61
DAN PEMAKNAAN MASYARAKAT DESA WONOSARI KECAMATAN SIWALAN KABUPATEN PEKALONGAN TERHADAP BATU AKIK
A. Analisis Hadits Tentang Batu Akik
Setelah dilakukan takhrij (penelusuran) melalui kitab Mu‟jam Mufahras Li al-Fadz al-Hadits al-Syarif terhadap hadits Nabi SAW
tentang batu akik, dengan kata kunci
,
, dan terkumpul beberapahadits dalam kutub al-sittah dari riwayat Anas bin Malik.
1. Shahih Muslim terdapat dalam Bab Fi Khatam al-Waraq Faṣ ṣ uhu Ḥabasyiyyun hadits no. 2094.
2. Shahih Bukhari terdapat dalam kitab al-Libās bab Khatam al-Fiḍ ḍ ah hadits no. 5868.
3. Sunan Abu Dawud, kitab al-Khatam bab Mā Jāa Fi Ittikhaẓ al- Khatam Hadits no. 4216.
4. Sunan al-Nasa’i, kitab al-Zinah bab Sifat al-Khatam al-Nabi SAW hadits no. 5206, 5207, 5208, 5209, 5210.
5. Sunan Ibnu Majah, kitab al-Libās bab Naqsyu al-Khatam hadits no.
3641, bab Man Ja‟ala Faṣ al-Khatamuh Mimma Yali Kaffihi hadits no. 3649
6. Sunan al-Tirmidzi, kitab al-Libās bab Ma Jaa Fi Khatam al- Fiḍḍah hadits no. 1739.1
Dengan rincian hadits sebagai berikut:
1. Shahih Muslim terdapat dalam Bab Fi Khatam al-Waraq Faṣṣuhu Ḥabasyiyyun hadits no. 2094.2
Telah memberitahukan kepada kami Yahya bin Ayyub, telah memberitahukan kepada kami Abdullah bin Wahhab al-Miṣ ri, telah memberitahukan kepadaku Yūnus bin Yazīd, dari Ibnu Syihāb, telah memberitahukan kepadaku Anas bin Mālik, beliau berkata, cincin Rasulullah SAW terbuat dari perak dan mata cincinnya dari batu habasyah.
Dan telah memberitahukan kepada kami Uṡmān bin Abi Syaibah dan Abbad bin Musa, mereka berdua berkata, telah memberitahukan kepada kami Ṭalhah bin Yahya beliau adalah al- Anṣari kemudian al-Zurqi, dari Yūnus, dari Ibnu Syihab, dari Anas bin Mālik, sesungguhnya Rasulullah SAW memakai cincin perak
1 Arnold John Wensinck, Mu‟jam Mufahras Li al-Fadz al-Hadits al-Syarif Juz 5, (Leiden, E.J Brill), hlm 148
2Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim juz 2,(Qanaah) hlm. 241
ditangan kanan beliau, mata cincinnya dari batu habasyah. Beliau meletakkan mata cincinnya di dalam telapak tangannya.
Dan telah memberitahukan kepadaku Zuhair vin Harb, telah memberitahukan kepadaku Ismail bin Abi Uwais, telah memberitahukan kepadaku Sulaiman bin Bilāl dari Yūnus bin Yazīd dengan rangkaian sanad ini seperti hadits Ṭalhah bin Yahya.
2. Shahih Bukhari terdapat dalam kitab al-Libās bab Khatam al- Fiḍḍah hadits no. 5868.3
Telah memberitahukan kepada kami Isḥāq, telah mengabarkan kepada kami Mu‟tamir, beliau berkata, saya mendengar Ḥumaid bercerita, dari Anas bin Mālik r.a. sesunggunhnya cincin Nabi SAW terbuat dari perak dan mata cincinnya juga dari perak.
Dan Yahya bin Ayyub berkata, telah memberitahukan kepadaku Ḥumaid, beliau mendengar dari Anas bin Mālik, dari Rasulullah SAW.
3. Sunan Abu Dawud, kitab al-Khatam bab Mā Jāa Fi Ittikhaẓ al- Khatam Hadits no. 4216.4
Telah memberitahukan kepada kami Qutaibah bin Sa‟īd dan Ahmad Ṣ ālih, mereka berdua berkata, telah memberitahukan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengabarkan kepadaku Yūnus bin Yazīd, dari Ibnu Syihāb, beliau berkata telah memberitahukan
3Abi Abdillah bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari Juz 4, (Damaskus: Dar al-Ulum al- Insaniyah), hlm. 2073.
4Abu Dawud Sulaiman Ibn Asyats al-Sijistany, Sunan Abi Dawud Juz 4, (Beirut, Libanon: Dar al-Fikr), hlm. 88
kepadaku Anas, beliau berkata Cincin Rasulullah SAW terbuat dari perak dan mata cincinnya dari batu habasyah.
4. Sunan al-Nasa’i, kitab al-Zinah bab Sifat al-Khatam al-Nabi SAW hadits no.. 52065
Telah mengabarkan kepada kami al-Abbās bin Abdil Aẓīm al-Anbari, beliau berkata telah memberitahukan kepada kami Uṡmān bin Umar, beliau berkata telah memberitahukan kepada kami Yūnus dari al-Zuhri dari Anas bin Mālik, sesungguhnya Nabi SAW memakai cincin dari perak dan mata cincinnya dari habasyah dan mata cincinnya diukir nama beliau.
hadits no. 52076
Telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar bin Ali, beliau berkata telah memberitahukan kepada kami Abbad bin Musa, beliau berkata telah memberitahukan kepada kami Ṭalhah bin Yahya, beliau berkata telah mengabarkan kepadaku Yūnus bin Yazīd dari Ibnu Syihab dari Anas bin Mālik beliau berkata, cincin Rasulullah SAW terbuat dari perak, beliau memakainya ditangan kanan. Adapun mata cincinnya dari habasyah beliau letakkan di dalam telapak tangannya.
5Ahmad bin Syu’aib al-Khurasani, Sunan al-Nasa‟i Juz 8, (Beirut, Libanon: Dar al-Fikr), hlm. 181.
6Ahmad bin Syu’aib al-Khurasani, Sunan al-Nasa‟i Juz 8, hlm. 182.
hadits no. 52087
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Khālid bin Khaliyyi al-ḥimṣi beliau berkata ayahku telah mengabarkan kepadaku, ayahku berkata telah memberitahukan kepada kami Salamah, dia adalah Abdul Mālik al-„Auṣi, dari Hasan dia adalah Ibn Ṣālih bin Ḥayy dari „Aṣim dari Ḥumaid al-Ṭawīl dari Anas bin Mālik, beliau berkata cincin Rasulullah SAW terbuat dari perak dan mata cincinnya juga dari perak.
Hadits no. 52098
Telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar bin „Ali, beliau berkata telah memberitahukan kepada kami Umayyah bin Biṣṭām beliau berkata telah memberitahukan kepada kami Mu‟tamir beliau berkata saya mendengar Ḥumaid dari Anas, sesungguhnya cincin Nabi SAW terbuat dari perak dan mata cincinnya juga dari perak.
Hadits no. 52109
7Ahmad bin Syu’aib al-Khurasani, Sunan al-Nasa‟i Juz 8, hlm. 182.
8Ahmad bin Syu’aib al-Khurasani, Sunan al-Nasa‟i Juz 8, hlm. 183.
9Ahmad bin Syu’aib al-Khurasani, Sunan al-Nasa‟i Juz 8, hlm. 183.
Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaimān, beliau berkata telah memberitahukan kepada kami Musa bin Dāwud, beliau berkata telah memberitahukan kepada kami Zuhair bin Mu‟āwiyah dari Ḥumaid dari Anas beliau berkata, cincin Nabi SAW terbuat dari perak dan mata cincinnya juga dari perak.
5. Sunan Ibnu Majah, kitab al-Libās bab Naqsyu al-Khatam hadits no.
3641.10
Telah memberitahukan kepada kami Muhammad bin Yahya, telah memberitahukan kepada kami Uṡmān bin Umar, telah memberitahukan kepada kami Yūnus dari al-Zuhri dari Anas bin Mālik, sesungguhnya Rasulullah SAW memakai cincin yang terbuat dari perak dan mata cincinnya dari batu habasyah serta nama beliau terukir di dalamnya.
Bab Man Ja‟ala Faṣ al-Khatamuh Mimma Yali Kaffihi hadits no.
3649.11
Telah memberitahukan kepada kami Muhammad bin Yahya, telah memberitahukan kepada kami Ismail bin Abi Uwais, telah memberitahukan kepadaku Sulaiman bin Bilāl dari Yūnus bin Yazīd al-„Ayli dari Ibnu Syihāb dari Anas bin Mālik, sesungguhnya Rasulullah SAW memakai cincin yang terbuat dari perak dan mata cincinnya dari batu habasyah, beliau meletakkan mata cincinnya di dalam telapak tangannya.
10Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qaswaini, Sunan Ibn Majah Juz 2, (Beirut, Libanon: Dar al-Fikr), hlm. 387
11 Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qaswaini, Sunan Ibn Majah Juz 2, hlm. 389
6. Sunan al-Tirmidzi, kitab al-Libās bab Ma Jaa Fi Khatam al- Fiḍḍah hadits no. 173912
Telah memberitahukan kepada kami Qutaibah dan orang lain, dari Abdullah bin Wahab, dari Yūnus, dari Ibnu Syihāb, dari Anas bin Mālik, beliau berkata Cincin Rasulullah SAW terbuat dari perak dan mata cincinnya juga dari perak.
At-Tirmiżi berpendapat pada bab yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Buraidah, bahwa kualitas hadits dari sanad ini adalah hasan shahih gharib.
Kualitas dari hadits tentang batu akik yang telah disebutkan diatas adalah shahih. Imam at-Tirmiżi menilai kualitas hadits yang diriwayatkannya sebagai hadits hasan shahih gharib.
B. Analisis Pemahaman Masyarakat Desa Wonosari Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan Terhadap Hadits Tentang Batu Akik
Dalam memahami hadits tentang batu akik yang telah disebutkan di atas. Masyarakat Desa Wonosari Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan cara memahaminya berbeda-beda. Ada yang memahaminya dari segi makna beserta lafadznya, ada yang memahaminya dari segi maknanya saja, ada yang memahaminya dari penjelasan atau maksud dari
12Abi Isa Muhammad bin Isa bin Surah al-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi Juz 3, (Beirut, Libanon: Dar al-Fikr, 1978), hlm. 140.
suatu hadits tanpa mengetahui teks haditsnya, dan adapula yang tidak mengetahui serta tidak memahami hadits tentang batu akik.
Dari data yang diperoleh penulis didapatkan fakta, ada salah satu informan yang memahami bahwa mata cincin yang dipakai oleh Nabi SAW adalah batu yang berasal dari Yaman. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dan Imam Tirmiżi disebutkan:
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi:
Telah memberitahukan kepada kami Yahya bin Ayyub, telah memberitahukan kepada kami Abdullah bin Wahhab al-Miṣ ri, telah memberitahukan kepadaku Yūnus bin Yazīd, dari Ibnu Syihāb, telah memberitahukan kepadaku Anas bin Mālik, beliau berkata, cincin Rasulullah SAW terbuat dari perak dan mata cincinnya dari batu habasyah.
2. Hadits dari riwayat al-Tirmiżi
Telah memberitahukan kepada kami Qutaibah dan orang lain, dari Abdullah bin Wahab, dari Yūnus, dari Ibnu Syihāb, dari Anas bin Mālik, beliau berkata Cincin Rasulullah SAW terbuat dari perak dan mata cincinnya juga dari perak.
13 Hadits ini terdapat dalam beberapa kitab primer, yaitu Kutub al-Sittah diantaranya, Shahih Bukhari hadits no. 5868, Shahih Muslim hadits no. 2094, Sunan Abi Dawud hadits no.
4216, Sunan al-Nasa’i hadits no. 5206, 5207, 5208, 5209, 5210, Sunan Ibnu Majjah hadits no.
3641, 3649, Sunan al-Tirmiżi hadits no. 1739.
14 Takhrij dari hadits ini sama seperti hadits sebelumnya.
Dari dua teks tersebut, terdapat perbedaan kata yang memiliki makna sama (sinonim), yaitu kata wariq dan fiḍḍah. Kedua kata tersebut memiliki makna yang sama yaitu perak. Kata wariq dan fiḍḍah menjelaskan bahwa cincin Nabi Muhammad SAW adalah cincin yang terbuat dari bahan perak.
Hadits di atas juga menjelaskan mengenai mata cincin yang berasal dari batu Habasyah, Para ulama berpendapat, kata ḥabasyiyyan artinya batu akik atau onyx berwarna hitam. Batu itu tambangnya ada di Habasyah dan Yaman.Ada yang mengatakan bahwa warnanya hitam. Di dalam kitab Sahih Bukhari dari riwayat Humaid dari Anas disebutkan yang artinya,
“mata cincinnya dari tempat beliau”. Ibn Abdil Bar berkata, pendapat ini lebih kuat. Sementara itu ulama lain berpendapat keduanya benar.
Rasulullah SAW pada suatu waktu memasang mata cincin dari batu yang ada ditempat beliau, pada waktu yang lain memasang batu akik berwarna hitam. Dalam hadits lain disebutkan bahwa mata cincinnya dari batu akik.15
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, terdapat keterangan yang artinya “adapun mata cincinya juga dari perak”
hal ini tidak bertentangan dengan riwayat yang di sampaikan oleh Imam Muslim dan para penulis kitab sunan lainnya, melalui sanad (mata rantai) Ibnu Wahab, dari Yūnus dari Ibnu Syīhab dari Anas, yang artinya “cincin
15Imam Nawawi, Penerjemah Fathoni Muhammad dkk, Syarah Shahih Muslim Juz 10, (Jakarta: Darus Sunah 2014), hlm. 117
Nabi SAW berasal dari wariq (perak) dan mata cincinnya dari habasyah”, karena bisa dipahami bahwa cincin itu lebih dari satu sehingga kalimat
“Habasyah” diartikan batu yang berasal dari negeri Habasyah, atau seperti warna Habasyah, atau ia adalah batu akik yang didatangkan dari negeri Habasyah. Kemungkinan lain, penisbatan mata cincin itu kepada Habasyah karena sifatnya, baik dari segi pembuatan atau ukirannya.16
Dari semua informan yang peneliti wawancarai, mayoritas kurang begitu memahami hadits tentang batu akik, hanya sebagian kecil saja yang memahaminya. Salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat Desa Wonosari Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan kurang memahami hadits adalah faktor pendidikan. Bisa dikatakan bahwa sumber daya masyarakatnya tergolong rendah, karena sebagian besar penduduknya hanya bersekolah pada jenjang dasar saja, yaitu sekolah dasar (SD).
C. Analisis Pemaknaan Masyarakat Desa Wonosari Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan Terhadap Batu Akik
Setelah dipaparkan dalam bab tiga mengenai pemaknaan masyarakat Desa Wonosari Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan terhadap batu akik. Berawal dari perspektif religi, ekonomi, mistik dan seni. Penulis kemudian akan menganalisa pemaknaan mereka terhadap batu akik dari berbagai perspektif, yang diurutkan sesuai dengan sub bab yang ada dalam bab tiga.
16Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Penerjemah Amiruddin, Fathul Baari Juz 28, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008) hlm 702
1. Perspektif Religi
Pemaknaan batu akik dari perspektif religi, karena penggunaan batu akik merupakan suatu kesunnahan, seperti keterangan yang telah dipaparkan oleh kyai Buchori, mengenai penjelasan batu akik dalam perspektif hadits, dijelaskan pada kitab Shahih Muslim hadits no 2094 Bab Fi Khatam al-Waraq Fashshuhu Khabasyiyyun dengan teks hadits sebagai berikut:
Telah memberitahukan kepada kami Yahya bin Ayyub, telah memberitahukan kepada kami Abdullah bin Wahhab al-Miṣ ri, telah memberitahukan kepadaku Yūnus bin Yazīd, dari Ibnu Syihāb, telah memberitahukan kepadaku Anas bin Mālik, beliau berkata, cincin Rasulullah SAW terbuat dari perak dan mata cincinnya dari batu habasyah. (H.R. Muslim no 2094).
Atas dasar hadits di atas, sebagian masyarakat Desa Wonosari Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan memaknai penggunaan batu akik sebagai suatu kesunnahan. Tindakan seperti ini, yaitu melestarikan sunnah Nabi Muhammad SAW sering disebut dengan istilah living hadits.
17Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim juz 3, (Indonesia: Maktabah Dahlan) hlm. 1658.
2. Perspektif Ekonomi
Dalam pandangan sebagian masyarakat Desa Wonosari Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan terhadap batu akik perspektif ekonomi, didapatkan fakta bahwa batu akik bisa dijadikan sebagai komoditi perdagangan. Menurut Musbikhin (penjual batu akik), dengan dijadikannya batu akik sebagai komoditi perdagangan, bisa dijadikan sebagai peluang usaha. Selain itu, dengan populernya batu akik, ekonomi masyarakat kalangan bawah sampai menengah bisa meningkat. Karena munculnya lapangan pekerjaan baru, seperti jual- beli batu akik. Dampak lain dari populernya batu akik bagi masyarakat desa tersebut adalah munculnya pengrajin batu akik.
Dari fakta yang didapatkan di lapangan dapat disimpulkan, bahwa dengan populernya batu akik bisa dimanfaatkan sebagai peluang usaha. Hal ini tidak bertentangan dengan peradaban zaman dahulu, di China 4.500 SM ukiran-ukiran dari batu jadeite (giok) telah dikenal. Pada saat yang hampir sama seniman-seniman Sumeria dan Mesir juga membuat perhiasan dengan mengukir batu permata maupun batu akik dari jenis batu lapis lazuli, turquoise (pirus), chalcedony, amethyst (kecubung), serta lainnya. Batu permata maupun batu akik pada zaman itu merupakan batu yang berharga dan memiliki nilai jual
tinggi.18 Sehingga sekitar 3500 SM di daerah Mesir mulai dilakukan penambangan batu akik.19
Dengan semakin berkembangnya zaman dan peradaban manusia, berbagai jenis permata mulai ditambang secara lebih teratur dari berbagai daerah penghasil, dengan demikian perdagangan batu permata kian berkembang pesat. Orang Mesir menambang batu turquoise di Sinai dan batu amethyst (kecubung) di dekat Aswan. Kini banyak tambang di dunia yang telah ditemukan seperti di Amerika Utara, Amerika Selatan, Afrika, Australia, Siberia, Brazil, Colombia, Thailand, Vietnam, Cina, Indonesia, Madagaskar, dan dibanyak tempat di benua Eropa.20
Di Indonesia sendiri tepatnya pada tahun 2015, batu akik menjadi sangat populer dikalangan masyarakat. Kepopuleran batu akik menjalar keberbagai daerah Nusantara, dari perkotaan sampai pelosok desa, bahkan sampai di Desa Wonosari Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan. Masyarakat desa tersebut merasakan dampak dari kepopuleran batu akik, ekonomi masyarakat mulai terdongkrak karena populernya batu akik. Banyak para pengrajin maupun penjual batu akik yang memanfaatkan momentum ini, sehingga aktifitas ekonomi dapat berjalan dengan lancar.
18Mahardi Paramita, Kemilau Batu Permata, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 12
19 Evita P. Purnamasari, Batu Akik Karya Seni Berharga Jutaan, (Yogyakarta: Kobis, 2015) hlm. 13
20Mahardi Paramita, Kemilau Batu Permata, hlm. 12
3. Perspektif Mistik
Dalam persepsi sebagian masyarakat Desa Wonosari Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan, didapatkan fakta bahwa mereka percaya batu akik memiliki kekuatan mistik (hal ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh akal manusia biasa). Ada sebagian kalangan menggunakan batu akik sebagai jimat. Jimat adalah benda-benda keramat atau benda-benda pusaka yang dipercaya memiliki kekuatan ghaib sehingga dapat membantu menyelesaikan segala persoalan hidup.21
Penggunaan batu akik sebagai jimat, oleh Allah SAW dilarang karena bisa menjerumus kemusyrikan. Dalam surat Yusuf, ayat 106 dijelaskan:
Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).
Jimat dalam perspektif hadits Nabi SAW dijelaskan sebagai berikut:
21Abu Umar Abdillah, Dukun Hitam Dukun Putih, (Klaten: Wafa Press, 2006), hlm. 67
Telah memberitahukan kepada kami Abdullah, ayah saya telah memberitahukan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Abdul Ṣ amad bin Abdul Wariṡ telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muslim telah menceritakan kepada kami Yazīd bin Abi Manṣ ur dari Dukhain al-Ḥajr dari Uqbah bin Amr al-Jauhani, bahwa ada serombongan orang datang menemui Rasulullah SAW lalu beliau membaiat Sembilan orang dari mereka dan menahan satu orang.
Maka sahabat pun bertanya wahai Rasulullah, engkau bait Sembilan orang dan engkau biarkan orang ini?Beliau menjawab orang itu mengenakan tamimah (jimat) beliau kemudian memasukkan tanganya dan memutus tamimah (jimat) orang itu. Lalu beliau membaiatnya dan bersabda: barang siapa yang menggantungkan tamimah (jimat) maka ia telah berbuat syirik.(HR. Ahmad)
Dalam riwayat lain juga disebutkan
Abu Abdurrahman telah memberitahukan kepadakami, Ḥaywah telah mengabarkan kepada kami, Khalid bin Ubaid telah mengabarkan kepada kami, dia berkata saya mendengar Misyraḥ bin Hā‟ān, dia berkata saya mendengar Uqbah bin „Amir, dia berkata saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “barangsiapa yang mengenakan jimat, maka Allah tidak akan menyempurnakan hajatnya, dan barangsiapa yang mengenakan wada‟ah (jimat batu pantai) maka Allah ta‟ala tidak akan memberikan ketenangan kepadanya.” (HR.
Ahmad).
Dalam riwayat lain disebutkan
22Ahmad bin Hanbal Abu Abdillah al-Syaibani, Musnad Ahmad bin Hanbal Juz 4, (Beirut: Dar al-Fikr), hlm. 156.
23Ahmad bin Hanbal Abu Abdillah al-Syaibani, Musnad Ahmad bin Hanbal Juz 4, hlm.
154
Khalaf bin al-Walīd memberitahukan kepada kami, al- Mubarak memberitahukan kepada kami, dari Hasan, dia berkata, Imran bin Ḥuṣ ain mengabarkan kepadaku, bahwasannya Nabi SAW melihat di tangan seorang laki-laki terdapat gelang dari tembaga, maka beliau berkata, “Celaka engkau, apa ini?” Orang itu berkata,
“Untuk menangkal penyakit yang dapat menimpa tangan.”Beliau bersabda, “Ketahuilah, benda itu tidak menambah apapun kepadamu kecuali kelemahan, keluarkanlah benda itu darimu, karena sesungguhnya jika engkau mati dan benda itu masih bersamamu maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.” (HR. Ahmad)
Dari hadits-hadits yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa Rasulullah SAW melarang umatnya untuk memakai jimat.
Dijelaskan dalam haditsnya bahwa orang yang memakai jimat termasuk orang yang mempunyai penyakit hati yaitu syirik, Allah pun tidak akan menyempurnakan hajat seseorang yang memakai jimat serta tidak akan diberikan ketenangan dalam kehidupannya. Bagi orang yang sakit yang menyembuhkannya dengan menggunakan jimat tidak akan diberikan kesembuhan, justru akan menambah penyakitnya sebagaimana yang dijelaskan pada hadits Nabi di atas.
Dalam riwayat lain dijelaskan “Barang siapa yang menggantungkan sesuatu maka urusannya akan diserahkan kepada sesuatu tersebut.” Allah tidak lagi melindungi mereka, tidak akan menjamin keselamatan, rezeki dan keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat. Urusannya diserahkan kepada sesuatu tersebut
24Ahmad bin Hanbal Abu Abdillah al-Syaibani, Musnad Ahmad bin Hanbal Juz 4, hlm.
445
padahal ia tidaklah dapat mendatangkan manfaat dan tidak pula dapat mencegah dari bencana.25
Pemahaman batu akik dari perspektif mistik ini, menggambarkan bahwa sebagian masyarakat Desa Wonosari Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan masih percaya dengan benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan mistik. Hal ini dipengaruhi oleh pendidikan masyarakatnya yang sebagian besar masih dibawah standar.
4. Perspektif Seni
Pemaknaan batu akik dari perspektif ini menurut sebagian kalangan masyarakat Desa Wonosari Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan dikarenakan batu akik adalah batu yang memiliki nilai estetika yang sangat tinggi, karena memiliki beragan varian warna, corak, dan terkadang di dalamnya terdapat motif gambar.
Kebanyakan masyarakat sekarang lebih melihat batu akik sebagai sebuah karya seni, bukan dari kekuatan mistisnya. Hal tersebut dikarenakan berubahnya kebudayaan masyarakat yang dulunya sangat percaya terhadap benda-benda yang bertuah dan bisa dijadikan sebagai pegangan atau jimat. Perubahan dari perspektif mistik keseni disebut sebagai transformasi budaya.
25Abu Umar Abdillah, Dukun Hitam Dukun Putih, hlm. 72.
Transformasi budaya secara teoritis diartikan sebagai suatu proses dialog yang terus menerus antara kebudayaan lokal dengan kebudayaan donor sampai tahap tertentu membentuk proses sintesa dengan berbagai wujud yang akan melahirkan format akhir budaya yang mantap. Dalam proses dialog sintesa, dan pembentukan format akhir tersebut didahului oleh proses inkulturisasi dan akulturasi.
Transformasi budaya di Indonesia telah berlangsung atas tiga tahap, yaitu:
a. Dari kebudayaan Jawa primitif ke arah terbentuknya format kebudayaan Jawa Hindu-Budha.
b. Dari kebudayaan Jawa Hindu-Budha ke arah format terbentuknya kebudayaan Jawa Hindu-Islam (kebudayaan lokal).
c. Bertemunya kebudayaan lokal dengan kebudayaan kolonial (Portugis, Inggris, Belanda).26
Dengan adanya dialog antara budaya yang terus menerus terjadi, sehingga menciptakan pergeseran nilai-nilai kebudayaan tersebut.
Tranformasi kebudayaan diperlukan karena bisa menuju zaman modern, yang merupakan perubahan serangkaian nilai-nilai dasar yang meliputi nilai teori, nilai sosial, nilai politik, nilai estetika, dan nilai agama.27
26Esti Ismawati, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm.
100
27Esti Ismawati, Ilmu Sosial Budaya Dasar, hlm. 100
Penyebab lain pergeseran pandangan dari mistik keseni adalah adanya interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-orang perorangan dengan kelompok-kelompok manusia. Suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi tanpa adanya dua hal, yakni adanya kontak sosial dan komunikasi.28
Bentuk-bentuk interaksi sosial dimulai dari bertemunya dua orang, saling menegur, berjabat tangan, berbicara, bahkan berkelahi.
Interaksi sosial merupakan bagian dari kehidupan sosial.
Berlangsungnya interaksi didasarkan kepada beberapa faktor, yaitu faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati.
a. Faktor imitasi, yaitu faktor yang mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Maksudnya, jika tokoh-tokoh masyarakat atau pemimpin berjalan diatas kaidah dan nilai yang berlaku maka akan ditiru oleh rakyatnya atau bawahannya.
b. Faktor sugesti, faktor ini berlangsung jika seseorang memberi pandangan, pemikiran, atau sikap yamg kemudian diterima pihak lain. Proses sugesti ini akan terjadi jika pihak yang memberi pandangan adalah orang-orang yang berwibawa, pengambil keputusan, atau otoriter.
28Esti Ismawati, Ilmu Sosial Budaya Dasar, hlm. 26
c. Faktor identifikasi, merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih dalam daripada imitasi.
Identifikasi berjalan manakala seseorang menemukan apa yang diidealkan, sehingga pandangan, sikap, maupun kaida-kaidah yang diidealkan itu menjadi melembaga, lebih dalam daripada faktor imitasi.
d. Faktor simpati, simpati adalah proses dimana seseorang merasa tertarik kepada pihak lain. Dalam proses ini perasaan memegang peranan penting meski dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk bekerja sama dengannya.29
Dari keempat faktor tersebut yang paling berpengaruh terhadap perubahan pandangan masyarakat Desa Wonosari Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan terhadap batu akik, dari perspektif mistik keperspektif seni adalah faktor imitasi.
Dengan adanya tayangan televisi yang begitu intens tentang batu akik, baik dari segi keindahannya, maupun dari segi harganya, mengakibatkan harga jualnya tinggi sehingga menambah minat masyarakat akan batu akik semakin tinggi. Bahkan dengan adanya public figur yang gemar memakai dan mengoleksi batu akik membuat kebanyakan masyarakat meniru. Hal ini sejalan dengan apa yang dimaksudkan oleh faktor imitasi.
29Esti Ismawati, Ilmu Sosial Budaya Dasar, hlm. 28
Faktor lain selain interaksi sosial yang menyebabkan pergeseran pandangan ini adalah pendidikan masyarakat. Kebudayaan suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh pendidikannya. Peranan pendidikan dalam perkembangan bahkan matinya suatu kebudayaan sangatlah besar. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan. Bahkan tanpa proses pendidikan tidak mungkin kebudayaan itu berlangsung dan berkembang bahkan memperoleh dinamikanya.30
Dengan banyaknya generasi-generasi muda yang bersekolah hingga kejenjang yang tinggi menyebabkan pandangan akan batu akik dari perspektif mistik bergeser ke perspektif seni. Karena di dalam pendidikannya diajarkan mengenai seni dan budaya. Penggunaan batu akik sebagai suatu kesenian, artinya batu yang memiliki keindahan, dewasa ini tidak hanya digunakan oleh kaum laki-laki saja, kaum perempuan pun sekarang banyak yang menggunakan batu akik sebagai perhiasan (dalam hal ini adalah cincin).Dapat disimpulkan bahwa pemakaian batu akik sebagai cincin dipakai oleh semua gender.
Di dalam ajaran Islam terdapat tata cara pemakaian batu akik (dalam bentuk cincin) yang disunahkan menurut hadits Nabi Muhammad SAW, seperti memakai cincin pada jari kelingking, yang dijelaskan dalam sebuah hadits
30H. A. R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, hlm.49.
Telah memberitahukan kepadaku Abu Bakar bin Khallād Al- Bāhili, telah memberitahukan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi, Ḥammād telah memberitahukan kepada kami bin Salamah, dari Ṡ abit, dari Anas, ia berkata, cincin Nabi SAW berada di sini, ia mengisyaratkan pada jari kelingking tangan kirinya”.
Dalam riwayat lain dijelaskan mengenai larangan memakai cincin pada jari tengah dan telunjuk, seperti yang dijelaskan oleh Nabi SAW melalui haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
Muhammad bin Abdullah bin Numair dan Abu Kuraib telah memberitahukan kepadaku, Seluruhnya dari Ibnu Idrīs –lafadz ini milik Abu Kuraib- Ibnu Idrīs telah memberitahukan kepada kami, ia berkata, aku mendengar Āṣ im bin Kulaib, dari Abu Burdah, dari Ali, ia berkata, “Beliau telah melarangku, yakni Nabi SAW, untuk memakai cincinku disini atau jari setelahnya –Āṣ im tidak mengetahui di kedua jari yang mana- dan melarangku memakai pakaian bergaris yang terbuat dari sutra dan duduk di atas hamparan pelana dari sutra. Ia berkata, Al-Qasi adalah pakaian bergaris yang diimpor dari Mesir dan Syam, pakaian tersebut menyerupai ini. Adapun Al-Mayatsir adalah hamparan yang digunakan kaum wanita untuk suami-suami mereka, seperti beludru berwarna merah menyala.”
31Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim juz 3,hlm. 1658.
32Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim juz 3,hlm. 1659.
Kaum muslimin sepakat bahwa menurut sunnah dalam memakai cincin untuk laki-laki adalah di jari kelingking, adapun untuk wanita boleh memakai cincin pada seluruh jari-jarinya. Para ulama berkata, hikmah dari tempatnya di jari kelingking adalah lebih menjauhkan diri dari kesibukan tangan, karena posisinya yang berada di paling ujung, dan juga karena tidak menyibukkan tangan dari pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan tangan tersebut.33
Di dalam hadits riwayat Ali diterangkan, “Rasulullah SAW melarangku untuk memakai cincin pada jariku ini atau ini.” Abu Burdah berkata, “beliau mengisyaratkan kepada jari tengah dan jari setelahnya.” Hadits ini juga diriwayatkan pada selain Muslim dan berbunyi, “jari telunjuk dan jari tengah.”34 Dari penjelasan hadits tersebut maka makruh hukumnya bagi laki-laki memakai cincin di jari tengah dan jari telunjuk.
33Imam Nawawi, Penerjemah Fathoni Muhammad, Suratman, Yum Roni Askosendra, Syarah shahih muslim juz 10, hlm. 118.
34Imam Nawawi, Penerjemah Fathoni Muhammad, Suratman, Yum Roni Askosendra, Syarah shahih muslim juz 10, hlm. 118.