• Tidak ada hasil yang ditemukan

bST sudah banyak digunakan dalam penelitian yang menyangkut reproduksi dan produksi susu melalui peran bST terhadap metabolisme karbohidrat dan lemak. Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilaporkan peneliti terdahulu bahwa bST dapat meningkatkan produksi susu hingga mencapai 30 % (Manalu 1994), maka efek bST terhadap konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan tikus bunting perlu dikaji lebih lanjut. Penelitian ini menyajikan efek bST terhadap konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan (BB) pada tikus bunting.

Perhitungan kenaikan bobot badan dilakukan pada tiga titik yaitu pada hari 4-13, 14-19 dan 4-19. Perhitungan BB dimulai dari hari ke 4-13, hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyuntikan bST terhadap kenaikan bobot badan. Perhitungan BB dimulai pada hari ke-4 sesuai dengan hari dimulainya penyuntikan. Masa implantasi pada tikus terjadi pada hari ke-4 kebuntingan dimana masa ini adalah masa rentan untuk mengetahui keberhasilan implantasi sehingga bST disuntikan pada hari ke-4 untuk mengantisipasi hal tersebut. Perhitungan konsumsi pakan dan pertambahan BB hari ke-13 yaitu sehari setelah penyuntikan (hari ke-12 kebuntingan). Masa plasentasi pada tikus terjadi pada hari ke-12 yang juga merupakan masa pertumbuhan optimal sehingga penyuntikan dilakukan dari hari ke-4 sampai dengan ke-12. Perhitungan BB pada hari ke-13 diasumsikan masih ada pengaruh bST pada penyuntikan terakhir (hari ke-12). Perhitungan BB hari ke 14-19 dilakukan untuk mengetahui bST masih berpengaruh atau tidak terhadap kenaikan BB. Hari ke 4-19 dilakukan pengukuran BB untuk mengetahui total kenaikan BB. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan uji t student karena hanya ada dua perlakuan yaitu minyak dan hormon.

Rata-rata konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan harian tikus yang sedang bunting yang diberi bST 9 mg/KgBB (H) dan bST 0 mg/KgBB (M) secara eksogen melalui penyuntikan selama 9 hari yaitu hari ke 4 sampai dengan hari ke 12 kebuntingan disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 2.

24

Tabel 4 Rataan konsumsi pakan harian (gram) Usia kebuntingan (hari) Minyak (bST 0 mg/KgBB) Hormon (bST 9 mg/KgBB) P Value 4-13 14.253 ± 1.0999a 14.878 ± 0.726 a tn 14-19 16.950 ± 0.898 a 17.824 ± 1.485 a tn 4-19 15.169 ± 1.739 a 15.983 ± 1.795a tn

Keterangan : huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan bahwa hasil tidak

berbeda nyata (p> 0.05) ; tn = tidak nyata

Gambar 2 Rataan konsumsi pakan harian.

Dari Gambar 2 atas dapat dilihat bahwa konsums i pakan tikus yang diberi perlakuan hormon cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsumsi pakan tikus yang diberi perlakuan minyak, hanya pada beberapa titik berlaku kebalikannya, pada hari ke 7, 12, 15, 18. Penyuntikan bST 9 mg/KgBB lebih tinggi konsumsi pakannya bila dibandingkan dengan bST 0 mg/KgBB.

National Research Council (1978) menyatakan bahwa rata-rata pemberian pakan harian untuk tikus putih galur Sprague-Dawley selama periode pertumbuhan dan reproduksi mendekati 15-20 gram untuk jantan dan 10-15 gram untuk betina. Faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin dan suhu lingkungan berpengaruh terhadap konsumsi pakan. Konsumsi pakan untuk tikus betina pada usia kebuntingan 4-13 hari yang diberi perlakuan hormon adalah sebesar 14-15 gram/hari (normal 10-15 gram/hari) yang masih berada dalam kisaran normal. Pada usia kebuntingan 14-19 hari konsumsi pakan mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan bahwa semakin tua usia kebuntingan maka konsumsi pakan akan meningkat karena metabolisme dalam kondisi fisiologis bunting juga meningkat.

0 3 6 9 12 15 18 21 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Hari Pengamatan

Rata-rata Konsumsi Pakan (gram)

minyak hormon

25

bST menyebabkan perubahan dalam metabolisme karbohidrat yaitu menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan glukosa yang dapat dipergunakan oleh tikus untuk aktivitas reproduksi. Peningkatan kebutuhan glukosa menuntut asupan pakan yang lebih tinggi dalam memenuhi kebutuhan tikus bunting. Berikut disajikan tabel rata-rata bobot badan harian Tabel 5 dan Gambar 3.

Tabel 5 Rataan bobot badan (gram) Usia kebuntingan (Hari) Minyak (bST 0 mg/KgBB) Hormon (bST 9 mg/KgBB) P Value 4-13 213.9 ± 16.84 a 215.03 ± 12.22 a tn 14-19 245.11 ± 13.99 a 251.518 ± 13.99 a tn 4-19 225.592 ± 21.89 a 228.713 ± 22.11 a tn

Keterangan : huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan bahwa hasil tidak

berbeda nyata (p> 0.05) ; tn = tidak nyata

Gambar 3 Rataan bobot badan harian tikus bunting.

Bobot badan meningkat sesuai umur kebuntingan yang semakin tua, dimana kebutuhan nutrien untuk fetus semakin besar sehingga konsumsi pakan yang sema kin meningkat dari hari ke hari, tetapi kenaikan tersebut relatif kecil pada hari ke-4 sampai hari ke-12. Sedangkan mulai pada hari ke-13 terjadi fluktuasi peningkatan sampai pada hari ke-19. Hal ini karena tikus telah memasuki masa plasentasi. Masa plasentasi adalah masa dimana plasenta sudah terbentuk dan terjadi pembesaran abdomen serta adanya vaskularisasi yang tinggi yang menghubungkan antara induk dan embrio (Hunter 1995). Pada tikus proses plasentasi terjadi kira-kira pada usia kebuntingan 12 hari yang diperlihatkan oleh

0 50 100 150 200 250 300 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Hari Pengamatan

Rata-rata Berat Badan (gram)

minyak hormon

26

tingginya konsentrasi laktogen plasenta dalam serum induk (Kelly et al. 1976). Secara umum, bobot badan tikus yang diberi perlakuan hormon cenderung lebih besar daripada bobot badan tikus yang diberi perlakuan minyak, tetapi perbedaannya relatif kecil, terutama jika dilihat pada selang hari ke-4 sampai hari ke-12. Mulai hari ke 13 terjadi fluktuasi dimana pada hari ke-13 dan ke 18 perlakuan minyak memberi pengaruh yang lebih besar terhadap bobot badan daripada perlakuan hormon, ini mungkin terjadi karena pemberian bST sudah dihentikan pada hari ke 12.

bST sangat berperan dalam pertumbuhan, laktasi dan perkembangan kelenjar susu pada sapi (Cunningham 1994). Dalam hubungannya dengan pertumbuhan, penelitian yang dilakukan oleh Groenewegen et al. (1990) dan Burton et al. (1994) pada sapi pedaging Eropa menunjukkan bahwa pemberian hormon pertumbuhan dapat meningkatkan rata-rata pertumbuhan sapi. Meningkatnya pertumbuhan ini diduga melalui perantara kerja IGF-I (Armstrong et al. 1995 dan Enright et al. 1990). Dugaan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Ballard et al. (1993) yang menunjukkan bahwa pengaruh secara tidak langsung melalui IGF-I menyebabkan terjadinya peningkatanpertumbuhan.

Pengaruh Somatotropin (ST) yang mirip dengan pengaruh insulin terjadi selama awal-awal pemberian. Pengaruh lanjutan ST adalah bersifat anti insulin yaitu mampu mengurangi penggunaan glukosa dengan merombak cadangan lemak, saat sintesis asam lemak berantai panjang terhambat (Manalu 1994).

Berdasarkan penelitian pada domba, peneliti–peneliti terdahulu menemukan bahwa ST tidak berpengaruh pada sintesis dan perombakan protein, sementara IGF-1 merangsang sintesa protein dan mempunyai pengaruh terhadap perombakan protein (Manalu 1994). Pemberian ST pada sapi dalam jangka waktu panjang akan menurunkan laju lipogenesis, yang menunjukkan ST bekerja pada jaringan itu sendiri.

Secara umum konsumsi pakan cenderung lebih tinggi pada perlakuan hormon daripada perlakuan minyak tetapi konsumsi pakan yang tinggi tidak diikuti dengan pertambahan BB yang signifikan. Efek ST terhadap konsumsi pakan pada umumnya kecil atau tidak ada sama sekali, besarnya peningkatan konsumsi pakan berhubungan dengan pertambahan bobot badan harian (Enright

27

1989). Beberapa peneliti melaporkan bahwa, pengaruh yang muncul dengan adanya ST menyebabkan konsumsi pakan meningkat sehingga efisiensi pakan menjadi lebih baik (Sandles and Peel 1987) atau konsumsi pakan meningkat tetapi efisiensi pakan sama (Fabry et al. 1987).

Dari Tabel 5 terlihat bahwa bobot badan pada perlakuan bST 9 mg/KgBB lebih tinggi dibandingkan dengan dengan perlakuan bST 0 mg/KgBB. Hal ini disebabkan karena tubuh berespon terhadap kondisi stres yang menyebabkan dikeluarkannya hormon-hormon pertumbuhan, glukagon dan hormon-hormon lainnya (Guyton dan Hall 1997). Perlakuan bST berespon dengan adanya cekaman (stres) dengan tujuan menyediakan energi yang dibutuhkan oleh tubuh (Guyton dan Hall 1997). Respon ini bisa berupa meningkatkan lipolisis (pemecahan lemak tubuh) sehingga energi terpenuhi kembali. Energi yang dialokasikan sebagai respon terhadap stres menyebabkan berkurangnya nutrisi yang seharusnya menjadi depo lemak tubuh sehingga perlakuan bST pada kebuntingan 4-13, 14-19 dan 4-19 hari menyebabkan kenaikan bobot badan yang tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan minyak.

Pada umumnya ST berpengaruh kecil atau tidak signifikan terhadap kenaikan BB. Tetapi hal yang menarik adalah bila ST diaplikasikan dalam waktu yang lama dan dosis tinggi akan berpengaruh pada perkembangan kerangka tubuh hal ini dikemukakan oleh (Sandles & Peel 1987). Somatotropin merangsang glukoneogenesis dari asam amino, mobilisasi lemak tubuh dan meningkatkan oksidasi asam lemak. ST juga mempengaruhi metabolisme mineral, meningkatkan retensi Ca, Mg, P, Na, K dan Cl, memacu pertumbuhan misalnya panjang tulang rawan (Taylor & Field 2004 ).

Kinerja hormon pertumbuhan yang diberikan selama kebuntingan dapat dilihat dari bobot badan anak dan jumlah anak. Ada dua kemungkinan, pertama bobot badan tinggi tetapi jumlah anak sedikit atau jumlah anak banyak tetapi bobot badan rendah. Data tentang bobot badan anak dan jumlah anak pada tikus bunting yang diberi somatotropin dapat dilihat pada Tabel 6 (Adnan 2007).

28

Tabel 6 Bobot lahir tikus dan jumlah anak

Keterangan Minyak (bST 0 mg/KgBB) Hormon (bST 9 mg/KgBB) P Value Bobot Badan Anak 6.131 ± 0.694 a 6.149 ± 0.674 a tn Jumlah Anak 8.0769 ± 2.6602 a 7.6154 ± 2.9308 a

tn

Keterangan : huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan bahwa hasil tidak

berbeda nyata (p> 0.05) ; tn = tidak nyata

Dari Tabel 6, terlihat bahwa bobot badan dan jumlah anak yang dilahirkan pada perlakuan bST 9 mg/KgBB (H) dan bST 0 mg/KgBB (M) tidak berbeda nyata, hal ini terjadi sebagai akibat dari konsumsi pakan dan bobot badan yang tidak signifikan pada kedua perlakuan.

Pertumbuhan dan perkembangan tubuh tikus tergantung pada efisiensi makanan yang diberikan dan sangat dipengaruhi oleh metabolisme basal tubuh tikus itu sendiri (Malole dan Pramono 1989). Beberapa faktor penting yang dapat meningkatkan metabolisme basal tubuh antara lain suhu lingkungan, jenis kelamin, umur, keadaan psikologi/fisiologi hewan (Ganong 2002). Kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk faktor fisiologis kebuntingan. Pada tikus, pertumbuhan berlaku terus menerus selama tikus hidup. Berat lahir anak akan menurun oleh adanya stres, panas, dan nutrisi induk yang kurang baik selama kebuntingan (Robinson 1979).

Menurut Malole dan Pramono (1989) bobot lahir tikus adalah 5-6 gram. Bobot badan anak pada kedua perlakuan berada dalam kisaran normal, hal ini menunjukkan bahwa pemberian bST tidak mempengaruhi bobot badan. Jumlah anak perkelahiran 6-12 ekor (Malole dan Pramono 1989). Berdasarkan Tabel 6, jumlah anak perkelahiran pada kelompok M dan H adalah tidak berbeda, hal ini menunjukkan bahwa pemberian bST tidak mempengaruhi jumlah anak.

29

KESIMPULAN

Bovine Somatotropin tidak mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan pada tikus bunting. Konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan pada 2 kelompok tikus perlakuan (M & H) tidak berbeda nyata. Demikian juga dengan bobot badan anak dan jumlah anak tidak dipengaruhi oleh pemberian bST.

SARAN

Peningkatan BB dengan penambahan suplemen bST pada saat kebuntingan kurang efektif sehingga diperlukan penelitian tentang efek bST pada saat yang berbeda terhadap peningkatan BB dengan konsumsi pakan dengan komposisi yang berbeda sehingga diperoleh komposisi ransum yang paling tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Dokumen terkait