BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan negara dalam pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Pajak bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui perbaikan dan peningkatan sarana publik. Alokasi pajak tidak hanya diberikan kepada rakyat yang membayar pajak tetapi juga untuk kepentingan rakyat yang tidak membayar pajak. Dengan demikian, peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan. Lembaga yang ditunjuk untuk mengelola pajak dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Target penerimaan pajak senantiasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Adanya tuntutan akan peningkatan penerimaan pajak mendorong Ditjen Pajak terus melakukan reformasi perpajakan berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan dan sistem administrasi perpajakan sehingga potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial serta memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak.
DJP melakukan modernisasi sistem administrasi perpajakan guna meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan sehingga dapat meningkatkan penerimaan negara.
Modernisasi perpajakan meliputi reformasi kebijakan, reformasi administrasi dan
reformasi pengawasan. Reformasi kebijakan terdiri dari amandemen undang-undang
antara lain UU No. 36 tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan, UU No. 16 tahun 2009
mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU No. 42 tahun 2009
mengenai PPN dan PPnBM. Reformasi administrasi merupakan reformasi yang
dilakukan berkaitan dengan organisasi, teknologi informasi dan SDM, sedangkan
reformasi pengawasan terkait dengan adanya kode etik pegawai seirama dengan
pelaksanaan good governance dan equal treatment dapat berjalan dengan baik. Dengan
demikian tujuan modernisasi perpajakan adalah (1) tercapainya tingkat kepatuhan
(tax compliance) yang tinggi, (2) tercapainya tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi dan (3) tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi.
Salah satu jenis pajak yang diterapkan di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari pajak penjualan (PPn), yang berdasarkan pada undang-undang Nomor 8 tahun 1983 yang ditetapkan sejak 1 April 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).Dasar pemikiran atas pajak pertambahan nilai PPN adalah untuk mengenakan pajak pada tingkat kemampuan masyarakat untuk berkonsumsi, yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung kepada konsumen (Asty, 2015).
Menurut data dari Kementrian Keuangan Republik Indonesia, penerimaan dari
sektor pajak dalam negeri khususnya penerimaan dari sektor PPN dan PPnBM
menyumbangkan total Rp 1408,77 triliun selama 5 tahun terakhir dari tahun 2009 hingga
tahun 2013 dan merupakan sektor penerimaan pajak terbesar ke dua setelah sektor Pajak
Penghasilan (PPh) Non Migas sebesar Rp 1719,25 triliun. Berdasarkan data tersebut
walaupun PPN masih berada di bawah PPh, membuktikan bahwa PPN masih
memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan dari sektor pajak dan juga pola
konsumtif masyarakat membuat sektor industri dan perdagangan memegang peran yang
penting sebagai sumber pemasukan negara.
Tabel 1.1
Penerimaan dari Sektor Pajak dalam Negri (dalam Triliun Rupiah) URAIAN 2009 2010 2011 2012 2013 PPh MIGAS 50.0 58.9 73.09 83.46 80.06 PPH Non Migas 267.6 298.2 358.02 381.29 416.14 PPN dan PPnBM 193.1 230.6 277.80 337.57 369.70
PBB 24.3 28.6 29.89 28.96 25.79
BPHTB 6.5 8.0 54.09 49.65 41.71
Cukai 56.7 66.2 77.01 95.02 101.86 Pajak Lainnya 3.1 4.0 3.92 4.21 5.06
Sumber: Kementrian Keuangan, Republik Indonesia (2015)
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa PPN sangat berpengaruh terhadap penerimaan negara dalam sektor pajak sehingga penegakan hukum serta pengawasan yang dilakukan pemerintah untuk PPN cukup ketat. Salah satu bentuk pengawasan yang bisa dilakukan yaitu melalui faktur pajak. Faktur pajak adalah bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak atau bukti pemungutan pajak karena impor barang kena pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai (Mardiasmo, 2009;228).
Beberapa tahun terakhir, di Indonesia telah terjadi berbagai kasus penyimpangan
dalam bidang perpajakan salah satunya adalah kasus dugaan penerbitan faktur pajak
fiktif yang merupakan pelanggaran hukum atas penyelewengan dana negara. Perusahaan
menerbitkan faktur pajak tanpa melakukan transaksi merupakan tindak pidana. Dalam
aturan perpajakan, pengusaha hanya memungut pajak dari masyarakat, sedangkan
uangnya disetorkan ke kas negara, namun ada perusahaan yang tidak menjalankan ketentuan tersbut. Perusahaan menerbitkan faktur pajak fiktif kemudian hanya menyerahkan fakturnya kepada Dirjen pajak, tanpa fresh money yang sesuai dengan keterangan yang disebutkan dalam faktur pajak tersebut. Kasus pajak fiktif ini terjadi Kota Bandar Lampung, salah satunya adalah pada bulan Februari 2012, Pengadilan Tipikor Tanjung Karang baru saja mengadakan sidang atas penerbitan ratusan faktur pajak fiktif yang dilakukan oleh Alex Sitanggang, Direktur CV Silo Jaya Persada. Alex di duga telah menerbitkan faktur pajak tanpa melakukan transaksi (Radar lampung, 29 Februari 2012). Kemudian ada kasus pajak korporasi yang melibatkan PT Nian Abadi.
Pada kasus ini Kejaksaan Negeri Bandar Lampung telah menahan Tiara Anthoni sebagai pelaku penerbitan faktur pajak fiktif bersama rekan di PT Nian Abadi. Perbuatannya ini telah berlangsung selama Februari 2008-Desember 2009, dan telah merugikan negara sebesar 8,7 Milyar rupiah. Atas kesalahannya tersebut, Tiara diancam enam tahun penjara dan denda 2 kali dari maksimal 4 kali dari kerugian negara. Dua kasus tersebut di atas cukup untuk menyatakan bahwa potensi pajak fiktif perusahaan di Bandar Lampung adalah cukup tinggi dan hal ini menunjukan bahwa Direktorat Jendral Pajak perlu segera dibenahi sehingga kemampuan keuangan negara tidak makin terbatas.
Dalam upaya mengurangi terjadinya praktek faktur pajak fiktif, pada tahun 2013 Direktorat Jendral Pajak membuat E-tax Invoice (e-Faktur) yaitu sebuah aplikasi elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jendral Pajak yang digunakan untuk membuat faktur pajak (PER-16/PJ/2014). Kewajiban Penggunaan aplikasi e-Faktur sudah diterapkan secara nasional sejak tanggal 1 Juli 2016.
Penerapan e-Faktur dimaksudkan agar semua proses kerja dan pelayanan
perpajakan berjalan dengan baik, lancar, akurat serta mempermudah wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga kepatuhan wajib pajak diharapkan
akan meningkat. Hal ini juga berpengaruh terhadap kinerja PKP dalam melaporkan
kewajiban perpajakannya. Sebagaimana dijelaskan dalam (Mardiasmo, 2011:280), PKP
adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan
Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.dan perubahannya. Setiap WP sebagai pengusaha yang dikenai PPN berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Dalam uraian tersebut setiap PKP yang melakukan proses tranksaksi pembelian maupun penjualan Barang Kena Pajak ataupun Jasa Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk dilaporkan sebagai bukti kegiatan operasinya. Selama ini pembuatan dan pelaporan faktur pajak dilakukan oleh PKP secara manual, tetapi dengan adanya perubahan peraturan (PER-16/PJ/2014) yang merupakan munculnya kewajiban penggunaan e-Faktur, semua kegiatan pelaporan faktur pajak dibuat menjadi secara online dan terkomputerisasi. Perubahan sistem pelaporan faktur pajak ini menimbulkan sebuah pertanyaan bagaimana kesan pertama PKP atau persepsi PKP terhadap sistem baru tersebut, apakah nantinya sistem ini dapat diterima penerapannya oleh PKP dan apakah nantinya sistem ini mudah digunakan dan memiliki manfaat bagi PKP. Oleh karena itu persepsi PKP terhadap e-Faktur menjadi penting karena belum tentu semua PKP setuju dengan adanya penerapan sistem e-Faktur.
Penelitian ini penulis lakukan dengan menggunakan model acuan teori Technology Acceptance Model (TAM) yang dikembangkan oleh Davis (1989). Dalam penelitiannya TAM digunakan untuk meneliti faktor-faktor determinan dari penggunaan Sistem Informasi oleh pengguna. Hasil penelitian Davis menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi minat penggunaan sistem informasi dipengaruhi oleh persepsi kegunaan (perceived usefulness) dan persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use).
Menurut (DeLone dan McLean, 1992) juga menyatakan bahwa kesuksesan sistem informasi dipengaruhi oleh perceived information quality dan perceived system quality merupakan prediktor yang signifikan bagi user satisfaction. User satisfaction juga merupakan prediktor yang signifikan bagi intended use dan perceived individual impact.
Studi mengenai aplikasi empiris model DeLone dan McLean (1992) juga dilakukan oleh
Subramanian (2005) yang menunjukkan hasil bahwa terdapat asosiasi signifikan antara
kualitas informasi (information quality) dan kepuasan pengguna (user satisfaction),
antara penggunaan sistem (use) dan individual impact, kualitas informasi (information
quality) dan kualitas sistem (system quality), dan antara kepuasan pengguna (user satisfaction) dan kualitas sistem (system quality).
Penelitian terkait e-Faktur sudah pernah dilakukan sebelumnya seperti penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Kurniawan (2015) yang membahas mengenai Penerapan e-Faktur di KPP Wancolo Surabaya. Dalam penelitiannya Kurniawan menjelaskan
bahwa penerapan e-Government melalui e-Faktur telah berjalan dengan baik dari sisi kegiatan operasional KPP dalam menyelenggarakn e-Faktur. Permata Sari (2015) dalam penelitiannya mengenai Penerapan e-Faktur Sebagai Perbaikan Sistem Administrasi PPN menurut persepsi konsultan pajak menjelaskan kekurangan dan kelebihan sistem e-Faktur. Dari hasil penelitian tersebut penulis tertarik untuk mencari tahu dari sisi persepsi PKP karena PKP yang merasakan secara langsung proses pembuatan dan pelaporan e-Faktur. Selain itu dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Adamson
& Shine (2003) mengenai TAM menunjukan bahwa penggunaan yang diwajibkan dan kesukarelaan bahwa perilaku dalam bekerja seharusnya memang tidak hanya didasarkan oleh adanya peraturan-peraturan tertulis yang mengatur pekerjaan tetapi karena adanya anggapan bahwa sistem diterapkan dalam rangka mempermudah dan membantu tugas-tugas. Oleh karena itu dalam penilitian ini peneliti ingin meneliti persepsi wajib pajak mengenai persepsi kebermanfaatan, persepsi kemudahan, dan persepsi kepuasan pengguna terhadap e-Faktur yang bersifat mandatory, sehingga muncul rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh persepsi kemudahan terhadap persepsi kegunaan e-Faktur oleh wajib pajak di kota Bandar Lampung?
2. Apakah terdapat pengaruh persepsi kegunaan terhadap kepuasan pengguna e-Faktur oleh wajib pajak di kota Bandar Lampung?
3. Apakah terdapat pengaruh persepsi kemudahan terhadap kepuasan pengguna e-Faktur oleh wajib pajak di kota Bandar Lampung?
4. Apakah terdapat pengaruh kepuasan pengguna terhadap minat penggunaan
e-Faktur oleh wajib pajak?
5. Apakah terdapat pengaruh persepsi kegunaan terhadap minat penggunaan
e-Faktur oleh wajib pajak?
BAB II
TELAAH LITERATUR
Technology Acceptance Model (TAM)
Technology Acceptance Model (TAM) dikembangkan untuk menjelaskan perilaku penggunaan komputer. Model TAM yang dikembangkan oleh Davis (1989) merupakan salah satu model yang paling banyak digunakan dalam penelitian teknologi informasi, perilaku akuntansi, dan psikologi. Menurut Gefen (2002) dalam Ainurrofiq (2007), sampai saat ini TAM merupakan model yang paling banyak digunakan dalam memprediksi penerimaan teknologi informasi. Tujuan model ini untuk menjelaskan faktor-faktor utama dari perilaku pemakai TI terhadap penerimaan penggunaan TI itu sendiri. Model TAM secara lebih terperinci menjelaskan penerimaan TI dengan dimensi- dimensi tertentu yang dapat mempengaruhi dengan mudah diterimanya TI oleh pemakai.
Gambar 1 :Technology acceptance Model (TAM)
Sumber: Davis, Bagozzi, dan Warshaw, (1989) dalam Hartono (2007)
Technology Acceptance Model (TAM) mendefinisikan dua persepsi dari pemakai teknologi yang memiliki suatu dampak pada penerimaan mereka. TAM menekankan pada persepsi pemakai tentang ”bagaimana kegunaan sistem untuk saya” dan ”semudah apakah sistem ini digunakan” adalah dua faktor kuat yang mempengaruhi penerimaan atas teknologi dan merupakan determinan fundamental dalam penerimaan pemakai.
Model ini menempatkan faktor sikap dan tiap-tiap perilaku pemakai dengan dua variabel
yaitu kegunaan (usefulness) dan kemudahan penggunaan (ease of use). Kemudahan
penggunaan serta kemanfaatan adalah dua karakteristik yang banyak dipelajari secara mendalam karena merupakan hal utama dalam Technology Acceptance Model (TAM).
Dengan demikian dapat dipahami reaksi dan persepsi pemakai TI akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan penggunaan TI, yaitu salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah persepsi pemakai atas kemanfaatan dan kemudahan penggunaan TI sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks penggunaan TI, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan TI menjadikan tindakan orang tersebut dapat menerima penggunaan TI (Azizul, 2002). Kedua variabel model TAM yaitu Kegunaan (usefulness) dan Kemudahan penggunaan (ease of use) dapat menjelaskan aspek keperilakuan pemakai (Igbaria.et.al, 1997) dalam Istianingsih dan Setyo (2007). Kesimpulannya adalah model TAM dapat menjelaskan bahwa persepsi pemakai akan menentukan sikapnya dalam penerimaan penggunaan teknologi informasi.
TAM yang orisinil sesungguhnya menyatakan bahwa penerimaan pemakai itu ditentukan oleh dua hal, yakni kesadaraan akan kegunaan (perceived usefulness) dan kesadaran akan kemudahan dari penggunaan (perceived ease of use). Model ini secara lebih jelas menggambarkan bahwa penerimaan penggunaan teknologi informasi dipengaruhi oleh kegunaan (usefulness) dan kemudahan penggunaan (ease of use). Chin dan Todd (1995) dalam Istianingsih dan Setyo (2007) membagi dua faktor pada variabel kegunaan yaitu:
kegunaan dan efektifitas dengan masing-masing dimensinya sendiri.
Ferguson (1997) dalam Charlesto Sekundera (2006) menunjukkan hasil
penelitian bahwa terdapat indikasi variable hasil kerja dipengaruhi oleh penggunaan
komputer mikro dan sikap pemakai komputer tersebut dipengaruhi oleh kemanfaatan
(usefulness) dan kemudahan penggunaan (ease of use). Dengan demikian model TAM
yang sudah banyak digunakan dalam penelitian keperilakuan tersebut akan peneliti pakai
dalam penelitian ini dengan mengambil tiga konstruk persepsi, yaitu
kegunaan/kemanfaatan (usefulness) dan kemudahan penggunaan (ease of use) serta
ditambah dengan kepuasan pengguna.
Aplikasi e-Faktur
Elektronik Faktur Pajak (e-Faktur) merupakan kebijakan baru yang dibuat oleh Direktorat Jendral Pajak yang tertuang dalam PER-16/PJ/2014 tentang tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak berbentuk elektronik. Faktur Pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-Faktur, adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan mulai diberlakukan pada 1 Juli 2014. Dalam peraturan tersebut Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang diwajibkan membuat e-Faktur adalah PKP yang telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Aplikasi atau sistem elektronik yang digunakan dalam pembuatan e-Faktur telah ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (user manual) yang merupakan satu kesatuan dengan aplikasi atau sistem elektronik tersebut.(Pasal 1, PER-16/PJ/2014;)
Persepsi Kegunaan
Persepsi kegunaan adalah tingkatan sejauh mana seseorang yakin bahwa menggunakan sebuah sistem akan meningkatkan kinerjanya (Davis, 1989). Persepsi kegunaan sistem bagi penggunanya berkaitan dengan produktifitas dan efektifitas sistem tersebut dari kegunaan dalam tugas secara menyeluruh. Menurut Chin dan Todd (1995) persepsi kegunaan dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu (1) persepsi kegunaan dengan estimasi satu faktor, dan (2) persepsi kegunaan dengan estimasi dua faktor (kegunaan dan efektifitas). Persepsi kegunaan dengan estimasi satu faktor meliputi dimensi:
a. Menjadikan pekerjaan lebih mudah b. Bermanfaat
c. Menambah produktifitas d. Mempertinggi efektifitas
e. Mengembangkan kinerja pekerjaan
Persepsi kegunaan dengan estimasi dua faktor oleh Chin dan Todd (1995) dibagi menjadi dua kategori lagi yaitu kegunaan dan efektifitas, dengan dimensi-dimensi masing-masing yang dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kebermanfaatan meliputi dimensi : menjadikan pekerjaan lebih mudah, bermanfaat, menambah produktifitas.
b. Efektifitas meliputi dimensi : mempertinggi efektifitas, mengembangkan kinerja pekerjaan.
Dalam konteks e-Faktur di penelitian ini, persepsi kegunaan ini diartikan sebagai seberapa besar manfaat sistem e-Faktur bagi wajib pajak dalam proses pelaporan faktur pajak. Oleh karena itu, besarnya manfaat yang diperoleh mempengaruhi perilaku wajib pajak dalam menggunakan sistem tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan estimasi satu faktor dengan sedikit modifikasi menghilangkan satu indikator yang tidak cocok dengan persepsi kegunaan e-Faktur yaitu menjadikan pekerjaan lebih mudah, hal ini dikarenakan sasaran penelitian ini adalah wajib pajak bukan pegawai pajak. Sehingga pada penelitian ini indikator yang digunakan meliputi (1) Mengembangkan kinerja, (2) Manfaat sistem, (3) Menambah produktifitas, dan (4) Mempertinggi efektifitas.
Persepsi Kemudahan
Suatu sistem informasi dapat dikatakan berkualitas jika sistem tersebut dirancang
untuk memenuhi kepuasan pengguna melalui kemudahan dalam menggunakan sistem
informasi tersebut. Persepsi kemudahan penggunaan merupakan tingkatan dimana
seseorang percaya bahwa teknologi mudah untuk dipahami. Davis (1989)
mengungkapkan kemudahan yang dipersepsikan adalah tingkatan dimana seseorang
percaya bahwa pengunaan suatu sistem tertentu dapat menjadikan orang tersebut bebas
dari usaha (free of effort). Bebas dari usaha yang dimaksudkan adalah bahwa saat
seseorang menggunakan sistem, ia hanya memerlukan sedikit waktu untuk mempelajari
sistem tersebut karena sistem tersebut sederhana, tidak rumit, dan mudah dipahami,
sudah dikenal (familiar). Venkatesh dan Davis (2000: 201) membagi dimensi persepsi
kemudahan penggunaan menjadi berikut:
a. Interaksi individu dengan sistem jelas dan mudah dimengerti / dipahami.
b. Tidak dibutuhkan banyak usaha untuk berinteraksi dengan sistem tersebut.
c. Sistem mudah digunakan.
d. Mudah mengoperasikan sistem sesuai dengan apa yang ingin individu kerjakan (fleksibel).
Berdasarkan pengertian di atas, persepsi kemudahan penggunaan merupakan keyakinan atau penilaian seseorang bahwa sistem teknologi informasi (e-Faktur) yang akan digunakan tidak merepotkan saat akan digunakan dan mudah dipahami. Ketika seseorang menilai dan meyakini bahwa suatu sistem informasi mudah digunakan maka dia akan menggunakannya. Sebaliknya ketika seseorang menilai dan meyakini bahwa suatu sistem informasi tidak mudah digunakan maka dia tidak akan menggunakannya.
Sehingga indikator yang digunakan dalam penelitian ini meliputi (1) Fleksibilitas, (2) Mudah dipahami, (3) Mudah digunakan, dan (4) Mudah untuk berinteraksi.
Kepuasan Pengguna
Menurut Seddon dan Kiew (1994), kepuasan pengguna merupakan perasaan
bersih dari senang atau tidak senang dalam menerima sistem informasi dari keseluruhan
manfaat yang diharapkan seseorang dimana perasaan tersebut dihasilkan dari interaksi
dengan sistem informasi. Tiap pengguna mempunyai seperangkat manfaat yang
diharapkan atau aspirasi untuk sistem informasi. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan
perluasan di mana sistem dapat memenuhi atau gagal memenuhi aspirasi, pengguna
mungkin lebih atau kurang puas. Dengan demikian kepuasan pengguna dapat
didefinisikan sebagai seberapa jauh informasi yang disediakan untuk memenuhi
kebutuhan yang mereka perlukan. Kepuasan pengguna menggambarkan keselarasan
antara harapan seseorang dan hasil yang diperoleh dari adanya suatu sistem, di mana
seseorang tersebut turut berpartisipasi dalam pengembangannya. Dan ketidakmampuan
suatu sistem informasi tersebut memenuhi harapan pengguna dapat menyebabkan
kegagalan suatu sistem.
McGill, Hobbs, dan Klobas (2003), melakukan pengujian empiris terhadap keseluruhan dimensi dalam model keberhasilan sistem informasi dari DeLone dan McLean (1992). Pengujian mereka dilakukan pada lingkungan user yang sekaligus menjadi developer system. Hasil pengujian mereka menunjukkan bahwa kepuasan pengguna akhir suatu sistem informasi memainkan peranan signifikan dalam menentukan penggunaan sistem aplikasi. Dan terdapat 3 indikator yang mereka gunakan untuk mengukur kepuasan pengguna yaitu efisiensi sistem, keefektifan sistem, dan kepuasan.
Kepuasan sering dipakai sebagai proksi akan kesuksesan sebuah sistem informasi. Kesuksesan sebuah sisem informasi yang dapat mempengaruhi kepuasan pengguna dapat dilihat pada tingkat yang berbeda yaitu tingkat teknikal, semantik, dan keefektivan sistem. Tingkat teknikal dari komunikasi sebagai keakuratan dan keefisienan sistem komunikasi yang menghasilkan suatu informasi. Tingkat semantik merupakan kesuksesan informasi dalam menyampaikan maksud atau arti yang diharapkan. Tingkat keefektivan merupakan efek informasi pada penerima. Dalam model kesuksesan DeLone dan McLean, kualitas sistem mengukur kesuksesan teknikal, kualitas informasi mengukur kesuksesan semantik, dan pengunaan sistem, kepuasan pengguna, individual impact dan organizational impact mengukur kesuksesan keefektivan.
Sistem informasi memerlukan beberapa indikator untuk mengukur kepuasan
pengguna kaitannya dengan sistem e-Faktur yang diterapkan oleh direktorat Jenderal
Pajak. Dan dalam penelitian ini, variabel ini diukur dengan indikator McGill et al. (2003)
yang terdiri dari 3 item yaitu efisiensi sistem, keefektifan sistem, dan kepuasan, dan
ditambah dengan indikator lain yaitu kebanggaan pengguna saat menggunakan sistem
(Gita, 2010). Indikator kebanggaan ditambahkan karena ketika seseorang itu bangga
terhadap suatu sistem berarti orang tersebut merasa puas telah menggunakan sistem
tersebut. Indikator diperlukan karena kepuasan pengguna merupakan variabel lain yang
tidak dapat diukur secara langsung. Dan indikator penelitian ini meliputi (1) efisiensi
sistem, (2) keefektifan sistem, (3) kepuasan (rasa puas), dan (4) kebanggaan
menggunakan sistem.
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Persepsi Kemudahan terhadap Persepsi Kegunaan
Persepsi kemudahan didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha (Davis, 1989). Maksudnya adalah bahwa jika seseorang merasa percaya sistem informasi mudah digunakan, maka dia akan menggunakannya. Persepsi kemudahan ini telah diteliti sebagai kunci penentu dari penerimaan dan penggunaan teknologi. TAM memposisikan bahwa variabel persepsi kemudahan penggunaan mempengaruhi persepsi kegunaan yang dapat dijelaskan secara logis bahwa hal yang dipersepsikan lebih mudah digunakan akan lebih memberi manfaat atau kegunaan. Davis (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa persepsi pengguna terhadap kemudahan secara positif mempengaruhi persepsi pengguna terhadap kegunaan.
Penelitian Tangke (2010) juga menyimpulkan bahwa persepsi kemudahan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persepsi kegunaan.
Berdasarkan landasan teori yang telah disebutkan diatas dan penelitian terdahulu dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang yang memahami kemudahan penggunaan dari suatu teknologi informasi, berharap bahwa teknologi tersebut akan memberikan kegunaan bagi dirinya sendiri. Dengan demikian, dapat disusun hipotesis sebagai berikut.
H1 : Persepsi kemudahan e-Faktur berpengaruh signifikan positif terhadap persepsi kegunaan e-Faktur
Persepsi Kegunaan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008), persepsi didefinisikan sebagai tanggapan
atau penerimaan langsung dari sesuatu atau atau proses seseorang mengetahui beberapa
hal melalui panca indra. Individu bertindak berdasarkan pada persepsinya tanpa
memperhatikan apakah persepsi tersebut akurat atau tidak akurat dalam menggambarkan
kenyataan. Penjelasan mengenai kenyataan mungkin akan sangat berbeda dari individu
yang satu dengan individu yang lain. Kehadiran suatu teknologi akan dipersepsikan
secara berbeda oleh seseorang. Ada seseorang yang menganggap teknologi tersebut akan
memberikan kemudahan dan manfaat tetapi ada pula yang berfikir sebaliknya.
Persepsi Kegunaan (perceived usefulness) didefinisikan sebagai “the degree to which a person believes that using particular system would enhance his or her job performance” (Davis, 1989). Artinya, persepsi kegunaan adalah suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu sistem tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang tersebut. Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa manfaat dari penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerja orang yang menggunakannya.
Manfaat teknologi informasi merupakan manfaat yang diharapkan oleh pengguna teknologi informasi dalam melaksanakan tugasnya. Pengukuran manfaat tersebut berdasarkan frekuensi penggunaan dan keragaman aplikasi yang dijalankan (Thompson et al. dalam Amijaya, 2010),. Thompson (dalam Amijaya, 2010) juga menyebutkan bahwa individu akan menggunakan teknologi informasi jika mengetahui manfaat positif atas penggunaan-nya. Aspek perilaku dalam penerapan sistem informasi mempunyai beberapa faktor yang cukup berperan terhadap penerimaan penggunaan sistem tersebut.
Persepsi kegunaan merupakan suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu sistem tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja, menambah produktifitas dan efektifitas kerja orang tersebut (Koeswoyo, 2006)). Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa manfaat dari penggunaan teknologi informasi adalah dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerja orang yang menggunakannya. Iyeh (2012) dalam penelitian yang dilakukannya menemukan bahwa Persepsi Kegunaan berpengaruh secara signifikan terhadap Kepuasan Pengguna. Semakin meningkat Persepsi Kegunaan menyebabkan meningkatnya Kepuasan Pengguna
Wajib Pajak yang memiliki persepsi Kegunaan yang tinggi maka akan termotivasi untuk menggunakan sistem tersebut sehingga mampu meningkatkan performa kerjanya. Seorang Wajib Pajak yang beranggapan bahwa sistem yang dikembangkan bermanfaat akan merasa bahwa harapan mereka terhadap sistem tersebut terpenuhi sehingga mereka cenderung puas ketika menggunakan sistem tersebut. Oleh karena itu persepsi kegunaan berpengaruh terhadap kepuasan penggunaan e-Faktur.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut.
H2: Persepsi kegunaan e-Faktur berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan pengguna e-Faktur
Pengaruh Persepsi Kemudahan terhadap Kepuasan Pengguna
Davis (1989) mendefinisikan persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) sebagai “the degree to which a person believes that using particular system wouldbe free of effort”. Artinya, suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan suatu sistem tertentu akan terbebas dari usaha. Davis et al. (dalam Fullah dan Candra, 2012) lebih lanjut mengatakan bahwa usaha menurut setiap orang berbeda-beda tetapi pada umumnya untuk menghindari penolakan dari pengguna sistem atas sistem yang dikembangkan, maka sistem harus mudah diaplikasikan oleh pengguna tanpa mengeluarkan usaha yang dianggap memberatkan.
Intensitas penggunaan dan interaksi antara pengguna (user) dengan sistem juga dapat menunjukkan kemudahan penggunaan. Sistem yang sering digunakan menunjukkan bahwa sistem tersebut lebih dikenal, lebih mudah dioperasikan dan lebih mudah digunakan oleh penggunanya (Davis, 1989). Menurut Adam et al (dalam Maharsi dan Mulyadi, 2007), intensitas penggunaan dan interaksi antara pengguna (user) dengan sistem juga dapat menunjukkan kemudahan penggunaan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan akan mengurangi usaha (baik waktu dan tenaga) seseorang di dalam mempelajari teknologi informasi. Artinya, konsep perceived ease of use menunjukkan tingkat dimana seseorang meyakini bahwa penggunaan sistem informasi adalah mudah dan tidak memerlukan usaha keras dari pemakainya untuk bisa menggunakannya.
Kemudahan penggunaan merupakan tingkatan dimana seseorang percaya bahwa teknologi informasi mudah untuk dipahami. Intensitas penggunaan dan interaksi antara pengguna (user) dengan sistem juga dapat menunjukkan kemudahan penggunaan. Sistem yang sering digunakan menunjukkan bahwa sistem tersebut lebih dikenal, lebih mudah dioperasikan dan lebih mudah digunakan oleh penggunanya (Auraningtyas, 2012).
Amanda dan Arfhan (2016) mengatakan dalam penelitiannya persepsi
kemudahan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna. Persepsi kemudahan
penggunaan menunjukkan tingkat kepercayaan wajib pajak seberapa mudahkah e-Faktur digunakan dalam bekerja dan mampu memenuhi harapan, sehingga mereka merasa puas telah menggunakannya. Wajib Pajak yang beranggapan bahwa sistem yang dioperasikan itu mudah akan cenderung terus menggunakan sistem tersebut. Kemudahan tersebut akan membuat wajib pajak merasa harapan mereka terhadap sistem tersebut telah terpenuhi sehingga mereka akan cenderung puas. Oleh karena itu tingkat persepsi kemudahan penggunaan e-Faktur berpengaruh terhadap kepuasan penggunaan e-Faktur. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :
H3: Persepsi kemudahan e-Faktur berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan pengguna e-Faktur
Kepuasan Pengguna
Menurut Seddon dan Kiew (1994), kepuasan pengguna merupakan perasaan bersih dari senang atau tidak senang dalam menerima sistem informasi dari keseluruhan manfaat yang diharapkan seseorang dimana perasaan tersebut dihasilkan dari interaksi dengan sistem informasi. Tiap pengguna mempunyai seperangkat manfaat yang diharapkan atau aspirasi untuk sistem informasi. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan perluasan di mana sistem dapat memenuhi atau gagal memenuhi aspirasi, pengguna mungkin lebih atau kurang puas. Dengan demikian kepuasan pengguna dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh informasi yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan yang mereka perlukan. Kepuasan pengguna menggambarkan keselarasan antara harapan seseorang dan hasil yang diperoleh dari adanya suatu sistem, di mana seseorang tersebut turut berpartisipasi dalam pengembangannya. Dan ketidakmampuan suatu sistem informasi tersebut memenuhi harapan pengguna dapat menyebabkan kegagalan suatu sistem.
McGill, Hobbs, dan Klobas (2003), melakukan pengujian empiris terhadap
keseluruhan dimensi dalam model keberhasilan sistem informasi dari DeLone dan
McLean (1992). Pengujian mereka dilakukan pada lingkungan user yang sekaligus
menjadi developer system. Hasil pengujian mereka menunjukkan bahwa kepuasan
pengguna akhir suatu sistem informasi memainkan peranan signifikan dalam menentukan penggunaan sistem aplikasi. Dan terdapat 3 indikator yang mereka gunakan untuk mengukur kepuasan pengguna yaitu efisiensi sistem, keefektifan sistem, dan kepuasan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Raza, Siddiqquei, Awan, & Bukhari, 2012) menunjukan bahwa hubungan pada setiap variable independen dengan behavioral intention memiliki hubungan yang signifikan, namun satisfaction memiliki hubungan yang paling kuat diantara seluruh variable. Didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Lien, Wen, & Wu (2011) yang menjelaskan bahwa customer satisfaction memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap behavioral intention.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : H4: Kepuasan Pengguna e-Faktur berpengaruh signifikan positif terhadap
minat menggunakan e-Faktur
Persepsi Minat Menggunakan
Hanggono (2015) mendefinisikan bahwa minat perilaku menggunakan teknologi (behavioral intention to use) sebagai minat atau keinginan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Menurut Wibisono (2014) persepsi kegunaan didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan suatu teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi orang yang menggunakannya. Persepsi Kegunaan merupakan faktor penting dalam minat wajib pajak. Wajib Pajak yang beranggapan bahwa e-Faktur akan berguna bagi mereka dalam melaporkan SPT menyebabkan mereka tertarik menggunakannya.
Menurut Wibowo (2008) dalam shomad (2013) menjelaskan bahwa persepsi
kegunaan merupakan persepsi terhadap kemanfaatan yang didefinisikan sebagai suatu
ukuran bahwa penggunaan suatu teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi
orang yang menggunakannya. Dyanrosi (2015) mengatakan persepsi kegunaan
(perceived usefulness) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap minat perilaku untuk
menggunakan (behavioral intention to use) e-Faktur, wajib pajak orang pribadi menilai
e-Faktur telah memberikan keuntungan bagi wajib pajak dalam melaporkan pajaknya
namun tidak mempengaruhi minat perilaku untuk menggunakan (behavioral intention to use). Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H5: Persepsi kegunaan e-Faktur berpengaruh signifikan positif terhadap minat menggunakan e-Faktur.
Model Penelitian
H5 H2
H4 H1
H3
Gambar 2 Model Penelitian
Persepesi Kegunaan
e-Faktur
Persepesi Kemudahan
e-Faktur
Kepuasan Pengguna e-faktur
Minat Menggunakan
e-faktur
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan memberikan uraian atau gambaran mengenai fenomena atau gejala social yang diteliti dengan mendeskripsikan variable mandiri, baik satu variable atau lebih (independent) berdasarkan indikator-indikator dari variable yang diteliti tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antar variable yang diteliti guna untuk eksplorasi atau klasifikasi dengan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan variabel yang diteliti. (Iskandar, 2008:61)
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data subjek, yaitu penelitian yang berupa sikap, opini, pengalaman, atau karakteristik sekelompok orang yang menjadi subjek penelitian atau responden. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer. Data primer yaitu data yang berasal langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti (Cooper dan Emory, 1996) dalam Putut (2012). Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari Pengusaha Kena Pajak yang berada di kota Bandar Lampung dan menggunakan aplikasi e-Faktur. Data ini berupa kuesioner yang nantinya akan diisi oleh para PKP yang menjadi responden terpilih dalam penelitian ini. Jumlah Responden yang ditetapkan oleh peneliti sebanyak 60 responden, jumlah tersebut ditetapkan berdasarkan keterbatasan waktu pengerjaan penelitian.
Populasi dan Sampel
Sampel di dalam penelitian ini adalah para pengusaha kena pajak di Kota Bandar Lampung yang pernah melaporkan faktur pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur.
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience
sampling. Convenience sampling merupakan metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih sampel secara bebas sekehendak peneliti. Metode pengambilan sampel ini dipilih karena peneliti tidak memiliki pertimbangan lain kecuali untuk kemudahan pelaksanaan riset dengan alasan bahwa jumlah populasi yang diteliti tidak diketahui atau anonim sehingga terdapat kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan murah. Dalam menggunakan Convinience sampling peneliti menetapkan jumlah sampel sesuai dengan acuan penentuan sampel menurut Hair (2006) yang menyatakan bahwa sampel harus lebih banyak pengamatan daripada banyaknya variabel, dan ukuran sampel tidak boleh kurang dari 50. Oleh karena itu peneliti menetapkan jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 60 responden.
Teknik Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kuesioner (questionnaries). Teknik ini memberikan tanggung jawab kepada responden untuk membaca dan menjawab pertanyaan. Data yang diperoleh dari kuesioner berupa identitas responden dan pilihan jawaban responden yang menujukkan persepsi wajib pajak yang menggunakan aplikasi e-Faktur. Untuk mengukur varibel tersebut digunakan skala likert 5 point (5-point likert scale) dimulai dari poin 1 sangat tidak setuju (STS), poin 2 tidak setuju (TS), poin 3 netral(N), poin 4 setuju (S), poin 5 sangat setuju (SS).
Instrumen Penelitian
Peneliti dalam observasi dan wawancara di lapangan menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara, alat tulis, kamera (dokumentasi), perekam suara dan media internet, dan beberapa cara teknik pengumpulan data yang dapat peneliti lakukan dengan penunjang instrumen penelitian adalah melalui observasi yaitu melakukan pengamatan langsung tentang keadaan di lapangan untuk menjawab permasalahan yang diteliti.
Indikator persepsi kebermanfaatan, persepsi kemudahan, persepsi kepuasan pengguna
yang peneliti gunakan dalam membuat pertanyaan diambil dari penilitian terdahulu yang
dilakukan oleh Noviandini (2012) mengenai persepsi kebermanfaatan, persepsi
kemudahan dan persepsi kepuasan pengunaan e-Filling. Indikator minat penggunaan peneliti ambil dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ratsidyaningtyas (2016).
Tabel 3.1 Instrumen Penelitian
Variabel Definisi Indikator
Persepsi Kebermanfaatan
Noviandini (2012)
Sejauh mana seseorang percaya bahwa dalam menggunakan teknologi tertentu akan dapat meningkatkan kinerja.
1. Mengembangkan kinerja 2. Manfaat sistem
3. Menambah produktivitas 4. Mempertinggi efektivitas Persepsi Kemudahan
Noviandini (2012)
Sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha.
1. Fleksibilitas 2. Mudah dipahami 3. Mudah digunakan
4. Mudah untuk berinteraksi Persepsi Kepuasan Pengguna
Noviandini (2012)
Perasaan senang / kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipresepsikan produk terhadap ekspektasi mereka.
1. Efisiensi sistem 2. Keefektifan sistem 3. Kepuasan (rasa puas) 4. Kebanggan menggunakan
system Minat Menggunakan
(Behavioral Intention) Ratsidyaningtyas (2016)
Keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, memelihara dan menggunakan produk atau jasa.
1. Tingkat Kepercayaan 2. Rekomandasi
3. Pilihan
Teknik Analisis
Dalam penelitian ini analisis data menggunakan pendekatan Partial Least Square (PLS). PLS adalah salah satu metode statistika SEM berbasis varian yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda ketika terjadi permasalahan spesifik pada data, seperti ukuran sampel penelitian sangat kecil, adanya data yang hilang (missing values) dan multikolinearitas (Jogiyanto dan Abdilah, 2009:11). PLS merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis kovarian menjadi berbasis varian.
SEM berbasis kovarian bertujuan untuk mengestimasi model untuk pengujian atau konfirmasi teori, sedangkan SEM varian bertujuan untuk memprediksi model untuk pengembangan teori. Karena itu PLS merupakan alat prediksi kausalitas yang digunakan untuk pengembangan teori. Selain dapat digunakan untuk pengembangan teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten.
Disamping itu, PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator reflektif dan formatif (Jogiyanto dan Abdillah, 2009:17). Model indikator reflektif mengasumsikan bahwa kovarian di antara pengukuran dijelaskan oleh varian yang merupakan manifestasi dari konstruk latennya.
Penelitian ini merupakan penelitian statistik dekriptif kuantitatif dimana analisis ditujukan untuk memberikan gambaran tentang demografi responden penelitian dan gambaran tentang variabel-variabel penelitian untuk mengetahui distribusi frekuensi absolut yang menunjukkan angka rata-rata (mean) kisaran aktual, penyimpangan baku (standard deviation), dan kecenderungan jawaban responden.
Uji Validitas
Uji validitas ini dimaksudkan untuk menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian
mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas ini berhubungan dengan ketepatan
alat ukur untuk melakukan tugasnya mencapai sasarannya (Jogiyanto, 2008). Uji
validitas ini dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu validitas isi (content validity)
dan validitas konstruk.
a. Validitas Isi
Validitas isi mengukur sejauh mana item-item dalam instrumen yang diukur mewakili ciri atribut yang hendak diukur (Azwar, 2012). Validitas berhubungan dengan kriteria digunakan untuk mengukur perbedaan-perbedaan individual berdasarkan kriteria yang digunakan.
b. Validitas Konstruk
Validitas konstruk menunjukkan seberapa baik hasil-hasil yang diperoleh dari penggunaan suatu pengukur sesuai dengan teori-teori yang digunakan untuk mendefinisikan suatu konstruk (Jogiyanto, 2008). Validitas konstruk ini dinilai melalui validitas konvergen (convergent validity) dan validitas diskriminan (discriminat validity). Validitas konvergen terjadi jika skor-skor yang diperoleh dari dua instrumen yang berbeda yang mengukur konstruk yang sama mempunyai korelasi yang tinggi. Validitas konvergen dinilai dari korelasi antara score item/indikator dengan score konstruknya. Indikator individu dianggap reliabel jika memiliki nilai korelasi di atas 0.7(Ghozali, 2012).
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah tingkat seberapa besar suatu pengukur mengukur dengan stabil dan konsisten (Jogiyanto, 2008). Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan melihat pada nilai composite reliability (Ghozali, 2012). Suatu konstruk dianggap reliabel apabila nilai composite reliabilitynya di atas 0,7, namun demikian pada riset pengembangan skala loading 0,5 sampai 0,6 masih dapat diterima (Ghozali, 2012).
Pengujian Hipotesis Penelitian
Untuk menguji hubungan antar variabel penelitian digunakan PLS 3.0 (Partial Least Square). PLS merupakan suatu teknik statistik yang digunakan untuk memprediksi korelasi antar variabel laten independen dan dependen melalui indikator-indikatornya.
PLS dianggap metode analisis yang powerful oleh karena metode ini tidak
mengasumsikan data harus dengan menggunakan pengukuran skala tertentu dan dapat digunakan untuk menganalisis sampel yang kecil (Ghozali, 2012). Dalam penelitian ini digunakan metoda analisis PLS karena model penelitian yang digunakan pada penelitian ini komplek. Selain itu metoda analisis PLS dianggap telah mencakup analisis regresi berganda, analisis jalur, dan korelasi canonical (Ghozali, 2012).
Pengujian dalam PLS meliputi pengujian inner model dan pengujian outer model, yaitu (Ghozali, 2012):
a. Inner model
Inner model biasa disebut dengan inner relation dan structural model menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan subtantive theory.
Model persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:
η = β0 + βn + τξ + ζ
Dimana η menggambarkan vektor endogen (dependen) variabel laten, ξ adalah vektor variabel laten eksogen, dan ζ adalah vektor variabel residual (unexplained variance).
b. Outer model
Outer model sering disebut dengan measurement model yang mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Blok dengan indikator reflektif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:
x = ˄xξ + Ɛx y = ˄y η + Ɛy
Dimana x dan y adalah indikator atau manifest variabel untuk variabel laten eksogen
dan endogen ξ dan η . Sedangkan ˄x dan ˄y merupakan matrik loading yang
menggambarkan koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten
dengan indikatornya. Residual yang diukur dengan Ɛx dan Ɛy dapat
diinterpretasikan sebagai kesalahan pengukuran.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui kuisioner sebagai alat pengumpulan data. Kuisioner diadopsi dari penelitian Nurul (2012). Kuisioner tersebut terdiri dari empat variabel. Untuk variabel pertama persepsi kegunaan memiliki sebelas pernyataan. Variabel kedua persepsi kemudahan memiliki sebelas pernyataan. Variabel ketiga kepuasan penggunaan memiliki sepuluh pernyataan. Dan untuk varibel keempat minat menggunakan memiliki 3 pernyataan.
Kuisioner telah disebarkan sebanyak 60 kuisioner kepada pengusaha kena pajak yang ada di kota Bandar Lampung. Untuk mengetahui kecenderungan responden dalam menjawab pertanyaan kuesioner berupa nilai-nilai, maka dilakukan analisis statistik deskriptif dari untuk mengetahui nilai nilai indikator dari setiap variabel yang telah diterima dalam program smartPLS 3.0. data statistik deskriptif dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif
Variabel Item Pertanyaan Mean Min Max Std.
Deviation
Kegunaan
Mengembangkan kinerja 3,40 2,00 5,00 0,71 Kinerja Lebih baik 3,28 1,00 5,00 0,78 Mempermudah pekerjaan 3,28 1,00 5,00 0,82
Menguntungkan 3,20 1,00 4,00 0,73
Bermanfaat 3,42 2,00 5,00 0,74
Menambah tingkat produktifitas 3,15 2,00 4,00 0,60 Efektifitas waktu 2,98 1,00 4,00 0,87 Meningkatkan kualitas 3,43 2,00 5,00 0,67 Meningkatkan efektifitas 3,33 1,00 4,00 0,70
Efisiensi waktu 3,02 1,00 4,00 0,74
Praktis dan Efisien 3,12 2,00 4,00 0,78
Profil Responden
Karakteristik responden secara keseluruhan dapat dilihat di tabel 4.1. Dari sebanyak 60 total responden, terdapat 18 responden begerak di bidang manufaktur atau sebesar 30% responden, 39 responden bergerak di bidang perdagangan dan jasa atau sebesar 65% responden, dan 3 responden bergerak di bidang lainnya atau sebesar 5%
responden. Dari 60 responden tersebut seluruhnya atau 100% responden sudah menggunakan aplikasi e-Faktur dalam kegiatan pelaporan pajaknya. Deskripsi masing- masing variabel di sajikan dalam tabel berikut ini.
Kemudahan
Sesuai dengan kebutuhan 3,42 1,00 5,00 0,92
Fleksibilitas 3,02 1,00 5,00 0,85
Interaksi 3,08 1,00 5,00 0,80
Mudah dipahami 2,53 1,00 4,00 0,81
Tampilan 3,20 2,00 5,00 0,79
Cara Menggunakan 3,38 1,00 5,00 0,82
Mudah digunakan 3,18 2,00 4,00 0,67
Kesalahan saat mengoperasikan 2,92 1,00 4,00 0,78 Usaha berinteraksi 3,08 1,00 5,00 0,76
Sistem yang rumit 3,00 1,00 4,00 0,80
Mudah berinteraksi 3,35 1,00 5,00 0,79
Kepuasan Pengguna
Pelaporan secara efisien 3,60 2,00 5,00 0,71 Pelaporan tepat waktu 3,43 2,00 5,00 0,80
Menghemat biaya 3,08 1,00 5,00 0,99
Efektif memenuhi kebutuhan 3,47 1,00 5,00 0,69 Memperoleh informasi 3,28 1,00 4,00 0,69 Informasi sesuai format 3,37 2,00 4,00 0,66 Puas dengan pelayanan 3,12 2,00 4,00 0,63 Puas dengan informasi 3,15 2,00 4,00 0,65 Pengalaman yang menyenangkan 2,88 1,00 4,00 0,75
Merasa Bangga 3,30 2,00 5,00 0,59
Minat untuk menggunakan
Fitur-fitur yang membantu 3,17 1,00 4,00 0,82 Selalu mencoba menggunakan 2,92 1,00 4,00 0,92 Terus menerus digunakan
kedepannya 3,32 2,00 4,00 0,56
Tabel 4.2
Karakteristik Responden
Data Jumlah Persentase
Manufaktur 18 responden 30%
Perbankan 0 responden 0
Pedagangan dan Jasa 39 responden 65%
Lainnya 3 responden 5%
Total Sampel 60 responden 100%
Sumber: data yang diolah
Pengujian Data dan Model Penelitian
Data yang telah di rinci kemudian diolah dengan menggunakan software
SmartPLS, model diolah dengan menggunakan PLS Algorithm dan Bootstrapping
(Model Struktural). PLS Algorithm digunakan untuk mengukur validitas dan reliabilitas
dari masing masing konstruk sehingga data dapat dipastikan kekuatannya. Sedangkan
Bootstraping dilakukan untuk menguji ulang sample sebanyak 500 kali resampling sesuai
dengan standar dari program smart PLS versi 3.0 sehingga didapatkan t-value yang
digunakan sebagai tolak ukur pengujian hipotesis apakah akan diterima atau
ditolak.Berikut tampilan PLS Algorithm dan Bootstrapping :
Gambar 4.1
Hasil Model Struktural
Sumber : Pengolahan data dengan Bootstraping
Pengujian Model Pengukuran ( Outer Model )
Menurut (Jogiyanto,2009) Sebelum melakukan pengujian hipotesis untuk
memprediksi hubungan relasional dalam model struktural, pengujian model
pengukuran harus dilakukan terlebih dahulu untuk verifikasi indikator dan varibel laten
yang dapat diuji selanjutnya. Pengujian tersebut meliputi pengujian validitas konstruk
(konvergen dan diskriminan) dan pengujian konsistensi internal (reliabilitas)
konstruk. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan instrumen penelitian
mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan uji reliabilitas digunakan untuk
mengukur konsistensi alat ukur dalam mengukur suatu konsep atau dapat juga
digunakan untuk mengukur konsistensi responden dalam menjawab item pertanyaan dalam kuesioner atau instrument penelitian.
1. Pengujian Validitas Konstruk
Tabel 4.3
Uji Validitas Konvergen, Reliabilitas, dan R Square
Uji validitas konvergen dilihat dari model pengukuran dengan menggunakan indikator reflektif dinilai berdasarkan loading factor, dan (Average Variance Extracted) AVE. Nilai (Average Variance Extracted) direkomendasikan nilai masing-masing harus di atas 0,50. Artinya probabilitas indikator di suatu konstruk masuk ke variabel lain lebih rendah (kurang 0,5) sehingga probabilitas indikator tersebut konvergen dan masuk di konstruk yang di maksud lebih besar, yaitu di atas 50 persen. Dalam penelitian ini terdapat 4 konstruk dengan jumlah indikator antara 3 sampai dengan 11 indikator dengan menggunakan skala 1 sampai 5. Berdasarkan hasil pengujian model pengukuran yang terlihat pada gambar diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut, hasil yang terlihat pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa hasil pengujian AVE untuk konstruk kemudahan penggunaan, persepsi kegunaan, persepsi nilai informasi, dan minat
Average Variance Extracted (AVE)
Composite
Reliability R Square
Kepuasan
Pengguna 0.664 0.887
Minat
Menggunakan 0.564 0.721 0.081
Persepsi
Kegunaan 0.607 0.860 0.484
Persepsi
Kemudahan 0.666 0.923 0.403
untuk menggunakan masing-masing adalah 0,664; 0,564; 0,607; 0,666. Semua indikator memiliki loading factor di atas 0,70, AVE > 0,50. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi uji validitas konvergen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator tersebut dinyatakan valid dan dapat diterima sebagai pengukur variabel laten penelitian.
Pengukuran validitas diskriman dari model pengukuran dinilai berdasarkan dengan membandingkan akar dari AVE suatu konstruk harus lebih tinggi dibandingkan dengan loading factor sebesar 0,70. Pada tabel outer loading (Lampiran 1) terlihat bahwa masing-masing indikator di suatu konstruk sudah lebih tinggi dari dari nilai standar loading factor. Nilai outer loading menunjukkan adanya validitas diskriman yang baik karena nilai korelasi indikator terhadap konstruknya lebih tinggi dibandingkan nilai loading factornya. Sebagai contoh outer loading x11 sebesar 0,758 berada di atas loading factor standart yang sudah ditetapkan sebesar 0,70. Begitu pun dengan x12 sebesar 0,781 dan seterusnya.
Uji kekonsistenan indikator-indikator dalam satu variabel laten dilakukan dengan dengan uji reliabilitas. Uji reliabilitas dapat diukur dari nilai composite reliability. Untuk dapat dikatakan suatu konstruk reliable, maka nilai composite reliability harus lebih dari 0,70. Meskipun nilai 0,60 masih dapat diterima. Dari output SmartPLS dalam tabel 4.2 di atas, menunjukkan bahwa konstruk kemudahan penggunaan, persepsi kegunaan, persepsi nilai informasi, dan minat untuk menggunakan memiliki nilai composite reliability di atas 0,70 sehingga dapat dinyatakan bahwa pengukur yang dipakai dalam penelitian ini memiliki reliabilitas yang baik.
Inner model menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan
pada teori substantif. Model sktruktural dievaluasi dengan menggunakan R-square
untuk konstruk dependen,. Hasil R-square yang dijelaskan pada variabel
dependen sebaiknya diatas 0,10 sehingga dapat dinyatakan bahwa konstruk
dependennya baik. Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa nilai
R-square konstruk persepsi kegunaan adalah sebesar 0,403 Hal ini berarti bahwa persepsi kemudahan penggunaan mampu menjelaskan konstruk persepsi kegunaan sebesar 40,3%. Konstruk kepuasan pengguna mampu di jelaskan oleh persepsi kemudahan penggunaan dan persepsi kegunaan sebesar 0,484 dan berarti bahwa kosntruk persepsi kegunaan dan persepsi kemudahan mampu menjelaskan konstruk kepuasan pengguna sebesar 48,4%. Untuk konstruk minat menggunakan kepuasan pengguna dan persepsi kegunaan hanya mampu menjelaskan minat menggunakan sebesar 0,081 atau hanya sebesar 8,1%.
Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis, nilai t-statistic yang dihasilkan dari output PLS dibandingkan dengan nilai t-tabel, output PLS merupakan estimasi variabel laten yang merupakan linier agrerat dari indikator. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut
Tabel 4.4
Inner Model T-Statistic
Hipotesis
Original Sample
(O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STDEV)
T Statistics
(|O/STDEV|)
Hasil Uji
H1 Persepsi Kemudahan -> Persepsi Kegunaan 0.635 0.646 0.071 8.894
Diterima
H2 Persepsi Kegunaan ->Kepuasan Pengguna 0.325 0.319 0.122 2.664
Diterima
H3 Persepsi Kemudahan -> Kepuasan Pengguna 0.443 0.454 0.120 3.682
Ditermia
H4 Kepuasan Pengguna ->Minat Menggunakan -0.163 -0.197 0.231 0.706
Ditolak
H5 Persepsi Kegunaan ->Minat Menggunakan -0.155 -0.132 0.250 0.621