PERSPEKTIF Volunte IX No.I Tahun 2004 Edisi Januari
PENDEKATAN SISTEM ETIK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGENAI TINDAKAN ABORSI
O l e h : Achmad Basuki ABSTRACT
A process i.s applied to compile complex infornrulion, values and inlerests lheil compete lo one another lo justifu a particular ethical decision on aborlion meosures. In this ca.se lhere are three standpoints nunrcly
conservative, liberal and dentocrat. Approach of elhical system in decision making on ctbortion ,ncosure,\
lhat a fetus is an initial indicalion of a person'.s ltfe. Therefore, ils growth and deve lopment musl be respected both in view of its biological and social facets.
Keywords : Ethics, decision making, ahortion, qnd ethical system.
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara hukum sudah selayaknya apabila hukum menjadi supremi, dimana setiap orang harus tunduk dan patuh kepadanya tanpa kecuali. Untuk mewujudkan harapan tersebut maka perlu diciptakan perangkat hukum yang mengatur seluruh sektor kehidupan bemegara; meliputi sektor EKUIN, POLKAM serta KESRA. Masing-masing sektor selanjutnya masih dapat dikelompokkan lagi menjadi sub sektor-sub sektor, dan salah satu sub sektor KESRA yang terpenting adalah bidang k e s e h a t a n . O l e h k a r e n a i t u dalam rangka melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan diperlukan perangkat hukum kesehatan (health law) yang baik.
Menurut Van Der Mijn, hukunr kcsehatan diartikan sebagai perangkat hukum yang ber.lrubungan langsung dengan pemeliharaan keschataur tlcngalr penerapan perangkat hukum perdata, pidana, clarr admini strasi. Sedangkan Leenen mcngart i kan nya sebagai keseluruhan dari aktivitas yuriclis dan peraturan hukum di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya (Hermien Hadiati Koeswad.ii. | 998 : 20).
Pendek kata hukum kesehatan adalah aturan hukurn yang mengatur semua hal yang berkaitan dengan usaha-usaha pemeliharaan di bidang kesehatan.
Sejak tahun 1950-an, hukum keselratan mulai berkembang sebagai pengkhususan dari illnu
Pendekatan Sistem Etik Dalom Pengamhilan
Keputusan Mcngenai Tindakan Aborsi 54 Achmul lJu.suki
PERSPEKTIF Volume IX No.I Tahun 2004 Edisi Januari
hukum, terutama di negeri Belanda dan Perancis.
S e s u d a h i t u A m e r i k a S e r i k a t m e n y u s u l m e n g e m b a n g k a n p e n g k h u s u s a n t e r s e b u t . Perkembangan hukum, kesehatan menurut Leenen disebabkan oleh hal-hal sebagaimana berikut (Sofyan Dahlan, 1999 :2):
1. Kemajuan ilmu dan teknologi di bidang k e d o k t e r a n s e m a k i n h a r i s e m a k i n memperlihatkan adanya bentuk intervensi terhadap j asmani dan rohani seseorang, sehingga mempengaruhi integritas fi sik dan mental.
2. Berubahnya duniakedokteran menjadi lembaga birokatik dimana huburgan personal cenderurg memudar.
3 . Sebaliknya" gagasan mengenai hak asasi manusia (termasuk hak penentuan nasib sendiri) yang secara khusus telah diterima sebagai landasan bagi kebijakan hukum dan sosial, menyebabkan timbulnya benturan antara birokrasi pelayanan kesehatan, adanya campur tangan yang mendalam dari tindakan medik dan semakin tingginya kesadaran pasien akan hak-haknya.
Hukum kedokteran (medical law) sebagai bagian integraldari hukum kesehatan (health law) (Hermin Hadiati Koeswadji, 1998 : l9), juga sangat dipengaruhi o leh faktor teknologi. Penetrasi teknologi dalam dunia kedokteran mempunyai implikasi yang sangat dilematis. Di satu pihak teknologi kedokteran yang mengedepankan research oriented telah berhasil menemukan berbagai inovasi spektakuler. Sehingga
dengan teknologi kedokteran itu upaya pengobalan dan pencegahan penyakit dapat dilakukan secara dini dan akurat. Namun pada pihak lain penetrasi teknologi dalam dunia kedokteran sekaligus juga menimbulkan problem sosial yang cukup meresahkan masyarakat.
Setidak+idaknya secara sosiologis nilai-nilai dan norrna-norrna sosial (termasuk hukurn) (Anthonny Allot, I 980 : I ) yang selama ini berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat terasa menjadi "goyah", dan terkesan ketinggalan jaman, atau bahkan khusus di lingkungan kedokteran mungkin ada kecenderungan menuj u proses "anomie", yang apabi la d ibiiu'kzur akan menimbulkan polarisasi sikap dan pandangan yang emosional diantara para dokter.
Fenomena tersebut diatas mengharuskan kita untuk melakukan studi kritis terhadap implikasi praktis penemuan teknologi kedokteran dalam perspektifsistem etik yang berlaku dalam nrasyarakat kita. Melalui kaj ian-kaj ian yang demikian di harapkan dapat rnenjaga konsistensi dan koherensi dalam pengambilan keputusan etikyang pada akhimya bisa mencapai keterpaduan intemal dan in tegritas nroral yang lebih besar pula
Berkaitan dengan ruang lingkup peng:rnrbi larr keputusan di bidang ntedik sangat luas. maka dalanr term paper ini membatasi pernrasalahan pada pendekatan sistem eti k dal am prengamb i I an kc putusan mengenai tindakan aborsi saja.
Pendekatan Sistem Etik Dalan Penganbilan Kepulusan Mcngenai Tinclakun Aborsi
5 5 Achrnud lJu.suki
PERSPEKTIF Volunte IX No.I Tahun 2004 Edisi Januari
Berangkat dari uraiantersebut diatas maka dapat ditarik sebuah masalah yaitu bagaimana pandangan etik mengenai aborsi. Namun sebelum membahas main problem tersebut akan dibahas terlebih dahulu tentang pandangan etik tentang kehidupan fetus. Hal ini penting mengingat salah satu kepentingan yang menjadi sasaran tindakan aborsi adalah keberlangsungan kehidupan fetus. Dalam pandangan etik apakah fetus merupakan persoon ?
PEMBAHASAN
Secara umum dapat dikatakan bahwa teori etika adalah proses yang kita tempuh dalam membenarkan suatu keputusan etik tertentu. Suatu teori etika adalah cara yang kita pergunakan untuk menyusun infomrasi yang kompleks dan nilai-nilai serta kepentingan-kepentingan yang bersaing satu sama lain, dan mencari jawaban atas pertanyaan "apa yang harus saya lakukan ?". Maksud utama sebuah teori etika adalah menyediakan konsistensi dan koherensi dalam mengambil keputusan-keputusan moral. Artinya, suatu teori atau kerangka etika memberikan kepada kita suatu sarana untuk mendekati masalah. Jika kita mempunyai sebuah teori, tidak perlu kita mencari-cari akan mulaidari mana setiap kali kita menemukan problem baru. Sebuah teori memungkinkan kita juga mempertahankan konsistensi tertentu dalam pengambilan keputusan.
Kita akan mulai melihat bagaimana berbagai nilai yang berbeda-beda dan berkaitan satu dengan yang lain.
Jika kita konsisten dan koheren dalam mengambil keputusan, kita akan mencapai keterpaduan intern serta integritas yang lebih besar dalam pengambilan keputusan. Melihat peliknya problem-problem yang kita hadapi, maka tidak dapat dipungkiri bahwa ciri- ciri tersebut sangat penting.
Dalam bioetika dikenal adanya beberapa teori atau metode pengambilan keputusan, yaitu : 1. Etika Deontologi
Istilah "deontologi" berasal dari kata Yunani "deon" yang berarti kewajiban.
B e r d a s a r k a n a s a l - u s u l kata sudah mengisyaratkan bahwa deontologi menunjuk pada kewajiban dalam menentukan sesuatu bersifat etika atau tidak. Teori ini menjawab pertanyaan "apa yang harus saya lakukan ?"
dengan menj elaskan kewaj iban-kewajiban moral saya. Suatu perbuatan bersifat etik, apabila saya memenuhi kewajiban atau berpegang pada tanggung jawab saya. Bagi seorang deontolog yang paling penting adalah kewajiban-kewajiban dan aturan karena hanya dengan memperhatikan segi-segi moralitas ini dapat dipastikan bahwa kepentingan diri tidak akan mengalahkan kewaj iban moral. "Sepuluh perintah Tuhan" dari agama Yahudi-Kristiani dan kategori imperati f dari Imrnanuel Kant agaknya merupakan contoh paling umum tentang etika deontologi ini. (Tho- m a s A . S h a n o n , 1 9 9 5 : l 7 - l 8 ) .
Pendekatan Sistem Etik Dalant Kepttlusan Mcngenai Tindakan
Pengambilan Aborsi
56 Achnad Basuki
PERSPEKTIF Yolume IX No.l Tahun 2004 Edisi Januari
Apabila dikaji secara seksama, etika deontologi berbasis pada po lari sasi pandangan dunia (world view) tentang kehidupan manusia, yaitu pandangan,absolutism view. Dalam pandangan absolutisme, kehidupan manusia menjadi ada sejak peristiwa bertemunya sel telur dan spermatozoa, atau pada saat menempelnya sel telur pada dinding uterus. Oleh karena itu menurut absolutisme sejak peristiwa tersebut kehidupan fetus harus dianggap ada dan harus mendapatkan perlakuan sebagaimana hak hidup manusia yang sudah terlahir, kecuali jika kehidupan fetus benar-benar mati (Robert T.
Franocoeur, 1983 :6).
2. EtikaKonsekuensialisme
T e o r i e t i k a y a n g d i s e b u t
"konsekuensialisme" menjawab pertanyaan "apa yang harus saya lakukan" dengan memandang konsekuensi dari berbagai jawaban. Ini berarti bahwa yang harus dianggap etis adalah k o n s e k u e n s i y a n g m e m b a w a h a l y a n g menguntungkan, melebihi segala hal yang merugikan, atau yang mengakibatkan kebaikan terbesar bagi sejumlah orang yang terbesar. Pada d a s a r n y a d a l a m s i s t e m e t i k a i n i o r a n g memandang hasil perbuatan, konsekuensi- konsekuensi, sefta situasi-situasi sehingga dapat mempertimbangkannya dalam rangka menganbil keputusan etik. Oleh karena itu sistem etika ini lazim disebut sebagai etika situasi ataupun utili-
tarianism. (Thomas A. Shanon. 1995 : | 8).
Dilihat dari pandangan tlunia (world view), etika konsckuensialisnre herhasis pada p r o c e s s v i e w . D a l a m p a n d a r r g a n p r o s e s , mempertimbangkan kehidupan dalarl arti kualitas lebih baik daripada sebuah kuantitas.
Kualitas hidup merupakan unsur yang sangat penting dalam menjalani proscs kehidupan m a n u s i a . K e h i d u p a n m e r u p a k a n p r o s e s b e r a n g s u r - a n g s u r u n t u k t u m b u h d a n . berkembang, bukan sesaat tertentu sa.ia. (Roh-
ertT. Francoeur, 1983 :6).
Manfaat paling besar yang dibawakan teori konsekuensialisme adalah balrr,va ia mcmperhatikan dampak aktual dari scbuah k e p u t u s a n tc r t e n t u d a n b e r t a n y a b a l r w a bagaimana orang terpengamh olehnya. Problern terbesar dalam sistem etik ini adalah bahwa ia tidak menyediakan standart mtuk nrengukur hasil yang satu terhadap hasil lainnya. Walaupun konsekuensialisme peka terhadap situasi. namun mereka tidak memiliki pegangan untuk menilai konsekuensi yang satu terhadap kosnekucnsi yang lainnya Thomas A. Shamon. 1995 : | 7).
3. Etika Hak
Teori ini memecahkan tlilenra-dilerrnlr moral dengan terlebih dahulu menen tukan hak clan tuntutan moral mana yang terlibat didalarnnya.
Kemudian di lema-di lema itu dipecahkan dengan b e r p e g a n g p a d a h i e r a r k i h a k - h t r k . Yang
Pendekatan Sistem Etik Dalam Keputusan Mengenai Tindakan
Pengambilan Aborsi
57 Achmud llusuki
PERSPEKTIF Volume IX No.I Tahun 2001 Edisi .Ianuari
terpenting bagi pengikut pendekatan ini adalah bahwa tuntutan-tuntutan moral seseoran g, yai tu haknya ditanggapi dengan serius. Teori hak merupakan teori etika yang populer dalam kebudayaan Amerika Serikat.
4. Etika Intuisionisme
Intuisionisme memecahkan dilema- dilema etik dengan berpijak pada intuisi, yaitu kemungkinan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui secara langsurg apakah sesuatu baik a t a u b u r u k . D e n g a n d e m i k i a n s e o r a n g intuisionisme mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk berdasarkan perasaan moral dalam dirinya, bukan berdasarkan situasi, kewajiban maupun hak. Walaupun intuisi seseorang bisa meliputi kewajiban, tetapi hal itu tidak menjadi titik tolaknya. Titik tolaknya hanyalah perasaan moral.
Kita semua mengalami situasi dimana kita hanya mengatakan : "Saya melakukarr hal itu karena saya tahu bahwa itulah yang baik" dan dengan demikian argumentasi moral kita usai. Kita sering mempergunakan metode ini dan intuisi moral itu biasanyamemberi keteguhan hati yang besar. Namun demikian j ika dengan cara tertentu kita tidak bisa mengturgkapkan atau merumuskan proses pengambilan keputusan, kita tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatan kita terhadap orang lain. Dengan demikian, walaupun intuisionisme dapat menyajikan keberanian turnrk
tetap berpegang pada keyakinan kita nraka ia tidak memberikan cara unhlk meyakinkan orang lain bahwajalan kita itu benar(T'homas A. Sh- a n n o n . 1 9 9 5 : l 8 - l 9 ) .
a. Fetus : Apakah Merupakan Pcrsoon ? Sebagian besar perdebatan tentang aborsi berkisar pada pertanyaan : "siapa yang merupakan persoon?" atau le bilr .ielasnya
"apakah fetus merupakan persoon'?". .lawaban atas pertanyaan itu sangat membantu untuk menentukan etis atau tidaknya suatu keputusan.
Dalam bukunya yang sudah klasi k tentrng aborsi, Daniel Callahan membedakan tiga orientasi dalam menentukan kriteria tentang ada atau tidaknya persoon, yaitu : pandangan genelik. pandangan yang memfokuskan perkembangan, serta pandangan yang menyoroti konsekuensi- konsekuensi sosial (Thomas A. Shannon, | 995 :
4s).
Pandangan genetik merrdellnisikan persoon manusiawi sebagai nrakhluk yang memiliki kode genetik manusiawi. Oilcntasi ini akan menegaskan bahwa status persoon sudalr ada pada awal kehidupan. Pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya tidak lain adalah pembeberan kode genetik bagi khusus individu ini.
Pandangan yang kedua yaitu pandangan yang memfokuskan pada perkembangan,
Pendekatan Sistem Etik Dalon Pengambilan Keputusan Mengenai Tindakan Aborsi
58 ,'lchmud lJusuki
PERSPEKTIF Volume IX No.l Tahun 2004 Edisi Januari
berpendapat bahwa adanya kode genetik menyediakan dasar untuk perkembangan lebih l a n j u t , t a p i j u g a b a h w a suatu tingkat perkembangan tertentu dan interaksi dengan lingkungan perlu untuk dapat dianggap sebagai persoon dalam arti sepenuhnya. Orientasi ini beranggapan bahwa potensi genetik seseorang baru terwuj ud sepenuhnya j ika terj adi i nteraksi dengan lingkungannya (Thomas A. Shannon,
1 9 9 5 : 4 6 ) .
Melihat pendapat kedua pandangan terdahulu nampaknya tidak terdapat perbedaan yang mendasar, keduanya hanya menekankan aspek waktu saja. Pandangan pertama secara absolut menegaskan bahwa kehidupan fetus sejak "X" hari atau bulan. Sedangkan pandangan k e d u a m e l i h a t b a h w a f e t u s tumbuh dan berkembang terus sejak ada konsepsi. Mereka tidak melihat pada moment opname tertentu sebagaimana pandangan pertama, melainkan memandang sebagai totalitas waktu sejak konsepsi sampai benar-benar mati.
Perbedaan kedua pandangan akan hilang setelah teknologi kedokteran mampu mengungkapkan proses pertumbuhan fetus dari konsepsi sampai kelahirannya. Dan nyatanya p e r k e m b a n g a n dunia kedokteran telah membuktikannya. Melalui metode-metode pantau seperti amniocentesis fan fetescopi telah dapat mengungkap tabir itu semua. Sehingga
perbedaan pandangan kedua kelompok tersebut sudah mengarah pada konvegensi. 1'epatlah pernyataan Barton (Robert'I'. F'mncocur. 1983 :
r 8 3 ) :
"We find that these approaches. rvhich nt times seemed so divergent and antipetlric, (increasingly) appear to borrow honr eactr other and up saying the same thing".
S e d a n g k a n p a n d a n g a n k e t i g a y a n g menekankan pada konsekuensi-konsekuensi sosial dengan cara dramatis nrengubalr fokus masalahnya. Orientasi ini bertolak dari unsur- unsur biologis serta perkembangannya dan berfokus pada apa yang dianggap masyarakat penting untuk adanya persoon. pandangalr ini memastikan terlebih dahulu persoon ntacant ilpa y a n g d i i n g i n k a n oleh rnasyarakat. l a l u merumuskan defi nisidefi nisi yang sesuri dcngarr keinginan itu (Thomas A. Shannon. I 995 : 46).
Negara sebagai wujud atau manifbstasi orgzurisasi formal dari masyarakat modem hendaknyadapat melaksanakan fungsi ini dengan baik, Negara.
dalam hal ini pemerintah harus dapat nrcrrganrbil kebijakan (publik) tentang persyaratan generasi masa depan bangsanya.
b. Tiga Pendirinn tentang Aborsi
Setelah menyimak clari pexlebatarr sistem etik mengenai aborsi. maka rlapat tlikcrnli adimya tiga pendirian menyikapi tcntang tinclakan aborsi, yaitu pendirian konservatil, libcral dan
Pendekatan Sistent Etik Dalam Pengambilan
Kepulusan Mengenai Tindakan Aborsi 59 tlchmu<l llusuki
PERSPEKTIF Volume IX No.l Tahun 2001 Edisi Januuri
pendirianmoderat.
Pendirian konservati f berpendapat bahwa abortus tidak boleh dilakukan dalam keadaan apapun juga. Alasan-alasan keagamaan, fi losofi s untuk itu antara lain : kesucian kehidupan, larangan unhrk memwnahkan kehidupan manuia yang tidak bersalalu dan ketakutan akan implikasi sosial dari kebijakan aborsi yang liberal bagi or- ang lain yang tidak bisa membela diri seperti or- ang cacat dan lanjut usia.
Pendirian liberal justru berpandangan berlawanan, ia memperbolehkan abortus dalam banyak keadaan yang berbeda. Banyak diantara mereka tetap melihat abortus sebagai suatu keputusan moral, tapi menerima pelbagai kemungkinan untuk membenarkannya secara moral. Diantaranya dapat disebut : kualitas kehidupan sijanin, keadaan kesehatan fisik dan mental si wanita hak wanita atas integritas badani, kesejahteraan keluarga yang sudah ada, pertimbangzur karier, dan keluarga berencana.
Pendirian moderat mencari suatu posisi tengah yang mengakui kemungkinan legitimasi moral bagi beberapa abortus, tapi tidak pemah tanpa turut mengakui penderitaan ini melihatjanin dan wanita sebagai pemilik hak dan mengakui bahwaupaya untuk memecahkan konflik hak seperti itu mau tidak mau akan menyebabkan penderitaan dan rasa berat hati. Dengan demikian k e l o m p o k m o d e r a t m e m a n g m e n e r i m a
kemungkinan terjadinya beberapa abortus, tapi mereka selalu menerimanya dalam suasana tragedi dan sangat kehilangan (Thomas A. Sh- annon, 1 995 : 50 - 5 1 ).
c . U p a y a P e n g e n d a l i a n K e l a h i r a n d a n K e l u a r g a B e r e n c a n a ; S e h u b u n g a n Kebijakan Moderat
U s a h a u n t u k m e n g u a s a i d a n mengendalikan kesuburan telah mengak ihatkan banyak perbincangan dari berbagai kalangan, agiunawan maupun eti kawan.
Dalam dunia Islam, sikap tradisional yang menentang kontasepsi lambat laur semakin melemah karena keinsafan akan ancaman ledakan penduduk, karena pengetahuan yang lebih baik mengenai fakta-fakta sehubungan dengan akibat penjarangan kelahiran bagi kesehatan si ibu, dan sebagainya. Perkembangan tersebut menyebabkan diizi nkannya mengikuti keluarga berencana, dengan syarat-syarat tertentu; misalnya metode yang dipakai tidak merugikan suami-isteri, sterilisasi tetap ditolak, harus ada persetujuan dari keclua belah pihak, hans ada motivasi yang baik, serta perlu Jrerhatian secukupnya untuk akibat-akibat sosial.
Demikian halnya dengan pandangan Gereja Kristen yang tidak menganjurkan sebanyak mungkin kelahiran (natalisme), tapi mendukung pembentukan keluarga yang
Pendekatan Sistem Etik Dalam Keputusan Mengenai Tindakan
Pengambilan Aborsi
60 Achmad Basuki
PERSPEKTIF Volume IX No.l Tahun 2004 Edisi Januari
bertanggungjawab, karena itu gereia mengakui penguasmn kesuburan yang tertentu. (Edouard B o n e . 1 9 9 0 : 5e - 60).
Sedangkan dari etikawan menyemkan untuk melakukan refleksi baru yang mencoba untuk menggabungkan tradisi filsafat barat yang didasarkan atas skema-skema antroposentri sme dengan suatu pendekatan timur yang lebih peka akan etika kosmik dan ekologis, dimana alarn tak bernyawa diberikan tempat lebih pantas dan menampilkan rasa hormat (Edouard Bone, I 990 : 6 5 ) .
PENUTTJP
Berdasarkan rangkaian diskripsi teoritik mengenai pengambilan keputusan tentang aborsi dalam perspektif sistem etik yang berwawasan ke-lndonesiaan, maka dapat ditarik beberapa simpulan berikut ini :
I . Fetus mempakan pertanda awal bagi kehidupan persoon; oleh karena itu pertumbuhan dan perkembangannya harus dihormati baik dari segi biologis maupun sosialnya.
2. Secara umum ada tiga'pendirian dalam menyikapi terhadap masalah aborsi, yaitu pendirian konservatif, liberal dan pendirian yang moderat.
Sebagai kata penutup unnrk mengakhiri term paper ini, makapatutlah untuk direnungkan kembali seruan Johannes Calvin dan P. Teilhard de Chardin atas langkanya teori atau pandangan bioetika yang
benar-benar berwawasan ke-lndonesiaan. Beliau menekankan perlunya pendekatan ke-f imuran yang peka akan etika kosmis dan ekologis dalarn ntengkaji tema-tema antroposentrisme yang mengalir dcras dari dunia barat.
DAFTAIT PUSTAKA
Allot, Antony, "The Limits o.l'Law ", Butterwurth
& Co Publishers, London. 1980.
B e r t e n s , K . ( t r a n s . ) , Thomas A. Shannon.
" Pengantar Bioetiku ", Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995.
Francoeur, Robert T., " Biomedicul Ethic.s ; A Guitle To Decision Making", A Wiley Medical Publication, John Wiley & Sons, New york.
Chicester, Brisbane, 1-oronto, Singapore.
I 9 8 3 .
Maertens, et.al., " Biotika : Refleksi Atu.r A4osuluh Etikn Biomedis ", Gramedia,.lakarta. l990.
Koewadji, Hermien Hadiati, " Hukum Kcdokteran (Studi Tentang Hubungan Lluhm Dtrlam Mana Dokter Sebagai Salah Sutu lrihuk", 'Airlangga
University Press, Surabaya, I9g8.
Sofyan Dahlan, "Diktat Hukum Kcc{oktarun".
Stensilan, FH. Undip, Semarang, 1990.
Pendekatan Sistem Etik Dalam Pengambilan
Kepulusan Mengenai Tindakan Aborsi 6 1 Achmcul llusuki