Laporan Pendahuluan
Isolasi Sosial
A. DEFINISISuatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain. (Balitbang, dalam Fitria, 2010, hlm. 29)
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan Akemat, 2009, hlm. 93)
Selain itu isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman. (Yosep, 2009, hlm. 229)
B. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut Fitria (2009, hlm. 33-35) ada empat faktor predisposisi yang menyebabkan Isolasi Sosial, diantaranya:
1. Faktor Tumbuhan Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas perkembangan tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah sosial.
Dibawah ini akan dijelaskan tahap perkembangan serta tugas perkembangan, lihat tabel 2.1 dibawah ini:
Tahap
Perkembangan
Tugas
Masa Bayi Menetapkan rasa percaya.
Masa Bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa Prasekolah Belajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan hati nurani
Masa Sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan berkompromi
Masa Praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis kelamin
Masa Dewasa Muda
Menjadi saling bergantung antara orang tua dan teman, mencari pasangan, menikah, dan mempunyai anak
Masa Tengah Baya
Belajar menerima hasilkehidupan yang sudah dilalui
Masa Dewasa Tua
Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterkaitan dengan budaya
Tabel 2.1 Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal (Erik Erikson dalam Stuart, 2007, hlm. 346)
2. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga di mana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut usia, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
3. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel sel dalam limbik dan daerah kortikal. 4. Faktor Komunikasi dan Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk dalam masalah berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersama atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
C. FAKTOR PRESIPITASI
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) faktor presipitasi atau stresor pencetus pada umumnya mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres seperti kehilangan, yang memenuhi kemampuan individu berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Faktor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:
Stresor Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti.
Stresor Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
D. POHON MASALAH
E. FAKTOR LAIN YANG DAPAT MENYEBABKAN ISOLASI SOSIAL 1. Penilaian Terhadap Stresor
Rasa sedih karena suatu kehilangan atau beberapa kehilangan dapat sangat besar sehingga individu tidak tidak mau menghadapi kehilangan dimasa depan, bukan mengambil resiko mengalami lebih banyak kesedihan. Respon ini lebih mungkin terjadi jika individu mengalami kesulitan dalam tugas perkembangan yang berkaitan dengan hubungan. (Stuart, 2007, hlm. 280).
2. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281) individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas.
Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik yaitu sebagai berikut:
a. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
Proyeksi merupakan keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri. (Rasmun, 2004, hlm. 35)
Spliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk. (Rasmun, 2004, hlm. 36)
b. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang
Splitting
Formasi reaksi
Proyeksi
Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain. (Rasmun, 2004, hlm. 32)
Idealisasi orang lain
Merendahkan orang lain
Identifikasi proyeksi 3. Sumber Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif adalah sebagai berikut :
a. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
b. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian pada hewan peliharaan.
c. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal (misalnya: kesenian, musik, atau tulisan)
Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm. 432) terkadang ada beberapa orang yang ketika ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman yang membantunya dalam mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian orang yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan menyendiri dan tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga dan temannya.
4. Rentan Respon
Bagan rentang respon pada pasien dengan isolasi sosial dapat dilihat pada skema 2.2 dibawah ini:
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Menurut Fitria (2009, hlm. 32) yang termasuk respon adaptif adalah sebagai berikut:
Menyendiri, merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya.
Otonomi, merupakan kemampuan individu untuk menentukan dab menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial
Bekerja sama, merupakan kemampuan individu yang saling membutuhkan orang lain.
Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
b. Respon Maladaptif
Respon yang diberikan individu menyimpang dari norma sosial. Yang termasuk kedalam rentang respon maladaptif adalah sebagai berikut:
Menarik Diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
Ketergantungan
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat menerima hubungan sosial secara mendalam.
Curiga
Seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
F. TANDA DAN GEJALA
G. AKIBAT YANG DITIMBULKAN H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Metode Biologik
Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut:
a. Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan fungsi neurotransmitter sehingga gejala-gejala klinis dapat dihilangkan atau dengan kata lain skizofrenia dapat diobati (Hawari,2006, hlm. 96). Obat antipsikotik terpilih untuk skizofrenia terbagi dalam dua golongan (Hawari, 2006, hlm. 97-99) yaitu antipsikotik tipikal (Klorpromazim, Trifluferazin, Haloperidol) dan antipsikotik atipikal (Klozapin, Risperidon). Antipsikotik golongan tipikal tersebut bekerja dengan memblokir reseptor dopamin terpilih, baik diarea striatal maupun limbik di otak dan antipsikoti atipikal menghasilkan reseptor dopamin dan serotonin
selektif yang menghambat sistem limbik. Memberikan efek antipsikotik (gejala positif) dan mengurangi gejala negatif.
Menurut Doenges (2007, hlm.253) prosedur diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fungsi otak pada penderita gangguan jiwa adalah sebagai berikut:
Coputerized Tomografi (CT Scan)
Induvidu dengan gejala negatif seringkali menunjukkan abnormalitas struktur otak dalam sebuah hasil CT scan. (Townsend, 2003, hlm. 318)
Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Mengukur anatomi dan status biokimia dari berbagai segmen otak.
Positron Emission Tomography
Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti metabolisme glukosa, aliran darah terutama yang terkait dengan psikiatri.
Elektroconvulsif Therapy (ECT)
Digunakan untuk pasien yang mengalami depresi. Pengobatan dengan ECT dilakukan 2 sampai 3 kali per minggu dengan total 6 sampai 12 kali pengobatan. (Townsend, 2003, hlm.316)
b. Metode Psikososial
Menurut Hawari (2006, hlm. 105-111) ada beberapa terapi untuk pasien skizofrenia, diantaranya adalah sebagai berikut:
Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. (Hawari, 2006, hlm. 105)
Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak bergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. (Hawari, 2006, hlm. 108-109)
c. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan terhadap penderita skizofrenia ternyata mempunyai manfaat. Diantaranya yaitu gejala-gejala klinis gangguan jiwa lebih cepat hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaya lebih cepat teratasi, dan lebih cepat dalam beradaptasi dengan lingkungan. Terapi keagamaan yang dimaksud adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, shalat, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain sebagainya. (Hawari, 2006, hlm. 110-111)
I. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari dasar utama dari proses keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. (Nurjannah, 2004, hlm. 30)
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien. (Stuart dan Sundeen dalam Nurjannah, 2004, hlm. 30)
Menurut Keliat (2010, hlm.93) untuk melakukan pengkajian pada pasien dengan isolasi sosial dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi.
a. Pengkajian yang ditemukan pada teknik wawancara adalah sebagai berikut:
Pasien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
Pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta untuk sendirian.
Pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
Pasien merasa tidak aman dengan orang lain.
Pasien mengatakan tidak bisa melangsungkan hidup.
Pasien mengatakan merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
b. Pengkajian yang ditemukan dari hasil observasi adalah sebagai berikut:
Ekspresi wajah kurang berseri
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
Mengisolasi diri
Tidak ada/kurang kontak mata
Aktivitas menurun
Asupan makanan dan minuman terganggu
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan.
Tampak sedih, afek tumpul 2. Diaknosa keperawatan
b. Diagnosa lain yang menyertai diagnosa isolasi sosial menurut Keliat (2006, hlm. 20 ) adalah sebagi berikut:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Ketidakefektifan penatalaksanaan program teraupetik
Defisit perawatan diri
Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat pasien dirumah.
Gangguan pemeliharaan kesehatan c. Tujuan Keperawatan
Tujuan Pasien mampu :
1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya 2. Pasien dapat menyadari penyebab interaksi sosial 3. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain. 4. Pasien menunjukkan keterlibatan sosial Keluarega mampu :
Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien
d. Rencana keperawatan
Kriteria Evaluasi Intervensi Setelah ….x pertemuan,
pasien dapat menyebutkan : 1. BHSP 2. Pasien mampu menjelaskan manfaat dan kerugian berhubungan dengan orang lain 3. Pasien mampu berkenalan dengan orang lain SP I
1. Identifikasi penyebab isolasi sosial pada pasien.
2. Diskusikan keuntungan berhubungan dengan orang lain
3. Diskusikan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
4. Ajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain.
5. Anjurkan pasien untuk memasukkan kegiatan tersebut kedalam jadwal harian
pasien mampu :
1. Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan 2. Berkenalan dengan orang lain 3. Memperagakan cara bercakap-cakap dengan orang lain 4. Klien memasukkankegian bercakap-cakap kedalam jadwal harian
1. Evalusi aktivitas bpasien 2. Evaluasi sp I
3. Berikan kesempatan pasien mempraktekan cara berkenalan dengan orang lain.
4. Motivasi klien untuk berbincang-bincang dengan orang lain
5. Anjurkan pasien untuk memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain kedalam jadwal harian
Setelah ….x pertemuan pasien mampu : 1. Pasien mampu berkenalan dengan orang lain 2. Pasien mau berbincang-bincang dengan orang lain 3. Pasien rutin
bercakap-cakap dengan orang lain sesuai jadwal
SP 3
1. Evaluasi jadwal kegiatan pasien
2. Berikan kesempatan pasien untuk berkenalan didepan kelompok
3. Observasi jadwal kegiatan pasien 4. Observasi aktivitas harian pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu
menjelaskan tentang isos dan cara merawat pasien isos
SP 1
1. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien
2. Jelaskan tentang isos :
Pengertian isos
Tanda dan gejala isos
berkomunikasi, pemberian obat & pemberian aktivitas kepada pasien 3. Sumber-sumber pelayanan kesehatan
yang bisa dijangkau
4. Bermain peran cara merawat pasien 5. Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat pasien Setelah ….x pertemuan
keluarga mampu : - Menyelesaikan
kegiatan yang sudah dilakukan
- Memperagakan cara merawat pasien
SP 2
- Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1) - Latih keluarga merawat pasien
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu :
- Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - Memperagakan cara
merawat pasien serta mampu membuat RTL
SP 3
- Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2) - Latih keluarga merawat pasien
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu :
- Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - Melaksanakan Follow
Up rujukan
SP 4
- Evaluasi kemampuan keluarga - Evaluasi kemampuan pasien - RTL Keluarga :
- Follow Up - Rujukan
J. DAFTAR PUSTAKA
Doenges E, Marylin et. al. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri edisi 3.(alih bahasa oleh Laili Mahmudah, dkk, 2006). Jakarta : EGC
Fitria , Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (alih bahasa , Ramona P Kapoh, Egi Komara Yudha, 2006). Jakarta: EGC
Hawari, Dadang. 2001. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa. Jakarta :FKUI
Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Medikal Record. 2011. Distribusi Kunjungan Pasien Rawat Inap Menurut Jenis Penyakit. Pontianak: Rumah Sakit Khusus Provinsi Kalimantan Barat.
NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi (alih bahasa, Sumarwati et. al., 2011). Jakarta: EGC
Perry & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep Proses dan Praktek Edisi 4. (alih bahasa oleh Yasmin Asih, dkk, 2005). Jakarta: EGC
Rasmun. (2004). Stress Koping dan Adaptasi. Jakarta :CV.Sagung Seto
Stuart, Gail W dan Laraia. (2005). Priciple and paraktice of Psychiatric Nursing Edition 8. USA : Mosby
Townsend, Mary C (2003). Psychiatric Mental Healt Nursing : Concepts of Care.Fourth Edition. Philadelphia : Davis Company
Videbeck, Sheila L. (2001). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. (alih bahasa oleh Komalasari & Hany, 2008). Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung : PT Refika Aditama