1
(Studi Kasus : Sabo Dam GE-C Gadingan, Kali Gendol, Merapi)
Influence of Soil Erosion on the Capacity of Sabo Dam (Case Study : Sabo Dam GE-C Gadingan, Gendol River, Merapi)
Novika Komariona Dewi1 Jazaul Ikhsan2, Nursetiawan3
ABSTRAK
Indonesia memiliki banyak gunung aktif berapi salah satunya adalah Gunung Merapi. Gunung Merapi merupakan gunung teraktif di Indonesia bahkan dunia yang dimana mengalami erupsi dengan mengeluarkan piroklastik sebesar 150 juta m3 pada tahun 2010 dan lebih dominan ke arah Kali Gendol dengan jarak mencapai 15 km. Piroklastik yang dikeluarkan akibat letusan Gunung Merapi akan mengendap, menumpuk dan terjadi sedimentasi bercampur dengan hasil erosi-erosi lahan di sekitar. Seiring berjalannya waktu, endapan tersebut nantinya akan tererosi kembali dan menyebabkan banjir lahar dingin ketika terjadi hujan. Untuk menanggulangi bencana aliran lahar dingin maupun sedimen agar tidak berpotensi mengancam keselamatan manusia, sarana prasarana bangunan umum, hunian, maupun daerah pertanian, maka dilakukan pembangunan sabo dam sebagai pengendali banjir lahar dingin. Salah satu sabo dam yang dibuat adalah GE-C Gadingan.
Untuk mengetahui kemampuan sabo dam GE-C Gadingan dalam menampung sedimen, maka perlu diprediksi laju erosi yang terjadi dengan menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dan SIG (Sistem Informasi Geografis) berbasis pixel atau software ArcGIS 10.1.
Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa : (1) Laju erosi di Sub-DAS Kali Gendol dengan menggunakan metode USLE sebesar 471.194,70 Ton/Ha/Tahun, (2) Besar volume sedimen yang terjadi di Sub-DAS Kali Gendol sebesar 11.343.627 m3/Tahun dan yang akan terlimpas pada bangunan sabo dam GE-C Gadingan sebesar 9.605.727 m3/Tahun, (3) Kapasitas sabo dam GE-C Gadingan dalam menampung sedimen sebesar 29.659,71 m3. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sabo dam GE-C Gadingan tidak dapat menampung volume angkutan sedimen yang terjadi dalam (1) satu tahun.
Kata Kunci : Sedimentasi, Erosi, ArcGIS, USLE, Sabo Dam GE-C Gadingan
1
20130110385 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta
2
Dosen pembimbing I
3
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak gunung aktif berapi , salah satunya adalah Gunung Merapi yang mempunyai ketinggian ±2968 m DPAL. Apabila gunung ini meletus, maka akan mengeluarkan piroklastik yang merupakan bongkahan–bongkohan batu besar yang dikeluarkan dari gunung lalu akan bergerak ke bawah mengikuti kemiringan lereng. Bongkahan–bongkahan batu besar tersebut akan bergesekan dengan sesama batu maupun tanah dan akan mengendap setelah energinya habis. Endapan tersebut yang nantinya akan menjadi lahar dingin. Pada musim hujan, endapan bahan vulkanik bercampur dengan air hujan menjadi lumpur dan mengalir ke palung sungai. Selain itu, ketika material-material ini mengendap, lambat laun akan terjadi proses sedimentasi yang akan membentuk batuan sedimen. Batuan-batuan sedimen bisa terjadi akibat erosi. Seiring berjalannya waktu, hasil pelapukan bebatuan material vulkanik dapat mengakibatkan terjadinya penggerusan atau erosi. Batuan-batuan yang telah tergerus akan menghasilkan butiran atau partikel yang akan dibawa oleh air menuju lingkungan pengendapan.
Letusan Gunung Merapi pada tahun 2010, terjadi aliran awan panas ke arah Selatan-Timur yang lebih dominan ke arah Kali Gendol dengan jarak mencapai 15 km dari puncak. Selain memakan banyak korban jiwa dan harta benda, letusan ini menimbulkan endapan material di hulu sungai yang berpotensi mengancam sarana prasarana bangunan umum, hunian, maupun daerah pertanian. Mengingat sulitnya memperkirakan terjadinya banjir lahar, maka guna mencegah terjadinya bencana ini dibangun suatu sistem pengendalian yang biasa disebut dengan Sabo Dam. Pada Kali Gendol, terdapat beberapa pembangunan sabo dam salah satu nya adalah GE-C Gadingan.
Agar dapat diketahui daya tampung sabo dam dalam usaha mitigasi bencana sedimen yang akan terjadi, maka penyusun melakukan perhitungan prediksi laju erosinya menggunakan metode U.S.L.E dan bantuan software ArcGIS.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam analisis erosi lahan terhadap kapasitas sabo dam adalah:
1. Berapa estimasi laju erosi lahan yang terjadi pada Sub-DAS Kali Gendol? 2. Berapa estimasi volume sedimen yang
terjadi pada Sub-DAS Kali Gendol dan yang terlimpas pada sabo dam GE-C Gadingan?
3. Bagaimana kemampuan bangunan sabo dam GE-C Gadingan dalam menampung volume sedimen?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui laju erosi lahan
dengan menggunakan metode U.S.L.E, 2. Untuk mengetahui besarnya volume
sedimen yang terjadi dan yang terlimpas,
3. Untuk mengetahui kapasitas sabo dam GE-C Gadingan dalam menampung sedimen.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat menjadi referensi dan informasi mengenai estimasi laju erosi lahan, volume sedimen yang terjadi pada Sub-DAS Kali Gendol maupun yang terlimpas pada sabo dam GE-C Gadingan, serta kemampuan bangunan sabo dam GE-C Gadingan dalam menampung sedimen.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Marseli (2015) dalam tugas akhirnya yang berjudul “Analisis Laju Erosi pada Daerah Tangkapan Waduk Sermo Menggunakan Metode USLE” mengatakan bahwa Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan suatu metode yang umum digunakan untuk memprediksi kehilangan tanah yang disebabkan oleh erosi. Metode USLE mempunyai kelebihan, yaitu proses pengolahan datanya yang sederhana. Dengan begitu, hal ini dapat memudahkan dalam menentukan suatu prakiraan kasar terhadap besarnya laju erosi karena mudah dihitung secara manual maupun menggunakan alat bantu program komputer (Software). Sehingga dalam analisisnya, Yusti Marseli juga menggunakan bantuan software ArcGIS 10.1.
Mananoma, et al (2006) dalam penelitiannya mengenai “Prediksi Kapasitas Tampung Sedimen Kali Gendol Terhadap Material Erupsi Gunung Merapi 2006” mengatakan bahwa secara umum fenomena erupsi yang terjadi pada tahun 2006 masih memiliki pola yang sama dengan erupsi yang terdahulu yaitu : semburan awan panas, luncuran lava pijar, serta guguran material. Namun demikian pada fase erupsi di tahun 2006 dengan periode yang relatif panjang yaitu ditandai oleh status “awas” sejak April hingga Juli 2006, terjadi beberapa fenomena spesifik yaitu terbentuknya kubah lava (lava dome) baru dengan perkiraan volume lebih dari 4,5 juta m3. Demikian juga dengan runtuhnya kubah lama Geger Boyo pada fase erupsi kali ini memberikan peluang bagi timbunan kubah baru untuk meluncur turun menuju hulu Kali Gendol. Teknik penanggulangan secara struktural yang telah diterapkan selama ini berupa sistem pengendalian sedimen melalui bangunan sabo yaitu bangunan pengendali sedimen yang dimaksudkan untuk menahan dan mengendalikan laju aliran sedimen ke arah hilir sehingga dengan demikian dapat mengurangi besarnya daya rusak yang ditimbulkan. Sebagai salah satu sungai yang berhulu di kaki gunung Merapi, Kali Gendol adalah anak sungai Kali Opak dimana Kali Gendol mengalir ke arah tenggara dengan panjang sungai 22 km, serta luas DAS 14,60 km2. Hal ini dikaji untuk mendapatkan estimasi mendasar dan akurat terhadap kapasitas tampung sedimen di alur sungai, sehubungan dengan timbunan material piroklastik di puncak gunung Merapi yang potensial meluncur turun menjadi bencana sedimen. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu langkah awal maupun sebagai landasan dalam upaya mengembangkan suatu sistem atau metode pengelolaan maupun pengendalian daya rusak air berupa bencana sedimen pada alur sungai di kawasan gunung berapi yang masih aktif secara komprehensif, terpadu dan berwawasan lingkungan.
III. LANDASAN TEORI A. Analisis Hidrologi
1. Curah Hujan Kawasan
Curah hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak
mengalir (BMKG, 2016). Menurut Triatmodjo (2008), dalam analisis hidrologi sering diperlukan untuk menentukan hujan rerata pada daerah tersebut, yang dapat dilakukan dengan tiga metode salah satunya adalah Metode Thiessen. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Perhitungan metode Thiessen adalah sebagai berikut:
Dengan:
P = Hujan rerata
kawasan
P1, p2, ..., pn = Hujan pada stasiun
1,2,..,n
A1,A2, ..., An = Luas daerah stasiun
1,2,..., n B. Erosi
Erosi adalah suatu proses dimana tanah dihancurkan (detached) dan kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin, dan gravitasi (Hardjowigeno, 1995).
Dalam memprediksi laju erosi, dilakukan dengan metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Metode USLE memungkinkan perencana memprediksi laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam-macam jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan (tindakan konversi lahan). USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang. Persamaan tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahan-lahan (Listriyana, 2006). Formulasinya dapat digunakan rumus dari Wischmeier dan Smith (1960, dalam Arsyad 1989) sebagai berikut:
Keterangan :
1. Erosivitas Hujan (R)
Faktor erosivitas hujan dievaluasi dari kemampuan curah hujan menimbulkan erosi pada tanah yang tidak terlindung.
Besarnya curah hujan, intensitas hujan dan penyebaran hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta erosi. Sedangkan sifat-sifat hujan yang berpengaruh terhadap erosi adalah jumlah, intensitas dan energi kinetik yang ditimbulkan (Soewarno, 1991).
Hudson (1971 dalam Satria, 2016) mangatakan bahwa besarnya potensi atau kemampuan hujan menimbulkan erosi tanah tersebut dapat diukur dengan menghitung energi kinetik hujan:
Dengan:
E : Energi kinetik (ton.M/ha.Cm) R : Curah hujan rata-rata bulanan (mm) 2. Erodibilitas Tanah (K)
Indeks erodibilitas tanah disebut juga indeks kepekaan erosi tanah yang didefinisikan sebagai laju kehilangan tanah tahunan.
Nilai K (indeks erodibilitas tanah) dapat diperoleh dengan melihat Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1 Faktor Indeks Erodibilitas Tanah (K)
Jenis Tanah (Type of
Soil) Nilai K (K Index) Alluvial 0,156 Andosol 0,278 Andosol Coklat Kekuningan 0,298
Andosol dan Regosol 0,271
Granusol 0,176
Latosol 0,075
Latosol Coklat 0,175
Latosol Coklat dan Latosol Coklat Kekuningan
0,091 Latosol Coklat dan
Regosol 0,186
Latosol Coklat
Kemerahan 0,062
Latosol Coklat
Kemerahan dan Latosol Coklat
0,067 Latosol Coklat
Kemerahan dan Latosol Merah
0,061 Latosol Coklat
Kemerahan, Latosol Merah Kekuningan dan Litosol
0,046
Podsolik Kuning 0,107 Podsolik Kuning dan
Hidromorf Kelabu 0,249
Podsolik Merah 0,166
Podsolik Merah
Kekuningan 0,166
Regosol 0,301
Regosol Kelabu dan
Litosol 0,290
(Sumber: Puslitbang Pengairan Bandung, 1985)
3. Indeks Panjang dan Kemiringan Lereng (L dan S)
Panjang dan kemiringan lereng dapat ditentukan melalui peta topografi dengan bantuan software ArcGIS 10.1.
Dalam menghitung nilai LS, Weischmeir (1971 dalam Soewarno, 1991) memberikan rumus:
a. Untuk kemiringan lahan <20%
b. Untuk kemiringan lahan >20% ( ) ( )
Keterangan:
L : Panjang lereng (m) S : Kemiringan lereng (%)
4. Indeks Vegetasi Penutup Lahan dan Pengelolaan Tanaman (C dan P)
Faktor pengelolaan tanaman (C) adalah perbandingan antara kehilangan tanah dari lahan yang diusahakan untuk penanaman dengan suatu sistem pengolahan, terhadap kehilangan tanah apabila lahan tersebut diolah secara terus menerus tetapi tanpa ditanami. Faktor tindakan manusia dalam pengawetan tanah (P) adalah perbandingan antara besarnya erosi tanah yang hilang pada lahan dengan tindakan pengawetan tertentu, terhadap besarnya erosi tanah apabila pada lahan tersebut tanpa tindakan pengawetan tanah (Soewarno, 1991).
Penilaian faktor P di lapangan lebih mudah apabila digabungkan dengan faktor C, karena dalam kenyataannya kedua faktor tersebut berkaitan erat sehingga dapat dilihat besarnya nilai CP pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2 Faktor Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Tanah (CP) No Penggunaan Lahan Faktor CP 1 Pemukiman 0,60 2 Kebun Campuran 0,30 3 Sawah 0,05 4 Tegalan 0,75 5 Perkebunan 0,40 6 Hutan 0,03 7 Padang Rumput 0,07 (Sumber: RLKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, 1986)
C. Sedimentasi
Menurut Soemarto (1987), sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi) atau mengendapnya material fragmental oleh air. Sedimentasi merupakan akibat dari adanya erosi dan memberikan dampak yang banyak.
Sedimentasi dapat terjadi akibat: a. Letusan gunung berapi
Terjadinya erupsi pada gunung berapi yang dimana aliran piroklastik dalam volume besar akan bergerak mengikuti kemiringan lereng dan akan mengendap ketika energinya telah habis. b. Erosi tanah yang terjadi
Erosi tanah biasanya terjadi karena air hujan. Pada saat titik air hujan memercik ke permukaan tanah, butiran-butiran air akan menumbuk kemudian mengikis partikel tanah serta memindahkannya ke tempat lain di sekitarnya.
c. Limbah rumah tangga
Masyarakat yang biasanya membuang limbah rumah tangga atau sampah secara sembarangan lambat laun akan menumpuk sehingga dapat menyebabkan pendangkalan sungai. D. SDR (Sediment Delivery Ratio)
Untuk memperkirakan besarnya hasil sedimen dari suatu DAS, dilakukan perhitungan SDR (Sediment Delivery Ratio). Nilai SDR mendekati satu artinya semua tanah yang terangkut masuk ke dalam sungai. Kejadian ini hanya mungkin terjadi pada DAS atau Sub-DAS kecil dan yang tidak memiliki daerah-daerah datar,
tetapi memiliki lereng-lereng curam, banyak butir-butir halus (liat) yang terangkut, memiliki kerapatan drainase yang tinggi, atau secara umum dikatakan tidak memiliki sifat yang cenderung menyebabkan pengendapan sedimen di atas lahan DAS tersebut. Nilai Sediment Delivery Ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus Boyce (1975 dalam Susilowati, 2014) yaitu :
Dengan:
SDR : Sediment Delivery Ratio Adas : Luas DAS (ha)
E. Laju Sedimen Potensial
Besarnya jumlah hasil sedimen per satuan DAS per satuan waktu (dalam satuan ton/ha/th) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dengan:
SY : Angkutan sedimen (ton/ha/th) SDR : Sediment delivery ratio E : Erosi lahan (ton/ha/tahun) F. Volume Sedimen Potensial
Total volume sedimen didapat dari konfersi nilai laju sedimen dengan menggunakan persamaan:
Dengan:
Vs : Volume sedimen (m3/tahun) SY : Angkutan sedimen (ton/hatahun) A : Luas DAS (ha)
G. Kapasitas Bangunan Sabo Dam
Kapasitas bangunan sabo dam adalah kemampuan bangunan dalam menampung, mengendalikan dan mengalirkan sedimen. Menurut Cahyono (2000), dalam menghitung besarnya kapasitas sabo dam, digunakan rumus sebagai berikut:
1. Tampungan mati/tetap: Va 2. Tampungan kontrol: Vb Dengan: Va : Tampungan mati/tetap (m3) Vb : Tampungan kontrol (m3) i : Kemiringan dasar sungai h : Tinggi efektif dam (m) B : Lebar efektif dam (m)
IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini meninjau bangunan sabo dam GE-C Gadingan yang berlokasikan di antara Dusun Bronggang dan Dusun Gadingan Banaran, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Lokasi bangunan ini terletak pada koordinat UTM, X = 440889.365, Y = 9152783.349.
B. Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan analisis menggunakan metode USLE dan software ArcGIS 10.1. Dalam memprediksikan besarnya laju erosi dan sedimentasi yang tertampung dalam bangunan sabo dam GE-C Gadingan, maka diperlukan beberapa data dimana data-data tersebut merupakan data-data sekunder. Data-data diperoleh dari beberapa instansi diantaranya sebagai berikut:
1. Data Curah Hujan
Data curah hujan diperoleh dari Balai Sabo Yogakarta, berupa data curah hujan harian dan bulanan pada stasiun Sorasan dan stasiun Ngandong tahun 2010-2015. Data curah hujan diolah untuk mendapatkan nilai curah hujan rerata wilayah ( ̅) (mm) menggunakan metode Thiessen dan nilai curah hujan bulanan rata-rata ( ̅) (mm) untuk mencari nilai energi kinetik hujan. 2. Data Topografi
Data topografi diperoleh dari Balai Sabo Yogyakarta dan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), berupa peta kontur dan peta kemiringan lahan. Untuk penentuan panjang lereng dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS 10.1. Data ini yang nantinya akan diolah untuk mendapatkan nilai faktor LS. 3. Data Tata Guna Lahan
Data tata guna lahan diperoleh dari Balai Sabo Yogyakarta, berupa peta penutup tanah dan pengolaan tanah pada masing-masing penggunaan lahan tersebut. Data ini yang nantinya akan diolah untuk mendapatkan nilai faktor CP.
4. Data Jenis Tanah
Data jenis tanah diperoleh dari BPDAS Progo-Serayu-Opak, berupa peta jenis tanah pada DAS Progo. Data ini yang nantinya akan diolah untuk mendapatkan nilai faktor K.
5. Data Sabo Dam
Data sabo dam diperoleh dari Balai Sabo Yogyakarta dan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), berupa peta lokasi, koordinat sabo dam, kapasitas sabo dam sepanjang Sub-DAS Kali Gendol dan dimensi sabo dam GE-C Gadingan. C. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan bantuan
software ArcGIS 10.1. Dengan
menginputkan data berupa peta-peta data kemudian diolah sehingga didapatkan parameter-parameter yang dibutuhkan dalam perhitungan. Peta-peta yang diolah dengan software ArcGIS 10.1 adalah berupa data topografi, tata guna lahan dan jenis tanah sehingga output yang didapat adalah faktor K (Erodibilitas tanah), LS (Kemiringan lahan) dan CP (Penggunaan lahan dan pengelolaan tanaman). Selain peta-peta tersebut, dilakukan pula analisis hidrologi untuk mendapatkan nilai curah hujan rerata wilayah dan curah hujan bulanan rata-rata menggunakan metode Thiessen yang kemudian diolah kembali untuk mendapatkan faktor R (Erosivitas hujan).
Setelah ke-4 (keempat) faktor didapatkan yaitu faktor R, K, LS dan CP selanjutnya melakukan analisis menggunakan rumus empiris untuk mengetahui besarnya laju erosi dengan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dalam satuan berat per luasan DAS per waktu. Kemudian hitung besarnya volume sedimen yang terjadi di Sub-DAS Kali Gendol dan yang terlimpas ke bangunan sabo dam GE-C Gadingan beserta daya tampung bangunan tersebut. D. Tahap dan Prosedur Penelitian
Suatu penelitian harus dilakukan secara sistematis dan dengan urutan yang jelas serta teratur agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga, pelaksanaan penelitian ini bisa dilihat pada Gambar 1 bagan alir sebagai berikut:
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Daerah Aliran Sungai
Sub-DAS Kali Gendol dibuat dengan menggunakan software ArcGIS 10.1 untuk dapat mengetahui topografi berupa kontur dan kemiringan lahan, jenis tanah, dan tata guna lahan yang dapat dilihat pada Gambar 2.
Sub-DAS ini mencakup Desa Wukirsari, Glagaharjo, dan Argomulyo,
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi Jawa Tengah. Sub-DAS ini memiliki luas sebesar 1360,77 Ha.
Kondisi topografi pada daerah ini sangat dipengaruhi oleh adanya Gunung Merapi sehingga memiliki relief pegunungan dan lembah-lembah. Daerah ini memiliki karakterisitik wilayah yang berpotensi menimbulkan resiko bencana oleh erupsi gunung api. Hal ini merupakan konsekuensi dari kondisi wilayah daerah tersebut secara geologis, geomorfologis, dan klimatis.
Secara geografis terletak pada koordinat 7°39’50,61”LS, 110°27’52,93”BT.
B. Analisis Data Curah Hujan
Pada analisis ini dilakukan dengan mencari nilai curah hujan rerata wilayah ( ̅) menggunakan metode Thiessen. Terdapat 2 (dua) stasiun, yaitu Stasiun Sorasan dengan luas 4,3152 km2 (bobot 31,7115 %) dan Stasiun Ngandong dengan luas 9,2925 km2 (bobot 68,2885%) pada bulan 2010-2015. Kemudian, setelah didapatkan nilai curah hujan rerata wilayah ( ̅), kemudian dihitung curah hujan bulanan rata-rata ( ̅) yang terjadi dengan menggunakan metode rerata.
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:
Mulai
Studi Literatur
Penentuan obyek penelitian
Pengumpulan Data 1. Data Curah Hujan 2. Data Topografi 3. Data Tata Guna
Lahan
4. Data Jenis Tanah 5. Data Kapasitas Sabo
Dam Faktor Erosivitas (R) Faktor Erodibilitas (K) Faktor Kemiringan Lahan (LS) Faktor Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Tanaman (CP) 𝐸 𝑅 𝐾 𝐿𝑆 𝐶𝑃 Analisis Laju Erosi
Analisis Sedimen 1. Sediment Delivery Ratio (SDR)
𝑆𝐷𝑅 𝐴𝐷𝐴𝑆
2. Laju Sedimen Potensial (SY) 𝑆𝑌 𝑆𝐷𝑅 𝐸
3. Volume Sedimen (Vs) 𝑉𝑠 𝑆𝑌 𝐴𝐷𝐴𝑆
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑆𝑒𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛
Analisis Kapasitas Bangunan Sabo Dam GE-C Gadingan Akibat Limpasan
Sedimen
Kesimpulan
Selesai
Gambar 1 Bagan alir analisis erosi dan sedimen
Tabel 3 Perhitungan Curah Hujan Bulan Rata-Rata
(sumber: Perhitungan)
Contoh analisis hitungan Curah Hujan Rerata Wilayah ( ̅) (mm) pada bulan Januari 2010:
̅
mm
*khusus untuk data yang kosong (NR), maka data curah hujan rerata wilayah ( ̅) pada bulan dan tahun tersebut diambil dari data yang ada isinya pada bulan dan tahun yang sama.
Contoh analisis hitungan Curah Hujan Bulanan Rata-Rata ( ̅) (mm) pada bulan Januari: ̅ ∑ ∑ mm C. Analisis Erosi
Dalam menganalisis laju erosi, digunakan metode USLE dengan parameter sebagai berikut:
1. Faktor Erosivitas (R)
Berdasarkan hasil curah hujan bulanan rata-rata ( ̅) (mm) pada Tabel 3, maka bisa diketahui besarnya potensi atau kemampuan hujan dalam menimbulkan erosi tanah dengan perhitungan menggunakan persamaan energi kinetik hujan.
Contoh analisis hitungan energi kinetik hujan pada bulan Januari:
ton.M/ha.Cm
Hasil perhitungan faktor erosivitas dengan energi kinetik hujan dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4 Hasil Perhitungan Faktor Erosivitas
(Sumber: Perhitungan)
Faktor erosivitas (R) yang digunakan untuk memprediksi laju erosi pada metode USLE adalah sebesar 6223,94 ton.M/ha.Cm.
2. Faktor Erodibilitas (K)
Pada hasil olahan data jenis tanah menggunakan software ArcGIS 10.1, dapat diketahui bahwa tanah pada Sub-DAS Kali Gendol memiliki 3 tiga jenis, yaitu Association Brown Andosol and Red-Brown Latosol, Complex Grey Regosol and Lithosol dan Grey-Brown Regosol. Sehingga faktor K dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah tersebut. Besarnya nilai K dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut:
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Sta. Sorasan 451.5 254.5 57.5 NR* NR* 24.5 154.5 161.5 316.5 192.5 160 450.5
Sta. Ngandong 510 550 684.5 447.5 650.5 109.5 120.5 169 548.5 458.5 299.5 617
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Sta. Sorasan 477.5 316 319 291 263.5 0 0 0 8.5 76.5 296 0
Sta. Ngandong 475.5 384.5 564.5 401 550.5 16.5 43 8.5 18 120.5 746.5 537
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Sta. Sorasan 293.5 NR* NR* 78 74.5 46.5 0 0 0 99 355.5 363
Sta. Ngandong 441.5 549.5 289 275 80 55.5 1 0 4 220 968 975
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Sta. Sorasan 475 336.5 274.5 220 191 226 50.5 4.5 0 56 249 325.3
Sta. Ngandong 933 9 NR* NR* NR* NR* NR* 17 21 275 592 746
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Sta. Sorasan 383.5 293 104.5 414 84.5 73.5 47 1 0 1 397 326.5
Sta. Ngandong 647 508 510 398 268 169 95 NR* NR* NR* 205.4 644.2
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Sta. Sorasan 525 349 459.5 400 NR* NR* 0 0.5 0 0 155 366 Sta. Ngandong NR* NR* NR* 493.2 125 7.4 0 0.6 0 0 290.4 503 144.81 438.25 554.57 285.68 86.43 48.60 31.17 84.50 0.00 0.00 247.46 459.56 Tahun 2010 Tahun 2011
Curah Hujan Rerata Wilayah (P) (mm) Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
Curah Hujan Rerata Wilayah (P) (mm)
Curah Hujan Rerata Wilayah (P) (mm)
Curah Hujan Rerata Wilayah (P) (mm)
Curah Hujan Rerata
Wilayah (P) (mm) 525.00 349.00 459.50 463.64 125.00 7.40 0.00 0.57
Curah Hujan Bulanan Rata-Rata
(R) (mm) 539.73 378.37 396.12 1.00 266.16 543.45 Stasiun Bulan 209.81 138.72 79.78 1.00 0.00 563.44 439.82 381.41 403.07 352.14 612.59 Stasiun Bulan Stasiun Bulan 787.76 112.86 274.50 220.00 191.00 226.00 50.50 13.04 14.34 205.55 483.23 Bulan 394.57 549.50 289.00 212.53 78.26 52.65 0.68 0.00 2.73 181.63 773.77 780.93 Bulan 476.13 362.78 486.65 366.12 459.49 11.27 29.36 5.80 14.99 106.55 603.64 366.71 255.26 564.20 Bulan Stasiun 82.55 131.28 166.62 474.93 374.15 491.45 456.29 485.67 447.50 650.50
Curah Hujan Rerata Wilayah (P) (mm) Stasiun Stasiun Jan 539.73 Feb 378.37 Mar 396.12 Apr 352.14 Mei 285.68 Jun 86.43 Jul 48.60 Agust 31.17 Sep 84.50 Okt 144.81 Nop 438.25 Des 554.57 Total 3340.38 Rata-rata 278.36 6223.94 7857.82 6275.40 1735.75 934.81 579.92 12803.61 74687.24 12435.50 8488.74 8917.49 1694.10 3023.04 9941.05 Curah Hujan Rata-Rata Bulanan (R) (mm)
Bulan Energi Kinetik (E) (ton.M/ha.Cm)
Tabel 5 Faktor erodibilitas tanah Sub-DAS Kali Gendol
(Sumber: BPDAS Serayu-Opak-Progo) 3. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng
(LS)
Berdasarkan hasil olahan data topografi dengan menggunakan software ArcGIS 10.1, maka dapat ditentukan jarak antar elevasi sehingga nantinya akan dapat diperhitungkan nilai LS nya.
Berikut ini contoh perhitungan nilai LS:
a. Pada elevasi 412,5-500 m dapat diketahui jarak rata-rata (L) antar elevasi sebesar 1735 m.
Sehingga =
= 0,058 × 100 = 5,8%. < 20% Maka, nilai LS nya adalah
m
b. Pada elevasi 2200-2300 m dapat diketahui jarak rata-rata (L) antar elevasi sebesar 178,5 m.
Sehingga =
= 0,560 × 100 = 56%. > 20% Maka, nilai LS nya adalah:
( ) ( ) ( ) ( ) m
Untuk perhitungan secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 6. 4. Faktor Penggunaan Lahan dan
Pengelolaan Tanaman (CP)
Berdasarkan hasil olahan data tata guna lahan dengan menggunakan
software ArcGIS, maka dapat
ditentukan luasan masing-masing tata guna lahan tiap jarak antar elevasi.
Untuk perhitungan secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6 Perhitungan Nilai LS
(Sumber: Perhitungan) Tabel 7 Perhitungan Nilai CP
(Sumber: Perhitungan)
No Jenis Tanah K
1 Association Brown Andosol
and Red-Brown Latosol 0,271
2 Complex Grey Regosol and
Lithosol 0,172 3 Grey-Brown Regosol 0,271 No Elevasi Panjang (L) (m) S (%) LS 1 >2300 487.5 71.8 117.15 2 2200-2300 178.5 56.0 45.30 3 2100-2200 160.5 62.3 49.32 4 2000-2100 156 64.1 50.46 5 1900-2000 153 65.4 51.25 6 1800-1900 210.5 47.5 39.70 7 1700-1800 161.5 61.9 49.08 8 1600-1700 607 16.5 13.48 9 1500-1600 199 50.3 41.53 10 1400-1500 329 30.4 27.78 11 1300-1400 362.5 27.6 25.70 12 1200-1300 476.5 21.0 20.65 13 1100-1200 835.5 12.0 9.45 14 1000-1100 1076.5 9.3 7.30 15 900-1000 929.5 10.8 8.46 16 800-900 1131.5 8.8 6.96 17 700-800 1192.25 8.4 6.62 18 600-700 1434.75 7.0 5.61 19 500-600 1735 5.8 4.80 20 412.5-500 1771.5 4.9 4.00
No Elevasi (m) Tata Guna Lahan Catchment
Area (ha) Faktor CP CP CP'
1 >2300 Bare Land 8.30 0.75 6.22 0.75 2 2200-2300 Bare Land 5.69 0.75 4.27 0.75 3 2100-2200 Bare Land 7.68 0.75 5.76 0.75 Bare Land 5.59 0.75 4.20 Bushes 4.01 0.30 1.20 Bare Land 1.32 0.75 0.99 Bushes 10.35 0.30 3.10 Bushes 17.03 0.30 5.11 Forest 0.00 0.03 0.00 Bushes 17.07 0.30 5.12 Forest 2.65 0.03 0.08 Bushes 19.79 0.30 5.94 Forest 5.68 0.03 0.17 Bushes 20.53 0.30 6.16 Forest 8.81 0.03 0.26 Bushes 15.85 0.30 4.76 Forest 12.16 0.03 0.36 Bushes 25.23 0.30 7.57 Forest 5.62 0.03 0.17 Grass 0.03 0.07 0.00 Bushes 33.45 0.30 10.04 Forest 0.05 0.03 0.00 Grass 0.80 0.07 0.06 Plantation/Yard 5.72 0.40 2.29 Bushes 32.04 0.30 9.61 Dry Land 15.54 0.75 11.65 Grass 2.59 0.07 0.18 Plantation/Yard 27.65 0.40 11.06 Residential Area 2.61 0.60 1.57 Bushes 33.85 0.30 10.15 Dry Land 15.41 0.75 11.56 Grass 12.72 0.07 0.89 Plantation/Yard 27.30 0.40 10.92 Residential Area 21.69 0.60 13.01 Bushes 19.40 0.30 5.82 Dry Land 3.01 0.75 2.26 Grass 11.30 0.07 0.79 Plantation/Yard 33.06 0.40 13.22 Residential Area 46.43 0.60 27.86 Bushes 27.43 0.30 8.23 Dry Land 25.06 0.75 18.79 Fresh Water 4.63 0.05 0.23 Grass 7.20 0.07 0.50 Plantation/Yard 31.22 0.40 12.49 Residential Area 18.53 0.60 11.12 Bushes 8.59 0.30 2.58 Dry Land 34.63 0.75 25.97 Fresh Water 7.07 0.05 0.35 Grass 5.73 0.07 0.40 Plantation/Yard 83.84 0.40 33.54 Residential Area 19.34 0.60 11.61 Bushes 0.04 0.30 0.01 Dry Land 22.55 0.75 16.91 Fresh Water 6.11 0.05 0.31 Grass 1.08 0.07 0.08 Plantation/Yard 105.46 0.40 42.18 Residential Area 31.62 0.60 18.97 Dry Land 3.26 0.75 2.45 Grass 0.72 0.07 0.05 Plantation/Yard 143.68 0.40 57.47 Residential Area 32.81 0.60 19.69 Dry Land 7.16 0.75 5.37 Grass 1.85 0.07 0.13
Irrigated Paddy Field 72.74 0.05 3.64
Plantation/Yard 62.86 0.40 25.14 Residential Area 57.56 0.60 34.54 0.47 0.44 0.34 17 700-800 16 800-900 15 900-1000 20 412.5-500 19 500-600 18 600-700 14 1000-1100 12 1200-1300 13 1100-1200 11 1300-1400 10 1400-1500 9 1500-1600 7 1700-1800 8 1600-1700 6 1800-1900 5 1900-2000 4 2000-2100 0.56 0.35 0.31 0.42 0.44 0.30 0.26 0.24 0.22 0.18 0.25 0.42 0.45 0.47
Setelah semua parameter telah didapatkan nilainya, maka dapat ditentukan prediksi laju erosi (E) nya.
Berikut contoh perhitungan untuk elevasi 500-600 m:
Ton/Ha/Tahun
Perhitungan laju erosi keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 9.
D. Analisis Sedimen
Berikut ini perhitungan nilai SDR dan volume sedimen potensial:
1. Sediment Delivery Ratio (SDR)
2. Laju Sedimen Potensial (SY)
Ton/Ha/Tahun 3. Volume Sedimen Total (Vs)
Total volume sedimen didapat dari konfersi nilai laju sedimen potensial:
m3
/Tahun
Rekapitulasi perhitungan laju erosi dan sedimentasi dengan metode USLE dapat dilihat pada Tabel 9.
E. Analisis Kapasitas Bangunan Sabo Dam Akibat Limpasan Sedimen
Diketahui:
1. Sketsa Bangunan GE-C Gadingan:
Gambar 3 Potongan melintang sabo dam GE-C Gadingan
Dengan:
Lebar dam = 102,21 m
Tinggi efektif dam = 4 m
Kemiringan sungai =
= 0,113 ×100 % = 11,3 %
2. Kapasitas Bangunan Sabo Dam yang ada di sepanjang Sub-DAS Kali Gendol
Tabel 8 Kapasitas Bangunan Sabo Dam di Sepanjang Kali Gendol
(Sumber: Balai Sabo Yogyakarta) Maka dapat dihitung :
1. Untuk menentukan kapasitasnya dalam mengontrol atau menampung sedimen tiap tahunnya dapat dihitung sebagai berikut:
a) Tampungan Mati/Tetap (Va) m3 b) Tampungan Kontrol (Vb) m3
c) Total Kapasitas GE-C Gadingan =Va + Vb = 18.571,97 + 11.087,74 = 29.659,71 m3 No Kapasitas Bangunan (m³) 1 49500 2 386000 3 444000 4 47900 5 117900 6 70000 7 100500 8 214200 9 111200 10 87700 11 56900 12 52600 1738400 GE C10 (Bakalan) GE C (Cangkringan I) GE C (Bronggang) Total GE D3 GE D2 GE D (Kepuharjo) GE C13 GE C12 (Ngancar) Nama Bangunan Sabo Dam GE D (Kaliadem) GE D7 (Kaliadem) GE D5 (Kaliadem) GE D4 4 m 11 102,21 m
2. Untuk mengetahui besarnya volume sedimen yang terlimpas ke bangunan GE-C Gadingan adalah:
a) Vol. Sedimen Limpasan
∑
= = m3
/Tahun
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan metode USLE dan software ArcGIS 10.1, dapat diketahui dan disimpulkan sebagai berikut:
1. Laju erosi di Sub-DAS Kali Gendol dengan menggunakan metode USLE adalah sebesar 471.194,70 Ton/Ha/Tahun.
2. Besarnya volume sedimen yang terjadi pada Sub-DAS Kali Gendol adalah 11.343.627 m3/Tahun dan yang akan terlimpas ke bangunan GE-C Gadingan adalah sebesar 9.605.727 m3/Tahun. 3. Sabo dam GE-C Gadingan memiliki
daya tampung sebesar 29.659,71 m3. Berdasarkan data yang telah dianalisis, didapatkan hasil bahwa kapasitas total bangunan sabo dam yang berada pada Sub-DAS Kali Gendol adalah sebesar 1.738.400 m3. Dengan volume sedimen yang mengalir pada Sub-DAS Kali Gendol sebesar 11.343.627 m3/tahun, maka volume sedimen yang akan terlimpas ke bangunan sabo dam GE-C Gadingan adalah sebesar 9.605.727 m3/tahun. Sehingga dapat dikatakan bahwa bangunan ini tidak mampu untuk menampung volume angkutan sedimen yang terjadi. Hal ini dikarenakan kapasitas bangunan sabo dam GE-C Gadingan yang lebih kecil yaitu 29.659,71 m3.
B. Saran
1. Dilakukan perhitungan menggunakan metode lain sebagai pembanding agar lebih akurat.
2. Berdasarkan hasil yang didapatkan, pengaruh erosi lahan di sekitar Sub-DAS Kali Gendol sangatlah besar sehingga perlu dilakukan pengakajian lebih lanjut untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya bencana sedimen kedepannya.
3. Dilakukan pemeliharaan terhadap bangunan sabo dam secara berkala agar fungsi bangunan bisa maksimal dan optimal.
4. Dilakukan sosialisasi terhadap penambang pasir agar tidak menambang pasir terlalu dekat dengan banguna sabo dam karena itu dapat mengurangi stabilitas bangunan.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Asdak C., 2007, Hidrologi dan Pengendalian Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
As-Syakur, Abdul Rahman, 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan. Jurnal, Universitas Udayana, Bali.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). 2010. Daftar Istilah Klimatologi. Denpasar.
Cahyono, Joko. 2000. Pengantar Teknologi Sabo.
Giyarsih, Sri Rum. 2014. Aspek Sosial Banjir Lahar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hardjowigeno, S. (1995). Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Presindo.
Hasnawir. 2012. Mitigasi Bencana Sedimen. Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Kementerian Kehutanan. Makassar. Ikhsan, Jazaul dan Masaharu Fujita. 2012. A
New Approach for Effect Evaluation of Sediment Management. International Journal of Civil, Environmental, Structural, Construction and Architectural Engineering Vol:6, No:8. Kartasapoetra, A.G dan Sutedjo, M.M, 1991
Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: Bhineka Cipta.
Kelman, Ilan dan T.A. Mather. 2008. Living
With Volcanoes: The Sustainable
Livelihoods Approach For
Volcano-Related Opportunities. Journal of
Volcanology and Geothermal Research, Vol. 172, p.189-198.
Listriyana, I. 2006. Pemetaan Daerah Rawan Bahaya Erosi Di Bagian Barat Daya Gunung Lawu Melalu Pendekatan Model Pixel dan Sistem Informasi Geografi (SIG). Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.
Manan, S. 1979. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Indonesia.
Mananoma, Tiny, Ali Rahmat dan Djoko Legono. 2006. Prediksi Kapasitas Tampung Sedimen Kali Gendol
Terhadap Material Erupsi Gunung Merapi 2006. Jurnal, Yogyakarta.
Marseli, Yusti. 2015. Analisis Laju Erosi Pada
Daerah Tangkapan Waduk Sermo
Menggunakan Metode USLE. Tugas Akhir, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Parasdya, Purwa Adilaras. 2016. Evaluasi Kapasitas Sabo Dam Dalam Usaha Mitigasi Bencana Sedimen Merapi (Studi Kasus : Sabo Dam PA-C Pasekan, Kali Pabelan). Tugas Akhir, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Purnama, Nurina Endra. 2008. Pendugaan Erosi Dengan Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) Di Situ Bojongsari Depok. Skripsi S1 Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Indonesia. Rahmat, Ali, Djoko Legono dan Haryono
Kusumosubroto. 2008. Pengelolaan Sedimen Kali Gendol Pasca Erupsi Merapi Juni 2006. Jurnal, Yogyakarta. Satria, Sena Andi. 2016. Evaluasi Kapasitas
Sabo Dam Dalam Mitigasi Bencana Sedimen Merapi (Studi Kasus : Sabo Dam PU-C Seloiring, Kali Putih, Merapi). Tugas Akhir, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Sitanala, Arsyad. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Sitanala, Arsyad. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Soemarto, C.D., 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya.
Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran Dan
Pengolahan Data Aliran Sungai
(Hidrometri). Bandung: Nova.
Susilowati, et al. 2014. Perancangan Check
Dam Pramuka Untuk Mengatasi
Sedimentasi Di Banjir Kanal Barat Kota Semarang. Semarang: Jurnal Karya Teknik Sipil Vol:3, No:1.
Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset. Wibisono. M. S. 2011. Pengantar Ilmu
Kelautan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
G am bar 2 Pet a Su b -D A S K al i G endo l