menggunakan titrasi dengan prosedur analisa metode SNI. Gliserol sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam 50 ml aquadest lalu ditambahkan indikator biru bromtimol sebanyak 5 tetes. Larutan kemudian diasamkan dengan H2SO4 0,2 N sampai terbentuk warna kuning kehijauan. Larutan dinetralkan dengan NaOH 0,5 N secara hati-hati sampai terbentuk warna biru. Setelah itu, larutan tersebut ditambahkan NaIO4 sebanyak 50 ml lalu diaduk secara perlahan. Larutan selanjutnya ditutup dan didiamkan dalam ruangan gelap pada suhu kamar selama 30 menit. Larutan kemudian ditambahkan etilena glikol sebanyak 10 ml lalu ditutup dan didiamkan dalam ruangan gelap pada suhu kamar selama 20 menit. Larutan kemudian ditambahkan indikator biru bromtimol sebanyak 3 tetes. Larutan hasil campuran dititrasi perlahan-lahan dengan NaOH 0,5 N sampai terbentuk warna biru. Proses tersebut juga dilakukan untuk perlakuan blanko. Kadar gliserol dihitung dengan rumus [17]:

Kadar Gliserol (%) = .

W

9,209 x N x ) T - (T1 2

Dengan :

T1 = Volume NaOH untuk titrasi sampel (ml) T2 = Volume NaOH untuk titrasi blanko (ml) N = Normalitas NaOH (N)

W = Bobot contoh (gr) Faktor gliserol = 9,209

(42)

3.5 FLOWCHART PENELITIAN 3.5.1 Flowchart Asidifikasi

Mulai

Gliserol Dimasukkan dengan berat 30 gram ke dalam erlenmeyer

Asam fosfat ditambahkan dengan rasio perbandingan yang telah ditentukan

Campuran dipanaskan hingga mencapai suhu 70oC dan dilakukan pengadukan dengan kecepatan 250 rpm selama 1 jam

Campuran dimasukkan ke dalam corong pemisah dan didiamkan hingga terbentuk tiga lapisan

Dilfiltrasi untuk menghilangkan garam yang mengendap

Lapisan gliserol diambil dan dilakukan penetralan dengan NaOH

Gliserol dievaporasi untuk menghilangkan kadar air

Selesai

Gambar 3.2 Flowchart Asidifikasi Bahan Baku

Dilakukan analisa densitas, kadar gliserol, kadar air, kadar abu, kadar MONG

(43)

3.5.2 Flowchart Adsorpsi

3.5.2.1 Flowchart Pembuatan Adsorben Cangkang Telur Ayam

Mulai

Hasil ayakan yang lolos di furnace selama 2 jam dengan suhu 600oC.

Disimpan dalam desikator selama 24 jam.

Selesai

Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Adsorben Cangkang Telur Ayam Limbah cangkang telur ayam dicuci dan membrannya dipisahkan dari cangkangnya

Limbah cangkang telur ayam dikeringkan.

Limbah cangkang telur ayam dihancurkan menjadi lebih kecil dengan lumpang dan alu serta digiling menjadi serbuk dengan ball mill.

Serbuk cangkang telur ayam diayak dengan ayakan yang berukuran 100 mesh.

(44)

3.5.2.2 Flowchart Adsorpsi

Mulai

Limbah cangkang telur ayam dan gliserol dimasukkan dengan persen berat adsorben 3%; 6%; 9%; 12%; 15% dari berat gliserol.

Dicampur dengan pengadukan 250 rpm selama 2 jam

Dilakukan Filtrasi

Selesai

Gambar 3.4 Flowchart Proses Adsorpsi

Dilakukan analisa densitas, kadar gliserol, kadar air, kadar abu, kadar MONG

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Crude Gliserol

Pada pemurnian gliserol ini, digunakan crude gliserol yang merupakan limbah pabrik biodiesel yang berasal dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, yang terlebih dahulu dianalisa kandungan yang terdapat di dalamnya. Analisa kandungan yang terdapat didalam crude gliserol, yaitu dengan menggunakan kromatografi gas.

Sedangkan densitas, kadar air, kadar abu dan MONG didapat dengan melakukan pengujian. Sifat fisika dari crude gliserol dan sifat fisika gliserol standard ditetapkan berdasarkan BS 2621 : 1979 dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Sifat Fisika Crude Gliserol

Sifat Fisika Crude Gliserol Glierol Standard BS 2621 :1979 [14]

Kandungan

1. Gliserol (%) 37,2283 > 80 2. Metil Ester (%) 55,9646 - Densitas (gr/cm3) 1,134 1.2671

Kadar Abu (%) 22,799 < 10

Kadar Air (%) 6,736 < 10

MONG (%) 33,236 < 2.5

Gliserol diperoleh sebagai produk samping dari empat proses yaitu transesterifikasi (produksi biodiesel), safonifikasi (produksi sabun), hidrolisis untuk produksi asam lemak dan mikrobial [3]. Untuk produksi biodiesel setiap ton di peroleh 100 kg crude gliserol [35]. Crude gliserol merupakan cairan yang sangat kental dengan warna coklat gelap dan memiliki pH 9,6 [36]. Crude gliserol mengandung impuritis seperti garam anorganik, MONG dan air. MONG terdiri dari FAME (Fatty Acid Methyl Ester), tri, di dan mono gliserida, beberapa jenis asam lemak bebas dan metanol atau etanol [24]. Pada umumnya komposisi dari crude gliserol tergantung pada bahan baku dan proses yang digunakan dalam memproduksi biodiesel [37].

Crude gliserol pemanfaatannya sangat terbatas dan murah dibandingkan dengan gliserol murni. Gliserol murni memiliki pemanfaatan yang banyak seperti bahan baku industri makanan, farmasi dan produk kimia serta bahan bakar adkitif. Pemanfaatan crude gliserol terbatas karena kandungan garam dan impuritis yang tekandung didalamnnya sehingga perlu dilakukan pemurnian untuk mendapatkan gliserol murni

(46)

[1]. Crude gliserol dapat dimurnikan dengan distilasi, penukaran ion, pengolahan secara fisika dan kimia seperti filtrasi, safonifikasi, asidifikasi, netralisai, ekstraksi dan adsorpsi [38]. Masing-masing teknologi pemurnian gliserol ini memiliki kelemahan dan keunggulan. Sebagai contoh untuk proses distilasi vakum, keunggulannya menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi, sedangkan kelemahannya memerlukan energi yang tinggi, tidak cocok untuk skala kecil, membutuhkan penanganan untuk pencucian air, dan tidak cocok untuk skala industri [14].

Senyawa pengotor seperti katalis dapat dikonversi menjadi garam anorganik, dengan menambahkan asam kedalam crude gliserol. Penambahan asam ini mampu mengkonversi kandungan sabun dalam crude gliserol menjadi asam lemak bebas yang tidak larut. Asam lemak bebas dan garam anorganik yang terbentuk dapat dipisahkan dari gliserol dengan cara penyaringan. Penambahan asam ternyata tidak menyebabkan semua senyawa pengotor dapat dihilangkan, senyawa metanol, ester, minyak dan air masih ada dalam crude gliserol. Untuk itu perlu dilakukan proses lanjutan yaitu adsorpsi menggunakan adsorben [5].

4.2 Pemurnian Gliserol

Pemurnian gliserol ini dilakukan dengan 2 tahap yaitu asidifikasi dengan asam fosfat (H3PO4), dan dilanjutkan dengan adsorpsi menggunakan limbah cangkang telur ayam untuk menghilangkan warna. Pada tahap asidifikasi dilakukan penambahan asam fosfat dengan perbandingan rasio berat (w/w) 1:0,2; 1:0,4; 1:0,6;

1:0,8 dan 1:1 untuk melihat perbandingan yang dapat menghasilkan gliserol dengan kemurnian yang paling tinggi.

Saat asam ditambahkan ke dalam gliserol, maka akan terbentuk dua atau tiga lapisan, dimana pada lapisan atas merupakan lapisan yang mengandung asam lemak bebas, lapisan tengah adalah lapisan yang kaya akan gliserol, dan lapisan bawah merupakan garam-garam anorganik dan katalis yang mengendap. Seperti terlihat di gambar 4.1. Asam yang digunakan untuk proses asidifikasi dalam penelitian ini adalah asam fosfat (H3PO4), karena sam fosfat tidak berbahaya untuk lingkungan dan produk yang dihasilkan berupa tripotasium phosphate penggunaannya sangat luas sebagai pupuk [25]. Selain itu asam fosfat sifatnya higroskopis, sehingga sangat mudah

(47)

berikatan dengan bahan yang bersifat polar [34], serta memiliki sifat triprotik sehinga kemampuan mengikat lemak lebih tinggi [5].

Gambar 4.1. Proses Asidifikasi Gliserol dengan Asam Fosfat

pH yang dihasilkan dari penambahan asam ini adalah rasio berat gliserol:asam fosfat (w/w) 1:0,2 adalah 5, rasio berat gliserol:asam fosfat (w/w) 1:0.4 adalah 4, rasio berat gliserol:asam fosfat (w/w) 1:0.6 adalah 3, rasio berat gliserol:asam fosfat (w/w) 1:0,8 adalah 2 dan rasio berat gliserol:asam fosfat (w/w) 1:1 adalah 1. Penambahan asam menyebabkan terjadinya reaksi netralisasi basa dan juga pemecahan sabun [7]. Dalam kondsi asam yang kuat, asam menetralisasi hampir semua basa yang terdapat dalam crude gliserol yang kemudian akan mengendap menjadi padatan di bagian bawah, dan bereaksi dengan sabun membentuk asam lemak yang akan berada pada bagian atas gliserol [22]. Reaksi penguraian sabun dengan bantuan fosfat menjadi asam lemak dapat dilihat sebagai berikut:

R-COOK + H3PO4 R-COOH + KH2PO4

Sabun A.Fosfat A.Lemak Garam

Berdasarkan reaksi diatas, sabun yang direaksikan dengan asam (asidifikasi) akan terpecah kembali menjadi asam-asam lemaknya dan akan menghasilkan garam kalium fosfat. Kelebihan asam pada proses asidifikasi kemudian di netralisasi dengan menggunakan basa, karena pada proses asidifikasi digunakan asam kuat maka basa yang digunakan juga basa kuat.

Asam Lemak Bebas

Gliserol Garam

(48)

H3PO4 + NaOH Na3PO4 + H2O A.Fosfat Basa Garam Fosfat Air

Dari reaksi diatas dihasilkan endapan garam fosfat dan air. Tahap selanjutnya adalah pemanasan. Pemanasan ini dilakukan untuk mempercepat terbentuknya garam dan juga untuk penguapan air yang terbentuk dari hasil reaksi [24]. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.2, garam-garam yang mengendap setelah dilakukannya proses pemanasan.

Gambar 4.2. Endapan Garam Yang Terbentuk Dari Hasil Penetralan

Setelah pemanasan, maka kemudian dilakukan filtrasi untuk menyaring garam- garam yang mengendap. Filtrasi dilakukan denga kertas Whatman No.1. Kemudian dilakukan berbagai analisa seperti analisa densitas, kadar air, kadar abu, MONG, dan juga kadar gliserol. Tahap selanjutnya setelah asidifikasi adalah adsorpsi dengan menggunakan cangkang telur ayam yang sudah diaktivasi secara termal pada suhu 600oC selama 2 jam dengan kondisi reaksi pengadukan 250 rpm dan waktu 120 menit. Proses aktivasi fisika adalah suatu perlakuan termal terhadap adsorben yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan kimia atau mengoksidasi molekul permukaan sehingga luas permukaan bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Luas permukaan adsorben merupakan salah satu karakter fisik yang memiliki peranan penting dimana berhubungan langsung dengan kemampuan adsorpsi adsorben terhadap zat-zat yang dijerap, karena banyaknya zat

Endapan garam

(49)

yang dapat teradsorpsi selain tergantung pada situs aktif ditentukan juga oleh luas permukaannya. Semakin luas permukaan adsorben, maka memberikan bidang kontak yang lebih besar sehingga semakin banyak adsorbat yang dijerap dan proses adsorpsi semakin efektif.

Jasinda (2013) dalam penelitiannya melaporkan bahwa aktivasi termal cangkang telur ayam pada suhu 600 oC selama 2 jam menghasilkan luas permukaan adsorben 2700,978 m2/g dan sudah sesuai dengan standard luas permukaan adsorben komersial yang ada dimana standar luas permukaan alumina aktif 320m2/g; silika gel 750-850 m2/g; karbon aktif 400-1.200 m2/g; karbon molecular sieve 400 m2/g; dan zeolit 600-700 m2/g. Aktivasi termal cangkang telur ayam dan hasil penambahan karbon aktif dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4 [31].

Gambar 4.3 Aktifasi Cangkang Telur Ayam

Gambar 4.4 Gliserol Hasil Pemurnian

(50)

Setelah didapatkan gliserol yang sudah murni, maka dilakukan berbagai analisa seperti analisa densitas, kadar air, kadar abu, MONG, dan juga kadar gliserol.

4.3 Pengaruh Asidifikasi Terhadap Kemurnian Gliserol

Asidifikasi dilakukan pada kondisi suhu 70oC, waktu 60 menit dan pengadukan 200 rpm.

Gambar 4.5 Hubungan Rasio Berat Gliserol:Asam Fosfat (w/w) dengan Kemurnian Gliserol (%)

Gambar 4.5 diatas menunjukkan hubungan rasio berat gliserol:asam fosfat (w/w) dengan kemurnian gliserol (%). Pada rasio berat gliserol:asam fosfat 1:0,2 diperoleh kadar gliserol 39,008%, pada rasio berat gliserol:asam fosfat 1:0,4 diperoleh kadar gliserol 40,995%, pada rasio berat gliserol:asam fosfat 1:0,6 diperoleh kadar gliserol 58,135%, pada rasio berat gliserol:asam fosfat 1:0,8 diperoleh kadar gliserol 42,300% dan pada rasio berat gliserol:asam fosfat 1:1 diperoleh kadar gliserol 45,052%. Secara umum dari grafik terlihat bahwa kadar gliserol akan meningkat seiring dengan bertambahnya rasio berat asam fosfat yang ditambahkan.

Kadar asam yang semakin tinggi, akan mengakibatkan proses asidifikasi emulsi menjadi asam lemak akan semakin tinggi, sehingga kadar kemurnian gliserol pun akan semakin baik [6]. Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa pada rasio berat gliserol :asam fosfat 1:0,6 diperoleh kemurnian gliserol tertinggi dibandingkan dengan

0 10 20 30 40 50 60 70

1:0.2 1:0.4 1:0.6 1:0.8 1:1

Rasio Berat Gliserol : Asam Fosfat (w/w)

Kemurnian Gliserol (%)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan karakteristik adsorben cangkang telur bebek yang diaktivasi secara termal, pengaruh suhu aktivasi terhadap % berat

Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis hidroksiapatit (HA) dalam skala massive menggunakan metode single drop dari cangkang telur ayam denganR. sumber fosfat

Untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan pemanfaatan pemberian tepung cangkang telur ayam ras terhadap berat telur burung puyuh maka dilakukan Uji Jarak Duncan (UJD) yang

Proses adsorpsi dilakukan dengan mencampur 11 gram adsorben, yang telah divariasi rasio antara kulit telur ayam dan sekam padi, dengan 50 mL larutan zat

Proses adsorpsi dilakukan dengan mencampur 11 gram adsorben, yang telah divariasi rasio antara kulit telur ayam dan sekam padi, dengan 50 mL larutan zat

Kalsium oksida dapat diperoleh dengan memanfaatkan limbah cangkang telur yang telah dikalsinasi pada suhu 1000 o C selama 6 jam [7].. Prekursor fosfat yang berupa asam fosfat

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa adsorben cangkang telur ( ELLBENT ) mampu menurunkan konsentrasi logam kadmium (Cd) pada limbah

Makalah yang membahas pemanfaatan cangkang telur ayam sebagai bahan pembuatan masker