• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADAPTASI TIGA VARIETAS UNGGUL KEDELAI DENGAN INOVASI PTT DI LAHAN KERING BUMI NABUNG, LAMPUNG TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADAPTASI TIGA VARIETAS UNGGUL KEDELAI DENGAN INOVASI PTT DI LAHAN KERING BUMI NABUNG, LAMPUNG TENGAH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

ADAPTASI TIGA VARIETAS UNGGUL KEDELAI DENGAN INOVASI PTT DI LAHAN KERING BUMI NABUNG, LAMPUNG TENGAH

Endriani dan Dewi Rumbaina Mustikawati

BPTP Lampung. Jl. H.Z.A. Pagar Alam No.1A, Rajabasa – Bandar Lampung. Telp/fax : (0721) 781776, 705273.Email : endriani75@yahoo.com

ABSTRAK

Pengembangan kedelai dapat dilakukakan di lahan sawah maupun di lahan kering, bergantung iklim dan kebutuhan petani setempat. Pengkajian bertujuan untuk mengetahui daya adaptasi dan mengenalkan teknologi PTT kedelai di lahan kering. Pengkajian dilaksanakan di lahan kering Desa Bumi Nabung Ilir, Lampung Tengah pada bulan Nopember 2009 – Januari 2010. Pengkajian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), perlakuan 3 (tiga) varietas kedelai yaitu Burangrang, Ijen dan Tanggamus dengan 8 (delapan) ulangan. Pupuk yang digunakan yaitu Urea 50 kg/ha, SP-36 75 kg./ha dan KCl 50 kg/ha dan penerapan Pendekatan PTT kedelai di lahan kering. Parameter yang diamati adalah keragaan agronomis (tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong, jumlah polong hampa, jumlah polong bernas, jumlah polong rusak dan produktivitas). Data dianalisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan menggunakan DMRT (Duncan multiple range test) pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Tanggamus mempunyai daya adaptasi lebih baik dibanding Ijen dan Burangrang, ditunjukkan dengan keragaan pertumbuhan dan produksi yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding dua varietas lainnya. Produksi varietas Tanggamus (1,92 ton/ha), Ijen dan Burangrang masing-masing (1,45 dan 1, 40 ton/ha).

Kata kunci : Adaptasi, Teknologi PTT, Produktivitas.

ABSTRACT

Adaptation Of Three Soybean Variety Superior With Technology Icm On Dry Land Bumi Nabung, Central Lampung. Development of soybean on lowland and dry land, climate dependent and needs of local farmers. The assessment aims to determine the adaptability and introducing soybean ICM technology in dryland. Assessments conducted in dryland of Bumi Nabung village, Central Lampung in November 2009 - January 2010. Assesment using a randomized block design (RBD), treatment 3 (three) soybean varieties that are Burangrang, Ijen and Tanggamus with eight (8) replications. Fertilizers used are urea, 50 kg/ha, SP-36 75 kg./ha and 50 kg KCl/ha and the application of technology in dryland soybean PTT. The parameters were observed variability of agronomic (plant height, number of branches, number of pods, number of empty pods, pods damaged and productivity). Data were analyzed by analysis of variance and continued using DMRT (Duncan's multiple range test) on the real level of 5%. The results showed that the Tanggamus varieties has better adaptability than Ijen and Burangrang, indicated by variability of growth and higher production and significantly different than the other two varieties. Production Tanggamus varieties (1.92 tons/ ha), Ijen and Burangrang respectively (1.45 and 1, 40 tons / ha).

(2)

2

PENDAHULUAN

Produksi kedelai dalam negeri terus menurun seiring dengan merosotnya areal tanam. Untuk mencukupi permintaan kedelai dalam negeri yang terus meningkat,pemerintah melakukan impor. Dilihat dari sisi petani, merosotnya luas areal tanam kedelai menunjukkan kurangnya partisipasi petani untuk menanam kedelai karena dinilai tidak menguntungkan. Produktivitas kedelai dipengaruhi oleh jenis tanah, kualitas benih, varietas, pengelolaan tanaman, takaran pupuk, pengendalian hama dan penyakit, waktu tanam dan panen, teknologi yang digunakan,dan interaksi semua faktor tersebut (Saleh et al. 1999). Peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan dengan: 1) memperluas areal tanam, 2) meningkatkan produktivitas, 3) mengamankan produksi,dan 4) memperkuat kelembagaan (Alimoeso, 2008).

Perluasan areal tanam diutamakan pada wilayah yang pernah menjadi sentra produksi kedelai dan pemanfaatan lahan secara optimal melalui peningkatan indeks pertanaman. Produksi kedelai di Propinsi Lampung tahun 2010 sebesar 7,32 ribu ton biji kering, turun sebesar 8,83 ribu ton (54,65 persen) dibandingkan dengan produksi tahun 2009. Penurunan produksi terjadi terutama karena adanya penurunan luas panen sebesar 7,32 ribu ton (54,17 persen), penurunan produksi juga terjadi karena penurunan produktivitas sebesar 0,23 kuintal per hektar (0,84 persen). (BPS Propinsi Lampung, 2010). Peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan melalui usaha intensifikasi dan ekstensifikasi. Ekstensifikasi ke lahan kering masih mungkin dilakukan, karena luas lahan kering di Lampung masih cukup luas dan belum dimanfaaatkan secara optimal.

Peluang peningkatan produksi kedelai melalui perbaikan teknologi masih terbuka, mengingat produktivitas kedelai di tingkat petani masih rendah 1,3 t/ha, padahal di tingkat penelitian mencapai 1,7-3,2 t/ha (Badan Litbang Pertanian, 2008). Peningkatan produktivitas kedelai di Lampung memerlukan teknologi adaptif yang efisien, antara lain varietas unggul adaptif dan teknologi spesifik lokasi, sesuai kondisi biofisik lahan, sosial-ekonomi masyarakat, dan kelembagaan petani. Proses produksi yang demikian pada hakekatnya merupakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). PTT bukan merupakan paket teknologi yang tetap, tetapi merupakan pendekatan usahatani yang dinamis, mengintegrasikan berbagai komponen teknologi yang saling bersinergi, sehingga dapat memecahkan masalah setempat, meningkatkan efisiensi penggunaan input dan meningkatkan kesuburan tanah (Puslitbangtan 2006). Salah satu komponen PTT adalah penggunaan varietas unggul. Badan Litbang Pertanian telah melepas beberapa varietas unggul kedelai antara lain varietas

(3)

3

Burangrang, Ijen dan Tanggamus. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui daya adaptasi ketiga varietas tersebut dan mengenalkan teknologi PTT kedelai di lahan kering.

METODOLOGI

Pengkajian dilaksanakan di lahan kering Desa Bumi Nabung Ilir, Lampung Tengah pada bulan Nopember 2009 – Januari 2010. Pengkajian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), perlakuan 3 (tiga) varietas unggul kedelai yaitu Burangrang, Ijen dan Tanggamus dengan 8 (delapan) ulangan. Pupuk yang digunakan yaitu Urea, 50 kg/ha, SP-36 75 kg./ha dan KCl 50 kg/ha, diberikan saat tanam. Komponen teknologi inovasi PTT kedelai di lahan kering yang diterapkan adalah : (a) Varietas adaptif pada agroekologi lahan kering, (b) benih bermutu tinggi (memenuhi syarat benih bermutu dan berlabel) dan perawatan benih (seed treatment),(c) Teknologi pemupukan berdasarkan rekomendasi berdasarkan hasil analisis tanah spesifik lokasi, dan (d) Teknologi pengendalian OPT (organisme Pengganggu Tanaman) secara terpadu (PHT). Pengolahan tanah dilakukan secara OTS (olah tanah sempurna), sistem tanam baris dengan jarak tanam 40 x 10 cm, dua biji per lubang. Pengendalian OPT dilakukan berdasarkan pengamatan di lapang. Penyiangan dilakukan pada umur 15 dan 30 hari setelah tanam, Panen dilakukan pada saat tanaman masak fisiologis. Parameter yang diamati adalah keragaan agronomis (tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong, jumlah polong hampa, jumlah polong bernas, jumlah polong rusak dan produktivitas). Data dianalisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan menggunakan DMRT (Duncan multiple range test) pada taraf nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Tanaman

Tabel 1. Keragaan pertumbuhan tiga varietas kedelai dilahan kering Bumi Nabung Ilir 2009.

Varietas Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang (bh)/tanaman

Tanggamus Burangrang Ijen 77,25 a 60,5 b 48,18 c 2,6 b 2,2 b 3,6 a

(4)

4

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Selama fase pertumbuhan vegetatif tanaman terlihat cukup baik, ketiga varietas yang diuji menunjukkan keragaan pertumbuhan tanaman yang seragam pada awal pertumbuhan 7- 15 HST, namun setelah memasuki fase pembungaan keragaan ketiga varietas kedelai mulai terlihat beragam, tanaman mulai kekurangan air karena rendahnya curah hujan. Dari tabel diatas terlihat bahwa varietas Tanggamus mempunyai tinggi tanaman paling tinggi yaitu (77,25 cm) dibandingkan dengan Burangrang (60,5cm) dan Ijen (48,18 cm) (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa daya adaptasi varietas Tanggamus lebih baik dibanding varietas lainnya dilahan kering Bumi Nabung Ilir karena kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman, varietas Tanggamus berdasarkan deskripsinya memang sesuai untuk ditanam dilahan kering masam, terutama di lahan kering masam lampung (Arsyad, 2003).

Tabel 2. Keragaan jumlah polong, polong bernas dan polong hampa tiga varietas kedelai di Bumi Nabung Ilir 2009.

Varietas Jumlah polong (bh)/tanaman Jumlah polong bernas (bh/tanaman) Jumlah polong hampa (bh)/tanaman Jumlah polong rusak/tanaman Tanggamus Burangrang Ijen 80,12 a 57,0 b 46,6 b 77,75 a 41,37 b 54,62 b 1,37 a 2,87 a 1, 12 a 0,75 b 2,37 a 1,37 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Dari Tabel 2 terlihat bahwa jumlah polong terbanyak terdapat pada varietas Tanggamus dan berbeda nyata dengan dua varietas lainnya. Jumlah polong bernas tertinggi terdapat pada varietas Tanggamus (77,75) berbeda nyata dengan dua varietas lainnya. Sementara Varietas Burangrang mempunyai jumlah polong bernas (41,37) dan Ijen (54,62) keduanya tidak berbeda nyata. Varietas Tanggamus tergolong varietas kedelai ukuran biji sedang, Burangrang berukuran biji besar dan Ijen ukuran biji sedang. Jumlah polong hampa ketiga varietas tidak berbeda nyata.

(5)

5

Produktivitas Tanaman

Produktivitas paling tinggi terdapat pada varietas Tanggamus (1,92 t/ha) dan berbeda nyata dengan Burangrang (1,40 t/ha) dan Ijen (1,45 t/ha) (Tabel 3). Ukuran penting kesesuaian dan daya adaptasi suatu varietas dan teknologi adalah tingkat produktivitas yang berhasil diperoleh (Abidin et al., 2011). Varietas Tanggamus menunjukkan sangat beradaptasi baik karena produktivitasnya bisa melebihi potensi hasil nya yang hanya 1,22 ton/ha (Pustaka, 2008). Sedangkan varietas Burangrang dan varietas Ijen hasilnya lebih rendah dibanding potensi hasilnya 1,6-2,5 ton/ha dan 2,15-2,49 ton/ha (Pustaka, 2008).

Tabel 3. Keragaan produktivitas tiga varietas kedelai di lahan kering Bumi Nabung Ilir 2009.

Varietas Produktivitas (ton/ha)

Tanggamus Burangrang Ijen 1,92 a 1,40 b 1,45 ab

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Pada awal pertumbuhan tanaman kedelai kondisi curah hujan cukup mendukung untuk pertumbuhan tanaman kedelai yaitu 204,5 cm, namun pada saat panen curah hujan cukup tinggi (Tabel 4). Tanaman kedelai membutuhkan air optimum pada tahap pengisian polong sebesar 118,3 mm (Dinata dkk,2004). Kelebihan air menyebabkan tanaman busuk. Untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan (Warintek, 2013).

Pada saat ini, pengembangan kedelai belum seperti yang diharapkan. Dari segi teknis, kurangnya minat petani dalam menanam kedelai disebabkan budidaya kedelai relatif rumit dan tanaman ini rentan terhadap hama dan penyakit. Faktor lainnya adalah kurangnya insentif ekonomi yang diperoleh petani, hubungan penerimaan dan biaya komoditas kedelai lebih rendah dari padi.dan jagung. Perubahan iklim juga menjadi salah satu faktor penyebab terganggunya pertumbuhan dan produksi kedelai.

Tabel 4. Jumlah curah hujan dan hari hujan setiap bulan di Kabupaten Lampung Tengah 2008 - 2010.

(6)

6

_____________________________________________________________________

Bulan Curah hujan (cm) Hari hujan (mm)

_____________________________________________________________________

Nopember 2009 204,5 20

Desember 2009 478,9 23

Januari 2010 300,5 25

Sumber : Lampung Tengah Dalam Angka 2010.

Tanaman Kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase (tata air) dan aerasi (tata udara) tanah cukup baik, curah hujan 100-400 mm/bulan, suhu udara 23-30oC, kelembaban 60-70%, pH tanah 5,8-7 dan ketinggitan tempat kurang dari 600 m dpl.(Nazar, A, dkk. 2008). Proses produksi yang mampu memberikan produktivitas tinggi, efisien, dan berkelanjutan yakni melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). PTT kedelai bukanlah teknologi produksi kedelai, melainkan merupakan suatu pendekatan dalam produksi kedelai agar teknologi dan atau proses produksi yang diterapkan sesuai dengan kondisi lingkungan setempat (Marwoto, 2008) dan PTT salah satu pendekatan dalam usahatani yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani serta melestarikan lingkungan produksi. Dalam implementasinya PTT mengintegrasikan komponen teknologi pengelolaan lahan, air, tanaman,dan organisme pengganggu tanaman (LATO) secara terpadu.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Tanggamus mempunyai daya adaptasi lebih baik dibanding Ijen dan Burangrang, ditunjukkan dengan keragaan pertumbuhan dan produksi yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding dua varietas lainnya. Produksi varietas Tanggamus (1,92 ton/ha), Ijen dan Burangrang masing-masing (1,45 dan 1, 40 ton/ha).

(7)

7

DAFTAR PUSTAKA

Alimoeso, S. 2008. Produksi kedelai belum akan menolong. Kompas, 26 Januari 2008.

Arsyad, 2003.Varietas Unggul Kedelai Adaptif di Lahan Kering Masam.Makalah Review Ilmiah, Seminar Puslitbang. Tanaman Pangan, Bogor 22 Mei 2003. 26 hal.

Abidin, Z., S.B. Sugiman, dan D. Harnowo. 2011. Kajian Introduksi Varietas Unggul Baru Kedelai Pada Lahan Sawah Di Sulawesi Tenggara. http://jatim.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/component/phocadownload/c ategory/14-semnas-2011.

BPS Propinsi Lampung, 2010. Berita Resmi Statistik Provinsi Lampung No.01/07/18/Th.1 Juli 2010 hal 1-5.

BPS Kab. Lampung Tengah 2010. Lampung Tengah Dalam Angka 2010.Hal.11.

Badan Litbang Pertanian. 2008. Ketersediaan Teknologi Dalam Mendukung Peningkatan Produksi Kedelai Menuju Swasembada. http://www.litbang.deptan.go.id/press/one/14/

Dinata,S.I. Raharjo dan I.G. Darmaputra.2004. Kajian Kebutuhan Air Tanaman (Et Crop) dan Koefisien Tanaman (Kc) Edamame (Kedelai Jepang) di Daerah Tropis. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Edisi Khusus Vol.IV a (2) 279-286.

Marwoto, 2008. Dasar-Dasar Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Kedelai. Dalam Sistem Usahatani Kedelai Spesifik Lokasi.Hal 1-10.

Nazar A, Dewi Rumbaina Mustikawati, Alvi Yani 2008. Dalam Seri Buku Inovasi. TP/02/2008. Teknologi Budidaya Kedelai.Hal.1-3.

Puslitbangtan 2006. Inovasi Teknologi Unggulan Tanaman Pangan Berbasis Agroekosistem Mendukung Prima Tani. Badan Litbang Pertanian. Puslitbangtan.Bogor.

(8)

8

Pustaka. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kedelai 1918-2008. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/deskripsi_kedelai.pdf

Saleh, N., T. Adisarwanto, A. Kasno, dan Sudaryono.1999. Teknologi kunci dalam pengembangan kedelai di Indonesia. hlm. 183−207. Dalam Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Konsep dan Strategi Peningkatan Produksi Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.

Gambar

Tabel 1. Keragaan pertumbuhan tiga varietas kedelai dilahan kering Bumi Nabung Ilir  2009
Tabel  4.  Jumlah  curah  hujan  dan  hari  hujan  setiap  bulan  di  Kabupaten  Lampung  Tengah 2008 -  2010

Referensi

Dokumen terkait

Kombinasi artemisinin yang ada saat ini dan mungkin sesuai dengan kondisi di Indonesia adalah kombinasi amodiakuin dan artesunat dengan dosis tunggal harian selama 3

Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, maka peran Dinas Perdagangan dihubungkan dengan pengawasan terhadap usaha ritel di kota Medan berpedoman pada peraturan pelaksana

Dengan demikian secara keseluruhan maksud dari judul skripsi ini mencerminkan pembahasan atas suatu pendekatan dalam meningkatkan efektivitas strategi pe- masaran

Genotipe IPBC 2 memiliki heritabilitas tinggi untuk karakter bobot buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, tinggi tanaman, panjang buah, dan insidensi penyakit,

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi Pasal 25 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman

terhadap 184 responden pengguna ruko di Kota Pekanbaru, semua faktor pemilihan lokasi ruko yang terdapat dalam tinjauan pustaka tersebut memang merupakan faktor

Untuk variabel frekuensi paparan, secara umum terbagi atas 5 kategori yang didapatkan dari hasil pengurangan hari dalam satu tahun (365 hari) dengan lamanya para