• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KARAKTERISTIK SAPI PERAH FRIES HOLLAND (Studi Kasus pada Peternakan Rakyat di Wilayah Kerja KPSBU Lembang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EVALUASI KARAKTERISTIK SAPI PERAH FRIES HOLLAND (Studi Kasus pada Peternakan Rakyat di Wilayah Kerja KPSBU Lembang)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 1

EVALUASI KARAKTERISTIK SAPI PERAH FRIES HOLLAND

(Studi Kasus pada Peternakan Rakyat di Wilayah Kerja KPSBU Lembang)

CHARACTERISTICS EVALUATION OF DAIRY CATTLE FRIES HOLLAND

(A Case Study at KPSBU Lembang)

Firda Liesdiana*, Hermawan**, Heni Indrijani**

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363

*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016

**Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran email: firdaliesdiana@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik sapi perah Fries Holland (FH) pada peternakan rakyat di wilayah kerja KPSBU Lembang berupa sifat kuantitatif (lingkar dada, tinggi pundak, dan panjang badan) serta sifat kualitatif (ciri bangsa). Objek penelitian ini adalah pedet, dara, dan induk laktasi sapi perah FH yang berjumlah 213 ekor dari sampel 60 peternak di TPK Pojok, TPK Manoko, dan TPK Keramat. Berdasarkan analisis deskriptif, sapi perah usia 0-22 bulan memiliki ukuran tubuh yang bervariasi dengan koefisien variasi rata-rata diatas 10%, sedangkan induk laktasi memiliki ukuran tubuh cukup seragam dengan koefisien variasi rata-rata dibawah 10%. Ciri bangsa sapi perah FH di lokasi penelitian umumnya masih baik dengan keberadaan tanda putih putih pada dahi 92%, warna rambut bagian bawah ekor berwarna putih 97%, serta keempat kaki bagian bawah sebagian besar berwarna putih, dan terdapat 7 ekor atau 3% dari populasi sapi perah di wilayah kerja KPSBU Lembang yang masih memiliki seluruh kriteria ciri bangsa sapi perah FH.

Kata Kunci : karakteristik, Lembang, sapi perah fries holland, ukuran tubuh

Abstract

This study aims to evaluate the Fries Holland (FH) dairy cattle characteristic at people farm in KPSBU working area towards their quantitative (chest size, shoulder height and body length) and qualitative nature (nation characteristic). Research objects are 213 FH dairy cattle comprising calf, heifer and lactation dairy from 60 farmer samples in TPK Pojok, TPK Manoko and TPK Keramat. Based on descriptive analysis, dairy cattle age 0-22 months have various body sizes by average variation coefficient over 10%, while lactation parent have fairly uniform body sizes by average variation coefficient below 10%. FH dairy cattle nation characteristic in research locations are generally in good condition which indicated by 92%

white mark on their forehead, 97% white under tail hair colour and under four legs are mostly white. There are 7 heads or 3% from dairy cattle population in KPSBU Lembang working area still have whole criteria for FH dairy cattle nation characteristic.

Keywords : body size, cattle dairy, characteristic, fries holland, Lembang.

(2)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 2 PENDAHULUAN

Perkembangan usaha peternakan sapi perah pada umumnya dilakukan dalam dua bentuk usaha, yaitu peternakan rakyat dan perusahaan sapi perah. Usaha peternakan yang baik adalah usaha yang dapat mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia sehingga diperoleh performa produktivitas yang maksimal. Potensi sapi perah Fries Holland (FH) dapat dimaksimumkan dengan manajemen pemeliharaan yang baik, kualitas pemberian pakan, serta perbaikan mutu bibit. Perbaikan mutu bibit diantaranya melalui kegiatan seleksi terhadap berbagai sifat kuantitatif dan kualitatif, sehingga diperoleh bibit atau keturunan sapi perah FH yang baik. Sifat-sifat kuantitatif seperti lingkar dada, tinggi pundak, serta panjang badan sering dijadikan dasar dalam seleksi ternak. Selain itu, terdapat pula sifat-sifat kualitatif yang menjadi ciri khas utama pada sapi perah FH tersebut, seperti tanda putih pada dahi, ujung ekor yang berwarna putih, serta bagian bawah carpus (femur sampai batas teracak) yang berwarna hitam/putih.

Merujuk penelitian yang dilakukan pada tahun 2002 mengenai “Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah” yang diselenggarakan atas kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, sebagian besar sapi perah FH di Jawa Barat sudah memiliki ciri-ciri khusus bangsa berupa tanda putih pada dahi, ujung bulu ekor berwarna putih, dan kejelasan batas antar warna kulit hitam putih. Sedangkan pada sifat kuantitatif baik pedet betina, dara, maupun sapi laktasi secara keseluruhan memperlihatkan nilai-nilai rataan yang sudah cukup baik juga walaupun masih jauh lebih rendah dari standar ukuran tubuh bangsa sapi perah FH murni.

OBJEK DAN METODE 1. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah tongkat ukur, pita ukur, form checklist, dan alat penunjang lainnya seperti alat tulis, kalkulator, laptop berisi progam ms.excel serta kamera digital.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah induk laktasi dan/atau dara dan/atau pedet betina sapi perah Fries Holland (FH) yang berjumlah 213 ekor dari 60 peternak di TPK Pojok, TPK Manoko, dan TPK Keramat yang merupakan wilayah kerja KPSBU Lembang.

Karakteristik yang diamati pada penelitian ini adalah ukuran tubuh berupa lingkar dada, tinggi pundak, dan panjang badan serta ciri bangsa berupa segitiga pada dahi, warna rambut ekor

(3)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 3 dan warna pada bagian bawah carpus pada induk laktasi dan/atau dara dan/atau pedet betina sapi perah FH milik peternak responden.

2. Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, dengan teknik penentuan peternak secara proporsional, dan pengambilan sampel peternak responden dengan menggunakan metode random sampling. Kepada peternak responden dilakukan wawancara untuk mendapatkan data identitas responden dan kepemilikan ternak perahnya. Selanjutnya, dilakukan pengukuran dan pemeriksaan terhadap seluruh ternak sapi perah betina (induk, dan/atau dara, dan/atau pedet) yang dimiliki oleh peternak. Perhitungan data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif sederhana. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer, yaitu dengan mengukur ukuran tubuh sapi perah FH yakni lingkar dada (LD), tinggi pundak (TP), dan panjang badan (PB) serta pengamatan langsung ciri khas sapi perah yang masih melekat pada ternak yang dimiliki peternak responden.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Daerah Penelitian

Lembang adalah salah satu kecamatan dari Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Lembang berada pada ketinggian antara 1.312 hingga 2.084 meter di atas permukaan laut. Titik tertingginya ada di puncak Gunung Tangkuban Parahu. Sebagai daerah yang terletak di pegunungan, suhu rata-rata berkisar antara 17-27 °C dengan curah hujan sekitar 100-200 mm/bulan (BBPP Lembang, 2014). Sejak dahulu Lembang dikenal sebagai salah satu kawasan peternakan sapi perah terbaik di Jawa Barat, hal ini terbukti bahwa sejak tahun 1900 Sapi Perah Fries Holland murni yang masuk ke Jawa Barat mulai dipelihara di kawasan Lembang (Siregar, 1992). Namun seiring berjalannya waktu, Lembang kini telah mengalami pergeseran fungsi menjadi kawasan wisata. Pengaruh yang terjadi pada sektor peternakan sendiri yaitu para peternak sapi perah menjadi pindah ke daerah pinggiran karena pusat kawasan Lembang kini berubah menjadi kawasan industri dan wisata. Namun hal tersebut tidak berpengaruh pada sumber daya manusia dalam hal ini adalah peternak, meskipun telah terjadi pergeseran fungsi sebagai kawasan wisata, jumlah peternak di kawasan Lembang tidak berkurang tetapi malah bertambah, hanya saja populasi ternak sapi perah yang mengalami pengurangan jumlah.

KPSBU (Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara) Jawa Barat, yang berdiri sejak 8 Agustus 1971 ini merupakan koperasi primer tunggal usaha. Koperasi ini bertempat di Kompleks Pasar Panorama Lembang, Bandung, Jawa Barat. Pada mulanya Koperasi dibentuk

(4)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 4 sebagai suatu wadah bagi para peternak sapi perah yang berada di wilayah Kecamatan Lembang.

2. Pengamatan Ukuran Tubuh Sapi Perah Betina FH di Wilayah Kerja KPSBU Lingkar Dada

Tabel 1. Data pengamatan lingkar dada sapi perah FH Umur

(bulan)

N (ekor)

LD (cm)

4 3 114,8 ± 9,0

5 5 117,9 ±11,5

6 2 123,4 ±25,3

7 3 138,3 ±31,3

8 5 143,1 ±10,8

9 3 145,1 ±15,7

10 3 140,0 ±15,0

11 3 143,4 ± 6,7

13 2 144,4 ± 8,6

14 2 149,7 ±19,0

15 3 155,2 ±19,7

16 3 160,4 ±19,5

17 2 163,0 ±38,8

19 3 175,9 ±12,2

21 3 180,0 ±10,8

22 2 180,3 ± 7,1

Ukuran lingkar dada pedet sapi perah FH usia 1–22 bulan secara keseluruhan memiliki laju pertumbuhan yang terus meningkat pada tiap usianya, namun ada beberapa ternak yang memiliki ukuran lingkar dada lebih rendah dari usia yang lebih muda, dalam penelitian ini ditemukan sapi perah usia 10 bulan, 11 bulan, dan 13 bulan memiliki ukuran lingkar dada lebih rendah dibanding sapi perah usia 9 bulan (145,1 cm). Berdasarkan data yang diambil, nilai-nilai rataan lingkar dada pedet sapi perah FH usia 1-22 bulan masih beragam, hal tersebut terlihat dari koefisien variasi diatas 10% pada ternak usia 5 bulan, 6 bulan, dan 7 bulan. Sesuai dengan pernyataan dari Nasution (1992) apabila koefisien variasi diatas 10% maka data yang diperoleh tidak seragam. Perbedaan ukuran lingkar dada ini tentu disebabkan oleh berbagai faktor selain usia, diantaranya genetik, manajemen pakan, serta manajemen pemeliharaan sendiri (Makin, 2011). Berbeda dengan ukuran lingkar dada pada induk laktasi yang sudah mencapai titik inflaksi maka pada usia tersebut mengalami pertumbuhan yang melambat sehingga didapat koefisien variasi rendah.

Nilai-nilai rataan ukuran lingkar dada pedet usia 1–22 bulan dan induk laktasi tersebut sudah cukup baik dan mengalami peningkatan dari data yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama

Periode Laktasi

N (ekor)

LD (cm)

1 26 184,4 ±10,3

2 53 185,3 ±17,0

3 36 185,2 ±11,2

4 24 187,3 ±11,6

5 22 188,9 ± 7,4

6 5 193,9 ± 7,4

(5)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 5 antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.

Tinggi Pundak

Tabel 2. Data Pengamatan Tinggi Pundak Sapi Perah FH

Sama seperti pada pengukuran lingkar dada, usia sangat berpengaruh juga terhadap ukuran tinggi pundak. Semakin tinggi umur ternak maka tinggi pundak atau gumba pun semakin meningkat. Selain itu, laju pertumbuhan tinggi pundak dapat terjadi karena pengaruh manajemen pemberian pakan, genetik, serta kondisi ternak itu sendiri (Makin, 2011). Ukuran lingkar dada pedet sapi perah FH usia 1-22 bulan secara keseluruhan memperlihatkan nilai-nilai rataan yang masih bervariasi, hal tersebut terlihat dari koefisien variasi diatas 10% pada ternak usia 5 bulan, 6 bulan, dan 7 bulan. Sesuai dengan pernyataan dari Nasution (1992) apabila koefisien variasi diatas 10% maka data yang diperoleh tidak seragam. Berbeda dengan ukuran tinggi pundak pada induk laktasi yang sudah mencapai titik inflaksi maka pada usia tersebut mengalami pertumbuhan yang melambat sehingga didapat koefisien variasi rendah, hal tersebut menunjukkan bahwa data yang diperoleh seragam.

Nilai-nilai rataan ukuran tinggi pundak pedet usia 1 – 22 bulan dan induk laktasi tersebut sudah cukup baik dan mengalami peningkatan dari data yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.

Umur (bulan)

N (ekor)

TP (cm)

4 3 92,6± 0,8

5 5 94,1±11,8

6 2 96,2±22,7

7 3 99,5±22,0

8 5 115,8± 3,0

9 3 109,6± 7,2

10 3 113,6± 8,5

11 3 117,2±10,3

13 2 119,1± 4,7

14 2 121,0± 0,1

15 3 123,4±12,3

16 3 125,8± 6,3

17 2 127,8± 0,1

19 3 129,3± 2,5

21 3 130,7± 0,6

22 2 134,5± 2,4

Periode Laktasi

N (ekor)

TP (cm)

1 26 132,5± 4,7

2 53 134,4± 6,2

3 36 136,4± 7,2

4 24 137,1±12,5

5 22 136,1± 4,9

6 5 136,5± 2,5

(6)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 6 Panjang Badan

Tabel 3. Data pengamatan panjang badan sapi perah FH Umur

(bulan)

N (ekor)

PB (cm)

4 3 103,8± 4,6

5 5 105,1±11,7

6 2 106,7±29,7

7 3 111,3±24,5

8 5 126,0± 8,9

9 3 128,3±21,5

10 3 132,0±13,9

11 3 134,3±12,7

13 2 137,4± 4,1

14 2 140,4± 5,3

15 3 147,3±19,5

16 3 155,0± 2,6

17 2 162,9±13,3

19 3 162,7± 6,6

21 3 168,7±14,6

22 2 179,5± 2,8

Usia sangat berpengaruh juga terhadap ukuran panjang badan. Semakin tinggi umur ternak maka ukuran panjang badan pun semakin meningkat. Laju pertumbuhan panjang badan dapat terjadi karena pengaruh manajemen pemberian pakan, genetik, serta kondisi ternak itu sendiri (Makin, 2011). Hasil pengamatan parameter ukuran panjang badan pedet sapi perah FH usia 0 – 22 bulan secara keseluruhan memperlihatkan nilai-nilai rataan yang masih bervariasi, hal tersebut terlihat dari koefisien variasi yang tinggi yakni diatas 10% pada ternak usia 5 bulan, 6 bulan, 7 bulan, 9 bulan, 10 bulan, dan 15 bulan. Sesuai dengan pernyataan dari Nasution (1992) apabila koefisien variasi diatas 10% maka data yang diperoleh tidak seragam. Berbeda dengan ukuran tinggi pundak pada induk laktasi yang sudah mencapai titik inflaksi sehingga pada usia tersebut mengalami pertumbuhan yang melambat maka didapat koefisien variasi rendah, hal tersebut menunjukkan bahwa data yang diperoleh seragam.

Nilai-nilai rataan ukuran panjang badan pedet usia 0 – 22 bulan dan induk laktasi tersebut sudah cukup baik dan mengalami peningkatan dari data yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.

Periode Laktasi

N (ekor)

PB (cm)

1 26 164,6±20,2

2 53 168,5±22,0

3 36 173,0±13,6

4 24 178,0±14,6

5 22 174,8±16,9

6 5 172,8±20,4

(7)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 7 3. Pengamatan Ciri Bangsa Sapi Perah Betina FH di Wilayah Kerja KPSBU

Tanda Putih pada Dahi

Tanda putih pada dahi merupakan salah satu ciri khas sapi perah Fries Holland yang paling melekat. Tanda putih pada dahi diamati dari berbagai hal, diantaranya sebagai berikut:

a. keberadaan (ada/tidak ada)

b. bentuk (segitiga tegas/melebar kearah dahi) c. serta ukuran (kecil/sedang/besar)

Dari hasil pengamatan pada tanda putih di dahi diringkas dan dibagi menjadi 7 kriteria, antara lain:

1) Jelas Sedang (ada – segitiga tegas – sedang) 2) Jelas Kecil (ada – segitiga tegas – kecil) 3) Jelas Besar (ada – segitiga tegas – besar)

4) Tidak menutup diujung bawah (ada – melebar kearah dahi – kecil)

5) Lebih tidak menutup diujung bawah (ada – melebar kearah dahi – sedang) 6) Melebar searah tulang hidung (ada – melebar kearah dahi – besar)

7) Tidak terdapat tanda putih (tidak ada tanda putih pada dahi)

Dari hasil tersebut maka didapat ternak yang memiliki kriteria (1) sebanyak 59 ekor atau 27%, kriteria (2) sebanyak 27 ekor atau 13%, kriteria (3) sebanyak 59 ekor atau 27%, tidak terdapat ternak dengan kriteria (4) atau 0%, kriteria (5) sebanyak 16 ekor atau 7%, kriteria (6) sebanyak 41 ekor atau 19%, dan kriteria (7) sebanyak 16 ekor atau 7%.

Dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada umumnya sapi perah Fries

Holland yang berada di kawasan Lembang memiliki tanda putih dengan kriteria

“Jelas – Sedang” dan “Jelas – Besar”. Kriteria “Jelas – Sedang” tentu merupakan jenis tanda putih yang paling sesuai dengan ciri bangsa sapi perah FH murni. Jika merujuk pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak yang dilakukan pada tahun 2002, keberadaan tanda putih pada dahi yang sesuai dengan ciri bangsa sapi perah FH murni kini mengalami penurunan dari yang semula 29,4%. Hal tersebut terjadi karena semakin berkurangnya juga bibit sapi perah FH murni.

Karakteristik kualitatif pada sapi perah FH ini dapat terjadi karena adanya perubahan lingkungan berupa perubahan suhu yang secara langsung akan membuat ternak melakukan penyesuaian secara fisiologis dan tingkah laku (Yani dan Purwanto, 2006).

(8)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 8 Warna Rambut Ekor

Tabel 4. Data Pengamatan Warna Rambut Ekor Warna Bagian

Atas Ekor Jumlah (ekor) %

Hitam - Putih 151 71

Putih 43 20

Hitam 18 9

Putih - Hitam 1 0

Warna pada rambut ekor ini dibagi menjadi 2 bagian yang diamati, yaitu warna pada rambut ekor bagian atas dan warna pada rambut ekor bagian bawah. Dari hasil pengamatan, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas ternak yang berada di wilayah kerja KPSBU Lembang memiliki warna ekor bagian atas hitam-putih sedangkan bagian bawah ekor mayoritas berwarna putih. Ekor bagian bawah berwarna putih sudah sesuai dengan standarisasi ciri bangsa pada sapi perah FH murni. Jika merujuk pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah yang dilakukan pada tahun 2002, hal ini merupakan sebuah kemunduran dimana pada tahun 2002 didapat data warna putih pada rambut bagian bawah ekor sebesar 99,4%.

Warna Bagian Bawah Kaki

Tabel 5. Data Pengamatan Warna Bagian Bawah Kaki Warna Kaki

Depan-Kanan

Jumlah

(ekor) %

Putih 120 57

Hitam - Putih 86 40

Hitam 5 2

Putih - Hitam 2 1

Warna Bagian Bawah Ekor

Jumlah

(ekor) %

Putih 206 97

Hitam 4 2

Putih - Hitam 2 1

Hitam - Putih 1 0

Warna Kaki Depan-Kiri

Jumlah

(ekor) %

Putih 144 70

Hitam - Putih 62 29

Hitam 7 3

Putih - Hitam 0 0

(9)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 9 Warna Kaki

Belakang - Kanan

Jumlah (ekor) %

Putih 154 72

Hitam – Putih 54 25

Putih – Hitam 4 2

Hitam 1 1

Warna kaki bagian bawah yang diamati adalah dari keempat kaki, yaitu kaki depan-kanan, depan-kiri, belakang-kanan, dan belakang-kiri. Berdasarkan hasil pengamatan, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas warna kaki bagian bawah sapi perah FH yang terdapat di wilayah kerja KPSBU Lembang keempatnya berwarna putih. Hal tersebut sangat sesuai dengan standarisasi ciri bangsa sapi perah FH yang menyatakan bahwa standar bibit sapi perah FH murni memiliki bagian bawah kaki (carpus) berwarna putih.

KESIMPULAN

Ukuran tubuh pada sapi perah usia 4-22 bulan cenderung bervariatif, sedangkan pada induk laktasi pada umumnya sudah seragam. Merujuk pada penelitian tahun 2002, telah terjadi peningkatan ukuran tubuh (lingkar dada, tinggi pundak, panjang badan) yang signifikan, baik itu pada sapi perah laktasi maupun pedet dan dara.

Sapi perah FH yang terdapat di wilayah kerja KPSBU Lembang umumnya mengalami kehilangan ciri khas pada tanda putih di dahi dan warna bagian atas ekor. Merujuk pada penelitian 2002, terjadi penurunan mutu kualitiatif pada keberadaan tanda putih di dahi serta rambut bagian bawah ekor.

SARAN

Diperlukan data asal semen pejantan yang digunakan saat IB agar mengetahui ciri bangsa tetua pada sapi yang digunakan sebagai pejantan, apakah pejantan FH murni atau pejantan dari bangsa lain.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada kasih kepada dosen pembimbing utama Ir. Hermawan, MS., dan dosen pembimbing anggota Dr. Heni Indrijani, S.Pt., M.Si., yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan serta pengarahan sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik.

Warna Kaki Belakang - Kiri

Jumlah (ekor) %

Putih 159 75

Hitam – Putih 52 24

Hitam 2 1

Putih – Hitam 0 0

(10)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 10 DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2014. Kondisi Geografis Lembang. [Online] Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang. Available at : http://www.bbpp-lembang.info/index.php/profil/sekilas bbpp-lembang/kondisi-geografis (diakses 2 Juni 2016, pukul 21.55 WIB)

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2002. Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah.

Proyek Pembibitan Ternak Sapi Perah, Sapi Potong, Domba, Unggas, dan hewan Kesayangan di Masyarakat Jawa Barat. Kerjasama antara Dinas Peternakan Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung. hlm 20-36.

Makin, M. 2011. Tatalaksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu, Yogyakarta. hlm 9.

Nasution, A. 1992. Panduan Berfikir dan Meneliti Secara Ilmiah. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Siregar, S. 1992. Jenis Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha Sapi Perah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Yani, A. dan B. P. Purwanto. 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya. Media Peternakan.

(11)

Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 11

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Selanjutnya pada tabel 1 dan 2 secara berturut-turut nilai standar deviasi likuiditas perusahaan yang tidak mengalami financial distress dan perusahaan yang

Triac akan tersambung (on) ketika berada di quadran I yaitu saat arus positif kecil melewati terminal gate ke MT1,dan polaritas MT2 lebih tinggi dari MT1, saat triac terhubung

2) Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dengan arah berlawanan letakkan pada gigi bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien. 3) Lebarkan/jauhkan

Penelitian dengan judul “Analisis Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Food Court Matahari Department Store Jember” dilakukan dengan tujuan untuk

Dalam penelitian ini daya keluaran panel surya diperoleh menggunakan modul sensor tegangan dengan prinsip rangkaian pembagi tegangan dan modul sensor arus dengan resistor shunt

Selain benda yang terbuat dari kayu dan plastic, masih ada benda yang dibuat dari bahan yang lain, coba sebutkan.. Jawab: Kaca,

Tabel 4 menunjukkan nilai % SID untuk uji kesesuaian titik pusat image intensifier dengan monitor yang diujikan pada pesawat fluoroskopi intervensional masih di