6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Animasi
Definisi animasi bermacam-macam menurut berbagai ahli. Menurut Blair (1994), animasi merupakan proses menggambar dan memotret sebuah karakter yang berupa manusia, hewan, atau pun benda mati, yang diberi gerakan dan membuatnya seolah- olah hidup (hlm. 6). Animasi memberi kehidupan terhadap sebuah gambar dengan membuat ilusi kemampuan dan karakter agar para penonton percaya bahwa mereka memiliki perasaan dan dapat berpikir. Untuk menghibur penonton, para animator juga perlu mengetahui cara menyajikan komedi dan kejadian yang unik dan menarik (Blair, 1994, hlm. 7). Mereka harus mengetahui cara mendramatisir aksi dan reaksi dari karakter tersebut. Menurut beliau, para animator harus mengerti cara menggambar, karena skill menggambar akan menentukan sukses para animator.
Namun, hal ini hanya berlaku pada animasi 2D dan bukan 3D.
Menurut Chong (2008), prinsip dasar animasi dapat didefinisikan sebagai proses pembuatan sebuah ilusi gerakan dari beberapa gambar dengan cepat (hlm.
8). Walt Disney (seperti dikutip dalam Chong, 2008, hlm. 22) mengatakan bahwa animasi dapat menjelaskan pikiran manusia dan fasilitas tersebut menjadikan animasi menjadi sarana komunikasi yang fleksibel dan eksplisit. Animasi dinamakan sebagai modernist art, dimana dapat mengembangkan bahasa ekspresif yang terkait dengan bentuk seni lainnya, tetapi mengubah fase budaya masyarakat (hlm. 15). Perkembangan teknologi ini juga membuat para animator menemukan
7 kesempatan untuk menyesuaikan kemampuan menganimasikan dalam tradisional dengan alat-alat baru (hlm. 56). Sehingga, animasi dapat diterapkan dalam film panjang yang kita tonton di bioskop.
Williams (2009) juga mengatakan bahwa animasi merupakan pembawaan gambar (stills) dan menempatkannya ke dalam dimensi yang berbeda (hlm. 11).
Dalam dimensi tersebut, gambar-gambar dapat berjalan, berbicara, dan juga seolah- olah dapat memiliki perasaan dan pikiran. Menurut beliau, gambar seharusnya menjadi sifat kedua para animator, sehingga mereka dapat lebih fokus dengan actual actions dan timing untuk memberikan kehidupan (hlm. 23). Seperti yang dikatakan Emery Hawkins (seperti dikutip dalam Williams, 2009, hlm. 20), batasan dari animasi adalah orangnya yang mengerjakannya.
2.2. Motion Graphics
Ada beberapa pendapat mengenai motion graphics. Menurut Curran (2000), motion graphics merupakan istilah yang digunakan oleh para ahli grafis desain untuk membuat sebuah desain komunikatif yang dinamis dan efektif, dan juga dapat ditayangkan melalui film, televisi, dan internet (hlm. 3). Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan desain untuk internet telah memperkenalkan banyak sekali grafis desainer ke dunia motion graphic animation. Semakin berkembangnya teknologi, kini motion graphics dapat ditemukan di televisi, internet, dll. Definisi menurut Crook dan Beare (2017) adalah motion graphics hanya mendeskripsikan mekanisme dan proses karena adanya keterkaitan terhadap graphic design (hlm.
10). Maka dari itu, motion graphics cenderung menggunakan simplifikasi
8 (simplification), abstraksi (abstraction), dan mengubah foto menjadi bentuk diagram.
Schlittler (2015) juga memiliki definisi yang berbeda terhadap motion graphics, yakni seni yang menggabungkan animasi dan desain grafis untuk menyampaikan sebuah informasi dan mengkomunikasikan sebuah ide (hlm. 3). Ada pula perbedaan antar animasi dan motion graphics. Animasi menggunakan gambar yang ditangkap untuk meniru gerakan realita, sedangkan motion graphics menggunakan animasi sebagai teknik yang digunakan oleh para desainer grafis untuk mengkomunikasikan ide. Sandhouse (seperti dikutip dalam Schlittler, 2015, hlm. 4) mengatakan bahwa motion graphics merupakan istilah kontemporer yang digunakan untuk mendeskripsikan bidang desain yang sangat luas yang melingkupi film, video, dan animasi. Selain itu, motion graphic digunakan untuk memberikan meaning terhadap sesuatu dan biasanya bersifat informatif (Curran, 2001, hlm.10).
Berbeda dengan animasi, motion graphics tidak fokus dalam menjalin hubungan emosional. Perbedaan animasi dan motion graphics dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.1. Perbedaan Motion Graphics dan Animasi
9
(Schlittler, 2015, hlm. 6)
Agar motion graphics tidak terasa membosankan, perlu dimasukkan musik agar motion graphics lebih menarik secara emosional dan menambahkan suara (voice over) untuk menyampaikan pesan secara verbal (Lankow, Ritchie, & Crooks, 2012, hlm. 74). Berbeda dengan infografis yang still, motion graphics melintasi waktu dan lebih memiliki kehidupan dan pergerakan (hlm. 75). Penggunaan motion graphics kini telah berkembang dan sering digunakan dalam film dan industri televisi untuk menyajikan dan mempromosikan film dan acara TV. Iklan di televisi kini merupakan media yang paling sering digunakan untuk kampanye dan merupakan salah satu metode yang terefektif untuk mendapatkan brand recognition (Krasner, 2013, hlm. 67). Selain itu, motion graphics juga sering digunakan untuk public service announcements (PSA).
2.3. Public Service Announcement
Menurut Krasner (2013), public service announcement (PSA) merupakan sarana non-komersial yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai isu, seperti global warming, energy conservation, dll. (hlm. 62). PSA juga digunakan untuk mempromosikan beberapa organisasi non-profit, seperti World Wide Fund (WWF), Greenpeace, dll. Apabila PSA diproduksi secara benar dan didistribusikan ke media yang cocok, maka PSA tersebut dapat mengedukasikan, menginformasikan, dan memotivasi beberapa segmen publik mengenai isu yang diangkat (Toncar, Reid, & Anderson, 2007, hlm. 261). Goodwill (seperti dikutip dalam Toncar et al., 2007, hlm. 261) mengatakan bahwa PSA yang baik adalah
10 berempati, dimana mereka membangun kepercayaan dengan penontonnya atau memberikan rasa kepedulian mengenai isu atau masalah yang diangkat.
Salah satu atribut penting dalam mengarahkan pandangan seseorang mengenai orang lain sebagai kelompoknya adalah dengan kesamaan yang dirasakan (similarity). Anak muda lebih sering melihat orang-orang yang dalam kelompok mereka sendiri dan dapat mempengaruhi sikap perilaku mereka. Selain kredibilitas dan kepercayaan, memperlihatkan ahli biasanya dapat memberikan kesan yang lebih positif dan lebih dapat mempengaruhi tingkah laku dan kepercayaan penonton. Gilly (seperti dikutip dalam Paek, Hove, Jeong et al., 2011, hlm. 165) berkata bahwa manusia bisa lebih merespon terhadap apa yang dikatakan ahli karena mereka melihatnya sebagai sumber yang memiliki kualitas yang lebih dari non-experts.
Terdapat pula sebuah premis pengaruh sosial, dimana mahasiswa lebih memiliki sikap yang lebih baik terhadap video yang dibuat oleh orang-orang dari kelompok usia mereka. Hal ini telah diuji oleh Ahn dan rekan-rekannya (seperti dikutip dalam Paek et al., 2011, hlm. 165) dengan menguji PSA radio terhadap mahasiswa yang merupakan peminum berat dengan PSA yang dibuat oleh sumber dari lingkup usia yang sama dan sumber dari dokter. Penelitian tersebut mengindikasikan bahwa sumber dari lingkup usia yang sama lebih efektif dengan memberikan pesan afektif dan membuat para pendengar mengurangi minum- meminum.
11 2.4. Infografis
Infografis merupakan singkatan dari kata “information graphic” dan digunakan untuk menyampaikan sebuah informasi menggunakan elemen visual (Lankow, Ritchie, & Crooks, 2012, hlm. 20). Menurut mereka, hal pertama yang sangat menantang adalah membuat para penonton ingin mendengarkan apa yang ingin disampaikan. (hlm. 30). Desain visual dan grafik yang digunakan harus selalu terlihat sangat menarik agar dapat mendorong penonton untuk menontonnya.
Dalam infografis, perlu adanya aesthetic appeal yang dapat menarik perhatian dan memberikan pengalaman visual yang memuaskan (Lankow, Ritchie, & Crooks, 2012, hlm. 30). Menurut Smiciklas (2012), infografis merupakan tipe gambar yang mengkombinasikan data dengan desain untuk membantu menyampaikan pesan terhadap organisasi atau individu lainnya (hlm. 3). Infografis juga didefinisikan sebagai visualisasi data atau ide yang menyampaikan informasi yang kompleks, namun dapat mudah dipahami. Berikut adalah anatomi dari infografis.
Gambar 2.2. Anatomi Infografis (Smiciklas, 2012, hlm. 4)
12 Newsom dan Haynes (seperti dikutip dalam Saptodewo, 2014, hlm. 194) mengatakan bahwa infografis merupakan representasi visual dari sebuah informasi, data atau ilmu lainnya agar informasi tersebut dapat cepat dipahami dan masuk dengan jelas. Infografis menjelaskan informasi yang bisa saja terkesan membosankan bila disajikan dengan kata-kata saja. Karena kurang lebih 50% dari otak kita, secara langsung maupun tidak langsung, mendedikasikan pada fungsi- fungsi visual (Smiciklas, 2012, hlm. 7). Jaringan sel dan neuron yang bertanggung jawab terhadap aktivitas visual mengambil sebagian besar dari otak. Alasan itulah yang membuat kita dapat memproses gambar lebih cepat daripada teks karena cara otak kita menangani informasi.
Ada beberapa tipe infografis yang ada. Berikut adalah tipe-tipe infografis yang ada (W. Siricharoen & N. Siricharoen, 2015, hlm. 559):
1. Infografis yang memiliki cerita 2. Flowchart
3. Infografis dengan audien tertentu 4. Timeline infografis
5. Penyampaian data visualisasi
6. Infografis perbedaan atau perbandingan 7. Infografis foto
8. Infografis tutorial 9. Infografis hasil riset
10. Infografis “Tahukah kamu?”
13 Dalam pembuatan infografis itu sendiri, kreator harus memikirkan struktur, akurasi, reliabilitas, dan fungsi dari infografis tersebut. Langkah terakhir dalam infografis adalah mendekorasikannya. Dalam video infografis, tentu pasti ada beberapa teks yang dianimasikan dan dapat memudahkan penonton untuk mendapatkan pesan. Musik, visual, dan suara juga sangat berpengaruh dalam penyampaian pesan dan informasi.
2.5. Desain
Desain merupakan sebuah proses penciptaan visual yang memiliki tujuan tertentu (Wong, 1993, hlm. 41). Menurut beliau, desain yang bagus berupa ekspresi visual yang terbaik yang dapat memberikan esensi dari “sesuatu”, baik berupa pesan atau pun produk. Menurut Arntson (2012), grafis desain merupakan penyelesain masalah dalam permukaan dua dimensi (hlm. 4). Desain yang dibuat tidak hanya estetis, namun harus memiliki fungsi. Untuk membuat sebuah desain, desainer perlu mempelajari bahasa visual (visual language). Bahasa visual merupakan dasar mendesain, dimana ada prinsip, peraturan, dan konsep visual. Elemen desain saling berkaitan dan tidak mudah dipisahkan dari pengalaman visual.
Elemen desain dibagi menjadi empat kelompok sebagai berikut; (1) Elemen konseptual (conceptual elements) merupakan elemen yang tidak tampak, namun terasa hadir. (2) Elemen visual (visual elements) merupakan elemen yang dapat dilihat - karena memiliki bentuk, warna, ukuran, dan tekstur. Menurut Wong (1993), elemen visual merupakan elemen terpenting karena dapat dilihat. Bentuk, ukuran, warna, dan tekstur tergolong pada elemen visual. (3) Elemen relasional (relational elements) mengatur penempatan dan keterkaitan bentuk dalam sebuah desain. Arah,
14 posisi, dan ruang memasuki kelompok elemen relasional. (4) Elemen praktis (practical elements) mendasari konten dan perpanjangan dari desain dan terdiri atas perwakilan (representation), makna (meaning), dan fungsi (function).
2.5.1 Jenis Elemen Desain
Untuk membuat sebuah desain, diperlukan pengertian mengenai elemen desain yang mencakupi; garis, bentuk, ruang, tekstur, value, dan warna. Berikut adalah penjelasan masing-masing elemen.
Gambar 2.3. Elemen Desain
(Mydee Lasquite, n.d., https://visme.co/blog/wp-content/uploads/2015/09/designelements.jpg)
1. Garis
Secara general, garis merupakan tanda yang panjangnya jauh lebih besar daripada lebarnya (Wong, 1993, hlm. 55). Garis dan bentuk memang berbeda tipis - namun yang membedakannya adalah ukurannya (scale).
Dengan banyaknya garis yang digambar secara berdekatan, dapat membentuk sebuah ilusi tekstur. Apabila ruangnya besar, membuat sebuah bentuk menjadi garis, sedangkan ruang yang lebih kecil membuat garis
15 menjadi sebuah bentuk. Garis juga dapat membuat sebuah motion atau pun sebuah ekspresi yang bervariasi.
Salah satu contohnya adalah kaligrafi Jepang yang merupakan sebuah seni membuat tulisan tangan yang bagus. Garis yang membuat sebuah kata tidak hanya ada dalam pikiran para kaligrafer, namun dalam badan mereka, seperti gerakan ballet (hlm. 61). Selain itu, garis dapat menggambarkan sebuah ekspresi yang unik. Berikut adalah contoh ekspresi yang ditunjukkan melalui garis.
Gambar 2.4. Ekspresi Melalui Garis (Zelanski & Fisher, 1984, hlm. 63)
Gambar 3.14a memiliki garis yang awalnya memiliki garis tipis, kemudian menebal pada bagian tengahnya dan kembali menjadi tipis di akhir. Apabila sebuah garis yang memiliki permukaan yang halus, mata orang dapat lebih mudah bergerak mengikutinya (hlm. 62). Sedangkan
16 gambar (d) yang dapat menggambarkan sebuah kemarahan, kebencian, dan bahaya karena adanya titik-titik atau sudut yang tajam. Gambar (e) memiliki garis yang terus-menerus membelok ke berbagai arah dapat memberikan kesan kekacauan (chaos).
Pada perancangan desain karakter atau aset, garis merupakan salah satu prinsip yang paling sering dibahas oleh para desainer. Hal ini disebabkan oleh fungsi garis yang dapat mengarahkan mata dan membuat koneksi terhadap bentuk. Garis juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan outline bentuk pada sebuah karakter (Sloan, 2015, hlm. 26).
Ada empat atribut yang perlu diperhatikan dalam merancang desain karakter dan penentuan penampilan visual tersebut, yakni ketebalan garis, sudut garis, posisi, dan tipe garis. Ketebalan garis dapat mempengaruhi impresi pada sebuah karakter. Seperti contoh, garis tebal memiliki impresi yang lebih daripada garis tipis. Garis yang memiliki ketebalan yang konsisten memberikan kesan kejelasan, kejujuran, dan keseriusan, sedangkan garis yang kasar dan lebih bebas memiliki kesan ambiguitas, dan kesenangan.
Garis yang terpatah-patah dengan elemen yang diulang dapat digunakan untuk membuat tekstur pada sebuah gambar dan memberikan kedalaman makna. Selanjutnya, sudut garis memiliki efek dalam persepsi dari penampilan sebuah desain karakter. Garis horizontal memiliki kesan tenang karena garis tersebut paralel dengan tanah. Garis horizontal ini juga menegaskan lebar atau panjang dari sebuah desain karakter. Sedangkan garis vertikal digunakan untuk menyampaikan sebuah tinggi dan
17 keseimbangan. Garis yang diagonal memberikan impresi dinamisme, kegerakan, dan ketidakstabilan – karena garis miring tersebut memiliki kesan seolah-olah garis tersebut jatuh atau bangkit ke dalam sudut vertikal.
Selain itu, posisi garis juga dapat membuat outline dari bentuk karakter tersebut. Dengan menentukan posisi garis tersebut, desainer dapat memandu mata dari penonton untuk menarik perhatian terhadap fitur yang lebih penting. Salah satu fungsi posisi garis adalah membuat koneksi visual terhadap elemen lainnya dan dapat memberikan koneksi metaforis. Namun, seringkali terdapat desainer yang menggunakan beberapa kombinasi garis, seperti garis horizontal dan vertikal, dan dapat memberikan bentuk yang kaku dan memberikan impresi stabilitas dan kekuatan. Terakhir, penggunaan bentuk garis lainnya juga sangat penting dan dapat memberikan makna yang berbeda-beda. Garis yang lurus dapat melengkapi garis dengan ketebalan yang seragam untuk memperkuat gagasan tentang kekuatan dan konsistensi.
Sebaliknya, garis lengkung dapat memberikan makna dinamisme, energi, dan alam. Garis kurva yang masuk ke dalam digunakan untuk menekankan keceriaan dan kegembiraan, sedangkan kurva yang dangkal memberikan kesan kelembutan, sensualitas, dan feminitas.
2. Bentuk
Bentuk menurut Zelanski dan Fisher (1984), memiliki dua arti yang beda tipis (hlm. 86). Dalam bahasa inggris, bentuk adalah shapes dan forms.
Shapes merupakan gambar yang terkesan flat atau datar, sedangkan form
18 menunjukkan tiga dimensional dan membahas mengenai masa dan volume.
Shapes memiliki beberapa jenis lainnya, seperti geometric shapes, invented shapes, letters, numbers, dan familiar objects (hlm. 87). Bentuk yang paling kita kenal dan lebih terbiasa, adalah geometric shapes yang meliputi lingkaran, persegi, segitiga, dll. Karena keterbiasaan tersebut, para artis dapat menggunakannya untuk membuat penglihat menduga akan apa yang akan dilakukan terhadap bentuk geometris.
Dalam pembuatan karakter, masing-masing bentuk tersebut memiliki maknanya sendiri. Seperti yang telah dikatakan Tillman (2011), bentuk (shape) merupakan sesuatu yang kita gunakan untuk menentukan hal tertentu dan kemungkinan kegunaannya secara mendasar (hlm. 67). Bentuk sendiri juga dapat menceritakan mengenai dirinya sendiri dan tentang karakter tersebut. Saat manusia melihat kotak, mereka memikirkan beberapa hal seperti stabilitas, kepercayaan, kejujuran, keamanan, kesetaraan, dan kejantanan. Segitiga sendiri juga memiliki makna agresi, energi, kecerdikan, konflik, dan ketegangan.
Bancroft (2006) menambahkan bahwa bentuk segitiga juga seringkali digunakan pada desain karakter antagonis karena terlihat jahat dan memberikan kesan dengan penuh agresi (seperti dikutip dalam Ekstrom, 2013, hlm. 7). Sedangkan lingkaran memiliki makna kelengkapan, keanggunan, kesenangan, kenyamanan, persatuan, dan childlike. Lingkaran juga memiliki makna yang lembut dan tidak berbahaya (Ekstrom, 2013, hlm. 6).
19 Ada pula invented shapes yang dapat digunakan lebih bebas daripada geometric shapes. Invented shapes merupakan kumpulan dari beberapa bentuk yang tidak dapat dikenal akibat dari dimasukkan secara playful, namun dapat menjadi satu kesatuan dalam cara yang menarik (hlm.
88).
3. Ruang (space)
Dalam dua dimensional, ruang dapat memberikan ilusi dan memberikan kesan seni tersebut menjadi tiga dimensional (hlm. 122). Ilusi tersebut disebut dengan (depth) yang berfungsi untuk membuatnya tidak flat. Untuk membantu pembuatan depth, dibutuhkan linear perspective, yang merupakan garis-garis paralel yang bertemu pada titik hilang yang jauh.
Perbedaan objek yang dekat dan jauh dapat dibedakan dalam warna kontras tersebut.
4. Tekstur
Tekstur merupakan sensasi yang kita dapatkan saat kita menyentuh sesuatu, namun dalam istilah seni, sensasi tersebut dapat dirasakan hanya dengan melihat secara visual (hlm. 150). Tekstur juga dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yakni tekstur visual dan taktil (Wong, 1993, hlm.
119). Tekstur visual merupakan sensasi yang dapat kita rasakan hanya dengan melihat sebuah gambar dua dimensi, namun dapat diinterpretasikan secara sentuhan (Wong, 1993, hlm. 119; Zelanski & Fisher, 1996, hlm.
150). Tekstur visual dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni; (1) Tekstur dekoratif yang mendekorasikan sebuah permukaan dan tidak
20 mempengaruhi elemen bentuk dalamnya; (2) Tekstur spontan; (3) Tekstur mekanis yang merupakan tekstur yang diperoleh dari alat mekanis khusus, seperti grain pada fotografi, tipografi, dan komputer grafis.
Sedangkan tekstur taktil sendiri merupakan tekstur yang dapat dilihat dan juga diraba. Alam sendiri memiliki kekayaan dalam hal tekstur.
Sebagai contoh, setiap batu, setiap kayu memiliki tekstur yang berbeda- beda. (Wong, 1972, hlm. 79). Untuk menambahkan, para desainer juga seringkali menggunakan garis atau pun bentuk yang mirip dan menggunakannya secara repetitif untuk membuat sebuah ilusi tekstur visual (Zelanski & Fisher, 1996, hlm. 159). Penggunaan garis putih pada medium berwarna hitam atau pun sebaliknya memberikan impresi stylized terhadap sebuah benda atau objek.
5. Value
Value merupakan tingkat kegelapan dan keterangan yang terlihat dari sebuah permukaan (hlm. 189). Value memiliki keterkaitan antara hitam, putih.
6. Warna
Warna muncul dari pemancaran sebuah cahaya yang dibiaskan terhadap sebuah prisma kaca yang kemudian memancarkan spektrum-spektrum warna yang dapat dilihat oleh manusia. Spektrum warna tersebut memunculkan warna-warna pelangi. Spektrum warna yang dapat dilihat mata, merupakan sebuah porsi dari spektrum elektromagnetik optik (Braha
& Byrne, n.d., hlm. 113). Warna dibagi menjadi dua, di mana primary yang
21 merupakan warna dasar dan merupakan warna merah, kuning, dan biru.
Sedangkan secondary merupakan warna yang terletak pada seberang warna- warna primer.
Warna memiliki tiga karakteristik standar, yakni hue, saturation, dan value. Hue merupakan nama umum warna dari spektrum warna, seperti merah, oranye, biru, dll. Saturation sendiri merupakan intensitas atau kemurnian dari warna tersebut. Warna yang memiliki saturasi tinggi terlihat sangat cerah dan vibrant, sedangkan warna yang memiliki saturasi yang sangat rendah terlihat membosankan (dull) dan keabu-abuan. Berikut adalah hue, saturation, dan value chart.
Gambar 2.5. Grafik Warna (Blazer, 2016, hlm. 76)
Saat kita melihat warna, kita dapat merasakan sebuah respon emosional dan hal ini telah digunakan oleh para desainer. Dengan menentukan hue, saturasi, dan value dalam momen penting dalam cerita, dapat membantu memperkuat emosi yang diinginkan dan memperjelas niat.
22 Menurut Blazer (2016), warna memiliki kekuatan untuk mengekspresikan emosi, mengklarifikasikan motivasi, dan menunjukkan arti sebuah karya secara keseluruhan. Berikut adalah gambar tabel terhadap emosi yang dapat ditangkap orang dalam warna (hlm. 74).
Gambar 2.6. Efek Emosi pada Warna (Braha & Byrne, n.d., hlm. 119)
Skema warna juga memiliki peran yang penting dalam memberikan makna yang lebih dalam. Pada skema warna monochromatic, warna yang digunakan menggunakan variasi warna dengan value dan saturasi yang berbeda (Sloan, 2015, hlm. 37). Skema warna analogus menggunakan warna yang bersebelahan pada color wheel. Warna analogus ini memberikan harmonis, ketenangan, dan kenyamanan karena tidak memiliki warna yang kontras. Berbeda dengan analogus, skema warna complementary menggunakan warna yang berseberangan di color wheel.
23 Penggunaan warna komplementer memberikan kesan kontras dan ketegangan.
Ada pula split complementary yang menggunakan dua warna kontras daripada warna yang dominan. Penggunaan skema warna ini memberikan kesan kontras, namun tidak sebanyak skema warna komplementer. Double complementary sendiri menggunakan kombinasi dari empat warna dari color wheel, di mana kedua warna tersebut berasal dari skema warna komplementer. Terakhir, ada triadic yang menggunakan tiga warna yang memiliki jarak yang sama (sebagai contoh warna merah, biru, dan kuning). Berikut adalah gambar skema warna pada color wheel.
Gambar 2.7. Skema Warna
(Mueller, 2020, https://i2.wp.com/awonderfulthought.com/wp- content/uploads/2017/08/tshirt-blog-33-1-08515817914.gif?ssl=1)
2.5.2 Prinsip Desain
1. Repetisi
Repetisi menciptakan sebuah pola yang dapat diprediksi dengan menggunakan elemen-elemen yang identik, seperti garis, bentuk, tekstur,
24 atau pun warna (Zelanski & Fisher, 1984, hlm. 36) dan membentuk sebuah rasa harmoni dan membentuk sebuah irama (Wong, 1993, hlm. 51). Saat kita melihat desain yang mirip, mata kita cenderung mengikuti jalur satu dengan yang lainnya. Namun, apabila repetisi yang dipakai identik dan terlalu banyak, membuat kebosanan dan begitu juga sebaliknya. Apabila elemen yang digunakan memiliki ukuran yang besar dan berjumlah sedikit, desain tersebut dapat terlihat simpel dan tegas (bold). Sedangkan apabila elemen yang digunakan memiliki ukuran kecil dan berjumlah banyak, desain tersebut dapat terlihat sebagai sebuah bentuk tekstur yang terdiri dari beberapa elemen yang kecil.
Ada beberapa jenis repetisi, yakni; (1) Repetisi bentuk merupakan pengulangan bentuk yang sama, namun dapat divariasikan dengan warna dan ukuran yang berbeda-beda; (2) Repetisi ukuran merupakan pengulangan ukuran beserta dengan bentuk yang juga mirip; (3) Repetisi warna, di mana ukuran dan bentuk dapat berbeda-beda, namun memiliki warna yang sama; (4) Repetisi tekstur, merupakan segala bentuk, warna, ukuran yang membentuk sebuah tekstur; (5) Repetisi arah, merupakan bagaimana bentuk tersebut memberikan rasa arah tanpa menimbulkan kebingungan; (6) Repetisi posisi; (7) Repetisi ruang, merupakan bagaimana bentuk tersebut mengisi ruang dengan cara yang sama; (8) Repetisi gravitasi.
2. Variety
Dalam sebuah desain, variety tetap dapat membuat sebuah kesatuan (unity).
Variety digunakan agar orang yang melihat tidak merasa bosan terhadap
25 repetisi yang dilakukan. Orang suka melihat repetisi yang mereka dapat kenal, namun juga menyukai adanya sedikit variasi. Variasi tersebut dapat berlawanan, namun dapat tetap saling melengkapi.
3. Rhythm
Repetisi yang mengandung elemen yang sama atau pun bervariasi dapat membuat sebuah irama visual dan irama tertentu menandai gerakan mata yang melihatnya. Dengan melihat sebuah ritme tersebut, penonton dapat melihatnya sebagai satu kesatuan.
4. Balance
Balance dapat dilakukan dengan cara membuat dua sisi seperti gambar yang menyerupai satu sama yang lain. Keseimbangan ini dikenal sebagai keseimbangan yang simetris. Sedangkan asimetris adalah lawannya dari simetris, dengan memberatkan salah satu sisi saja. ‘Berat’ yang dimaksud merupakan faktor warna, value, dan tingkat detail. Seperti contoh, salah satu gambar dapat diberikan warna yang berbeda dengan warna lainnya di salah satu sisi (kanan atau kiri).
5. Emphasize
Emphasize ini digunakan untuk menekankan sebuah focal point, yang merupakan area di mana mata dapat langsung melihatnya dari sekali melihat.
Apabila sebuah desain tidak memiliki focal point, desain tersebut dapat membuat para penonton tidak dapat fokus. Pembuatan emphasis dapat dilakukan dengan cara membuat suatu warna yang lebih kontras, atau
26 membuat sebuah figur yang berbeda dari yang lainnya, dengan ukuran yang jauh lebih besar, warna yang berbeda, dll.
6. Economy
Prinsip desain terakhir adalah ekonomi - dengan menggunakan apa yang diperlukan saja dan menghilangkan elemen yang yang dapat mendistraksi yang melihat. Hal ini biasanya digunakan dalam seni abstrak.
2.6. Flat Design
Flat design dilihat dari bagaimana otak kita melihat sebuah desain dengan prinsip persepsi visual (visual perception) dan itu bergantung terhadap respons, pengalaman, dan aspek psikologi dari desain tersebut. Menurut para psikolog Gestalt (seperti dikutip dalam Arntson, 2011, hlm. 41), ada hubungan antara bentuk (shapes) dan permukaan yang datar (flat surface) karena penampilan dari setiap elemen atau bentuk bergantung pada lingkungan sekitarnya. Dalam penelitiannya, mereka dapat menemukan sebuah hukum dasar dari persepsi visual, di mana setiap pola stimulus cenderung dilihat sebagai struktur sederhana dengan kondisi yang tertentu.
Dalam flat design, terdapat empat elemen dasar, yakni; (1) Ilustrasi, (2) Tipografi, (c) Tata letak, (d) Warna (Anindita & Riyanti, 2016, hlm. 3). Ilustrasi merupakan sebuah gambar yang digunakan untuk menyampaikan sebuah pesan secara visual. Ilustrasi sangat penting dan dapat menjelaskan apa yang fotografi tidak dapat lakukan. Perbedaan ilustrasi dan fotografi berkaitan dengan emosi.
Ilustrasi lebih membawa emosi dan dapat lebih menyampaikan sebuah cerita.
27 Sedangkan fotografi lebih memperlihatkan ilustrasi yang hidup dan hanya menampilkan momen sesaat.
Sedangkan tipografi merupakan seni penyusunan huruf, sehingga memiliki nilai desain. Tipografi dapat digunakan untuk menyampaikan sebuah emosi dan menuangkannya ke dalam huruf-huruf tersebut. Ada pula tata letak yang menentukan letak elemen sehingga memiliki dampak yang strategis. Selain itu, juga memiliki peran penting untuk menata ruang dan berbeda-beda tiap jenis medianya.
Ada beberapa prinsip tata letak, yakni proporsi, keseimbangan, kontras / penekanan, irama, dan kesatuan. Terakhir, adalah warna yang merupakan fenomena yang diakibatkan karena adanya cahaya, objek, dan observer (yang melihat). Warna dapat memberikan efek secara emosional dan mempengaruhi pola pikir kita.
2.7. Simplifikasi
Simplifikasi merupakan salah satu metode yang dipakai oleh grafis desainer untuk membuat desain mereka lebih mudah diingat dan dikenal (Hsu & Wang, 2018, hlm.
12). Mereka melakukannya dengan cara mensimplifikasikan desain dengan menggunakan outline originalnya, yang membuat para penglihat memahami keunikan dan dapat mudah diingat. Para desainer menggunakan bentuk geometri dan garis untuk membuat gaya karakter yang unik. Penggunaan bentuk geometri dan garis juga memiliki fungsi untuk menyampaikan sebuah informasi. Seperti bagaimana lingkaran, segitiga, bentuk lainnya, dan bahkan garis pun juga dapat memberikan sebuah persepsi (Sloan, 2015, hlm. 27). Clum (2013) juga mengatakan bahwa simplifikasi merupakan tren desain dengan pokok fokusnya berada pada
28 desain yang minim dan simpel (seperti dikutip Bossel, Geyskens, & Goukens, 2019, hlm. 3).
Teori simplifikasi ini juga merupakan strategi yang sering digunakan untuk mensimplifikasikan bentuk dasar dari obyek untuk meningkatkan kesan terhadap pengamat (Hsu & Wang, 2018, hlm. 13). Teknik simplifikasi ini sering digunakan untuk mendesain tanda atau pun ikon komputer. Dalam karya seni, Gombrich (1982), Hsu dan Wang (2010) menemukan bahwa para seniman menggunakan simplifikasi untuk mengekspresikan kreativitas dan melakukan eksperimen (seperti dikutip dalam Hsu & Wang, 2018, hlm. 16). Sedangkan dalam bidang desain, simplifikasi digunakan untuk menyampaikan pesan dengan cara yang lebih akurat dan mudah diingat.
2.8. Hutan Kalimantan
Kalimantan melingkupi 73% dari Borneo (Fatawi & Mori, 2000, hlm. 3) dan dibagi menjadi empat bagian; Kalimantan Timur, Tengah, Barat, dan Selatan. Borneo sendiri merupakan pulau terbesar ketiga di dunia (MacKinnon, 1996, hlm. 9).
MacKinnon dan rekan-rekannya (2000) telah menemukan bahwa Kalimantan sendiri memiliki luas lebih dari 549 ribu km² (seperti dikutip dalam Atmoko et al., 2015, hlm. 2). Iklim di Borneo itu seperti layaknya iklim di khatulistiwa tropis dengan suhu udara konstan sebesar kurang lebih 28°C sepanjang tahun (Guhardja et al., 2000, hlm. 4). Karena pulau Borneo merupakan bagian terbasah dari kepulauan Indonesia dan sering mengalami musim hujan, Kalimantan memiliki berbagai macam keanekaragaman hayati, baik dalam flora dan fauna. Maka dari itu, Kalimantan juga merupakan salah satu kunci dari keberhasilan ekonomi di
29 Indonesia. Hal ini dikarenakan sumber daya alam yang melimpah di Kalimantan, seperti perhutanan, minyak alami, gas, batu bara, dan mineral lainnya (MacKinnon et al., 1996, hlm. 1).
Di dalam Borneo, ada kurang lebih 3000 jenis pohon, 267 di antaranya merupakan dipterocarps, pohon hutan tinggi yang diperoleh dari kayu dan resin yang sering digunakan dalam perdagangan ekspor (MacKinnon et al., 1996, hlm.
35). Sebanyak 58% dari pohon dipterocarps merupakan pohon endemis. Daerah tanaman-tanaman bergantung pada tipe-tipe tanah, seperti ada di gambar di bawah ini. Pada daerah Kalimantan Tengah, terdapat health forest, hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, dan hutan bakau. Di Kalimantan Selatan, terdapat hutan yang tumbuh di tanah batuan ultrabasic, tanah yang memiliki kandungan mineral logam tinggi dan beracun bagi tanaman.
Gambar 2.8. Tipe Tanah di Kalimantan (MacKinnon et al., 1996, hlm. 36)
30 2.8.1 Hutan Bakau
Hutan bakau (mangrove forest) merupakan nama hutan yang memiliki vegetasi pohon yang tinggal di pantai berlumpur, tepatnya di zona pasang surut. Ada tiga tipe ekosistem hutan bakau; bentuk pesisir, bentuk muara, dan dalam bentuk pulau (MacKinnon et al., 1996, hlm. 94). Hutan bakau biasanya berada di daerah sungai yang luas, seperti muara sungai Kapuas, Mahakam, dan Sebuku. Hutan bakau juga sering ditemukan di tepi pulau Kalimantan. Selain itu, hutan bakau juga kaya dalam hewan-hewan krustasea (hewan antropoda yang tinggal dalam perairan, seperti kepiting, lobster, udang, atau barnacle) dan moluska. Namun, hutan bakau ini sering sekali diganggu dengan aksi konsesi kayu dan menjadi salah satu habitat yang terancam.
Van Steenis (1958) mengatakan bahwa banyak pepohonan di hutan bakau dapat bertahan dan dapat beregenerasi dalam kondisi air tawar (seperti dikutip dalam MacKinnon et al., 1996, hlm. 101). Namun, mereka hanya bertumbuh dalam kondisi pasang surut yang mengandung garam. Semakin banyak kandungan garam yang diserap, semakin banyak yang air yang dibutuhkan oleh tumbuhan tersebut.
Itulah sebabnya beberapa tumbuhan bakau yang tinggal dalam wilayah padang pasir memiliki dedaunan yang lebih spongy karena dapat mengurangi penggunaan air. Mayoritas tumbuhan di hutan bakau memiliki breathing roots, atau dapat dikenal juga sebagai pneumatophores. Ada beberapa tipe akar dalam tumbuhan- tumbuhan hutan bakau:
1. Akar tunjang (stilt roots)
31 Akar ini sangat efektif dalam mencegah penumbuhan bibit yang terlalu dekat dengan induk. Akar ini seringkali ditemukan pada tanaman spesies Rhizophora.
2. Akar Napas (spike roots)
Akar tajam ini bertumbuh ke atas dari akar kabelnya dan keluar ke tanah.
Akar ini juga mengeluarkan akar-akar baru yang bernutrisi. Seringkali ditemukan pada tanaman berspesies Sonneratia, Avicennia, dan kadang Xylocarpus moluccensis.
3. Akar lutut (knee roots)
Akar kabelnya juga keluar ke tanah dan membentuk seperti lutut. Akar ini bertindak sebagai pneumatophores. Akar ini seringkali ditemukan pada spesies Bruguiera.
Gambar 2.9. Jenis Akar (MacKinnon et al., 1996, hlm. 103)
Hutan bakau yang berada dalam pinggiran pantai Kalimantan merupakan habitat terancam, dengan 95% hutan bakau di seluruh Kalimantan telah
32 dialokasikan sebagai konsesi kayu. Karena produktivitasnya tinggi dan tempat perlindungan yang mereka berikan, hutan ini merupakan habitat utama dalam siklus kehidupan banyak organisme laut, termasuk beberapa yang memiliki kepentingan komersil. Selain itu, hutan ini memiliki peran penting dalam tingkat kesehatan dan produktivitas ekosistem pesisir lainnya. Namun, hutan bakau sendiri sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan dan polusi. Maka dari itu, perlu adanya konservasi terhadap hutan bakau agar dapat melindungi ekosistem di dalamnya.
2.8.2 Rawa Air Tawar
Rawa air tawar menerima mineral yang terlarut dari aliran sungai. Karena memiliki perbedaan pemasukan nutrisi, rawa air tawar memiliki komposisi vegetasi yang berbeda dengan hutan bakau dan rawa gambut. Dari data yang diperoleh oleh MacKinnon dan Artha pada tahun 1981 (seperti dikutip dalam Mackinnon et al., 1996, hlm. 127), rawa air tawar melingkupi 7% dari tanah di Kalimantan. Namun, estimasi pada tahun 1996 menunjukkan bahwa hanya seluas 7.500 km² yang masih ada, sisanya telah ditebang untuk pelaksanaan agrikultur terutama sawah beras.
Rawa air tawar utama memiliki pohon dengan ketinggian rata-rata 35m, dimana beberapa merupakan spesies liana dan epifit. Selain itu, akar pepohonan bisa saja berada di bawah air dengan jangka waktu yang panjang saat hutan banjir. Karena habitat ini sering tergenang air, di mana respirasi sangat sulit, sistem akar tersebut
dekat dengan permukaan dan berkembang beberapa adaptasi untuk pertukaran gas.
2.8.3 Rawa Gambut
Rawa gambut seringkali ditemukan di bagian dataran rendah Kalimantan, dengan persentase 8% hingga 11%. Driessen (1978) mengatakan bahwa (seperti dikutip
33 dalam MacKinnon, 1996, hlm. 120) tanah dari rawa tersebut memiliki komposisi lebih dari 65% dari materi organik. Hutan rawa gambut, tepatnya pada Kalimantan Tengah, memiliki lebih dari 500 spesies flora (Thomas, 2014, hlm. 4). Rawa gambut ini dibentuk dari cekungan yang terkuras dari ketinggian dan memiliki ciri khas hutan di bawah pegunungan tinggi, seperti Gunung Kinabalu. Anderson (1964) dan Whitmore (1984a) menyatakan bahwa (seperti dikutip dalam MacKinnon, 1996, hlm. 120) permukaan rawa gambut pada dataran rendah sangat berkubah dan tidak terkena banjir. Permukaan rawa tersebut sangat padat, berserat, dan kadang lunak dari lapisan semi-liquid yang memiliki potongan kayu besar dan sisa-sisa tumbuhan. Karena pemasukan airnya berasal dari hujan, maka rawa ini sangat kekurangan dalam nutrisi mineral. Air rawa ini sangat asam (dengan pH kurang dari 4) dan kurangnya nutrisi (oligotrophic), terutama kalsium.
Di Kalimantan, rawa gambut ini mencakupi 14.6% dari total hutan yang ada di Kalimantan. Rawa gambut ombrogen di Kalimantan Tenggara sangat istimewa karena mereka berkembang di bawah iklim musiman, sedangkan rawa gambut pada wilayah Sunda lainnya sebagian besar terbatas pada kondisi musimnya. Rawa gambut di Kalimantan Tengah dan Barat mengalami penurunan jumlah spesies per unit area. Sebagian besar keluarga pohon hutan dipterocarpaceae dataran rendah ditemukan di hutan rawa. Di Taman Nasional Tanjung Putting, Kalimantan Tengah, salah satu ciri rawa gambut adalah pohon ramin Gonystylus bancanus, Dyera, Tetramerista, Palaquium, dan banyak lagi. Pohon Shorea balangeran juga sangat diumumkan pada pinggiran rawa gambut dan dekat aliran sungai. Hutan rawa gambut juga merupakan satu-satunya lanskap hutan yang belum berkembang pada
34 dataran rendah Kalimantan, dan ini merupakan faktor penting untuk konservasi hewan.
Struktur hutan dari pinggiran rawa ke pusat mencerminkan peningkatan ketidaksuburan. Whitmore (1984), hal ini ditandai dengan penurunan ketinggian kanopi (sehingga menurunkan total biomassa per unit), lingkar pohon yang lebih kecil, dan daun yang lebih tebal (seperti dikutip dalam MacKinnon et al., 1996, hlm.
125). Pada bagian tengah dari rawa, ada juga beberapa tumbuhan yang membutuhkan nutrisi tambahan, seperti tanaman semar dan Hydnophytum.
Sebagian besar rawa gambut memiliki zona hutan konsentris, berubah dari hutan tinggi yang tidak rata dan berkanopi, menjadi zona dengan tinggi yang lebih rendah dengan menurunnya ketebalan pohon dan pengurangan keanekaragaman hayati dalam tengah-tengah rawa.
2.9. Morfologi Tumbuhan
Setiap tumbuhan memiliki beberapa bagian, seperti daun, batang, akar, dan bunga.
Akar tumbuhan sendiri merupakan bagian dari tumbuhan yang berasal dari radikula dan berfungsi untuk menyerap air dan garam mineral (Silalahi, 2016, hlm. 1). Selain itu, akar sendiri sangat penting untuk menyimpan makanan dan juga membawa air yang telah diserap tersebut menuju batang dan ke bagian lainnya. Akar sendiri memiliki dua jenis akar sesuai dengan bentuk dan fungsinya. Yang pertama ada akar tunggang yang memiliki bentuk kerucut panjang ke bawah. Sedangkan akar serabut tersusun atas akar serabut kecil. Akar tunggang memiliki durabilitas yang lebih tinggi daripada akar serabut. Selain kedua jenis akar, ada pula ditemukan
35 beberapa jenis akar lainnya, seperti akar gantung, akar napas, akar tunjang, akar lutut, dan akar banir.
Batang tumbuhan sendiri juga memiliki berbagai macam, yakni batang basah lunak, berkayu, rumput, dan mendong (Silalahi, 2016, hlm. 14). Pada permukaan batang, yakni bagian terluar batang, memiliki beberapa jenis, seperti licin, berusuk, beralur, bersayap, berduri, dll. Cabang pada batang juga dibedakan menjadi tiga jenis. Pada monopodial, batang pokok tumbuhan terlihat jelas dan lebih besar dan panjang dari cabang lainnya. Selain itu, ada pula simpodial yang sulit untuk menemukan batang pokoknya. Terakhir, ada dichotom yang tiap batangnya bertumbuh dua cabang yang memiliki ukuran yang sama.
Kemudian, salah satu bagian penting dari tumbuhan yakni daun. Daun sendiri memiliki fungsi untuk melakukan fotosintesis (Silalahi, 2016, hlm. 28).
Pada umumnya, daun memiliki bentuk pipih, lebar, tipis, dan berwarna hijau.
Namun banyak sekali dedaunan yang memiliki bentuk dan warna yang berbeda.
Ada dua jenis daun, yakni daun lengkap dan tidak lengkap. Daun lengkap terdiri atas pelepah daun, tangkai daun, dan helai daun (Hadisunarso, 2017, hlm. 17).
Apabila daun tersebut tidak memiliki salah satu bagian yang telah disebutkan sebelumnya, daun tersebut merupakan daun tidak lengkap.
Daun juga memiliki bermacam-macam bentuk dan terbagi menjadi empat golongan berdasarkan letak pelebaran pada daun tersebut. Pertama, daerah terlebar berada di bagian tengah daun. Bentuk daun bulat (orbiculate), perisai, jorong (elliptic), memanjang, dan juga lanset tergolong pada golongan pertama. Berikut adalah bentuk daun dengan bagian terlebar tengah.
36 Gambar 2.10. Bentuk Daun dengan Bagian Terlebar Tengah
(Hadisunarso, 2017, hlm. 23)
Kategori kedua adalah bagian terlebar terletak pada bagian tengah hingga pangkal daun. Karena kategori ini memiliki pangkal daun yang berbeda-beda, di mana ada yang rata dan yang bertoreh, maka ada dua golongan lagi di dalamnya.
Selanjutnya, ada pula kategori daun terlebar pada bagian ujung hingga tengah daun.
Bagian daun yang mendekati tangkai memiliki lebar yang lebih kecil. Daun berbentuk bulat telur terbalik (obovate), jantung terbalik (obcordate), segitiga terbalik, sudip (spathulate) dan lanset terbalik (oblanceolate). Berikut adalah gambar contoh bentuk daun kategori ketiga ini. Pada kategori terakhir, yakni daun yang memiliki lebar yang sama rata. Secara umum, daun ini seringkali ditemukan pada tumbuhan monokotil.
Gambar 2.11. Kategori Ketiga Daun
(Hadisunarso, 2017, hlm. 25)
Selain bentuk daun, ada pula pertulangan daun yang memiliki lima jenis susunan (Hadisunarso, 2017, hlm. 29). Ada daun menyirip, di mana tulang daun bercabang ke kiri dan ke kanan, bagaikan tulang ikan. Kemudian, ada daun menjari, tulang tersebut mencabang besar. Selanjutnya, ada daun melengkung, di mana
37 tulang tersebut memanjang dan melengkung ke ujung daun. Keempat, ada daun sejajar, di mana tulang daun tersebut sejajar semuanya. Terakhir, ada daun dikotom, di mana tulang bercabang menjadi dua dan bercabang lagi menjadi dua lagi, dan seterusnya. Berikut adalah contoh bentuk pertulangan daun yang ditemukan oleh Foster dan Gifford (1974) (seperti dikutip dalam Hadisunarso, 2017, hlm. 29).
Gambar 2.12. Bentuk Pertulangan Daun (Hadisunarso, 2017, hlm. 29)
2.10. Fauna
Dalam pulau Kalimantan, terdapat beberapa jenis primata yang terancam punah dan akan dibahas dalam sub bab berikut.
2.10.1 Orang utan
Orang utan dapat ditemukan pada pulau Borneo dan Sumatera, dan tiap pulau memiliki jenis spesies yang berbeda (Loken, Spehar, & Rayadin, 2013, hlm. 1129).
Groves menemukan (seperti dikutip dalam Loken, Spehar, & Rayadin, 2013, hlm.
129) dua jenis orang utan di Indonesia, yakni orang utan Borneo (Pongo pygmaeus) dan orang utan Sumatera (Pongo abelli). Kedua spesies ini tinggal di pepohonan, namun memiliki perbedaan dalam kemampuan adaptasi dalam tinggal di tempat lain. Kemampuan adaptasi kedua spesies ini dipengaruhi dengan pendapatan sumber makanan, seperti buah yang terjatuh, tunas, dan kotoran, dan juga aksi
38 berkeliling (traveling). Namun, hanya orang utan jantan yang sering berpindah- pindah dari pepohonan ke dataran rendah, karena seringkali orang utan betina lebih fokus terhadap mengasuh anaknya.
Orang utan memiliki tubuh kecil dengan rambut pendek berwarna coklat kemerah-merahan yang gelap (Kuswanda, 2014, hlm. 29). Pada orang utan Borneo jantan, ia memiliki keunikan pada fitur wajahnya. Ia memiliki cheek pad yang pada sisi samping mukanya, membuat wajahnya berbentuk segi empat. Bentuk rata-rata orang utan Kalimantan jantan dewasa mencapai 50 – 90 kg, sedangkan untuk yang betina dewasa mencapai berat 30-50 kg. Tinggi orang utan juga tidak terlalu tinggi dan hanya mencapai 1-1,5 m.
2.10.2 Bekantan
Selain orang utan, bekantan (Proboscis monkey) juga merupakan hewan primata yang terancam punah. Bekantan jantan dewasa memiliki ciri khas hidung yang besar berwarna krem, dengan berat mencapai 20-22 kg, dan terdapat motif segitiga berwarna putih pada bagian pinggulnya. Sedangkan pada betina dewasa, memiliki hidung yang runcing dan lebih kecil daripada yang jantan dan memiliki berat 10-12 kg. Bekantan dapat sering ditemukan pada hutan mangrove, rawa gambut, hutan tepi sungai, hutan Dipterocarpaceae, dan hutan karet (Rabiati, Kartono, Masyud, 2016, hlm. 242). Populasi bekantan ini berkurang dikarenakan adanya gangguan habitat dengan aksi penebangan hutan, kebakaran hutan, dan mereka yang diburu.
2.10.3 Tarsius Bancanus
Tarsius bancanus, atau dapat disebut juga dengan Western Tarsier, merupakan hewan primata yang memiliki badan kecil, dengan panjang kepala dan tubuh hanya
39 mencapai 128 mm. Niemitz (1979) menemukan bahwa Hewan ini merupakan hewan karnivora yang suka memakan burung, kelelawar, dan ular (seperti dikutip dalam Blackham, 2005, hlm. 6). Tarsius ini hanya dapat ditemukan pada pulau Borneo dan Sumatera. Groves (1998) mengemukakan bahwa sub spesies Tarsius bancanus borneanus hanya dapat ditemukan di pulau Borneo, khususnya di hutan rawa gambut (seperti dikutip dalam Blackham, 2005, hlm. 6).
2.10.4 Kucing Merah
Kucing merah atau dapat disebut juga dengan bay cat dalam bahasa Inggrisnya (Catopuma badia) merupakan salah jenis kucing terlangka di dunia dan terancam punah (Azlan & Sanderson, 2007, hlm. 394). Karena kucing merah sangat sulit untuk ditemukan, Sunquist dan Sunquist (2002) mengatakan bahwa (seperti dikutip dalam Cheyne, Loken, Macdonald, & Sastramidjaja, 2015, hlm. 10) penelitian yang didapatkan juga sangat minim. Belum pula ditemukan habitat dan aktivitas keseharian kucing merah. Namun, Azlan dan Sanderson (2007) sering menemukan kucing merah ini dekat dengan perairan, seperti sungai dan tanaman bakau (seperti dikutip dalam Cheyne et al., 2015, hlm. 10). IUCN (2006) telah mengategorisasikan kucing merah ini sebagai hewan yang terancam punah (seperti dikutip dalam Azlan
& Sanderson, 2007, hlm. 394).
2.11. Kebakaran Hutan
Setiap tahun, Indonesia mengalami kebakaran hutan yang merugikan negara sendiri dan warga negara. Salah satu kasus terbesar mengenai kebakaran hutan adalah pada tahun 1997-1998 yang disebabkan oleh fenomena alam, yaitu El Nino, yang berlangsung selama 7 bulan (Jim, 1999, hlm. 252). El-Nino menyebabkan kemarau
40 kepanjangan yang membuat tanaman menjadi kering. Apabila tanaman kering tersebut terkena percikan api, dapat terjadi kebakaran hutan (Rasyid, 2014, hlm. 48).
Menurut catatan World Conservation Monitoring Centre (1998), pada awal tahun 1998, telah diestimasi sebesar 1,5 juta hektar hutan telah hangus terbakar (hlm. 253).
Mayoritas area yang terbakar adalah daerah terpencil di Sumatera Utara dan Borneo.
United Nations International Strategy for Disaster Reduction (2002) menyatakan bahwa kebakaran tersebut dianggap menjadi potensial ancaman bagi pembangunan karena adanya efek terhadap ekosistem (seperti dikutip dalam Tacconi, 2003).
Menurut Rasyid (2014), kebakaran hutan disebabkan oleh beberapa faktor utama, yang disebabkan oleh manusia), antara lain (hlm. 49-50):
1. Penggunaan api pada kegiatan persiapan lahan
Penggunaan api adalah metode termurah yang dapat digunakan dalam persiapan lahan. Selain itu, penggunaan api tergolong lebih efektif dalam segi waktu dan hasilnya juga memuaskan.
2. Kekecewaan terhadap sistem pengelolaan hutan
Konflik sosial sering terjadi di tengah masyarakat yang tinggal di kawasan hutan, terutama mengenai masalah ekonomi. Apabila masyarakat tidak terasa puas terhadap sistem pengelolaan hutan, maka dapat memicu masyarakat untuk bertindak anarkis dengan membakar hutan tanpa memperhitungkan kaidah konservasi dan hukum yang berlaku. Tindakan anarkis ini dilatarbelakangi oleh terbatasnya pengetahuan masyarakat mengenai manfaat dan fungsi hutan.
3. Pembalakan liar atau illegal logging
41 Kegiatan pembalakan liar seringkali meninggalkan bahan yang mudah terbakar, seperti daun, cabang, dan ranting. Apabila bahan-bahan tersebut dibiarkan menumpuk, saat musim kemarau dapat memberikan potensi terjadinya kebakaran hutan. Api tersebut dapat secara mudah merambat ke area hutan.
4. Kebutuhan akan Hijauan Makanan Ternak (HMT)
Penduduk di kawasan hutan mayoritas masih bekerja sebagai peternak.
Demi mendapatkan rumput dengan kualitas yang bagus, mereka membakar area padang rumput agar dapat menumbuhkan rumput baru yang memiliki kualitas lebih bagus dan bergizi.
5. Perambahan hutan
Adanya migrasi penduduk dalam hutan (perambah hutan) membutuhkan lahan garapan yang lebih lagi. Hal ini dikarenakan bertambahnya keluarga dan kebutuhan hidup semakin banyak. Maka dari itu, mereka menambah luas lahan garapan demi mencukupi kebutuhan hidup.
6. Sebab lain
Pemicu kebakaran lainnya dapat berasal dari kurangnya kesadaran masyarakat mengenai bahayanya api. Salah satu bentuknya adalah ketidaksengajaan dari pelaku, seperti membuang puntung rokok dalam kawasan hutan saat angin sedang berhembus kencang. Hal tersebut memberikan potensi terjadinya kebakaran hutan.