• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pertumbuhan dan Ketimpangan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung (Tahun )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Analisis Pertumbuhan dan Ketimpangan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung (Tahun )"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Khoirul Efendi

Alumni Ilmu Ekonomi Universitas Islam Indonesia

Indah Susantun

Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia

Abstraksi

Perkembangan perekonomian secara keseluruhan setiap kabupaten/kota di Provinsi Lampung setiap tahunnya mengalami peningkatan pada pertumbuhan PDRB sehingga secara umum penduduk di Provinsi Lampung dapat dikatakan makmur. Akan tetapi kenyataan tidak demikian, karena adanya ketimpangan antara kabupaten/kota, dimana antara 14 kabupaten kota ada pertumbuhanya yang melambat ditahun 2008-2011, artinya pertumbuhan ekonominya positif namun lebih rendah dari tahun sebelumnya. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Lampung untuk menganalisis seberapa besar pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan di Provinsi tersebut.

Selain itu juga bagaimana klasifikasi perekonomian antar kabupaten/kota dan apakah dapat dibuktikan berlaku atau tidak hipotesis Kuznets tentang kurva “U” terbalik di Provinsi Lampung.

Hasil penelitian menunjukkan klasifikasi bahwa ada 3 Kabupaten yang merupakan daerah cepat maju dan cepat tumbuh, tiga kabupaten merupakn daerah berkembang cepat, satu kabupaten merupakan daerah maju tertekan, dan 7 kabupaten merupakan daerah relative tertinggal.

Ketimpangan selama periode analisis mengalami penurunan. Dalam mengambil kebijakan pembangunan, Pemerintah Provinsi Lampung harus memiliki strategi yang tepat antara percepatan pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan antar daerah. Kebijaksanaan yang dapat ditempuh Pemerintah Provinsi Lampung agar perencanaan pembangunan diprioritaskan pada daerah yang relatif tertinggal karena masih banyak kabupaten/kota di Provinsi Lampung, yang relatif tertinggal mempunyai masalah yang harus diselesaikan antara lain kemiskinan, banyaknya jumlah pengangguran, lapangan usaha yang sedikit. Kesenjangan yang terjadi tidak hanya disebabkan karena pembangunan hanya terpusat pada daerah yang dekat dengan perkotaan yang mudah terjangkau serta daerah yang mempunyai potensi dan menjadi pusat perdagangan.

LATAR BELAKANG

Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah, dan antar sektor. Ketimpangan ekonomi di Indonesia tidak hanya terjadi pada wilayah kecamatan, kabupaten, provinsi melainkan juga terjadi pada antar pulau di Kawasan Barat Indonesia (Kabarin) dan Kawasan Timur Indonesia (Katimin). Berbagai program yang dikembangkan untuk mengurangi ketimpangan antar daerah selama ini ternyata belum mencapai hasil yang memadai. Peran pemerintah melalui alokasi anggaran pembangunan sebagai instrument untuk mengurangi ketimpangan ekonomi tampaknya lebih perlu diperhatikan. Menurut Majidi (1997) dalam Caska & Riadi (2007) mengatakan bahwa strategi alokasi tersebut harus mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menjadi alat untuk mengurangi kesenjangan/ ketimpangan regional.

Proses akumulasi sumber-sumber berupa akumulasi modal, keterampilan tenaga kerja serta sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya heterogenitas dan beragan karakteristik suatu wilayah menyebabkan kecendrungan terjadinya ketimpangan antar

(2)

daerah antar sektor ekonomi suatu daerah (Caska & Riadi, 2006). Ketimpangan bisa disebabkan oleh perbedaan kemampuan daerah dalam mengelola sumber daya yang ada untuk meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan di daerah tersebut.

Dari tabel 1 dapat dilihat, bagaimana besarnya PDRB tiap kabupaten/kota di Provinsi Lampung pada tahun 2007-2011. Kabupaten/kota yang memberikan peranan yang realitif besar yaitu dari Kota Bandar Lampung sebesar Rp. 6967850,70, Kebupaten Lampung Tengah Rp. 6587164,98, Kabupaten lampung Selatan Rp. 4612549,66 yang diukur dari PDRB atas dasar harga konstan. Namun dari 14 kabupaten/kota di Provinsi Lampung, PDRB di kota metro masuk dalam urutan PDRB terendah di Provinsi Lampung.

Namun secara keseluruhan setiap kabupaten/kota di Provinsi Lampung setiap tahunnya mengalami peningkatan pada pertumbuhan PDRB sehingga secara umum penduduk di Provinsi Lampung dapat dikatakan makmur. Akan tetapi kenyataan tidak demikian, karena adanya ketimpangan antara kabupaten/kota, dimana antara 14 kabupaten kota ada pertumbuhanya yang melambat ditahun 2008-2011, artinya pertumbuhan ekonominya positif namun lebih rendah dari tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1 Namun PDRB kabupaten ini belum cukup mencerminkan tingkat ketimpangan yang ada di provinsi Lampung sehingga untuk mengukur tingkat ketimpangan antar kabupaten/ kota di gunakan data PDRB perkapita.

Tabel 1: PDRB Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) Non Migas Provinsi Lampung Tahun 2009-2011

No Nama Kabupaten Atas Dasar Harga Konstan 2000

2008 2009 2010 2011

1 Lampung Barat 1351526,36 1427754,33 1509472,17 1578013,75

2 Tanggamus 2103899,46 2224935,09 2353653,51 2504609,21

3 Lampung Selatan 3908442,23 4114980,14 4350043,75 4612549,66

4 Lampung Timur 3483479,57 3702530,25 3937841,71 4194698,19

5 Lampung Tengah 5553009,63 5883047,29 6228783,46 6587164,98

6 Lampung Utara 3017662,92 3208506,44 3368212,58 3577987,52

7 Way Kanan 1277701,42 1340230,07 1409575,87 1487010,59

8 Tulang Bawang 4357683,14 2129602,46 2261365,40 2385678,75

9 Pesawaran 1494042,50 1575814,76 1668928,22 1775909,74

10 Pringsewu - 1262944,58 1350744,17 1446601,92

11 Tulang Bawang Barat - 1064633,11 1127310,40 1199022,21

12 Mesuji - 1180841,47 1250762,07 1327384,72

13 Bandar Lampung 5802307,55 6151068,58 6540520,84 6967850,70

14 Metro 504392,60 531201,80 562509,42 598518,93

Sumber: Data BPS Provinsi Lampung

Adanya pendugaan bahwa PDRB dalam pelaksanaan pembangunan yang tidak merata yeng terjadi di kabupaten/kota sehingga berdampak pada pembangunan dan ketimpangan. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Provinsi Lampung untuk menganalisis seberapa besar pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan di Provinsi Lampung. Selain itu juga bagaimana klasifikasi perekonomian antar kabupaten/kota dan apakah dapat dibuktikan berlaku atau tidak hipotesis Kuznets tentang kurva “U” terbalik di Provinsi Lampung.

(3)

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Menurut Sutarno dan Mudrajad Kuncoro (2003), yang meneliti Pembangunan dan Ketimpangan antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas pada tahun 1993-2000 dengan menggunakan analisis Tipologi Klassen, dimana kecamatan di Kabupaten Banyumas dapat di klasifikasikan berdasarkan pertumbuhan dan pendapatan perkapita menjadi empat kelompok yaitu kecamatan cepat maju dan cepat tumbuh adalah Kecamatan Kalibagor, Banyumas, Ajibarang, Sokaraja, Purwokertu Selatan, Purwokerto Barat, Purwokerto Timur. Kecamatan yang masuk kategori kecamatan cepat maju dan cepat tumbuh ini pada umumnya daerah yang maju baik dari segi pembangunan atau kecepatan pembangunan.

Selanjutnya yang masuk dalam kecamatan maju tapi tertekan adalah Kecamatan Wangon, Somagede, dan Baturaden. Kecamatan yang relatif maju tapi dalam beberapa tahun mengalami pertumbuhan yang relatif kecil, akibat tertekan kegiatan utama kecamatan yang bersangkutan. Kecamatan Kebesan, Purwojadi, Cilongok, Karanglewas, Kembaran, Purwokerto Utara termasuk kecamatan dalam kategori kecamatan yang mempunyai potensi yang besar tetapi belum diolah secara baik, sehingga meskipun pertumbuhannya cepat pendapatanya masih dibawah pendapatan rata-rata kabupaten. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan kecamatan tersebut masih relatif rendah dibandingkan kecamatan-kecamatan lain. Kecamatan Lumbir, Jatilawang, Rawalo, Kemrajen, Sumpih, Tambak, Patikraja, Gumelar, Pekuncen, Kedungbanteng, dan Kecamatan Sumbang termasuk kecamatan relatif tertinggal. Kecamatan-kecamatan ini secara ekonomi sangat tertinggal, baik dari segi pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan perkapita. Dengan kata lain, kecamatan-kecamatan dalam kategori ini adalah kecamatan yang paling buruk keadaanya dibandingkan dengan kecamatan lain dikabupaten Banyumas.

Dalam analisis indek Williamson maupun indeks Entropi menunjukkan ketimpangan yang terjadi antar kecamatan yang terjadi di kabupaten Banyumas pada tahun 1993 sampai 2000 ada kecendrungan meningkat dalam periode penelitian. Kecendrungan peningkatan tersebut belum membuktikan berlakunya hipotesis Kuznets di Kabupaten Banyumas. Dari hasil analisi yang di dapat ternyata hipotesis Kuznets mengenai ketimpangan yang berbentuk kurva “U” terbalik berlaku di kabupaten Banyumas, ini terbukti dari hasil analisis trend dan korelasi Pearson. Hubungan antara pertumbuhan dengan indeks ketimpangan Williamson dan Entropi Theil untuk kasus Kabupaten Banyumas selama periode 1993-2000 terbukti berlaku hipotesis Kuznets.

Menurut Caska dan R.M Riadi (2006), yang meneliti pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah di Provinsi Riau pada tahun 2003-2005 dengan menggunakan analisis Tipologi Klassen, dimana kecamatan yang masuk dalam kecamatan berkembang cepat adalah Kabupaten Pelalawan, Kuantan Sangingi, Indragiri Hulu. Kabupaten cepat maju dan cepat tumbuh adalah Kota Pekanbaru. Kabupaten yang termasuk kabupaten relatif tertinggal adalah kabupaten Kota Dumai, Rokan Hilir, dan Kabupaten Bengkalis. Kabupaten masuk dalam kategori Maju Tertekan adalah kabupaten Indragiri Hilir, Rokan Hulu, dan Kabupaten Kampar. Kabupaten-kabupaten ini secara ekonomi sangat tertinggal, baik dari segi pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan perkapita bila disbandingkan dengan kabupaten lain yang ada diprovinsi Riau.

Menurut Santi Sara S. (2010), dalam Economic Growth Analysis and Inequality

between Mountainous Regions in North Sumateratahun 2000-2007 dengan menggunakan

analisis Indeks Williamson, dimana Hasil analisis ketimpangan Index Williamson Kabupaten Tapanuli Utara mulai tahun 2000 – 2007 adalah mendekati nol. Ini menunjukkan bahwa ketimpangan pembangunan yang terjadi adalah sangat rendah atau

(4)

pembangunan sangat merata. Pada awal tahun 2000 Index Williamson sebesar 0,0679 dan tahun selanjutnya menurun terus hingga pada akhir periode tahun 2007 sebesar 0,0470.

Pada Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi dan Kabupaten Humbang Hasundutan mulai tahun 2000 – 2007 Index Williamson mendekati nol, dimana tahun 2000 menurun terus sampai tahun 2007. Berarti ketimpangan pembangunan sangat rendah. Pada Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Samosir Index Williamson juga mendekati nol, dimana tahun 2000 s.d. 2006 turun terus, tetapi pada tahun 2007 naik sedikit, walaupun tetap mendekati nol. Secara keseluruhan index ketimpangan setiap kabupaten daerah pegunungan adalah mendekati nol. Berarti ketimpangan pembangunan di daerah pegunungan Sumatera Utara sangat rendah.

Menurut Nurhuda, Rama & Muluk, M.R khairul (2013) dalam Analisis Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2011. Dalam penelitian ini hasil perhitungan nilai Indeks Williamson di Provinsi Jawa Timur berasal dari perbedaan pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah, khususnya di wilayah kota dan wilayah kabupaten. sumbangan PDRB yang besar adalah dari sektor industri, kedua pada sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangakan sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian di Provinsi Jawa Timur ada di urutan ketiga. Dari perhitungan indeks Williamson diketahui pada tahun 2005 hingga 2011 mengalami penurunan. Dari perhitungan tersebut, ada dua Kota yang nilai ketimpangannya jauh di atas nilai ketimpangan Provinsi Jawa Timur. Dua Kota tersebut adalah Kota Kediri dan Kota Surabaya, kota Kediri. Ini menandakan bahwa tingkat kemajuan pembangunan pada dua Kota tersebut jauh di atas Kota dan kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Jawa Timur.

Hal ini disebabkan karena kegiatan perekonomian di kedua Kota tersebut lebih bnayak bergerak dibidang industry dan perdagangan.

Pertumbuhan Ekonomi Tipologi Klassen

Analisis pertumbuhan ekonomi tipologi Klassen (H. Aswandi dan Mudrajad Kuncoro, 2002) digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Daerah maju dan tumbuh cepat (high growth and high income = rapid growth region) adalah kabupaten/kota yang megalami laju pertumbuhan PDRB dan tingkat pendapatan perkapita leih tinggi dari rata-rata seluruh kabupaten/kota. Biasanya kabupaten/kota ini merupakan daerah yang mempunyai potensi pembangunan yang sangat besar dan telah dimanfaatkan secara baik untuk kemakmuran masyarakat setempat. Karena itu diperkirakan kabupaten/kota ini akan terus berkembang dimasa mendatang.

b. Daerah maju tapi tertekan (high income but low growth = retarted region) adalah kabupaten kota yang relatif maju, tetapi dalam beberapa tahun laju pertumbuhanya menurun aibat tertekan kegiatan bersangkutan. Karena itu walaupun kabupaten/kota itu maju tetapi diperkirakan pertumbuhannya tidak akan begitu cepat walaupun potensi pembangunan yang dimiliki pada dasarnya besar.

c. Daerah berkembang cepat (high growth but low income = growing region) adalah kabupaten/kota dengan potensi yang sangat besar, tapi belum diolah secara baik.

Karena itu meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi daerah ini tinggi, namun tingkat pendapatan perkapita yang mencerminkan

tahap pembangunan yang telah dicapai relatif rendah dibandingkan kabupaten/kota lain. Daerah relatif tertinggal (low growth and low income = relatifly backward region) adalah kabupaten/kota yang mempunyai tingkat pertumbuhan dan pendapatan

(5)

perkapita dibawah rata-rata. Ini menunjukkan bahwa baik tingkat kemakmuran masayarakat maupun tingkat pertumbuhan ekonom di daerah ini masih relatif rendah.

Tabel 2: Klasifikasi Wilayah Menurut Tipologi Klassen y

r

yi > y yi < y

ri > r

Daerah Maju dan Tumbuh Cepat Kabupaten/ Kota Provinsi Lampung

Daerah Berkembang Cepat Kabupaten/ Kota Provinsi lampung ri < r Daerah Maju tetapi

Tertekan kabupaten/

Kota Provinsi Lampung

Daerah Relatif

Tertinggal Kabupaten/

Kota Provinsi lampug Dimana:

r = Rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota (%) y = Rata-rata PDRB perkapita kabupaten/kota (Rupiah) ri = Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota I (%) yi = PDRB perkapita kabupaten/kota 1 (Rupiah) Ketimpangan Ekonomi antar Daerah

Untuk melihat ketimpangan regional ini digunakan 2 jenis analisis yakni: a). Indeks Ketimpangan Williamson, dan b). Indeks Entropi Theil. Untuk mengetahui indeks ketimpangan Williamson dilihat dari tingkat pertumbuhan PDRB yang terjadi antar kabupaten/kota di Provinsi Lampung pada tahun 2008-2011. Untuk megetahui ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota yang terjadi di Provinsi lampung pada tahun 2008-2011, dalam hal ini kemerataan PDRB dan jumlah penduduk dapat dianalisi menggunakan ketimpangan regional (regional in equality) yang dinamakan dengan indeks ketimpangan Williamson adalah sebagai berikut (Mudrajad Kuncoro, 2004).

IW=

Dimana :

IW = Indeks Williamson

Yi = PDRB, perkapita di kabupaten/kota i

Y = PDRB perkapita rata-rata di Provinsi Lampung Fi = Jumlah penduduk kabupaten/kota i

n = Jumlah penduduk di Provinsi Lampung

Dengan indikator bahwa apabila angaka indeks ketimpangan Williamson semakin mendekati nol maka menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil dan bila angka indeks menunjukkan semakin mendekati satu maka menunjukkan ketimpangan yang terjadi semakin besar.

Untuk menganalisis indeks Entropi Theil dilihat dari tingkat pertumbuhan PDRB yang terjadi antar kabupaten/kota di Provinsi lampung pada tahun 2008-2011. Untuk mengukur ketimpangan pendapatan regional bruto kabupaten/kota, dengan menggunakan

(6)

alat analisis indeks ketimpangan Entropi Theil akan diketahui ada tidaknya ketimpagan yang terjadi di kabupaten/kota Provinsi Lampung dalam hal ini kemerataan PDRB dan jumlah penduduk. Metode Indeks Entropi Theil adalah sebagai berikut (Mudrajad Kuncoro, 2004).

Dimana :

Tp = Indeks Ketimpangan Theil

Yij = PDRB perkapita kabupaten/kota i

Y = Rata-rata PDRB perkapita Provinsi Lampung Nij = Jumlah penduduk kabupaten/kota 1

N = Jumlah penduduk Provinsi Lampung

Untuk mengetahui besarnya tingkat ketimpangan suatu daerah selain dapat menggunakan Indeks Wiliamson juga dapat menggunakan Indeks Entropi Theil. Indeks ketimpangan Theil semakin membesar berarti menunjukkan ketimpangan yang semakin besar, tapi bila Indeks ketimpangan Theil semakin kecil maa ketimpangan yang terjadi semakin rendah atau dengan kata lain semakin merata terjadinya pembangunan. Hal tersebut sejalan dengan Indeks ketimapangan Wiliamson.

Indeks Theil yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Theil total. Indeks Theil total menyatakan nilai total penjumlahan dari beberapa kabupaten dan kota. Indeks Theil total ini digunakan karena kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Lampung berjumlah banyak sehingga lebih memungknkan untuk menggunakan perhitungan Indeks Theil secara total.

Hipotesis Kuznets

Simon Kuznets membuat hipotesis adanya kurva “U” terbalik (invested “U” curve) bahwa mula- mula pembangunan dimulai distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun stelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan makin merata.

Menurut Kuznets, “pembanguna ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya”. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian tehnologi, institusi (kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai tuntunan keadaan yang ada (Todaro, 2004).

Analisis Kuznets (Todaro, 2006) menyatakan pertumbuhan di Negara-negara maju tidak menyebabkan negara-negara berkembang ikut tumbuh, hal ini dikarenakan di Negara-negara berkembang tidak mampu mengikuti pertumbuhan Negara-negara maju tersebut, sehingga terjadi kesenjangan antar Negara maju dan Negara berkembang dalam pertumbuhan ekonominya. Kritik utama terhadap kurva Kuznets adalah hasil ini sangat sensitif terhadapa ukuran inequality dan pemilihan set data. Dengan melakukan pemilihan yang berbeda, seseorang dapat mendapat kurva “U”, Kurva “U” terbalik, atau tidak ada hubungan sama sekali.

METODE PENELITIAN Sampel dan Data

(7)

Sampel dalam penelitian ini adalah 14 kabupaten/kota di Provinsi Lampung pada tahun 2008-2011. Sementara data yang dianalisis berupa Produk Domestik Regional Bruto atas Harga Konstan (PDRB) dan jumlah penduduk kabupaten/kota, dengan rentang tahun 2008- 2011, dengan lokasi penelitian di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung.

Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung. Data yang diperlukan antara lain berupa data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan jumlah penduduk di masing-masing kabupaten/kota dalam rentang tahun 2008-2011. Dimana data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 14 kabupaten/kota di Provinsi Lampung.

Metode Analisis Data

Dalam peneitian ini menggunakan analisis Tipologi Klassen, untuk mengetahui gambaran tentang pola struktur pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah. Model analisis ketimpangan ekonomi antar daerah digunakan analisis Indeks Ketimpangan Williamson dan Indeks Entropi Theil, dimana pendekatan ini digunakan untuk menentukan seberapa besar ketimpangan pembangunan antar daerah. Penelitian ini juga ingin membuktikan apakah Hipotesis Kuznets berlaku pada Provinsi Lampung.

ANALISIS DATA

Rata-rata PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi kabupaten di Provinsi Lampung pada tahun 2008 – 2011 dapat dilihat pada tabel 3 berikut:

Tabel 3: Rata-rata PDRB Per Kapita dan Rata-Rata Pertumbuhan Kabupaten Provinsi Lampung 2008 – 2011

No. Kabupaten Rata-rata PDRB Rata-rata

Perkapita Kabupaten Pertumbuhan PDRB Per Kapita

(Juta Rupiah) (Y) Kabupaten (%) (X)

1 Lampung Barat 3,517 4,07

2 Tanggamus 3,895 13,29

3 Lampung Selatan 4,681 4,23

4 Lampung Timur 4,471 4,34

5 Lampung Tengah 5,196 4,79

6 Lampung Utara 5,649 4,92

7 Way Kanan 3,415 3,79

8 Tulang Bawang 5,622 3,64

9 Pesawaran 4,104 4,58

10 Pringsewu 2,772 3,10

11 Tulang Bawang Barat 3,379 2,51

12 Mesuji 5,011 2,46

13 Bandar Lampung 7,272 4,97

14 Metro 3,812 3,98

Rata-rata

4,812 4,619

Pertumbuhan PDRB Perkapita Lampung

Sumber : Lampung Dalam Angka, 2008 – 2011.

(8)

Pada Tabel 3 Kabupaten Tanggamus berada pada peringkat pertama rata-rata PDRB per kapita selama tahun 2008 – 2011 sebesar 13,29%, sedangkan rata-rata pertumbuhan PDRB terendah adalah Kabupaten Mesuji sebesar 2,46%. Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita Provinsi Lampung sebesar 4,812% dan rata- rata pertumbuhannya adalah 4,619%.

Klasifikasi pola dan struktur perekonomian Kabupaten di Provinsi Lampung untuk lebih jelasnya dapat lihat grafik pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1: Rata-rata Pola dan Struktur Perekonomian Provinsi Lampung Menurut Tipologi Klassen Tahun 2008 – 2011

Berdasarkan pengklasifikasian yang menggunakan Tipologi Klassen dapat diketahui bahwa dari 14 kabupaten, 7 di antaranya termasuk dalam kategori daerah relatif tertinggal yaitu Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Lampung Timur, Way Kanan, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan Kabupaten Metro, karena rendahnya pendapatan per kapita dan pertumbuhan PDRB di bawah rata-rata pertumbuhan Provinsi Lampung.

Berdasarkan tabel 3 dan gambar 1, pola dan struktur perekonomian Kabupaten di Provinsi Lampung dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu:

1. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income)

Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) meliputi 3 kabupaten/kota yaitu Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Utara, dan Kabupaten Lampung Tengah. Kabupaten yang termasuk daerah yang maju dan cepat tumbuh dimana pada umumnya merupakan kabupaten yang sudah maju dari segi pembangunan maupun pertumbuhan. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu

8.000 7.000

6.000 5.000

4.000 3.000

2.000

PDRB_Perkapita

14.00

12.00

10.00

8.00

6.00

4.00

2.00

Pertumbuhan

Tp Metro

Bandar Lampung

Mesuji Tulang Bawang Barat

Pringsewu

Pesawaran

Tulang Bawang Lampung Utara Lampung Tengah Lampung Timur

Lampung Selatan Tanggamus

Lampung Barat

II I

IV III

(9)

kabupaten di Provinsi Lampung yang tergolong daerah maju. Ibu kota kabupaten ini terletak di Gunung Sugih. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 9.189,50 km² dan memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.109.884 jiwa. Kabupaten ini dulunya merupakan kabupaten terluas kedua di Lampung. Letak Kabupaten Lampung Tengah cukup strategis dalam konteks pengembangan wilayah. Sebab selain dilintasi jalur lintas regional, baik yang menghubungkan antar provinsi maupun antar kabupaten/kota di Provinsi Lampung, juga persimpangan antara jalur Sumatera Selatan melalui Menggala dan jalur Sumatera Selatan serta Bengkulu melalui Kotabumi. Bagian selatan jalur menuju ke Kota Bandar Lampung, bagian timur menuju jalan Kotamadya Metro. Sementara bagian barat jalur menuju Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Tanggamus serta jalur lintas kereta api jurusan Bandar Lampung-Kertapati, Palembang.

Kabupaten Lampung Utara telah mengalami tiga kali pemekaran sehingga wilayah yang semula seluas 19.368,50 km² kini tinggal 2.765,63 km². Sektor pertanian Kabupaten Lampung Utara yang dominan yaitu perkebunan kopi, cengkeh, lada, karet.

Berbeda dengan Kota Bandar Lampung yang merupakan sebuah kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung. Secara geografis, kota ini menjadi pintu gerbang utama pulau Sumatera, tepatnya kurang lebih 165 km sebelah barat laut Jakarta, memiliki andil penting dalam jalur transportasi darat dan aktivitas pendistribusian logistik dari Jawa menuju Sumatera maupun sebaliknya. Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah daratan 169,21 km² yang terbagi ke dalam 20 Kecamatan dan 126 Kelurahan dengan populasi penduduk 891.374 jiwa (berdasarkan sensus 2010). Saat ini Kota Bandar Lampung merupakan pusat jasa dan perdagangan serta perekonomian di Provinsi Lampung, sehingga kota ini merupakan daerah maju.

Dilihat dari segi ekonomi, dari total nilai PDRB, konstribusi terbesar datang dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran 19,12%, disusul kemudian dari sektor bank/ keuangan 17,50%, dan dari sektor industri pengolahan 17,22%. Total nilai ekspor non migas yang dicapai Kota Bandar Lampung hingga tahun 2006 sebesar 4.581.640 ton, dengan konstribusi terbesar datang dari komoditi kopi (140.295 ton), karet (15.005 ton), dan kayu (1524 ton). Daerah ini mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan antara lain di sektor perkebunan dengan komoditi utama yang dihasilkan berupa cengkeh, kakao, kopi robusta, kelapa dalam, kelapa hibrida.

Kontributor utama perekonomian daerah ini adalah disektor industri pengolahan.

Terdapat berbagai industri yang bahan bakunya berasal dari bahan tanaman dan perkebunan, industri tersebut sebagian besar merupakan industri rumah tangga yang mengolah kopi, pisang menjadi keripik pisang, dan lada. Hasil industri ini kemudian menjadi komoditi perdagangan dan ekspor. Perdagangan menjadi tumpuan mata pencaharian penduduk setelah pertanian. Keberadaan infrastruktur berupa jalan darat yang memadai akan lebih memudahkan para pedagang utuk berinteraksi sehingga memperlancar baik arus barang maupun jasa.

2. Daerah yang maju, tetapi tertekan (high income but low growth)

Daerah yang maju, tetapi tertekan (high income but low growth) meliputi 1 kabupaten yaitu Kabupaten Tanggamus. Kabupaten yang termasuk daerah yang maju, tetapi tertekan dimana pada umumnya merupakan kabupaten yang sudah maju dari segi pembangunan. Kabupaten yang termasuk klasifikasi ini yang merupakan kabupaten yang relatif maju, tetapi dalam beberapa tahun mengalami pertumbuhan yang relatif kecil. Di samping itu kabupaten yang termasuk klasifikasi ini biasanya merupakan pusat perdagangan hasil pertanian, misalnya Teluk Semaka sebagai pusat pelelangan

(10)

ikan dan sentra pertanian Kopi. Kabupaten Tanggamus adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung dan merupakan salah satu kota besar dan penting di Lampung. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Agung Pusat dengan luas 2.731,61 km2 dan jumlah penduduk 536.613 jiwa. Kabupaten Tanggamus ini memiliki banyak Potensi Pertambangan, yakni biji Besi (Iron Ore), Mangan (Manganese), Emas (Gold), Galena, Pasir Besi (Iron Sand), Batu Bara (Coal), Zeolit (Zeolite), Andesit (Andesite), Batu Gamping, Seng, Bentonite, Belerang, Batu Apung, Pasir, Granit, Lempung dan Silika.

3. Daerah yang berkembang cepat (high growth but low income)

Daerah yang berkembang cepat (high growth but low income) meliputi 3 kabupaten yaitu, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Tulang Bawang, dan Kabupaten Mesuji. Kabupaten yang termasuk klasifikasi ini merupakan kabupaten yang mempunyai potensi besar. Kabupaten Tulang Bawang hanya berjarak sekitar 120 Km dari Ibu kota Provinsi Lampung, Bandar Lampung. Jenis mineral potensial dan strategis di Tulang Bawang adalah Pasir Kuarsa, terdapat disekitar Menggala dan Gedung Meneng. Minyak Bumi, terdapat pada lapisan Palembang yang terakumulasi sebagai lanjutan dari endapan Minyak Bumi di daerah Palembang; terpusat di sekitar Menggala. Batu Bara, depositnya terdapat pada lapisan sedimen formasi endosit, yaitu bagian Hulu Way Tulang Bawang.

Kabupaten Lampung Selatan memiliki luas wilayah 2.109,74 km² dan jumlah penduduk sebanyak kurang lebih 923.002 jiwa. sehingga di bagian selatan wilayah Kabupaten Lampung Selatan yang juga ujung Pulau Sumatera terdapat sebuah pelabuhan penyeberangan Bakauheni, yang merupakan tempat transit penduduk dari Pulau Jawa ke Sumatera dan sebaliknya, sehingga daerah ini berkembang cepat.

Dengan demikian Pelabuhan Bakauheni merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera bagian selatan. Jarak antara Pelabuhan Bakauheni (Lampung Selatan) dengan Pelabuhan Merak (Provinsi Banten) kurang lebih 30 kilometer, dengan waktu tempuh kapal penyeberangan sekitar 1,5 jam. Kabupaten Lampung Selatan mempunyai daerah daratan kurang lebih 2.109,74 km². dengan kantor pusat pemerintahan di Kota Kalianda. Saat ini Kabupaten Lampung Selatan dengan jumlah penduduk 923.002 jiwa. memiliki luas daratan + 2.109,74 km2 yang terbagi dalam 17 kecamatan.

Kondisi dan potensi sumber daya alam Kabupaten Mesuji merupakan pintu gerbang sumatera selatan yang dihubungkan dengan jalan Lintas Timur sumatera

(Asean Road), sehingga dapat dikatakan sebagai kabupaten yang mempunyai posisi

strategis didukung dengan potensi wilayah yang melimpah. Jenis tanah sebagian besar adalah podsolik dengan topografi datar hingga bergelombang. Oleh karena itu daerah ini dapat berkembang cepat. Potensi ekonomi berupa perkebunan dengan luas 78.776,00 Ha (36,07 %), yang merupakan seluruh kawasan perkebunan baik yang sudah ditanami maupun yang belum (masih berupa lahan kosong). Identifikasi dapat diperoleh persebaran perkebunan perkebunan besar dan perkebunan rakyat).

4. Daerah yang relatif tertinggal (low growth and low income)

Daerah yang relatif tertinggal (low growth and low income) meliputi 7 kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan Kabupaten Metro.

Meskipun PDRB perkapitanya tinggi, namun pertumbuhan PDRB perkapita 7 kabupaten ini rendah. Kabupaten yang termasuk klasifikasi ini merupakan kabupaten yang paling rendah keadaannya dibanding yang lain. Dari segi pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapita relatif lebih kecil dibandingkan kabupaten lain di

(11)

Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Barat adalah salah satu pemekaran dari Lampung Utara. Pemilihan Liwa sebagai Ibu Kota Kabupaten Lampung Barat memang tepat. Tempatnya strategis karena berada di tengah-tengah wilayah Lampung Barat, sehingga untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh daerah Lampung Barat oleh pemerintah kabupaten akan relatif efektif. Liwa merupakan persimpangan lalu lintas jalan darat dari berbagai arah yaitu Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung sendiri. Kondisi geografis Lampung Barat yang terdiri dari pegunungan dan perbukitan serta lautan yang luas menjadikan kabupaten ini memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa melimpah. Mulai dari pemandangan alamnya yang penuh pesona juga produk hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang melimpah.

Sumber daya alam ini sangat potensial sebagai bahan baku industri dan jika dilakukan penanganan pascapanen yang baik, dapat menjadi komoditas ekspor dalam bentuk bahan mentah.

Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayur mayur terbesar di Provinsi Lampung. Ada empat kecamatan yang merupakan penghasil sayuran terbesar di Kabupaten Lampung Barat, yaitu Kecamatan Way Tenong, Sekincau, Balik Bukit, dan Sukau. Keempat kecamatan ini telah menyuplai beberapa jenis sayuran antara lain kentang, cabai merah, kubis, labu siam, tomat, wortel, buncis, dan sawi dengan luas panen dan jumlah produksi makin meningkat dari tahun ke tahun.

Ditambah lagi dengan daya dukung dan perhatian Pemerintah Kabupaten Lampung Barat begitu besar, sehingga Kabupaten Lampung Barat mampu menjadi pendistribusi sayur-mayur ke daerah-daerah lain seperti Bandar Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Padang, dan mulai juga menyuplai sebagian Jabotabek.

Kabupaten Lampung Timur relatif tertinggal karena dari segi topografi, Kabupaten Lampung Timur yang daerahnya berbukit sampai bergunung terdapat di Kecamatan Jabung, Sukadana, Sekampung Udik, dan Labuhan Maringgai, Daerah berombak sampai bergelombang, yang dicirikan oleh bukit-bukit sempit, dengan kemiringan antara 8% hingga 15% dan ketinggian antara 50-200 Meter diatas permukaan laut (dpl). Daerah rawa pasang surut disepanjang pantai timur dengan ketinggian 0.5-1 Meter dpl dandaerah aliran sungai (DAS) yaitu Seputih, Sekampung dan Way Jepara. Meski demikian Lampung Timur juga terdapat komoditas utama sub sektor perkebunan adalah lada hitam, kakao, kelapa dalam, kopi, kelapa hibrida, vanili, dan lainnya. Komoditas Unggulan sub Sektor Kehutanan adalah jati, sengon mahoni, jati putih, sarang burung walet dan penangkaran lebah madu.

Kabupaten Metro relatif tertinggal karena Metro sebuah kota kecil yang terbagi atas 5 kecamatan. Terletak jauh 46 kilometer dari Bandar Lampung. Mata pencaharian penduduk Kota Metro hanya bergerak pada sektor jasa (28,56%), sektor perdagangan (28,18), sektor pertanian (23,97%), transportasi dan komunikasi (9,84%) serta konstruksi (5,63%).

Sedangkan Kabupaten Pringsewu relatif tertinggal karena potensi ekonomi Kabupaten Pringsewu hanya pada pengembangan sektor perdagangan dan jasa, baik usaha perdagangan kecil, menengah maupun usaha perdagangan besar. Sebagai daerah yang masih agraris, struktur perekonomian Kabupaten Pringsewu masih didominasi oleh Sektor Pertanian dengan Komoditas yang dominan adalah Padi sawah dan padi ladang, padi organik, jagung dan juga Komoditas Sayur mayur serta ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah dan juga kacang hijau. Hal ini sama dengan potensi secara umum Kabupaten Tulang Bawang Barat merupakan kawasan pertanian terutama pertanian tanaman pangan dan sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani, baik

(12)

petani penggarap atau petani pemilik lahan. Lebih dari 80% penduduk Tulang Bawang Barat merupakan petani.

Demikian juga dengan potensi Sumber Daya Alam Kabupaten Pesawaran mencakup ekosistem lahan pantai/laut, ekosistem sawah, dan ekosistem lahan kering.

Potensi lahan basah seluas 21.552 ha (18,36%), lahan kering seluas 17.271 ha (81,95%) dan budidaya laut seluas 4.775 ha. Sektor pertanian di wilayah Pesawaran terdiri dari dua komoditas utama, yaitu tanaman pangan dan holtikultura yang terdiri dari padi sawah (25.134 Ha), dengan hasil produksi 127.485 ton), padi ladang (2.136 Ha, dengan hasil produksi 7.222 ton), jagung (19.519 Ha, dengan hasil produksi 102.397 ton), Ubi Kayu (2.860 Ha, dengan hasil produksi 64.460 ton), Ubi kayu (2.860 ha, dengan jumlah produksi 64.460 Ton), Kacang Tanah (380 Ha, dengan hasil produksi 453 Ton), Kacang Kedelai (16 ha dengan hasil produksi 15 Ton), Kacang hijau (256 ha dengan hasil produksi 220 Ton). Di wilayah Kabupaten Pesawaran, populasi ternak besar dan ternak kecil cukup besar. Hasil produksi ternak tersebar merata di setiap kecamatan, pada akhir tahun 2009 produksi ternak di Kabupaten Pesawaran terdiri dari ternak besar sapi (6.786 ekor), kerbau (1.162 ekor), dan ternak kecil kambing (119.237 ekor), dan Domba (3.271 ekor), dan babi (444 ekor), serta unggas (3.376.240 ekor) terdiri dari Bebek dan Ayam. Demikian juga dengan potensi Sumber Daya Alam Kabupaten Way Kanan terhadap Lampung yang rata-rata pada sektor pertanian, sehingga daerahnya relatif tertinggal.

Tabel 4: Indeks Ketimpangan Williamson dan Indeks Entropi Theil Provinsi Lampung 2008 – 2011

Tahun Indeks Williamson Indeks Entropi Theil

2008 0,655 16,739

2009 0,266 17,030

2010 0,267 17,024

2011 0,269 17,694

Rata-rata 0,364 14,459

Sumber : Lampiran Indeks Wiliamsonn dan Indeks Entropi Theil, 2013.

Pada tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata ketimpangan PDRB per kapita antar kabupaten di Provinsi Lampung selama periode 2008 – 2011 mencapai nilai 0,364.

Ketimpangan terjadi di Provinsi Lampung dari tahun 2008 sampai 2011 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2008 nilai Indeks Ketimpangan Williamson cukup tinggi, tingginya indeks ketimpangan pada tahun 2008 sebesar 0,655 karena pada tahun tersebut terjadi pemekatan kabupaten. selanjutnya turun menjadi 0,266 pada tahun 2009. Pada tahun 2010 naik lagi menjadi 0,267, kemudian naik menjadi 0,269 pada tahun 2011. Secara umum nilai Indeks Ketimpangan Williamson Provinsi Lampung selama periode 2008 – 2011 mengalami kecenderungan menurun.

Nilai Indeks Ketimpangan Williamson di Provinsi Lampung jika dilihat secara rata- rata tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita antar kabupaten mengalami ketimpangan yang relatif rendah, dapat dilihat dari nilai ketimpangan yang terjadi antar kabupaten di Provinsi Lampung selama tahun 2008 – 2011 bersifat fluktuatif dan rendah.

Selain Indeks Williamson, Indeks Theil juga dapat digunakan untuk mengetahui besarnya ketimpangan pendapatan regional kabupaten yang terjadi di Provinsi Lampung.

Jika nilai Indeks Ketimpangan Theil semakin besar maka menunjukkan ketimpangan yang

(13)

semakin besar pula dan apabila nilai Indeks Ketimpangan Theil semakin kecil maka ketimpangan akan semakin rendah atau dengan kata lain semakin merata.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai Indeks Ketimpangan Theil pada tahun 2008 – 2011, rata-rata ketimpangan di Provinsi Lampung sekitar 14,459. Di tahun 2008 nilai indeks 16,739 karena pada tahun tersebut terjadi pemekaran kabupaten. Namun tahun berikutnya (tahun 2009) naik menjadi 17,030, tahun 2010 turun menjadi sebesar 17,024, tahun 2011 naik sebesar 17,694. Secara umum nilai Indeks Ketimpangan Theil Provinsi Lampung selama periode 2008 – 2011 mengalami kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun.

Seperti halnya Indeks Ketimpangan Williamson, Indeks Ketimpangan Theil yang terjadi di Provinsi Lampung pada tahun 2008 – 2011 menunjukkan bahwa perubahan angka yang sangat kecil tidak menunjukkan hasil yang berarti bagi pengurangan ketimpangan pendapatan di Provinsi Lampung, bahkan cenderung sedikit mengalami peningkatan.

Nilai Indeks Ketimpangan Theil di Provinsi Lampung jika dilihat secara rata-rata tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita antar kabupaten mengalami ketimpangan walaupun nilainya relatif kecil, tetapi dapat dilihat nilai ketimpangan yang terjadi antar kabupaten di Provinsi Lampung selama tahun pengamatan 2008 – 2011 cenderung meningkat.

Hipotesis Kuznets

Hipotesis Kuznets dapat dibuktikan dengan membuat grafik antara PDRB dengan angka indeks ketimpangan baik Indeks Williamson maupun Indeks Entrophi Theil. Grafik tersebut menggambarkan hubungan antara pertumbuhan PDRB dengan indeks ketimpangan Williamson maupun pertumbuhan PDRB dengan indeks ketimpangan Entrophi Theil. Grafik antara pertumbuhan PDRB dan indeks ketimpangan di Provinsi Lampung akan dapat dibuktikan berlaku atau tidak hipotesis Kuznets tentang ‘’U’’

terbalik. Jika menunjukkan bentuk “U” terbalik berarti bahwa pada awal pertumbuhan ketimpangan memburuk dan pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun, namun pada suatu saat akan terjadi peningkatan ketimpangan lagi dan akhirya menurun lagi sehingga dapat dikatakan peristiwa tersebut terulang kembali.

Indeks Williamson

Pertumbuhan PDRB

Gambar 2: Grafik Hipotesis Kuznets Indeks Ketimpangan Williamson dengan Pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung Tahun 2008 – 2011

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 2008

2009 2010

2011

(14)

Grafik 2 antara pertumbuhan PDRB dan indeks ketimpangan Williamson di Provinsi Lampung menunjukkan bahwa hipotesis Kuznets tentang ‘’U’’ terbalik tidak terbukti. Tidak terbuktinya hipotesis Kuznetz di Provinsi Lampung dikarenakan keterbatasan tahun pengamatan yaitu hanya 4 (empat) tahun pengamatan yaitu pada tahun 2008-2011. Hal ini menjadi salah satu kelemahan dari hipotesis Kuznets tentang “U”

terbalik itu sendiri, perlunya lebih banyak tahun pengamatan untuk membuktikan berlaku atau tidaknya hipotesis Kuznets tentang “U” terbalik. Sehingga bisa terlihat fluktuasi yang bisa menunjukkan terbukti atau tidaknya hipotesis Kuznets tentang “U” terbalik yang sempurna.

Indeks Theil

Pertumbuhan PDRB

Gambar 3: Grafik Hipotesis Kuznets Indeks Ketimpangan Theil dengan Pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung Tahun 2008 – 2011

Grafik 3 antara pertumbuhan PDRB dan indeks ketimpangan Theil di Provinsi Lampung menunjukkan bahwa hipotesis Kuznets tentang ‘’U’’ terbalik tidak berlaku. Hal ini di karenakan hubungan antara pertumbuhan PDRB dan indeks ketimpangan Theil tidak menunjukkan kurva “U” terbalik yang sempurna yang disebabkan karena peneliti hanya mengambil 4 (empat) tahun pengamatan yaitu pada tahun 2008-2011.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan Tipologi Klassen dilihat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi dan rata-rata pendapatan per kapita, kabupaten di Provinsi Lampung dapat diklasifikasikan: a). Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) meliputi 3 kabupaten/kota yaitu Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Utara, dan Kabupaten Lampung Tengah. b). Daerah yang berkembang cepat (high growth but low income) meliputi 1 kabupaten yaitu Kabupaten Tanggamus. Kabupaten yang termasuk klasifikasi ini yang merupakan kabupaten yang relatif maju, tetapi dalam beberapa tahun mengalami pertumbuhan yang relatif kecil. Di samping itu kabupaten yang termasuk klasifikasi ini biasanya merupakan pusat perdagangan, industri, dan sentra pertanian kopi, c). Daerah yang maju, tetapi tertekan (high income but low growth) meliputi 3 kabupaten yaitu,

16,600 16,800 17,000 17,200 17,400 17,600 17,800

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00

2011

2010 2009

2008

(15)

Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Tulang Bawang, dan Kabupaten Mesuji.

Kabupaten yang termasuk klasifikasi ini merupakan kabupaten yang mempunyai potensi besar, d). Daerah yang relatif tertinggal (low growth and low income)meliputi 7 kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Lampung Timur, Way Kanan, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan Kabupaten Metro. Meskipun PDRB perkapitanya tinggi, namun pertumbuhan PDRB perkapita 7 kabupaten ini rendah. Kabupaten yang termasuk klasifikasi ini merupakan kabupaten yang paling rendah keadaannya dibanding yang lain. Dari segi pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapita relatif lebih kecil dibandingkan kabupaten lain di Provinsi Lampung.

Hasil perhitungan Indeks Kesenjangan Williamson tahun pengamatan 2008– 2011 terjadi kesenjangan antar kabupaten di Provinsi Lampung mencapai nilai 0,364.

Kesenjangan antar kabupaten terjadi di Provinsi Lampung dari tahun 2008 ke tahun 2011 cenderung fluktuatif. Secara umum nilai Indeks Kesenjangan Williamson Provinsi Lampung selama periode 2008 – 2011 mengalami kecenderungan menurun.

Hasil perhitungan Indeks Kesenjangan Theil pada tahun 2008 – 2011. Nilai Indeks Kesenjangan Theil pada tahun 2008 – 2011, rata-rata kesenjangan di Provinsi Lampung sekitar 14,459. Secara umum nilai Indeks Kesenjangan Theil Provinsi Lampung selama periode 2008 – 2011 mengalami kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun tetapi sangat kecil.

Hasil hipotesis Kuznets antara pertumbuhan PDRB dan indeks ketimpangan Williamson di Provinsi Lampung menunjukkan bahwa hipotesis Kuznets tentang ‘’U’’

terbalik tidak berlaku. Tidak terbuktinya hipotesis Kuznetz di Provinsi Lampung dikarenakan keterbatasan tahun pengamatan. Hal ini menjadi salah satu kelemahan dari hipotesis Kuznets tentang “U” terbalik itu sendiri, perlunya lebih banyak tahun pengamatan untuk membuktikan berlaku atau tidaknya hipotesis Kuznets tentang “U”

terbalik. Sehingga dapat terlihat fluktuasi yang menunjukkan terbukti atau tidaknya hipotesis Kuznets tentang “U” terbalik yang sempurna.

Implikasi

Dalam mengambil kebijakan pembangunan, Pemerintah Provinsi Lampung harus memiliki strategi yang tepat antara percepatan pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan antar daerah. Kebijaksanaan yang dapat ditempuh Pemerintah Provinsi Lampung agar perencanaan pembangunan diprioritaskan pada daerah yang relatif tertinggal karena masih banyak kabupaten/kota di Provinsi Lampung, yang relatif tertinggal mempunyai masalah yang harus diselesaikan antara lain kemiskinan, banyaknya jumlah pengangguran, lapangan usaha yang sedikit. Kesenjangan yang terjadi tidak hanya disebabkan karena pembangunan hanya terpusat pada daerah yang dekat dengan perkotaan yang mudah terjangkau serta daerah yang mempunyai potensi dan menjadi pusat perdagangan.

Pada daerah yang relatif tertinggal diharapkan mengembangkan potensi yang dimiliki untuk memberikan solusi dari permasalahan yang ada. Untuk daerah yang berkembang cepat dan maju, harus dikelola dengan baik agar dapat lebih meningkat. Salah satu contoh kabupaten tertinggal yang memiliki kondisi geografis kurang adalah Kabupaten Mesuji yang memiliki daerah rawan kekeringan. Perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengembangkan potensi yang ada antara lain pembudidayaan hutan

Faktor-faktor yang menyebabkan munculnya kesenjangan pendapatan perlu diketahui secara mendasar, seperti distribusi sumber daya dan aliran modal yang tidak merata.

Distribusi yang lebih merata perlu diupayakan ke daerah yang kurang berkembang, seperti

(16)

distribusi sumber daya dan investasi. Investasi salah satunya bisa dengan penyediaan sarana publik dan lainnya.

Untuk mengembangkan daerah yang kurang berkembang. Pemerintah Provinsi Lampung dapat melakukan pemberdayaan masyarakat dengan mengelola potensi daerah yang ada. Dengan memberikan subsidi, masyarakat dapat berkreasi mengelola potensi wilayah tanpa harus menunggu petunjuk Bupati, termasuk membangun infrastruktur kecamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi

Daerah, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, (2011), lampung Dalam Angka 2011, BPS Prov.

Lampung, Bandar Lampung

Badan Pusat Statistik Lampung, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

beberapaterbitan, BPS Lampung, Bandar Lampung

_______. Jumlah Penduduk Lampung Utara 2008-20011

Boediono, 1985,Teori Pertumbuhan Ekonomi, BPFE, Yogyakarta.

Caska, dan Riadi, R. 2007. “Pertumbuhan dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Provinsi Riau 2003-2005” Pendidikan

Ekonomi-FKIP Universitas Riau. Diunduh tanggal 25 Oktober 2014, dari

ejournal.unri.ac.id/index.php/JIP/article/viewFile/573/566

Sutarno dan Muncoro, M, 2003. “Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas, 1993-2000”,Jurnal Ekonomi

Pembangunan, Vol. 8, No. 2, hal. 97 – 110, Yogyakarta.

Kuncoro, M., (1997), Ekonomi pembangunan: teori, masalah, dan kebijakan,Unit Penerbit dan Percetakan, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN,

Kuncoro, M., (2004), OtonomidanPembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan,

Strategi dan Peluang, Erlangga, Jakarta.

Nasir, Muhammad, 2011. “Analisis Ketimpangan Pendapatan Asli Daerah Antar kabupaten/Kota di Provinsi Sumatra Utara tahun 2007-2009”.

Nurhuda, Rama, 2013. “Analisis Ketimpangan Pembangunan studi di Provinsi Jawa Timur tahun 2005-2013. Jurnal Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang. Diunduh tanggal 26 Oktober 2014, dari administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id

Siahaan, Santi S (2010), dalam Economic Growth Analysis and Inequality between

Mountainous Regions in North Sumatera tahun 2000-2007. Diambil 26 oktober

2013, dari http://akademik.nommensen-id.org

Sukirno, Sadono, 2006, ekonomi pembangunan, Fajar Interpratama Offset, Jakarta.

Tambunan, T., (2001), Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris,Ghalia Indonesia, Jakarta.

(17)

Todaro, M.P. dan Adam Smith. S (2004), Pembanguna Ekonomi di Dunia Ketiga. Pearson Eduaction Limited, United Kingdom.

______(2006), Pembangunan Ekonomi Edisi Sembilan, Erlangga, Jakarta.

(18)

Lampiran 1

Gambar

Tabel 2:  Klasifikasi Wilayah Menurut Tipologi Klassen   y
Tabel 3:  Rata-rata PDRB Per Kapita dan Rata-Rata Pertumbuhan   Kabupaten Provinsi Lampung 2008 – 2011
Gambar 1:  Rata-rata Pola dan Struktur Perekonomian Provinsi Lampung Menurut  Tipologi Klassen Tahun 2008 – 2011
Gambar 2:  Grafik Hipotesis Kuznets Indeks Ketimpangan Williamson dengan  Pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung Tahun 2008 – 2011
+2

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang menjadi faktor pendorong aktualisasi diri adalah: 1) Dorongan karena kekurangan, kekurangan yang dimiliki oleh seseorang baik itu kekurangan dari segi kebutuhan

Salah satunya adalah Unit Pembangkit dan Jasa Pembangkit (UPJP) Kamojang yang berada didaerah kampung kamojang. Berdasarkan observasi diketahui bahwa karyawan

Berdasarkan pada tujuan penelitian yang telah dirumuskan dan pengolahan data menggunakan metode probabilistik model Continuous review (s,S) System, maka dapat diperoleh

with respect to body weight and body mass index in overweight or obese pre-diabetic

PEMANFAATAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BIOFLOKULAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA LIMBAH CAIR.. INDUSTRI KERAMIK DINOYO MALANG

This study combines both the philological and historical qualitative method and quasi experimental quantitative method to observe the history of cupping in

Dalam bidang pendidikan masih banyak yang bertumpu pada operasional pendidikan di sekolah dan lembaga agama, belum menyebar ke berbagai dimensi, dilihat dari

Dari dermaga di luwe kemudian dilanjutkan dengan jalan darat menuju lokasi WIUP sejauh 9 km yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat.. PERHITUNGAN CADANGAN TERTAMBANG