• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDILOMA AKUMINATA PERIANAL PADA LAKI-LAKI YANG BERHUBUNGAN SEKSUAL DENGAN LAKI-LAKI YANG TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KONDILOMA AKUMINATA PERIANAL PADA LAKI-LAKI YANG BERHUBUNGAN SEKSUAL DENGAN LAKI-LAKI YANG TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN KASUS Kepada Yth:

Dipersentasikan pada Hari/Tanggal : Waktu :

KONDILOMA AKUMINATA PERIANAL PADA LAKI-LAKI YANG BERHUBUNGAN SEKSUAL

DENGAN LAKI-LAKI YANG TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

Oleh:

Made Narindra Mahaputra Wisnu Pembimbing

Dr. dr. AAGP Wiraguna, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD / RS SANGLAH DENPASAR

2016

(2)

2 PENDAHULUAN

Kondiloma akuminata (KA) atau genital warts merupakan infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV), yang ditandai dengan adanya perubahan hiperplasia mukosa dan kulit terutama pada area anogenital.1 Pada saat ini dikenal lebih dari 100 tipe HPV yang meliputi varian nononkogenik seperti HPV tipe 6, 11, 42, 43, 44 yang berhubungan dengan kondiloma genital dan varian onkogenik terutama HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35 yang berhubungan dengan risiko keganasan yaitu intraepithelial neoplasia dan karsinoma sel skuamosa.2

Transmisi HPV hampir selalu ditularkan melalui hubungan seksual, baik genito-genital, oro-genital maupun genito-anal. Permukaan mukosa yang lebih tipis merupakan area yang lebih rentan untuk inokulasi virus daripada kulit berkeratin yang lebih tebal sehingga mikroabrasi pada permukaan epitel memungkinkan virion dari pasangan yang terinfeksi masuk kedalam lapisan sel basal pasangan yang tidak terinfeksi. Sel basal merupakan tempat pertama infeksi HPV sehingga setelah inokulasi melalui trauma kecil, virion HPV akan masuk sampai lapisan sel basal epitel. Kondiloma akuminata di daerah perianal terutama disebabkan oleh HPV-6, HPV-10, dan HPV-11.3

Insiden kondiloma akuminata pada daerah perianal cenderung meningkat akibat adanya variasi dari hubungan seksual genito-anal terutama pada men who have sex with men (MSM) atau laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL).4 Infeksi ini juga dapat ditransmisikan secara autoinokulasi dari penis ke rektum pada seorang LSL yang aktif secara seksual.Lebih dari 85% LSL yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) mengalami koinfeksi HPV dan prevalensi HPV pada LSL tanpa infeksi HIV adalah lebih dari 50%.1

Kelompok lelaki yang berhubungan seksual dengan lelaki (LSL) merupakan kelompok yang memiliki risiko tinggi terkena infeksi menular seksual (IMS) dan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Istilah LSL ini pertama kali muncul pada pertengahan tahun 1980 dalam usaha untuk menemukan istilah untuk kelompok

(3)

3 laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki lain namun tidak harus memiliki orientasi seksual, identitas dan gender yang sama.1 Prevalensi pasti dari LSL dalam populasi sulit dipastikan, tetapi diperkirakan perilaku homoseksual pada masyarakat modern berkisar antara 1-10%. Studi terhadap perilaku seksual pada dewasa mendapatkan 3-7% laki-laki memiliki pengalaman hubungan seksual dengan sesama jenis dalam kurun waktu 1 tahun terakhir. Perilaku seksual kelompok LSL meningkatkan risiko mereka untuk menderita infeksi menular seksual terutama infeksi HIV.1,5

Hubungan seksual secara ano-genital tanpa proteksi secara umum diketahui sebagai cara penularan infeksi HIV yang paling efisien, dengan risiko 8,2 per 1000 kontak untuk hubungan seksual secara anal tanpa proteksi bagi peran reseptif dengan pasangan yang mengidap HIV dan 0,6 per 1000 kontak untuk hubungan seksual secara anal tanpa proteksi bagi peran insertif dengan pasangan yang mengidap HIV.1,5 Kelompok LSL tetap menjadi kelompok dengan angka infeksi HIV yang tinggi, di Asia LSL memiliki risiko 18,7 kali lipat untuk terinfeksi HIV dibandingkan dengan populasi umum. Data epidemiologi pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi HIV/AIDS pada kelompok LSL di beberapa kota di Indonesia berkisar antara 2,0%- 8,1%.6

Berikut dilaporkan satu kasus kondiloma akuminata perianal pada seorang LSL yang terinfeksi HIV. Kasus ini dilaporkan untuk membahas manifestasi infeksi menular seksual yaitu kondiloma akuminata pada LSL dan penderita HIV serta penatalaksanaannya.

KASUS

Seorang laki-laki usia 21 tahun, suku Bali, warga negara Indonesia, dengan nomor catatan medis 16.04.05.56 datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 20 September 2016 dengan keluhan utama adanya benjolan di sekitar anus. Keluhan benjolan disadari sejak 1 bulan yang lalu, awalnya sedikit

(4)

4 kemudian semakin lama semakin bertambah banyak dan teraba kasar. Benjolan dikatakan tidak terasa nyeri namun kadang-kadang terasa gatal. Benjolan juga dikatakan tidak pernah berdarah. Tidak terdapat kesulitan saat buang air besar dari pasien dan terdapat benjolan di bagian tubuh yang lain.

Pasien pernah memeriksakan keluhannya ke dokter umum dan disarankan untuk berobat ke dokter spesialis kulit dan kelamin. Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat luka atau lecet pada alat kelamin dan kencing nanah disangkal. Terdapat riwayat penurunan berat badan sebelumnya namun saat ini berat badannya stabil, riwayat batuk lama dan diare lama disangkal. Pasien telah didiagnosis dengan infeksi HIV stadium II sejak 2 tahun yang lalu dan rutin mengkonsumsi obat antiretroviral. Riwayat penyakit sistemik lainnya seperti jantung, kencing manis, asma, dan tekanan darah tinggi disangkal. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan dan sakit yang sama.

Pasien saat ini bekerja sebagai pelayan di beach club di daerah Kuta selama 2 tahun terakhir. Pasien belum menikah. Awalnya sejak duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA) pasien mengaku menyukai laki-laki, pasien melakukan hubungan seksual pertama kali dengan laki-laki 4 tahun yang lalu dan sering berganti-ganti pasangan. Pasien dapat berganti-ganti pasangan sampai lebih dari 1 kali dalam sebulan. Pasien mendapatkan pasangan seksual melalui media sosial. Saat ini pasien tidak memiliki pasangan seksual tetap. Saat berhubungan seksual pasien biasanya melakukan hubungan seksual oro-genital dan genito-anal, dengan pasien selalu berperan sebagai reseptif serta seringkali berhubungan tanpa menggunakan kondom.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran komposmentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 84 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, dan temperatur aksila 36,5°C. Berat badan 50 kg dan tinggi badan 161 cm.

Pada status generalis didapatkan kepala normosefali, tidak didapatkan kerontokan rambut, pada kedua mata tidak ditemukan tanda anemia atau ikterus. Pemeriksaan

(5)

5 telinga, hidung dan tenggorokan didapatkan kesan tenang dan pada leher tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan suara jantung dan paru dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan adanya distensi, bising usus terdengar dalam batas normal. Pada ekstremitas atas dan bawah tidak terdapat edema dan teraba hangat. Tidak ditemukan kelainan pada kuku.

Status venereologis, lokasi pada perianal, didapatkan effloresensi papul, mutipel, sewarna kulit, ukuran 0,3x0,5- 0,4x0,5 cm dengan permukaan verukosa dan konsistensi padat (Gambar 1).

Diagnosis banding pada pasien adalah kondiloma akuminata dan skin tag.

Pemeriksaan dilanjutkan dengan tes acetowhite yang dilakukan pada lesi perianal, didapatkan lesi memutih dengan pemberian asam asetat 5%.

Diagnosis pasien adalah kondiloma akuminata perianal. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien adalah tutul dengan menggunakan asam triklorasetat (TCA) 80% pada lesi kondiloma akuminata perianal. Pada pasien juga diberikan KIE mengenai penyakit dan penyebabnya, rencana kontrol 1 minggu kemudian, dan abstinensia seksual. Diagnosis dari bagian VCT adalah infeksi HIV stadium II dan mendapatkan obat zidovudin/lamivudin (duviral) 2 x 1 tablet dan nevirapin 2 x 1 tablet.

Gambar 1. Lesi papul verukosa di perianal

(6)

6 PENGAMATAN LANJUTAN I (Tanggal 27 September 2016)

Pasien mengatakan bahwa benjolan pada sekitar anus sudah ada yang terlepas, Keluhan gatal dan nyeri disangkal. Keluhan saat buang air besar disangkal. Tidak muncul benjolan yang baru.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran komposmentis, status present dan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan status venereologis, pada regio perianal didapatkan berupa papul, mutipel, sewarna kulit, ukuran 0,2x0,3- 0,3x0,4 cm, dengan permukaan verukosa dan konsistensi padat (Gambar 2).

Pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil leukosit 6,07 (4,1-11,0x103/L), neutrofil 3,35 (2,5-7,5x103/L), limfosit 2,03 (1,0-4,0 x103/L), monosit 0,46 (0,10- 1,2x103/L), eosinofil 0,04 (0,0-0,5x103/L), basofil 0,04 (0,0-0,4x103/L), hemoglobin 12,6 (12,0-16,0g/dL), hematokrit 37 (36,0-46,0%), trombosit 296 (140- 440x103/L). Dari pemeriksaan kimia darah didapatkan SGOT 27 U/L (11,0-27,0);

SGPT 20 U/L (11,0-34,0); BUN 14,0 mg/dL (8,0-23,0); Kreatinin 1,166 mg/dL (0,5- 1,2); GDS 100 mg/dL (80,0-100,0) , CD-4 400 sel/ul (410-1590).

Dari Bagian Kulit dan Kelamin, diagnosis pasien adalah follow up kondiloma akuminata perianal membaik. Penatalaksanaan yang diberikan adalah tutul TCA 80%

Gambar 2. Lesi di perianal pada pengamatan lanjutan pertama, 1 minggu setelah tutul TCA 80% pertama.

(7)

7 pada lesi di perianal direncanakan diulang setiap minggu sampai tidak didapatkan lesi kondiloma akuminata. Pada pasien diberikan KIE rutin kontrol dan abstinensia seksual.

PENGAMATAN LANJUTAN II (Tanggal 3 Oktober 2016)

Pasien mengatakan bahwa benjolan di daerah anusnya sudah tidak dirasakan lagi.

Terdapat luka kering pada daerah bekas benjolan nya. Nyeri dan gatal disangkal.

Keluhan saat buang air besar disangkal. Tidak muncul benjolan yang baru.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran komposmentis. Status present dan generalis dalam batas normal. Status venereologis, pada regio perianal didapatkan berupa erosi multipel, bentuk bulat, ukuran 0,2x0,3- 0,3x0,4 cm (Gambar 3).

Diagnosis pada pasien adalah follow up kondiloma akuminata perianal membaik. Tatalaksana pada pasien diberikan krim gentamisin 2% pada lesi erosi.

Pasien diberikan edukasi tentang kemungkinan adanya rekurensi dan melakukan Gambar 3. Lesi di perianal pasca btutul TCA 80% yang kedua, tampak sisa lesi berupa

erosi yang kering

(8)

8 observasi rutin terhadap lesi di perianal. Pasien juga diberikan edukasi tentang hubungan seksual yang aman dan tidak berganti-ganti pasangan. Pasien direncanakan untuk konsultasi di bagian Voluntary Counseling and Testing (VCT) RSUP Sanglah untuk pemeriksaan anuskopi.

PEMBAHASAN

Human papilloma virus merupakan golongan papoviridae dengan double-stranded DNA yang dapat menginduksi proliferasi sel epitel berupa papilomatosa. Gen HPV terdiri dari early open reading frames (E1, E2, E3, E4, E5, E6 dan E7) dan late open reading frames (L1,L2).7,8 Dari 100 tipe HPV, diketahui lebih dari 60 tipe HPV yang berhubungan dengan kondiloma akuminata, antara lain tipe 2, 6, 10, 11, 16, 18, 30- 33, 35, 39, 41-15, 51-56, dan 59.7,9 Tipe HPV 6, 10 dan 11 terutama ditemukan pada daerah anogenital dan menyebabkan 90% kasus genital wart. Tipe ini merupakan tipe dengan risiko rendah karena memiliki potensi keganasan yang rendah. HPV tipe 31, 33, 35, 39, 40, 43, 45, 51-56, dan 58 memiliki potensi keganasan sedang sementara HPV tipe 16 dan 18 memiliki risiko keganasan yang tinggi karena dapat berkembang menjadi Bowen’s disease, high grade squamous intraepthelial lesions (HSIL), dan karsinoma anus, vulva, vagina, serviks, penis dan anus.10

Laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL) memiliki tingkat kejadian IMS termasuk infeksi HIV yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok heteroseksual. Tingginya angka kejadian IMS pada LSL dikaitkan dengan hubungan seksual berisiko tinggi yang banyak dilakukan pada LSL seperti hubungan seksual secara anal tanpa kondom.1 Selain itu, kelompok LSL cenderung memiliki banyak pasangan seksual (multipartner) baik pasangan pria tetap atau tidak tetap, penjaja seks pria atau wanita, dan pasangan wanita tetap maupun tidak tetap serta LSL banyak menggunakan media internet dalam mencari pasangan sehingga seringkali hubungan dilakukan dengan pasangan yang tidak dikenal.11

(9)

9 Pada kasus pasien adalah seorang LSL yang aktif secara seksual sejak 4 tahun yang lalu, berlaku sebagai anal reseptif, sering berhubungan seksual tanpa menggunkan kondom, sering berganti-ganti pasangan yang didapatkan melalui media sosial.. Perilaku seksual pasien ini sangat beresiko untuk penularan infeksi HIV dan infeksi menular seksual lainnya.

Penularan infeksi HPV terutama terjadi melalui kontak seksual, baik secara genito-genital, genito-anal maupun oro-genital. Adanya abrasi pada permukaan epitel skuamosa berlapis dapat menjadi perantara untuk masuknya virus. Infeksi HPV bersifat epiteliotropik dan replikasinya menghasilkan pirogeni yang berperan dalam diferensiasi epitel skuamosa. Setelah infeksi HPV, dibutuhkan masa inkubasi 3 minggu hingga 8 bulan untuk menimbulkan manifestasi klinis, namun virus dapat bersifat dorman pada lapisan epitel dan tidak menimbulkan manifestasi klinis sepanjang hidup penderitanya.7,12

Kondiloma akuminata seringkali tidak menimbulkan keluhan pada penderitanya, tetapi dapat menyebabkan ketidaknyamanan karena dapat timbul rasa gatal, rasa terbakar, nyeri, perdarahan dan menimbulkan discharge. Terdapat 4 gambaran klinis genital wart yakni kondiloma akuminata yang mempunyai gambaran seperti kembang kol; bentuk papular yaitu papul-papul yang berbentuk kubah dengan permukaan halus dan licin, diameter 1-4 mm; bentuk keratotik yang mempunyai lapisan tebal pada permukaanya sehingga dapat menyerupai veruka vulgaris atau keratosis seboroik; dan bentuk papul datar yang tampak sebagai makula atau dengan sedikit peninggian. Secara umum kondiloma paling sering terdapat pada area yang lembab dengan epitel berkeratin sebagian. Pada lesi dengan ukuran besar dapat timbul perdarahan dan iritasi, akibat adanya gesekan.7,12

Pada kasus, keluhan dialami sejak 1 bulan yang lalu, dengan manifestasi klinis berupa papul multipel dengan permukaan verukosa yang sesuai untuk bentuk klinis kondiloma akuminata.

(10)

10 Diagnosis kondiloma akuminata dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Pemberian asam asetat membantu memperjelas visualisasi lesi dengan perubahan warna menjadi putih (acetowhite). Pada tes asam asetat, lesi yang dicurigai dioleskan asam asetat 5% dengan lidi kapas, dalam 3-5 menit lesi akan berubah warna menjadi putih. Tidak seperti IMS yang lain, HPV tidak dapat dikultur dan tidak terdapat pemeriksaan serologis untuk mendeteksi HPV, namun terdapat pemeriksaan dengan teknik PCR untuk mendeteksi DNA HPV yang memiliki sensitivitas yang tinggi.9,10 Pemeriksaan PCR untuk diagnosis dan penentuan tipe virus bukanlah pemeriksaan rutin yang biasa tersedia dan umumnya hanya tersedia di pusat laboratorium penelitian.13 Pemeriksaan histopatologi dilakukan bila diagnosis meragukan, lesi memburuk selama pengobatan, berisiko tinggi untuk mengalami karsinoma anal atau lesi tidak merespon dengan pengobatan standar.9,10 Pada pemeriksaan histopatologi akan terlihat gambaran papilomatosis, akantosis, rete ridges yang memanjang dan menebal, parakeratosis dan vakuolisasi pada sitoplasma (koilositosis).14

Pada kasus, diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan asam asetat 5% yang didapatkan gambaran pemutihan pada lesi. Pemeriksaan PCR dan histopatologi tidak dikerjakan karena didapatkan respon pengobatan yang baik.

Diagnosis banding pada kasus adalah skin tag. Skin tag merupakan suatu polip fibroepitel yang ditandai dengan papul atau tumor bertangkai yang terutama didapatkan pada daerah kelopak mata, lipat leher, aksila, lipat paha. Terdapat predisposisi keluarga pada pasien skin tag dan juga sering dihubungkan dengan obesitas. Secara histologi skin tag merupakan lesi polipoid dengan inti kolagen disertai dengan hilangnya struktur adneksa.15 Diagnosis banding pada kasus disingkirkan dengan pemeriksaan acetowhite yang menunjukkan reaksi pemutihan.

Penatalaksanaan kondiloma akuminata pada pasien bertujuan menghilangkan gejala klinis atau lesi yang tampak, sehingga dapat mencegah transformasi ke arah

(11)

11 keganasan. Tanpa pengobatan, kondiloma akuminata dapat mengalami regresi, menetap, bertambah besar atau bertambah jumlahnya. Dibutuhkan beberapa kali waktu pengobatan untuk menghilangkan lesi kondiloma tersebut. Dengan demikian perlu diberikan penjelasan kepada pasien mengenai pengobatan yang diberikan dan kemungkinan untuk terjadinya rekurensi.7

Terdapat berbagai modalitas terapi yang dapat digunakan dalam penatalaksanaan kondiloma akuminata. Pemilihan modalitas terapi tergantung ukuran dan jumlah lesi, lokasi anatomis, morfologi, pilihan dan kenyamanan pasien, biaya, efek samping dan pengalaman klinisi. Hampir seluruh modalitas terapi yang dilakukan terhadap kelainan ini bertujuan untuk menghasilkan kerusakan fisik dari sel yang terinfeksi tetapi tidak dapat mengeradikasi HPV. Pada setiap modalitas terapi, bila lesi tidak memperlihatkan perbaikan bermakna setelah 3 kali terapi yang dilakukan oleh petugas kesehatan maka perlu dipertimbangkan terapi lain. Pada umumnya modalitas terapi kondiloma akuminata digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu terapi dengan menggunakan obat dan pembedahan. Center for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2010, merekomendasikan regimen terapi lini pertama dan terapi alternatif untuk kondiloma akuminata. Sebagai terapi lini pertama adalah podofiloks dan imiquimod yang dapat dilakukan sendiri oleh pasien serta terapi yang dilakukan oleh petugas kesehatan meliputi tindakan bedah (bedah beku, eksisi skalpel atau gunting, kuretase, bedah listrik/elektrokauter), penggunaan tingtura podofilin dan asam triklorasetat (TCA). Sementara itu, terapi alternatif untuk KA mencakup bedah laser dan interferon intralesi.16

Asam triklorosetat (TCA) mempunyai konsentrasi yang bervariasi antara 80- 90%. Bahan ini mampu berpenetrasi cepat dan memiliki efek kaustik dengan menimbulkan koagulasi dan nekrosis pada jaringan superfisial. Keuntungan menggunakan agen ini adalah kurang menimbulkan iritasi lokal dan jarang menimbulkan toksisitas sistemik sehingga dapat digunakan untuk wanita hamil dan dapat digunakan pada daerah vagina, anal, serviks dan genitalia eksterna.21L

(12)

12 Pada kasus, pengobatan yang diberikan adalah TCA 80% yaitu pengobatan oleh petugas kesehatan dan memberikan hasil yang baik setelah dua kali tutul.

Rekurensi pada kondiloma akuminata biasanya terjadi pada 3 bulan pertama setelah pengobatan. Pasien sebaiknya secara rutin memperhatikan apakah akan timbul lesi lagi atau kekambuhan. Sebaiknya pasien dianjurkan untuk dievaluasi atau kontrol 3 bulan lagi. Setelah follow up selama 3 bulan, dengan kondiloma akuminata sudah tidak tampak dan telah bersih serta tidak ada efek samping dari pengobatan, maka tidak diperlukan tindakan lebih lanjut pada pasien imunokompeten. Namun pada pasien imunokompromais, risiko terjadinya rekurensi lebih tinggi sehingga dianjurkan untuk tetap memperhatikan kemungkinan rekurensi tersebut.3,17 Pada kasus diberikan edukasi mengenai kemungkian terjadinya rekurensi karena pasien adalah imunokompromais.

Infeksi HPV yang bermanifestasi sebagai kondiloma akuminata dipengaruhi oleh respon imun penjamu. Mekanisme pasti dari respon imun dapat membatasi infeksi HPV masih belum dimengerti, akan tetapi diketahui bahwa untuk kesembuhan dibutuhkan respon imun cell-mediated yang aktif sebagai tambahan terapi mekanik untuk menghilangkan lesi.18 Pada kondisi imunokompromais dapat timbul infeksi HPV yang kronik, persisten, lebih berisiko mengalami perubahan ke arah keganasan, dengan lesi yang lebih agresif. Pasien imunokompromais juga kurang merespon baik terhadap terapi dan cenderung mengalami kekambuhan setelah terapi.19

Kelompok LSL memiliki risiko tinggi untuk menderita karsinoma anus dengan risiko relatif mencapai 60 kali dibandingkan populasi umum. Anal intraepitelial neoplasia (AIN) merupakan prekusor adanya karsinoma sel skuamosa.3,20 Skrining yang disarankan meliputi pemeriksaan sitologi anal (Anal Papanicolaou test) dan dilanjutkan dengan pemeriksaan high resolution-anoscopy (HRA) untuk mendapatkan spesimen guna pemeriksaan histopatologis.

Direkomendasikan skrining dilakukan tiap tahun pada LSL dengan HIV positif dan tiap 2-3 tahun pada LSL dengan HIV negatif.4,21 Pada kasus, respon pengobatan

(13)

13 didapatkan baik karena jumlah sel T CD4 masih didapatkan cukup tinggi yaitu 400 sel/µl dan pada pasien juga rutin meminum obat ARV. Pasien direncanakan pemeriksaan anuskopi untuk skrining lesi intraanal dan kemungkinan adanya displasia pada anus.

Human Immunodeficiency Virus merupakan golongan retrovirus yang bersifat limfotropik pada manusia. Infeksi HIV dapat ditularkan melalui kontak seksual dengan orang yang terinfeksi, paparan terhadap darah yang mengandung virus (misalnya melalui penggunaan jarum suntik bersama atau transfusi darah), dan transmisi vertikal dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya. Virus HIV bereplikasi pada organ limfoid selama infeksi. Stimulasi kronis dari sistem imun menyebabkan aktivasi imun yang tidak tepat dan kelelahan sistem imun yang progresif sehingga terjadi kerusakan jaringan limfoid. Gangguan pada sistem imun ini menyebabkan tubuh tidak dapat mempertahankan imun respon yang spesifik terhadap HIV sehingga virus terus berkembang. Gangguan sistem imun juga menyebabkan tubuh menjadi rentan terhadap infeksi oleh patogen lainnya.22

Secara klinis World Health Organization (WHO) pada tahun 2003 membagi infeksi HIV dalam 4 stadium. Stadium I adalah infeksi HIV asimptomatik dan kadang hanya ditandai dengan limfadenopati generalisata. Stadium II mencakup penurunan berat badan <10%, manifestasi kulit dan mukosa ringan, herpes zoster dalam 5 tahun terakhir dan radang saluran pernafasan atas yang berulang. Stadium III mencakup penurunan berat badan >10%, diare kronik yang tidak dapat dijelaskan lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, kandidiasis orofaringeal, oral hairy leukoplakia, infeksi bakteri yang berat dan tuberkulosis. Stadium IV mencakup wasting syndrome, pneumonia oleh Pneumocystis carinii, toksoplasmosis serebri, diare kriptosporodiosis lebih dari 1 bulan, kriptokokus ekstrapulmonal, retinitis oleh cytomegalovirus, herpes simpleks mukokutan lebih dari 1 bulan, leukoensefalopati multifokal progresif, mikosis diseminata, kandidiasis esofagus, mikobakteriosis

(14)

14 atipikal diseminata, septikemia salmonelosis non tifoid, tuberkulosis ekstrapulmonal, limfoma, ensefalopati HIV dan sarkoma kaposi.22

Pada kasus, pasien telah didiagnosis menderita infeksi HIV stadium II di klinik VCT sejak 2 tahun yang lalu melalui pemeriksaan skrining. Saat itu, pada pasien dikeluhkan adanya penurunan berat badan dan sering sariawan pada mulut.

Prognosis kondiloma akuminata pada kasus adalah dubius karena pasien memiliki respon pengobatan yang baik namun adanya imunokompromais menyebabkan terdapat risiko rekuresi dan risiko perkembangan ke arah keganasan, yang selanjutnya perlu dilakukan observasi.

SIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus kondiloma akuminata pada seorang LSL yang terinfeksi HIV. Gambaran klinis pada pasien adalah lesi papul verukosa multipel pada perianal yang memutih dengan pemeriksaan acetowhite. Respon pengobatan dengan TCA 80% selama 2 kali tutul memberikan perbaikan yang signifikan dengan menghilangnya lesi perianal, kemungkinan karena infeksi HIV yang diderita adalah pada stadium II dengan jumalh CD4 yang tergolong masih baik yaitu 400 sel/µl serta pasien rutin minum obat ARV. Edukasi mengenai hubungan seksual yang aman dan risiko rekurensi serta tranformasi keganasan tetap diberikan kepada pasien.

(15)

15 DAFTAR PUSTAKA

1. Mayer, K.H. and Carballo-Dieguez, A. Homosexual and Bisexual Behavior in Men in Relation to STDs and HIV Infection. In: Holmes, K.K., Sparling, P.F., Stamm, W.E., Piot, P., Wasserheit, J.N., Corey, L., Cohen, M.S. and Watts DH.

eds. Sexually Transmitted Diseases. Fourth edition. New York: McGraw-Hill;

2008, p. 203-18.

2. Goldstone, S.E. Diagnosis and treatment of HPV-Related Squamous Intraepithelial Neoplasia in Men who Have Sex with Men. The PRN Notebook 2005; 10(4); 11-6.

3. Tonna, M.C. Anal condyloma acuminatum. Gastroenterology Nursing. 2009;

32(5): 342-9.

4. Dietz. C.A., Nyberg, C.R. Genital, Oral, and Anal Human Papillomavirus Infection in Men who Have Sex with Men. J Am Osteopath Assoc 2011; 111(3 suppl 2): S19-25.

5. Pitts, M.K., Couch, M.A. and Smith, A.M. Men who have sex with men (MSM);

How much to assume and how to ask?. eMJ. 2006; 185 (8):450-2.

6. Griensven, F.V. and Wijngaarden, J.W. A Review of The Epidemiology of HIV Infection and Prevention Responses among MSM in Asia. AIDS 2010; 24 (suppl 3):S30–S40.

7. Winner, R. L. and Koutsky, L.A. Genital Human Papilloma Virus Infection. In:

Holmes, K. K., Sparling, P. F., Stamm, W. E., Piot, P., Wasserheit, J. N., Corey, L., Cohen, M. S., Watts, D. H. Eds. Sexually Transmited Disease. 4th ed, New York : McGraw-Hill Company; 2008, p: 490-500.

8. Sung, J.H., Ahn, E.J., Kwon, H., Park, S.E. Association of immune status with recurrent anal condylomata in human immunodeficiency virus-positive patients. J Korean Soc Coloproctol. 2012; 28(6):294-8.

9. Chang, G.J. and Welton, M.L. Human Papillomavirus, Condylomata Acuminata, and Anal Neoplasia. Clinics In Colon And Rectal Surgery 2004; 17(4): 221-30.

10. McCutcheon. T. Anal Condyloma Acuminatum. Gastroenterology Nursing 2009;

32(5): 342-9.

11. Anonim. Rangkuman Surveilans Lelaki yang Suka Lelaki. Surveilans Terpadu Biologis Perilaku Pada Kelompok Berisiko Tinggi di Indonesia (STPB). Depkes RI. 2007.

12. Yanofsky, V.R., Patel, R.V., Goldenberg. Genital Warts; A Comprehensive Review. Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology. 2012; 5(6): 25-36.

13. Grossman, D., Leffel, D.J. Squamous Cell Carcinoma. In: Goldsmith L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S., Leffell D.J., Wolff K., editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th Ed. New York: McGraw Hill; 2012. p.

1283-93..

(16)

16 14. Weedon, D. Condyloma Acuminatum. In: Weedon's Skin Pathology. 3rd.

Brisbane: Churchill Livingstone Elsevier; 2010. p. 624-5.

15. Christine, J.K. Dermal Hypertrophies and Benign Fibroblastic/Myofibroblastic Tumors. In: Goldsmith L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S., Leffell D.J., Wolff K., editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th Ed. New York: McGraw Hill; 2012. p. 707-17..

16. Center for Disease Control and Prevention (CDC). Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines, 2010. MMWR 2010; 59(No.RR-12): 1-109.

17. Suryaatmadja, L. Penatalakasanaan Kondiloma Akuminata. In: Skin Infectoin and Venereal Diseases, Symposium on Dermatology in Daily Practice. Surabaya, March 29-30,2008; p: 67-8.

18. Zanotti, K.M., Belinson, J. Update on the Diagnosis and Treatment of Human Papillomavirus Infection. Cleveland Clinic Journal of Medicine 2002; 69: 2-9.

19. Dunne, E.F., Burstein, G.R., Stone, K.M. Anogenital Human Papillomavirus Infection in Males. Adolescent Medicine 2003; 14(3): 613-32.

20. Kreuter, A., Wieland, U. Human papillomavirus-associated diseases in HIV- infected men who have sex with men. Current Opinion in Infectious Disease.

2009; 22:109-114.

21. Poggio, J.L. Premalignant Lesions of the Anal Canal and Squamous Cell Carcinoma of the Anal canal. Clin Colon Rectal Surg 2011; 24: 177-92.

22. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Perawatan, dukungan dan Pengobatan bagi ODHA. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2003.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dengan judul “PERBANDINGAN PENGGUNAAN DUA MERK SEMEN PCC

Metode yang digunakan adalah dengan membandingkan jumlah konflik yang terjadi dengan karakteristik pergerakan di persimpangan, yaitu pergerakan membelok, waktu

Meskipun demikian terdapat berbagai permasalahan dalam kegiatan penyuluhan pertanian, diantaranya adalah masih kurang memadainya keterampilan dan kredibilitas

Ibu tercinta yang telah merawat amanat dari Sang Khalik yang senantiasa semangat merawat saya sendiri sejak saya berusia 7 tahun, terima kasih atas kasih

Seperti saat teman-teman dari jurusan tari akan mengadakan pertunjukan dalam rangka membantu perpisahan KKN Universitas Muhammadiyah Malang yang pada saat itu juga sedang

PEKERJAAN KHUSUS, JABATAN, TUGAS, KEAHLIAN dengan reputasi Regional Propinsi org/keg 1.500.000 Praktisi :. dengan reputasi Internasional

Beberapa survei dan penelitian menguatkan bahwa betapa penting kemampuan untuk bisa mendengar, bahkan banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa kemampuan seseorang untuk

Penelitian ini pada dasarnya untuk menganalisis indeks erosivitas serta mengetahui besarnya erosivitas berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti jenis