• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PIODERMA SUPERFISIALIS PADA BAYI DAN ANAK DI SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARAKTERISTIK PIODERMA SUPERFISIALIS PADA BAYI DAN ANAK DI SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE TAHUN"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PIODERMA SUPERFISIALIS

PADA BAYI DAN ANAK DI SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

PERIODE TAHUN 2010 – 2012

T E S I S

RIZKY KURNIAWAN NIM : 097105001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAN KELAMIN RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE TAHUN 2010 – 2012

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIZKY KURNIAWAN NIM : 097105001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

(3)

Judul Tesis : Karakteristik Pioderma Superfisialis Pada Bayi dan Anak

di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan Periode Tahun 2010 – 2012

Nama : dr. Rizky Kurniawan Nomor Induk : 097105001

Program Studi : Magister Kedokeran Klinik

Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

(dr. Salia Lakswinar, SpKK) (dr. Kristo A. Nababan, SpKK,FAA.DV) NIP. 195911181987102001 NIP. 196302081989031004

Program Magister Kedokteran Klinik Dekan Sekretaris Program Studi

(dr. Murniati Manik, Msc, SpKK, SpGK) (Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH)

NIP. 19530719 198003 2 001 NIP. 19540220198011 1 001

(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : dr. Rizky Kurniawan NIM : 097105001

Tanda tangan :

(5)

Karakteristik Pioderma Superfisialis pada Bayi dan Anak

di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari 2010 – Desember 2012

Rizky Kurniawan

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin , Kristo A. Nababan, Salia Lakswinar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP. H. Adam Malik Medan - Indonesia

Abstrak

Latar belakang : Pioderma Superfisialis adalah infeksi kulit yang terjadi dibawah stratum korneum sampai dermis atau pada folikel rambut.

Tujuan : Mengetahui karakteristik pioderma superfisialis pada bayi dan anak di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 – Desember 2012.

Subyek dan metoda : Dilakukan penelitian retrospektif dari data rekam medis pasien pioderma superfisialis pada bayi dan anak yang datang berobat ke SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 – Desember 2012.

Hasil : Ditemukan 87 kasus pioderma superfisialis pada bayi dan anak, laki-laki sebesar 52,9 % dan perempuan 47,1 %. Kasus terbanyak pada kelompok usia 1-5 tahun sebesar 47,1 %. Bentuk klinis yang terbanyak adalah IB sebesar 43,7%.

Lokasi lesi PS pada bayi dan anak setiap tahunnya menunjukkan lokasi lesi yang relatif berbeda. Lokasi lesi untuk pasien PS pada bayi dan anak secara berurutan dari tahun 2010 - 2012 yaitu pada wajah sebanyak 31,0 %, lengan dan ketiak, tungkai masing-masing sebesar 21,4 %, wajah dan ketiak masing-masing sebesar 23,5%. Pengobatan PS pada bayi dan anak umumnya menggunakan pengobatan secara kombinasi yang sesuai bentuk klinisnya masing-masing.

Kesimpulan : Di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan PS pada bayi dan anak lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki, kelompok usia 1-5 tahun. Bentuk klinis terbanyak IB. Lokasi lesi setiap tahunnya menunjukkan perbedaan. Pengobatan PS pada bayi dan anak umumnya diberikan golongan antibiotika secara topikal.

Kata kunci: Pioderma superfisialis, penelitian retrospektif, karakteristik.

(6)

ii

Characteristics of Superficial Pyoderma in Infants and Children At Department of Dermatology and Venereology

H. Adam Malik General Hospital Period of January 2010 – December 2012

Rizky Kurniawan

Department of Dermatology and Venerealogy , Kristo A. Nababan, Salia Lakswinar Faculty of Medicine of North Sumatera University H. Adam Malik General Hospital Medan - Indonesia

Abstract

Background : Superficial pyoderma (SP) is skin infection that located under stratum corneum until dermis or hair follicle.

Objective : To identify the characteristic of SP in infants and children at Departement of Dermatology and Venerealogy, H. Adam Malik General Hospital Medan, from period of January 2010 to December 2012.

Subject and Method : retrospective study was carried out from medical records of SP patients in infants and children who had visited to Departement of Dermatology and Venerealogy, H. Adam Malik General Hospital Medan, from period of January 2010 to December 2012.

Results : There were total 87 SP cases in infants and children, consist of 52,9 % boys and 47,1 % girls. Most common case was found in 1-5 years age group as much as 47,1 %. The most common clinical presentation was IB at 43,7%. The locations of SP lesions in infants and children showed relatively different annually. The locations of SP lesion in order from 2010-2012 are as followed; in the facial area was 31,0 %, lower hands, armpit and lower limbs were 21,4 % each, facial and armpit were 23,5 % each. The treatment in infants and children usually using combination therapy depends on each clinical types.

Conclusion : The most common case of SP in infants and children at Departement of Dermatology and Venerealogy, H. Adam Malik General Hospital Medan were found in boys of 1-5 years age group. The most common clinical presentation was IB. Each year showed different locations. The general treatment of SP in infants and children is topical antibiotics.

Keywords : Superficial pyoderma, retrospectice study, characteristics

(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian punyusunan tesis yang berjudul: “Karakteristik Pioderma Superfisialis Pada Bayi dan Anak di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan Periode Tahun 2010 – 2012” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

Tidak ada satupun karya tulis dapat diselesaikan seorang diri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam penyelesaian tesis ini, baik ketika penulis melakukan penelitian maupun saat penulis menyusun setiap kata demi kata dalam penyusunan proposal dan hasil penelitian, ada banyak pihak yang Allah SWT telah kirimkan untuk membantu, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan perhargaan yang setinggi – tingginya kepada:

1. Yang terhormat dr. Salia Lakswinar, SpKK, selaku pembimbing utama penulis, yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan dan koreksi kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini.

2. Yang terhormat dr. Kristo A. Nababan, SpKK,FAA.DV selaku pembimbing kedua penulis, yang juga dengan penuh kesabaran membimbing, memberi masukan dan koreksi yang sangat bermanfaat selama penyusunan tesis ini.

3. Yang terhormat Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK(K), FINS DVsebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, sebagai guru besar yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Yang Terhormat dr. Chairiyah Tanjung,SpKK(K),FINS DV Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai tim penguji, yang juga telah banyak membantu saya, senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama menjalani pendidikan sehari – sehari.

5. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR.

Syahril Pasaribu, SpA(K), DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.

6. Yang terhormat Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, yang telah memberikan

kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran

(8)

iv

Klinik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

7. Yang terhormat dr. Rointan Simanungkalit, SpKK(K), sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini.

8. Yang terhormat dr. Remenda Siregar, SpKK sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini.

9. Yang terhormat para Guru Besar, (Alm) Prof. Dr. dr. Marwali Harahap, SpKK(K), Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK(K), Prof. dr. Diana Nasution, SpKK(K) serta seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

10. Yang terhormat Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medam, Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.

11. Yang terhormat Dr Surya Dharma, MPH, selaku staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak membantu saya dalam metodologi penelitian dan pengolahan statistik penelitian saya ini.

12. Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.

13. Yang tercinta Ayahanda (Alm) H. Darwis Dawood dan Ibunda Dra. R.A.

Zoraida R, yang dengan penuh cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang luar biasa untuk mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya. Tiada ungkapan yang mampu melukiskan betapa bersyukurnya saya mempunyai kedua orangtua seperti kalian. Kiranya hanya Allah SWT, yang dapat membalas segala kebaikan kalian.

14. Yang terkasih Abang, kakak dan Adik saya, terima kasih atas doa, dukungan dan pengertian yang telah kalian berikan kepada saya selama ini.

15. Yang terkasih seluruh keluarga besar yang telah banyak memberikan dukungan dan nasehat selama masa pendidikan dan penelitian saya ini.

16. Kepada seluruh keluarga dan kerabat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

17. Teman-teman seangkatan saya, dr. Dinna Devi, M.Ked(DV),SpDV,

dr.Juliyanti, M.Ked(DV),SpDV, dr. Maulina, M.Ked(DV), SpDV,

dr. Rini Chrisna,dr. Ade Sri Wahyuni, dr. Riri Arisyafrin Lubis dan

(9)

dr. E.Heriawati, terima kasih untuk kerja sama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani pendidikan ini.

18. Semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan kerjasama kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, izinkanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan, kekhilafan dan kekurangan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama saya menjalani pendidikan. Semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang telah diberikan kepada saya selama menjalani pendidikan, kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Medan, November 2014 Penulis

dr. Rizky Kurniawan

(10)

vi DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Dalam Bidang Akademik atau Ilmiah ... 4

1.4.2 Dalam Bidang Pengembangan Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pioderma Superfisialis ... 5

2.2 Etiologi ... 5

2.3 Patogenesis ... 6

2.4 Klasifikasi dan Gambaran Klinis ... 6

2.4.1 Impetigo ... 7

2.4.2 Folikulitis ... 10

2.4.3 Furunkel dan Karbunkel ... 11

2.4.4 Ektima ... 13

2.5 Pemeriksaan Penunjang ... 14

2.6 Pengobatan ... 15

2.7 Kerangka Teori... 17

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 18

3.1. Desain Penelitian ... 18

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

3.3 Sampel Penelitian ... 18

3.4 Bahan dan Cara Kerja ... 18

3.4.1 Bahan ... 18

3.4.2 Cara Kerja ... 19

3.5 Kerangka Operasional ... 20

3.6 Definisi Operasional ... 20

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 22

(11)

BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Karakteristik Subyek Penelitian ... 23

4.2 Karakteristik Bentuk Klinis Pasien Pioderma Superfisialis ... 25

4.3 Karakteristik Lokasi Lesi Pasien Pioderma Superfisialis ... 27

4.4 Karakteristik Pengobatan Pasien Pioderma Superfisialis ... 29

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

3.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 35

LAMPIRAN

(12)

viii

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1. Karakteristik Subyek Penelitian ... 23

4.2. Distribusi Subyek Penelitian Menurut Bentuk Klinis ... 25

4.3. Distribusi Subyek Penelitian Menurut Lokasi Lesi ... 27

4.4. Jenis Pengobatan Berdasarkan Bentuk Klinis Pioderma Superfisialis . 29

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Impetigo Bulosa dan Impetigo Non Bulosa ... 10

2.2. Klasifikasi Penyakit Infeksi Bakteri Pada Folikel Rambut ... 13

2.3. Penyakit Infeksi Kulit Ektima ... 14

2.4. Kerangka Teori ... 17

3.1. Diagram Kerangka Operasional Penelitian ... 20

(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Status Penelitian………37

2. Persetujuan Komite Etik………..40

3. Hasil Uji Statistik………...41

(15)

DAFTAR SINGKATAN

IB : Impetigo Bulosa IK : Ilmu Kesehatan PS : Pioderma Superfisialis

RSUP H : Rumah Sakit Umum Pusat Haji SBHA : Streptok okus β-hemolitikus grup A SMF : Satuan Medis Fungsional

SSSS : Staphylococcal Scalded Skin Syndrome

(16)

i

Karakteristik Pioderma Superfisialis pada Bayi dan Anak

di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari 2010 – Desember 2012

Rizky Kurniawan

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin , Kristo A. Nababan, Salia Lakswinar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP. H. Adam Malik Medan - Indonesia

Abstrak

Latar belakang : Pioderma Superfisialis adalah infeksi kulit yang terjadi dibawah stratum korneum sampai dermis atau pada folikel rambut.

Tujuan : Mengetahui karakteristik pioderma superfisialis pada bayi dan anak di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 – Desember 2012.

Subyek dan metoda : Dilakukan penelitian retrospektif dari data rekam medis pasien pioderma superfisialis pada bayi dan anak yang datang berobat ke SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 – Desember 2012.

Hasil : Ditemukan 87 kasus pioderma superfisialis pada bayi dan anak, laki-laki sebesar 52,9 % dan perempuan 47,1 %. Kasus terbanyak pada kelompok usia 1-5 tahun sebesar 47,1 %. Bentuk klinis yang terbanyak adalah IB sebesar 43,7%.

Lokasi lesi PS pada bayi dan anak setiap tahunnya menunjukkan lokasi lesi yang relatif berbeda. Lokasi lesi untuk pasien PS pada bayi dan anak secara berurutan dari tahun 2010 - 2012 yaitu pada wajah sebanyak 31,0 %, lengan dan ketiak, tungkai masing-masing sebesar 21,4 %, wajah dan ketiak masing-masing sebesar 23,5%. Pengobatan PS pada bayi dan anak umumnya menggunakan pengobatan secara kombinasi yang sesuai bentuk klinisnya masing-masing.

Kesimpulan : Di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan PS pada bayi dan anak lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki, kelompok usia 1-5 tahun. Bentuk klinis terbanyak IB. Lokasi lesi setiap tahunnya menunjukkan perbedaan. Pengobatan PS pada bayi dan anak umumnya diberikan golongan antibiotika secara topikal.

Kata kunci: Pioderma superfisialis, penelitian retrospektif, karakteristik.

(17)

Characteristics of Superficial Pyoderma in Infants and Children At Department of Dermatology and Venereology

H. Adam Malik General Hospital Period of January 2010 – December 2012

Rizky Kurniawan

Department of Dermatology and Venerealogy , Kristo A. Nababan, Salia Lakswinar Faculty of Medicine of North Sumatera University H. Adam Malik General Hospital Medan - Indonesia

Abstract

Background : Superficial pyoderma (SP) is skin infection that located under stratum corneum until dermis or hair follicle.

Objective : To identify the characteristic of SP in infants and children at Departement of Dermatology and Venerealogy, H. Adam Malik General Hospital Medan, from period of January 2010 to December 2012.

Subject and Method : retrospective study was carried out from medical records of SP patients in infants and children who had visited to Departement of Dermatology and Venerealogy, H. Adam Malik General Hospital Medan, from period of January 2010 to December 2012.

Results : There were total 87 SP cases in infants and children, consist of 52,9 % boys and 47,1 % girls. Most common case was found in 1-5 years age group as much as 47,1 %. The most common clinical presentation was IB at 43,7%. The locations of SP lesions in infants and children showed relatively different annually. The locations of SP lesion in order from 2010-2012 are as followed; in the facial area was 31,0 %, lower hands, armpit and lower limbs were 21,4 % each, facial and armpit were 23,5 % each. The treatment in infants and children usually using combination therapy depends on each clinical types.

Conclusion : The most common case of SP in infants and children at Departement of Dermatology and Venerealogy, H. Adam Malik General Hospital Medan were found in boys of 1-5 years age group. The most common clinical presentation was IB. Each year showed different locations. The general treatment of SP in infants and children is topical antibiotics.

Keywords : Superficial pyoderma, retrospectice study, characteristics

(18)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pioderma adalah terminologi umum untuk penyakit-penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman (bakteri), terutama Stafilokokus aureus, streptokokus, atau keduanya.

1,2

Dalam praktek sehari-hari pioderma dengan berbagai bentuk dan jenisnya, masih sering dijumpai, terutama pada anak-anak.

Hal ini dapat di maklumi karena anak-anak sering bersentuhan dengan benda - benda sekelilingnya yang boleh jadi sebagian diantaranya terpapar kuman stafilokokus atau streptokokus.

1,3

Penyakit pioderma ini terdiri atas beberapa bentuk klinis, yaitu impetigo, ektima, folikulitis, furunkel dan karbunkel, abses, erisepelas, selulitis, serta infeksi sekunder pada kelainan kulit yang sudah ada. Pioderma superfisialis (PS) menggambarkan infeksi terjadi di bawah stratum korneum sampai dermis, atau di folikel rambut, sehingga semua bentuk di atas dapat dimasukkan ke dalam PS, kecuali abses, erisipelas dan selulitis. Menurut kepustakaan bentuk PS yang tersering dijumpai adalah impetigo.

1,2,4,5

Kulit bayi berbeda dari orang dewasa karena lebih tipis (40-60%), kurang berambut, dan perlekatan epidermis dengan dermis lebih lemah. Rasio luas tubuh dengan berat badan bayi juga lebih besar daripada dewasa. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya trauma, absorpsi perkutan dan infeksi pada kulit.

2

Infeksi bakteri kulit terjadi bila flora normal mengalami perubahan karena

pengaruh faktor-faktor seperti suhu lingkungan kulit, kelembaban, higiene yang

buruk dan karena pengobatan antimikroba sebelumnya, yang memungkinkan

(19)

bakteri patogenik menempel dan berkembang biak pada kulit. Infeksi bakteri kulit pada anak-anak bervariasi dari yang terlokalisasi, seperti impetigo dan folikulitis, hingga menjadi kondisi sistemik, seperti Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)

1,2

Infeksi bakteri pada kulit umumnya ditemukan pada anak-anak. Dalam sebuah survei, dari 24% kasus dermatologi di klinik anak di Amerika Serikat, didapati infeksi bakteri kulit mencapai persentase paling tinggi (17,5%).

1

Berdasarkan laporan morbiditas 10 penyakit terbanyak divisi dermatologi pediatrik di Indonesia dari RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Hasan Sadikin Bandung, RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSU Dr. Soetomo Surabaya pada bulan Januari sampai Desember 2010 dijumpai kasus PS baru sebanyak 869 kasus. Sedangkan berdasarkan laporan morbiditas 10 penyakit terbanyak divisi dermatologi pediatrik di Indonesia dari RS Hasan Sadikin Bandung, RSUP H.

Adam Malik Medan, RSU Dr. Soetomo Surabaya, RS Cipto Mangunkusumo

Jakarta dan RSUP Dr. Kariadi Semarang pada bulan Januari sampai Desember

2011 dijumpai kasus PS baru sebanyak 657 kasus. Data jumlah kunjungan pasien

ke Unit Rawat Jalan Divisi Dermatologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit

dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Dr. Cipto

Mangunkusumo selama tahun 2002 menunjukkan pasien pioderma anak sebesar

328 kasus (16,72%) dari 1962 kunjungan baru. Pioderma primer terbanyak secara

berturut-turut adalah furunkulosis (19,32%), impetigo krustosa (15%), impetigo

vesikobulosa (14,02%), dan ektima (11,59%). Infeksi sekunder terbanyak

dijumpai pada skabies dan dermatitis atopik.

5

Data jumlah kunjungan pasien

penyakit kulit pada bayi dan anak pada periode tahun 2010 – 2012 yang berobat

(20)

ke Unit Rawat Jalan Divisi Dermatologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan sebanyak 721 kunjungan.

Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang karakteristik penyakit PS pada bayi dan anak di SMF IK Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan, sehingga peneliti melakukan penelitian retrospektif terhadap pasien PS pada bayi dan anak di SMF IK Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Januari 2010 - Desember 2012. Pada penelitian ini peneliti akan melakukan penelitian terhadap beberapa jenis PS yang paling sering dijumpai di SMF IK Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan. Melalui penelitian ini diharapkan SMF IK Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan akan memiliki data mengenai penyakit PS pada bayi dan anak pada beberapa tahun terakhir.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana karakteristik PS bayi dan anak di SMF IK Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 - Desember 2012 ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum:

Untuk mengetahui karakteristik PS pada bayi dan anak di SMF IK Kulit

dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 -

Desember 2012.

(21)

1.3.2 Tujuan Khusus : 1. Untuk mengetahui jumlah pasien PS pada bayi dan anak yang berobat

ke SMF IK Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Januari 2010 - Desember 2012.

2. Untuk mengetahui data demografik yaitu berupa jenis kelamin dan umur pasien PS pada bayi dan anak yang bekunjung di SMF IK Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 - Desember 2012

3. Untuk mengetahui karakteristik penyakit PS pada bayi dan anak berdasarkan bentuk klinis, lokasi lesi dan pengobatan di SMF IK Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 - Desember 2012

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Dalam Bidang Akademik atau Ilmiah

Memberikan informasi kepada institusi kesehatan, institusi pendidikan dan pihak - pihak terkait lainnya mengenai karakteristik pasien PS pada bayi dan anak di SMF IK Kulit dan Kelamin RSUP.

H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 - Desember 2012.

1.4.2 Dalam Pengembangan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi data dasar

ataupun data pendukung untuk penelitian - penelitian selanjutnya

mengenai penyakit PS pada bayi dan anak.

(22)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pioderma Superfisialis

PS adalah infeksi pada kulit yang terjadi dibawah stratum korneum sampai dermis atau pada folikel rambut.

5,6,7

Pada anak-anak PS pada kulit dan aneksa yang sering dijumpai antara lain impetigo, folikulitis, furunkulosis dan karbunkel.

Pada PS ini jika diagnosis ditegakkan sejak awal dan diberikan terapi adekuat, infeksi hampir selalu dapat disembuhkan, namun jika diagnosis terlambat dan atau terapi tidak adekuat, beberapa infeksi mempunyai potensi untuk terjadinya komplikasi yang serius.

8

2.2 Etiologi

Penyebab utama PS adalah kuman Gram positif, yaitu stafilokokus dan

streptokokus, sedangkan sebagian kecil kasus disebabkan oleh kuman Gram

negatif. Beberapa galur kuman yang dianggap penting pada penyakit ini, antara

lain Stafilokokus aureus yang digolongkan ke dalam 3 grup faga utama, yaitu

grup I, II, dan III. Kuman ini merupakan penyebab tersering PS. Genus

streptokokus yang tersering menyebabkan infeksi pada manusia adalah

Streptokokus β-hemolitikus grup A (SBHA). Kuman penyebab Gram negatif

jarang dijumpai, yaitu Pseudomonas aeroginosa, Proteus vulgaris, Proteus

mirabilis, Escherichia, dan Klebsiella.

5

(23)

2.3 Patogenesis

Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan penyakit pioderma:

1,2,5,8

1. Higiene yang buruk dan kondisi iklim yang lembab

2. Penurunan daya tahan tubuh, misalnya karena penyakit menahun, kurang gizi, penyakit keganasan, penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

3. Adanya penyakit lain di kulit yang menyebabkan terganggunya faktor perlindungan kulit, misalnya dermatitis, gigitan serangga, trauma kulit, ulserasi, infeksi jamur dan abrasi kulit minor

Proses kolonisasi kuman pada kulit melibatkan reseptor spesifik terhadap kuman pada sel pejamu yang akan berikatan dengan adesin, yaitu antigen pada dinding sel kuman. Komponen utama adesin pada streptokokus dan stafilokokus adalah techoic acid, sedangkan pada reseptor hospes berupa fibronektin.

1,5,11,12

Beberapa keadaan yang berhubungan dengan ketidak utuhan kulit seperti pada kulit bayi prematur (imaturitas kulit bayi) merupakan salah satu faktor risiko terjadinya infeksi pada kulit. Selain itu keadaan seperti berat badan lahir rendah, maserasi, ekskoriasi dan ketidak utuhan sawar epidermal juga merupakan faktor risiko terjadinya infeksi pada kulit. Apabila terjadi infeksi pada kulit umpamanya pada penyakit pioderma biasanya tempat masuknya bakteri akan muncul gejala atau tanda inflamasi.

13

2.4 Klasifikasi dan Gambaran Klinis

Pioderma menggambarkan infeksi di kulit dan folikel rambut. Pioderma

dibedakan menjadi pioderma superfisialis dan profunda. PS oleh stafilokokus

maupun streptokokus terdiri pioderma primer yang terdiri atas beberapa bentuk

klinis, yaitu impetigo, ektima, folikulitis, furunkel dan karbunkel, serta pioderma

(24)

sekunder. Sedangkan bentuk profunda terdiri atas limfadenitis, erisepelas, selulitis, dan ganggren.

5

2.4.1 Impetigo

Impetigo merupakan pioderma yang tersering dijumpai, mencapai 50-60%

dari seluruh kasus infeksi kuman kulit pada anak. Impetigo merupakan infeksi superfisial yang terbatas pada subkorneal epidermis.

1,2,5

Terdapat 2 bentuk klinis impetigo, yaitu bulosa (vesikobulosa) dan nonbulosa (krustosa, kontangiosa).

Impetigo bulosa (IB) disebabkan oleh kuman Stafilokokus aureus. Sedangkan impetigo nonbulosa biasanya disebabkan oleh Streptokokus β-hemolitikus.

1,2,14

IB sering terjadi pada bayi baru lahir, meskipun dapat terjadi juga pada semua umur. Sebuah penelitian di Inggris menyebutkan bahwa insiden tahunan dari impetigo adalah 2.8 % terjadi pada anak-anak usia di bawah 4 tahun dan 1,6%

pada anak - anak usia 5 sampai 15 tahun.

2

Impetigo nonbulosa atau impetigo krustosa meliputi kira-kira 70% dari semua kasus impetigo

1,15

Impetigo nonbulosa terjadi pada anak - anak dari segala usia dan juga pada orang dewasa. Kulit utuh biasanya resisten terhadap kolonisasi atau impetiginisasi, mungkin disebabkan ketiadaan reseptor fibronektin untuk gugus techoic acid pada Stafilokokus aureus dan Streptokokus grup A. Dalam rangkaian

tipikal, Stafilokokus aureus menyebar dari hidung ke kulit normal (kira - kira 11

hari kemudian) dan kemudian berkembang kedalam lesi kulit. Lesi umumnya

muncul pada kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau pada ekstremitas

setelah trauma. Karier Stafilokokus aureus nasal bisa muncul dengan tipe

impetigo sangat terlokalisasi yang terbatas pada lubang hidung anterior dan

daerah bibir didekatnya dimana pruritus atau perih di daerah tersebut merupakan

(25)

keluhan umum. Kondisi yang mengganggu integritas epidermis memberikan jalan masuk impetiginisasi, meliputi gigitan serangga, dermatofitosis epidermal, herpes simpleks, varisela, abrasi, laserasi dan luka bakar panas.

2,16

Lesi awal pada impetigo nonbulosa adalah vesikel atau pustul bersifat sementara yang dengan cepat berkembang menjadi plak berkrusta berwarna madu yang bisa berukuran hingga berdiameter lebih besar dari 2 cm. Jika dilepaskan tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke daerah perifer dan sembuh di bagian tengahnya. Bisa muncul eritema di sekeliling lesinya. Pada impetigo nonbulosa tidak dijumpai gejala - gejala konstitusional. Limfadenopati regional bisa ada hingga pada 90% pasien dengan infeksi berkepanjangan yang tidak diobati. Bila tidak diobati, lesi bisa membesar secara perlahan-lahan dan dapat melibatkan tempat - tempat yang baru dalam beberapa minggu. Pada sebagian pasien, lesi dapat berkembang secara spontan. Pada yang lainnya, lesi bisa menyebar ke dermis dan dapat membentuk ulkus.

1,2,5

Penyakit impetigo non bulosa dapat didiagnosis banding dengan beberapa penyakit antara lain dermatitis seboroik, dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, infeksi dermatofita epidermal dan juga herpes simpleks.

2

Pada IB terdapat 3 tipe erupsi kulit yang bisa dihasilkan oleh Stafilokokus

aureus grup faga II terutama strain 77 dan 55, yaitu (1) impetigo bulosa,

(2) penyakit eksfoliasi SSSS, dan (3) erupsi skarlatiniformis non streptokokal

(demam skarlet). Ketiganya merupakan reaksi kulit terhadap toksin eksfoliatif

(eksfoliatin) tipe A dan tipe B yang diproduksi oleh stafilokokus. Toksin

eksfoliatif A bertindak sebagai serin protease dari desmoglein 1, kadherin

desmosomal yang juga merupakan target autoantibodi pada pemfigus foliaseus.

2

(26)

Dalam sebuah penelitian tentang IB, 51% pasien mempunyai Stafilokokus aureus secara bersamaan yang dikultur dari hidung atau tenggorokan, dan 79 % kultur menumbuhkan strain yang sama dari kedua tempat. IB lebih umum terjadi pada bayi baru lahir dan pada bayi yang lebih besar, dan dicirikan oleh perkembangan yang cepat vesikel menjadi bula yang lunak. Pada puluhan tahun silam, IB yang ekstensif ( istilah kuno: pemfigus neonatorum atau penyakit Ritter) terjadi epidemik di lingkungan ruangan neonatus. Bula biasanya muncul di bagian kulit yang tampak normal dan tidak dijumpai tanda Nikolsky.

1,2

Bula pada awalnya mengandung cairan kuning bening yang selanjutnya berubah menjadi kuning pekat dan terlihat keruh. Bula ini sifatnya superfisial, dan dalam satu atau dua hari, bula akan ruptur yang kadang-kadang membentuk krusta tipis berwarna coklat muda hingga kuning keemasan. Masa inkubasi atau waktu terkena penyakit ini sampai tampak gejalanya memakan waktu 1 sampai 3 hari.

Hal ini tergantung pada kondisi tubuh pasien. Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia dan pada umumnya menyebar melalui kontak langsung. Tempat predileksi IB ini bisa di ketiak, dada dan punggung, sering bersama - sama dengan miliaria. Kelainan kulit dapat berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Kadang- kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak hanya kolaret dan dasarnya masih terlihat eritematosa.

1,2,16

Pada pemeriksaan laboratorium yaitu pewarnaan Gram dari eksudat IB

menunjukkan bentuk kokus Gram-positif dalam kelompok - kelompok

Stafilokokus aureus, termasuk kedalam grup phaga II bisa dikultur dari isi bula

yang utuh. Dari pemeriksaan histologi, pada lesi IB menunjukkan adanya

pembentukan vesikel di daerah subkorneal atau granular, kadang - kadang

(27)

dijumpai sel akantolitik didalam lepuh, spongiosis, edema papila dermis, dan infiltrat yang mengandung campuran limfosit dan neutrofil di sekitar pembuluh - pembuluh darah pleksus superfisial.

1,2

Penyakit IB dapat didiagnosis banding terhadap beberapa penyakit antara lain dermatitis kontak, pemfigus vulgaris, pemfigoid bulosa dan eritema multiforme.

2,17

Prognosis penyakit IB ini, bila tidak diobati, infeksi invasif dapat menyebabkan komplikasi impetigo Stafilokokus aureus dengan selulitis, limfangitis, dan bakteremia, yang bisa menyebabkan osteomilitis, artritis septik, pneumonitis, dan septikemia. Produksi eksfoliatin bisa menyebabkan SSSS pada bayi dan pada orang dewasa yang sedang dalam keadaan imunodefisiensi ataupun pada gangguan fungsi ginjal.

2,18,19

Gambar 2.1. (A), (B) dan (C) impetigo bulosa, (D) impetigo non bulosa *Dikutip sesuai dengan kepustakaan nomor 2,8

2.4.2 Folikulitis

Folikulitis adalah pioderma yang berawal di dalam folikel rambut, dan diklasifikasikan menurut kedalaman invasinya ( superfisial dan dalam). Folikulitis

A B C D

(28)

superfisialis juga disebut impetigo Bockhart, merupakan peradangan yang terbatas pada muara rambut. Lesi berupa pustul kecil seperti kubah pada lubang muara rambut, sehingga pada pustulnya sering disertai rambut di tengahnya dan kulit di sekitarnya tampak kemerahan, tidak mengganggu pertumbuhan rambut dan rambut tidak mudah dicabut. Penyakit ini cepat meluas ke folikel lain disertai rasa gatal dan kadang - kadang agak sakit. Tempat-tempat yang sering dikenai adalah daerah ekstremitas terutama ekstensor, bokong, muka terutama perioral dan kulit kepala.

2,5,17,20

Folikulitis profunda gambaran klinisnya sama seperti folikulitis superfisialis, hanya saja teraba infiltrat di subkutan dan letaknya lebih dalam.

Contohnya “sikosis barbae” yang berlokasi di bibir atas dan dagu. Jika tidak diobati, lesi bisa menjadi lebih dalam letaknya dan kronis.

5,14,18

Faktor pemicu folikulitis ini meliputi lingkungan yang lembab, higiene yang buruk, maserasi,

drainase dari luka dan abses. Folikulitis bisa menjadi kronis dimana folikel - folikel rambut banyak dan letaknya dalam pada kulit. Pada Pewarnaan

Gram dan kultur pus biasanya dapat mengidentifikasi organisme penyebab.

Organisme penyebab paling umum adalah Stafilokokus aureus.

1,2,4,21

2.4.3 Furunkel dan Karbunkel

Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih daripada satu disebut furunkulosis. Furunkel relatif jarang ditemukan pada awal kanak- kanak tetapi insidensnya meningkat pada dewasa, terutama yang tinggal di lingkungan padat dengan higiene yang buruk. Furunkel dimulai dengan nodul kecil berwarna kemerahan, keras dan sakit, kemudian dalam beberapa hari akan bertambah besar terjadi fluktuasi, pustul dan nekrosis di bagian tengahnya.

Furunkel muncul sebagai papul dan papulonodul perifolikuler akut dan terasa

(29)

nyeri, paling sering ditemukan di leher, wajah, bokong, ketiak dan pada lipat paha.

Rasa nyeri bervariasi, makin akut dan besar makin terasa nyeri, rasa nyeri lebih hebat apabila terjadi pada hidung atau pada liang telinga luar.

5,9,19

Lesi dapat tunggal atau multipel dan cenderung berkelompok, kadang - kadang dapat disertai demam dan gejala konstitusi ringan. Selanjutnya sering terjadi ruptur pada mata bisul dan mengeluarkan pus, setelah itu tanda peradangan akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Kemudian akan menyembuh meninggalkan bercak berwarna violet dan akhirnya dapat menjadi jaringan parut yang permanen.

1,2,22

Faktor pemicu yang dapat menyebabkan furunkulosis antara lain higiene yang buruk, hiperhidrosis, obesitas, diabetes, seboroik, anemia, gizi buruk dan keadaan imunodefisiensi. Furunkulosis dapat di diagnosis banding terhadap beberapa penyakit diantaranya dengan akne kistik, kerion, dan hidradenitis supurativa.

2,23

Karbunkel adalah kumpulan dari dua atau lebih furunkel, merupakan nodul yang kemerahan, nyeri tekan, pada awalnya keras, lebih dalam dan lebih nyeri dibanding furunkel. Di tengah lesi timbul kawah ireguler berwarna abu-abu kekuningan yang dapat sembuh perlahan dengan membentuk jaringan granulasi.

Sering tampak jaringan parut permanen pada penyembuhan. Dapat dijumpai lebih

dari satu mata, tempat bermuaranya abses. Lokasi yang sering terkena ialah di

tengkuk, pundak, bokong dan paha. Tidak jarang disertai keluhan demam dan

malaise

.1,5,9,24

Karbunkel umumnya terjadi pada kelompok umur yang lebih tua

daripada furunkel.

2,25,26

(30)

Gambar 2.2. Klasifikasi penyakit infeksi bakteri pada folikel rambut

*Dikutip sesuai dengan kepustakaan nomor 6

2.4.4 Ektima

Ektima ialah ulkus superfisial dengan krusta di atasnya yang disebabkan infeksi oleh infeksi streptokokus. Ektima biasanya terjadi pada impetigo yang dibiarkan tidak diobati sehingga menjadi lebih dalam melewati epidermis, membentuk ulkus dangkal yang berkrusta. Ektima biasanya terdapat pada ekstremitas bawah.

1,5,6

Ulkus mempunyai gambaran ‘punch out” saat krusta kotor kuning keabuan dan bahan purulen dibersihkan. Tepi ulkus berindurasi, meninggi, dan keunguan dengan dasar jaringan granulasi yang meluas sampai ke dermis.

Ektima yang tidak diobati dapat meluas dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan mencapai diameter 2 - 3 cm atau lebih, lesi menyembuh secara lambat dan memerlukan pengobatan antibiotik selama beberapa minggu.

5,9,22,27

Lesi ektima bisa berkembang dari pioderma primer atau didalam dermatosis yang sudah ada sebelumnya. Ektima ganggrenosum adalah ulkus yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa dan mirip dengan ektima stafilokous atau streptokokus.

1,23,24

Ektima paling umum terjadi pada ekstremitas bawah anak- anak, atau pasien lansia yang diabaikan, atau pada penderita diabetes melitus.

Higiene yang buruk dan kelalaian merupakan unsur-unsur pokok dalam

patogenesisnya.

2,21,25,28

(31)

Laporan dari beberapa penelitian menyatakan hampir 85% kasus ektima diakibatkan oleh streptokokus grup A, peneliti lain mendapatkan Stafilokokus aureus 66%, dan peneliti lain menemukan infeksi campuran oleh keduanya.

Gambar 2.3. Penyakit infeksi kulit ektima *Dikutip sesuai dengan kepustakaan nomor 8

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Untuk memastikan diagnosis klinis dapat dilakukan pemeriksaan pewarnaan Gram serta biakan dan kepekaan kuman terhadap antibiotika.

Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan karena diagnosis dapat ditegakkan dengan gambaran klinis. Pemeriksaan biakan dan kepekaan kuman dilakukan untuk mendapatkan pilihan obat pada kasus yang tidak responsif terhadap terapi konvensional. Bahan pemeriksaan diambil dari apusan (swab) lesi atau eksudat.

Pada pewarnaan Gram akan dijumpai kokus Gram - positif, tersususn berbentuk rantai atau berkelompok seperti anggur (cluster).

5,27,28

Pemeriksaan uji kepekaan antibiotika menjadi sangat penting untuk pengobatan penyakit infeksi.

Pemeriksaan ini berguna sebagai pedoman klinisi untuk memilih antibiotika yang

tepat dan data epidemiologi resistensi kuman di suatu daerah. Pemilihan

antibiotika yang digunakan bergantung penggunaan di tiap daerah.

5,26,29

(32)

2.6 Pengobatan

Tujuan pengobatan pioderma adalah menghilangkan kuman penyebab sehingga dapat sembuh dengan cepat dan mencegah penyebaran penyakit.

Pemilihan terapi antibiotika oral atau topikal bergantung pada pengalaman dokter, cara yang lebih disukai pasien, dan pola resistensi kuman. Perawatan kulit meliputi membersihkan, mengangkat krusta, dan melakukan kompres basah sebelum pengolesan antibiotika akan mempercepat penyembuhan.

5,6,21,30

Secara umum untuk lesi yang terbatas tanpa komplikasi diberikan terapi topikal. Antibiotika topikal pilihan pertama yang sering digunakan adalah golongan asam fusidat, mupirosin, dan neomisin-basitrasin, atau antiseptik topikal. Pada anak umumnya pemberian obat topikal lebih nyaman dibandingkan pemberian secara oral. Sebaiknya dihindari pemakaian antibiotika topikal yang bersamaan dengan sistemik untuk mencegah resistensi dan sensitisasi. Pada kasus tertentu dan untuk dapat membunuh kuman dapat diberikan antibiotika sistemik golongan penisilin, eritromisin, dan sefalosporin.

1,5,28,31

Pengobatan untuk impetigo non bulosa jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salap antibiotika. Kalau banyak diberikan juga antibiotika sistemik.

Pengobatan IB jika terdapat hanya beberapa vesikel/bula, dipecahkan lalu diberi

salap antibiotika atau cairan antiseptik. Jika banyak dapat diberikan juga

antibiotika sistemik.

24

Pengobatan topikal untuk penyakit impetigo sebagai lini

pertama dapat diberikan mupirosin dan asam fusidat. Pengobatan sistemik sebagai

lini pertama dapat diberikan diklosasilin, gabungan asam klavulanat dan

amoksisilin dan juga dapat diberikan antibiotika sephaleksin, sedangkan sebagai

lini kedua (alergi penisilin) dapat diberikan azitromisin, klindamisin dan

(33)

eritromisin. Pengobatan terhadap folikulitis dapat diberikan antibiotika sistemik dan topikal, juga harus diatasi yang menjadi faktor predisposisinya.

2,7,23,32

Pengobatan untuk furunkel, karbunkel jika sedikit cukup dengan antibiotika topikal saja. Jika banyak dapat digabung dengan antibiotika sistemik. Jika berulang-ulang terjadi furunkulosis atau karbunkel harus dicarikan yang menjadi faktor predisposisinya tersebut.

4,6,24,33

Sedangkan untuk ektima jika terdapat sedikit, krusta dapat diangkat lalu diolesi dengan salap antibiotika dan jika banyak dapat juga diobati dengan antibiotika sistemik.

2,7,22,26,34

(34)

2.7 Kerangka Teori

Gambar 2.4. Kerangka Teori Kulit yang

normal

Faktor endogen

• Malnutrisi dan

immunodifisiensi

• Penyakit menahun

• Penyakit keganasan

• Penggunaan kortikosteroid jangka panjang

• Imaturitas kulit bayi

Faktor eksogen

• Infeksi oleh Stafilokokus dan Streptokokus

• Dermatitis

• Hiegine yang buruk

• Kondisi iklim yang lembab

• Gigitan serangga

• Trauma kulit

• Ulserasi

• Infeksi jamur dan virus

• Abrasi kulit minor

• Keadaan pruritus yang disertai garukan

PS pada

Bayi dan

Anak

(35)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis lengkap pasien PS pada bayi dan anak yang datang berobat ke SMF IK Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 - Desember 2012.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2014 - Juni 2014, bertempat di Instalasi rekam medis RSUP. H. Adam Malik Medan

3.3 Sampel Penelitian

Rekam medis pasien PS yang berobat ke SMF IK Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 - Desember 2012 yang tercatat di Instalasi Rekam Medis.

3.4 Bahan dan Cara Kerja 3.4.1 Bahan

Data penelitian diambil dari rekam medis lengkap pasien PS bayi dan anak yang datang berobat ke SMF IK Kulit dan Kelamin RSUP H.

Adam Malik Medan periode Januari 2010 - Desember 2012.

(36)

3.4.2 Cara kerja

a. Pengumpulan data pasien PS bayi dan anak periode Januari 2010 – Desember 2012 yang mempunyai rekam medis yang dilakukan oleh peneliti di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Penghitungan dan pencatatan data pasien PS bayi dan anak meliputi jenis kelamin, usia, bentuk klinis, lokasi lesi dan pengobatan periode Januari 2010 – Desember 2012 yang dilakukan oleh peneliti di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan.

c. Data pasien PS bayi dan anak periode Januari 2010 - Desember 2012

yang diperoleh kemudian ditabulasi dan disajikan kedalam tabel

distribusi berdasarkan jenis kelamin, usia, bentuk klinis, lokasi lesi

dan pengobatan.

(37)

3.5 Kerangka Operasional

Gambar 3.1. Diagram Kerangka Operasional Penelitian

3.6 Definisi Operasional

1. Rekam medis adalah keterangan tertulis tentang identitas, anamnesis pemeriksaan fisik, diagnosis, tindakan medis dan pengobatan pasien PS bayi dan anak yang datang berobat ke SMF IK dan Kelamin RSUP. H.

Adam Malik Medan periode Januari 2010 - Desember 2012.

Penelusuran data rekam medis lengkap pasien PS bayi dan anak yang berobat di SMF IK Kulit dan Kelamin periode Januari 2010 -

Desember 2012

Penghitungan dan pencatatan pasien PS bayi dan anak yang berobat di SMF IK Kulit dan Kelamin pada periode Januari 2010 - Desember 2012

yang meliputi jenis kelamin, usia, bentuk klinis, lokasi lesi dan pengobatan

Data dikumpulkan dan dianalisis secara deskriptif

Penyajian dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin, usia, bentuk klinis, lokasi lesi

dan pengobatan

(38)

2. Jenis kelamin adalah perbedaan biologis yang dimiliki pasien PS bayi dan anak yang membedakan laki-laki dan perempuan.

3. Usia adalah usia pasien saat pertama datang dihitung dari tanggal lahir, bila lebih dari 6 bulan, usia dibulatkan keatas, bila kurang dari 6 bulan, usia dibulatkan kebawah berdasarkan catatan rekam medis. Pasien PS bayi dan anak adalah pasien pada usia bayi dan anak yang didiagnosis sebagai PS berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis.

4. Pioderma superfisialis (PS) adalah infeksi kulit yang terjadi di bawah stratum korneum sampai dermis, atau folikel rambut yang dapat ditandai oleh adanya eritematosa, vesikel, pustul, bula, bula hipopion dan krusta pada kulit menurut bentuk klinisnya masing – masing :

a. Impetigo non bulosa adalah PS yang ditandai dengan kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti madu.

b. IB adalah PS yang ditandai dengan kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion

c. Folikulitis adalah radang pada folikel rambut yang ditandai dengan kelainan kulit berupa papul atau pustul yang eritematosa dan di tengahnya terdapat rambut, biasanya multipel.

d. Furunkel adalah radang pada folikel rambut dan sekitranya.

Karbunkel adalah kumpulan dari beberapa furunkel.

e. Ektima adalah ulkus superfisialis dengan krusta tebal berwarna

kuning, biasanya berlokasi di tungkai bawah, yaitu tempat yang

relatif banyak mendapat trauma.

(39)

5 Lokasi lesi adalah lokasi dari penyakit PS pada kulit berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis yang dapat diperoleh dari catatan rekam medis. Lokasi tersebut antara lain pada wajah, leher, dada, lengan, ketiak, perut dan tungkai.

6. Pengobatan adalah semua obat - obatan yang diberikan untuk mengobati penyakit PS pada bayi dan anak yang diperoleh dari catatan rekam medis.

3.7 Pengolahan dan Analisis data

Data yang telah terkumpul ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi dan di analisis secara deskriptif.

(40)

23 BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan pengambilan data rekam medis pasien PS pada bayi dan anak di SMF IK Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2010 sampai Desember 2012 sebanyak 87 data pasien yang diperoleh dari Instalasi Rekam Medis RSUP. H. Adam Malik Medan.

Data-data dari subyek penelitian diperoleh berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara dermatologi.

4.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Karakteristik demografi subyek penelitian ditampilkan berdasarkan distribusi jenis kelamin dan kelompok umur. Distribusi subyek penelitian menurut jenis kelamin dan kelompok umur dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Karakteristik Jumlah Subyek Penelitian

Jenis Kelamin 2010 2011 2012 Total

Laki-laki 24 (57,1%) 16 (57,1%) 6 (35,3%) 46 (52,9%) Perempuan 18 (42,9%) 12 (42,9%) 11 (64,7%) 41 (47,1%) Total 42 (100%) 28 (100%) 17 (100%) 87 (100%)

Kelompok Umur

<1 tahun 3 (7,1%) 2 (7,1%) 1 (5,9%) 6 (6,9%) 1 - 5 tahun 22 (52,4%) 10 (35,7%) 9 (52,9%) 41 (47,1%) 6 - 10 tahun 12 (28,6%) 9 (32,1%) 4 (23,5%) 25 (28,7%) 11 - 15 tahun 5 (11,9%) 6 (21,4%) 3 (17,6%) 14 (16,1%) 16 - 20 tahun ,0 (0%) 1 (3,6%) ,0 (0%) 1 (1,1%) Total 42 (100%) 28 (100%) 17 (100%) 87 (100%)

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah pasien PS bayi dan

anak terbanyak pada tahun 2010 yaitu 42 orang dan terus mengalami penurunan

(41)

pada tahun 2011 yaitu 28 orang dan tahun 2012 hanya 17 orang. Karakteristik subyek penelitian sebagian besar dengan jenis kelamin laki - laki berjumlah 46 orang (52,9%). Pada tahun 2010 dan 2011 lebih banyak pasien PS pada bayi dan anak berjenis kelamin laki-laki yang berkunjung berobat yaitu masing – masing berjumlah 24 orang ( 57,1%) dan 16 orang (57,1 %) sedangkan pada tahun 2012 lebih banyak pasien PS bayi dan anak yang berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 11 orang (64,7%).

Berdasarkan kelompok umur pasien PS pada bayi dan anak dari tahun 2010 – 2012 yang terbanyak dengan umur 1-5 tahun yaitu berjumlah 41 orang (47,1%), jumlahnya lebih sedikit pada kelompok umur 6-10 tahun yaitu berjumlah 25 orang (28,7%) dan pada kelompok umur 11-15 tahun yaitu berjumlah 14 orang (16,1%) serta yang terendah adalah dengan umur 16-20 tahun yaitu berjumlah 1 orang (1,1%). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok umur balita lebih rentan untuk menderita PS dibandingkan dengan kelompok umur lainnya.

Penyakit pioderma pada anak masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat, terutama di negara berkembang. Di Indonesia penyakit kulit

menempati urutan ke-3 setelah infeksi saluran napas dan diare. Prevalensi

penyakit PS berdasarkan kelompok umur, tempat dan waktu bervariasi.

2

Data jumlah kunjungan pasien ke Divisi Dermatologi Anak Departemen IK Kulit

dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Dr Cipto

Mangunkusumo selama tahun 2001 dan 2002 menunjukkan prevalensi yang

berbeda. Pada tahun 2001 pasien pioderma pada anak sebesar 362 kasus (18,53%)

dari 2190 kunjungan baru. Sedangkan pada tahun 2002 terdapat 328 kasus

(16,72%) dari 1962 kunjungan baru. Data dari 8 Rumah Sakit di 6 kota besar di

(42)

Indonesia pada tahun 2001 didapatkan 13,86% dari 8919 kunjungan baru pasien kulit anak adalah pioderma.

5

Novrina dalam penelitiannya melaporkan bahwa sebaran jenis kelamin dan usia pasien yang menderita PS menunjukkan variasi.

Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan pasien laki-laki sebesar 48,3% dan perempuan sebesar 51,7%. Sedangkan berdasarkan usia menunjukkan umur dibawah 1 tahun berjumlah sebesar 3,3% dan usia 1- 5 tahun berjumlah sebesar 46,7%.

5

4.2 Karakteristik Bentuk Klinis Pasien Pioderma Superfisialis

Distribusi subyek penelitian menurut bentuk klinis dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2. Distribusi Subyek Penelitian Menurut Bentuk Klinis

Bentuk Klinis Jumlah Subyek penelitian

2010 2011 2012 Total

Ektima 0 (,0%) 4 (14,3%) 0 (,0%) 4 (4,6%) Folikulitis 3 (7,1%) 1 (3,6%) 3 (17,6%) 7 (8,0%) Furunkel 8 (19,0%) 3 (10,7%) 3 (17,6%) 14 (16,1%) Impetigo Bulosa 18 (42,9%) 13 (46,4%) 7 (41,2%) 38 (43,7%) Impetigo Krustosa 13 (31,0%) 6 (21,4%) 4 (23,5%) 23 (26,4%) Karbunkel 0 (,0%) 1 (3,6%) 0 (,0%) 1 (1,1%)

Total 42 (100%) 28 (100%) 17 (100%) 87 (100%)

Dari tabel di atas terlihat bahwa pada penelitian ini subyek penelitian paling banyak selama tahun 2010-2012 adalah dengan bentuk klinis IB berjumlah 38 orang (43,7%) diikuti dengan bentuk klinis impetigo krustosa berjumlah 23 orang (26,4%) dan furunkel berjumlah 14 orang (16,1%) serta yang terendah adalah bentuk klinis karbunkel berjumlah 1 orang (1,1%). Pada setiap tahun dari 2010-2012 persentase pasien PS bayi dan anak tampak mengalami penurunan.

Sedangkan prevalensi pasien PS berdasarkan bentuk klinisnya menunjukkan

(43)

adanya variasi. Berdasarkan data jumlah kunjungan pasien ke Divisi Dermatologi Anak Departemen IK Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Dr. Cipto Mangunkusumo selama tahun 2002 menunjukkan prevalensi yang berbeda setiap bentuk klinisnya. PS terbanyak secara berturut- turut adalah furunkulosis (19,32%), impetigo krustosa (15%), impetigo vesikobulosa (14,02%), dan ektima (11,59%).

5

Berdasarkan laporan morbiditas 10 penyakit terbanyak divisi dermatologi pediatrik di Indonesia dari RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Hasan Sadikin Bandung, RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSU Dr. Soetomo Surabaya pasien PS pada anak tahun 2010 menunjukkan prevalensi yang berbeda-beda untuk setiap bentuk klinisnya. PS terbanyak secara berturut-turut adalah impetigo krustosa (45,7%), IB (19,7%), folikulitis (15,1%), ektima (7,2%), furunkel (1,2%) dan karbunkel (1,2%).

33

Novrina dalam penelitiannya mengenai kuman penyebab pada pasien PS melaporkan besarnya persentase untuk masing-masing bentuk klinisnya adalah impetigo vesikobulosa sebesar 26,7%, furunkel / furunkulosis 11,7 %, ektima 10 % dan folikulitis sebesar 3,3%.

5

Penelitian Sugito dkk melaporkan persentase dari penyakit PS didapatkan

impetigo vesikobulosa berjumlah 16 anak (26,7%), furunkel terdiri dari 7 anak

(11,7%), ektima 6 anak (10%) dan impetigo krustosa 6 anak (10%).

3

Heragandi

dalam penelitiannya tentang pola resistensi Stafilokokus aureus pada PS

melaporkan persentase untuk masing-masing bentuk klinisnya adalah impetigo

vesikobulosa sebesar 26,7%, furunkel/furunkulosis 11,7%, impetigo krustosa

10%, ektima 10% dan folikulitis 3,3%.

5

(44)

4.3. Karakteristik Lokasi Lesi Pasien Pioderma Superfisialis

Distribusi PS pada bayi dan anak menurut lokasi lesi dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Subyek Penelitian Menurut Lokasi Lesi

Lokasi Lesi Jumlah Subyek Penelitian

2010 2011 2012 Total

Dada 1 (2,4%) 1 (3,6%) 0 (,0%) 2 (2,3%) Dada + lengan 1 (2,4%) 0 (,0%) 0 (,0%) 1 (1,1%) Tungkai 4 (9,5%) 6 (21,4%) 1 (5,9%) 11 (12,6%) Ketiak 4 (9,5%) 3 (10,7%) 4 (23,5%) 11 (12,6%) Leher 3 (7,1%) 2 (7,1%) 1 (5,9%) 6 (6,9%) Lengan 5 (11,9%) 1 (3,6%) 1 (5,9%) 7 (8,0%) Lengan + ketiak 3 (7,1%) 6 (21,4%) 0 (,0%) 9 (10,3%) Lengan + ketiak +

perut

6 (14,3%) 2 (7,1%) 3 (17,6%) 11 (12,6%)

Perut 1 (2,4%) 2 (7,1%) 3 (17,6%) 6 (6,9%)

Wajah 13 (31,0%) 5 (17,9%) 4 (23,5%) 22 (25,3%) Wajah + perut 1 (2,4%) 0 (,0%) 0 (,0%) 1 (1,1%)

Total 42 (100%) 28 (100%) 17 (100%) 87 (100%)

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2010 pasien PS pada bayi dan anak terbanyak dengan lokasi lesi di wajah berjumlah 13 orang (31,0%), diikuti dengan lesi pada beberapa tempat dibagian tubuh yaitu di lengan, ketiak dan perut berjumlah 6 orang (14,3%). Pada tahun 2011 lesi PS di dominasi dengan lokasi di lengan dan ketiak juga pada tungkai masing - masing berjumlah 6 orang (21,4%) selanjutnya diikuti dengan lesi di wajah yang berjumlah 5 orang (17,9%). Proporsi PS pada bayi dan anak menurut lokasi lesi setiap tahunnya relatif berbeda.

Murniati dalam penelitiannya mengenai efektivitas pengobatan pioderma

melaporkan bahwa persentase lokasi lesi PS paling terbanyak pada lengan dan

tungkai yaitu sebesar 25%.

3

Pada penelitian Heragandi tentang sebaran PS

menurut lokasi lesi didapatkan tempat predileksi utama adalah tungkai sebesar

(45)

21,7% serta pada lengan dan tungkai sebesar 20%.

5

Secara umum lokasi lesi merupakan tempat predileksi sesuai dengan jenis

pioderma. Lesi banyak terdapat di tungkai, lengan dan wajah karena daerah-

daerah tersebut mudah mengalami trauma yang merupakan salah satu faktor yang

mempermudah timbulnya pioderma. Pada bentuk klinis impetigo lokasi tersering

adalah pada wajah dan ekstremitas karena sering mengalami trauma sebelumnya,

misalnya gigitan serangga, abrasi, dan laserasi. Untuk impetigo krustosa lesi awal

biasanya timbul di wajah (khususnya sekitar muara lubang hidung). Demikian

pula untuk bentuk klinis impetigo vesikobulosa lesi biasanya terdapat pada daerah

kulit yang lembab (daerah lipatan aksila dan inguinal) dan dapat menjalar ke

daerah abdomen, sedangkan ektima terjadi biasanya pada ekstremitas bawah.

2

(46)

4.4 Karakteristik Pengobatan Pasien Pioderma Superfisialis

Tabel. 4.4 Jenis Pengobatan Berdasarkan Bentuk Klinis Pioderma Superfisialis

Pengobatan

Bentuk Klinis

Total Ektima Foliku-

litis

Furun- kel

Impe- tigo Bulosa

Impe- tigo Krus-

tosa

Karbun- kel Amoksisilin, krim

mupirosin dan kompres NaCl

0 0 2 1 1 0 4

,0% ,0% 14,3% 2,6% 4,3% ,0% 4,6%

Amoksisilin, interhistin, krim asam fusidat, kompres NaCl

0 0 0 1 0 0 1

,0% ,0% ,0% 2,6% ,0% ,0% 1,1%

Amoksisilin, setirizin, krim asam fusidat, kompres NaCl

0 0 0 1 0 0 1

,0% ,0% ,0% 2,6% ,0% ,0% 1,1%

Amoksisilin, parasetamol, krim asam fusidat

0 0 2 0 0 0 2

,0% ,0% 14,3% ,0% ,0% ,0% 2,3%

Amoksisilin, parasetamol, krim gentamisin dan kompres NaCl

0 0 1 0 0 0 1

,0% ,0% 7,1% ,0% ,0% ,0% 1,1%

Amoksisilin, krim asam fusidat

0 0 1 1 1 0 3

,0% ,0% 7,1% 2,6% 4,3% ,0% 3,4%

Amoksisilin, krim asam fusidat dan kompres NaCl

1 0 0 4 1 0 6

25,0% ,0% ,0% 10,5% 4,3% ,0% 6,9%

Amoksisilin, krim

mupirosin, kompres NaCl

0 0 1 2 1 0 4

,0% ,0% 7,1% 5,3% 4,3% ,0% 4,6%

Amoksisilin dan krim gentamisin

0 0 2 0 1 0 3

,0% ,0% 14,3% ,0% 4,3% ,0% 3,4%

Amoksisilin, krim gentamisin dan kompres NaCl

2 0 0 0 0 0 2

50,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% 2,3%

Amoksilav, interhistin, krim asam fusidat dan kompres NaCl

0 0 0 1 0 0 1

,0% ,0% ,0% 2,6% ,0% ,0% 1,1%

Amoksiklav dan krim asam fusidat

0 1 0 2 0 0 3

,0% 14,3% ,0% 5,3% ,0% ,0% 3,4%

Amoksiklav, krim asam fusidat dan kompres NaCl

0 0 0 1 0 0 1

,0% ,0% ,0% 2,6% ,0% ,0% 1,1%

Amoksiklav, krim

mupirosin, kompres NaCl

0 0 0 2 0 0 2

,0% ,0% ,0% 5,3% ,0% ,0% 2,3%

(47)

Tabel 4.4. Jenis Pengobatan Berdasarkan Bentuk Klinis Pioderma Superfisialis (Lanjutan)

Pengobatan

Bentuk Klinis

Total Ektima Foliku-

litis

Furun- kel

Impe- tigo Bulosa

Impe- tigo Krus-

tosa

Karbun- kel Eritromisin, krim asam

fusidat dan kompres NaCl

0 0 0 2 0 0 2

,0% ,0% ,0% 5,3% ,0% ,0% 2,3%

Sefadroksil, parasetamol dan krim gentamisin

0 0 0 0 0 1 1

,0% ,0% ,0% ,0% ,0% 100,0% 1,1%

Interhistin, krim asam fusidat dan kompres NaCl

0 0 0 0 1 0 1

,0% ,0% ,0% ,0% 4,3% ,0% 1,1%

Setirizin dan krim asam fusidat

0 0 0 0 1 0 1

,0% ,0% ,0% ,0% 4,3% ,0% 1,1%

Setirizin dan krim mupirosin

0 0 0 0 1 0 1

,0% ,0% ,0% ,0% 4,3% ,0% 1,1%

Krim asam fusidat 0 5 1 6 10 0 22

,0% 71,4% 7,1% 15,8% 43,5% ,0% 25,3%

Krim asam fusidat dan kompres NaCl

0 1 1 10 5 0 17

,0% 14,3% 7,1% 26,3% 21,7% ,0% 19,5%

Krim mupirosin 0 0 1 1 0 0 2

,0% ,0% 7,1% 2,6% ,0% ,0% 2,3%

Krim mupirosin dan kompres NaCl

0 0 0 3 0 0 3

,0% ,0% ,0% 7,9% ,0% ,0% 3,4%

Krim gentamisin 0 0 2 0 0 0 2

,0% ,0% 14,3% ,0% ,0% ,0% 2,3%

Krim gentamisin dan kompres Nacl

1 0 0 0 0 0 1

25% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% 1,1%

Total 4 7 14 38 23 1 87

100% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk bentuk klinis ektima yang

mendapat pengobatan amoksisilin, krim asam fusidat, kompres NaCl didapatkan

1 orang (25%) dan yang mendapat pengobatan amoksisilin, krim gentamisin,

kompres NaCl didapatkan 2 orang (50%). Sedangkan yang mendapat pengobatan

(48)

Pada PS bentuk klinis folikulitis yang mendapat pengobatan amoksiklav, krim asam fusidat didapatkan 1 orang (14,3%) dan yang mendapat pengobatan hanya krim asam fusidat didapatkan 5 orang (71,4%). Selain itu yang mendapatkan pengobatan krim asam fusidat dan kompres NaCl didapatkan 1 orang (14,3%). Pada PS bentuk klinis furunkel yang mendapat pengobatan amoksisilin, krim mupirosin, kompres NaCl didapatkan 2 orang (14,3%).

Sedangkan yang mendapat pengobatan amoksisilin, parasetamol, krim asam fusidat didapatkan 2 orang (14,3%). Selain itu yang mendapat pengobatan amoksisilin, krim gentamisin didapatkan 2 orang (14,3%) dan yang hanya mendapat pengobatan krim asam fusidat, krim mupirosin atau krim gentamisin saja masing - masing didapatkan 1 orang (7,1%), 1 orang (7,1%) dan 2 orang (14,3%). Sedangkan pasien lainnya merupakan kombinasi dari antibiotika oral dengan krim antibiotika dan kompres NaCl atau kombinasi dari krim antibiotika dan kompres NaCl.

Bentuk klinis PS IB yang mendapat pengobatan amoksisilin, krim asam fusidat, kompres NaCl didapatkan 4 orang (10,5%). Sedangkan yang mendapat pengobatan hanya krim asam fusidat didapatkan 6 orang (15,8%). Selain itu yang mendapat pengobatan krim asam fusidat dan kompres NaCl didapatkan 10 orang (26,3%) dan yang mendapat pengobatan krim mupirosin, kompres NaCl didapatkan 3 orang (7,9%). Sedangkan pasien lainnya merupakan kombinasi dari antibiotika oral atau krim antibiotika, parasetamol, antihistamin dan juga kompres NaCl.

Bentuk klinis PS impetigo krustosa terbanyak diberikan pengobatan hanya

dengan krim asam fusidat yaitu didapatkan 10 orang (43,5%) dan pasien lainnya

Gambar

Gambar 2.1.  (A), (B) dan (C) impetigo bulosa, (D) impetigo non  bulosa *Dikutip sesuai dengan kepustakaan nomor 2,8
Gambar 2.2. Klasifikasi penyakit infeksi bakteri pada folikel rambut
Gambar 2.4. Kerangka Teori Kulit yang normal Faktor endogen •  Malnutrisi dan     immunodifisiensi •  Penyakit menahun     •   Penyakit keganasan •   Penggunaan  kortikosteroid jangka panjang
Gambar 3.1. Diagram Kerangka Operasional Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Trend penjualan produk sets/kits di Malaysia dalam lima tahun terakhir 2010 – 2014 menunjukkan pertumbuhan positif, yang dapat dikatakan bahwa pasar produk sets/ kits masih

Model ini adalah model pengelolaan hutan yang dilakukan oleh usaha kehutanan dengan menitik beratkan pendanaan usaha yang bersumber utama dari masyarakat dengan menawarkan

Program Aplikasi teknik dasar sepakbola ini jika dijalankan akan memberikan pelajaran dan informasi yang membahas seputar teknik dasar sepakbola beserta gambarnya,

[r]

Tutorial Bimbingan Belajar Taman Kanak-kanak dalam bentuk animasi memudahkan anak-anak sekolah khususnya tingkat TK dalam mengenal huruf A sampai Z dan angka 1 sampai 10, yang

terdapat kekurangan guru pegawai negeri sipil yang sementara waktu belum dapat dipenuhi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Batang, sehingga untuk menjaminpelaksanaan proses pembelajaran

Program aplikasi katalog buku ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara manual antara lain: (a) Pencarian buku dapat dilakukan berdasarkan nama, pengarang, kode

[r]