• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER BERBASIS PETA KONSEP DAN AKTIVITAS TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEK MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER BERBASIS PETA KONSEP DAN AKTIVITAS TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER BERBASIS PETA KONSEP DAN AKTIVITAS TERHADAP

HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

Rofiqoh Hasan Harahap dan Mara Bangun Harahap Program Magister Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Medan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui perbedaan hasil belajar Fisika siswa di antara model pembelajaran advance organizer berbasis peta konsep dan model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep. (2) Mengetahui hasil belajar Fisika antara siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi dan aktivitas belajar rendah. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan desain faktorial 2x2. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Sunggal Semester I T.P 2012/2013. Sampel penelitian terdiri dari dua kelas dengan jumlah sampel 74 orang yang ditentukan dengan cluster random sampling, yaitu X-1 sebagai kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran advance organizer berbasis peta konsep sebanyak 38 orang dan X-2 sebagai kelas kontrol menggunakan model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep sebanyak 36 orang. Uji persyaratan telah dilakukan berupa uji normalitas dan homogenitas dan diperoleh hasil bahwa data normal dan homogen. Hipotesis dianalisis menggunakan GLM pada taraf signifikan 0,05 dengan bantuan SPSS 17.0 for windows. Hasil analisis data dan uji hipotesis yang dilakukan diperoleh bahwa (1) Model pembelajaran advance organizer berbasis peta konsep lebih baik dalam meningkatkan hasil belajar Fisika siswa daripada model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep. (2) Hasil belajar Fisika siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi lebih baik dibanding dengan siswa yang mempunyai aktivitas belajar rendah. Berdasarkan analisis ini terdapat interaksi antara model pembelajaran dan aktivitas belajar siswa terhadap hasil belajar Fisika.

Kata kunci: model pembelajaran, advance organizer, peta konsep, aktivitas belajar, hasil belajar

Pendahuluan

Proses pembelajaran di kelas sebagian besar bersifat transfer pengetahuan dari guru ke siswa saja, sehingga pembelajaran pun hanya diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa memaknai informasi yang didapatkannya.

Akibatnya ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka tidak mengetahui makna dari teori yang didapatkannya. Hal ini mengakibatkan rendah-

nya kemampuan berpikir siswa untuk meme- cahkan masalah Fisika.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di

SMA Negeri 1 Sunggal kabupaten Deli Serdang

dengan cara penyebaran angket kepada siswa,

wawancara langsung dengan guru Fisika dan

melihat daftar nilai hasil ulangan harian siswa,

diperoleh data sebagai berikut: Data hasil

penyebaran angket kepada 67 siswa kelas X

SMAN 1 Sunggal, Fisika termasuk mata

pelajaran yang kurang disenangi siswa. Hanya

(2)

20,29% dari siswa yang menyenangi Fisika, selebihnya 52,17% menjawab tidak suka dan 26,09% menjawab biasa saja. 49,28% siswa menganggap Fisika sebagai pelajaran yang sulit, 24,64% siswa yang menganggap Fisika sebagai pelajaran yang biasa dan 26,09% yang lainnya menganggap Fisika pelajaran yang mudah tapi susah, sedikit sulit, dan lain-lain. Beberapa alasan mereka yang menganggap Fisika itu sulit adalah karena Fisika banyak hitungan, banyak hapalan, membosankan, dan banyak rumusnya.

Hasil wawancara dengan salah satu guru Fisika kelas X di SMA Negeri 1 Sunggal menyatakan bahwa hasil belajar Fisika siswa kelas X dapat dikategorikan cenderung masih rendah. Secara umum pada semester 1 tahun pembelajaran 2011/2012, hanya sekitar 45%

siswa mencapai nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dengan KKM yang ditargetkan oleh sekolah pada mata pelajaran Fisika yaitu 71, sehingga untuk menuntaskannya harus diadakan remedial kepada siswa tersebut. Dalam proses pembelajaran guru menyatakan kebanyakan masih menggunakan metode ceramah dari pada metode diskusi, tanya jawab dan demonstrasi.

Dari fakta tersebut terlihat bahwa masalah utama yag dihadapi oleh siswa adalah hasil belajar yang masih rendah, ditunjukkan dengan masih sedikitnya siswa yang mencapai nilai KKM yang ditargetkan oleh sekolah pada mata pelajaran Fisika. Diduga sumber masalahnya adalah proses belajar siswa yang hanya menghapal informasi. Dalam menerima infor- masi, ada kemungkinan siswa lebih cenderung menghapalkan informasi yang didapatkan tanpa mencoba mengaitkan dengan konsep yang pernah dimiliki sebelumnya (Dahar, 2011).

Hasil belajar yang masih kurang dapat terjadi karena hakikat belajar yang belum terpenuhi. Komalasari (2010) mengungkapkan tentang hakikat belajar yaitu perubahan sese- orang yang asalnya tidak tahu menjadi tahu merupakan hasil dari proses belajar. Hal ini dapat dimaknai bahwa hasil belajar sangat terkait dengan prosesnya. Jika proses pembela- jaran hanya mengarahkan siswa untuk meng- hapal tanpa melalui pengolahan potensi yang

ada pada diri siswa, maka pembelajaran kurang bermakna bagi siswa. Untuk dapat mengaitkan konsep baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif, supaya pembelajaran menjadi bermakna, maka siswa membutuhkan semacam pertolongan mental berupa pengatur awal (advance organizer) yang mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari, sehingga terjadi belajar bermakna.

Suatu alat yang memegang peranan penting dalam belajar bermakna adalah peta konsep, karena peta konsep dapat menunjukkan urgensi dan posisi hubungan konsep-konsep yang diajarkan sebelumnya dengan konsep-konsep yang akan diajarkan. Hudojo (Nurhayati, 2006) menyatakan bahwa peta konsep merupakan skema yang menggambarkan suatu himpunan konsep-konsep dengan maksud mengaitkan/

menanamkan dalam suatu kerangka kerja dengan menggunakan proposisi-proposisi agar menjadi jelas baik bagi siswa maupun guru untuk memahami ide-ide kunci yang harus terfokus kepada tugas belajar. Oleh sebab itu, dalam hal ini alternatif pembelajaran yang dapat digunakan untuk membuat belajar menjadi lebih bermakna adalah model pembelajaran Advance Organizer yang dalam implikasinya menggunakan peta konsep.

Selain model pembelajaran faktor lain yang juga diperkirakan mempengaruhi hasil belajar adalah faktor karakteristik siswa.

Kondisi pembelajaran yang harus dijadikan dasar dalam mengembangkan atau menetapkan model pembelajaran adalah karakteristik siswa.

Agar hasil belajar dapat mendekati atau sesuai dengan tujuan pembelajaran, model pembela- jaran harus sesuai dengan karakteristik siswa.

Karakteristik siswa adalah variabel yang tidak dapat dimanipulasi tetapi merupakan salah satu kondisi pembelajaran yang harus dijadikan pijakan dalam memilih dan mengembangkan proses pembelajaran agar lebih sesuai dan memudahkan siswa untuk belajar (Dick dan Raiser, 1996).

Karakteristik siswa dalam penelitian ini

adalah aktivitas belajar Fisika yang dilakukan

oleh siswa itu sendiri untuk berprestasi.

(3)

Aktivitas siswa dalam belajar sangat bergantung pada aktivitas guru dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik, serta menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Aktivitas belajar adalah segala bentuk atau kegiatan untuk melakukan proses pembelajaran (Sardiman, 2010). Dalam hal ini keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar Fisika. Hal ini sesuai dengan Hakim (2005) yang mengemukakan bahwa aktivitas belajar yang dilakukan secara kontinu menentukan tinggi rendahnya hasil belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah- nya adalah apakah ada perbedaan hasil belajar Fisika siswa yang menggunakan model pembe- lajaran advance organizer berbasis peta konsep dan model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep? Apakah ada perbedaan hasil belajar Fisika siswa yang mempunyai aktivitas belajar rendah dan aktivitas belajar tinggi? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar Fisika siswa yang menggunakan model pembelajaran advance organizer berbasis peta konsep dan model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep dan mengetahui perbedaan hasil belajar Fisika siswa yang mempunyai aktivitas belajar rendah dan aktivitas belajar tinggi.

Peta konsep merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi-proposisi meru- pakan dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit yang semantik (Dahar, 2011). Untuk dapat menghubungkan antar konsep yang ada, diperlukan aktivitas belajar yang berfokus pada siswa.

Aktivitas meliputi semua kegiatan yang dilakukan siswa yang berhubungan dengan pembelajaran yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung (Sardiman, 2010).

Dalam hal ini aktivitas yang diamati meliputi menyimak dan memperhatikan, mengajukan

pertanyaan, melakukan diskusi dan percobaan serta memberikan jawaban. Aktivitas belajar ini akan mendukung pencapaian hasil belajar.

Hasil belajar adalah penguasaan produk Fisika yang mengacu pada perubahan kemam- puan bidang kognitif yang mencakup dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif yang dicapai siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran Fisika yang ditempuh selama kurun waktu tertentu berdasarkan tujuan pembelajaran yang ditetapkan (Anderson dan Krathwohl, 2001).

Model pembelajaran advance organizer menurut Joyce, et al. (2009) terdiri dari tiga fase sebagai sintaks pembelajarannya, yaitu (1) Presentasi advance organizer, pada tahap ini aktivitas yang dikembangkan adalah mengklari- fikasi tujuan-tujuan pembelajaran, mempresen- tasikan advance organizer yang dalam penelitian ini berbasis peta konsep, dan menumbuhkan kesadaran pengetahuan yang relevan; (2) Presentasi tugas atau materi pembelajaran, dan (3) Penguatan struktur kognitif, tahap ini bertujuan untuk mengaitkan materi belajar yang baru dengan struktur kognitif siswa.

Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat quasi experimen, melibatkan dua kelas yang diberi perlakuan berbeda. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X semester 1 SMAN 1 Sunggal T.P 2012/2013 yang terdiri dari delapan kelas. Selanjutnya sampel dibagi menjadi kelas eksperimen berjumlah 38 siswa dan kelas kontrol berjumlah 36 siswa. Kelas eksperimen dengan model pembelajaran advance organizer berbasis peta konsep dan kelas kontrol dengan model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep.

Rancangan penelitian ini secara ringkas dengan desain control group pretest-postest design yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Control Group Pretest-Posttest Design Kelas Pretes Perlakuan Postes Eksperimen

Kontrol

Y

1

Y

1

X

1

X

2

Y

2

Y

2

Sumber: Sukardi, 2008.

(4)

Rancangan penelitian dengan desain faktorial 2 x 2 dapat ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Desain Faktorial

Para meter Model Pembelajaran (A)

Rata- AO berbasis rata

PK (A

1

)

AO Tanpa PK (A

2

) Akt

ivit as

AR

(B

1

) A

1

B

1

A

2

B

1 μ B1

AT

(B

2

) A

1

B

2

A

2

B

2 μ B2

Rata-rata µ A

1 μ A2

Keterangan:

AO = Advance Organizer; PK = Peta Konsep AR = Aktivitas Rendah; AT = Aktivitas Tinggi

Hasil dan Pembahasan

Uji Kesamaan Dua Rerata (Uji-t) Kemampuan Awal

Uji kesamaan dua rerata dengan uji-t dua pihak melalui bantuan program SPSS 17.0 for Windows menggunakan Independent Sample T- Test dengan asumsi kedua varians homogen (equal varians assumed) dengan taraf signifi- kansi 0,05. Hipotesis tersebut dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik (uji dua pihak) sebagai berikut.

H

O

: µ

1

= µ

2

H

a

: µ

1

≠ µ

2

Keterangan:

H

O

: Hasil belajar Fisika siswa kelas eksperi- men dan kelas kontrol pada tes awal tidak berbeda secara signifikan.

H

a

: Hasil belajar Fisika siswa kelas eksperi- men dan kelas kontrol pada tes awal berbeda secara signifikan.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai signifikansi (sig.2-tailed) dengan uji-t adalah 0,938. Karena nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka H

O

diterima atau hasil belajar Fisika siswa pada tes awal (pretes) kedua kelas tersebut tidak berbeda secara signifikan. Sehingga dengan tidak adanya perbedaan kemampuan awal siswa antara kelas ekperimen dan kelas kontrol maka dapat dilakukan uji hipotesis.

Analisis Data Indeks Gain-N

Berdasarkan hasil perhitungan didapat ringkasan gain-N kelompok sampel terlihat

bahwa rata-rata gain-N hasil belajar Fisika pada siswa kelas eksperimen sebesar 0,55 dan kelas kontrol sebesar 0,43. Nilai rata-rata gain-N jika berdasarkan kategori interpretasi indeks gain–N yang dikemukakan oleh Hake, maka kategori indeks gain-N hasil belajar Fisika kelas ekspe- rimen dan kelas kontrol dua-duanya sedang.

Pengujian Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji anova dengan bantuan SPSS 17.0 for windows. Dari data tes hasil belajar diperoleh total skor dan rata-rata skor tiap kelompok untuk anova 2 jalur yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rangkuman Hasil Data Penelitian

Para meter

Model Pembelajaran (A)

Rata-rata AO

berbasis PK (A

1

)

AO Tanpa PK (A

2

) Akt

ivit as

AR (B

1

) 0,42 0,44 0,43 AT (B

2

) 0,63 0,43 0,55 Rata-rata 0,55 0,43

Dengan adanya tabel penolong maka dihitung anava faktorial 2 x 2. Adapun hasil perhitungan anova faktorial 2 x 2 menggunakan bantuan SPSS 17.0 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Anova

Jumlah Variasi Sig.

Model_Pembelajaran .005

Aktivitas .001

Model_Pembelajaran * Aktivitas .001 Inter

Berdasarkan Tabel 4 dapat diuraikan kesimpulan berdasarkan masing-masing hipo- tesis sebagai berikut.

Hipotesis Pertama

Pada hasil perhitungan SPSS 17.0 diper-

oleh output uji statistik data hasil belajar Fisika

siswa yang menggunakan model pembelajaran

advance organizer berbasis peta konsep dan

hasil belajar Fisika siswa yang menggunakan

model pembelajaran advance organizer tanpa

berbasis peta konsep dapat dilihat pada Tabel 4.

(5)

Berdasarkan Tabel 4 diperoleh nilai Sig.

sebesar 0,005. Oleh karena, nilai Sig. 0,005 <

0,05, maka dapat dikatakan bahwa hasil pengujian menolak Ho atau menerima Ha dalam taraf alpha 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar Fisika siswa yang diberi model pembelajaran advance organizer berbasis peta konsep dan model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep. Dengan kata lain, hasil belajar Fisika siswa yang diberi model pembelajaran advance organizer berbasis peta konsep lebih baik daripada model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep.

Hal ini terlihat dari rata-rata hasil belajar postes Fisika siswa dan rata-rata gain hasil belajar yang dibelajarkan dengan model pembe- lajaran advance organizer berbasis peta konsep

yaitu ( 78,84; 55,08)

lebih tinggi dari hasil belajar postes Fisika siswa dan rata-rata gain hasil belajar yang dibelajarkan dengan model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep

yaitu ( 73,19; 43,36).

Hipotesis Kedua

Pada hasil perhitungan SPSS 17.0 diper- oleh output uji statistik data hasil aktivitas Fisika siswa yang menggunakan model pembelajaran advance organizer berbasis peta konsep dan hasil belajar Fisika siswa yang menggunakan model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4 hasil uji anava pada kolom aktivitas diperoleh nilai Sig. sebesar 0,001. Oleh karena, nilai Sig. 0,001 < 0,05, maka dapat dikatakan bahwa hasil pengujian menolak Ho atau menerima Ha dalam taraf alpha 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang memiliki akitivitas belajar tinggi lebih baik daripada hasil belajar siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah.

Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis Tabel 4 menunjukkan adanya interaksi, sehingga

dapat dinyatakan hipotesis statistik yang timbul. Berdasarkan hasil uji anava pada kolom model pembelajaran aktivitas diperoleh nilai Sig.sebesar 0,001. Oleh karena, nilai Sig. 0,001

< 0,05, maka dapat dikatakan bahwa hasil pengujian menolak Ho dan atau menerima Ha dalam taraf alpha 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara model pembelajaran advance organizer berbasis peta konsep dan model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep dengan aktivitas belajar siswa terhadap hasil belajar siswa.

Pembahasan

Temuan hasil penelitian mengungkapkan bahwa kemampuan awal siswa kedua kelompok sampel tidak berbeda secara signifikan (cende- rung sama) sebelum materi diajarkan. Setelah materi diajarkan yaitu untuk siswa kelas ekspe- rimen dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer berbasis peta konsep dan untuk siswa kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep. Hasil penelitian mengung- kapkan bahwa hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer berbasis peta konsep cenderung lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan model pembela- jaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep. Hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa terdapat interaksi antara model pembela- jaran advance organizer berbasis peta konsep dan aktivitas terhadap hasil belajar.

Hasil penelitian ini sejalan denga peneli-

tian yang dilakukan oleh Budianto (2006) yang

memberi kesimpulan bahwa terdapat perbedaan

hasil belajar antara siswa yang diajar menggu-

nakan model pembelajaran advance organizer

dengan siswa yang diajar dengan model

konvensional. Kelompok siswa yang diajar

menggunakan model pembelajaran advance

organizer memperoleh hasil belajar lebih tinggi

jika dibandingkan dengan kelompok siswa yang

diajar menggunakan model pembelajaran yang

konvensional.

(6)

Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh siswa yang diajarkan dengan model pembela- jaran advance organizer berbasis peta konsep dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dari pada model pembelajaran advance organizer tanpa peta konsep. Hal ini disebabkan siswa pada model pembelajaran advance organizer berbasis peta konsep diharuskan membuat kesimpulan menggunakan peta konsep sehingga siswa menjadi lebih aktif.

Hasil-hasil penelitian yang diperoleh juga sejalan dengan teori dari Ausubel (1960) tentang advance organizer. Model advance organizer ini didesain sebagai cara untuk memperkuat struktur kognitif. Maksud dari struktur kognitif oleh Ausubel adalah pengetahuan seseorang mengenai materi pelajaran tertentu pada waktu yang telah ditentukan dan bagaimana baik dan jelasnya diorganisasikan. Dengan kata lain, struktur kognitif memerlukan pengetahuan bidang tertentu yang ada dalam pikiran, berapa banyak dimiliki dan bagaimana terorganisasinya .

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran advance organizer berbasis peta konsep lebih baik dalam meningkatkan hasil belajar Fisika siswa dari pada model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep. Hal ini berdasar- kan hasil belajar yang telah dicapai oleh kelas ekperimen dan kelas kontrol, yaitu terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar antara kelas ekperimen dan kelas kontrol.

Kelas ekperimen mengalami peningkatan gain ternormalisasi rata-rata sebesar 0,55 dengan kategori sedang dan kelas kontrol mengalami peningkatan gain ternormalisasi rata-rata sebesar 0,43 dengan kategori sedang. Walaupun masing-masing kelas berada pada kategori yang sama, tetapi kelas eksperimen yang diberi model pembela- jaran advance organizer berbasis peta konsep menunjukkan peningkatan hasil belajar lebih

tinggi yang ditunjukkan dangan hasil gain yang lebih tinggi dari pada kelas kontrol yang diberi model pembelajaran advance organizer tanpa berbasis peta konsep.

2. Hasil belajar Fisika siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi lebih baik dibanding dengan siswa yang mempunyai aktivitas belajar rendah. Berdasarkan analisis ini juga terdapat interaksi antara model pembelajaran dan aktivitas belajar siswa terhadap hasil belajar Fisika siswa.

Daftar Pustaka

Anderson, L. W. & Krathwohl, D.R.. 2001. A taxonomy for Learning, teaching, and assessing: Arevision of Bloom’s Taxonomy of educational objectives. New York: Addison Wesley Longman.

Ausubel. 1960. The use of advance organizers in learning and retention of Meaningful Material. Journal of Educational Psychology, 51, 262-272.

Budianto. 2006. Pengaruh Model Pembelajaran Advance Organizer dan Sikap Siswa dalam Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Medan Area. Tesis.

Medan: PPs Unimed.

Dahar, R. W. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga.

Dick, W. dan Raiser, A.R. 1996. Instructional Planning. Masaschussetts: Asimon &

Schuter Company Needem Heights.

Hakim, T. 2005. Belajar Secara Efektif.

Jakarta: Puspa Swara.

Joyce, B., Weil, M. & Calhoun, E. 2009. Models of Teaching (8

th

ed.). Model-Model Peng- ajaran (Terjemahan Achmad Fawai &

Ateilla Mirza). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Komalasari, K. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.

Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar

Mengajar. Jakarta: Penerbit Grafindo.

Gambar

Tabel 1. Control Group Pretest-Posttest Design Kelas Pretes Perlakuan Postes Eksperimen Kontrol Y 1Y1 X 1X2 Y 2Y2 Sumber: Sukardi, 2008.
Tabel 2. Desain Faktorial

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PENERAPAN METODE PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERSOSIALISASI ANAK DALAM PEMBELAJARAN DI KELOMPOK B TK GENEGSARI

Tabel V.4 Hasil Perhitungan Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping, dan Kendaraan Tak Bermotor Tabel V.5 Hasil Perhitungan Faktor Rasio Lebar

Henry Simamora, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua, Bagian Penerbit STIE YKPN,

Pemanfaatan ikan pelagis dalam produk pangan telah dikaji, namun demikian pemanfaatan ikan cakalang dalam produk mie sagu belum pernah dilakukan. Interaksi protein

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. It is proved from the need of 3D modeling in every sector of industry. Modeling is the process of creating

Proses rekondisi ini melalui beberapa tahapan, tahap pertama langkah pembongkaran mesin sepeda motor Yamaha TWIN 125, terdiri dari 3 bagian yaitu, atas, kiri dan

[r]