• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menumbuh Kembangkan Kelembagaan Petani Pembudidaya Sapi Potong Dalam Mendukung Program Nusa Tenggara Barat Bumi Sejuta Sapi (NTB BSS )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Menumbuh Kembangkan Kelembagaan Petani Pembudidaya Sapi Potong Dalam Mendukung Program Nusa Tenggara Barat Bumi Sejuta Sapi (NTB BSS )"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

Menumbuh Kembangkan Kelembagaan Petani Pembudidaya Sapi Potong Dalam Mendukung Program Nusa Tenggara Barat Bumi

Sejuta Sapi (NTB – BSS )

Oleh :

Drh. Wildan Arief Noortjahjo (Penyuluh Pertanian Madya)

Pendahuluan.

Program NTB- BSS merupakan program terobosan dalam rangka upaya mengikhtiarkan visi pemerintah daerah Provinsi NTB tahun 2009 – 2013 mewujudkan masyarakat NTB yang beriman dan berdaya saing (BERSAING). Visi NTB Bersaing tersebut diabstrasikan dalam 5 ( lima ) misi, yang salah satunya menumbuhkan ekonomi pedesaan berbasis sumberdaya lokal dan mengembangbiakkan investasi dengan mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Peternakan sapi merupakan sumberdaya lokal masyarakat NTB yang tumbuh kembang, membudaya dan terbukti memberikan sumbangan besar terhadap kesejahteraan masyarakat pedesaaan dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Selain peternakan sapi rakyat sebagai sumber pendapatan rumah tangga peternak juga berfungsi sebagai penghasil pupuk kandang dan juga sebagai tabungan hidup yang sewaktu waktu mudah dijadikan uang.

Kontribusi sapi NTB terhadap pengembangan sapi dan kebutuhan daging secara nasional sangat signifikan. Setiap tahun, NTB dapat mengirimsapi potong rata rata 16.500 ekor dan sapi bibit sejumlah 12.000 ekor ke pelbagai provinsi di Indonesia. Mengingat potensi yang dimilikinya, dalam program nasional percepatan swasembada daging sapi (P2SDS), NTB ditetapkan sebagai salah satu provinsi sumber sapi potong dan sapi bibit diantara 18 provinsi di Indonesia.

Berdasarkan potensi dan peluang pengembangan ternak sapi secara nasional sebagaimana diuraikan di atas , pemerintah provinsi NTB bertekad dan berkomitmen membangun peternakan sapi yang tangguh melalui program terobosan “ NTB Bumi Sejuta Sapi “ atau yang biasa dingkat “NTB BSS”.

(2)

2 Dengan program NTB BSS, pada tahun 2013 diharapkan NTB mampu berswasembada daging sapi. Untuk mewujudkan swasembada daging sapi tersebut, maka petani pengelola budidaya sapi potong dianjurkan mampu melakukan peningkatan kwalitas dan kuantitas pengelolaan usaha sapi potong sesuai dengan penerapan teknologi anjuran.

Kerangka Berpikir.

Program NTB BSS mengutamakan pemberdayaan sumberdaya lokal sesuaii daya dukung wilayah sehingga dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan. Keberadaan program NTB BSS lebih dimaksudkan untuk menjadikan ternak sapi sebagai ternak unggulan NTB karena memiliki keungguln kompetetif dibandingkan jenis ternak lain

Bergabungnya petani pengelola usaha sapi potong dalam dalam wadah kelompoktani merupakan tuntutan Undang Undang nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistim Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor 273/Kbpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani.

Tumbuh dan berkembangnya kelompoktani pengelola unit usahatani sapi potong di perdesaan idealnya mengacu pada prinsip “dari petani untuk petani “.

Dalam pengembangan pengelolaan unit usaha sapi potong yang mengacu peraturan Menteri Pertanian nomor 273/Kbpts/OT.160/4/2007 disebutkan karakteristik kelompoktani memiliki 3 (tiga) yakni kelompoktani sebagai kelas belajar, sebagai wahana kerjasama dan sebagai unit produksi.

Pengembangan kelambagaan petani bukan saja tanggung jawab petani tetapi juga merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah cq instansi pemerintah yang terkait dalm budidaya sapi potong. Hal ini dapat dilihat dal Undang Undang nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Pada pasal 19 ayat 14 pada Undang Undang tersebut menjekaskan bahwa kelembagaan petani difasilitasi dan diberdayakan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerahagar tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang kuat dan mandiri sehingga mampu mencapai tujuan yang diharapkan oleh anggotanya.

Untuk mewujudkan pasal 19 ayat 4 dalam Undang Undang nomor 16 Tahun 2006 dan peraturan Mentan nomor 273/Kbpts/OT.160/4/2007 tersebut, dalam

(3)

3 mengembangkan kelompoktani, pemerintah dan pemerintah daerah pada dasarnya berperan menciptakan iklim untuk berkembangnya prakarsa dan inisiatif petani sapii potong yang bergabung dalam unit usaha sapi potong serta memberikan kemudahan fasilitasi pelayanan informasi dan perlindungan bantuan hukum.

Operasional Pelaksanaan

Pengembangan unit usaha sapi potong dapat dilaksanakan disemua tingkatan wilayah desa,kecamatan, kabupaten/ kota, provinsi dan tingkat pusat. Guna mendukung pengembangan unit usaha sapi potong diberbagai tingkatan wilayah perlu dilakukan upaya upaya sebagai berikut:

1. Tingkat desa/ kelurahan

Kepala desa/ lurah bertanggung jawab dalam mengembangkan unit usaha sapi potong potong. Operasional pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh penyuluh pertanian (PPL) yang bertugas diwilayah bersangkutan. Tanggung jawab yang diemban oleh penyuluh pertanian di desa/ kelurahan meliputi :

 Menghadiri pertemuan /musyawarah yang dilaksanakan oleh unit usaha sapi potong

 Menyampaikan informasi terkait dengan teknologi budidaya sapi potong yang dibutuhkan petani sapi potong dalam unit usaha sapi potong

 Memfasilitasi unit usaha sapi potong pada kegiatan PRA, penyusunan RDK dan RDKK

 Memfasilatasi unit usaha sapi potong dalam penyusunan programa penyuluhan pertanian desa/ kelurahan bersama kelompoktani lain yang di satu wilayah desa

 Melakukan pendampingan teknologi anjuran pada petani sapi potong yang bergabung dalam unit usaha sapi potong

 Membantu fasilitasi bagi petani sapi potong dalam mengidentifikasi permasalahan dan pemecahan masalah yang dihadapi oleh petani sapi potong yang bergabung dalam unit usaha sapi potong

 Melakukan inventarisasi permasalahan permasalahan yang tidak dapat dipecahkan oleh petani dan unit sapi potong sekaligus menjadi bahan pertemuan di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

(4)

4

 Melakukan administrasi pencatatan keanggotaan dan kegiatan kegiatan yang dilakukan unit usaha sapi potong.

 Melakukan fasilitasi dalam menumbuh kembangkan kemampuan menejerial kepemimpinan dan kewirausahaan unit usaha sapi potong.

2. Tingkat Kecamatan

Pengembangan unit usaha sapi potong di tingkat kecamatan menjadi tanggung jawab camat. Operasional tanggung jawab dilaksanakan oleh Kepala Balai Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan (BP3K) atau koordinator penyuluh pertanian yang bekerja di wilayah binaan tingkat kecamatan. Tanggung jawab dalam mengembangkan unit usaha sapi potong meliputi kegiatan :

 Melakukan fasilitasi kegiatan dalam penyusunan Programa Penyuluhan Pertanian tingkat kecamatan bersama sama penyuluh pertanian di wilayah binaan BP3K

 Memberikan fasilitas proses belajar bagi petani sapi potong sesuai kebutuhan dalam mengelola sapi potong di wilayah binaan BP3K

 Melakukan pembuatan, menyediakan dan menyebarkan informasi dan teknologi terkait budidaya sapi potongdiwilayah binaan BP3K

 Melakukan kaji terap dan percontohan terkait budidaya sapo potong yang dapat mendatangkan keuntungan bagi petani sapi potong di wilayah binaan BP3K.

 Melakukan sosialisasi rekomendasi dan mengikhtiarkan akses kepada sumber sumber informasi yang sesuai kebutuhan petani sapi potong di wilayah binaan BP3K.

 Melakukan fasilitasi kerjasama antara petani sapi potong, penyuluh pertanian pembina unit usaha sapipotong dan peneliti budidaya sapi dan pihak pihak guna pengembangan dan penerapan teknologi anjuran dalam berbudidaya sapi sapi potong yang menguntungkan dan akrab lingkungan.

 Melakukan fasilitasi dalam menumbuh kembangkan kemampuan manajerial kepemimpinan dan kewirausahaan unit usaha sapi potong diwilayah binaan BP3K.

(5)

5

 Melakukan fasilitasi pelayanan konsultasi budidaya sapi potong pada petani sapi potong yang bergabung dalam unit usaha sapi potong di wilayah binaan BP3K.

 Melakukan inventarisasi unit unit usaha sapi potong dan kelembagaan tani yang lainnya di wilayah binaan BP3K.

3. Tingkat kabupaten/ kota

Penanggung jawab pengembangan unit usaha sapi potong ditingkat kabupaten/kota adalah bupati/ walikota. Penanggung jawab operasional pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Kepala Badan peklaksana Pertanian kabupaten/ kota yang dibantu oleh Kepala Dinas Peternakan atau Kepala Dinas yang menangani bidang peternakan kabupaten/ kota dengan mengemban tugas berikut :

 Memberikan fasilitasi dalam penyusunan programa penyuluhan pertanian kabupaten/ kota yang intinya berisikan tentang kegiatan penyuluhan pertanian yang akan dilaksanakan di kabu[paten/ kota termasuk kegiatan bagi petani sapi potong yang tergabung dalam unit usaha sapi potong.

 Memberikan dukungan kegiatan penyuluhan budidaya sapi potong di tingkat kecamatan dan desa/ kelurahan

 Melakukan fasilitasi dalam pelaksanaan kegiatan pengumpulan bahan, pengolahan dan pengemasan serta penyebaran informasi dan teknologi terkait budidaya sapi potong yang dibutuhkan petani sapi potong guna pengembangan usaha sapi potong di wilayah binaan kabupaten/ kota.

 Memberikan fasilitasi dalm menumbuh kembangkan unit usaha sapi potong baik secara formal maupun non formal dengan berbagai macam kegiatan pendukung

 Melakukan inventarisasi inventarisasi unit usaha sapi potong dan unit usaha sapipotong yang bergabung dalam Gapoktan di wilayah binaan kabupaten/ kota.

 Melakukan bimbingan teknis dalam rangka pengembangan unit usaha sapi potong di wilayah binaan kabupaten/ kota

(6)

6 4. Tingkat provinsi.

Gubernur bertanggung jawab dalam menumbuh kembangkan unit usaha sapi potong di provinsi yang menjadi wilayah kerja gubernur. Operasionall pelaksanaannya menjadi tanggung jawab sekretaris Badan Koordinasi Penyuluhan Provinsi dan dibantu Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan di tingkat provinsi. Tanggung jawab kegiatan yang harus dilakukan meliputi :

Memberikan fasilitasi dalam penyusunan programa penyuluhan pertanian tingkat provinsi yang berisikan tentang kegiatan penyuluhan pertanian yang akan dilaksanakan di provinsi dan memberikan dukungan pada pelaksanaan penyuluhan yang terkait dengan budidaya sapi potong

Melakukan koordinasi/ sinkronisasi dalam menumbuhkembangkan unit usaha sapi potong atau unit unit yang bergabung dalam Gapoktan di wilayah provinsi

Melakukan monitoring dan bimbingan teknis penumbuhan dan pengembangan unit usaha tani sapi potong atau unit unit usaha sapi potong yang bergabung dalam Gapoktan di wilayah provinsi.

Menyampaikan informasi petunjuk pelaksanaan penumbuhan dan pengembangan unit usaha sapi potong yang terkait dengan kegiatan materi penyuluhan budidaya sapi potong di wilayah provinsi.

Melakukan inventarisasi unit usaha sapi potong dan unit unit usaha sapii potong yang tergabung dalam Gapoktan di wilayah provinsi.

5. Tingkat pusat

Penanggung jawab pembinaan penumbuhan dan pengembangan kelompoktani adalah Menteri Pertanian, dan penanggung jawab operasional adalah tanggung jawab Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian dengan kegiatan sebagai berikut :

Memfasilitasi penyusunan Programa Penyuluhan Pertanian di tingkat pusat yang berisikan rencana kegiatan penyuluhan pertanian di tingkat pusat dan memberikan dukungan kegiatan penyuluhan pertanian tingkat provinsi.

Melakukan penetapan kebijakan penumbuhan dan pengembangan kelembagaan tani.

(7)

7

Melakukan penyusunan pedoman menetapkan standart norma dan kriteria penilaian kelompoktani, Gapoktan dan kelembagaan tani lainnya

Menyelenggarakan bimbingan dan memfasilitasi pembinaan di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota

Melakukan identifikasi, pengolahan dan analisa data kelembagaan tani

Melakukan kajian untuk penyempurnaan penetapan kebijakan serta penyusunan pedoman standard dan kriteria penilaian kelembagaan tani

Memfasilatasi pelatihan pengembangan kepemimpian petani.

Kesimpulan :

1. Tumbuh dan berkembangnya kelompoktani pengelola unit usahatani sapii potong di perdesaan idealnya mengacu pada prinsip “dari petani untuk petani”

2. Pengembangan kelambagaan petani bukan saja tanggung jawab petani tetapi juga merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah cq instansi pemerintah yang terkait dalm budidaya sapi potong.

3. Dalam mengembangkan kelompoktani, pemerintah dan pemerintah daerah pada dasarnya berperan menciptakan iklim untuk berkembangnya prakarsa dan inisiatif petani sapii potong yang bergabung dalam unit usaha sapi potong serta memberikan kemudahan fasilitasi pelayanan informasi dan perlindungan bantuan hukum.

4. Operasional pelaksanaan dilapangan melibatkan penyuluh lapangan pada tingkat desa sebagai penanggung jawab, Kepala Balai Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan (BP3K) atau koordinator penyuluh pertanian pada tingkat kecamatan, Kepala Badan peklaksana Pertanian kabupaten/ kota yang dibantu oleh Kepala Dinas Peternakan atau Kepala Dinas yang menangani bidang peternakan kabupaten/ kota dan sekretaris Badan Koordinasi Penyuluhan Provinsi dan dibantu Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan di tingkat provinsi.

(8)

8 Saran :

Didalam rangka menumbuh kembangkan kelembagaan pembudidaya sapi potong perlu ditingkatkan koordinasi antara kelompoktani pembudidaya sapi potong, penyuluh di desa, BPP, Bapelluh, Bakorluh dengan Dinas Peternakan atau SKPD yang membidangi fungsi peternakan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Blue Print NTB Bumi Sejuta Sapi 2009 – 2013. Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB.

Anonim. 2010. PIJAR, Evaluasi 2010 dan Program 2011. Pemda NTB.

Anonim. 2010. Usaha Industri PIJAR, Keterkaitan Industri Dengan Program Komoditas Unggulan Nusa Tenggara Barat. Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Provinsi Nusa tenggara Barat.

Anonim. 2010. Potensi Industri Di Nusa Tenggara Barat. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Nusa Tenggara Barat.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil RT-PCR dapat dikatakan bahwa jaringan kulit buah kakao baik dari klon Ary maupun klon Bal keduanya mengekspresikan gen TcPIN namun dari intensitas pita dan

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang

Amal (perbuatan) dalam pandangan kehidupan sehari-hari ialah perbuatan yang tidak melanggar ketentuan Allah Swt. yakni menjalankan perintah Allah Swt. dan menjauhi apa

Berdasarkan identifikasi tersebut, dapat diketahui bahwa masih ada 7 permasalahan kritis yang dialami oleh pasien rawat inap ketika memperoleh layanan jasa dari rumah

Dalam kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme pembiayaan dapat menjadi pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dana penyaluran kelebihan dana

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka kemudian peneliti mengidentifikasi permasalahan dan merumuskan masalah. Peneliti mengontrol kembali efektivitas

elajar  menuntut  peran  serta  semua  pihak.  Pengetahuan  bukan  sesuatu  yang  diserap  secara  pasif  oleh  siswa,  melainkan  sesuatu  yang  ditemukan, 

Batang bawah siap di okulasi saat berumur 8-9 bulan dimana panjang batang ± 30 cm sedangkan untuk mata tempel yang siap untuk okulasi dapat diperoleh dari