• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Larutan logam kromium yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Larutan logam kromium yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

34 A. HASIL

Larutan logam kromium yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari senyawa krom nitrat (Cr(NO3)3.9H2O) yang dilarutkan dalam aquades. Pada proses pengontakan konsentrasi logam kromium yang digunakan adalah 297,5 mg/L, dengan volume 25 ml, pH 5 dan waktu kontak 30 menit.

1. Tahap Pra-penelitian

Pada tahap pra-penelitian ini diperoleh beberapa hasil, diantaranya:

a. Pembuatan Serbuk Biomassa S. platensis

Mikroalga yang digunakan untuk biomassa kering ini menggunakan jenis

Spirulina platensis yang diperoleh dari Laboratorium Pakan BBPBAP Jepara.

Dari 600 ml S. platensis diperoleh sekitar 50 gram biomassa kering. Namun yang digunakan untuk uji sebanyak 14,4 gram.

b. Pembuatan larutan Krom nitrat (Cr (NO3)3.9H2O)

Larutan kromium yang digunakan berasal dari senyawa krom nitrat (Cr (NO3)3.9H2O). Senyawa kromium jenis ini banyak digunakan pada industri-industri. Larutan ini dibuat dengan mencampurkan sebanyak 2,2895 g krom nitrat (Cr (NO3)3.9H2O) dengan aquades sampai dengan tanda batas yang tertera pada labu ukur 1 liter, kemudian dihomogenkan. Sehingga diperoleh konsentrasi krom nitrat sebesar 297,5 mg/L.

(2)

2. Penelitian Inti

Larutan kromium yang telah diketahui konsentrasinya sebanyak 25 ml dikontakkan dengan enam variasi sampel biomassa kering S. Platensis masing-masing sebanyak 0,1 g, 0,3 g, 0,5 g, 0,7 g, 0,9 g dan 1,1 g, yang kemudian diatur pH-nya hingga mencapai 5 dan diagitasi selama 30 menit pada kecepatan 200 rpm. Terdapat empat kali pengulangan untuk setiap sampel. Setelah pengontakkan mikroalga tersebut kemudian didestruksi untuk mendapatkan filtrat yang selanjutnya diuji dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrometry (AAS) pada panjang gelombang 357,9 nm yang dipakai sesuai dengan logam yang diukur (Cr) dan pembakar yang digunakan yaitu asetilen-udara. Hal ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam dan Lingkungan Jurusan Kimia FMIPA UNPAD. Hasil dari AAS ini digunakan untuk menghitung jumlah logam kromium akhir/yang terserap, persentase penyerapan dan kapasitas biosorpsi.

a. Hasil Analisis Kromium yang Terserap oleh S. platensis

Hasil analisis kromium yang terserap ini diperoleh dari pengontakkan antara sampel biomassa kering S. Platensis dengan larutan kromium. Hasil dari pengukuran logam kromium yang terserap oleh biomassa spirulina dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.

(3)

Tabel 4.1 Rata-rata kromium yang terserap dan kromium akhir setelah proses pengontakan (pH 5, waktu kontak 30 menit) pada sampel biomassa S.

platensis yang berbeda-beda.

No Sampel (g) Rata-rata kromium terserap (mg/L) Rata-rata kromium akhir (mg/L) 1 J1 0,1 1.013 ± 0.183 296.487 ± 0.183 2 J2 0,1 3 J3 0,1 4 J4 0,1 5 J1 0,3 2.231 ± 0.100 295.269 ± 0.100 6 J2 0,3 7 J3 0,3 8 J4 0,3 9 J1 0,5 8.742 ± 0.242 288.759 ± 0.242 10 J2 0,5 11 J3 0,5 12 J4 0,5 13 J1 0,7 19.042 ± 1.552 278.458 ± 1.552 14 J2 0,7 15 J3 0,7 16 J4 0,7 17 J1 0,9 41.171 ± 0.820 256.329 ± 0.820 18 J2 0,9 19 J3 0,9 20 J4 0,9 21 J1 1,1 44.598 ± 0.533 252.902 ± 0.533 22 J2 1,1 23 J3 1,1 24 J4 1,1

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pada biomassa 0,1 g S. platensis, rata-rata jumlah logam kromium yang terserap adalah 1.013 ± 0.183 mg/L dan rata-rata logam kromium akhir yang terdapat dalam larutan sebesar 296.487 ± 0.187 mg/L. Untuk jumlah biomassa 0,3 g, rata-rata jumlah logam kromium yang terserap adalah 2.231 ± 0.100 mg/L dan rata-rata logam kromium akhir yang terdapat dalam larutan sebesar 295.269 ± 0.100 mg/L. Untuk biomassa 0,5 g,

(4)

rata jumlah logam kromium yang terserap adalah 8.742 ± 0.242 mg/L dan rata-rata logam kromium akhir yang terdapat dalam larutan sebesar 288.758 ± 0.242 mg/L. Untuk biomassa 0,7 g, rata-rata jumlah logam kromium yang terserap adalah 19.042 ± 1.552 mg/L dan rata-rata logam kromium akhir yang terdapat dalam larutan sebesar 278.458 ± 1.552 mg/L. Untuk biomassa 0,9 g, rata-rata jumlah logam kromium yang terserap adalah 41.171 ± 0.820 mg/L dan rata-rata logam kromium akhir yang terdapat dalam larutan sebesar 256.329 ± 0.820 mg/L. Sedangkan untuk biomassa 1,1 g, rata-rata jumlah logam kromium yang terserap adalah 44.598 ± 0.533 mg/L dan rata-rata logam kromium akhir yang terdapat dalam larutan sebesar 252.902 ± 0.533 mg/L.

Untuk keseluruhan data diatas, dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah logam kromium yang terserap paling besar terdapat pada biomassa 1,1 g, yaitu sebesar 44.598 ± 0.533 mg/L dan yang paling kecil pada biomassa 0,1 g yaitu 1.013 ± 0.183 mg/L. Sedangkan untuk rata-rata kromium akhir yang paling besar terdapat pada biomassa 0,1 g sebesar 296.487 ± 0.183 mg/L dan yang paling kecil terdapat pada biomassa 1,1 g sebesar 252.902 ± 0.533 mg/L.

b. Persentase Penyerapan Kromium oleh S. platensis

Persentase penyerapan kromium oleh biomassa diperoleh dengan cara membagi kromium terserap dengan kromium awal dikali 100%. Hasil rata-rata persentase penyerapan kromium oleh mikroalga dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.

(5)

Tabel 4.2 Rata-rata persentase penyerapan kromium setelah proses pengontakan (pH 5, waktu kontak 30 menit) biomassa S. platensis yang berbeda-beda.

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui persentase penyerapan setelah pengontakkan selama 30 menit dengan pH 5 dan pada jumlah biomassa yang berbeda. Dalam hal ini terjadi kecenderungan peningkatan persentase penyerapan kromium biomassa

S. platensis 0,1 g hingga 1,1 g. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada

jumlah biomassa 0,1 g rata-rata persentase penyerapannya sebesar 0.341 ± 0.062 %. Untuk jumlah biomassa 0,3 g, rata-rata persentase penyerapannya sebesar

No Sampel (g) Cr awal (mg/L) Persentase penyerapan (%) Rata-rata persentase penyerapan (%) 1 J1 0,1 297.5 0.354 0.341± 0.062 2 J2 0,1 297.5 0.302 3 J3 0,1 297.5 0.422 4 J4 0,1 297.5 0.285 5 J1 0,3 297.5 0.732 0.750 ± 0.034 6 J2 0,3 297.5 0.722 7 J3 0,3 297.5 0.747 8 J4 0,3 297.5 0.798 9 J1 0,5 297.5 2.835 2.938 ± 0.081 10 J2 0,5 297.5 2.913 11 J3 0,5 297.5 3.014 12 J4 0,5 297.5 2.991 13 J1 0,7 297.5 6.634 6.401 ± 0.522 14 J2 0,7 297.5 6.662 15 J3 0,7 297.5 5.619 16 J4 0,7 297.5 6.688 17 J1 0,9 297.5 14.041 13.839 ± 0.275 18 J2 0,9 297.5 13.918 19 J3 0,9 297.5 13.433 20 J4 0,9 297.5 13.963 21 J1 1,1 297.5 14.983 14.991 ± 0.179 22 J2 1,1 297.5 14.976 23 J3 1,1 297.5 15.221 24 J4 1,1 297.5 14.784

(6)

0.750 ± 0.034 %. Pada biomassa 0,5 g rata-rata persentase penyerapannya sebesar 2.938 ± 0.081 %. Untuk biomassa 0,7 g rata-rata persentase penyerapannya sebesar 6.401 ± 0.522 %. Untuk biomassa 0,9 g rata-rata persentase penyerapannya sebesar 13.839 ± 0.275 % dan untuk biomassa 1,1 g rata-rata persentase penyerapannya sebesar 14.991 ± 0.179 %.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rata-rata persentase penyerapan tertinggi terdapat pada jumlah biomassa 1,1 g yaitu 14.991 ± 0.179 % dan untuk rata-rata persentase terkecil terdapat pada jumlah biomassa 0,1 g yaitu sebesar 0.341± 0.062 %.

Gambar 4.1 Grafik hubungan jumlah biomassa terhadap persentase penyerapan logam kromium.

Berdasarkan Gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin besar jumlah biomassa mikroalganya, maka semakin besar pula persentase penyerapan logam kromiumnya. Dari jumlah biomassa 0,7 g ke 0,9 g terdapat peningkatan yang cukup tinggi, yaitu dari 6.401 % ke 13.839 %. Sehingga secara keseluruhan bila dilihat dari grafik tersebut persentase penyerapan tertinggi terdapat pada biomassa

P ers entas e P enyerapan

0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000 14.0000 16.0000 0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 1.1

Berat Biomassa S . platensis (g )

P ers en tas e P en yer ap an (%)

(7)

1,1 g sebesar 14.991 % dan persentase penyerapan terendah pada jumlah biomassa 0,1 g yaitu sebesar 0.341 %.

c. Kapasitas Biosorpsi pada Biosorben

Untuk memperoleh kapasitas biosorpsi ini dihitung dengan menggunakan persamaan Langmuir, yaitu konsentrasi terserap dikali dengan volume larutan dibagi dengan berat dari biomassa tersebut. Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat rata-rata kapasitas biosorpsinya pada Tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3 Rata-rata kapasitas biosorpsi setelah proses pengontakkan (pH 5, waktu pengontakkan 30 menit) pada jumlah biomassa yang berbeda-beda.

No Sampel (g) Rata-rata kromium terserap (mg/L) Rata-rata kapasitas biosorpsi (mg/g) 1 J1 0,1 1.013 ± 0.183 0.253 ± 0.046 2 J2 0,1 3 J3 0,1 4 J4 0,1 5 J1 0,3 2.231 ± 0.010 0.186 ± 0.008 6 J2 0,3 7 J3 0,3 8 J4 0,3 9 J1 0,5 8.742 ± 0.242 0.437 ± 0.012 10 J2 0,5 11 J3 0,5 12 J4 0,5 13 J1 0,7 19.042 ± 1.552 0.680 ± 0.055 14 J2 0,7 15 J3 0,7 16 J4 0,7 17 J1 0,9 41.171 ± 0.820 1.144 ± 0.023 18 J2 0,9 19 J3 0,9 20 J4 0,9 21 J1 1,1 44.598 ± 0.533 1.014 ± 0.012 22 J2 1,1 23 J3 1,1 24 J4 1,1

(8)

Dari hasil pengontakkan pada pH 5 dengan waktu kontak 30 menit, diperoleh nilai rata-rata kapasitas biosorpsi yang cenderung semakin besar seiring dengan bertambahnya biomassa kering S. platensis. Dari Tabel 4.3 diketahui untuk jumlah biomassa 0,1 g nilai kapasitas biosorpsinya 0.253 ± 0.046 mg/g. Untuk biomassa 0.3 g nilai rata-rata kapasitas biosorpsi yang diperoleh adalah 0.186 ± 0.008 mg/g. Untuk biomassa 0.5 g nilai rata-rata kapasitas biosorpsi yang diperoleh adalah 0.437 ± 0.012 mg/g. Pada jumlah biomassa 0.7 g nilai rata-rata kapasitas biosorpsi yang diperoleh adalah 0.680 ± 0.055 mg/g. Kemudian pada biomassa 0.9 g nilai rata-rata kapasitas biosorpsi yang diperoleh adalah 1.144 ± 0.023 mg/g. Sedangkan pada jumlah biomassa 1.1 g nilai rata-rata kapasitas biosorpsi yang diperoleh adalah 1.014 ± 0.012 mg/g.

Bila dilihat secara keseluruhan, maka nilai rata-rata kapasitas biosorpsi yang paling tinggi terdapat pada biomassa dengan berat 0.9 g yaitu sebesar 1.144 ± 0.023 mg/g, sedangkan untuk nilai rata-rata kapasitas biosorpsi yang paling rendah terdapat pada jumlah biomassa 0.1 g, yaitu sebesar 0.253 ± 0.046 mg/g. Gambar 4.2 Grafik hubungan jumlah biomassa S. platensis terhadap kapasitas

biosorpsi logam kromium

K apas itas B ios orps i

0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000 0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 1.1

Be ra t bioma ssa S . platensis (g )

Ka pa si ta s b io so rp si (m g/ g)

(9)

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.2 menunjukkan hubungan antara variasi jumlah biomassa spirulina terhadap kapasitas biosorpsi. Dari grafik tersebut dapat dilihat adanya penurunan kapasitas biosorpsi dari biomassa 0.1 g ke 0.3 g, yaitu dari 0.253 ± 0.046 mg/g menjadi 0.186 ± 0.008 mg/g. Namun setelah itu terjadi peningkatan kembali nilai kapasitas biosorpsi hingga pada jumlah biomassa 0.9 g, dan pada jumlah biomassa 0.9 g ini memiliki kapasitas biosorpsi yang paling besar yaitu 1.144 ± 0.023 mg/g, karena setelah itu nilai dari kapasitas biosorpsinya menurun menjadi 1.013 ± 0.012 mg/g yang dimiliki oleh biomassa 1.1 g.

Berdasarkan hasil uji statistika terhadap kapasitas biosorpsi menunjukkan bahwa data yang didapatkan tidak homogen karena angka signifikansi lebih kecil dari 0.05, yaitu 0.017. Sedangkan hasil uji normalitas terjadi penerimaan Ho karena angka signifikansi lebih besar dari 0.05 yaitu 0.414, sehingga dikatakan bahwa data berdistribusi normal. Merujuk dari hasil pengujian sebelumnya maka selanjutnya data diuji lagi menggunakan uji Kruskal-Wallis yaitu uji non parametrik sederhana untuk membandingkan median dari tiga atau lebih sampel. Dari hasil perhitungan diperoleh Khitung > Ktabel pada taraf keparcayaan = 0.05 sehingga Ho DITOLAK yang artinya terdapat perbedaan median yang signifikan dari besarnya kapasitas biosorpsi logam kromium dari berbagai konsentrasi biomassa kering spirulina. Hal ini berarti secara statistik dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari berbagai konsentrasi biomassa kering S. platensis terhadap kapasitas biosorpsi logam kromium.

(10)

B. PEMBAHASAN a. Tahap Persiapan

Pada saat preparasi sampel S. platensis dipisahkan dari mediumnya dengan cara disaring menggunakan kain nylon, hal ini didukung oleh pernyataan Bachtiar (2007: 10) bahwa pemanenan alga Spirulina platensis dapat dilakukan dengan cara menyaring alga tersebut dengan menggunakan saringan kain nylon yang berukuran 60-70 mesh. Karena selain tidak merusak sel, air yang keluar juga semakin banyak bila dibandingkan dengan di sentrifugasi dan disaring menggunakan kertas saring (Jourdan, 2001: 7).

Untuk memperoleh biomassa kering, proses pengeringan S. platensis dikeringkan menggunakan kipas angin selama 48 jam. Hal ini bertujuan agar protein dari S. platensis tidak terdenaturasi. Karena protein bila terlalu lama dipanaskan akan terdenaturasi (Winarno, 1997: 67). Adapun untuk skala industri, pengeringan spirulina ini menggunakan freeze dryng, karena merupakan cara yang terbaik untuk mengeringkan, namun cara ini terlalu mahal dan rumit. Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari paling umum digunakan oleh sebagian produsen, namun memerlukan sedikit kehati-hatian. Pengeringan dengan matahari secara langsung harus dilakukan secara cepat, karena dapat merusak klorofil dan

S. platensis yang kering akan terlihat kebiruan (Jourdan, 2001: 12).

Metode analisis dengan Atomic Absorption Spectrometry (AAS) digunakan untuk menentukan konsentrasi logam berat kromium yang terserap oleh S.

platensis. Prinsip kerja dari AAS ini pada dasarnya adalah suatu proses

pengatoman dari tingkat dasar ke tingkat tinggi, dalam proses pengatoman ini setiap logam berat memiliki penyinaran dengan panjang gelombang yang spesifik

(11)

(Basset et al, 1989: 779). Menurut Hendayana (1994: 8) kerja dari AAS ini mirip dengan metode fotometri nyala tetapi sumber energinya berupa lampu katode burlubang (hollow cathode lamp), sedang nyala pembakar berguna untuk mengaktifkan atom-atom logam sebelum menyerap energi. Karena itu, dengan metode ini hampir semua atom logam yang terdaftar dalam sistem periodik dapat ditentukan konsentrasinya.

b. Hasil Analisis Kromium yang Terserap oleh S. platensis

Dari hasil penelitian pada Tabel 4.1, menunjukkan bahwa biomassa kering

Spirulina platensis yang berasal dari Laboratorium Pakan BBPBAP Jepara diduga

memiliki kemampuan untuk menyerap logam berat kromium. Hal ini didukung oleh penjelasan Kratochvil et al (2000: 2) bahwa mikroalga dikatakan berpotensi sebagai biosorben ketika terjadi peningkatan penyerapan logam kromium untuk jumlah biomassa yang semakin besar. Menurut Suhendrayatna (2001: 5), Chojnacka, (2007: 218), Putra (2003: 2), Vijayaraghavan et al (2008: 272) dan Zhou et al., (1998: 67) juga dikatakan bahwa mikroalga memiliki potensi dalam mengabsorpsi logam berat.

Proses absorpsi yang terjadi melibatkan permukaan sel dari mikroalga tersebut, karena terjadi formasi kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus fungsional seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, fosfat, dan hidroksi-karboksi yang berada pada dinding sel. Proses biosorpsi ini bersifat bolak balik dan cepat. Proses bolak balik ikatan ion logam berat di permukaan sel ini dapat terjadi pada sel mati dan sel hidup dari suatu biomassa (Suhendrayatna, 2001: 5) karena pada dinding mikroalga juga terdapat polisakarida, lipid dan protein yang

(12)

ikut berperan dalam pertukaran kation dan anion logam (Donmez et al., 1999: 888).

Menurut Darmono (1995: 84) hampir semua ion logam selalu berinteraksi dengan kompleks protein secara cepat. Karena ion tersebut seimbang dengan cepat, sehingga perlakuan termodinamik cukup peka. Bentuk ikatan kompleks antara ion logam seperti Cu(II) dan asam amino merupakan contoh sederhana dari interaksi ion logam dengan protein. Kemampuan molekul protein yang mempunyai banyak rantai ikatan asam amino, gugus karboksilat adalah gugus yang penting dalam mengikat ion logam. Atom N merupakan tempat utama dalam ikatan tersebut. Struktur kompleks dan adanya tempat ikatan dalam protein, menyebabkan naiknya kemampuan mengontrol pelekatan ion logam dan mengontrol fungsi dan reaksi dari logam tertentu. Protein dapat mengontrol tempat dan jumlah ikatan ion, kemampuan oksidasi ion, laju oksidasi dan reduksi ion logam dalam suatu lingkungan protein.

c. Persentase Penyerapan Kromium oleh S. platensis

Dari persentase penyerapan juga terjadi peningkatan sesuai dengan meningkatnya jumlah biomassa dari S. platensis. Hal ini dapat dikatakan bahwa S.

platensis memiliki potensi sebagai biosorben logam berat, begitu juga menurut

Chojnacka (2007: 219) yang menyebutkan bahwa mikroalga efektif dalam mengikat ion logam dari larutan. Untuk mikroalga hijau-biru Spirulina sp merupakan biosorben yang sangat baik untuk mengikat ion logam Cr(III), Cd(II) dan Cu(II) dari larutan (Chojnacka (2007: 219)). Menurut Vannela et al (2006: 1290) kecepatan biosorpsi logam oleh S. platensis mengindikasikan bahwa

(13)

mikroalga ini bisa digunakan sebagai biosorben yang efisien untuk menyerap logam berat.

Kehadiran jumlah biomassa yang tinggi menyebabkan proses pengikatan ke dalam sel sangat cepat dan menghasilkan konsentrasi dalam larutan menjadi rendah dibandingkan ketika jumlah biomassa rendah. Karena semakin besar jumlah biosorben, maka semakin tinggi sisi aktif dari selnya (Donmez et al., 1998: 888).

Dari variasi jumlah biomassa yang digunakan diduga berpengaruh besar terhadap penyerapan logam kromium dalam larutan. Hal ini terjadi dikarenakan biomassa membentuk ikatan kation logam berat melalui proses pertukaran ion baik secara lemah maupun kuat terhadap gugus fungsi asam dalam biomassa yang mengikat kation logam berat dari larutan dalam pertukaran untuk proton dan/atau kation pada logam ringan seperti Na, Mg dan Ca (Kratochvil et al., 2003: 2). Sebagai dinding sel yang bermuatan negatif, terdapat banyak gugus aktif karboksil yang berperan dalam pengikatan kation logam. Beberapa molekul ion yang berperan sebagai kation dalam larutan, juga berikatan dengan karboksil dan gugus muatan negatif yang terdapat pada dinding sel. Vijayaraghavan et al (2008: 272) juga menyatakan bahwa gugus karboksil pada dinding sel yang mengandung peptidoglikan dari Streptomyces pilosus bereaksi mengikat tembaga. Juga gugus amin yang sangat efektif dalam mengikat ion logam, tidak hanya kation kelat ion logam, tetapi juga menyerap jenis logam anionik melalui interaksi elektrostatik atau ikatan hidrogen.

(14)

Kang et al (2007: 57) meneliti bahwa gugus amin terprotonasi pada pH 3 dan mengikat ion kromium yang bermuatan negatif melalui interaksi elektrostatik. Vijayaraghavan et al (2008: 272) menegaskan bahwa gugus amin dari C.

glutamicum mampu untuk mengikat anion secara reaktif melalui pengikatan

elektrostatik. Secara umum, peningkatan pH dapat meningkatkan seluruh muatan negatif pada permukaan sel sampai gugus fungsi yang terdeprotonasi stabil. Anion akan berinteraksi lebih kuat dengan sel dengan meningkatnya konsentrasi muatan positif, sehingga protonasi dari gugus fungsi terjadi pada pH yang lebih rendah. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan pH 5 yang diperkirakan merupakan kondisi optimum.

d. Kapasitas Biosorpsi pada Biosorben

Bila dilihat dari Gambar 4.2 kapasitas biosorpsi dari S. platensis mengalami peningkatan sesuai dengan meningkatnya jumlah biosorbennya. Namun terjadi penurunan pada berat biomassa 0.3 g dan 1.1 g. Hal ini bisa saja terjadi karena pada saat proses destruksi ada sebagian dari S. platensis yang tidak terdestruksi, sehingga logam kromium yang terikat tidak seluruhnya terikat oleh larutan pendestruksi yaitu asam nitrat. Untuk larutan pendestruksi digunakan asam nitrat, karena hampir semua logam akan larut dalam asam, terutama asam nitrat. Asam nitrat ini akan mengikat kembali logam kromium yang sebelumnya terikat oleh biosorben sehingga akan kembali menjadi senyawa krom nitrat (Cr(NO3)3.9H2O). Rivai (2000) dalam Surtikanti (2007: 41) mengemukakan bahwa jenis pelarut yang digunakan dalam analisis logam dapat mempengaruhi hasil analisis tersebut, ekstraksi sampel dengan menggunakan pelarut HNO3menghasilkan konsentrasi

(15)

logam berat hampir 10 kali lebih tinggi daripada pelarut HCl. Sehingga pada saat dilakukan pengukuran menggunakan Atomic Absorption Spectrometry (AAS) logam yang terikat akan terukur.

Menurut hasil yang ada, S. platensis memiliki kemampuan untuk menyerap logam berat kromium. Hal ini dikarenakan pada dinding selnya terdapat gugus hidroksil, karbonil, karboksil, sulfidril, thioeter, sulfonat, amin, imin, amida, amidazole, fosfonat, dan fosfodiester (Regine et al, 2000: 19). Namun menurut Vijayaraghavan et al (2008: 272), larutan kimia tidak hanya berpengaruh pada gugus kimia dari permukaan sel, tetapi spesifikasi logam juga berpengaruh. Lebih lanjut didiskusikan hasil dari penelitian menyatakan bahwa 1). Cr (III) terserap kedalam mikroalga dengan mekanisme pertukaran ion, 2). Hal tersebut sangat sulit untuk ditentukan stoikiometri pada saat pertukaran dari perubahan pH yang terjadi dalam sistem sejak adanya proton dalam beberapa reaksi pada waktu yang sama (Kratochvil et al, 2000: 3).

Menurut Naja et al (2004: 2) prisip kerja biosorben mikroalga mirip dengan resin penukar ion, yaitu dapat disiapkan dalam bentuk ion yang berbeda, seperti bentuk Ca. Biosorpsi ion logam oleh Ca yang dimiliki biomassa mikroalga dapat dilihat sebagai penukar ion yang sederhana. Lebih lanjut dikemukakan oleh Solisio et al (2005: 1757) bahwa penguraian gugus fungsi yang terdapat pada permukaan sel dapat berpengaruh terhadap disperse sel, sehingga mencegah terjadinya aglomerasi.

Bila dilihat dari hasil perhitungan secara statistik dengan menggunakan Kruskal-Wallis, bahwa Ho ditolak karena Khitung (22.4) > Ktabel (11.07) pada

(16)

derajat kepercayaan = 0.05 yang artinya secara statistik terdapat pengaruh yang signifikan dari berbagai variasi berat biomassa kering S. platensis terhadap kapasitas biosorpsi.

Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa S. platensis yang digunakan sebagai sumber protein bagi manusia ternyata walaupun rendah tetapi memiliki potensi sebagai biosorben untuk logam berat khususnya kromium. Sehingga apabila akan digunakan sebagai biosorben pada pengolahan air limbah pabrik harus melalui berbagai pengujian lagi.

Gambar

Tabel 4.1 Rata-rata kromium yang terserap dan kromium akhir setelah proses pengontakan (pH 5, waktu kontak 30 menit) pada sampel biomassa S.
Tabel 4.2 Rata-rata persentase penyerapan kromium setelah proses pengontakan (pH 5, waktu kontak 30 menit) biomassa S
Gambar 4.1 Grafik hubungan jumlah biomassa terhadap persentase penyerapan logam kromium.
Tabel 4.3 Rata-rata kapasitas biosorpsi setelah proses pengontakkan (pH 5, waktu pengontakkan 30 menit) pada jumlah biomassa yang berbeda-beda.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dashboard yang dibuat akan menampilkan informasi seperti pagu, realisasi, dan presentase pencapaian realisasi atas pagu untuk masing-masing satuan

Alasan peneliti memutuskan untuk menyatakan bahwa perilaku pencarian informasi siswa kelas XII SMA PSKD 1 Jakarta lebih cenderung ke pencarian berlanjut dikarenakan,

Kembalinya dasar pengaturan hukum agraria kepada hukum asli Indonesia terdapat dalam Pasal 5 UUPA, bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang

Perubahan pada Lampiran IV daftar Calon Peserta yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS), dinyatakan Gugur dan tidak berhak mengikuti Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian

[r]

Semakin tinggi tingkat probabilitas audit dapat mempengaruhi psikologis wajib pajak, antara lain (1) ketakutan wajib pajak bila teraudit dan ada penggelapan pajak, (2) wajib

Empat jenis ternak yang umumnya dimiliki oleh keluarga petani pekarangan yaitu ternak ayam buras, kambing, sapi dan babi. Ternak yang dintegrasikan dalam usaha tani

Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masih perlunya sosialisasi dan pelatihan secara berjenjang kepada para guru sekolah madrasah tentang penggunaan