• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERANAN AYAH TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF YULIA NOVIKA JUHERMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERANAN AYAH TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF YULIA NOVIKA JUHERMAN"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERANAN AYAH TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

YULIA NOVIKA JUHERMAN

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2008

(2)

ABSTRACT

YULIA NOVIKA JUHERMAN. A54104091. Knowledge, Attitude, and Roles of Father In Exclusive Breastfeeding (Under direction of M. RIZAL M. DAMANIK dan SITI MADANIJAH).

This cross-sectional study aimed at understanding the influence of knowledge, attitude, and roles of father in exclusive breastfeeding in South Jakarta, Indonesia. Questionnare data from 60 mothers and fathers pairs were obtained.

Breastfeeding practices are 41.7% exclusive breastfeeding, 16.6% semi-exclusive breastfeeding, and 41.7% unexclusive breastfeeding for 6 months. Mother and father knowledge about breastfeeding was not significantly associated with mother and father education, mother and father access toward breastfeeding information, and family class economy (p>0.05). Exclusive breastfeeding practice was significantly associated with mother (p<0.01) and father (p<0.05) knowledge about breastfeeding and mother and father attitudes toward breastfeeding (p<0.01). Especially for father, roles of father in breastfeeding was significantly associated with father knowledge about brestfeeding (p<0.01) and father attitudes toward breastfeeding (p<0.05). On the contrary, exclusive breastfeeding practice was not significantly associated with roles of father in breastfeeding (p>0.05). It showed that good or not the roles of father in breastfeeding was not associated with successful exclusive brestfeeding.

Using multiple logistic regression analysis, mother with middle education (OR

= 8.66; 95% CI 1.36-55.07), high maternal education (OR = 46.12; 95% CI 1.65- 1286.15), family with high class economy (OR = 0.15; 95% CI 0.03-0.75), and possitive maternal attitudes toward breastfeeding (OR = 10.91; 95% CI 2.52-47.29) were risk factors for exclusive breastfeeding for 6 months. Breastfeeding education programs for father are needed to understand the exclusive breastfeeding that father have a important role in breastfeeding. The results suggest that high class economy mother and father are more likely to practice unexclusive breastfeeding that have to be an important part in breastfeeding education programs and exclusive breastfeeding promotion to increase the optimum exclusive breastfeeding.

Keywords : knowledge, attitude, father’s role, exclusive breastfeeding

(3)

RINGKASAN

YULIA NOVIKA JUHERMAN.

Pengetahuan, Sikap, dan Peranan Ayah terhadap Pemberian ASI Eksklusif (dibimbing oleh M. RIZAL MARTUA DAMANIK dan SITI MADANIJAH).

Pemberian ASI eksklusif bertujuan memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari pengaruh antara pengetahuan, sikap, dan peranan ayah terhadap pemberian ASI eksklusif.

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kuningan Timur, Kotamadya Jakarta Selatan, Propinsi DKI Jakarta pada bulan Desember 2007 sampai bulan Januari 2008. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Contoh merupakan keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan dan dipilih secara acak dengan metode stratified random sampling with proportional allocation. Jumlah contoh yang digunakan adalah 60 keluarga, terdiri dari 19 contoh ekonomi bawah, 21 contoh ekonomi menengah, dan 20 contoh ekonomi atas.

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada ayah dan ibu dengan menggunakan kuesioner yang telah dilakukan uji reliabilitas terlebih dahulu dengan Cronbach’s Alpha sebesar 0.889. Data sekunder diperoleh dari posyandu mengenai data bayi usia 6-12 bulan dan dari pihak Kelurahan Kuningan Timur Kotamadya Jakarta Selatan mengenai profil kelurahan dan tingkat ekonomi keluarga. Faktor- faktor yang diduga mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah karakteristik keluarga (pendidikan ayah dan ibu, tingkat ekonomi keluarga, dan akses ayah dan ibu tentang informasi ASI), pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI, sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI, dan peranan ayah dalam pemberian ASI. Data diolah dengan menggunakan SPSS 13.0 for Windows dan analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan inferensia dengan Rank Spearman Correlation dan Multiple Logistic Regression.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui secara umum contoh yang memiliki keluarga kecil lebih banyak dibandingkan keluarga besar. Lebih dari separuh ayah dan ibu (65.0-76.0%) memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan SLTP atau SLTA baik ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah, menengah, maupun atas.

Sama halnya tingkat pendidikan, secara umum sebagian besar ayah dan ibu (50.0- 81.0%) memiliki akses yang sedang tentang ASI. Jumlah bayi yang berusia 6-9 bulan hampir sama dengan bayi yang berusia 10-12 bulan. Lebih dari separuh bayi (65.0%) berjenis kelamin laki-laki dan sebagian besar bayi (97.4%) memiliki berat badan lahir normal yaitu > 2500 g.

Sebagian besar ayah dan ibu (75.0-76.7%) memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI baik. Lebih dari separuh ibu (63.3%) memiliki sikap yang baik tentang pemberian ASI sedangkan sekitar separuh ayah (51.7%) memiliki sikap yang sedang tentang pemberian ASI. Peranan ayah dalam pemberian ASI terbesar yaitu sedang (45.0%). Sebanyak 41.7% keluarga memberikan ASI eksklusif, 16.6% semi eksklusif, dan 41.7% keluarga memberikan ASI tidak eksklusif.

(4)

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan tingkat pendidikan ayah dan ibu, akses ayah dan ibu tentang informasi ASI, dan tingkat ekonomi keluarga. Lebih lanjut, pemberian ASI eksklusif berhubungan nyata dengan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.028 dan r = 0.284*) dan berhubungan sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI (p = 0.007 dan r = 0.347**). Hubungan yang sangat nyata juga terdapat antara pemberian ASI eksklusif dengan sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI (p = 0.003 dan r = 0.376** pada ayah dan p = 0.001 dan r = 0.411** pada ibu).

Khusus bagi ayah, peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.006 dan r = 0.348**) dan berhubungan nyata dengan sikap ayah tentang pemberian ASI (p = 0.048 dan r = 0.257*). Akan tetapi, praktek pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan nyata dengan peranan ayah dalam pemberian ASI (p = 0.235 dan r = 0.156). Hal ini menunjukkan baik atau rendahnya peranan ayah dalam pemberian ASI tidak berhubungan dengan keberhasilan dalam pemberian ASI eksklusif

.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif diketahui dengan menggunakan uji multiple regresi logistik. Faktor yang paling dominan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah pendidikan ibu, tingkat ekonomi keluarga, dan sikap ibu tentang pemberian ASI. Hal ini menunjukkan setiap peningkatan faktor-faktor tersebut akan meningkatkan pemberian ASI eksklusif oleh ibu pada bayi tetapi berbanding terbalik dengan tingkat ekonomi keluarga.

Kata kunci : pengetahuan, sikap, peranan ayah, pemberian ASI eksklusif

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengetahuan, Sikap, dan Peranan Ayah terhadap Pemberian ASI Eksklusif adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian terakhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2008

Yulia Novika Juherman NRP A54104091

(6)

RINGKASAN

YULIA NOVIKA JUHERMAN.

Pengetahuan, Sikap, dan Peranan Ayah terhadap Pemberian ASI Eksklusif (dibimbing oleh M. RIZAL MARTUA

DAMANIK dan SITI MADANIJAH).

Pemberian ASI eksklusif bertujuan memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari pengaruh antara pengetahuan, sikap, dan peranan ayah terhadap pemberian ASI eksklusif.

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kuningan Timur, Kotamadya Jakarta Selatan, Propinsi DKI Jakarta pada bulan Desember 2007 sampai bulan Januari 2008. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study.

Contoh merupakan keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan dan dipilih secara acak dengan metode stratified random sampling with proportional allocation. Jumlah contoh yang digunakan adalah 60 keluarga, terdiri dari 19 contoh ekonomi bawah, 21 contoh ekonomi menengah, dan 20 contoh ekonomi atas.

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada ayah dan ibu dengan menggunakan kuesioner yang telah dilakukan uji reliabilitas terlebih dahulu dengan Cronbach’s Alpha sebesar 0.889. Data sekunder diperoleh dari posyandu mengenai data bayi usia 6-12 bulan dan dari pihak Kelurahan Kuningan Timur Kotamadya Jakarta Selatan mengenai profil kelurahan dan tingkat ekonomi keluarga. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah karakteristik keluarga (pendidikan ayah dan ibu, tingkat ekonomi keluarga, dan akses ayah dan ibu tentang informasi ASI), pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI, sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI, dan peranan ayah dalam pemberian ASI. Data diolah dengan menggunakan SPSS 13.0 for Windows dan analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan inferensia dengan Rank Spearman Correlation dan Multiple Logistic Regression.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui secara umum contoh yang memiliki keluarga kecil lebih banyak dibandingkan keluarga besar. Lebih dari separuh ayah dan ibu (65.0-76.0%) memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan SLTP atau SLTA baik ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah, menengah, maupun atas. Sama halnya tingkat pendidikan, secara umum sebagian besar ayah dan ibu (50.0-81.0%) memiliki akses yang sedang tentang ASI. Jumlah bayi yang berusia 6-9 bulan hampir sama dengan bayi yang berusia 10-12 bulan.

Lebih dari separuh bayi (65.0%) berjenis kelamin laki-laki dan sebagian besar bayi (97.4%) memiliki berat badan lahir normal yaitu > 2500 g.

Sebagian besar ayah dan ibu (75.0-76.7%) memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI baik. Lebih dari separuh ibu (63.3%) memiliki sikap yang baik tentang pemberian ASI sedangkan sekitar separuh ayah (51.7%) memiliki sikap yang sedang tentang pemberian ASI. Peranan ayah dalam pemberian ASI terbesar yaitu sedang (45.0%). Sebanyak 41.7% keluarga memberikan ASI eksklusif, 16.6% semi eksklusif, dan 41.7% keluarga memberikan ASI tidak eksklusif.

(7)

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan tingkat pendidikan ayah dan ibu, akses ayah dan ibu tentang informasi ASI, dan tingkat ekonomi keluarga. Lebih lanjut, pemberian ASI eksklusif berhubungan nyata dengan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.028 dan r = 0.284*) dan berhubungan sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI (p = 0.007 dan r = 0.347**). Hubungan yang sangat nyata juga terdapat antara pemberian ASI eksklusif dengan sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI (p = 0.003 dan r = 0.376** pada ayah dan p = 0.001 dan r = 0.411** pada ibu).

Khusus bagi ayah, peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.006 dan r = 0.348**) dan berhubungan nyata dengan sikap ayah tentang pemberian ASI (p = 0.048 dan r = 0.257*). Akan tetapi, praktek pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan nyata dengan peranan ayah dalam pemberian ASI (p = 0.235 dan r

= 0.156). Hal ini menunjukkan baik atau rendahnya peranan ayah dalam pemberian ASI tidak berhubungan dengan keberhasilan dalam pemberian ASI eksklusif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif diketahui dengan menggunakan uji multiple regresi logistik. Faktor yang paling dominan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah pendidikan ibu, tingkat ekonomi keluarga, dan sikap ibu tentang pemberian ASI. Hal ini menunjukkan setiap peningkatan faktor-faktor tersebut akan meningkatkan pemberian ASI eksklusif oleh ibu pada bayi tetapi berbanding terbalik dengan tingkat ekonomi keluarga.

Kata kunci : pengetahuan, sikap, peranan ayah, pemberian ASI eksklusif

(8)

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERANAN AYAH TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

YULIA NOVIKA JUHERMAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2008

(9)

Judul Skripsi : Pengetahuan, Sikap, dan Peranan Ayah terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Nama : Yulia Novika Juherman

NRP : A54104091

Disetujui,

Drh. M. Rizal Martua Damanik, M.Rep.Sc.,PhD Dr. Ir. Siti Madanijah, MS Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui,

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr Dekan Fakultas Pertanian

Tanggal Lulus :

(10)

PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Syukur alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini. Semoga salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada teladan kebaikan kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya. Penelitian ini berjudul “Pengetahuan, Sikap dan Peranan Ayah terhadap Pemberian ASI Eksklusif” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis haturkan kepada :

Ayahanda Juherman dan Ibunda Lidya Sapta Yandri tercinta, atas segala dukungan yang tidak ternilai baik moral maupun materil serta perhatian dan curahan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. I love Mom and Dad.

Bapak Drh. M. Rizal Martua Damanik, M.Rep.Sc.,PhD dan Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta memberikan masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini dengan baik.

Adikku tersayang Yuda Aldikensa Juherman, terima kasih atas dukungannya selama penulis melakukan penelitian, be your self and always do the best. Sahabat dan Partner setia, Irnaldi Yoza Wijaya yang selalu memberikan dukungan, bantuan, dan kebahagiaan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini.

Oma Mahyar, tante Nanda dan keluarga, tante Fitra dan keluarga, om Defit dan keluarga, tante An dan keluarga, serta keluarga besar lainnya yang tidak henti mendoakan, memberikan dukungan, dan bantuan kepada penulis sehingga penulis dapat fokus dalam menyelesaikan karya kecil ini.

Bapak Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pemandu yang telah memberikan masukan dan bantuan selama seminar dan Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan karya kecil ini agar lebih baik. Ibu Ir. Retnaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan bantuan kepada penulis selama penulis kuliah di GMSK. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen yang telah membantu penulis dalam analisis statistik pada penelitian ini sehingga penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini dengan baik.

(11)

Saudari Devita Kusuma Rahingtyas, Marissa Indreswari, Novika Tri Afianti, dan Saudara Bagus Zulfikhal Muthi selaku pembahas seminar yang telah memberikan masukan yang berguna sehingga karya kecil ini dapat diselesaikan dengan baik.

Semua staf Kotamadya Jakarta Selatan dan Kelurahan Kuningan Timur yang telah memberikan izin, bantuan dan informasi kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kuningan Timur. Bapak dan Ibu RW 04 serta ibu-ibu kader posyandu (Ibu Mardiyah, Ibu Tuti, Ibu Aan, dan Ibu Atik) yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

Akhirnya kebahagiaan tak terkira penulis untuk dapat mempersembahkan karya kecil ini. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan masyarakat serta dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam peningkatan pemberian ASI eksklusif. Penulis menyadari bahwa karya ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan untuk kesempurnaan karya ini.

Penulis menghaturkan maaf apabila terdapat hal yang kurang berkenan dalam penulisan skripsi ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Juli 2008

Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang, Propinsi Sumatera Barat, pada tanggal 15 November 1986 dari ayahanda Bripka Juherman dan ibunda Lidya Sapta Yandri.

Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus SMU Negeri 10 Padang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kampus, seminar, dan kegiatan kampus. Penulis memiliki pengalaman organisasi sebagai anggota divisi Kajian Strategis dan Keprofesian pada Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA) periode 2005-2006, Bendahara Umum Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR-PMI) Unit I IPB Periode 2005-2006 dan anggota Umum KSR-PMI Unit I IPB 2006-2007. Selain itu, penulis pernah menjadi ketua seminar Nuansa Pangan, Gizi, dan Keluarga (NPGK) X HIMAGITA IPB pada bulan September 2006 dan asisten praktikum mata kuliah Ilmu Gizi Dasar tahun ajaran 2007/2008.

(13)

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 4

Kegunaan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Air Susu Ibu (ASI) ... 5

Komposisi ASI ... 5

Manfaat ASI ... 6

ASI Eksklusif ... 8

Praktek Pemberian ASI ... 10

Risiko Kesehatan Penggunaan Susu Formula bagi Bayi ... 11

Karakteristik Keluarga ... 12

Pengetahuan dan Sikap tentang ASI ... 13

Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ... 14

KERANGKA PEMIKIRAN... 18

METODE PENELITIAN ... 21

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

Cara Pengambilan Contoh ... 21

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 22

Pengolahan dan Analisis Data ... 23

Definisi Operasional ... 26

HASIL ... 28

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 28

Karakteristik Keluarga ... 29

Karakteristik Bayi ... 31

Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang ASI ... 32

Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ... 34

Praktek Pemberian ASI ... 35

Hubungan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI dengan Karakteristik Keluarga ... 36

Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI ... 38

Hubungan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap Ayah tentang Pemberian ASI ... 39

Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ... 40

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif ... 40

(14)

PEMBAHASAN ... 41

Karakteristik Keluarga ... 41

Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang ASI ... 43

Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ... 48

Praktek Pemberian ASI ... 50

Hubungan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI dengan Karakteristik Keluarga ... 51

Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI ... 53

Hubungan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap Ayah tentang Pemberian ASI ... 54

Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ... 55

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif ... 57

KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

Kesimpulan ... 59

Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 64

(15)

DAFTAR TABEL

1. Proporsi Jumlah Contoh tiap Kelompok Contoh berdasarkan Tingkat

Ekonomi Keluarga ... 22

2. Jenis dan Kategori Pengukuran Data ... 24

3. Karakteristik Contoh pada Tiga Tingkat Ekonomi Keluarga ... 30

4. Sebaran Contoh berdasarkan Akses Informasi tentang ASI ... 31

5. Karakteristik Bayi berdasarkan Jenis Kelamin ... 31

6. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI ... 32

7. Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban yang Benar dari Pertanyaan Pengetahuan tentang ASI ... 32

8. Sebaran Contoh berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI ... 33

9. Sebaran Ayah berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI ... 33

10. Sebaran Ibu berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI ... 34

11. Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI ... 34

12. Sebaran Ayah berdasarkan Jenis Peranan dalam Pemberian ASI ... 35

13. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI ... 35

14. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI tidak Eksklusif .... 36

15. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan Tingkat Pendidikan ... 36

16. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan Akses Informasi ... 37

17. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan Tingkat Ekonomi Keluarga ... 37

18. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI... 38

19. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI ... 38

20. Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI dan Pengetahuan tentang ASI ... 39

21. Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI dan Sikap tentang Pemberian ASI ... 39

22. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ... 40

23. Faktor Risiko Pemberian ASI Eksklusif ... 40

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pemberian ASI Eksklusif ... 20

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Analisis Statistik Hubungan Antar Variabel dengan

Rank Spearman Correlation ... 65 Lampiran 2. Hasil Analisis Statistik Faktor Risiko Pemberian ASI Eksklusif dengan Multiple Logistic Regression ... 66 Lampiran 3. Kuisioner Penelitian Ibu ... 67 Lampiran 4. Kuisioner Penelitian Ayah... 70

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air susu ibu (ASI) merupakan bentuk makanan ideal bagi bayi selama 6 bulan pertama kehidupan karena ASI menyediakan zat-zat gizi penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI mengandung protein tinggi yang mudah diserap bayi serta mengandung laktosa dan karbohidrat yang tinggi.

Mineral di dalam ASI mudah diserap oleh bayi (Perkins & Vannais 2004). Selain itu, ASI mengandung antibodi yang melindungi bayi dari penyakit dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Apabila ASI tidak diberikan kepada bayi, risiko kesehatan seperti malnutrisi, diare, dan kematian akan berdampak pada kondisi kesehatan bayi.

Keuntungan dari ASI akan optimal jika pemberian ASI dilakukan secara eksklusif tanpa pemberian makanan tambahan lain, selama 6 bulan pertama kehidupan (WHO 1991, 1999). Sejalan dengan hal ini, pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan pada Kepmenkes RI No. 450/MENKES/IV/2004. Berdasarkan Roesli (2000), ASI merupakan sesuatu yang tidak ternilai harganya yang dapat meningkatkan kesehatan dan kecerdasan anak secara optimal.

Keunggulan ASI tidak hanya dapat dirasakan bayi, ibu juga dapat merasakan keunggulan ASI. Oksitosin, hormon yang dihasilkan selama menyusui, merangsang kontraksi uterus dan membantu uterus kembali pada ukuran normal, selain itu dapat menurunkan kemungkinan terjadinya pendarahan pasca melahirkan serta mengurangi risiko ibu terkena kanker payudara dan rahim (Jellife & Jellife 1979; Riordan 2005; WHO 1993). Selain itu, ASI lebih murah dibandingkan susu formula karena untuk mendapatkan ASI tidak memerlukan biaya, praktis, dan higienis.

Konsep tentang ASI eksklusif sekarang ini terasa semakin sulit untuk dilaksanakan oleh ibu-ibu. Berdasarkan Sensus Dasar Kesehatan Indonesia, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan menurun pada tahun 2003 menjadi 39,5%. Sementara pemakaian susu botol meningkat menjadi 32,4%. Proporsi ini termasuk rendah dan mencerminkan ketidaktahuan mengenai ASI eksklusif bagi perkembangan bayi pada awal pertumbuhannya (Departemen Kesehatan 2006).

Lebih lanjut, menurut UNICEF (2006), kira-kira sebanyak 30.000 kematian balita dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif.

(19)

Alasan paling umum diberikan ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif yaitu ibu yang harus bekerja, ibu yang tidak memiliki cukup ASI atau berpikir tidak dapat memberikan ASI yang cukup dan kurangnya dukungan keluarga.

Selain itu, adanya pengaruh media massa mengenai iklan susu formula bagi bayi sehingga mempengaruhi ibu untuk tidak memberikan ASI.

Kebanyakan wanita secara fisik mampu menyusui, asalkan mereka mendapatkan dorongan yang cukup dan tidak diberi komentar yang mengecilkan hati sementara sekresi ASI sedang terbentuk. Banyak ibu menyusui masih ragu bahwa ASI akan keluar dan berhasil menyusui bayi jika mereka diyakinkan dan didukung (Nelson 2000). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan peran dan dukungan keluarga terutama ayah dalam keberlanjutan ibu memberikan ASI.

Proses menyusui bukan hanya terjadi antara ibu dan bayi, tetapi ayah juga mempunyai peran yang sangat penting dan dituntut keterlibatannya, walaupun masih banyak ayah beranggapan cukup menjadi pengamat yang pasif saja. Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan bagi ibu menyusui, dukungan sang ayah adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI khususnya ASI eksklusif karena ayah akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Ayah cukup memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis.

Peran ayah sangat mempengaruhi pengambilan sikap dan keputusan ibu memberikan ASI pada bayi. Penelitian yang dilakukan oleh Littman, Medendorp

& Goldfarb (1994) di Ohio terhadap 115 ibu yang baru melahirkan menunjukkan kelancaran menyusui hanya 26.9% karena ayah tidak mengerti ASI. Sedangkan keberhasilan menyusui hampir mencapai 98% karena ayah mengerti ASI. Oleh karena itu, keterlibatan ayah dalam keberhasilan menyusui sangat besar. Bahkan Michigan State University merekomendasikan pendidikan ASI bagi ayah.

Sampai saat ini penelitian tentang ASI eksklusif khususnya pengaruh pengetahuan, sikap, dan peranan ayah dalam pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum ada. Pengetahuan tentang ASI perlu digali lebih dalam sebagai wujud perhatian ayah mendukung keberhasilan ASI eksklusif atau menjadi ayah ASI (breastfeeding father) untuk memacu kecerdasan dan kesehatan anak.

Selain itu, pengetahuan ayah tentang ASI diperlukan untuk memberikan pengarahan dan saran pada ibu tentang pentingnya ASI.

(20)

Permasalahan tersebut melatarbelakangi penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan ASI ayah, sikap, dan peranan ayah dalam praktek pemberian ASI eksklusif. Peranan ayah secara optimal pada ibu dan bayi dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif.

Tujuan Tujuan Umum :

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh antara pengetahuan, sikap, dan peranan ayah terhadap pemberian ASI eksklusif.

Tujuan Khusus :

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga (besar keluarga, tingkat pendidikan, akses informasi tentang ASI, dan tingkat ekonomi keluarga).

2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan sikap ayah dan ibu tentang ASI serta peranan ayah dalam pemberian ASI.

3. Mengidentifikasi praktek pemberian ASI.

4. Menganalisis hubungan pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan karakteristik keluarga (tingkat pendidikan, akses informasi tentang ASI, dan tingkat ekonomi keluarga).

5. Menganalisis hubungan praktek pemberian ASI dengan tingkat pengetahuan dan sikap ayah dan ibu tentang ASI.

6. Menganalisis hubungan peranan ayah dalam pemberian ASI dengan tingkat pengetahuan dan sikap ayah tentang ASI.

7. Menganalisis hubungan praktek pemberian ASI dengan peranan ayah dalam pemberian ASI.

8. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi praktek pemberian ASI eksklusif.

(21)

Hipotesis

1. Ada hubungan pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan karakteristik keluarga.

2. Ada hubungan praktek pemberian ASI dengan tingkat pengetahuan dan sikap ayah dan ibu tentang ASI.

3. Ada hubungan peranan ayah dalam pemberian ASI dengan pengetahuan dan sikap ayah tentang ASI.

4. Ada hubungan praktek pemberian ASI dengan peranan ayah dalam pemberian ASI.

Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain :

1. Bagi peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh semasa kuliah, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mengolah dan menganalisis data serta menginterpretasikannya ke dalam bentuk karya ilmiah.

2. Bagi daerah tempat penelitian (Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan), penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif baik dari ibu ataupun dari ayah sebagai ayah ASI (breastfeeding father) sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi kegiatan posyandu, puskesmas atau badan kesehatan lainnya untuk mempromosikan ASI eksklusif di masa mendatang.

3. Bagi pemerintah pusat, Departemen Kesehatan dan instansi yang terkait, mengadakan program pendidikan ASI bagi ayah dan membuat kebijakan dan memonitor tentang pemasaran susu formula bagi bayi dalam rangka mempromosikan ASI eksklusif secara intensif.

4. Bagi masyarakat umum, memberikan informasi bahwa ASI eksklusif sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi, bermanfaat bagi ibu, dan pentingnya keterlibatan ayah sebagai ayah ASI (breastfeeding father) dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Air Susu Ibu (ASI)

Air susu ibu (ASI) terkadang disebut sebagai darah putih karena dianggap sama dengan darah plasenta dari kehidupan intrauterin. Sesungguhnya, ASI merupakan jaringan kehidupan yang tidak terstruktur, seperti darah, dan dapat mentransportasikan zat gizi yang digunakan untuk sistem biokimia, memperkuat sistem imunitas dan menghancurkan patogen. ASI telah disesuaikan sepanjang kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dan mencegah infeksi pada bayi untuk pertumbuhan yang optimal, perkembangan, dan kelangsungan hidup (American Academy of Pediatrics 1997; US Department of Health and Human Services 2000, diacu dalam Riordan 2005).

Roesli (2000) menjelaskan bahwa ASI merupakan sumber zat gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan pertumbuhan dan kebutuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan bayi normal hingga usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai diberi makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.

Komposisi ASI

Berdasarkan Roesli (2000), ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok, antara lain, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara proporsional dan seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia yang sangat tepat ini bagai suatu

”simfoni nutrisi bagi pertumbuhan bayi” sehingga tidak mungkin ditiru manusia.

Lebih lanjut Moriss et al. (1986) diacu dalam Riordan (2005) menjelaskan bahwa ASI terdiri dari 10% zat padat untuk energi dan pertumbuhan, sisanya merupakan air yang penting untuk mempertahankan kadar air tubuh. Nilai pH awal kolostrum adalah 7.45, nilai ini turun menjadi 7.00 dan meningkat secara bertahap menjadi 7.4 setelah 10 bulan. Perubahan secara signifikan ini belum diketahui penyebabnya.

(23)

Roesli (2000) menjelaskan lebih lanjut bahwa ASI berbeda dengan susu sapi. Komposisi ASI berlainan dengan komposisi susu sapi, karena susu sapi disesuaikan dengan laju pertumbuhan anak sapi dan ASI disesuaikan dengan laju pertumbuhan anak manusia. Selain itu, komposisi ASI sangat spesifik sehingga dari satu ibu ke ibu lainnya berbeda dan komposisi ASI ternyata tidak tetap dan tidak sama dari waktu ke waktu. Jadi, komposisi ASI disesuaikan dengan kebutuhan bayi saat tertentu.

Perbedaan komposisi ASI dari hari ke hari (stadium laktasi) berdasarkan Roesli (2000) adalah sebagai berikut :

1. Kolostrum (susu jolong) yaitu ASI yang keluar dari hari pertama sampai hari ke-4 atau ke-7, kaya zat anti-infeksi dan berprotein tinggi. Kolostrum yang encer dan berwarna kuning atau terkadang jernih lebih menyerupai darah daripada susu, sebab mengandung sel hidup yang menyerupai sel darah putih yang dapat membunuh kuman penyakit. Oleh karena itu, kolostrum ini harus diberikan kepada bayi.

2. Air susu transisi atau peralihan yaitu ASI yang keluar sejak hari ke-4 atau ke-7 sampai hari ke-10 atau ke-14. Kadar protein ASI merendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meninggi.

3. Air susu matang (mature) yaitu ASI yang keluar setelah hari ke-14 dan seterusnya dengan komposisi relatif konstan.

Selain itu, perbedaan komposisi ASI dari menit ke menit yaitu ASI yang keluar pada lima menit pertama dinamakan foremilk. Foremilk mempunyai komposisi yang berbeda dengan ASI yang keluar kemudian (hindmilk). Foremilk lebih encer. Hindmilk mengandung lemak 4-5 kali lebih banyak dibanding foremilk. Diduga hindmilk inilah yang mengenyangkan bayi.

Manfaat ASI

Kandungan antibodi dalam ASI dapat melindungi bayi dari penyakit dan membantunya meningkatkan sistem kekebalan tubuh. ASI mengandung protein tinggi yang mudah diserap oleh bayi juga mengandung laktosa dan karbohidrat yang tinggi. Mineral dalam ASI mudah diserap oleh bayi (Perkins & Vannais, 2004). Lebih lanjut, Jellife & Jellife (1989) menjelaskan bahwa fakta mengenai keuntungan ASI dari segi zat gizi, tingkah laku, ekonomi dan lingkungan bagi negara berkembang dan sedang berkembang adalah sangat besar dan tidak dapat diperdebatkan.

(24)

Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI eksklusif yang dapat dirasakan. Manfaat terpenting yang diperoleh bayi yaitu ASI memiliki kualitas dan kuantitas sumber zat gizi yang sangat ideal bagi bayi, ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi, ASI eksklusif meningkatkan kecerdasan dan meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi. Sehingga dengan adanya kasih sayang, ASI menjadi dasar perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan spiritual, dan hubungan sosial yang baik (Roesli 2000, 2008).

Lebih lanjut Anderson, Johnstone, dan Remley (1999) diacu dalam Riordan (2005) menjelaskan bahwa ASI dapat meningkatkan perkembangan otak, anak yang disusui lebih pintar dibandingkan anak yang tidak disusui.

Sebuah meta analisis dari sebelas pelajar yang merupakan confounding variable menunjukkan skor rata-rata perkembangan kognitif 3.2 poin lebih tinggi diantara bayi yang disusui. Keuntungan ini terlihat pada masa awal dan lanjutan semasa anak-anak.

Keunggulan ASI tidak hanya dapat dirasakan bayi, ibu juga bisa merasakan keunggulan ASI. Oksitosin, hormon yang dihasilkan selama menyusui, merangsang kontraksi uterus dan membantu uterus kembali pada ukuran normal, selain itu dapat menurunkan kemungkinan terjadinya pendarahan pasca melahirkan (Jellife & Jellife 1979; Perkins & Vannais 2004; WHO 1993).

Selain itu, manfaat ASI juga dapat dirasakan ibu yang menyusui bayinya, yaitu mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mengurangi terjadinya anemia, menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, berat badan lebih cepat normal kembali, mengurang kemungkinan menderita kanker (kanker payudara dan indung telur), mengurangi risiko keropos tulang, diabetes maternal, stress, dan gelisah, pengeluaran lebih ekonomis atau murah, tidak merepotkan dan hemat waktu dan dapat dibawa kemana-mana (portable) dan praktis serta memberi kepuasan bagi ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif (Perkins & Vannais 2004; Roesli 2000).

Hal tersebut juga dijelaskan oleh WHO (1993) bahwa ASI juga membantu ibu untuk mengembalikan berat badan normal dan bentuk tubuh dengan cepat.

Ini memberikan kontribusi secara signifikan untuk jarak kelahiran anak dan menurunkan tingkat fertilitas. Beberapa bukti menerangkan bahwa pemberian ASI memberikan keuntungan psikologi karena dapat meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi.

(25)

Selanjutnya Roesli (2000) menjelaskan bahwa pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat bagi negara karena dapat menghemat pengeluaran negara terhadap penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui dan biaya menyiapkan susu, penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah mencret dan saluran pernafasan, penghematan obat-obatan, tenaga, dan sarana kesehatan, menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membangun negara sehingga menghindari terjadinya generasi yang hilang khususnya bagi Indonesia.

Air susu ibu selain bermanfaat terhadap bayi dan ibu, juga bermanfaat terhadap lingkungan karena akan mengurangi bertambahnya sampah dan polusi di dunia. Dengan hanya memberikan ASI, manusia tidak memerlukan kaleng susu, karton dan kertas pembungkus, botol plastik, dan dot karet. Selain itu, air susu ibu tidak menambah polusi udara, karena untuk membuatnya tidak memerlukan pabrik dan transportasi yang mengeluarkan asap, dan tidak perlu menebang hutan untuk membangun pabrik susu yang besar-besar.

ASI Eksklusif

Pemberian ASI eksklusif berarti memberikan hanya ASI saja. Ini berarti bayi tidak diberi air putih, teh, minuman ramuan, cairan lain, maupun makanan selama 6 bulan pertama usianya. Penting untuk menyebutkan jenis minuman dan makanan yang biasa diberikan dalam 6 bulan pertama. Dalam sebuah program ditemukan bahwa ibu-ibu menganggap pesan “jangan memberi cairan” tidak berlaku untuk teh/minuman herbal atau cairan lain (Anonymous 2002).

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Roesli (2000) yaitu yang dimaksud dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim.

Keuntungan dari ASI akan optimal jika bayi hanya diberi ASI saja secara eksklusif tanpa pemberian makanan tambahan lain, selama 6 bulan pertama kehidupannya. Berdasarkan hal tersebut, rekomendasi UNICEF dan WHO menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, selain ASI, pemberian makanan dengan vitamin saja, obat dan teh herbal serta pemberian air kepada bayi tidak dianjurkan (WHO 1991).

(26)

Rekomendasi ini didasarkan pada pengetahuan bahwa air tidak dibutuhkan, tidak juga saat udara panas, dan penggunaan air dan botol yang tidak bersih dapat berbahaya bagi kesehatan bayi (Brown et al. 1989). ASI eksklusif dan lanjutan bagi kesehatan bayi dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi selama tiga bulan pertama kehidupan serta tidak mempengaruhi pola pertumbuhan normal selama tahun pertama kehidupan (Kramer et al. 2002, diacu dalam Riordan 2005).

Lebih lanjut, Roesli (2000) menjelaskan bahwa bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia 6 bulan. Pada keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan padat setelah bayi berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. Misalnya karena terjadi penurunan berat badan bayi dari standar atau terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan pemberian ASI eksklusif tidak berjalan baik. Namun, sebelum diberi makanan tambahan, sebaiknya ibu mencoba memperbaiki cara menyusui terlebih dahulu.

Setiap tahunnya terdapat 1-1,5 juta bayi di dunia yang meninggal karena tidak diberi ASI eksklusif (WHO 2000). Lebih lanjut, kira-kira 30.000 kematian balita di Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif (UNICEF 2006). Bayi yang disusui secara eksklusif 6 bulan dan tetap diberi ASI hingga 11 bulan saja dapat menurunkan kematian balita sebanyak 13%. Selain itu, ibu yang berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayi akan merasakan kepuasan, kebanggaan, dan kebahagiaan yang mendalam (Roesli 2000).

Menurut Roesli (2000) terdapat tujuh langkah untuk keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu :

1. Mempersiapkan payudara bila diperlukan 2. Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui

3. Menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya 4. Memilih tempat melahirkan yang “sayang bayi”

5. Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI eksklusif 6. Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau

konsultasi laktasi untuk persiapan apabila ibu menemui kesukaran 7. Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui.

Berdasarkan Roesli (2008), hasil penelitian di Jakarta-Indonesia menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil ASI eksklusif. Selain itu, inisiasi dini atau menyusu dini dapat menurunkan risiko kematian bayi.

(27)

Praktek Pemberian ASI

Menurut sensus Dasar Kesehatan Indonesia, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada 1997 sebesar 42.4% turun menjadi 39.5% tahun 2003.

Sementara pemakaian susu botol meningkat dari 10.8% tahun 1997 menjadi 32.4% pada tahun 2003. Proporsi ini termasuk rendah dan mencerminkan ketidaktahuan mengenai ASI eksklusif bagi perkembangan bayi pada awal pertumbuhannya. Padahal pemberian ASI secara eksklusif sangat bermanfaat bagi bayi dan mengurangi risiko kanker payudara dan rahim pada ibu (Departemen Kesehatan 2006).

Roesli (2000) menjelaskan dari penelitian terhadap 900 ibu di sekitar Jabodetabek tahun 1995 diperoleh fakta bahwa yang dapat memberi ASI secara eksklusif selama 4 bulan hanya sekitar 5%, padahal 95% ibu-ibu tersebut menyusui. Berdasarkan penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37.9% dari ibu-ibu tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70.4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI eksklusif.

Alasan ibu untuk tidak menyusui terutama yang secara eksklusif sangat bervariasi. Namun, beberapa alasan yang sering dikemukakan adalah ibu merasa ASInya tidak cukup, ibu bekerja dengan cuti hamil 3 bulan, ibu takut ditinggal ayah karena mitos perubahan bentuk payudara setelah menyusui, pendapat bahwa tanpa pemberian ASI anak juga bisa berhasil, adanya pendapat bahwa bayi akan tumbuh menjadi anak yang manja dan tidak mandiri, susu formula lebih praktis, dan takut tubuh tetap gemuk.

Selain itu, beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan kepada bayi adalah sikap ibu terhadap pemberian ASI, dukungan keluarga terutama ayah, waktu yang dibutuhkan untuk inisiasi dini, kondisi puting ibu, teknik menyusui bayi dan ikatan ibu dan bayi yang baik. Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu sangat berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif (Cernadas et al. 2003).

Menurut Dowshen, Izenberg, dan Bass (2002) diacu dalam Adwinanti (2004) karena tidak dapat mengukur ASI sebagaimana menakar susu formula, maka cara untuk menentukan bayi sudah memperoleh ASI dalam jumlah cukup yaitu bayi akan buang air kecil enam sampai delapan kali sehari, air seninya berwarna jernih dan kepucatan, bayi akan buang air besar dua sampai lima kali sehari, bayi terlihat puas, dan berat badan bayi meningkat.

(28)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lawoyin, Olawoyi, dan Onadeko (2001) di Ibadan, Nigeria diketahui tingkat pekerjaan ibu dan fasilitas kelahiran pada kelas dua dan tiga mempengaruhi pemberian ASI eksklusif oleh ibu pada bayi. Ibu yang berumur 24 tahun atau lebih muda dan ibu yang pernah melahirkan lebih dari satu kali cenderung tidak mau memberikan ASI eksklusif.

Ibu-ibu yang tinggal di daerah semi perkotaan memberikan ASI eksklusif kepada bayi lebih tinggi dibandingkan ibu-ibu yang tinggal di daerah pedesaan di Mangochi District, Malawi. Bertempat tinggal di pedesaan dan melahirkan bayi selain di fasilitas kesehatan memberikan faktor risiko untuk berhenti memberikan ASI eksklusif sebelum 6 bulan (Kamudoni et al. 2007).

Kebanyakan wanita secara fisik mampu menyusui, asalkan mereka mendapatkan dorongan yang cukup dan tidak memiliki pengalaman menyusui yang buruk serta tidak diberi komentar yang mengecilkan hati sementara sekresi ASI sedang terbentuk. Banyak ibu yang ambivalensi terhadap ASI akan mampu menyusui secara berhasil jika mereka diyakinkan dan didukung (Nelson 2000).

Risiko Kesehatan terhadap Susu Formula bagi Bayi

Pemberian susu formula meniadakan keuntungan dari zat kekebalan tubuh, dimana payudara menghasilkan zat antibodi bagi oganisme untuk bayi telah diketahui. Beberapa dekade terakhir, hal ini telah dibuktikan bahwa susu formula bayi dapat meningkatkan risiko terkena berbagai macam penyakit (Riordan 2005).

Lebih lanjut, Riordan (2005) menjelaskan bahwa susu formula tidak hanya dapat terkontaminasi, melainkan susu tersebut kurang zat kekebalan tubuh dari faktor kesehatan yang terkandung dalam air susu ibu. Selain itu, susu formula mengandung zat gizi yang asing bagi tubuh manusia atau tercampur dengan proporsi nonfisiologis. Selanjutnya, tindakan pemberian susu botol berbeda dengan air susu ibu dan dapat menimbulkan masalah cardiopulmonary pada beberapa bayi. Akibat dari pemberian susu formula dapat berlanjut setelah masa kanak-kanak.

Sosialisasi susu formula di rumah sakit atau rumah bersalin dan promosi susu formula di media massa dapat menghambat pemberian ASI eksklusif.

Berdasarkan penelitian Amiruddin (2006) di Makassar, ibu yang memberikan ASI tidak eksklusif mendapatkan promosi susu formula yang lebih banyak dibandingkan ibu yang memberikan ASI eksklusif.

(29)

Pemberian susu formula juga dapat mengganggu kesehatan ibu.

Ketidakadaan ibu menyusui dapat menyebabkan kehamilan berikutnya yang berpengaruh buruk bagi kesehatan ibu. Ibu yang memberikan susu formula bagi bayinya dibandingkan dengan ibu yang menyusui, lebih mudah nantinya terkena masalah kesehatan seperti osteoporosis, kanker payudara, dan kanker rahim.

Ibu yang memberikan susu botol dan memiliki penyakit diabetes tidak akan menikmati tanda menjadi lebih baik seperti pengalaman ibu menyusui yang memiliki diabetes (Riordan 2005).

Ibu-ibu yang memilih untuk memberikan ASI eksklusif merupakan langkah yang tepat. Banyak hal positif yang dapat dirasakan oleh bayi dan ibu. Bayi yang diberi susu formula sangat rentan terserang penyakit. Hal ini diperkuat oleh CARE (2006) dalam Roesli (2008) yaitu beberapa penyakit yang mengintai bayi susu formula adalah infeksi saluran pencernaan, saluran pernapasan dan infeksi telinga tengah, meningkatkan risiko alergi, serangan asma dan kegemukan, meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, kanker dan risiko penyakit menahun, menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif, serta meningkatkan kurang gizi dan risiko kematian bayi.

Apabila ibu memberikan ASI eksklusif, ibu akan lebih jarang tinggal di rumah untuk merawat bayinya yang sakit dibandingkan bayi susu formula. Selain itu, pemakaian susu formula yang tercemar dapat menyebabkan infeksi dan susu formula dapat meningkatkan risiko efek samping zat pencemar lingkungan.

Karakteristik Keluarga

Menurut Atmojo (1997) dalam Adwinanti (2004), ukuran keluarga yang besar akan menambah beban keluarga apabila disertai rendahnya tingkat pendapatan keluarga, lebih buruk lagi apabila tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu juga terbelakang. Oleh karena itu, aspek pendapatan keluarga dan pendidikan memegang peranan penting terhadap kualitas status gizi anak balita.

Selain itu, Hastuti (2006) menambahkan bahwa semakin banyak jumlah anak dalam keluarga maka perhatian akan anak akan terbagi sehingga kehangatan kepada masing-masing anak akan berkurang, dengan kata lain semakin banyak anak maka alokasi waktu, perhatian, dan tingkat keeratan yang diberikan orangtua kepada anak akan berkurang seiring pertambahan jumlah anak.

(30)

Keluarga tradisional adalah suatu keluarga dimana ibu merupakan pengurus utama rumah tangga dan yang utama bertanggung jawab terhadap pengasuhan anak ketika ayahnya adalah pekerja penuh untuk di luar rumah.

Ayah ingin melihat anak berkembang dewasa tetapi peran ayah dalam pengasuhan hanya terlihat sebagai yang kedua (Riordan 2005).

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas sumberdaya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan (Badan Pusat Statistik 2003). Menurut Khomsan (2002), ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih semangat untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam pengasuhan anaknya.

Salah satu ukuran ekonomi adalah tingkat pendapatan keluarga. Tingkat pendapatan yang lebih tinggi memberikan peluang lebih besar bagi keluarga untuk memilih pangan yang baik dari jumlah maupun jenisnya. Besar pendapatan keluarga menggambarkan tingkat kesejahteraan keluarga (BPS 1991).

Pengetahuan dan Sikap tentang ASI Pengetahuan tentang ASI

Pengetahuan adalah segala informasi yang diperoleh dari pihak luar diri subyek yang disertai pemahaman pada informasi yang diterima. Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara bertanya pada orang lain, mendengarkan informasi atau melalui media massa (Azis 1995, diacu dalam Adwinanti 2004).

Pengetahuan tentang manfaat breastfeeding (menyusui) berpengaruh kuat terhadap awalan dan periode menyusui seorang ibu (Anonymous 2006).

Ibu dan ayah yang mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui sebelum melahirkan bayi merupakan langkah mencapai keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif. Calon ayah berperan aktif terhadap keberhasilan seorang ibu dalam praktek pemberian ASI berdasarkan pada tingkat pengetahuan tentang ASI yang diperolehnya (Roesli 2000). Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka sangat berhubungan dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif (Cernadas et al. 2003).

Salah satu kendala meningkatkan ASI eksklusif adalah kurangnya pengetahuan tentang menyusui dari satu generasi atau bahkan lebih. Banyak ibu masa kini medapati bahwa ibu dan nenek mereka kurang pengetahuan tentang menyusui dan tidak mampu memberikan banyak dukungan (Welford 2001).

(31)

Menurut Welford (2001) menyusui adalah suatu pengalaman belajar, dan bagi beberapa ibu, menyusui adalah suatu masa penuh tantangan. Riordan dan Auerbach (1998) pun menyatakan bahwa menyusui bukanlah murni insting seorang ibu, dengan demikian perlu dipelajari dan dikembangkan pengetahuan mengenai laktasi sehingga ibu dan bayinya mendapatkan manfaat yang optimal dari aktivitas menyusui.

Sikap tentang Pemberian ASI

Sikap berkaitan dengan pikiran dan keyakinan seseorang terhadap suatu objek. Disamping itu, sikap mempunyai fungsi psikologis yang berbeda pada setiap orang yang dapat mempengaruhi bagaimana orang memegang sikap yang diyakininya (Atkinson et al. 2000, diacu dalam Suciarni 2004).

Sikap juga merupakan bagian dari tingkah laku manusia yang dapat dilihat dengan mata dan sebagai bagian yang paling menonjol dari tingkah laku manusia. Sikap sangat penting dalam kehidupan manusia, untuk itu diperlukan informasi guna mendukung manusia dalam bersikap (Arikunto 1996, diacu dalam Suciarni 2004).

Hal ini juga dijelaskan oleh Roesli (2000) bahwa dengan menciptakan sikap yang positif mengenai ASI dan menyusui dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif. Lebih lanjut, Riordan (2005) menambahkan bahwa ayah memiliki peran penting dalam mendukung pemberian ASI, terutama sekali apabila ayah memiliki pemikiran atau sikap yang positif terhadap pemberian ASI.

Peranan Ayah dalam Pemberian ASI

Ayah memegang peranan penting dalam keberhasilan dan kegagalan menyusui. Sekarang ini, masih banyak ayah yang berpendapat salah bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Ayah menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif saja. Sebenarnya ayah mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena ayah akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh emosi atau perasaan ibu (Roesli 2000).

Selain itu, menurut WABA (2006) seringkali ibu cenderung ingin menyusui dan merasa percaya diri apabila mendapat dukungan dari ayah. Akan tetapi, seringkali ayah, pada umumnya yang pertama kali menjadi ayah merasa bukan bagian dalam menyusui dan tidak memiliki peran dalam proses menyusui.

(32)

Ayah merupakan orang yang sangat memiliki pengaruh dalam mendukung periode awal pemberian air susu ibu (ASI) (Bar-yam & Darby 1997;

Gorman, Byrd & VanDerslice 1995; Pavill 2002, diacu dalam Riordan 2005).

Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan bagi ibu menyusui, dukungan sang ayah adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI khususnya ASI eksklusif dengan cara memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis.

Pengertian tentang peran yang penting ini merupakan langkah pertama seorang ayah untuk dapat mendukung ibu agar berhasil menyusui secara eksklusif.

Menurut Roesli (2000), kini banyak para ayah yang ingin berperan dalam perawatan bayinya meskipun pada umumnya mereka hanya memiliki waktu yang sangat terbatas. Para ayah mungkin hanya memiliki waktu di pagi dan sore hari atau pada akhir minggu saja. Disamping keterbatasan waktu, para ayah sering merasa canggung untuk ikut merawat bayinya sehingga merasa terhambat untuk memulai berperan sehingga dorongan ekstra pada ayah sangat diperlukan.

Beberapa ayah mendukung secara serius dengan menggendong bayi pada ibu dan meletakkan tidur kembali setelah disusui. Sebagian lain ayah mengangkat tangan menjelang waktu menyusui, merasa menyusui adalah tugas utama ibu dan ayah tidak dibutuhkan dan dilibatkan (Perkins & Vannais 2004).

Reaksi ayah untuk bayi yang diberikan ASI adalah bermacam-macam bentuk. Beberapa ayah akan bersemangat untuk berpartisipasi dalam meletakkan bayinya ke payudara ibu, memberikan saran dan biasanya membantu. Sebagian pria yang pertama kali menjadi ayah, akan mundur dan mengamati tapi tidak berinteraksi. Sebagian kecil pria yang pertama kali menjadi ayah kelihatan sangat terkejut dengan pemberian awal ASI, kemungkinan dikarenakan ketidakbiasaan melihat payudara ibu terekspos (Riordan 2005).

Ketika ayah memulai peranannya dalam memberikan perhatian dari awal kepada bayi, mereka lebih senang merasakan bahwa mereka merupakan bagian penting dari kehidupan bayi (Riordan 2005). Ayah memainkan peranan penting sebagai pendukung pemberian ASI, terutama ketika mereka memiliki suatu pikiran positif yang berhubungan dengan pemberian ASI (Riordan 2005).

(33)

Berdasarkan Riordan (2005), secara mutlak pemikiran mengenai pemberian ASI menjaga kedekatan hubungan ayah dan anak adalah penerimaan dari asumsi bahwa cara yang paling signifikan bagi ayah berinteraksi dengan anaknya adalah melalui pemberian makanan bagi anak. Berhubungan dengan ASI eksklusif, maka ayah dianjurkan untuk mempertimbangkan beberapa cara dalam berinteraksi dengan bayinya, terutama sekali selama periode awal ketika makanan formula mulai meningkatkan risiko dari kegagalan pemberian ASI.

Manfaat saran ayah dengan cara yang spesifik dapat mendukung pasangannya. Mereka dapat membantu ibu untuk merasa nyaman saat posisi menyusui, memberikan dukungan zat gizi dan membantu pekerjaan rumah tangga, menyendawakan dan menghibur bayi, menjaga ibu dari kelelahan, membatasi kunjungan tamu dan menunjukkan kesenangan dari keputusan untuk memberikan ASI (Riordan 2005).

Selain itu, upaya yang dapat dilakukan ayah adalah menyendawakan bayi setelah disusui, membantu mengganti popok, memijat buah hati, memandikan bayi, mengayun-ayunkan bayi, bernyanyi atau membaca untuk bayi, dan bermain dengan bayi. Bermain biasanya merupakan hal pertama yang diminta ibu untuk dilakukan ayah. Sering, bayi dengan cepat mengenal ayah sebagai teman bermain dan ibu sebagai pemberi perhatian karena ayah menghabiskan banyak waktu bermain dengan bayi dan sedikit waktu untuk memberikan perhatiannya, seperti mengganti, memberi makan dan membersihkan (Riordan 2005).

Perhatian ayah dapat meningkatkan kapasitas motivasi bagi ibu untuk menyusui dan mendorong sang ibu untuk terlibat proses menyusui bagi bayinya walaupun dalam situasi masalah menyusui (Anonymous 2006). Suasana kehidupan rumah tangga yang damai dan tenang sangat penting bagi ibu yang sedang menyusui (Winarno 1995, diacu dalam Gulo 2002).

Secara psikologis ASI juga dipengaruhi oleh unsur kejiwaan. Oleh sebab itu, ibu menyusui perlu ketenangan jiwa dan juga dorongan dari orang-orang dekatnya. Ayah bayi adalah orang terdekat ibu menyusui. Kaum ayah dituntut selalu meyakinkan bahwa ibu pasti mampu menyusui. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan bagi ibu untuk menyusui bayi semaksimal mungkin.

(34)

Ayah yang berperan mendukung ibu agar menyusui sering disebut breastfeeding father. Pada dasarnya seribu ibu menyusui mungkin tidak lebih dari sepuluh orang diantaranya tidak dapat menyusui bayinya karena alasan fisiologis. Jadi, sebagian besar ibu dapat menyusui dengan baik. Hanya saja ketaatan mereka untuk menyusui ekslusif 4-6 bulan dan dilanjutkan hingga dua tahun yang mungkin tidak dapat dipenuhi secara menyeluruh. Itulah sebabnya dorongan ayah dan kerabat lain diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan diri ibu akan kemampuan menyusui secara sempurna (Khomsan 2006).

Penelitian yang dilakukan Clinical Pediatric tahun 1994 terhadap 115 ibu yang baru melahirkan menunjukkan bahwa kelancaran menyusui hanya 26.9%

karena ayah tidak mengerti peranannya. Sedangkan keberhasilan menyusui hampir mencapai 98% karena ayah paham akan peranannya. Makanya keterlibatan ayah dalam keberhasilan menyusui sangat besar. Bahkan Michigan State University merekomendasikan pendidikan ASI bagi ayah (Littman, Medendorp & Goldfarb 1994).

Berdasarkan penelitian Abdullah (2001) di Kota Bogor diketahui bahwa ayah atau ayah bayi merupakan pihak yang paling banyak diajak diskusi sebelum mengambil keputusan pemberian ASI eksklusif, namun pada kenyataannya saat pengambilan keputusan ayah berperan sangat kecil sekali dan banyak dilakukan oleh ibu. Pengambilan keputusan yang didominasi oleh ibu diduga karena masih adanya stereotip bahwa masalah domestik merupakan urusan ibu, sehingga ketika berdiskusi lebih banyak membicarakan hal perawatan anak secara umum dan menyerahkan sepenuhnya keputusan yang akan diambil kepada ibu. Ibu menjadi pihak yang sentral dalam pengambilan keputusan pemberian ASI.

Lebih lanjut Roesli (2008) menjelaskan bahwa di Australia dan di beberapa negara bagian di Amerika, selain empat bulan cuti ibu melahirkan, ada juga cuti bagi ayah yang mempunyai bayi baru lahir selama 2-4 minggu.

Sedangkan di Swedia, Finlandia, Swiss, Austria, dan Kanada, tidak ada cuti ibu atau ayah yang mempunyai bayi baru lahir. Namun, cuti orangtua tersebut dibayar selama satu tahun penuh. Syaratnya, mereka tidak boleh cuti bersama, ibu harus cuti empat bulan pertama dengan dibayar penuh. Setelah itu, ayah cuti selama dua bulan selanjutnya yang dibayar 80-90%.

(35)

KERANGKA PEMIKIRAN

ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan bayi. Keuntungan ASI akan optimal apabila bayi diberi ASI saja hingga 6 bulan pertama kehidupan, yang disebut ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif dapat mencegah bayi dari berbagai penyakit infeksi dan risiko penyakit lainnya karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayi secara optimal. Faktor tersebut berasal dari ibu, ayah, dan keluarga serta lingkungan. Beberapa faktor yang mempengaruhi ibu adalah pendidikan, pekerjaan ibu, akses informasi ibu tentang ASI, pengetahuan dan sikap ibu tentang ASI. Sedangkan beberapa faktor yang mempengaruhi ayah adalah pendidikan ayah, akses informasi ayah tentang ASI, pengetahuan dan sikap ayah tentang ASI serta peranan ayah dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi.

Semakin tinggi tingkat pendidikan ayah dan ibu maka pengetahuan dan keterampilan dalam pengasuhan bayi akan meningkat. Selain itu, ayah dan ibu akan bersikap terbuka dalam menerima informasi tentang ASI. Tingkat ekonomi keluarga sangat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, pada keluarga dengan pendapatan tinggi terdapat kecenderungan ibu beralih ke susu formula karena daya beli dan alasan praktis. Akan tetapi, keluarga dengan tingkat ekonomi atas memiliki kesempatan dan fasilitas yang lebih besar dalam mengakses informasi tentang ASI.

Pemberian ASI khususnya ASI eksklusif tidak hanya melibatkan ibu dan bayi. Dukungan keluarga terutama ayah berperan penting dalam keberhasilan dan kegagalan pemberian ASI eksklusif. Ibu dan ayah yang mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui merupakan langkah dalam mencapai keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif. Semakin tinggi tingkat pengetahuan ayah mengenai ASI eksklusif maka akan terbentuk sikap positif tentang pemberian ASI. Lebih lanjut, sikap positif ayah tentang pemberian ASI akan mempengaruhi peranan ayah dalam pemberian ASI sehingga akan mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

(36)

Peranan ayah yang baik dapat membantu keberhasilan ibu dalam memberikan ASI eksklusif karena ayah dapat memberikan dukungan baik secara emosional maupun bantuan praktis dalam pengasuhan bayi atau meringankan pekerjaan domestik ibu. Peranan ayah dengan cara menciptakan suasana tenang, nyaman, dan aman dapat mempengaruhi emosi atau perasaan ibu sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri ibu dalam memberikan ASI terutama ASI eksklusif kepada bayi.

(37)

Keterangan:

→ Variabel yang diteliti

→ Variabel yang tidak diteliti

→ Variabel yang dianalisis

→ Variabel yang tidak dianalisis

Gambar 1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Karakteristik Keluarga

• Pendidikan

• Tingkat ekonomi

• Akses informasi tentang ASI

Pengetahuan Ayah tentang ASI

Sikap Ayah tentang Pemberian ASI

Praktek Pemberian ASI Eksklusif oleh Ibu

Status gizi bayi Karakteristik bayi

• Umur

• Jenis kelamin

• Berat badan

• Waktu Inisiasi Dini

• Promosi susu formula Pengetahuan Ibu

tentang ASI

Sikap Ibu tentang Pemberian ASI

Peranan Ayah dalam Pemberian ASI

(38)

METODE

Desain, Tempat dan Waktu

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, pengamatan terhadap variabel pengaruh dan terpengaruh dilakukan sekaligus pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di 3 RW dari 5 RW secara acak yang terdapat di Kelurahan Kuningan Timur, Kotamadya Jakarta Selatan. Pemilihan kelurahan dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa di Kelurahan Kuningan Timur memiliki tiga strata ekonomi yaitu tingkat ekonomi bawah, menengah dan atas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai bulan Januari 2008.

Cara Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan dengan metode stratified random sampling with proportional allocation berdasarkan strata ekonomi yaitu atas, menengah, dan bawah. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu yang tinggal di Kelurahan Kuningan Timur dan memiliki bayi usia 6-12 bulan dengan tingkat ekonomi bawah, menengah, dan atas. Jumlah keluarga yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di RW terpilih diketahui berdasarkan data yang terdapat pada posyandu masing-masing RW, sehingga diperoleh 75 keluarga. Dalam penentuan jumlah contoh digunakan rumus Isaac dan Michael.

. . .

. . Keterangan :

S = Jumlah contoh

λ = diasumsikan kesalahan sebesar 10%

N = Jumlah populasi (75) P = Probability (0.4) Q = 1-P = 0.6

d = Taraf kesalahan (0.05)

Diperoleh jumlah contoh minimum yaitu 46 keluarga dari populasi yang akan diteliti. Akan tetapi, jumlah contoh yang akan diteliti adalah sebanyak 60 keluarga. Populasi yang akan diteliti terbagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan tingkat ekonomi keluarga. Oleh karena itu diperlukan proporsi contoh yang sesuai dari setiap kelompok tersebut.

(39)

Perhitungan proporsi contoh sesuai kelompok dapat dilihat pada perhitungan dengan menggunakan rumus berikut :

Keterangan :

= Jumlah contoh tiap kelompok berdasarkan tingkat ekonomi keluarga = Jumlah populasi pada tiap kelompok populasi

= Jumlah keseluruhan contoh (keluarga yang memiliki bayi usia 6-12 tahun)

= Jumlah contoh

Tabel 1 Proporsi Jumlah Contoh tiap Kelompok Contoh berdasarkan Tingkat Ekonomi Keluarga

Kelompok Jumlah Populasi Jumlah Contoh

Keluarga Tingkat Ekonomi Bawah 24 19

Keluarga Tingkat Ekonomi Menengah 26 21

Keluarga Tingkat Ekonomi Atas 25 20

Total 75 60

Jadi, jumlah contoh yang akan diteliti adalah 60 keluarga. Rincian contoh berdasarkan tiap kelompok yaitu 24 keluarga tingkat ekonomi bawah, 26 keluarga tingkat ekonomi menengah, dan 25 keluarga tingkat ekonomi atas.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada contoh dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan telah dilakukan uji reliabilitas terlebih dahulu dengan Cronbach’s Alpha sebesar 0.889 terhadap 85 pertanyaan secara keseluruhan sehingga dapat diketahui bahwa item-item pertanyaan yang terdapat pada kuesioner adalah reliabel.

Data primer meliputi karakteristik keluarga, karakteristik bayi, akses informasi ayah dan ibu, pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI, sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI, peranan ayah dalam pemberian ASI, dan praktek pemberian ASI oleh ibu pada bayi. Praktek pemberian ASI diperoleh melalui hasil jawaban delapan pertanyaan mengenai praktek pemberian ASI. Praktek pemberian ASI tersebut dikelompokkan menjadi tiga yaitu pemberian ASI eksklusif, semi eksklusif, dan tidak eksklusif. Data sekunder diperoleh dari posyandu mengenai data keluarga bayi usia 6-12 bulan, dan dari pihak Kelurahan Kuningan Timur Kotamadya Jakarta Selatan mengenai profil kelurahan dan tingkat ekonomi keluarga.

(40)

Pengolahan dan Analisis Data

Pada tahap awal, data yang diperoleh dan terkumpul dilakukan proses entry, editing, coding, dan cleaning data menggunakan Microsoft Excel 2003.

Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan SPSS 13.0 for Windows dengan analisis Rank Spearman Correlation dan Multiple Logistic Regression.

Data karakteristik keluarga contoh ditabulasi berdasarkan tingkat ekonomi keluarga, terdiri dari besar keluarga yaitu keluarga kecil dan keluarga besar, tingkat pendidikan ayah dan ibu dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah, sedang, dan tinggi serta tingkat ekonomi keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu bawah, menengah, dan atas. Karakteristik bayi terdiri dari umur bayi yaitu enam sampai sembilan bulan dan sepuluh sampai dua belas bulan, jenis kelamin bayi, dan berat badan lahir bayi dikelompokkan menjadi dua yaitu kurang dan normal.

Data akses ibu dan ayah terhadap informasi ASI diketahui dengan mengajukan empat pertanyaan. Hasil jawaban masing-masing pertanyaan dipersentasekan dan dikategorikan menggunakan metode Slamet (1993) yaitu :

∑ Keterangan : IK = interval kelas NT = nilai tertinggi NR = nilai terendah

Pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI diukur dengan mengajukan 20 pertanyaan dan memberi skor pada jawaban dari kuesioner. Pemberian skor jawaban benar adalah (1) dan salah (0). Total skor maksimal adalah 20 dan minimal adalah 0. Tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dihitung dengan membandingkan skor yang diperoleh dengan skor total kemudian disajikan dalam bentuk persentase. Selanjutnya menurut Khomsan (2000) dikategorikan menjadi 3 yaitu rendah, sedang, dan baik.

Sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI diukur dengan mengajukan 10 pernyataan pada ayah dan 15 pertanyaan pada ibu serta memberi skor pada jawaban dari kuesioner. Pemberian skor jawaban benar adalah (1) dan salah (0).

Total skor maksimal adalah 10 pada ayah dan 15 pada ibu serta skor minimal adalah 0. Sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI dihitung dengan membandingkan skor yang diperoleh dengan skor total kemudian disajikan dalam bentuk persentase. Total skor dikategorikan menjadi 3 yaitu rendah, sedang, dan baik.

Gambar

Gambar 1  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI EksklusifKarakteristik Keluarga
Tabel 2 Jenis dan Kategori Pengukuran Data
Tabel 4 Sebaran Contoh berdasarkan Akses Informasi tentang ASI  No  Pertanyaan Akses Informasi ASI  Ayah Ibu
Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ayah tentang ASI tidak  berbeda jauh dengan ibu
+5

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Acara : Pembuktian Kualifikasi Pekerjaan Belanja Jasa Konsultansi Perencanaan Kegiatan Penyusunan Review Masterplan Perkantoran Pemkab Bangka Tengah.. Mengingat pentingnya

Dari pernyataan tersebut, dapat pula disimpulkan pada umpan campuran terdapat senyawa PAH yang berkurang kelarutannya pada kondisi pH&lt;5 akibat pembentukan

Untuk mengukur kinerja unit pelayanan pelanggan tersebut, dibutuhkan unsur sebagai acuan untuk memberikan penilaian terhadap hasil kinerja penyedia layanan publik,

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside-Outside Circle Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis

Serta diperoleh hasil koefisien determinasi sebesar 31,36%, hal ini menunjukkan bahwa variabel X1 (minat belajar) dalam hal ini adalah upaya peningkatan minat

3) Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar atau prestasi belajar siswa pada tes akhir (post test) adalah kurang ada peningkatan sedikit setelah melakukan permainan

Penelitian efektivitas ekstrak cair daun saga terhadap bakteri Staphylococcus aureus ini bertujuan untuk mengetahui apakah daun saga dapat menghambat bakteri Staphylococcus

Beberapa penelitian di atas memberikan sebuah pemahaman bahwa manajemen pemasaran dalam konteks rumah sakit merupakan upaya yang dapat dilakukan agar