• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan negara dalam pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Pajak bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui perbaikan dan peningkatan sarana publik. Alokasi pajak tidak hanya diberikan kepada rakyat yang membayar pajak tetapi juga untuk kepentingan rakyat yang tidak membayar pajak. Dengan demikian, peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan. Lembaga yang ditunjuk untuk mengelola pajak dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Target penerimaan pajak senantiasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Adanya tuntutan akan peningkatan penerimaan pajak mendorong Ditjen Pajak terus melakukan reformasi perpajakan berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan dan sistem administrasi perpajakan sehingga potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial serta memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak.

DJP melakukan modernisasi sistem administrasi perpajakan guna meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan sehingga dapat meningkatkan penerimaan negara.

Modernisasi perpajakan meliputi reformasi kebijakan, reformasi administrasi dan

reformasi pengawasan. Reformasi kebijakan terdiri dari amandemen undang-undang

antara lain UU No. 36 tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan, UU No. 16 tahun 2009

mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU No. 42 tahun 2009

mengenai PPN dan PPnBM. Reformasi administrasi merupakan reformasi yang

dilakukan berkaitan dengan organisasi, teknologi informasi dan SDM, sedangkan

reformasi pengawasan terkait dengan adanya kode etik pegawai seirama dengan

pelaksanaan good governance dan equal treatment dapat berjalan dengan baik. Dengan

demikian tujuan modernisasi perpajakan adalah (1) tercapainya tingkat kepatuhan

(2)

(tax compliance) yang tinggi, (2) tercapainya tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi dan (3) tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi.

Salah satu jenis pajak yang diterapkan di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari pajak penjualan (PPn), yang berdasarkan pada undang-undang Nomor 8 tahun 1983 yang ditetapkan sejak 1 April 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).Dasar pemikiran atas pajak pertambahan nilai PPN adalah untuk mengenakan pajak pada tingkat kemampuan masyarakat untuk berkonsumsi, yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung kepada konsumen (Asty, 2015).

Menurut data dari Kementrian Keuangan Republik Indonesia, penerimaan dari

sektor pajak dalam negeri khususnya penerimaan dari sektor PPN dan PPnBM

menyumbangkan total Rp 1408,77 triliun selama 5 tahun terakhir dari tahun 2009 hingga

tahun 2013 dan merupakan sektor penerimaan pajak terbesar ke dua setelah sektor Pajak

Penghasilan (PPh) Non Migas sebesar Rp 1719,25 triliun. Berdasarkan data tersebut

walaupun PPN masih berada di bawah PPh, membuktikan bahwa PPN masih

memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan dari sektor pajak dan juga pola

konsumtif masyarakat membuat sektor industri dan perdagangan memegang peran yang

penting sebagai sumber pemasukan negara.

(3)

Tabel 1.1

Penerimaan dari Sektor Pajak dalam Negri (dalam Triliun Rupiah) URAIAN 2009 2010 2011 2012 2013 PPh MIGAS 50.0 58.9 73.09 83.46 80.06 PPH Non Migas 267.6 298.2 358.02 381.29 416.14 PPN dan PPnBM 193.1 230.6 277.80 337.57 369.70

PBB 24.3 28.6 29.89 28.96 25.79

BPHTB 6.5 8.0 54.09 49.65 41.71

Cukai 56.7 66.2 77.01 95.02 101.86 Pajak Lainnya 3.1 4.0 3.92 4.21 5.06

Sumber: Kementrian Keuangan, Republik Indonesia (2015)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa PPN sangat berpengaruh terhadap penerimaan negara dalam sektor pajak sehingga penegakan hukum serta pengawasan yang dilakukan pemerintah untuk PPN cukup ketat. Salah satu bentuk pengawasan yang bisa dilakukan yaitu melalui faktur pajak. Faktur pajak adalah bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak atau bukti pemungutan pajak karena impor barang kena pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai (Mardiasmo, 2009;228).

Beberapa tahun terakhir, di Indonesia telah terjadi berbagai kasus penyimpangan

dalam bidang perpajakan salah satunya adalah kasus dugaan penerbitan faktur pajak

fiktif yang merupakan pelanggaran hukum atas penyelewengan dana negara. Perusahaan

menerbitkan faktur pajak tanpa melakukan transaksi merupakan tindak pidana. Dalam

aturan perpajakan, pengusaha hanya memungut pajak dari masyarakat, sedangkan

(4)

uangnya disetorkan ke kas negara, namun ada perusahaan yang tidak menjalankan ketentuan tersbut. Perusahaan menerbitkan faktur pajak fiktif kemudian hanya menyerahkan fakturnya kepada Dirjen pajak, tanpa fresh money yang sesuai dengan keterangan yang disebutkan dalam faktur pajak tersebut. Kasus pajak fiktif ini terjadi Kota Bandar Lampung, salah satunya adalah pada bulan Februari 2012, Pengadilan Tipikor Tanjung Karang baru saja mengadakan sidang atas penerbitan ratusan faktur pajak fiktif yang dilakukan oleh Alex Sitanggang, Direktur CV Silo Jaya Persada. Alex di duga telah menerbitkan faktur pajak tanpa melakukan transaksi (Radar lampung, 29 Februari 2012). Kemudian ada kasus pajak korporasi yang melibatkan PT Nian Abadi.

Pada kasus ini Kejaksaan Negeri Bandar Lampung telah menahan Tiara Anthoni sebagai pelaku penerbitan faktur pajak fiktif bersama rekan di PT Nian Abadi. Perbuatannya ini telah berlangsung selama Februari 2008-Desember 2009, dan telah merugikan negara sebesar 8,7 Milyar rupiah. Atas kesalahannya tersebut, Tiara diancam enam tahun penjara dan denda 2 kali dari maksimal 4 kali dari kerugian negara. Dua kasus tersebut di atas cukup untuk menyatakan bahwa potensi pajak fiktif perusahaan di Bandar Lampung adalah cukup tinggi dan hal ini menunjukan bahwa Direktorat Jendral Pajak perlu segera dibenahi sehingga kemampuan keuangan negara tidak makin terbatas.

Dalam upaya mengurangi terjadinya praktek faktur pajak fiktif, pada tahun 2013 Direktorat Jendral Pajak membuat E-tax Invoice (e-Faktur) yaitu sebuah aplikasi elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jendral Pajak yang digunakan untuk membuat faktur pajak (PER-16/PJ/2014). Kewajiban Penggunaan aplikasi e-Faktur sudah diterapkan secara nasional sejak tanggal 1 Juli 2016.

Penerapan e-Faktur dimaksudkan agar semua proses kerja dan pelayanan

perpajakan berjalan dengan baik, lancar, akurat serta mempermudah wajib pajak dalam

melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga kepatuhan wajib pajak diharapkan

akan meningkat. Hal ini juga berpengaruh terhadap kinerja PKP dalam melaporkan

kewajiban perpajakannya. Sebagaimana dijelaskan dalam (Mardiasmo, 2011:280), PKP

adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan

Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983

(5)

tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.dan perubahannya. Setiap WP sebagai pengusaha yang dikenai PPN berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Dalam uraian tersebut setiap PKP yang melakukan proses tranksaksi pembelian maupun penjualan Barang Kena Pajak ataupun Jasa Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk dilaporkan sebagai bukti kegiatan operasinya. Selama ini pembuatan dan pelaporan faktur pajak dilakukan oleh PKP secara manual, tetapi dengan adanya perubahan peraturan (PER-16/PJ/2014) yang merupakan munculnya kewajiban penggunaan e-Faktur, semua kegiatan pelaporan faktur pajak dibuat menjadi secara online dan terkomputerisasi. Perubahan sistem pelaporan faktur pajak ini menimbulkan sebuah pertanyaan bagaimana kesan pertama PKP atau persepsi PKP terhadap sistem baru tersebut, apakah nantinya sistem ini dapat diterima penerapannya oleh PKP dan apakah nantinya sistem ini mudah digunakan dan memiliki manfaat bagi PKP. Oleh karena itu persepsi PKP terhadap e-Faktur menjadi penting karena belum tentu semua PKP setuju dengan adanya penerapan sistem e-Faktur.

Penelitian ini penulis lakukan dengan menggunakan model acuan teori Technology Acceptance Model (TAM) yang dikembangkan oleh Davis (1989). Dalam penelitiannya TAM digunakan untuk meneliti faktor-faktor determinan dari penggunaan Sistem Informasi oleh pengguna. Hasil penelitian Davis menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi minat penggunaan sistem informasi dipengaruhi oleh persepsi kegunaan (perceived usefulness) dan persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use).

Menurut (DeLone dan McLean, 1992) juga menyatakan bahwa kesuksesan sistem informasi dipengaruhi oleh perceived information quality dan perceived system quality merupakan prediktor yang signifikan bagi user satisfaction. User satisfaction juga merupakan prediktor yang signifikan bagi intended use dan perceived individual impact.

Studi mengenai aplikasi empiris model DeLone dan McLean (1992) juga dilakukan oleh

Subramanian (2005) yang menunjukkan hasil bahwa terdapat asosiasi signifikan antara

kualitas informasi (information quality) dan kepuasan pengguna (user satisfaction),

antara penggunaan sistem (use) dan individual impact, kualitas informasi (information

(6)

quality) dan kualitas sistem (system quality), dan antara kepuasan pengguna (user satisfaction) dan kualitas sistem (system quality).

Penelitian terkait e-Faktur sudah pernah dilakukan sebelumnya seperti penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh Kurniawan (2015) yang membahas mengenai Penerapan e-Faktur di KPP Wancolo Surabaya. Dalam penelitiannya Kurniawan menjelaskan

bahwa penerapan e-Government melalui e-Faktur telah berjalan dengan baik dari sisi kegiatan operasional KPP dalam menyelenggarakn e-Faktur. Permata Sari (2015) dalam penelitiannya mengenai Penerapan e-Faktur Sebagai Perbaikan Sistem Administrasi PPN menurut persepsi konsultan pajak menjelaskan kekurangan dan kelebihan sistem e-Faktur. Dari hasil penelitian tersebut penulis tertarik untuk mencari tahu dari sisi persepsi PKP karena PKP yang merasakan secara langsung proses pembuatan dan pelaporan e-Faktur. Selain itu dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Adamson

& Shine (2003) mengenai TAM menunjukan bahwa penggunaan yang diwajibkan dan kesukarelaan bahwa perilaku dalam bekerja seharusnya memang tidak hanya didasarkan oleh adanya peraturan-peraturan tertulis yang mengatur pekerjaan tetapi karena adanya anggapan bahwa sistem diterapkan dalam rangka mempermudah dan membantu tugas-tugas. Oleh karena itu dalam penilitian ini peneliti ingin meneliti persepsi wajib pajak mengenai persepsi kebermanfaatan, persepsi kemudahan, dan persepsi kepuasan pengguna terhadap e-Faktur yang bersifat mandatory, sehingga muncul rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh persepsi kemudahan terhadap persepsi kegunaan e-Faktur oleh wajib pajak di kota Bandar Lampung?

2. Apakah terdapat pengaruh persepsi kegunaan terhadap kepuasan pengguna e-Faktur oleh wajib pajak di kota Bandar Lampung?

3. Apakah terdapat pengaruh persepsi kemudahan terhadap kepuasan pengguna e-Faktur oleh wajib pajak di kota Bandar Lampung?

4. Apakah terdapat pengaruh kepuasan pengguna terhadap minat penggunaan

e-Faktur oleh wajib pajak?

(7)

5. Apakah terdapat pengaruh persepsi kegunaan terhadap minat penggunaan

e-Faktur oleh wajib pajak?

(8)

BAB II

TELAAH LITERATUR

Technology Acceptance Model (TAM)

Technology Acceptance Model (TAM) dikembangkan untuk menjelaskan perilaku penggunaan komputer. Model TAM yang dikembangkan oleh Davis (1989) merupakan salah satu model yang paling banyak digunakan dalam penelitian teknologi informasi, perilaku akuntansi, dan psikologi. Menurut Gefen (2002) dalam Ainurrofiq (2007), sampai saat ini TAM merupakan model yang paling banyak digunakan dalam memprediksi penerimaan teknologi informasi. Tujuan model ini untuk menjelaskan faktor-faktor utama dari perilaku pemakai TI terhadap penerimaan penggunaan TI itu sendiri. Model TAM secara lebih terperinci menjelaskan penerimaan TI dengan dimensi- dimensi tertentu yang dapat mempengaruhi dengan mudah diterimanya TI oleh pemakai.

Gambar 1 :Technology acceptance Model (TAM)

Sumber: Davis, Bagozzi, dan Warshaw, (1989) dalam Hartono (2007)

Technology Acceptance Model (TAM) mendefinisikan dua persepsi dari pemakai teknologi yang memiliki suatu dampak pada penerimaan mereka. TAM menekankan pada persepsi pemakai tentang ”bagaimana kegunaan sistem untuk saya” dan ”semudah apakah sistem ini digunakan” adalah dua faktor kuat yang mempengaruhi penerimaan atas teknologi dan merupakan determinan fundamental dalam penerimaan pemakai.

Model ini menempatkan faktor sikap dan tiap-tiap perilaku pemakai dengan dua variabel

yaitu kegunaan (usefulness) dan kemudahan penggunaan (ease of use). Kemudahan

(9)

penggunaan serta kemanfaatan adalah dua karakteristik yang banyak dipelajari secara mendalam karena merupakan hal utama dalam Technology Acceptance Model (TAM).

Dengan demikian dapat dipahami reaksi dan persepsi pemakai TI akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan penggunaan TI, yaitu salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah persepsi pemakai atas kemanfaatan dan kemudahan penggunaan TI sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks penggunaan TI, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan TI menjadikan tindakan orang tersebut dapat menerima penggunaan TI (Azizul, 2002). Kedua variabel model TAM yaitu Kegunaan (usefulness) dan Kemudahan penggunaan (ease of use) dapat menjelaskan aspek keperilakuan pemakai (Igbaria.et.al, 1997) dalam Istianingsih dan Setyo (2007). Kesimpulannya adalah model TAM dapat menjelaskan bahwa persepsi pemakai akan menentukan sikapnya dalam penerimaan penggunaan teknologi informasi.

TAM yang orisinil sesungguhnya menyatakan bahwa penerimaan pemakai itu ditentukan oleh dua hal, yakni kesadaraan akan kegunaan (perceived usefulness) dan kesadaran akan kemudahan dari penggunaan (perceived ease of use). Model ini secara lebih jelas menggambarkan bahwa penerimaan penggunaan teknologi informasi dipengaruhi oleh kegunaan (usefulness) dan kemudahan penggunaan (ease of use). Chin dan Todd (1995) dalam Istianingsih dan Setyo (2007) membagi dua faktor pada variabel kegunaan yaitu:

kegunaan dan efektifitas dengan masing-masing dimensinya sendiri.

Ferguson (1997) dalam Charlesto Sekundera (2006) menunjukkan hasil

penelitian bahwa terdapat indikasi variable hasil kerja dipengaruhi oleh penggunaan

komputer mikro dan sikap pemakai komputer tersebut dipengaruhi oleh kemanfaatan

(usefulness) dan kemudahan penggunaan (ease of use). Dengan demikian model TAM

yang sudah banyak digunakan dalam penelitian keperilakuan tersebut akan peneliti pakai

dalam penelitian ini dengan mengambil tiga konstruk persepsi, yaitu

kegunaan/kemanfaatan (usefulness) dan kemudahan penggunaan (ease of use) serta

ditambah dengan kepuasan pengguna.

(10)

Aplikasi e-Faktur

Elektronik Faktur Pajak (e-Faktur) merupakan kebijakan baru yang dibuat oleh Direktorat Jendral Pajak yang tertuang dalam PER-16/PJ/2014 tentang tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak berbentuk elektronik. Faktur Pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-Faktur, adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan mulai diberlakukan pada 1 Juli 2014. Dalam peraturan tersebut Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang diwajibkan membuat e-Faktur adalah PKP yang telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Aplikasi atau sistem elektronik yang digunakan dalam pembuatan e-Faktur telah ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (user manual) yang merupakan satu kesatuan dengan aplikasi atau sistem elektronik tersebut.(Pasal 1, PER-16/PJ/2014;)

Persepsi Kegunaan

Persepsi kegunaan adalah tingkatan sejauh mana seseorang yakin bahwa menggunakan sebuah sistem akan meningkatkan kinerjanya (Davis, 1989). Persepsi kegunaan sistem bagi penggunanya berkaitan dengan produktifitas dan efektifitas sistem tersebut dari kegunaan dalam tugas secara menyeluruh. Menurut Chin dan Todd (1995) persepsi kegunaan dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu (1) persepsi kegunaan dengan estimasi satu faktor, dan (2) persepsi kegunaan dengan estimasi dua faktor (kegunaan dan efektifitas). Persepsi kegunaan dengan estimasi satu faktor meliputi dimensi:

a. Menjadikan pekerjaan lebih mudah b. Bermanfaat

c. Menambah produktifitas d. Mempertinggi efektifitas

e. Mengembangkan kinerja pekerjaan

(11)

Persepsi kegunaan dengan estimasi dua faktor oleh Chin dan Todd (1995) dibagi menjadi dua kategori lagi yaitu kegunaan dan efektifitas, dengan dimensi-dimensi masing-masing yang dikelompokkan sebagai berikut:

a. Kebermanfaatan meliputi dimensi : menjadikan pekerjaan lebih mudah, bermanfaat, menambah produktifitas.

b. Efektifitas meliputi dimensi : mempertinggi efektifitas, mengembangkan kinerja pekerjaan.

Dalam konteks e-Faktur di penelitian ini, persepsi kegunaan ini diartikan sebagai seberapa besar manfaat sistem e-Faktur bagi wajib pajak dalam proses pelaporan faktur pajak. Oleh karena itu, besarnya manfaat yang diperoleh mempengaruhi perilaku wajib pajak dalam menggunakan sistem tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan estimasi satu faktor dengan sedikit modifikasi menghilangkan satu indikator yang tidak cocok dengan persepsi kegunaan e-Faktur yaitu menjadikan pekerjaan lebih mudah, hal ini dikarenakan sasaran penelitian ini adalah wajib pajak bukan pegawai pajak. Sehingga pada penelitian ini indikator yang digunakan meliputi (1) Mengembangkan kinerja, (2) Manfaat sistem, (3) Menambah produktifitas, dan (4) Mempertinggi efektifitas.

Persepsi Kemudahan

Suatu sistem informasi dapat dikatakan berkualitas jika sistem tersebut dirancang

untuk memenuhi kepuasan pengguna melalui kemudahan dalam menggunakan sistem

informasi tersebut. Persepsi kemudahan penggunaan merupakan tingkatan dimana

seseorang percaya bahwa teknologi mudah untuk dipahami. Davis (1989)

mengungkapkan kemudahan yang dipersepsikan adalah tingkatan dimana seseorang

percaya bahwa pengunaan suatu sistem tertentu dapat menjadikan orang tersebut bebas

dari usaha (free of effort). Bebas dari usaha yang dimaksudkan adalah bahwa saat

seseorang menggunakan sistem, ia hanya memerlukan sedikit waktu untuk mempelajari

sistem tersebut karena sistem tersebut sederhana, tidak rumit, dan mudah dipahami,

sudah dikenal (familiar). Venkatesh dan Davis (2000: 201) membagi dimensi persepsi

kemudahan penggunaan menjadi berikut:

(12)

a. Interaksi individu dengan sistem jelas dan mudah dimengerti / dipahami.

b. Tidak dibutuhkan banyak usaha untuk berinteraksi dengan sistem tersebut.

c. Sistem mudah digunakan.

d. Mudah mengoperasikan sistem sesuai dengan apa yang ingin individu kerjakan (fleksibel).

Berdasarkan pengertian di atas, persepsi kemudahan penggunaan merupakan keyakinan atau penilaian seseorang bahwa sistem teknologi informasi (e-Faktur) yang akan digunakan tidak merepotkan saat akan digunakan dan mudah dipahami. Ketika seseorang menilai dan meyakini bahwa suatu sistem informasi mudah digunakan maka dia akan menggunakannya. Sebaliknya ketika seseorang menilai dan meyakini bahwa suatu sistem informasi tidak mudah digunakan maka dia tidak akan menggunakannya.

Sehingga indikator yang digunakan dalam penelitian ini meliputi (1) Fleksibilitas, (2) Mudah dipahami, (3) Mudah digunakan, dan (4) Mudah untuk berinteraksi.

Kepuasan Pengguna

Menurut Seddon dan Kiew (1994), kepuasan pengguna merupakan perasaan

bersih dari senang atau tidak senang dalam menerima sistem informasi dari keseluruhan

manfaat yang diharapkan seseorang dimana perasaan tersebut dihasilkan dari interaksi

dengan sistem informasi. Tiap pengguna mempunyai seperangkat manfaat yang

diharapkan atau aspirasi untuk sistem informasi. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan

perluasan di mana sistem dapat memenuhi atau gagal memenuhi aspirasi, pengguna

mungkin lebih atau kurang puas. Dengan demikian kepuasan pengguna dapat

didefinisikan sebagai seberapa jauh informasi yang disediakan untuk memenuhi

kebutuhan yang mereka perlukan. Kepuasan pengguna menggambarkan keselarasan

antara harapan seseorang dan hasil yang diperoleh dari adanya suatu sistem, di mana

seseorang tersebut turut berpartisipasi dalam pengembangannya. Dan ketidakmampuan

suatu sistem informasi tersebut memenuhi harapan pengguna dapat menyebabkan

kegagalan suatu sistem.

(13)

McGill, Hobbs, dan Klobas (2003), melakukan pengujian empiris terhadap keseluruhan dimensi dalam model keberhasilan sistem informasi dari DeLone dan McLean (1992). Pengujian mereka dilakukan pada lingkungan user yang sekaligus menjadi developer system. Hasil pengujian mereka menunjukkan bahwa kepuasan pengguna akhir suatu sistem informasi memainkan peranan signifikan dalam menentukan penggunaan sistem aplikasi. Dan terdapat 3 indikator yang mereka gunakan untuk mengukur kepuasan pengguna yaitu efisiensi sistem, keefektifan sistem, dan kepuasan.

Kepuasan sering dipakai sebagai proksi akan kesuksesan sebuah sistem informasi. Kesuksesan sebuah sisem informasi yang dapat mempengaruhi kepuasan pengguna dapat dilihat pada tingkat yang berbeda yaitu tingkat teknikal, semantik, dan keefektivan sistem. Tingkat teknikal dari komunikasi sebagai keakuratan dan keefisienan sistem komunikasi yang menghasilkan suatu informasi. Tingkat semantik merupakan kesuksesan informasi dalam menyampaikan maksud atau arti yang diharapkan. Tingkat keefektivan merupakan efek informasi pada penerima. Dalam model kesuksesan DeLone dan McLean, kualitas sistem mengukur kesuksesan teknikal, kualitas informasi mengukur kesuksesan semantik, dan pengunaan sistem, kepuasan pengguna, individual impact dan organizational impact mengukur kesuksesan keefektivan.

Sistem informasi memerlukan beberapa indikator untuk mengukur kepuasan

pengguna kaitannya dengan sistem e-Faktur yang diterapkan oleh direktorat Jenderal

Pajak. Dan dalam penelitian ini, variabel ini diukur dengan indikator McGill et al. (2003)

yang terdiri dari 3 item yaitu efisiensi sistem, keefektifan sistem, dan kepuasan, dan

ditambah dengan indikator lain yaitu kebanggaan pengguna saat menggunakan sistem

(Gita, 2010). Indikator kebanggaan ditambahkan karena ketika seseorang itu bangga

terhadap suatu sistem berarti orang tersebut merasa puas telah menggunakan sistem

tersebut. Indikator diperlukan karena kepuasan pengguna merupakan variabel lain yang

tidak dapat diukur secara langsung. Dan indikator penelitian ini meliputi (1) efisiensi

sistem, (2) keefektifan sistem, (3) kepuasan (rasa puas), dan (4) kebanggaan

menggunakan sistem.

(14)

Pengembangan Hipotesis

Pengaruh Persepsi Kemudahan terhadap Persepsi Kegunaan

Persepsi kemudahan didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha (Davis, 1989). Maksudnya adalah bahwa jika seseorang merasa percaya sistem informasi mudah digunakan, maka dia akan menggunakannya. Persepsi kemudahan ini telah diteliti sebagai kunci penentu dari penerimaan dan penggunaan teknologi. TAM memposisikan bahwa variabel persepsi kemudahan penggunaan mempengaruhi persepsi kegunaan yang dapat dijelaskan secara logis bahwa hal yang dipersepsikan lebih mudah digunakan akan lebih memberi manfaat atau kegunaan. Davis (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa persepsi pengguna terhadap kemudahan secara positif mempengaruhi persepsi pengguna terhadap kegunaan.

Penelitian Tangke (2010) juga menyimpulkan bahwa persepsi kemudahan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kegunaan.

Berdasarkan landasan teori yang telah disebutkan diatas dan penelitian terdahulu dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang yang memahami kemudahan penggunaan dari suatu teknologi informasi, berharap bahwa teknologi tersebut akan memberikan kegunaan bagi dirinya sendiri. Dengan demikian, dapat disusun hipotesis sebagai berikut.

H1 : Persepsi kemudahan e-Faktur berpengaruh signifikan positif terhadap persepsi kegunaan e-Faktur

Persepsi Kegunaan

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008), persepsi didefinisikan sebagai tanggapan

atau penerimaan langsung dari sesuatu atau atau proses seseorang mengetahui beberapa

hal melalui panca indra. Individu bertindak berdasarkan pada persepsinya tanpa

memperhatikan apakah persepsi tersebut akurat atau tidak akurat dalam menggambarkan

kenyataan. Penjelasan mengenai kenyataan mungkin akan sangat berbeda dari individu

yang satu dengan individu yang lain. Kehadiran suatu teknologi akan dipersepsikan

secara berbeda oleh seseorang. Ada seseorang yang menganggap teknologi tersebut akan

memberikan kemudahan dan manfaat tetapi ada pula yang berfikir sebaliknya.

(15)

Persepsi Kegunaan (perceived usefulness) didefinisikan sebagai “the degree to which a person believes that using particular system would enhance his or her job performance” (Davis, 1989). Artinya, persepsi kegunaan adalah suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu sistem tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang tersebut. Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa manfaat dari penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerja orang yang menggunakannya.

Manfaat teknologi informasi merupakan manfaat yang diharapkan oleh pengguna teknologi informasi dalam melaksanakan tugasnya. Pengukuran manfaat tersebut berdasarkan frekuensi penggunaan dan keragaman aplikasi yang dijalankan (Thompson et al. dalam Amijaya, 2010),. Thompson (dalam Amijaya, 2010) juga menyebutkan bahwa individu akan menggunakan teknologi informasi jika mengetahui manfaat positif atas penggunaan-nya. Aspek perilaku dalam penerapan sistem informasi mempunyai beberapa faktor yang cukup berperan terhadap penerimaan penggunaan sistem tersebut.

Persepsi kegunaan merupakan suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu sistem tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja, menambah produktifitas dan efektifitas kerja orang tersebut (Koeswoyo, 2006)). Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa manfaat dari penggunaan teknologi informasi adalah dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerja orang yang menggunakannya. Iyeh (2012) dalam penelitian yang dilakukannya menemukan bahwa Persepsi Kegunaan berpengaruh secara signifikan terhadap Kepuasan Pengguna. Semakin meningkat Persepsi Kegunaan menyebabkan meningkatnya Kepuasan Pengguna

Wajib Pajak yang memiliki persepsi Kegunaan yang tinggi maka akan termotivasi untuk menggunakan sistem tersebut sehingga mampu meningkatkan performa kerjanya. Seorang Wajib Pajak yang beranggapan bahwa sistem yang dikembangkan bermanfaat akan merasa bahwa harapan mereka terhadap sistem tersebut terpenuhi sehingga mereka cenderung puas ketika menggunakan sistem tersebut. Oleh karena itu persepsi kegunaan berpengaruh terhadap kepuasan penggunaan e-Faktur.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut.

(16)

H2: Persepsi kegunaan e-Faktur berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan pengguna e-Faktur

Pengaruh Persepsi Kemudahan terhadap Kepuasan Pengguna

Davis (1989) mendefinisikan persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) sebagai “the degree to which a person believes that using particular system wouldbe free of effort”. Artinya, suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu sistem tertentu akan terbebas dari usaha. Davis et al. (dalam Fullah dan Candra, 2012) lebih lanjut mengatakan bahwa usaha menurut setiap orang berbeda-beda tetapi pada umumnya untuk menghindari penolakan dari pengguna sistem atas sistem yang dikembangkan, maka sistem harus mudah diaplikasikan oleh pengguna tanpa mengeluarkan usaha yang dianggap memberatkan.

Intensitas penggunaan dan interaksi antara pengguna (user) dengan sistem juga dapat menunjukkan kemudahan penggunaan. Sistem yang sering digunakan menunjukkan bahwa sistem tersebut lebih dikenal, lebih mudah dioperasikan dan lebih mudah digunakan oleh penggunanya (Davis, 1989). Menurut Adam et al (dalam Maharsi dan Mulyadi, 2007), intensitas penggunaan dan interaksi antara pengguna (user) dengan sistem juga dapat menunjukkan kemudahan penggunaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan akan mengurangi usaha (baik waktu dan tenaga) seseorang di dalam mempelajari teknologi informasi. Artinya, konsep perceived ease of use menunjukkan tingkat dimana seseorang meyakini bahwa penggunaan sistem informasi adalah mudah dan tidak memerlukan usaha keras dari pemakainya untuk bisa menggunakannya.

Kemudahan penggunaan merupakan tingkatan dimana seseorang percaya bahwa teknologi informasi mudah untuk dipahami. Intensitas penggunaan dan interaksi antara pengguna (user) dengan sistem juga dapat menunjukkan kemudahan penggunaan. Sistem yang sering digunakan menunjukkan bahwa sistem tersebut lebih dikenal, lebih mudah dioperasikan dan lebih mudah digunakan oleh penggunanya (Auraningtyas, 2012).

Amanda dan Arfhan (2016) mengatakan dalam penelitiannya persepsi

kemudahan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna. Persepsi kemudahan

(17)

penggunaan menunjukkan tingkat kepercayaan wajib pajak seberapa mudahkah e-Faktur digunakan dalam bekerja dan mampu memenuhi harapan, sehingga mereka merasa puas telah menggunakannya. Wajib Pajak yang beranggapan bahwa sistem yang dioperasikan itu mudah akan cenderung terus menggunakan sistem tersebut. Kemudahan tersebut akan membuat wajib pajak merasa harapan mereka terhadap sistem tersebut telah terpenuhi sehingga mereka akan cenderung puas. Oleh karena itu tingkat persepsi kemudahan penggunaan e-Faktur berpengaruh terhadap kepuasan penggunaan e-Faktur. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

H3: Persepsi kemudahan e-Faktur berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan pengguna e-Faktur

Kepuasan Pengguna

Menurut Seddon dan Kiew (1994), kepuasan pengguna merupakan perasaan bersih dari senang atau tidak senang dalam menerima sistem informasi dari keseluruhan manfaat yang diharapkan seseorang dimana perasaan tersebut dihasilkan dari interaksi dengan sistem informasi. Tiap pengguna mempunyai seperangkat manfaat yang diharapkan atau aspirasi untuk sistem informasi. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan perluasan di mana sistem dapat memenuhi atau gagal memenuhi aspirasi, pengguna mungkin lebih atau kurang puas. Dengan demikian kepuasan pengguna dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh informasi yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan yang mereka perlukan. Kepuasan pengguna menggambarkan keselarasan antara harapan seseorang dan hasil yang diperoleh dari adanya suatu sistem, di mana seseorang tersebut turut berpartisipasi dalam pengembangannya. Dan ketidakmampuan suatu sistem informasi tersebut memenuhi harapan pengguna dapat menyebabkan kegagalan suatu sistem.

McGill, Hobbs, dan Klobas (2003), melakukan pengujian empiris terhadap

keseluruhan dimensi dalam model keberhasilan sistem informasi dari DeLone dan

McLean (1992). Pengujian mereka dilakukan pada lingkungan user yang sekaligus

menjadi developer system. Hasil pengujian mereka menunjukkan bahwa kepuasan

(18)

pengguna akhir suatu sistem informasi memainkan peranan signifikan dalam menentukan penggunaan sistem aplikasi. Dan terdapat 3 indikator yang mereka gunakan untuk mengukur kepuasan pengguna yaitu efisiensi sistem, keefektifan sistem, dan kepuasan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Raza, Siddiqquei, Awan, & Bukhari, 2012) menunjukan bahwa hubungan pada setiap variable independen dengan behavioral intention memiliki hubungan yang signifikan, namun satisfaction memiliki hubungan yang paling kuat diantara seluruh variable. Didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Lien, Wen, & Wu (2011) yang menjelaskan bahwa customer satisfaction memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap behavioral intention.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : H4: Kepuasan Pengguna e-Faktur berpengaruh signifikan positif terhadap

minat menggunakan e-Faktur

Persepsi Minat Menggunakan

Hanggono (2015) mendefinisikan bahwa minat perilaku menggunakan teknologi (behavioral intention to use) sebagai minat atau keinginan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Menurut Wibisono (2014) persepsi kegunaan didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan suatu teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi orang yang menggunakannya. Persepsi Kegunaan merupakan faktor penting dalam minat wajib pajak. Wajib Pajak yang beranggapan bahwa e-Faktur akan berguna bagi mereka dalam melaporkan SPT menyebabkan mereka tertarik menggunakannya.

Menurut Wibowo (2008) dalam shomad (2013) menjelaskan bahwa persepsi

kegunaan merupakan persepsi terhadap kemanfaatan yang didefinisikan sebagai suatu

ukuran bahwa penggunaan suatu teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi

orang yang menggunakannya. Dyanrosi (2015) mengatakan persepsi kegunaan

(perceived usefulness) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap minat perilaku untuk

menggunakan (behavioral intention to use) e-Faktur, wajib pajak orang pribadi menilai

e-Faktur telah memberikan keuntungan bagi wajib pajak dalam melaporkan pajaknya

(19)

namun tidak mempengaruhi minat perilaku untuk menggunakan (behavioral intention to use). Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H5: Persepsi kegunaan e-Faktur berpengaruh signifikan positif terhadap minat menggunakan e-Faktur.

Model Penelitian

H5 H2

H4 H1

H3

Gambar 2 Model Penelitian

Persepesi Kegunaan

e-Faktur

Persepesi Kemudahan

e-Faktur

Kepuasan Pengguna e-faktur

Minat Menggunakan

e-faktur

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan memberikan uraian atau gambaran mengenai fenomena atau gejala social yang diteliti dengan mendeskripsikan variable mandiri, baik satu variable atau lebih (independent) berdasarkan indikator-indikator dari variable yang diteliti tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antar variable yang diteliti guna untuk eksplorasi atau klasifikasi dengan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan variabel yang diteliti. (Iskandar, 2008:61)

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data subjek, yaitu penelitian yang berupa sikap, opini, pengalaman, atau karakteristik sekelompok orang yang menjadi subjek penelitian atau responden. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer. Data primer yaitu data yang berasal langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti (Cooper dan Emory, 1996) dalam Putut (2012). Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari Pengusaha Kena Pajak yang berada di kota Bandar Lampung dan menggunakan aplikasi e-Faktur. Data ini berupa kuesioner yang nantinya akan diisi oleh para PKP yang menjadi responden terpilih dalam penelitian ini. Jumlah Responden yang ditetapkan oleh peneliti sebanyak 60 responden, jumlah tersebut ditetapkan berdasarkan keterbatasan waktu pengerjaan penelitian.

Populasi dan Sampel

Sampel di dalam penelitian ini adalah para pengusaha kena pajak di Kota Bandar Lampung yang pernah melaporkan faktur pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience

(21)

sampling. Convenience sampling merupakan metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih sampel secara bebas sekehendak peneliti. Metode pengambilan sampel ini dipilih karena peneliti tidak memiliki pertimbangan lain kecuali untuk kemudahan pelaksanaan riset dengan alasan bahwa jumlah populasi yang diteliti tidak diketahui atau anonim sehingga terdapat kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan murah. Dalam menggunakan Convinience sampling peneliti menetapkan jumlah sampel sesuai dengan acuan penentuan sampel menurut Hair (2006) yang menyatakan bahwa sampel harus lebih banyak pengamatan daripada banyaknya variabel, dan ukuran sampel tidak boleh kurang dari 50. Oleh karena itu peneliti menetapkan jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 60 responden.

Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kuesioner (questionnaries). Teknik ini memberikan tanggung jawab kepada responden untuk membaca dan menjawab pertanyaan. Data yang diperoleh dari kuesioner berupa identitas responden dan pilihan jawaban responden yang menujukkan persepsi wajib pajak yang menggunakan aplikasi e-Faktur. Untuk mengukur varibel tersebut digunakan skala likert 5 point (5-point likert scale) dimulai dari poin 1 sangat tidak setuju (STS), poin 2 tidak setuju (TS), poin 3 netral(N), poin 4 setuju (S), poin 5 sangat setuju (SS).

Instrumen Penelitian

Peneliti dalam observasi dan wawancara di lapangan menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara, alat tulis, kamera (dokumentasi), perekam suara dan media internet, dan beberapa cara teknik pengumpulan data yang dapat peneliti lakukan dengan penunjang instrumen penelitian adalah melalui observasi yaitu melakukan pengamatan langsung tentang keadaan di lapangan untuk menjawab permasalahan yang diteliti.

Indikator persepsi kebermanfaatan, persepsi kemudahan, persepsi kepuasan pengguna

yang peneliti gunakan dalam membuat pertanyaan diambil dari penilitian terdahulu yang

dilakukan oleh Noviandini (2012) mengenai persepsi kebermanfaatan, persepsi

(22)

kemudahan dan persepsi kepuasan pengunaan e-Filling. Indikator minat penggunaan peneliti ambil dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ratsidyaningtyas (2016).

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian

Variabel Definisi Indikator

Persepsi Kebermanfaatan

Noviandini (2012)

Sejauh mana seseorang percaya bahwa dalam menggunakan teknologi tertentu akan dapat meningkatkan kinerja.

1. Mengembangkan kinerja 2. Manfaat sistem

3. Menambah produktivitas 4. Mempertinggi efektivitas Persepsi Kemudahan

Noviandini (2012)

Sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha.

1. Fleksibilitas 2. Mudah dipahami 3. Mudah digunakan

4. Mudah untuk berinteraksi Persepsi Kepuasan Pengguna

Noviandini (2012)

Perasaan senang / kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipresepsikan produk terhadap ekspektasi mereka.

1. Efisiensi sistem 2. Keefektifan sistem 3. Kepuasan (rasa puas) 4. Kebanggan menggunakan

system Minat Menggunakan

(Behavioral Intention) Ratsidyaningtyas (2016)

Keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, memelihara dan menggunakan produk atau jasa.

1. Tingkat Kepercayaan 2. Rekomandasi

3. Pilihan

(23)

Teknik Analisis

Dalam penelitian ini analisis data menggunakan pendekatan Partial Least Square (PLS). PLS adalah salah satu metode statistika SEM berbasis varian yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda ketika terjadi permasalahan spesifik pada data, seperti ukuran sampel penelitian sangat kecil, adanya data yang hilang (missing values) dan multikolinearitas (Jogiyanto dan Abdilah, 2009:11). PLS merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis kovarian menjadi berbasis varian.

SEM berbasis kovarian bertujuan untuk mengestimasi model untuk pengujian atau konfirmasi teori, sedangkan SEM varian bertujuan untuk memprediksi model untuk pengembangan teori. Karena itu PLS merupakan alat prediksi kausalitas yang digunakan untuk pengembangan teori. Selain dapat digunakan untuk pengembangan teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten.

Disamping itu, PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator reflektif dan formatif (Jogiyanto dan Abdillah, 2009:17). Model indikator reflektif mengasumsikan bahwa kovarian di antara pengukuran dijelaskan oleh varian yang merupakan manifestasi dari konstruk latennya.

Penelitian ini merupakan penelitian statistik dekriptif kuantitatif dimana analisis ditujukan untuk memberikan gambaran tentang demografi responden penelitian dan gambaran tentang variabel-variabel penelitian untuk mengetahui distribusi frekuensi absolut yang menunjukkan angka rata-rata (mean) kisaran aktual, penyimpangan baku (standard deviation), dan kecenderungan jawaban responden.

Uji Validitas

Uji validitas ini dimaksudkan untuk menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian

mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas ini berhubungan dengan ketepatan

alat ukur untuk melakukan tugasnya mencapai sasarannya (Jogiyanto, 2008). Uji

validitas ini dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu validitas isi (content validity)

dan validitas konstruk.

(24)

a. Validitas Isi

Validitas isi mengukur sejauh mana item-item dalam instrumen yang diukur mewakili ciri atribut yang hendak diukur (Azwar, 2012). Validitas berhubungan dengan kriteria digunakan untuk mengukur perbedaan-perbedaan individual berdasarkan kriteria yang digunakan.

b. Validitas Konstruk

Validitas konstruk menunjukkan seberapa baik hasil-hasil yang diperoleh dari penggunaan suatu pengukur sesuai dengan teori-teori yang digunakan untuk mendefinisikan suatu konstruk (Jogiyanto, 2008). Validitas konstruk ini dinilai melalui validitas konvergen (convergent validity) dan validitas diskriminan (discriminat validity). Validitas konvergen terjadi jika skor-skor yang diperoleh dari dua instrumen yang berbeda yang mengukur konstruk yang sama mempunyai korelasi yang tinggi. Validitas konvergen dinilai dari korelasi antara score item/indikator dengan score konstruknya. Indikator individu dianggap reliabel jika memiliki nilai korelasi di atas 0.7(Ghozali, 2012).

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah tingkat seberapa besar suatu pengukur mengukur dengan stabil dan konsisten (Jogiyanto, 2008). Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan melihat pada nilai composite reliability (Ghozali, 2012). Suatu konstruk dianggap reliabel apabila nilai composite reliabilitynya di atas 0,7, namun demikian pada riset pengembangan skala loading 0,5 sampai 0,6 masih dapat diterima (Ghozali, 2012).

Pengujian Hipotesis Penelitian

Untuk menguji hubungan antar variabel penelitian digunakan PLS 3.0 (Partial Least Square). PLS merupakan suatu teknik statistik yang digunakan untuk memprediksi korelasi antar variabel laten independen dan dependen melalui indikator-indikatornya.

PLS dianggap metode analisis yang powerful oleh karena metode ini tidak

(25)

mengasumsikan data harus dengan menggunakan pengukuran skala tertentu dan dapat digunakan untuk menganalisis sampel yang kecil (Ghozali, 2012). Dalam penelitian ini digunakan metoda analisis PLS karena model penelitian yang digunakan pada penelitian ini komplek. Selain itu metoda analisis PLS dianggap telah mencakup analisis regresi berganda, analisis jalur, dan korelasi canonical (Ghozali, 2012).

Pengujian dalam PLS meliputi pengujian inner model dan pengujian outer model, yaitu (Ghozali, 2012):

a. Inner model

Inner model biasa disebut dengan inner relation dan structural model menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan subtantive theory.

Model persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:

η = β0 + βn + τξ + ζ

Dimana η menggambarkan vektor endogen (dependen) variabel laten, ξ adalah vektor variabel laten eksogen, dan ζ adalah vektor variabel residual (unexplained variance).

b. Outer model

Outer model sering disebut dengan measurement model yang mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Blok dengan indikator reflektif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:

x = ˄xξ + Ɛx y = ˄y η + Ɛy

Dimana x dan y adalah indikator atau manifest variabel untuk variabel laten eksogen

dan endogen ξ dan η . Sedangkan ˄x dan ˄y merupakan matrik loading yang

menggambarkan koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten

dengan indikatornya. Residual yang diukur dengan Ɛx dan Ɛy dapat

diinterpretasikan sebagai kesalahan pengukuran.

(26)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Statistik Deskriptif

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui kuisioner sebagai alat pengumpulan data. Kuisioner diadopsi dari penelitian Nurul (2012). Kuisioner tersebut terdiri dari empat variabel. Untuk variabel pertama persepsi kegunaan memiliki sebelas pernyataan. Variabel kedua persepsi kemudahan memiliki sebelas pernyataan. Variabel ketiga kepuasan penggunaan memiliki sepuluh pernyataan. Dan untuk varibel keempat minat menggunakan memiliki 3 pernyataan.

Kuisioner telah disebarkan sebanyak 60 kuisioner kepada pengusaha kena pajak yang ada di kota Bandar Lampung. Untuk mengetahui kecenderungan responden dalam menjawab pertanyaan kuesioner berupa nilai-nilai, maka dilakukan analisis statistik deskriptif dari untuk mengetahui nilai nilai indikator dari setiap variabel yang telah diterima dalam program smartPLS 3.0. data statistik deskriptif dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif

Variabel Item Pertanyaan Mean Min Max Std.

Deviation

Kegunaan

Mengembangkan kinerja 3,40 2,00 5,00 0,71 Kinerja Lebih baik 3,28 1,00 5,00 0,78 Mempermudah pekerjaan 3,28 1,00 5,00 0,82

Menguntungkan 3,20 1,00 4,00 0,73

Bermanfaat 3,42 2,00 5,00 0,74

Menambah tingkat produktifitas 3,15 2,00 4,00 0,60 Efektifitas waktu 2,98 1,00 4,00 0,87 Meningkatkan kualitas 3,43 2,00 5,00 0,67 Meningkatkan efektifitas 3,33 1,00 4,00 0,70

Efisiensi waktu 3,02 1,00 4,00 0,74

Praktis dan Efisien 3,12 2,00 4,00 0,78

(27)

Profil Responden

Karakteristik responden secara keseluruhan dapat dilihat di tabel 4.1. Dari sebanyak 60 total responden, terdapat 18 responden begerak di bidang manufaktur atau sebesar 30% responden, 39 responden bergerak di bidang perdagangan dan jasa atau sebesar 65% responden, dan 3 responden bergerak di bidang lainnya atau sebesar 5%

responden. Dari 60 responden tersebut seluruhnya atau 100% responden sudah menggunakan aplikasi e-Faktur dalam kegiatan pelaporan pajaknya. Deskripsi masing- masing variabel di sajikan dalam tabel berikut ini.

Kemudahan

Sesuai dengan kebutuhan 3,42 1,00 5,00 0,92

Fleksibilitas 3,02 1,00 5,00 0,85

Interaksi 3,08 1,00 5,00 0,80

Mudah dipahami 2,53 1,00 4,00 0,81

Tampilan 3,20 2,00 5,00 0,79

Cara Menggunakan 3,38 1,00 5,00 0,82

Mudah digunakan 3,18 2,00 4,00 0,67

Kesalahan saat mengoperasikan 2,92 1,00 4,00 0,78 Usaha berinteraksi 3,08 1,00 5,00 0,76

Sistem yang rumit 3,00 1,00 4,00 0,80

Mudah berinteraksi 3,35 1,00 5,00 0,79

Kepuasan Pengguna

Pelaporan secara efisien 3,60 2,00 5,00 0,71 Pelaporan tepat waktu 3,43 2,00 5,00 0,80

Menghemat biaya 3,08 1,00 5,00 0,99

Efektif memenuhi kebutuhan 3,47 1,00 5,00 0,69 Memperoleh informasi 3,28 1,00 4,00 0,69 Informasi sesuai format 3,37 2,00 4,00 0,66 Puas dengan pelayanan 3,12 2,00 4,00 0,63 Puas dengan informasi 3,15 2,00 4,00 0,65 Pengalaman yang menyenangkan 2,88 1,00 4,00 0,75

Merasa Bangga 3,30 2,00 5,00 0,59

Minat untuk menggunakan

Fitur-fitur yang membantu 3,17 1,00 4,00 0,82 Selalu mencoba menggunakan 2,92 1,00 4,00 0,92 Terus menerus digunakan

kedepannya 3,32 2,00 4,00 0,56

(28)

Tabel 4.2

Karakteristik Responden

Data Jumlah Persentase

Manufaktur 18 responden 30%

Perbankan 0 responden 0

Pedagangan dan Jasa 39 responden 65%

Lainnya 3 responden 5%

Total Sampel 60 responden 100%

Sumber: data yang diolah

Pengujian Data dan Model Penelitian

Data yang telah di rinci kemudian diolah dengan menggunakan software

SmartPLS, model diolah dengan menggunakan PLS Algorithm dan Bootstrapping

(Model Struktural). PLS Algorithm digunakan untuk mengukur validitas dan reliabilitas

dari masing masing konstruk sehingga data dapat dipastikan kekuatannya. Sedangkan

Bootstraping dilakukan untuk menguji ulang sample sebanyak 500 kali resampling sesuai

dengan standar dari program smart PLS versi 3.0 sehingga didapatkan t-value yang

digunakan sebagai tolak ukur pengujian hipotesis apakah akan diterima atau

ditolak.Berikut tampilan PLS Algorithm dan Bootstrapping :

(29)

Gambar 4.1

Hasil Model Struktural

Sumber : Pengolahan data dengan Bootstraping

Pengujian Model Pengukuran ( Outer Model )

Menurut (Jogiyanto,2009) Sebelum melakukan pengujian hipotesis untuk

memprediksi hubungan relasional dalam model struktural, pengujian model

pengukuran harus dilakukan terlebih dahulu untuk verifikasi indikator dan varibel laten

yang dapat diuji selanjutnya. Pengujian tersebut meliputi pengujian validitas konstruk

(konvergen dan diskriminan) dan pengujian konsistensi internal (reliabilitas)

konstruk. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan instrumen penelitian

mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan uji reliabilitas digunakan untuk

mengukur konsistensi alat ukur dalam mengukur suatu konsep atau dapat juga

(30)

digunakan untuk mengukur konsistensi responden dalam menjawab item pertanyaan dalam kuesioner atau instrument penelitian.

1. Pengujian Validitas Konstruk

Tabel 4.3

Uji Validitas Konvergen, Reliabilitas, dan R Square

Uji validitas konvergen dilihat dari model pengukuran dengan menggunakan indikator reflektif dinilai berdasarkan loading factor, dan (Average Variance Extracted) AVE. Nilai (Average Variance Extracted) direkomendasikan nilai masing-masing harus di atas 0,50. Artinya probabilitas indikator di suatu konstruk masuk ke variabel lain lebih rendah (kurang 0,5) sehingga probabilitas indikator tersebut konvergen dan masuk di konstruk yang di maksud lebih besar, yaitu di atas 50 persen. Dalam penelitian ini terdapat 4 konstruk dengan jumlah indikator antara 3 sampai dengan 11 indikator dengan menggunakan skala 1 sampai 5. Berdasarkan hasil pengujian model pengukuran yang terlihat pada gambar diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut, hasil yang terlihat pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa hasil pengujian AVE untuk konstruk kemudahan penggunaan, persepsi kegunaan, persepsi nilai informasi, dan minat

Average Variance Extracted (AVE)

Composite

Reliability R Square

Kepuasan

Pengguna 0.664 0.887

Minat

Menggunakan 0.564 0.721 0.081

Persepsi

Kegunaan 0.607 0.860 0.484

Persepsi

Kemudahan 0.666 0.923 0.403

(31)

untuk menggunakan masing-masing adalah 0,664; 0,564; 0,607; 0,666. Semua indikator memiliki loading factor di atas 0,70, AVE > 0,50. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi uji validitas konvergen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator tersebut dinyatakan valid dan dapat diterima sebagai pengukur variabel laten penelitian.

Pengukuran validitas diskriman dari model pengukuran dinilai berdasarkan dengan membandingkan akar dari AVE suatu konstruk harus lebih tinggi dibandingkan dengan loading factor sebesar 0,70. Pada tabel outer loading (Lampiran 1) terlihat bahwa masing-masing indikator di suatu konstruk sudah lebih tinggi dari dari nilai standar loading factor. Nilai outer loading menunjukkan adanya validitas diskriman yang baik karena nilai korelasi indikator terhadap konstruknya lebih tinggi dibandingkan nilai loading factornya. Sebagai contoh outer loading x11 sebesar 0,758 berada di atas loading factor standart yang sudah ditetapkan sebesar 0,70. Begitu pun dengan x12 sebesar 0,781 dan seterusnya.

Uji kekonsistenan indikator-indikator dalam satu variabel laten dilakukan dengan dengan uji reliabilitas. Uji reliabilitas dapat diukur dari nilai composite reliability. Untuk dapat dikatakan suatu konstruk reliable, maka nilai composite reliability harus lebih dari 0,70. Meskipun nilai 0,60 masih dapat diterima. Dari output SmartPLS dalam tabel 4.2 di atas, menunjukkan bahwa konstruk kemudahan penggunaan, persepsi kegunaan, persepsi nilai informasi, dan minat untuk menggunakan memiliki nilai composite reliability di atas 0,70 sehingga dapat dinyatakan bahwa pengukur yang dipakai dalam penelitian ini memiliki reliabilitas yang baik.

Inner model menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan

pada teori substantif. Model sktruktural dievaluasi dengan menggunakan R-square

untuk konstruk dependen,. Hasil R-square yang dijelaskan pada variabel

dependen sebaiknya diatas 0,10 sehingga dapat dinyatakan bahwa konstruk

dependennya baik. Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa nilai

(32)

R-square konstruk persepsi kegunaan adalah sebesar 0,403 Hal ini berarti bahwa persepsi kemudahan penggunaan mampu menjelaskan konstruk persepsi kegunaan sebesar 40,3%. Konstruk kepuasan pengguna mampu di jelaskan oleh persepsi kemudahan penggunaan dan persepsi kegunaan sebesar 0,484 dan berarti bahwa kosntruk persepsi kegunaan dan persepsi kemudahan mampu menjelaskan konstruk kepuasan pengguna sebesar 48,4%. Untuk konstruk minat menggunakan kepuasan pengguna dan persepsi kegunaan hanya mampu menjelaskan minat menggunakan sebesar 0,081 atau hanya sebesar 8,1%.

Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis, nilai t-statistic yang dihasilkan dari output PLS dibandingkan dengan nilai t-tabel, output PLS merupakan estimasi variabel laten yang merupakan linier agrerat dari indikator. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut

Tabel 4.4

Inner Model T-Statistic

Hipotesis

Original Sample

(O)

Sample Mean (M)

Standard Deviation (STDEV)

T Statistics

(|O/STDEV|)

Hasil Uji

H1 Persepsi Kemudahan -

> Persepsi Kegunaan 0.635 0.646 0.071 8.894

Diterima

H2 Persepsi Kegunaan ->

Kepuasan Pengguna 0.325 0.319 0.122 2.664

Diterima

H3 Persepsi Kemudahan -

> Kepuasan Pengguna 0.443 0.454 0.120 3.682

Ditermia

H4 Kepuasan Pengguna ->

Minat Menggunakan -0.163 -0.197 0.231 0.706

Ditolak

H5 Persepsi Kegunaan ->

Minat Menggunakan -0.155 -0.132 0.250 0.621

Ditolak

(33)

Persepsi kemudahan berpengaruh signifikan terhadap persepsi kegunaan dengan nilai original sample sebesar 0,635. Hipotesis (H1) terdukung karena nilai T-statistic sebesar 8,89 lebih besar dari nilai t-tabel (tingkat signifikansi 5% = 1,96) sehingga menunjukkan bahwa persepsi wajib pajak atas kemudahan penggunaan aplikasi e-Faktur mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kegunaan aplikasi e-Faktur pada proses pelaporan perpajakan. Dengan demikian, Hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima.

Hubungan antara persepsi kegunaan dan persepsi kepuasan pengguna pada hipotesis kedua (H-2) mempunyai nilai original sample sebesar 0,325 dengan nilai T-statistic sebesar 2,66 yang berarti lebih besar dari nilai T-table (tingkat signifikansi 5% = 1,96) sehingga persepsi kegunaan atas penggunaan e-Faktur mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap Kepuasan Pengguna e-Faktur dalam kegiatan pelaporan perpajakannya. Maka hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima.

Hubungan antara persepsi kemudahan dan persepsi kepuasan pengguna pada hipotesis ketiga (H-3) mempunyai nilai original sample sebesar 0,443 dengan nilai T-statistic sebesar 3,68 yang berarti lebih besar dari nilai T-table (tingkat signifikansi 5% = 1,96) sehingga persepsi kemudahan atas penggunaan e-Faktur mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap Kepuasan Pengguna e-Faktur dalam kegiatan pelaporan perpajakannya. Maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima.

Hipotesis keempat (H-4) yang menguji hubungan antara Kepuasan Pengguna

dan minat menggunakan, menunjukkan nilai original sample sebesar -0,163 dan nilai

T-statistic sebesar 0,706. Karena nilai T- statistic tersebut lebih kecil dari T-table

(tingkat signifikansi 5% = 1,96) maka Hipotesis ke empat dalam penelitian ini

ditolak. Dengan kata lain, kepuasan pengguna dalam proses pelaporan perpajakan

tidak signifikan terhadap minat menggunakan e-Faktur dalam melakukan pelaporan

kegiatan perpajakannya dan hipotesis keempat ditolak.

(34)

Persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap minat perilaku dengan nilai original sample sebesar -0,155 sehingga dapat dinyatakan bahwa hipotesis kelima (H-5) tidak terdukung karena skor T-statistic sebesar 0,621 kurang dari nilai T-table (tingkat signifikansi 5% = 1,96) artinya, persepsi kemudahan penggunaan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap minat menggunakan aplikasi e-Faktur pada proses pelaporan kegiatan perpajakan.

Dengan demikian, hipotesis kelima ditolak.

Pembahasan

Sesuai dengan hasil uji hipotesis pertama, Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Davis (2000) dan Tangke (2010) yang juga menyatakan bahwa persepsi kemudahan berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi kegunaan sehingga, sehingga hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya. Hal ini menunjukan bahwa semakin mudah suatu sistem informasi dapat digunakan maka akan semakin besar kegunaan sistem informasi tersebut menurut pengguna sistem informasi tersebut. Hal ini berarti kemudahan dalam menggunakan e- Faktur akan mempengaruhi pengguna (Pengusaha Kena Pajak) untuk menggunakan teknologi tersebut karena dianggap akan meningkatkan kinerjanya dalam melaporkan kewajiban perpajakannya, khususnya faktur pajak.

Kemudahan dari penggunaan e-Faktur yang dirasakan akan memuaskan pengguna yang akhirnya akan meningkatkan kegunaan e-Faktur pada Pengusaha Kena Pajak khususnya di kota Bandar Lampung. Kegiatan pelaporan e-faktur yang selama ini dilakukan oleh wajib pajak mencerminkan bahwa kemudahan dalam menggunakan aplikasi e-faktur secara tidak disadari memberikan persepsi kepada pengguna bahwa e-faktur benar-benar berguna dalam kegiatan pelaporan perpajakan wajib pajak dalam segi efektivitas dan efisiensi dibandingkan dengan sistem pelaporan secara manual yang dilakukan sebelumnya.

Seperti hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Iyeh (2012) yang

mengatakan bahwa persepsi kegunaan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan

(35)

pengguna, hasil penelitian ini didukung oleh penelitian tersebut. Menurut hasil hipotesis kedua persepsi kegunaan sangat berkaitan erat dengan kepuasan pengguna e- Faktur, pengguna aplikasi e-faktur yang memiliki persepsi bahwa e-faktur memang memiliki kegunaan atau manfaat akan merasa puas karena aplikasi e-faktur dapat meningkatkan prestasi kerja mereka dan itu memang dapat mereka rasakan. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi manfaat yang didapatkan maka pengguna (Pengusaha Kena Pajak) semakin puas dalam menggunakan e-Faktur.

Amanda dan Arfhan (2016) mengatakan dalam penelitiannya persepsi kemudahan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna . Sesuai dengan hipotesis ketiga Kemudahan pengoperasian e-Faktur membuat aplikasi ini menjadi sering digunakan oleh wajib pajak dan dianggap mampu memenuhi kegiatan pelaporan pajak mereka, dengan terpenuhinya harapan mereka dengan kemudahan penggunaan e-faktur maka kepuasan wajib pajak menjadi terpenuhi dan hal tersebut membuktikan bahwa persepsi kemudahan memang mempengaruh kepuasan wajib pajak dalam mengunakan aplikasi e-faktur.

. Raza, Siddiqquei, Awan, & Bukhari, (2012) dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa bahwa kepuasan pengguna memiliki hubungan yang signifikan terhadap minat menggunakan sehingga tidak sesuai dengan hasil penelitian ini.

Menurut hasil uji hipotesis keempat kepuasan pengguna tidak dapat dijadikan

sebagai acuan minat menggunakan karena kedua kosntruk tersebut memiliki korelasi

negatif. Penggunaan e-Faktur yang telah diwajibkan oleh pemerintah membuat

seluruh wajib pajak harus menggunakan aplikasi ini, hal ini menyebabkan persepsi

kepuasan pengguna menjadi penghubung apakah aplikasi ini sebenarnya benar-benar

mau digunakan oleh wajib pajak. Kepuasan dalam menggunakan sesuatu yang

diwajibkan (mandatory to use) belum tentu membuat pengguna sebenarnya mau

menggunakan sistem informasi tersebut, jadi kepuasan disini hanya sekedar puas

dengan apa yang sudah tersedia akan tetapi sebenarnya pengguna berharap sistem

informasi tersebut dalam hal ini aplikasi e-Faktur dapat lebih ditingkatkan lagi.

(36)

Sesuai dengan hasil uji hipotesis kelima, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dyanrosi (2015). Dalam hasil penelitiannya diakatakan bahwa persepsi kegunaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap minat menggunakan. Persepsi kegunaan sama halnya dengan kepuasan pengguna, persepsi ini tidak dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk menetukan minat menggunakan dalam situasi dimana sistem informasi diwajibkan digunakan oleh pengguna sistem. Aplikasi e-Faktur yang wajib digunakan meskipun memiliki kegunaan dan manfaat sesuai dengan persepsi pengguna tidak menunjukan bahwa pengguna memiliki minat menggunakan aplikasi tersebut. Tidak memiliki minat menggunakan suatu sistem informasi bukan berarti sepenuhnya tidak mau menggunakan, dalam menggunakan e-Faktur jika melihat dari persepsi kemudahan dan kegunaan mungkin sudah merasa puas dengan aplikasi yang ada sekarang, akan tetapi ada banyak faktor di luar kegunaan dan kemudahan yang mungkin membuat

kepuasan pengguna e-Faktur tidak mempengaruhi minat menggunakan aplikasi

e-Faktur.

(37)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan pada bagian sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh persepsi kemudahan terhadap persepsi kemudahan e-Faktur yang menunjukkan bahwa semakin mudah e-Faktur digunakan maka semakin berguna dan bermanfaat aplikasi e-Faktur bagi wajib pajak di kota Bandar Lampung. Selanjutnya terdapat pengaruh persepsi kegunaan dan persepsi kemudahan e-Faktur terhadap persepsi kepuasan pengguna e-Faktur yang menjelaskan bahwa semakin mudah untuk digunakan dan bermanfaat maka wajib pajak akan semakin merasa puas dengan aplikasi e-faktur yang ada di kota Bandar Lampung.

Kesimpulan berikutnya adalah tidak ada pengaruh antara kepuasan pengguna dengan minat menggunakan aplikasi e-Faktur yang berarti kepuasan pengguna e-Faktur tidak dapat dipakai sebagai tolak ukur minat menggunakan e-Faktur karena sistem ini bersifat wajib. Kesimpulan terakhir tidak ada pengaruh Persepsi kegunaan e-Faktur terhadap minat menggunakan wajib pajak di kota Bandar Lampung karena sama halnya dengan kepuasan pengguna, persepsi kegunaan tidak dapat dijadikan tolak ukur karena e-Faktur sistem bersifat wajib.

Implikasi

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa persepsi kegunaan dan kemudahan

serta kepuasan pengguna tidak dapat dijadikan tolak ukur pada minat menggunakan pada

sistem informasi yang bersifat wajib. Dalam sistem informasi yang bersifat wajib

persepsi kegunaan, kemudahan dan kepuasan pengguna hanya dapat digunakan sebagai

penilaian apakah sistem informasi ini sudah baik dan tidak memiliki kelemahan. Dalam

hal ini direktorat jendral pajak harus bisa meningkatkan kualitas aplikasi e-Faktur

sehingga minat menggunakan masyarakat menjadi lebih tinggi dan bukan hanya karena

sekedar paksaan saja.

(38)

Keterbatasan

Keterbatasan yang ditemukan peneliti dalam penelitian ini bahwa variabel kepuasan penggunaan yang diambil dari konsep kepuasan dalam penelitian terdahulu mengenai e-Filling merupakan sebuah pilihan dan bukan sesuatu yang mandatory untuk digunakan. Sementara dalam kasus penggunaan e-Faktur, aplikasi ini bersifat mandatory to use sehingga konsep kepuasan dalam penelitian e-Filling tidak dapat diterapkan dalam penelitian e-Faktur.

Saran

Saran yang dapat diberikan oleh peneliti sebaiknya penelitian yang akan datang

melakukan riset lebih lanjut mengenai penelitian sistem informasi yang bersifat

mandatory. Penelitian berikutnya mengenai e-Faktur tidak menutup kemungkinan untuk

meneliti pengaruh penggunaan yang diwajibkan (mandatory) dengan kesukarelaan

(valuntariness) dalam penggunaan sistem informasi.

Gambar

Gambar 1 :Technology acceptance Model (TAM)
Gambar 2 Model Penelitian
Tabel 3.1  Instrumen Penelitian
Tabel 4.1  Statistik Deskriptif

Referensi

Dokumen terkait

“Jika Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas VIII-H SMP Negeri 7 Kota Madiun menggunakan media pengajaran Berbasis TIK dalam menyampaikan materi pembelajaran, maka

Contoh yang paling mudah dipahami adalah asas pada pendulum ( bandul / anak  lonceng ) serta gerak melingkar. Gerakan pada asas berayun dan menggantung dapat dijumpai pada

Tampilan dari program yang telah penulis buat cukup sederhana dan mudah digunakan dalam perhitungan untuk desain balok terkekang lateral pada komponen struktur

Berdasarkan pada analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis dapat menarik kesimpulan dari hasil penelitian pada karyawan perusahaan daerah air

Fase pingsan ringan ikan cantang pada skenario 1 & 2 (Tabel 1.), dengan ditandai gerakan badan yang melemah, lambat dan posisi badan oleng-oleng beberapa

Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas merek secara simultan

Berdasarkan kandugan nutrisi C.racemossa yang di budidayakan selama 45 hari di perairan semau desa Hansisi dan di lakukan uji lanjutan di Laboratorium Peternakan

Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Provinsi yang selanjutnya disebut RAD-PPDT Provinsi, adalah dokumen perencanaan pembangunan