• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tujuan bersama (Hamid Hasan dalam Solihatin 2009: 4). Cooperative learning

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. tujuan bersama (Hamid Hasan dalam Solihatin 2009: 4). Cooperative learning"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Cooperative Learning

‘Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai

tujuan bersama’ (Hamid Hasan dalam Solihatin 2009: 4). Cooperative learning adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok yang heterogen. ‘Cooperative learning menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan posotif dalam kelompok’ (Slavin dalam Rusman, 2009: 195). Dengan demikian, memungkinkan terjadinya pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak menegangkan. Nurhadi (Thobroni dan Mustofa, 2011: 287) menambahkan bahwa ‘cooperative learning adalah pembelajaran secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang

silih asuh (saling tenggang rasa) untuk menghindari ketersinggungan dan

kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.’

(2)

Jadi yang dimaksud dengan cooperative learning dalam penelitian ini adalah suatu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam meningkatkan pengalaman belajar siswa dalam bekerja sama dengan teman kelompoknya masing-masing. Guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi. Siswa mendapatkan pengalaman langsung dalam menemukan dan menerapkan ide-ide mereka.

‘Tidak semua kerja kelompok dapat dianggap cooperative learning’ Roger dan David Johnson (Lie, 2007: 31). Dalam cooperative learning tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, terjadinya pertukaran ide melalui sharing antar anggota sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara anggota kelompok tersebut. Untuk mencapai hasil yang maksimal, terdapat lima unsur yang harus diterapkan pada cooperative learning, yaitu.

1. Ketergantungan yang positif

Ketergantungan yang positif adalah merupakan suatu bentuk kerja sama yang sangat erat kaitannya antar anggota kelompok. Kerja sama ini dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Siswa benar-benar mengerti bahwa kesuksesan kelompok tergantung pada kesuksesan anggotanya.

2. Pertanggungjawaban individual

Keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut. 3. Kemampuan bersosialisasi

Kemampuan bersosialisasi adalah sebuah kemampuan bekerja sama yang biasa digunakan dalam aktivitas kelompok. Kelompok tidak berfungsi secara efektif jika siswa tidak memiliki kemampuan bersosialisasi yang dibutuhkan. Kemampuan bersosialisasi juga melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran. 4. Tatap muka

Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberi siswa bentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota.

(3)

Guru menjadwalkan waktu bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama secara efektif.

Nurulhayati (Rusman, 2009: 198-199)

Hilda Karli dan Margaretha Sri Yuliariatiningsih (2002: 73) menjabarkan tentang manfaat yang dapat diperoleh dari cooperative learning dalam pembelajaran, antara lain.

1. Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilannya dalam suasana belajar-mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis.

2. Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang dimiliki oleh siswa.

3. Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan. 4. Siswa tidak hanya sebagai objek belajar melainkan juga sebagai subjek

belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.

5. Siswa dilatih untuk bekerja sama, karena bukan materi saja yang dipelajari, tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya.

6. Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya.

Menurut Slavin dan Karweit (1984) keunggulan dan kelemahan dari model pembelajaran CL adalah sebagai berikut.

1. Keunggulan

a. Meningkatkan kecakapan individu dalam memecahkan masalah, meningkatkan komitmen dan menghilangkan prasangka buruk teman sebaya.

b. Menciptakan iklim (suasana) belajar mengajar siswa yang aktif dan interaktif serta meningkatkan keakraban.

c. Memberikan pengaruh positif dalam mencapai semua konten akademik, sosial dan tujuan afektif.

d. Meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat kembali mata pelajaran (berkurangnya belajar menghapal).

e. Meningkatkan motivasi belajar siswa. 2. Kelemahan

(4)

(Minandian Noer Raely, 2005: 41-42)

B. Cooperative Learning Tipe snowball throwing

Pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing merupakan pembelajaran yang dapat digunakan untuk memberikan konsep pemahaman materi yang sulit kepada siswa serta dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan siswa dalam materi tersebut.

Pada model pembelajaran Snowball Throwing siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok yang diwakili ketua kelompok unuk mendapat tugas dari guru, kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.

Model Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing menurut Suprijono, 2010:128 adalah sebagai berikut :

(5)

2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.

3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.

4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.

5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama + 15 menit.

6. Setelah siswa dapat satu bola diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.

7. Evaluasi. 8. Penutup

Kelebihan model kooperatif tipe Snowball Throwing yaitu:

1. Melatih kesiapan siswa

2. Saling memberikan pengetahuan

Kekurangan model kooperatif tipe Snowball Throwing yaitu:

(6)

C. Hasil Belajar

Dalam perkembangan manusia, terjadi suatu proses perubahan. Perubahan yang relatif tetap dan cenderung bersifat permanen diperoleh dari proses belajar. Menurut Witherington (Sukmadinata Nana Syaodih, 2003: 155) ‘belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan’. Puncak dari proses belajar adalah hasil belajar. Djamarah (2000: 45 tersedia di: http://duniabaca.com/pengertian-belajar-dan-hasil-belajar.html.19.02.12) mengemukakan bahwa ‘hasil belajar adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok’. Sedangkan menurut Suprijono (Thobroni dan Mustofa, 2011: 23) ‘hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan’. Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk itu, seseorang harus belajar dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal.

Merujuk pemikiran Gagne (Thobroni Muhammad dan Arif Mustofa, 2011: 22 – 23), hasil belajar berupa hal-hal berikut.

1. Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah, maupun penerapan aturan.

(7)

3. Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahan masalah.

4. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadp objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap memerlukan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Sudjana (2005:3) mendefinisikan ‘hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.’ Pernyataan tersebut mendukung taksonomi Benyamin. S. Bloom yaitu perubahan tingkah laku kemampuan yang diharapkan dapat terjadi pada diri siswa setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran sebagai hasil belajar dapat diklasifikasikan menjadi 3 domain yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotor.

Dharma Kesuma dan Salimi (2010: 21-23) mengkategorikan dimensi proses kognitif ke dalam 6 kategori, yaitu.

1. Mengingat

Mencari dan menemukan pengetahuan dari memori jangka panjang. 2. Memahami

Mengkontruksi makna dari pesan-pesan intruksional, mencakup komunikasi lisan, tertulis, dan grafis.

3. Mengaplikasi/Menerapkan

Melaksanakan atau menggunakan sebuah prosedur dalam sebuah situasi yang ada.

4. Menganalisis

Menguraikan material menjadi bagian-bagian pembentuknya dan menentukan bagaimana bagian-bagian ini saling berkaitan dan dengan struktur.

5. Mengevaluasi

(8)

Menyusun unsur-unsur secara bersamaan untuk membentuk sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional; mereorgnisasi unsur-unsur menjadi sebuah pola atau struktur baru.

Ranah afektif oleh Krathwohl bersama Bloom dan Masia (Kesuma dan Salimi, 2010: 52-54) diklasifikasikan ke dalam 5 tingkatan, yaitu.

1. Receiving (sikap menerima) 2. Responding (memberikan respon) 3. Valuing (menilai)

4. Organization (organisasi) 5. Characterization (karakterisasi)

Sedangkan untuk domain psikomotor (Thobroni Muhammad dan Arif Mustofa, 2011: 24) mencakup.

1. Initiatory 2. Pre-routine 3. Rountinized

4. Keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual. Ciri-ciri hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal menurut Sudjana (tersedia di: http://www.scribd.com/doc/51282702/Pengertian-Hasil-Belajar-Menurut-Para-Ahli), adalah sebagai berikut.

1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai.

2. Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya.

3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya.

(9)

5. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran tidak terlihat secara fragmentaris atau terpisah tetapi secara komprehensif.

D. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Istilah IPS yang resmi mulai digunakan di Indonesia sejak tahun 1975 adalah istilah Indonesia untuk pengertian social studies. Tekanan yang dipelajari IPS berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat bukan teori keilmuan melainkan pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan.

National Council for Social Studies (NCSS) (Sapriya, 2009: 10)

mendifisikan IPS sebagai berikut.

‘Social studies is the integrated study of the science and humanities to

promote civic competence. Whitin the school program, socisl studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.’

‘IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/ psikologis untuk tujuan pendidikan’ (Somantri 2001: 92 dalam Sapriya, 2009: 11 ).

(10)

1. IPS memberikan tempat bagi siswa untuk belajar dan mempraktekkan demokrasi.

2. IPS dirancang untuk membantu siswa memahami "dunianya". 3. IPS adalah sarana untuk mengembangkan diri siswa secara positif.

4. IPS membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan mendasar tentang sejarah, geografi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya.

5. IPS meningkatkan kepekaan sosial siswa terhadap masalah-masalah sosial. (tersedia di: http://www.studentmagz.com/2011/03/model-pembelajaran-ips-sd.html. 19.02.2012)

Konsep yang terkandung dalam pembelajaran IPS, yaitu: interaksi, saling ketergantungan, kesinambungan dan perubahan, keragaman/ kesamaan/ perbedaan, konflik dan konsesus, pola (patron), tempat, kekuasaan (power), nilai kepercayaan, keadilan dan pemerataan, kelangkaan (scarcity), kekhususan, budaya (culture), dan nasionalisme.

Secara gradual, tema dalam mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar (SD) yang perlu mendapat perhatian, antara lain.

1. IPS sebagai pendidikan nilai

2. IPS sebagai pendidikan multikultural 3. IPS sebagai pendidikan global

Sapriya (2009: 12) mengemukakan bahwa.

“Pembelajaran IPS di tingkat sekolah bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowladge), keterampilan (skill), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.”

(11)

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya,

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan,

Referensi

Dokumen terkait

“Dalam hal ada perbedaan besar nilai uang yang beredar pada waktu sebidang tanah digadaikan dan pada waktu akan ditebus, adalah sesuai rasa keadilan apabila kedua

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “ Analisis Kelayakan Ekonomi Angkutan Kota Rute

Ketika bus diberikan aksi bergerak menuju halte, maka RFID 1 akan menerima sinyal dari tag yang ada pada bus yang kemudian diteruskan ke palang dan led untuk melakukan

Pengujian dilakukan menggunakan metode alpha test dan beta test , partisipan pengujian ini ialah pengguna sistem informasi pembayaran SPP SMK Insan Mulia yakni super

Sebagian sudut wahana kurang terawatt dan dimana pengunjung mengalami peningkatan namun tidak sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah dinas pariwisata kota

Pengendalian secara mekanis dengan cara pengutipan ulat dapat dilakukan pada tanaman muda umur 1 – 3 tahun, apabila luas areal yang mengalami serangan mencapai 25 ha..

Berdasarkan hasil pengisian kuesioner sebelum dan setelah penyuluhan/sosialisasi tentang bencana alam, khususnya gempa bumi dan tsunami, maka dapat disimpulkan bahwa