PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007
TENTANG
TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 36 Tahun 2002, telah ditetapkan Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta;
b. bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Ketenagakerjaan, maka keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada pada huruf a, sudah tidak sesuai lagi, untuk itu perlu disempurnakan.
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum Provinsi.
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Negara Republik Indonesia;
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
4. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 8 Tahun 2005;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom;
8. Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan;
9. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi Nomor KEP-201/MEN/2001 tentang Keterwakilan Dalam Kelembagaan Hubungan Industrial;
10. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi Nomor KEP-231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum;
11. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta;
12. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan;
13. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta;
14. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 59 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 89 Tahun 2005.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini dimaksudkan dengan :
1. Gubernur adalah Gubernur Provinsi DKI Jakarta
2. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang selanjutnya disebut Dinas adalah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta;
3. Suku Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi yang selanjutnya disebut Suku Dinas adalah Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta;
4. Dewan Pengupahan adalah Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta;
5. Pengusaha adalah :
a. Orang Perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
6. Perusahaan adalah :
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
7. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
8. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
9. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan, bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
10. Upah Minimum Provinsi adalah upah minimum yang berlaku di Provinsi DKI Jakarta.
BAB II
PENETAPAN UPAH MINIMUM Pasal 2
(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh Upah untuk memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
(2) Gubernur menetapkan Upah Minimum Provinsi dengan
memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan.
(3) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah
minimum sebagaimana ditetapkan pada ayat (2).
Pasal 3
Bagi Pengusaha yang tidak mampu membayar Upah Minimum Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi.
BAB III
PROSEDUR PENANGGUHAN Bagian Kesatu
Umum Pasal 4
(1) Untuk mendapatkan penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pengusaha mengajukan permohonan secara tertulis kepada Gubernur melalui Kepala Dinas, paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum.
(2) Selama permohonan penangguhan masih dalam proses
penyelesaian, perusahaan dapat membayar upah yang biasa
diterima pekerja/buruh.
Pasal 5
Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, didasarkan atas kesepakatan tertulis antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/ serikat Buruh yang tercatat.
Bagian Kedua Kesepakatan
Pasal 6
(1) Dalam hal di Perusahaan terdapat 1 (satu) Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang memiliki anggota lebih 50% (lima puluh persen) dari seluruh pekerja/buruh di perusahaan, maka Serikat Pekerja/Buruh dapat mewakili pekerja/buruh dalam perundingan untuk menyepakati penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi
(2) Dalam hal di satu
perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) Serikat
pekerja/Serikat buruh, maka yang berhak mewakili pekerja/buruh melakukan perundingan untuk menyepakati penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi adalah Serikat
Pekerja/Serikat buruh yang memiliki anggota lebih dari 50% (lima puluh persen) dari seluruh jumlah
pekerja/buruh di perusahaan tersebut.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak terpenuhi, maka Serikat pekerja/Serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai lebih dari 50% (lima puluh persen) dari seluruh jumlah
pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili perundingan.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak
terpenuhi, maka para pekerja/buruh dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh
membentuk Tim Perunding yang
keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah Pekerja/Buruh dan anggota masing-masing Serikat
Pekerja/Serikat Buruh.
(5) Dalam hal di Perusahaan belum terbentuk Serikat
Pekerja/Serikat Buruh, maka perundingan untuk menyepakati penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi, dibuat antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh yang mendapat mandat untuk mewakili lebih dari 50% (lima puluh persen) penerima upah minimum di perusahaan.
Bagian Ketiga Pengajuan Permohonan
Pasal 7
(1) Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) harus
dilampirkan persyaratan sebagai berikut : a.Naskah asli
kesepakatan tertulis.
b.Laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan rugi/laba beserta penjelasan- penjelasannya dalam 2 (dua) tahun terakhir.
c.Salinan Akte pendirian perusahaan.
d.Data upah menurut jabatan pekerja/buruh.
e.Jumlah pekerja/buruh seluruhnya dan jumlah pekerja/buruh yang
dimohonkan penangguhan upah
minimum.
f. Perkembangan produksi dan pemasaran dalam 2 (dua) tahun terakhir, serta rencana produksi dan pemasaran untuk 2 (dua) tahun yang akan datang.
(2) Dalam hal perusahaan berbadan hukum, laporan keuangan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus sudah diaudit oleh Akuntan Publik.
(3) Atas permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi, Kepala Dinas dapat meminta
Akuntan Publik untuk
memeriksa keadaan keuangan perusahaan guna pembuktian ketidakmampuan perusahaan.
Pasal 8
(1) Apabila
pengisian surat permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi dan persyaratan belum benar dan lengkap, Kepala Dinas paling lambat dalam 7 (tujuh) hari kerja terhitung tanggal diterimanya surat permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi, wajib memberitahukan secara tertulis kepada
permohonan disertai alasannya.
(2) Paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan wajib melengkapi persyaratan yang diminta.
(3) Apabila setelah jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan tidak
melengkapinya, Kepala Dinas menetapkan penolakan penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi.
Bagian Keempat Penelitian dan Rekomendasi
Pasal 9
(1) Penelitian permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, dilakukan oleh Dinas.
(2) Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas dapat meminta
Akuntan Publik untuk
memeriksa keadaan keuangan perusahaan guna pembuktian ketidakmampuan perusahaan untuk
melaksanakan upah minimum
(3) Biaya Akuntan Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibebankan pada perusahaan yang
bersangkutan.
Pasal 10
Hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, disampaikan kepada Dewan Pengupahan untuk dimintakan Rekomendasi.
Bagian Kelima Penetapan Penangguhan
Pasal 11
(1) Berdasarkan
rekomendasi Dewan Pengupahan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, paling Lambat 7 (tujuh) hari kerja, Kepala Dinas menetapkan
Persetujuan atau Penolakan
penangguhan
Pelaksanaan upah minimum provinsi bagi perusahaan yang mempunyai
pekerja/buruh sampai dengan 1.000 (seribu) orang.
(2) Bagi perusahaan yang
mempekerjakan/buruh di atas 1.000 (seribu) orang persetujuan atau penolakan penangguhan
pelaksanaan upah minimum provinsi ditetapkan oleh
(3) Persetujuan atau penolakan
penangguhan
pelaksanaan upah minimum provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) dibuat dalam bentuk keputusan.
Pasal 12
(1) Persetujuan penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
dilakukan dengan cara : a. membayar
upah minimum sesuai dengan upah minimum lama; atau b.membayar
upah minimum lebih tinggi dari upah minimum lama tetapi lebih rendah dari upah minimum baru; atau c. menaikkan
upah minimum secara bertahap, sampai dengan mencapai
(2) bagi perusahaan yang memperoleh penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak wajib
membayar kekurangan upah selama jangka waktu pelaksanaan penangguhan.
Pasal 13
(1) Penyampaian keputusan persetujuan atau penolakan penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 kepada Pengusaha paling lambat 3 (tiga) hari sejak
ditetapkannya keputusan persetujuan atau penolakan oleh Kepala Dinas atau Gubernur.
(2) Sejak diterimanya keputusan persetujuan atau penolakan penangguhan pelaksanaan upah minimum Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Perusahaan bersangkutan.
Pasal 14
Dalam hal permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi ditolak, Pengusaha wajib membayar upah sesuai ketentuan upah minimum Provinsi baru yang telah ditetapkan.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu
Pembinaan Pasal 15
(1) Pembinaan atas
pelaksanaan upah minimum provinsi dilaksanakan oleh Dinas.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa : a.
bimbingan dan
penyuluhan;
b.
bimbingan teknis;
c.
monitoring;
d.
menyiapkan petunjuk teknis.
Bagian Kedua Pengawasan
Pasal 16
Pengawasan atas pelaksanaan persetujuan atau penolakan penangguhan pelaksanaan upah minimum provinsi dilaksanakan oleh Suku Dinas.
BAB V SANKSI
Pasal 17
(1) Setiap perusahaan yang melakukan pelanggaran Pasal 2 ayat (3), Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (2), Pasal 13 ayat (3), dan Pasal 14,
dikenakan sanksi administrasi.
(2) Pemberian sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
didahului oleh peringatan tertulis kepada Pimpinan atau
Penanggung Jawab Perusahaan sebanyak- banyaknya 3 (tiga) kali berturut- turut dengan tenggang waktu sebagai berikut : a.
peringatan pertama selama 14 (empat belas) hari;
b.
peringatan kedua selama 7 (tujuh) hari;
c.
peringatan ketiga selama 3 (tiga) hari.
(3) Apabila peringatan pertama, peringatan kedua, dan peringatan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak diindahkan, maka terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran dimaksud, dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP Pasal 18
Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, maka Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 36 Tahun 2002 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 19
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 1 Maret 2007
GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA ttd.
SUTIYOSO
Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 15 Maret 2007
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA, ttd.
RITOLA TASMAYA NIP 140091657
BERITA DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2007 NOMOR 44