• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

8

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan kajian teori pada penelitian ini berisi tinjauan sejumlah kajian yang berkaitan dengan (1) Penelitian Tindakan Kelas, (2) Discovery Learning, (3) Hasil belajar, dan (4) Ilmu Pengetahuan Alam.

2.1.1 Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat, pendapat itu di kemukakan oleh Zainal Aqib (2011:3).

Menurut Suharsimi Arikunto (dalam Daryanto: 2011) bahwa PTK merupakan paparan gabungan definisi dari tiga kata “penelitian, tindakan, dan kelas”. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat bagi peneliti atau orang-orang yang berkepentingan dalam rangka peningkatan kualitas di berbagai bidang. Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang dalam pelaksanaannya berbentuk rangkaian periode/ siklus kegiatan. Sedangkan kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama dan tempat yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru yang sama. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan terjemahan dari Classroom Action Research yaitu suatu Action Research (penelitian tindakan) yang dilakukan di kelas.

Berdasarkan pengertian PTK tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan di kelas oleh guru dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa mengalami peningkatan.

Dari pengertian di atas dapat ditemukan karakteristik PTK, yang membedakannya dengan jenis penelitian lain. Karakteristik PTK adalah sebagai berikut:

(2)

a. An inquiry of practice from within (penelitian berawal dari kerisauan guru akan kinerjanya).

b. Self-reflective inquiry (metode utama adalah refleksi diri, bersifat agak longgar, tetapi tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian).

c. Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran. d. Tujuannya: memperbaiki pembelajaran.

Menurut Sarwiji Suwandi (2010:16), manfaat PTK meliputi hal-hal berikut ini: a. Guru dapat melakukan inovasi pembelajaran.

b. Guru dapat meningkatkan kemampuan reflektifnya dan mampu memecahkan permasalahan pembelajaran yang muncul.

c. Melalui PTK guru akan terlatih untuk mengembangkan secara kreatif kurikulum di kelas atau sekolah.

d. Kemampuan reflektif guru serta keterlibatan guru yang dalam terhadap upaya inovasi dan pengembangan kurikulum pada akhirnya akan bermuara pada tercapainya peningkatan kemampuan profesionalisme guru.

Menurut Suharsimi Arikunto (Sarwiji Suwandi, 2010:22), objek penelitian tindakan kelas meliputi hal berikut:

a. Unsur siswa, dapat dicermati objeknya ketika siswa yang bersangkutan sedang asyik mengikuti proses pembelajaran di kelas/ lapangan/ laboratorium , maupun ketika sedang asyik mengerjakan pekerjaan rumah dengan serius, atau ketika mereka sedang mengikuti kerja bakti di luar sekolah.

b. Unsur guru, dapat dicermati ketika yang bersangkutan sedang mengajar di kelas, khususnya cara guru memberi bantuan kepada siswa.

c. Unsur materi pelajaran, dapat dicermati dalam GBPP dan yang sudah dikembangkan dalam Rencana Tahunan, Rencana Semesteran, dan Analisis Materi Pelajaran.

d. Unsur peralatan atau sarana pendidikan, meliputi peralatan, baik yang dimiliki oleh siswa secara perorangan, peralatan yang disediakan oleh sekolah, ataupun peralatan yang disediakan dan digunakan di kelas dan di laboratorium.

e. Unsur hasil pembelajaran, yang ditinjau dari tiga ranah yang dijadikan titik tujuan yang harus dicapai siswa melalui pembelajaran, baik susunan maupun tingkat pencapaian.

(3)

f. Unsur lingkungan, baik lingkungan siswa di kelas, sekolah, maupun yang melingkungi siswa di rumahnya.

g. Unsur pengelolaan, misalnya cara dan waktu mengelompokkan siswa ketika guru memberikan tugas, pengaturan urutan jadwal, pengaturan tempat duduk siswa, penempatan papan tulis, penataan peralatan milik siswa, dsb.

2.1.1. Hakikat IPA di SD

Standar isi IPA di SD yang terdapat dalam Badan Standar Nasional pendidikan (BNSP) mengatakan bahwa” Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk menjadi diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara alamiah.

Trianto (2010:153) menyatakan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur yaitu: 1) Sikap : rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar: IPA bersifat open ended. 2) Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah, meliputi penyusunan hipotesis, perencanaan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. 3) Produk: berupa fakta, prinsip, teori dan hukum. 4) Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Secara rinci hakikat IPA menurut Lestari (2002) adalah sebagai berikut: 1) Kualitas: pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka. 2) Observasi dan eksperiment: merupakan salah satu cara untuk memahami konsep-konsep dasar IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.3) Ramalan (prediksi): merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat

(4)

pengukuran yang teliti maka peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksi secara tepat. a) Progresif dan komunikatif: artinya IPA itu selalu berkembang kearah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan sebelumnya. b) Proses: tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangka menemukan suatu kebenaran. c) Universitas: kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan baru yang berupa produk ilmiah dan sikap ilmiah melalui suatu kegiatan yang disebut proses ilmiah.

Dalam Puskur, Balitbang Depdiknas (2009), merujuk pada pengertian IPA itu maka disimpulkan bahwa hakikat pembelajaran IPA meliputi empat unsur utama yaitu:

a. Sikap

Rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar.

b. Proses

Prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi pengukuran dan penarikan kesimpulan.

c. Produk

Produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum atau dalil, serta hasil dari suatu proses.

d. Aplikasi

Penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat unsur tersebut merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru.

Menurut Sri Harsono (dalam Indah, 2008), prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran IPA diterapkan dalam program-program yang menekankan pembelajaran

(5)

melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain serta peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA itu menekankan pada pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman nyata di dalam proses pembelajaran secara utuh tentang fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah dengan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang memungkinkan peserta didik untuk memperoleh pengalamannya sendiri di dalam pembelajaran.

Berdasarkan dari pengertian pembelajaran dan hakikat IPA di atas, guru dituntut untuk secara tepat memilih model pembelajaran yang sesuai atau cocok dengan karakteristik pembelajaran IPA. Utamanya terhadap pembelajaran IPA menggunakan pendekatan saintifik atau ketrampilan sains. Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang standar proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam pendekatan saintifik yaitu model pembelajaran Inquiry (Inquiry Based Learning), model pembelajaran Discovery ( Discovery Learning), model pembelajaran berbasis project (Project Based Learning), dan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Dari beberapa model tersebut, peneliti memilih menggunakan model pembelajaran Discovery Learning karena langkah-langkah pada model Discovery Learning, yaitu observasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan, sesuai dengan pembelajaran IPA yang menekankan pada pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman nyata di dalam proses pembelajaran secara utuh tentang fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah dengan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang memungkinkan peserta didik untuk memperoleh pengalamannya sendiri di dalam pembelajaran.

2.1.2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPA

Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan standar

(6)

kompetensi dan kompetensi dasar kelas IV, semester 2, standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPA di sekolah dasar dapat dilihat dalam tabel 2.1.

Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas IV Sekolah Dasar Semester II Tahun Ajaran 2015/2016

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan

10.1.Mendeskripsikan berbagai

penyebab perubahan

ling-kungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelom-bang air laut)

10.2.Menjelaskan pengaruh

peru-bahan lingkungan fisik

terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

10.3.Mendeskripsikan cara pen-cegahan kerusakan lingku-ngan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, 2006)

Di dalam penelitian ini peneliti mengambil standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai berikut:

1. Standar Kompetensi : 10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan.

2. Kompetensi Dasar : 10.1. Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut).

10.2. Menjelaskan pengaruh peru-bahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

(7)

2.1.2 Model Discovery Learning

2.1.2.1 Pengertian Model Discovery Learning

Discovery Learning (Kurniasih, 2014: 64) adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri Discovery Learning masalah yang dihadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning, guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.

Sedangkan menurut (Bruner dalam Mulyatiningsih, 2012:235)

mengemukakan bahwa Discovery Learning merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri.

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa metode Discovery Learning adalah proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalanya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan Inquiry dan Problem Solving.

2.1.2.2 Langkah-Langkah Operasioanal Model Discovery Learning

Langkah-langkah dalam metode Discovery Learning menurut Kurniasih (2014: 68) adalah sebagai berikut: a) Langkah persiapan strategi Discovery Learning 1) Menentukan tujuan pembelajaran. 2) Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik. 3) Memilih materi pelajaran. 4) Menentukan topik-topik yang harus diipelajari peserta didik secara induktif. 5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik. 6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik. 7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.

(8)

Ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar: 1) Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan. 2) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah). Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasalahann yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. 3) Data collection (pengumpulan data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. 4) Data processing (pengolahan data) Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dari informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan pada tingkat kepercayaan tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategori yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. 5) Verification (pembuktian) Pada tahap ini peserta didik

(9)

melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. 6) Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi) Tahap genelasisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Setelah menarik kesimpulan peserta didik harus memperhatikan prosesmatas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

2.1.2.3 Kelebihan Model Discovery Learning

Keuntungan model Discovery Learning menurut Kurniasih (2014:66) adalah sebagai berikut: a) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan

keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan

merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. b) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. c) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. d) Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri. e) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melinatkan akalnya dan motivasi sendiri. f) Model ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. g) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. h) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tentu atau pasti. i) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik. j) Membantu dan mengembangkan ingatan dan teransfer kepada situasi proses belajar yang baru. k)Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. l) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri. m) Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik. n) Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya. o) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.p) Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. q) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

(10)

2.1.2.4 Kelemahan Metode Pembelajaran Discovery Learning

Kelemahan model Discovery Learning menurut Kurniasih (2014:67) adalah sebagai berikut: a) Model ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. b) Model ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.c) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. d) Pengajaran Discovery Learning lebih cocok untuk mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.e) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa. f) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, kita bisa lebih menonjolkan kelebihan dari model pembelajaran Discovery Learning.

2.1.3. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual atau berkelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan. Penilaian diartikan dalam bahasa inggris sebagai evaluation yang artinya “to give value something with the criterion” maksud dari kata tersebut adalah Memberikan suatu nilai, pertimbangan, etimasi, atau harga terhadap sesuatu menggunakan kriteria tertentu. Jadi dapat dipahami terdapat dua aspek yang terkandung dalam makna arti tersebut yakni nilai, pertimbangan etimasi, dan suatu kriteria tertentu yang menjadikan penilaian dapat di lakukan.

Hasil belajar meliputi kemampuan kognitif, kemampuan sikap, dan kemampuan psikomotor yang diperoleh siswa melalui proses pembelajaran (Wardani, Naniek Sulistya dkk 2012). Sependapat dengan yang dikemukakan oleh Naniek, Syah dalam Prayetno,dkk (2011:98) menyatakan, hasil belajar adalah taraf keberhasilan proses belajar mengajar. Menurut Purwanto (2009:46) “hasil belajar adalah pencapaian

(11)

tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar“. Hasil belajar merupakan komponenen pendidikan yang harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan, karena hasil belajar di ukur untuk mengetahui ketercapaian tujuan pendidikan melalui proses belajar mengajar.

Faktor internal yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor spikologis. Sedangkan faktor eksternal dalam pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep, dan keterampilan pembentukan sikap.

Menurut Gagne dalam Sudjana, (1990:22) mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yakni informasi verbal, kecakapan intelektual, strategi kognitif, sikap dan ketrampilan. Sementara Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif.

Menurut Sudjana, (1989:37) menyebutkan bahwa pembelajaran ditinjau dari hasil adalah adanya korelasi antara proses pengajaran dengan hasil yang dicapai. Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi proses pengajaran, makin tinggi pula hasil atau produk dari pengajaran itu.

Dalam Bloom secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah: (a) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intlektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah, dan kempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. (b). Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian , organisasi, dan intrnalisasi. (c). Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para gurudi sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

(12)

Berdasarkan beberapa pengertian hasil belajar yang telah disampaikan oleh beberapa ahli, dapat dilihat bahwa pengertian hasil belajar yang di sampaikan semuanya merujuk pada pencapaian hasil belajar yang diukur dengan suatu alat evaluasi yaitu tes maupun nontes. Indikator hasil belajar adalah peningkatan kemampuan atau pemahaman siswa terhadap suatu atau materi pelajaran tertentu.

2.2. Kajian Hasil Penelitian Relevan

Dalam hasil studi penelitian tindakan kelas tentang pengaruh metode Discovery Learning pada peningkatan hasil belajar siswa yang dilakukan Trisnawati (2009) pada siswa kelas IV SDN Ampel dilakukan dalam 2 siklus. Subjek penelitian terdiri dari 34 siswa, 16 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Pada siklus I nilai rata-rata siswa adalah 76,47 dan pada siklus II rata-rata siswa 92,40. Selain itu pada siklus I ketuntasan belajar yang dicapai siswa sebesar 65%, sedangkan pada siklus II ketuntasannya sebesar 100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode Discovery Learning berpengaruh terhadap pembelajaran IPA kelas IV SD.

Pada penelitian tindakan kelas yang dilakkan oleh Ely Surya (2012) yang berjudul “UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA DENGAN METODE PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY) PADA SISWA KELAS VI SDN TERATAK LOMBOK TENGAH TAHUN PELAJARAN 2010/2011”. Pada siklus I dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan (discovery) diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 70,00 dan ketuntasan belajar mencapai 67,57% atau ada 25 siswa dari 37 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 67,57% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan (discovery). Pada siklus II diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 83,24 dan dari 37 siswa yang telah tuntas sebanyak 33 siswa dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 89,19% (termasuk kategori tuntas).

(13)

Melihat dari keberhasilan penelitian yang di lakukan oleh Trisnawati dan Ely Surya, maka dari itu penulis memilih model pembelajaran Discovery Learning sebagai model pembelajaran dalam penelitian ini.

2.3. Kerangka pikir

Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam hasil belajar adalah dari faktor model pembelajaran yang digunakan yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Karena model pembelajaran sangat penting dalam keberhasilan seseorang ketika belajar. Pada pembelajaran Discovery Learning terjadi kesepakatan antara siswa tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi. Masalah yang dipecahkan bersama akan disimpulkan bersama. Peran guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk pencapaian tujuan pembelajaran.

Pembelajaran IPA menggunakan model Discovery Learning membuat siswa aktif secara langsung dalam Proses Belajar Mengajar (PBM). Sehingga siswa lebih tertarik dengan mata pelajaran IPA. Selain itu dengan model Discovery Learning , siswa dimungkinkan untuk menemukan sendiri keterkaitan-keterkaitan baru dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan melalui kegiatan mandiri.

Berdasarkan uraian diatas, maka pelaksanaan pembelajaran IPA dengan model Discovery Learning pada dasarnya adalah untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar IPA materi perubahan lingkungan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning pada siswa kelas IV SD Negeri Dukuh 03 Salatiga semester II tahun ajaran 2015/2016.

(14)

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir KONDISI AWAL TINDAKAN KONDISI AKHIR Pembelajaran Konvensional

Diduga melalui model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan

keaktifan dan hasil belajar siswa Keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA rendah SIKLUS I SIKLUS II masih ada 30 siswa atau 63,83% siswa yang belum tuntas PRASIKLUS ketuntasan hasil belajar IPA, 65,96% dari seluruh siswa ketuntasan hasil belajar IPA, 100% dari seluruh siswa

(15)

Dengan pembelajaran menggunakan model Discovery Learning yang berdampak bagi siswa itu akan mempengaruhi pada hasil belajar siswa. Karena proses pembelajaran tidak hanya terjadi satu arah. Siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan siswa terlibat langsung pada tahap-tahap penemuan suatu masalah.

Langkah yang dilakukan peneliti adalah melakukan pembelajaran pertama yang disebut siklus satu menggunakan model pembelajaran Discovery Learning . Kemudian guru memberikan test yang pertama.

Langkah kedua yaitu melakukan pembelajaran kedua yang disebut siklus dua menggunakan model pembelajaran Discovery Learning . Kemudian guru memberikan test yang kedua.

Bandingkan hasil belajar siswa pada siklus satu dan dua. Dalam proses pembelajaran, hasil belajar merupakan hal yang paling penting karena dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan. Dengan melihat hasil belajar siswa pada siklus satu dan siklus dua dapat diketahui hasil belajarnya, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada atau tidaknya peningkatan melalui model Discovery Learning terhadap hasil belajar siswa.

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa penggunaan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi perubahan lingkungan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning pada siswa kelas IV SD Negeri Dukuh 03 Salatiga semester II tahun ajaran 2015/2016.

Gambar

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir KONDISI AWAL TINDAKAN KONDISI AKHIR Pembelajaran Konvensional

Referensi

Dokumen terkait

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia, apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka berhubungan dengan Tuhannya pun

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pengalokasian anggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kulit ubi kayu fermentasi pada perlakuan P0 memberi keuntungan sebesar Rp 237.441,7 dan keuntungan terendah pada perlakuan P3 sebesar

Dilengkapi dengan penjelasan tentang sistim tatakelola yang akan diterapkan yang (1) mencerminkan aspek kredibel, transparan, akuntabel, bertanggung jawab dan adil, (2) mampu

Perencanaan, Mengacu hasil refleksi pada siklus II, maka untuk pelaksanaan penelitian siklus III dilaksanakan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran III.

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman