• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Pakan dan Pertambahan Bobot Badan Harian Tikus (Rattus norvegicus) Bunting Akibat Penyuntikan bST (bovine Somatotropin).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsumsi Pakan dan Pertambahan Bobot Badan Harian Tikus (Rattus norvegicus) Bunting Akibat Penyuntikan bST (bovine Somatotropin)."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

KONSUMSI PAKAN DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN

HARIAN TIKUS (

Rattus norvegicus

) BUNTING AKIBAT

PENYUNTIKAN bST (

bovine Somatotropin

)

DWI HAYATIN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

DWI HAYATIN. Konsumsi Pakan dan Pertambahan Bobot Badan Harian Tikus (Rattus norvegicus) Bunting Akibat Penyuntikan bST (bovine Somatotropin). Di bimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan PUDJI ACHMADI

Penelitian ini bertujuan untuk melihat konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan harian tikus bunting yang disuntik bovine Somatotropin (bST) selama 9 hari kebuntingan yaitu hari ke-4 sampai dengan hari ke-12. Sampel yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) bunting sebanyak 26 ekor dan dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok minyak yang diberi bST 0 mg/KgBB (M) dan kelompok hormon yang diberi bST 9 mg/KgBB (H). Parameter yang digunakan adalah konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan harian tikus selama kebuntingan dari hari ke-4 sampai hari ke-19. Hasil penelitian menunjukkan bST tidak mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan pada tikus bunting. Konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan pada 2 kelompok tikus perlakuan (M & H) tidak berbeda nyata.

(3)

KONSUMSI PAKAN DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN TIKUS (Rattus norvegicus) BUNTING AKIBAT PENYUNTIKAN bST

(bovine Somatotropin)

DWI HAYATIN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Konsumsi Pakan dan Pertambahan Bobot Badan Harian Tikus (Rattus norvegicus) Bunting Akibat Penyuntikan bST (bovine Somatotropin).

Nama : Dwi Hayatin NIM : B04103034

Disetujui

Dr. drh. Aryani S. Satyaningtijas, M.Sc Drs.Pudji Achmadi Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan FKH IPB

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Konsumsi Pakan dan Pertambahan Bobot Badan Harian Tikus (Rattus norvegicus) Bunting Akibat

Penyuntikan bST (bovine Somatotropin).

Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini :

1. Bapak (Najumudin) dan ibu (Supina), Ayuk Lia, Adik Sidik serta keluarga besar penulis

2. Dr. drh. Aryani S. Satyaningtijas, M.Sc, Drs.Pudji Achmadi, Dr. Nastiti Kusumorini selaku pembimbing skripsi.

3. Dr. drh. Hera Maheshwari, M.Sc selaku dosen penguji 4. Dr. drh. Fadjar Satrija, M.Sc, selaku pembimbing akademik

5. Program Hibah Kompetisi A3 FKH IPB yang telah membiayai dan mendukung terlaksananya penelitian ini

6. Staf laboratorium Fisiologi dan Farmakologi (Ibu Ida, Ibu Sri, Pak Edi, Pak Wawan dkk).

7. Teman sepenelitian : Nurul, Intan, Meetha, Agus Dompu, Widia

8. Teman-teman penulis Gymnolemata’ 40, keluarga besar Asrama Putri Darmaga, HAMAS, Wisma “Elegant” DKM An-Nahl, Himpro Ruminansia, TPAI IPB, BEM FKH IPB, Ikhwah fillah, Mba Nur, Mba Sari, Mba Vina, Kak Novi, Mpo Hamida, Mba Beta dan adik-adik kelas (41,42)

9. Semua pihak yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini yang belum tercantum diatas

Semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan seperti yang diharapkan.

Bogor, September 2007

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kasui pada tanggal 23 Januari 1986. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Najamudin dan ibu Supina. Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1990 dengan memasuki TK Taman Kanak-kanak Pratiwi Kasui. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar Negeri I Kasui pada Tahun 1991 sampai dengan 1997, kemudian dilanjutkan ke SLTPN I Kasui hingga tahun 2000 dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMU KARTIKATAMA METRO, Lampung. Pada tahun yang sama penulis diterima di program studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).

(7)

DAFTAR ISI

Somatotropin dan Mekanisme Kerja………. 14

bovine Somatotropin………. 18

Efek bovine Somatotropin Terhadap Produksi Susu…….………… 19

Efek porcine Somatotropin Terhadap Karkas………. 20

MATERI DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 23

KESIMPULAN………. 29

SARAN……… 29

DAFTAR PUSTAKA………... 30

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Data biologis tikus...……….………. ..……….. 7

2. Kebutuhan energi dan bahan kering dari tikus dengan densitas energi 14,5 KJ/g pada beberapa kondisi fisiologis BB tertentu………... 12

3. Komposisi asam amino ST pada delapan jenis mamalia………... 15

4. Rataan konsumsi pakan harian……….. 24

5. Rataan bobot badan……… 25

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Aktivitas langsung dan tidak langsung ST pada pertumbuhan dan

metabolisme ……….. 16

2. Rataan konsumsi pakan harian ……….……. 24

3. Rataan bobot badan harian tikus bunting ………….……….. 25

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Uji-T untuk peningkatan bobot badan kelompok minyak dan hormon dari hari ke-4 sampai hari ke-13………

36

2. Uji-T untuk peningkatan bobot badan kelompok minyak dan hormon dari hari ke-14 sampai hari ke-19...

36

3. Uji-T untuk peningkatan bobot badan kelompok minyak dan hormon dari hari ke-4 sampai hari ke-19...

36

4. Uji-T untuk perbandingan bobot badan anak... 37

5. Uji-T untuk perbandingan konsumsi pakan... 37

6. Uji-T untuk konsumsi pakan pada beberapa selang hari... 41

(11)

KONSUMSI PAKAN DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN

HARIAN TIKUS (

Rattus norvegicus

) BUNTING AKIBAT

PENYUNTIKAN bST (

bovine Somatotropin

)

DWI HAYATIN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

DWI HAYATIN. Konsumsi Pakan dan Pertambahan Bobot Badan Harian Tikus (Rattus norvegicus) Bunting Akibat Penyuntikan bST (bovine Somatotropin). Di bimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan PUDJI ACHMADI

Penelitian ini bertujuan untuk melihat konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan harian tikus bunting yang disuntik bovine Somatotropin (bST) selama 9 hari kebuntingan yaitu hari ke-4 sampai dengan hari ke-12. Sampel yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) bunting sebanyak 26 ekor dan dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok minyak yang diberi bST 0 mg/KgBB (M) dan kelompok hormon yang diberi bST 9 mg/KgBB (H). Parameter yang digunakan adalah konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan harian tikus selama kebuntingan dari hari ke-4 sampai hari ke-19. Hasil penelitian menunjukkan bST tidak mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan pada tikus bunting. Konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan pada 2 kelompok tikus perlakuan (M & H) tidak berbeda nyata.

(13)

KONSUMSI PAKAN DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN TIKUS (Rattus norvegicus) BUNTING AKIBAT PENYUNTIKAN bST

(bovine Somatotropin)

DWI HAYATIN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Judul Skripsi : Konsumsi Pakan dan Pertambahan Bobot Badan Harian Tikus (Rattus norvegicus) Bunting Akibat Penyuntikan bST (bovine Somatotropin).

Nama : Dwi Hayatin NIM : B04103034

Disetujui

Dr. drh. Aryani S. Satyaningtijas, M.Sc Drs.Pudji Achmadi Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan FKH IPB

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Konsumsi Pakan dan Pertambahan Bobot Badan Harian Tikus (Rattus norvegicus) Bunting Akibat

Penyuntikan bST (bovine Somatotropin).

Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini :

1. Bapak (Najumudin) dan ibu (Supina), Ayuk Lia, Adik Sidik serta keluarga besar penulis

2. Dr. drh. Aryani S. Satyaningtijas, M.Sc, Drs.Pudji Achmadi, Dr. Nastiti Kusumorini selaku pembimbing skripsi.

3. Dr. drh. Hera Maheshwari, M.Sc selaku dosen penguji 4. Dr. drh. Fadjar Satrija, M.Sc, selaku pembimbing akademik

5. Program Hibah Kompetisi A3 FKH IPB yang telah membiayai dan mendukung terlaksananya penelitian ini

6. Staf laboratorium Fisiologi dan Farmakologi (Ibu Ida, Ibu Sri, Pak Edi, Pak Wawan dkk).

7. Teman sepenelitian : Nurul, Intan, Meetha, Agus Dompu, Widia

8. Teman-teman penulis Gymnolemata’ 40, keluarga besar Asrama Putri Darmaga, HAMAS, Wisma “Elegant” DKM An-Nahl, Himpro Ruminansia, TPAI IPB, BEM FKH IPB, Ikhwah fillah, Mba Nur, Mba Sari, Mba Vina, Kak Novi, Mpo Hamida, Mba Beta dan adik-adik kelas (41,42)

9. Semua pihak yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini yang belum tercantum diatas

Semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan seperti yang diharapkan.

Bogor, September 2007

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kasui pada tanggal 23 Januari 1986. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Najamudin dan ibu Supina. Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1990 dengan memasuki TK Taman Kanak-kanak Pratiwi Kasui. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar Negeri I Kasui pada Tahun 1991 sampai dengan 1997, kemudian dilanjutkan ke SLTPN I Kasui hingga tahun 2000 dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMU KARTIKATAMA METRO, Lampung. Pada tahun yang sama penulis diterima di program studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).

(17)

DAFTAR ISI

Somatotropin dan Mekanisme Kerja………. 14

bovine Somatotropin………. 18

Efek bovine Somatotropin Terhadap Produksi Susu…….………… 19

Efek porcine Somatotropin Terhadap Karkas………. 20

MATERI DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 23

KESIMPULAN………. 29

SARAN……… 29

DAFTAR PUSTAKA………... 30

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Data biologis tikus...……….………. ..……….. 7

2. Kebutuhan energi dan bahan kering dari tikus dengan densitas energi 14,5 KJ/g pada beberapa kondisi fisiologis BB tertentu………... 12

3. Komposisi asam amino ST pada delapan jenis mamalia………... 15

4. Rataan konsumsi pakan harian……….. 24

5. Rataan bobot badan……… 25

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Aktivitas langsung dan tidak langsung ST pada pertumbuhan dan

metabolisme ……….. 16

2. Rataan konsumsi pakan harian ……….……. 24

3. Rataan bobot badan harian tikus bunting ………….……….. 25

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Uji-T untuk peningkatan bobot badan kelompok minyak dan hormon dari hari ke-4 sampai hari ke-13………

36

2. Uji-T untuk peningkatan bobot badan kelompok minyak dan hormon dari hari ke-14 sampai hari ke-19...

36

3. Uji-T untuk peningkatan bobot badan kelompok minyak dan hormon dari hari ke-4 sampai hari ke-19...

36

4. Uji-T untuk perbandingan bobot badan anak... 37

5. Uji-T untuk perbandingan konsumsi pakan... 37

6. Uji-T untuk konsumsi pakan pada beberapa selang hari... 41

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan daging sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi yang seimbang. Daging sebagai salah satu produk peternakan yang berfungsi sebagai sumber protein hewani semakin dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat perlu dilakukan peningkatan populasi, produksi dan produktivitas ternak (Apriantono 2007).

Salah satu cara mempercepat pemenuhan kebutuhan protein hewani adalah dengan mengusahakan peningkatan populasi ternak prolifik seperti domba, kambing atau babi. Hewan prolifik adalah hewan yang mempunyai kemampuan reproduksi yang menghasilkan anak lebih dari satu dalam satu kali kelahiran. Namun demikian penambahan kuantitas tanpa adanya peningkatan kualitas kurang dapat diandalkan sebagai pemenuhan protein hewani yang optimal. Dewasa ini sudah banyak dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan bobot badan ternak dengan penambahan suplemen (feed aditif) dan tehnik-tehnik manipulasi reproduksi lainnya. Salah satu cara yang sedang dikembangkan adalah pemberian hormon pertumbuhan atau somatotropin yang mempunyai efek untuk meningkatkan kualitas (kinerja) ternak.

(22)

2

menurunkan kandungan lemak dalam daging, mengurangi limbah peternakan dan eskresi nitrogen (Omega 2003).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh bovine Somatotropin (bST) terhadap konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan tikus yang sedang bunting. Dasar pemikirannya adalah somatotropin atau GH dapat mempengaruhi metabolisme tubuh sehingga akan memperbaiki kinerja selama kebuntingan dan berpengaruh terhadap anak yang dilahirkan. ST berpengaruh pada metabolisme tubuh yang pada gilirannya akan menyediakan nutrien yang digunakan untuk memperbaiki fungsi produksi dan homeostatis tubuh (Vernon 1989). Pemberian hormon Porcine Somatotropin (pST) pada babi dapat meningkatkan bobot badan sebesar 100–140 kg (Kanis 1988). Pertambahan bobot badan induk diharapkan dapat menampilkan suatu kinerja reproduksi yang lebih baik sehingga ada pengaruh terhadap penampilan anak yang dikandung dan dilahirkan

Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk melihat konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan harian tikus bunting yang disuntik bST selama 9 hari kebuntingan yaitu hari ke-4 sampai dengan hari ke-12.

Manfaat

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Tikus

Tikus yang sudah menyebar keseluruh dunia dan digunakan secara luas untuk penelitian laboratorium ataupun sebagai hewan kesayangan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) yang berasal dari Asia Tengah (Malole dan Pramono 1989). Tikus laboratorium pertama -tama dikembangkan di Amerika Serikat antara tahun 1877 dan 1893 (Robinson 1979). Menurut Robinson (1979) taksonomi tikus laboratorium adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animal Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata (Craniata) Kelas : Mamalia

Subkelas : Theria Infrakelas : Eutheria Ordo : Rodentia Subordo : Myomarpha Superfamili : Muroidea Famili : Muridae Subfamili : Murinae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Biologi Tikus

(24)

4

berkembang biak (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Menurut (Turner & Bagnara 1976) siklus estrus pada tikus dibagi menjadi 4 stadium yaitu:

1. Proestrus

Proestrus berlangsung kira-kira 12 jam (Smith & Mangkoedjojo 1988). Stadium ini menandakan datangnya birahi dan mempunyai ciri-ciri involusi fungsional korpus luteum serta pembengkakan praovulasi folikel. Cairan terkumpul didalam uterus dan uterus menjadi sangat kontraktil. Pada preparat ulas vagina didominasi oleh sel-sel epitel berinti yang muncul secara tunggal atau berbentuk lapisan.

2. Estrus

Stadium ini merupakan masa birahi dan kopulasi hanya dimungkinkan terjadi pada stadium ini. Stadium ini berlangsung kira-kira 12 jam (Smith & Mangkoedjojo 1988). Kondisi ini berakhir setelah 9-15 jam dengan ciri-ciri aktivitas berlari-berlari yang sangat tinggi. Pengaruh FSH menyebabkan sel-sel folikel ovari tumbuh dengan cepat dimana folikel ini memproduksi estrogen sehingga dengan makin banyaknya sel folikel ovari yang tumbuh maka sekresi estrogen juga meningkat. Estrus disebabkan oleh sekresi estrogen yang meningkat. Perubahan-perubahan atau ciri-ciri tikus yang estrus termasuk menggerak-gerakan telinga, lordosis, melengkungnya punggung dalam menanggapi perlakuan manusia atau mendekatnya hewan jantan. Pada sediaan ulas vagina terlihat hanya sel-sel kornifikasi (sel epitel mengalami penandukan dan seringkali tanpa inti) (Smith & Mangkoedjojo 1988). Apabila terjadi kebuntingan, siklus akan terganggu selama masa gestasi yang berakhir 20 sampai 22 hari pada tikus. Hewan menjadi estrus pada akhir kebuntingan namun siklusnya tertunda sampai berakhirnya laktasi (Turner & Bagnara 1976). Tikus betina siap kawin selama stadium ini. Ovulasi terjadi selama estrus dan didahului oleh perubahan histologik didalam folikel yang menunjukkan adanya luteinisasi awal. Cairan lumen didalam uterus hilang sebelum ovulasi (Turner & Bagnara 1976).

3. Metestrus

(25)

5

folikel-folikel kecil, uterus mengalami vaskularisasi dan kontraksi berkurang. Menurut (Smith & Mangkoedjojo 1988) metestrus dapat dibedakan menjadi metestrus I dan metestrus II.

o Metestrus 1

Stadium ini berlangsung kira-kira 15 jam. Pada sediaan ulas vagina terlihat sel-sel kornifikasi, tetapi dapat dibedakan dengan stadium 2 karena biasanya ada sumbat air mani menggumpal dalam vagina (bila hewan sudah kawin).

o Metestrus II

Stadium ini berlangsung kira-kira 6 jam. Pada sediaan ulas vagina tampak sel-sel kornifikasi dan mulai tampak leukosit.

4. Diestrus

Stadium ini berakhir 60 sampai 70 jam (Turner & Bagnara 1976), sedangkan menurut (Smith & Mangkoedjojo 1988) stadium ini berlangsung kira-kira 57-60 jam. Pada stadium ini terjadi regresi fungsional korpus luteum. Mukosa vagina tipis dan leukosit bermigrasi (Turner & Bagnara 1976). Pada stadium ini terlihat sel-sel epitel dan leukosit. Tidak ada batas waktu kapan stadium ini berakhir (Smith & Mangkoedjojo 1988).

(26)

6

tahun dengan berat badan 450-520 gram pada jantan dewasa dan 250-300 gram pada betina dewasa (Malole dan Pramono 1989).

Tikus tidak memiliki musim reproduksi tertentu sebagai akibat seleksi dan pengaruh lingkungan (Bennet and Vickery 1970). Setiap hewan betina yang telah dewasa akan mendapat estrus secara teratur dan berlangsung menurut suatu siklus dengan ritme yang khas (Hafez 1987). Siklus birahi pada mamalia betina ditandai dengan adanya perubahan morfologik pada organ reproduksi dan perubahan tingkah laku yang berlangsung menurut suatu siklus tertentu (Cole dan Cupps 1977).

(27)

7

8-11 jam setelah muncul estrus, spontan 5-6 hari sesudah fertilisasi

Rata-rata 9 maksimal 20 ekor

12 puting, 3 pasang di daerah dada, 3 pasang di daerah perut

5-6 gram

300-400 gram untuk jantan, 250-300 gram untuk betina

5 gram/hari Sumber : Smith & Mangkoewidjojo (1988)

Pakan

Umumnya makanan tikus tersusun dari komposisi alami dan mudah diperoleh dari sumber daya komersial. Namun demikian, pakan yang diberikan pada tikus sebaiknya mengandung nutrien dalam komposisi yang tepat. Protein pakan harus mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan tikus yaitu: Arginin, Histidin, Isoleusin, Leusin, Methionin, Fenilalanin, Treonin, Tryptofan, dan Valine (Mc Donald 1980). Pakan juga harus mengandung vitamin seperti vitamin A, D, B12, Alfatokoferol, Asam linoleat, Thiamin, Riboflavin, Phantotenat, Biotin, Pyridoksin, dan Cholin.

(28)

8

Menurut (Pond dan Houpt 1995), rasa lapar ditimbulkan oleh kebutuhan fisiologis. Selera makan berhubungan dengan kondisi internal yaitu kondisi fisiologis dan psikologis yang akan merangsang atau menghambat rasa lapar pada seekor hewan. Jadi rasa lapar dan selera makan adalah hal yang berhubungan dan mempengaruhi tingkat kons umsi pakan dari hewan. Pada saat kadar gula rendah maka kondisi ini akan menyebabkan rasa lapar dan merangsang keinginan hewan untuk makan.

Seekor tikus dewasa rata-rata mengkonsumsi sekitar 5 gram pakan dan 10 ml air per 100 gram BB (Malole dan Pramono 1989) atau 12-20 g/hari/ekor dan 20-40 ml air/hari/ekor (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Secara spesifik Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyebutkan bahwa pada suhu 210C tikus jantan yang berumur 6 bulan akan mengkonsumsi pakan sebanyak 11,8 /100g BB/hari dan tikus betina yang berumur 1 tahun mengkonsumsi 5,3 g/100g/BB/hari. Rata-rata pemberian pakan harian untuk tikus Sprague-Dawley selama periode pertumbuhan dan reproduksi mendekati 15-20 g untuk jantan dan 10-15 g untuk betina (National Research Council 1978). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa umur, jenis kelamin dan suhu lingkungan berpengaruh terhadap konsumsi pakan.

Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa pada kondisi dimana pakan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas maka tikus dapat mengurangi konsumsi energinya, tetapi jika nafsu makan pakan berlebih, tikus dapat meningkatkan penggantian energi. Adapun kriteria yang umum digunakan dalam memperkirakan kecukupan nutrisi makanan antara lain pertumbuhan, reproduksi, pola tingkah laku, kesediaan nutrisi, aktivitas enzim, histologi jaringan dan kandungan asam amino dan protein pada jaringan (National Research Council 1978).

(29)

9

pemberian nutrisi (seperti waktu protrombin untuk vitamin K), kandungan protein atau asam nukleat pada jaringan dan perubahan kebiasaan atau tingkah laku Rogers (1979).

Sistem Pencernaan

Tikus merupakan hewan pengerat yang mempunyai gigi seri 1/1 dan geraham 3/3 dan hanya gigi seri yang terus tumbuh (Malole & Pramono 1989). Secara umum sistem pencernaan pada tikus hampir sama dengan hewan mamalia lainnya. Alat pencernaan mulai dari mulut, esofagus, lambung, usus halus dan berakhir diusus besar. Esofagus memasuki lambung pada bagian kurvatura minor bersambung ke lipatan dari bagian peninggian yang membagi lamb ung bagian depan dan lambung kelenjar. Lipatan tadi membuat tikus tidak dapat muntah. Usus halus terdiri dari duodenum, jejenum dan ileum. Panjang usus halus ini kira-kira lima kali panjang usus besar. Fungsi penyerapan pada masing-masing bagian usus halus tergantung kepada jenis zat makanan yang akan diserap. Glukosa maksimum diserap dijejenum dan dibagian atas ileum, galaktosa dipertengahan dari ketiga usus halus, protein utuh dan albumin diserap disegmen paling ujung dari usus halus, sedangkan lemak diserap dijejenum. Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rektum (Bivin et al. 1979).

Kecernaan

Kecernaan makanan didefinisikan sebagai jumlah pakan yang diserap oleh tubuh hewan atau yang tidak diekresikan melalui feses (Mc Donald 1980). Kecernaan biasanya dinyatakan dalam bentuk persen (%). Pengukuran kecernaan dilakukan dengan pemberian pakan yang diketahui jumlahnya, lalu berat feses yang diekresikan ditimbang. Misalnya berat pakan yang diberikan adalah A gram dan berat feses adalah B gram, maka kecernaan pakan tersebut adalah

% Kecernaaan = A-B x 100% A

(30)

10

yang relatif singkat sehingga terjadi penurunan kecernaan makanan. Menurut Flatt (1975) kecernaan pakan dipengaruhi oleh level pemberian pakan dan komposisi kimia yang dikandung pakan. Dibawah ini akan dijelaskan secara umum kecernaan zat-zat makanan seperti karbohidrat, lemak, protein, dan energi yang dikandung oleh pakan.

Karbohidrat

Karbohidrat bagi manusia dan hewan digunakan sebagai sumber energi. Lemak dan karbohidrat menyediakan sebagian besar energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Senyawa-senyawa karbohidrat mudah dipecah dalam reaksi tubuh yang kemudian menghasilkan energi (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Kebutuhan karbohidrat seekor tikus dari pakan yang mengandung bahan kering 90% adalah sebesar 40-50% (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Karbohidrat yang bisa digunakan tikus antara lain : glukosa, sukrosa, maltosa, fruktosa dan pati yang berasal dari jagung, beras dan gandum. Pemberian laktosa atau galaktosa akan menyebabkan kelemahan pertumbuhan dan katarak. Metabolisme karbohidrat dipengaruhi atau mempengaruhi zat gizi lain (Rogers 1979).

Lemak

Lemak pada pakan, terutama asam lemak esensial (Esensial Fatty Acid = EFA) dibutuhkan untuk sintesis jaringan lemak dan membran sel. Secara nyata lemak merupakan sumber kalori dan penting untuk absorbsi vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Masa pertumbuhan, masa dewasa dan masa reproduksi tergantung dari ketersediaan lemak, tetapi kelebihan lemak juga akan menyebabkan masalah yang tidak kalah penting misalnya timbul penyakit jantung dan obesitas (Rogers 1979).

(31)

11

Zhao et al (1996) menyatakan bahwa kecernaan lemak dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya kecernaan lemak dan energi akan lebih tinggi pada suhu 180C dan peningkatan protein dalam ransum secara nyata akan meningkatkan kecernaan lemak. Peningkatan kecernaan lemak dengan bertambahnya jumlah protein dalam ransum berhubungan dengan adanya protein yang tidak tercerna di saluran pencernaan. Protein yang tidak tercerna ini mempunyai peranan dalam pembentukan dan stabilisasi misel diusus. Setiap gram lemak mengandung energi 38 KJ atau 99 kkal, nilai ini dua kali lebih besar dari energi yang dikandung oleh protein dan karbohidrat. Pada keadaan ini, lemak mempunyai nilai besar terhadap pertambahan BB terutama saat nafsu makan menurun (Groenewegen et al. 1990).

Protein

Protein adalah salah satu zat gizi yang sangat penting bagi makhluk hidup karena kulit, tulang, otot dan semua bagian tubuh lain dibangun oleh protein. Groenewegen et al. (1990) menyebutkan bahwa protein mempunyai banyak fungsi yaitu digunakan untuk membangun jaringan yang baru selama periode pertumbuhan, kehamilan, masa anak-anak, untuk kesehatan tubuh dan juga untuk memperbaiki jaringan tubuh yang rusak.

Kebutuhan protein dan asam amino untuk kesehatan tikus dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : status fisiologis hewan (umur, kecepatan tumbuh, kebuntingan, masa menyusui) juga dipengaruhi oleh jumlah kalori dalam diet dan komposisi asam amino serta kecernaan asam amino tertentu yang banyak digunakan tubuh. Kebutuhan protein menurun dengan bertambahnya umur setelah lepas sapih, kebutuhan tikus jantan dan betina yang tidak bunting diatas umur tiga bulan sangat rendah sekali dibandingkan dengan masa pertumbuhan aktif (Rogers 1979).

(32)

12

protein tersebut mengandung asam amino esensial dalam jumlah dan konsentrasi yang tepat. Kadar protein yang dikandung pakan dan suhu lingkungan dimana seekor tikus ditempatkan akan mempengaruhi energi, kecernaan lemak dan protein. Jumlah protein yang tinggi dalam pakan secara nyata akan menyebabkan peningkatan kecernaan protein, energi dan lemak. Juml ah protein yang masuk dan protein yang tertahan didalam tubuh pada suhu 180C akan lebih besar dibandingkan pada suhu 280C dan meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah protein didalam pakan. Hal ini menunjukkan bahwa termogenesis berpengaruh terhadap konsumsi dan kecernaan protein (Zhao et al. 1996).

Energi

Energi yang dibutuhkan oleh tikus merupakan jumlah dari kebutuhan energi untuk hidup pokok, tumbuh, bunting, menyusui, aktivitas fisik, produksi panas dan kondisi-kondisi fisiologis atau patologis lainnya (Rogers 1979). Energi yang digunakan untuk mempertahankan hidup disebut energi basal yang merupakan bagian terbesar kebutuhan energi yaitu sekitar 1/2 sampai 2/3 dari energi yang digunakan. Energi basal dipengaruhi oleh komposisi tubuh, luas permukaan dan ukuran tubuh, jenis kelamin, tahap pertumbuhan, umur dan suhu tubuh. Aktivitas tubuh memerlukan energi dalam jumlah terbesar nomor dua setelah energi basal. Kebutuhan energi untuk aktivitas bervariasi sesuai dengan jenis dan waktu aktivitas. Groenewegen et al. (1990) melaporkan, jumlah energi yang dibutuhkan tikus yang diberi pakan ad libitum pada beberapa kondisi fisiologis dengan BB tertentu terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2 Kebutuhan energi dan bahan kering dari tikus dengan densitas energi 14,5 KJ/g pada beberapa kondisi fisiologis dan BB tertentu

(33)

13

Pond dan Houpt (1995) menyebutkan bahwa energi yang tertahan didalam tubuh akan meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan, tetapi hubungan ini tidak bersifat linier dan berbeda pada berbagai tipe diet. Alasan terhadap perbedaan ini sampai sekarang belum dapat dimengerti secara lengkap. Kecernaan energi dapat menurun pada kondisi dimana kecepatan laju alir makanan meningkat, misalnya dengan adanya peningkatan konsumsi pakan maka laju alir makanan juga meningkat dan lamanya makanan tinggal diusus menurun sehingga serapan makanan menurun, produksi feses semakin banyak dan akibatnya kecernaan menurun.

Pertumbuhan

Pertumbuhan mengandung makna yang cukup luas bagi seekor makhluk hidup. Pertumbuhan bisa berarti bertambahnya ukuran panjang, tinggi tubuh atau bisa juga menunjukkan bertambahnya bobot badan (BB). Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan BB dan peningkatan ukuran akibat peningkatan jumlah sel (hiperplasia) atau peningkatan ukran sel (hipertrofi) (Lawrence dan Fowler 2002). Pola pertumbuhan pada tikus sama seperti pola pertumbuhan pada hewan secara umum yaitu berbentuk kurva sigmoid.

Kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada hewan tikus, pertumbuhan berlaku terus menerus selama tikus hidup. Pertumbuhan yang cepat terjadi sampai tikus lepas sapih, setelah tikus mencapai umur dewasa kecepatan pertumbuhan akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Pertumbuhan hewan dimulai sejak masih fetus. Pertumbuhan pada waktu fetus dipengaruhi oleh faktor keturunan, kesuburan induk, jenis kelamin, suhu lingkungan dan tidak kalah penting adalah nutrisi induk (Robinson 1979).

(34)

14

Penurunan jumlah protein didalam pakan berhubungan dengan penurunan kecepatan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan pakan (Zhao et al. 1996). Bila jumlah kalori yang diperoleh dari makanan lebih kecil dari energi yang dikeluarkan (keseimbangan negatif) maka cadangan nutrien tubuh akan digunakan, glikogen, protein tubuh dan lemak akan dihancurkan dan bobot badan akan berkurang (Ganong 2002).

Somatotropin dan Mekanisme Kerja

Growth Hormon adalah suatu hormon protein yang secara alami di produksi kelenjar pituitari untuk meningkatkan pertumbuhan dan mempengaruhi lemak tubuh (Marchlin 1972). Somatotropin (ST) adalah nama ilmiah hormon pertumbuhan (Growth Hormon atau GH) yang merupakan hormon protein atau hormon polipeptida dengan rangkaian 190-191 asam amino yang membentuk satu molekul polipeptida.

(35)

15

Tabel 3 Komposisi asam amino ST pada delapan jenis mamalia

Sumber : Turner dan Bagnara (1976)

ST setelah dikeluarkan oleh pituitari akan diangkut melalui sistem aliran darah, namun dengan sifat molekulnya yang besar hormon ini tidak dapat menerobos membran sel sehingga hormon protein memerlukan kehadiran reseptor spesifik di membran sel Turner dan Bagnara (1976). Meskipun ST telah diketahui sejak tahun 30-an, pada permulaan tahun 1937 para peneliti melaporkan bahwa sapi-sapi yang disuntik dengan ekstrak ST dari hipofise sapi yang diperoleh dari rumah potong hewan (RPH) memperlihatkan peningkatan produksi susu. Pada tahun 70-an, kemajuan yang dicapai hanya sebatas aplikasi ST pada ternak untuk tujuan komersial, hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan produksi ST. Untuk memperoleh ST yang akan diberikan kepada seekor sapi dibutuhkan ekstrak hipofise yang berasal dari 200 ekor sapi (Hardjopranjoto 2001).

(36)

16

yang disekresikan oleh hati, somatomedin merangsang pertumbuhan tulang-tulang panjang pada hewan pradewasa dan merangsang peningkatan ukuran tubuh. Pengaruh hormon ini terlihat jelas dari peningkatan massa tulang, otot, hati dan ginjal (Frandson 1992). Berikut disajikan Gambar Aktivitas langsung dan tidak langsung ST pada pertumbuha n dan metabolisme (Kamil et al. 2001)

Gambar 1 Aktivitas langsung dan tidak langsung ST pada pertumbuhan dan metabolisme (Kamil et al. 2001)

(37)

17

hampir sebagian besar disintesis dihati (55%) (Kamil et al. 2001) walaupun beberapa jaringan dapat mensintesisnya sehingga IGF-1 bukan saja bereaksi secara endokrin tetapi juga sebagai autokrin atau parakrin (Prosser & Mephan 1989; Sharma et al. 1994; Tucker 2000; Kamil et al. 2001) sehingga level plasma IGF-1 merupakan produksi kumulatif dari beberapa jaringan (Tucker 2000). Produksi IGF-1 akut sensitif terhadap status nutrien (Prosser & Mepham 1989). Pengaruh langsung khususnya dalam rangka penggalangan zat-zat makanan, sedangkan pengaruh tidak langsung bukan berkaitan dengan proses produksi yang mungkin sebagian diperantarai oleh IGF-1. Kerja somatotropin bergantung pada keadaan fisiologis hewan percobaan.

Fungsi fisiologis hormon ini adalah mempengaruhi proses metabolisme yang menyangkut pertumbuhan melalui sintesis protein, menigkatkan transportasi asam amino kedalam sel, mempengaruhi metabolisme karbohidrat, glukoneogenesis didalam hati, memacu mobilisasi asam lemak tubuh (Hardjopronjoto 2001; Koentjoko 2001; Soeharsono 2001) dan meningkatkan oksidasi asam lemak serta mempengaruhi metabolisme mineral yaitu meningkatkan retensi Ca, Mg, P, Na, K dan Cl, memacu pertumbuhan misalnya panjang tulang rawan (Taylor dan Field 2004). ST mampu mempercepat pengangkutan asam amino melalui dinding sel ke dalam sitoplasma sehingga dapat menambah konsentrasi asam amino di dalam sel dan dapat meningkatkan sintesa protein (Harper et al. 1979). Selain itu ST juga dapat meningkatkan pembentukan asam ribonukleat (ARN) dalam inti sel sehingga dapat mendorong proses transkripsi dan translasi dalam ribosom didalam sitoplasma sel sehingga dapat mengakibatkan seintesa protein (Hardjopronjoto 2001). Somatotropin merangsang seluruh sintesis protein sehingga mengakibatkan peningkatan retensi nitrogen dan posfor, asam amino dan urea turun, dalam hal ini ST bekerja sinergis dengan insulin (Harper et al. 1979).

(38)

18

terhadap insulin didalam otot dan jaringan adiposa, dimana hormon ini meningkatkan lipolisis dan meningkatkan jumlah benda-benda keton di dalam darah (Frandson 1992).

bovine Somatotropin (bST)

bovine Somatoropin adalah growth hormone yang secara alami dihasilkan oleh kelenjar pituitari sapi yang ditujukan untuk meningkatkan berat badan tanpa harus memberi pakan dalam jumlah banyak (overfeeding) dan mempengaruhi proses metabolisme yang menyangkut pertumbuhan melalui stimulasi sintesis protein, transportasi asam amino ke dalam sel, metabolisme karbohidrat, glukoneogenesis dalam hati, mobilisasi lemak tubuh serta memacu pertumbuhan (Guyton dan Hall 1997). Efek dari bST menurut Crooker et al. (1994) yaitu :

1. bST mengkoordinir pemanfaatan dari bahan gizi.

2. bST meningkatkan efisiensi dari pemanfaatan makanan 5 – 15%

3. Food and Drug Administration telah menetapkan daging dan susu yang diperoleh dari perlakuan bST aman untuk dikonsumsi.

4. Sapi atau hewan yang mendapat perlakuan bST sehat.

5. bST tidak meningkatkan efek dari perlakuan antibiotik sebelumnya.

Setelah 50 tahun pemakaian ST berkembang pesat khususnya ketika ditemukan sistem rekombinan, ST banyak digunakan untuk meningkatkan produksi daging dan susu ( Kamil et al. 2001). Dewasa ini berkembang hormon rekombinan antara lain rekombinant growth hormon (rbGH) atau rekombinan Somatotropin (rbST). Salah satu produk tersebut dibuat oleh Monsanto Corporation melalui rekayasa genetika, yakni rbGH dengan nama dagang posilac yang juga dikenal bST atau bGH atau rbGH. Terdapat 3 macam hormon ya ng mendapat perhatian dalam penggunaanya dewasa ini yaitu bovine Somatotropin (bST), ovine Somatotropin (oST), dan porcine Somatotropin (pST) (Hardjopranjoto 2001).

(39)

19

pencernaan. Hasil dari bakteri tersebut akan dimurnikan dan disuntikan kembali ke sapi sebagai suatu penambahan hormon pertumbuhan dari luar (Hartwig 1991). Secara alami bST yang dihasilkan langsung maupun tidak langsung berefek dalam mengkoordinir metabolisme dari berbagai organ dan jaringan pendukung dalam produksi susu.

Kombinasi penggunaan pST dapat meningkatkan efisiensi pakan dan penurunan jumlah deposisi lemak pada tubuh hewan (Gillespie 1992). Porcine somatotropin memecah enzim diusus babi sebelum mancapai pembuluh darah karena itu tidak dapat mencapai target organ bila tidak ada suplemen tambahan (Feed additif) (Gillespie 1992).

Konsentrasi bST adalah 5-15 mg / kelenjar jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan jumlah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise lainya. bST aktif pada manusia dan tikus (Harper et al.1979). pST dan bST mempunyai fungsi fisiologik dan metabolik pada pertumbuhan dan laktasi. bST merangsang sintesis protein, transport asam amino di sel otot, metabolisme karbohidrat (Taylor dan Field 2004).

Efek bovine Somatotropin Terhadap Produksi Susu

Penggunaaan somatotropin pada sapi laktasi dapat memodifikasi hampir seluruh aspek metabolisme baik melalui pengaruh langsung atau tidak langsung (Vernon 1989). Proses modulasi aliran substrat ke kelenjar susu sangat ditentukan oleh konsentrasi substrat dan laju aliran darah kekelanjar susu. Substrat atau zat-zat makanan yang berada dalam sirkulasi berasal dari penyerapan sistem saluran pencernaan (Davis & Collier 1983) dan mobilisasi cadangan energi tubuh (Vernon 1989), yang selanjutnya masuk kedalam sel-sel sekretori dengan sistem transportasi melalui pengaturan hormonal.

(40)

20

darah yang berasal dari makanan. Suplai glukosa tubuh dipenuhi melalui glukokoneogenesis hati yang mana produksinya dapat bertambah 3 kg/hari pada sapi laktasi yang tinggi (Peel and Bauman 1981).

bST yang mempunyai efek terhadap produksi susu sapi agar menjadi lebih tinggi hingga mencapai 10-20%, mempunyai konsekuensi yaitu tubuh akan memerlukan pakan dan energi yang lebih tinggi yang dipergunakan untuk peningkatan efisiensi produksi kelenjar susu (Damron 2003), sehingga pemberian bST secara langsung akan membutuhkan tambahan pakan untuk pemeliharaan tubuh (Taylor dan Field 2004).

Di USA tahun 1998 produksi susu rata-rata 14,378 pon. Kombinasi antara pengembangan pakan dan managemen serta adanya suplemen bST dapat meningkatkan produksi susu rata-rata 25 % (17,992 pon ) pada tahun 2000. Secara alami, hormon ini sudah dihasilkan tubuh tetapi tidak cukup jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan tubuh bila tidak ada suplemen tambahan dari luar (Anonim 2007).

Efek porcine Somatotropin Terhadap Karkas

(41)

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di kandang hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi mulai bulan Mei-Desember 2006.

Persiapan Penelitian

Tikus jantan dan betina (Rattus norvegicus) galur Sprague-Dawley berumur kira-kira 16 minggu diletakkan dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik, dengan alas mengunakan sekam dan tutup kandang tikus menggunakan kawat kasa. Tikus betina yang digunakan berasal dari hasil perkawinan paritas kedua. Tikus jantan digunakan untuk mengawini betina sehingga diperoleh tikus betina bunting. Selama penelitian tikus dikandangkan secara individu dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik yang berukuran 30 cm x 20 cm x 12 cm yang dilengkapi dengan kawat kasa sebagai penutup bagian atasnya. Pencahayaan dilakukan selama 12 jam (06.00 – 18.00) dan pakan diberikan 50 gram/hari sedangkan air minum diberikan ad libitum.

Metode

1. Tikus dikawinkan terlebih dahulu untuk memperoleh tikus bunting, ciri bunting adalah dengan ditemukannya sperma pada preparat ulas vagina yang dilakukan di pagi hari. Setelah dilakukan ulas vagina, tikus jantan dan betina yang bunting dipisahkan sehingga tidak ada kesempatan untuk kawin kembali setelah diswab. Sedangkan tikus yang tidak bunting akan dikawinkan kembali kira-kira pukul 16.00-17.00 WIB.

2. Tikus yang bunting dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang disuntik dengan minyak (M) dan hormon (H).Tikus kelompok M dan H disuntik dari hari ke 4 hingga hari ke 12. Penyuntikan dilakukan secara intramuskuler (IM) pada kaki belakang secara bergantian. Dosis bST yang diberikan adalah 0 mg/KgBB (M) dan 9 mg/KgBB (H).

(42)

22

dikonsumsi dihitung dengan cara menimbang sisa pakan, (50 gram-sisa pakan). Perhitungan pakan dilakukan setiap hari sampai hari ke 19. Pada semua kelompok perlakuan dilakukan pencatatan bobot badan induk dan dibiarkan lahir secara alami.

Parameter yang diamati

1. Bobot badan tikus bunting (hari ke 4 sampai dengan hari ke 19) 2. Konsumsi pakan harian (hari ke 4 sampai dengan hari ke 19)

Analisis Data

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

bST sudah banyak digunakan dalam penelitian yang menyangkut reproduksi dan produksi susu melalui peran bST terhadap metabolisme karbohidrat dan lemak. Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilaporkan peneliti terdahulu bahwa bST dapat meningkatkan produksi susu hingga mencapai 30 % (Manalu 1994), maka efek bST terhadap konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan tikus bunting perlu dikaji lebih lanjut. Penelitian ini menyajikan efek bST terhadap konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan (BB) pada tikus bunting.

Perhitungan kenaikan bobot badan dilakukan pada tiga titik yaitu pada hari 4-13, 14-19 dan 4-19. Perhitungan BB dimulai dari hari ke 4-13, hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyuntikan bST terhadap kenaikan bobot badan. Perhitungan BB dimulai pada hari ke-4 sesuai dengan hari dimulainya penyuntikan. Masa implantasi pada tikus terjadi pada hari ke-4 kebuntingan dimana masa ini adalah masa rentan untuk mengetahui keberhasilan implantasi sehingga bST disuntikan pada hari ke-4 untuk mengantisipasi hal tersebut. Perhitungan konsumsi pakan dan pertambahan BB hari ke-13 yaitu sehari setelah penyuntikan (hari ke-12 kebuntingan). Masa plasentasi pada tikus terjadi pada hari ke-12 yang juga merupakan masa pertumbuhan optimal sehingga penyuntikan dilakukan dari hari ke-4 sampai dengan ke-12. Perhitungan BB pada hari ke-13 diasumsikan masih ada pengaruh bST pada penyuntikan terakhir (hari ke-12). Perhitungan BB hari ke 14-19 dilakukan untuk mengetahui bST masih berpengaruh atau tidak terhadap kenaikan BB. Hari ke 4-19 dilakukan pengukuran BB untuk mengetahui total kenaikan BB. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan uji t student karena hanya ada dua perlakuan yaitu minyak dan hormon.

(44)

24

Tabel 4 Rataan konsumsi pakan harian (gram) Usia kebuntingan

Keterangan : huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan bahwa hasil tidak

berbeda nyata (p> 0.05) ; tn = tidak nyata

Gambar 2 Rataan konsumsi pakan harian.

Dari Gambar 2 atas dapat dilihat bahwa konsums i pakan tikus yang diberi perlakuan hormon cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsumsi pakan tikus yang diberi perlakuan minyak, hanya pada beberapa titik berlaku kebalikannya, pada hari ke 7, 12, 15, 18. Penyuntikan bST 9 mg/KgBB lebih tinggi konsumsi pakannya bila dibandingkan dengan bST 0 mg/KgBB.

National Research Council (1978) menyatakan bahwa rata-rata pemberian pakan harian untuk tikus putih galur Sprague-Dawley selama periode pertumbuhan dan reproduksi mendekati 15-20 gram untuk jantan dan 10-15 gram untuk betina. Faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin dan suhu lingkungan berpengaruh terhadap konsumsi pakan. Konsumsi pakan untuk tikus betina pada usia kebuntingan 4-13 hari yang diberi perlakuan hormon adalah sebesar 14-15 gram/hari (normal 10-15 gram/hari) yang masih berada dalam kisaran normal. Pada usia kebuntingan 14-19 hari konsumsi pakan mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan bahwa semakin tua usia kebuntingan maka konsumsi pakan akan meningkat karena metabolisme dalam kondisi fisiologis bunting juga meningkat.

(45)

25

bST menyebabkan perubahan dalam metabolisme karbohidrat yaitu menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan glukosa yang dapat dipergunakan oleh tikus untuk aktivitas reproduksi. Peningkatan kebutuhan glukosa menuntut asupan pakan yang lebih tinggi dalam memenuhi kebutuhan tikus bunting. Berikut disajikan tabel rata-rata bobot badan harian Tabel 5 dan Gambar 3.

Tabel 5 Rataan bobot badan (gram) Usia kebuntingan

Keterangan : huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan bahwa hasil tidak

berbeda nyata (p> 0.05) ; tn = tidak nyata

Gambar 3 Rataan bobot badan harian tikus bunting.

Bobot badan meningkat sesuai umur kebuntingan yang semakin tua, dimana kebutuhan nutrien untuk fetus semakin besar sehingga konsumsi pakan yang sema kin meningkat dari hari ke hari, tetapi kenaikan tersebut relatif kecil pada hari ke-4 sampai hari ke-12. Sedangkan mulai pada hari ke-13 terjadi fluktuasi peningkatan sampai pada hari ke-19. Hal ini karena tikus telah memasuki masa plasentasi. Masa plasentasi adalah masa dimana plasenta sudah terbentuk dan terjadi pembesaran abdomen serta adanya vaskularisasi yang tinggi yang menghubungkan antara induk dan embrio (Hunter 1995). Pada tikus proses plasentasi terjadi kira-kira pada usia kebuntingan 12 hari yang diperlihatkan oleh

(46)

26

tingginya konsentrasi laktogen plasenta dalam serum induk (Kelly et al. 1976). Secara umum, bobot badan tikus yang diberi perlakuan hormon cenderung lebih besar daripada bobot badan tikus yang diberi perlakuan minyak, tetapi perbedaannya relatif kecil, terutama jika dilihat pada selang hari ke-4 sampai hari ke-12. Mulai hari ke 13 terjadi fluktuasi dimana pada hari ke-13 dan ke 18 perlakuan minyak memberi pengaruh yang lebih besar terhadap bobot badan daripada perlakuan hormon, ini mungkin terjadi karena pemberian bST sudah dihentikan pada hari ke 12.

bST sangat berperan dalam pertumbuhan, laktasi dan perkembangan kelenjar susu pada sapi (Cunningham 1994). Dalam hubungannya dengan pertumbuhan, penelitian yang dilakukan oleh Groenewegen et al. (1990) dan Burton et al. (1994) pada sapi pedaging Eropa menunjukkan bahwa pemberian hormon pertumbuhan dapat meningkatkan rata-rata pertumbuhan sapi. Meningkatnya pertumbuhan ini diduga melalui perantara kerja IGF-I (Armstrong et al. 1995 dan Enright et al. 1990). Dugaan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Ballard et al. (1993) yang menunjukkan bahwa pengaruh secara tidak langsung melalui IGF-I menyebabkan terjadinya peningkatanpertumbuhan.

Pengaruh Somatotropin (ST) yang mirip dengan pengaruh insulin terjadi selama awal-awal pemberian. Pengaruh lanjutan ST adalah bersifat anti insulin yaitu mampu mengurangi penggunaan glukosa dengan merombak cadangan lemak, saat sintesis asam lemak berantai panjang terhambat (Manalu 1994).

Berdasarkan penelitian pada domba, peneliti–peneliti terdahulu menemukan bahwa ST tidak berpengaruh pada sintesis dan perombakan protein, sementara IGF-1 merangsang sintesa protein dan mempunyai pengaruh terhadap perombakan protein (Manalu 1994). Pemberian ST pada sapi dalam jangka waktu panjang akan menurunkan laju lipogenesis, yang menunjukkan ST bekerja pada jaringan itu sendiri.

(47)

27

1989). Beberapa peneliti melaporkan bahwa, pengaruh yang muncul dengan adanya ST menyebabkan konsumsi pakan meningkat sehingga efisiensi pakan menjadi lebih baik (Sandles and Peel 1987) atau konsumsi pakan meningkat tetapi efisiensi pakan sama (Fabry et al. 1987).

Dari Tabel 5 terlihat bahwa bobot badan pada perlakuan bST 9 mg/KgBB lebih tinggi dibandingkan dengan dengan perlakuan bST 0 mg/KgBB. Hal ini disebabkan karena tubuh berespon terhadap kondisi stres yang menyebabkan dikeluarkannya hormon-hormon pertumbuhan, glukagon dan hormon-hormon lainnya (Guyton dan Hall 1997). Perlakuan bST berespon dengan adanya cekaman (stres) dengan tujuan menyediakan energi yang dibutuhkan oleh tubuh (Guyton dan Hall 1997). Respon ini bisa berupa meningkatkan lipolisis (pemecahan lemak tubuh) sehingga energi terpenuhi kembali. Energi yang dialokasikan sebagai respon terhadap stres menyebabkan berkurangnya nutrisi yang seharusnya menjadi depo lemak tubuh sehingga perlakuan bST pada kebuntingan 4-13, 14-19 dan 4-19 hari menyebabkan kenaikan bobot badan yang tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan minyak.

Pada umumnya ST berpengaruh kecil atau tidak signifikan terhadap kenaikan BB. Tetapi hal yang menarik adalah bila ST diaplikasikan dalam waktu yang lama dan dosis tinggi akan berpengaruh pada perkembangan kerangka tubuh hal ini dikemukakan oleh (Sandles & Peel 1987). Somatotropin merangsang glukoneogenesis dari asam amino, mobilisasi lemak tubuh dan meningkatkan oksidasi asam lemak. ST juga mempengaruhi metabolisme mineral, meningkatkan retensi Ca, Mg, P, Na, K dan Cl, memacu pertumbuhan misalnya panjang tulang rawan (Taylor & Field 2004 ).

(48)

28

Tabel 6 Bobot lahir tikus dan jumlah anak

Keterangan Minyak

Keterangan : huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan bahwa hasil tidak

berbeda nyata (p> 0.05) ; tn = tidak nyata

Dari Tabel 6, terlihat bahwa bobot badan dan jumlah anak yang dilahirkan pada perlakuan bST 9 mg/KgBB (H) dan bST 0 mg/KgBB (M) tidak berbeda nyata, hal ini terjadi sebagai akibat dari konsumsi pakan dan bobot badan yang tidak signifikan pada kedua perlakuan.

Pertumbuhan dan perkembangan tubuh tikus tergantung pada efisiensi makanan yang diberikan dan sangat dipengaruhi oleh metabolisme basal tubuh tikus itu sendiri (Malole dan Pramono 1989). Beberapa faktor penting yang dapat meningkatkan metabolisme basal tubuh antara lain suhu lingkungan, jenis kelamin, umur, keadaan psikologi/fisiologi hewan (Ganong 2002). Kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk faktor fisiologis kebuntingan. Pada tikus, pertumbuhan berlaku terus menerus selama tikus hidup. Berat lahir anak akan menurun oleh adanya stres, panas, dan nutrisi induk yang kurang baik selama kebuntingan (Robinson 1979).

(49)

29

KESIMPULAN

Bovine Somatotropin tidak mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan pada tikus bunting. Konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan pada 2 kelompok tikus perlakuan (M & H) tidak berbeda nyata. Demikian juga dengan bobot badan anak dan jumlah anak tidak dipengaruhi oleh pemberian bST.

SARAN

(50)

DAFTAR PUSTAKA Adnan

Apriantono A. 2007. Peraturan Menteri Pertanian tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practice). www.deptan.go.id [27 Agustus 2007]

Armstrong JD, Harvey RW, Poore MA, Simpson RB, Miller DC, Gregory GM & Hartnell GF. 1995. Recombinant bovine somatotropin increases milk yield and calf gain in diverse breeds of beef cattle: associated changes in hormones and indices of metabolism. J. of Anim Sci 73, 3051-3061. [22 Januari 2007]

Azain MJ, Kasser TR. Sabacky MJ, Baile CA. 1993. Comparison of the growth promoting properties of daily versus continuous administration of somatotropin in female rats with intack pituitaries. J. of Anim Sci 71: 384-392.

Ballard F J, Francis GL, Walton PE, Knowles, SE, Owens PC et al. 1993. Modification of animal growth with growth hormone and insulin-like growth factors. Australian J. of Agricul Res 44:567-577. [22 Januari 2007] Beker DEJ, JR Lindsey and SH Weisbroth. 1979. The Laboratory Rat Vol 1. Di dalam Fox JG, BJ Cohon and FM Loew, editor. Laboratory Animal Medicine. Academic Press.

Bennet JP and BH Vickery. 1970. Rats and Mice. Di dalam : Hafez ESE, editor. Reproduction and Breeding Techniques for laboratory Animal. Philadelphia. Lea and Febiger.

Boyce PW. 2004. Aplied Pharmacology For the Veterinary Technician.Ed ke-3. USA. Elsevier Sounders.

Bivin WS, Crawford MP, Brawer NR.1979. The Laboratory Rat. New York. Academic Press.

Burton JL, McBride BW, Block E, Glimm DR & Kennelly JJ. 1994. A review of bovine growth hormone. C. J. of Anim Sci 74, 167-201. [22 Januari 2007] Cole HH and P.T Cupps. 1977. Reproduction in Domestic Animal. Ed ke-3 .

New York and London. Academic Press.

Collier. 1992. Livestock and Poultry Production. Ed ke-4. America. Delmar Publising

(51)

31

Cunningham EP. 1994. The use of bovine somatotropin in milk production-a review [Review]. Irish Veterinary Journal 47:207-210, 3061 [22 Januari 2007

Damron WS 2003. Introduction to Animal Science. Ed ke-3. Pearson New Jersey. Prentice Hall.

Davis SR, Collier RJ. 1983. Mammary blood flow and regulation of substrat supply for milk synthesis. J. Dairy Sci. 68 : 1041-1058.

Enright WJ. 1989. Effects of Administration of Somatotropin on Growth, Feed Eficiency and Carcas Compotition of Ruminants. Serjsen K. et al. editor America. Elsevier Applied Science.

Enright WJ, Quirke JF, Gluckman PD, Breier BH, Kennedy LG, Hart IC, Roche, JF, Coert A & Allen P. 1990. Effects of long-term administration of pituitary-derived bovine growth hormone and estradiol on growth in steers. J. of Anim Sci 68, 2345-2356. [22 Januari 2007]

Fabry J, Claes V and Rulle R. 1987. Effect of Growth Hormon on Heifer Meat Production. Serjsen K. et al. editor. America. Elsevier Applied Science.

Flatt. 1975. The Biology of the Laboratory Rabbit. New York. Academic Press.

Frandson R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Srigandono B dan Praseno Koen, penerjemah Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm. 840-841.

Ganong WF. 2002. Review of Medical physiology. Adji Dharma, penerjemah . Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Gillespie RJ 1992. Livestock and Poultry Production. Ed k-4. Amerika. Delmar Publising

Groenewegen PP, McBride, B W, Burton JH. & Elsasser T H. 1990. Bioactivity of milk from bST-treated cows. J. of Nut 120, 514. [22 Januari 2007]

Guyton AC, JE Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Irawati Setiawan, editor. Jakarta. EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Hafez E.S.E. 1987. Reproductive Cycles. Di dalam Hafez E.S.E Reproduction In Fram Animal, Ed ke-5. Philadelphia. Lea and Febiger.

(52)

32

Hardjopranjoto S. 2001. Ilmu Kamjiran Ternak. Surabaya. Airlangga University Press.

Hartwig NR. 1991. Biotechnology Information Series Bovine Somatotropin (bST). Http://www.extension.iastate.edu/Publications/NCR488.pdf. [2004] Hunter RHF. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik.

Bandung. Penerbit ITB

Kamil K, Eten Maryuman, An-an Yulianti, Elvia Hernawan, Diding Latifudin. 2001. Peranan somatotropic axis dalam pengaturan pertumbuhan ternak ruminansia. Prosiding. Diskusi Sehari Problema Penggunaan Hormon Dalam Produksi Ternak. Bandung, 3 Februari 2001. Bandung: jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Hlm. 14-27.

Kampster. 1988. Market Requirements and Their Relation to Carcas Quality. London. Elsevier Applied Science.

Kanis E. 1988. Effect of Recombinant Porcine Somatotropin (rpST) Treatment on Carcas Characteristics and Organ Weights of Growing Pigs. London. Elsevier Applied Science.

Kelly PAT, Tsushima RPC, Shiu and HG Friensen. 1976. Lactogenic and Growth Hormon Like Activities in Pregnancy Determined by Radioreceptor Assay. Endokrinologi 99.

Koentjoko 2001. Penggunaan Hormon Pemacu Pertumbuhan Bagi Ternak. Prosiding. Diskusi Sehari Problema Penggunaan Hormon Dalam Produksi Ternak. Bandung, 3 Februari 2001. Bandung: Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Hlm. 33-37.

Kohn FD and Barthold. 1984. Biologi and Disease of Rats. Di dalam Fox JG, BJ Cohon and FM Loew, editor. Laboratory Animal Medicine. Academic Press.

Lawrence TLJ dan Fowler VR 2002. Growth of Animal. New York. CABI Publising.

Malole MBM & Pramono CSU 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Institut Pertanian Bogor.

(53)

33

Reproduksi Sapi Perah Serta Masa Depannya dalam Industri Sapi Perah di Indonesia. J. Med Vet 1 (1) : 19-26.

Marchlin. 1972. Porcine Somatotropin, Another Step Toward Leaner Pork. Di Dalam Fiems LO and Demeyer DI, editor. Animal Biotechnology and the Quality of Meat Production. New York Elsevier Science Publishing Company Inc.

Mc Donald. 1980. Veterinary Endocrinology and Reproduction. Ed ke-3. Philadelphia. Lea and Febiger.

National Research Council. 1978. Nutrient Requirement of Cats. Washington. National Academic Press.

Omega MP. 2003. Hormon Pemacu Pertumbuhan dan Efeknya Bagi Kesehatan.http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2003/0926/kes2. html [27 Agustus 2007.

Partodihardjo S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta. Penerbit Mutiara. : Hlmn 173-181.

Peel CJ and Bauman DE. 1981. Effect of exogenous growth hormon on lactational performance in high yielding dairy cows. J. Nutr. 111, 1662-1671.

Pond WG, Houpt KA. 1995. The Biology of the Pig. New York. Cornel Univercity Press.

Prosser CG, Mepham TB. 1989. Mechanism of action of bovine somatotropin in increasing milk secretion in dairy ruminant. Di dalam : Serjsen K, M vestergaard and A. Neimann-Sorensen, editor. Use Somatotropin in Livestock Production. New York. Elsevier Applied Sciance. Hlm. 1-17.

Robinson. 1979. Taxonomi and Genetic. Di dalam Beker HJ, JR Lindsay, S Weisbroth, editor. The Laboratory Rat London. Academic Press

Rogers AE. 1979. The Laboratory Rat. London. Academic Press.

Sandles LD dan Peel CJ. 1987. Growth and Carcas Compotition of Pre Pubertal Dairy Heifer Treated with bovine Growth Hormon. London. Elsevier Applied Science.

Sharma BK, Vandehaar JM, Ames NK. 1994. Expression of insulin like growth factor 1 in cows at different stages of lactation and in late lactation cows treated with somatotropin. J. Dairy Sci. 77:2232-2241.

(54)

34

Soeharsono. 2001. Kontroversi penggunaan hormon sebagai pemacu pertumbuhan pada produksi ternak. Prosiding. Diskusi Sehari Problema Penggunaan Hormon Dalam Produksi ternak. Bandung, 3 Februari 2001. Bandung: jurusan Nitrisi dan makanan ternak Fakultas peternakan universitas Padjajaran. Hlm. 60-67.

Steel RGD and Torrie JH. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistik. B Sumantri, penerjemah. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Sukra Y. 1999. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio. Benih Masa Depan . Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Taylor RE dan Field TG 2004. Scientific Farm Animal Production. New

Jersey.Upper Saddle River.

Tucker HA. 2000. Symposium : Hormonal regulation of synthesis, hormone, mammary growth and lactation : a 41 year perspektif. J.Dairy Sci. 83 : 874-884.

Turner & Bagnara. 1976. Endokrinologi Umum. Ed ke-6. Harsaja, penerjemah. Terjemahan dari General Endocrinology. Yogyakarta. Air langga University Press.

Vernon RG. 1989. Role of Growth Hormon in The Regulation of Adipocyte Growth and Function. London. Butterworths.

(55)

Uji T data bobot badan selama kebuntingan

Lampiran 1 Uji-T untuk peningkatan berat badan kelompok minyak dan hormon dari hari ke-4 sampai hari ke-13

Two-sample T for bedaBB1_m vs bedaBB1_h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

bedaBB1_M 13 40,7 36,5 10 0,765

bedaBB1_H 13 44,0 13,7 3,8

Difference = mu (bedaBB1_m) - mu (bedaBB1_h) Estimate for difference: -3,29231

95% CI for difference: (-26,31706; 19,73245)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,30 P-Value = 0,765 DF = 15

Lampira n 2 Uji-T untuk peningkatan berat badan kelompok minyak dan hormon dari hari ke-14 sampai hari ke-19

Two-sample T for bedaBB2_m vs bedaBB2_h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

bedaBB2_M 13 29,48 8,13 2,3 0,120

bedaBB2_H 13 23,3 11,1 3,1

Difference = mu (bedaBB2_m) - mu (bedaBB2_h) Estimate for difference: 6,16154

95% CI for difference: (-1,71553; 14,03861)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1,61 P-Value = 0,120 DF = 24 Both use Pooled StDev = 9,7305

Penggunaan minyak dan hormon juga tidak berbeda nyata dalam peningkatan berat badan dari hari ke-14 sampai pada hari ke-19.

Lampiran 3 Uji-T untuk peningkatan berat badan kelompok minyak dan hormon dari hari ke-4 sampai hari ke-19

Two-sample T for bedaBB3_m vs bedaBB3_h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

bedaBB3_M 13 74,8 41,0 41,0 0,556

bedaBB3_H 13 67,2 19,0 5,3

Difference = mu (bedaBB3_m) - mu (bedaBB3_h) Estimate for difference: 7,53077

95% CI for difference: (-19,01831; 34,07985)

(56)

37

Lampiran 4 Uji-T untuk perbandingan berat badan anak

Two-sample T for anakM vs anakH

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

Anak M 13 6,131 0,694 0,19 0,947

Anak H 13 6,149 0,674 0,19

Difference = mu (anakM) - mu (anakH) Estimate for difference: -0,017860

95% CI for difference: (-0,571391; 0,535670)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,07 P-Value = 0,947 DF = 24 Both use Pooled StDev = 0,6838

Lampiran 5 Uji-T untuk perbandingan konsumsi pakan

a. Hari ke 4

Two-sample T for h4-m vs h4-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Estimate for difference: -1,12628

95% CI for difference: (-4,35003; 2,09747)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,73 P-Value = 0,472 DF = 18

b. Hari ke 5

Two-sample T for h5-m vs h5-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

h5- M 13 12,15 4,43 1,2 0,085

h5- H 13 14,52 1,30 0,36

Difference = mu (h5-m) - mu (h5-h) Estimate for difference: -2,37692

95% CI for difference: (-5,12314; 0,36929)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,86 P-Value = 0,085 DF = 14

c. Hari ke 6

Two-sample T for h6-m vs h6-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

h6- M 13 13,30 2,90 0,80 0,260

h6- H 13 14,38 1,72 0,48

(57)

38

95% CI for difference: (-3,04029; 0,87105)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,16 P-Value = 0,260 DF = 19 Estimate for difference: 0,723077

95% CI for difference: (-1,384826; 2,830980)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,71 P-Value = 0,486 DF = 24 Both use Pooled StDev = 2,6039

e. Hari ke 8

Two-sample T for h8-m vs h8-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

h8- M 13 13,50 2,72 0,76 0,069

h8- H 13 15,11 1,19 0,76

Difference = mu (h8-m) - mu (h8-h) Estimate for difference: -1,61026

95% CI for difference: (-3,35840; 0,13789)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,95 P-Value = 0,069 DF = 16 f. Hari ke 9

Two-sample T for h9-m vs h9-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

h9- M 13 14,81 3,01 0,83 0,685

h9- H 13 15,26 2,62 0,73

Difference = mu (h9-m) - mu (h9-h) Estimate for difference: -0,453846

95% CI for difference: (-2,736489; 1,828797)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,41 P-Value = 0,685 DF = 24 Both use Pooled StDev = 2,8197

g. Hari ke 10

Two-sample T for h10-m vs h10-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

h10- M 13 14,75 2,47 0,69 0,359

h10- H 13 15,64 2,40 0,67

Difference = mu (h10-m) - mu (h10-h) Estimate for difference: -0,892308

(58)

39

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,93 P-Value = 0,359 DF = 24 Both use Pooled StDev = 2,4348

h. Hari ke 11

Two-sample T for h11-m vs h11-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

h11- M 13 14,67 2,59 0,72 0,396

h11- H 13 15,46 2,04 0,57

Difference = mu (h11-m) - mu (h11-h) Estimate for difference: -0,792308

95% CI for difference: (-2,682591; 1,097976)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,87 P-Value = 0,396 DF = 24 Both use Pooled StDev = 2,3350

i. Hari ke 12

Two-sample T for h12-m vs h12-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

h12- M 13 14,86 3,17 0,88 0,929

h12- H 13 14,73 4,13 1,1

Difference = mu (h12-m) - mu (h12-h) Estimate for difference: 0,130769

95% CI for difference: (-2,848663; 3,110201)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,09 P-Value = 0,929 DF = 24 Both use Pooled StDev = 3,6805

j. Hari ke 13

Two-sample T for h13-m vs h13-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

h13- M 13 15,66 3,35 0,93 0,805

h13- H 13 15,95 2,39 0,66

Difference = mu (h13-m) - mu (h13-h) Estimate for difference: -0,284615

95% CI for difference: (-2,638652; 2,069421)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,25 P-Value = 0,805 DF = 24 Both use Pooled StDev = 2,9079

k. Hari ke 14

Two-sample T for h14-m vs h14-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

h14- M 13 15,78 2,80 0,78 0,439

h14- H 13 16,62 2,63 0,73

Difference = mu (h14-m) - mu (h14-h) Estimate for difference: -0,838462

(59)

40

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,79 P-Value = 0,439 DF = 24 Both use Pooled StDev = 2,7151

l. Hari ke 15

Two-sample T for h15-m vs h15-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

h15- M 13 16,54 3,19 0,89 0,382

h15- H 13 15,51 2,70 0,75

Difference = mu (h15-m) - mu (h15-h) Estimate for difference: 1,03308

95% CI for difference: (-1,36204; 3,42819)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,89 P-Value = 0,382 DF = 24 Both use Pooled StDev = 2,9587

m. Hari ke 16

Two-sample T for h16-m vs h16-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

h16-m 13 16,71 3,42 0,95 0,562

h16-h 13 17,87 6,20 1,7

Difference = mu (h16-m) - mu (h16-h) Estimate for difference: -1,15897

95% CI for difference: (-5,28483; 2,96689)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,59 P-Value = 0,562 DF = 18

n. Hari ke 17

Two-sample T for h17-m vs h17-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

h17- M 13 17,56 3,90 1,1 0,438

h17- H 13 19,15 6,15 1,7

Difference = mu (h17-m) - mu (h17-h) Estimate for difference: -1,59231

95% CI for difference: (-5,76269; 2,57808)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,79 P-Value = 0,438 DF = 24 Both use Pooled StDev = 5,1516

o. Hari ke 18

Two-sample T for h18-m vs h18-h

Keterangan N Mean StDev SE Mean P Value

h18- M 13 16,74 4,34 1,2 0,597

h18- H 13 15,59 6,38 1,8

Difference = mu (h18-m) - mu (h18-h) Estimate for difference: 1,14872

Gambar

Tabel 1  Data biologis tikus
Tabel 2  Kebutuhan energi dan bahan kering dari tikus dengan densitas energi 14,5  KJ/g  pada beberapa kondisi fisiologis dan BB tertentu
Tabel 3 Komposisi asam amino ST pada delapan jenis mamalia
Gambar 2  Rataan konsumsi pakan harian.
+2

Referensi

Dokumen terkait

20 Urusan Wajib Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Adm KeuDa, Perangkat Daerah, Kepegawaian Organisasi : 1. 34

Interview (wawancara) adalah teknik mendapatkan informasi dengan cara bertnya langsung kepada responden, percakapan itu dilakukan dengan maksud tertentu, percakapan

Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan SAK ETAP BAB 17 pada klasifikasi sewa baik itu sewa pembiayaan maupun sewa operasi mempengaruhi pencatatan serta pelaporan

When your child comes to you with a problem or when he or she expresses strong feelings, try to say something like, “Sounds like you’re feeling….” It helps the child to know that

Persamaan garis lurus adalah suatu fungsi yang apabila digambarkan ke dalam bidang Cartesius akan berbentuk garis lurus.. Gradien Garis

Manajemen Berbasis Sekolah ( School-Based Management ) merupakan sistem pengelolaan persekolahan yang memberikan kewenangan dan kekuasaan ( authority and responsibility )

Adapun judul Tugas Akhir ini adalah “ Tata Cara Pengajuan Restitusi Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur

Dengan demikian, hirarki-piramidal struktur sosial dalam realitas masyarakat dapat dilihat dari peranan yang dimiliki dalam diri seseorang seperti: tokoh agama, tokoh masyarakat,