• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,2007: 588), konsep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,2007: 588), konsep"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,2007: 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memenuhi hal-hal lain. Konsep atau anggitan adalah abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan.

Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami. Aristoteles dalam "The classical theory of concepts" menyatakan bahwa konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam karakteristik.

Setiap ahli akan memiliki perbedaan asumsi dalam mendefinisikan sebuah konsep mengenai suatu hal. Sehingga tidak jarang ditemukan beragam pengertian mengenai suatu konsep tertentu. Oleh sebab itu peneliti akan mencoba memaparkan definisi tentang istilah yang merupakan konsep dari penelitian ini.

(2)

2.1.1 Novel

Sudjiman (1998: 53) mengatakan bahwa novel adalah prosa rekaan yang menyuguhkan tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa serta latar secara tersusun. Novel sebagai karya imajinatif mengugkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang mendalam dan menyajikannya secara halus. Novel tidak hanya sebagai alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan meneliti segi-segi kehidupan dan nilai-nilai baik buruk (moral) dalam kehidupan ini dan mengarahkan pada pembaca tentang budi pekerti yang luhur.

Menurut Muhardi dan Hasanuddin (1992: 6), novel adalah sebuah cerita yang memuat beberapa kesatuan persoalan disertai dengan faktor penyebab dan akibatnya. Persoalan kehidupan yang diangkat seperti kesedihan, kegembiraan pengkhianatan, kejujuran dan permasalahan kemanusiaan lainnya.

Semi (1988: 32) menjelaskan bahwa novel merupakan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas..

Terkait dengan unsur novel, Semi (1988: 35) menyatakan bahwa novel sebagai salah satu karya sastra secara garis besar dibagi atas dua bagian (1) struktur luar (ekstrinsik), dan (2) struktur dalam (intrinsik). Struktur luar adalah segala macam unsur yang berada di luar karya sastra yang ikut mempengaruhi karya sastra tersebut,misalnya, faktor sosial, ekonomi, sosial, politik, keagamaan, dan tata nilai yang dianut suatu masyarakat.

2.1.2 Nilai

(3)

Nilai mempunyai kedudukan penting dalam kehidupan, Nilai dapat menjadi ukuran untuk mengetahui tingakatan tinggi rendahnya kualitas sesuatu.

Sesuatu yang mengandung nilai yang tinggi tentunya akan sangat berkualitas.

Kualitas akan mempengaruhi sikap kehidupan terhadap objek pemilik nilai tersebut.

Soekanto (1983: 161) menyatakan, nilai-nilai merupakan abstraksi dari pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Nilai berupa petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, nilai dapat dikaitkan sebagai sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Persahabatan sebagai nilai (positif/baik) tidak akan berubah esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung.

Di dalam pendapat lain Milton Receach dan James Bank mengemukakan bahwa definisi nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan mengenai sesuatu yang pantas atau sesuatu yang tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai. Pandangan ini juga berarti nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu yang telah berhubungan dengan subyek (manusia pemberi nilai). Sementara itu, definisi nilai menurut Frankel bahwa nilai adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan serta dipertahankan.

(4)

Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia untuk mengarahkan kehidupan atau tingkah laku menusia supaya etis, logis, dan estetis.

2.1.3 Pendidikan

Purwanto (1986: 11) menyatakan bahwa pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Hakekat pendidikan bertujuan untuk mendewasakan anak didik, maka seorang pendidik haruslah orang yang dewasa, karena tidak mungkin dapat mendewasakan anak didik jika pendidiknya sendiri belum dewasa. Tilaar (2002: 435) mengatakan hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia.

Pendidikan dapat digunakan sebagai sarana mencerdaskan kehidupan manusia di dalam bermasyarakat dan berbangsa. Orang-orang yang tidak terdidik tentunya cenderung banyak melakukan kesalahan dalam menyikapi berbagai permasalahan dalam kehidupan. Kesalahan -kesalahan tersebut adalah akibat dari kurangnya pendidikan dan ilmu pengetahuan. Menjalani kehidupan haruslah diringi dengan perubahan-perubahan yang positif dalam prosesnya guna mencapai tujuan hidup yang baik.

Melalui pendidikan manusia mampu membentuk sikapnya dalam kehidupan menuju keterarahan. Keterarahan tersebut tentunya akan bermuara pada harkat dan martabat individu di mata masyarakat serta Tuhannya. Pendidikan

(5)

diharapkan dapat mendewasakan sikap manusia terhadap segala dinamika dan persoalan kehidupan yang sangat beragam. Manusia dalam masyarakat memiliki cita-cita bagi kehidupannya itu sendiri, banyak jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai cita-cita tersebut, kemudian berjalan atau tidaknya proses pencapaian maksud dan tujuan tersebut tergantung pada cara manusia tersebut berproses dalam kehidupan itu sendiri. Orang-orang yang terdidik tentunya akan lebih leluasa dan paham mengenai konsep, sikap, dan arah kehidupan yang baik.

Setiap individu berkewajiban menyumbangkan pengetahuannya untuk masyarakat, meningkatkan derajat kemuliaan masyarakat sekitar dengan ilmu, sesuai dengan yang diajarkan agama dan pendidikan. Indikator terpenting kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan dan pengajaran (Ratna, 2005: 449).

Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan. Oleh sebab itu, nilai pendidikan di dalam karya sastra selalu menjadi kajian yang sangat menarik.

2.1.4 Nilai Pendidikan

Nilai pendidikan adalah segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan individu atau masyarakat, mendewasakan manusia dan pandangannya dalam kehidupan yang bersifat baik maupun buruk sehingga berguna untuk dijadikan bahan pembelajaran dalam kehidupan. Nilai-nilai pendidikan dapat dijadikan sebagai sarana untuk membentuk kepribadian manusia sebagai makhluk yang memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lain, sebagai makhluk sosial, religius, dan berbudaya. Nilai pendidikan merupakan subjek yang dapat

(6)

mendorong sikap manusia dalam kehidupannya untuk menjadikan kehidupan itu sendiri menjadi lebih berharga dan bermanfaat.

Karya sastra yang bersifat mimesis atau tiruan dari kenyataan menggambarkan realitas kehidupan manusia tentunya mengandung nilai pendidikan yang dapat diimplementasikan masyarakat pembaca dalam kehidupan yang sebenarnya. Kandungan nilai tersebutlah yang menyebabkan karya sastra menjadi sesuatu yang bermanfaat. Manfaat pastinya adalah sesuatu yang harus kita peroleh dari banyak hal dalam kehidupan, dalam konteks karya sastra, nilai- nilai yang mendidik di di dalamnya tidaklah bisa kita abaikan keberadaannya.

Nilai pendidikan di dalam karya sastra adalah sesuatu yang harus kita cari dan gali lebih dalam sehingga karya sastra tersebut dapat kita peroleh manfaatnya yang baik untuk kehidupan manusia di masa depan.

2.1.5 Sosiologi sastra

Sosiologi sastra adalah sebuah pendekatan terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatannya. Sosiologi sastra menelaah secara objektif dan ilmiah antara manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia tetap berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada, dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain yang ke semuanya itu merupakan struktur sosial.

Sosiologi sastra sebagai sebuah metode yang memahami manusia lewat fakta imajinatif.

(7)

Fakta-fakta sosial di dalam karya sastra ditelusuri untuk kemudian dibangkitkan hal-hal apa saja yang terkandung di dalam mozaik-mozaik kehidupan masyarakat yang tersaji dalam karya sastra tersebut. Dengan memahami aspek-aspek kemasyarakatan di dalam sebuah karya sastra tentunya akan melahirkan nilai-nilai penting yang secara sekilas tanpa melakuakan pendekatan tidak akan dapat terungkap begitu saja. Adanya analisis sosiologi sastra memudahkan masyarakat sastra untuk lebih memahami dan mengambil pelajaran-pelajaran moral yang tersurat maupun pelajaran-pelajaran yang tersirat di dalam karya sastra.

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra, dengan menggunakan teori ini diketahui dengan jelas penggambaran realitas kehidupan suatu masyarakat di dalam sebuah karya sastra. Selain itu, dengan sosiologi sastra, karya sastra dapat dikaji dengan memfokuskan perhatian kepada segi-segi sosial kemasyarakatan. Pedekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra.

Menurut Damono (1984 : 3-4), pendekatan sosiologi ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoritis tertentu, tetapi semua pendekatan itu menunjukkan satu ciri kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat.

(8)

Ian Watt (Sapardi: 1978) dengan melihat hubungan timbal-balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat, membagi telaah sosiologi sastra ke dalam tiga hal :

(1) Konteks sosial pengarang, yakni menyangkut posisi sosial masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, termasuk di dalamnya faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya.

(2) Sastra sebagai cermin masyarakat, yang ditelaah adalah sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat.

(3) Fungsi sosial sastra, dalam hal ini ditelaah berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, berapa jauh nilai sastra dipengaruhi oleh nilai sosial, serta seberapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan bagi masyarakat pembaca.

Konteks sastra sebagai cermin, menurut Vicomte de Donald dalam (Wiyono,1974:5) hanya merefleksikan keadaan pada saat tertentu. Istilah cermin ini akan merujuk pada berbagai perubahan dalam masyarakat. Dalam pandangan Lowenthal Laurenson dan Swingewood (1972:16-17) sastra sebagai cermin nilai dan perasaan , akan merujuk pada tingkatan perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang berbeda dan juga cara individu menyosialisasikan diri melalui struktur sosial. Perubahan dan cara individu bersosialisasi biasanya akan menjadi sorotan pengarang yang tercermin lewat teks. Cermin tersebut, menurut Stendal dapat berupa pantulan langsung segala aktivitas kehidupan sosial. George Lukacs adalah tokoh sosiologi sastra yang mempergunakan istilah ”cermin” sebagai ciri

(9)

khas dalam keseluruhan karya. Mencerminkan menurut George Lukacs berarti menyusun sebuah struktur mental. Sebuah novel tidak hanya mencerminkan ”realitas” melainkan lebih dari itu memberikan kepada kita ”sebuah refleksi realitas yang lebih besar , lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik” yang mungkin melampaui pemahaman umum. Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena individual secara tertutup melainkan lebih merupakan sebuah ”proses yang hidup”.

Menurut pandangan Wolf dalam (Faruk, 1994: 3), sosiologi sastra merupakan disiplin tanpa bentuk, tidak terdefenisikan secara baik, terdiri dari sejumlah studi-studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak lebih general, yang masing-masing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan sastra dengan masyarakat.

Rasionalisasi penelitian sosiologi sastra hadir dari Glickberg (1967: 75) bahwa” all literature, however fantastic or mystical in content, is animated by a profound social cocern, and this is true of even the most flagrant nihilistic work”.

Maksudnya apa pun bentuk karya sastra, baik bersifat fantasi atau pun mistis, akan besar perhatiannya terhadap fenomena sosial. Karya tersebut bisa dikatakan tetap menampilkan kejadian-kejadian yang ada dalam masyarakat. Pendapat ini jelas merepresentasikan bahwa seperti apa bentuk karya sastra (fantastis dan mistis) pun akan besar perhatiannya terhadap fenomena sosial.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini peneliti mengarahkan penelitian terhadap isi karya sastra dengan menggunakan

(10)

pendekatan teori sosiologi sastra yang memfokuskan pembahasan pada gambaran pendidikan yang terdapat di dalam novel Pincalang karya Idris Pasaribu.

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian suatu penelitian.

Dalam hal ini peneliti ingin menyampaikan bahwa belum ada penelitian yang menjadikan Pincalang karya Idris Pasaribu yang dijadikan sebagai objek penelitian. Pincalang masih tergolong novel baru dalam dunia kesusastraan Indonesia sehingga belum ada yang meneliti sebelumnya. Akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang menggunakan teori sosiologi sastra diantaranya adalah : Yelmi Andriani. Perubahan Sosial dalam Novel Negeri Perempuan Karya Wisran Hadi Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian terhadap novel Negeri Perempuan. Novel ini ditulis oleh Wisran Hadi, diterbitkan oleh Pustaka Firdaus Jakarta tahun 2001. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya perubahan sosial yang terdapat dalam novel Negeri Perempuan.

Perubahan sosial yang digambarkan dalam novel tersebut berkaitan erat

dengan persoalan adat dan budaya Minangkabau yang mengalami perubahan karena perubahan zaman dan masuknya budaya asing. Dalam penelitian novel Negeri Perempuan digunakan tinjauan sosiologi sastra, khususnya sosiologi

karya. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan bentuk-bentuk perubahan dan faktor-faktor penyebab perubahan sosial masyarakat Minangkabau yang terjadi dalam karya sastra dengan menjabarkan teks-teks yang terdapat dalam novel.

(11)

Terdapat penelitian lain yang menggunakan judul yang hampir sama dengan penelitian ini. Akan tetapi dengan objek yang berbeda yaitu: Novita Rihi Amalia. Analisis Gaya Bahasa dan Nilai-nilai Pendidikan Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata. Skripsi ini ditulis pada tahun 2010 dengan memfokuskan penelitiannya dengan tujuan mendeskripsikan: (1) gaya bahasa yang digunakan oleh Andrea Hirata dalam novel Sang Pemimpi; (2) nilai-nilai pendidikan yang digunakan pengarang dalam novel Sang Pemimpi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: dalam novel Sang Pemimpi digunakan beberapa gaya bahasa yaitu: (a) perbandingan meliputi hiperbola, metonomia, personifikasi, perumpamaan, metafora, sinokdoke, alusio, simile, asosiasi, epitet, eponim, dan pars pro toto; (b) perulangan meliputi aliterasi, anafora, anadiplosis, simploke, epizeukis, dan mesodiplosis; (c) pertentangan meliputi litotes, antitesis, dan oksimoron; (d) penegasan meliputi repetisi dan epifora.

Berdasarkan analisis gaya bahasa yang mendominasi novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata adalah personifikasi. Hal tersebut disebabkan karena Andrea Hirata ingin menyampaikan nilai-nilai pendidikan yang sangat bermanfaat bagi para pembaca dengan menghidupkan isi cerita di dalamnya.

Penelitian lain yang berkenaan dengan teori sosiologi sastra dan kajian mengenai nilai-nilai pendidikan di dalam karya sastra berupa novel adalah: Dyah Hastuti: Nilai Pendidikan Dalam Kumpulan Cerpen Emak Ingin Naik Haji.

Skripsi ini memandang sejauh mana sebuah karya sastra itu mengandung moral sebagai bagian yang sangat penting dalam karya sastra yang bermutu.

(12)

Wujud data berupa unsur-unsur instrinsik yang membangun cerpen Emak Ingin Naik Haji Karya Asma Nadia yang meliputi tokoh dan penokohan, latar, dan nilai

pendidikan yang terdapat dalam masing-masing cerpen.

Hasil penelitian ini disampaikan secara keseluruhan bahwa nilai pendidikan dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji Karya Asma Nadia adalah nilai pendidikan moral dan nilai pendidikan agama atau religius.

Referensi

Dokumen terkait

• Jangan biarkan kabel jaringan listrik bersentuhan atau mendekati pintu peralatan atau ditempatkan di rongga bawah peralatan, terutama saat beroperasi atau pintu peralatan

Tepung lemah (soft wheat) adalah tepung terigu yang sedikit saja menyerap air dan hanya mengandung 8%-9% protein, kemudian adonan yang terbentuk kurang

· Lepaskan selalu daya listrik AC dengan mencabut kabel daya dari colokan daya sebelum menginstal atau melepaskan motherboard atau komponen perangkat keras lainnya.. ·

Pencapaian pemberian ASI eksklusif yang begitu tinggi dengan data umur bayi yang belum memenuhi target dari pemerintah itulah yang membuat peneliti tertarik untuk

α dari trimetil sitrat dapat diasilasi dengan stearoil klorida yang merupakan asil halide berantai panjang dalam pelarut dietil eter dengan menggunakan katalis trietil amin

Educational and Vocational Studies 2, no.. Jurnal WARAQAT ♦ Volume V, No. Siswa yang rajin dan disiplin akan diberikan penghargaan, berupa pujian, diberikan kesempatan

Metode yang digunakan untuk mengembangkan modul pengelolaan studi lanjut pada sistem informasi sumber daya manusia adalah dengan menggunakan metode SDLC (Software

 Jumlah penumpang angkutan laut antar pulau yang datang di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada November 2014 tercatat sebanyak 20,18 ribu orang, juga