9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Singkong
Singkong merupakan jenis tanaman yang dapat tumbuh di sembarang tempat, teruatama di kawasan tropis dengan penyinaran penuh sepanjang tahun seperti Indonesia. Singkong dapat tumbuh di daerah berhawa panas dan banyak turun ujan serta di laan kering dan kurang subur. Daya tahannya terhadap penyakit pun realtif tinggi (Sunarminto, 2015). Gambar morfologi daun singkong di tunjukkan pada gambar 2.1.
Menurut Hambali, Mujdalipah, Tambunan, Pattiwiri, & Hendroko (2008) kedudukan tanaman singkong dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Sudivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot
Species : Manihot utilissima
Gambar 2.1 Daun singkong Sumber : Dokumentasi Pribadi
Singkong/ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, yaitu ketela pohon, ubi jenderal, ubi inggris,telo puhung, kasape, bodin, telo, jenderal (jawa), sampeu, huwi dang deur, huwi jenderal (Sunda), kasbek (Ambon), dan ubi perancis (Padang) (Suprapti, 2005)berwarna putih, lunak, dengan struktur seperti gabus (Suprapti, 2005)
2.1.1 Morfologi Singkong
Singkong/ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, yaitu ketela pohon, ubi jenederal, ubi inggris, telo puhung, kasape, bodin, Bagian tubuh tanmaan singkong terdiru atas batang, daun, bunga, dan umbi. Batang tanaman singkong berkayu, beruas-ruas dengan ketinggian mencapai lebi dari 3 m. warna batang bervariasi, ketika masih muda umumnya berwarna hijau dan setelah tua menjadi keputih-putihan, kelabu, atau hijau kelabu, batang berlubang, berisi empulur (Utami, 2011)
Pola percabangan bercabang 3 dan 4, posisi daun pada batang spiral, Rumus daun 2/5, bentuk perlekatan pangkal daun melengkung, ruas batang pendek (5.6 cm), warna tangkai daun permukaan atas dan bawah dari ujung sampai pangkal hijau kekuningan, panjang tangkai sedang (9.77 cm), memiliki braktea berwarna merah di pangkal dan hijau sampai kebagian ujung braktea, bentuk braktea segitiga meruncing berjumlah 2 helaian dengan posisi kanan kiri pada tangkai daun, warna daun muda (pucuk) hijau terang, warna daun dewasa hijau terang, cuping daun sempit (7.7 cm), bentuknya lanset, berjumlah 3, dan 7 bentuk ujung cuping daun runcing, warna tulang cuping daun permukaan atas dan bawah pada bagian pangkal berwarna hijau (Caniago, Roslim, & Herman, 2014)
Susunan daun singkong berurat menjari dengan cangap 5-9 helai, daun singkong, terutama yang masih muda mengandung racun sianida, namun demikian dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dan dapat menetralisir rasa pahit sayuran lain, misalnya daun pepaya dan kenikir.
Bunga tanaman singkong berumah satu dengan penyerbukan silang sehingga jarang berbuah. Umbi yang berbentuk merupakan akar yang menggelembung dan berfungsi sebagai tempat penampung makanan cadangan.
Bentuk umbi biasanya bulat memanjang terdiri atas kulit luar tipis (ari) berwarna
kecokelat-cokelatan (kering), kulit dalam agak tebal berwarna keputih-putihan (basah) dan daging berwarna putih atau kuning (tergantung varietasya) yag mengandung sianida dengan kadar yang berbeda.
2.1.2 Bahan Aktif Daun Singkong
Tanaman singkong memiliki berbagai macam bahan aktif pada setiap bagiannya, pada bagian daun singkong mengandung senyawa organik flavonoid, triterpenoid, tanin serta saponin (Meilawaty, 2013). Kandungan masing-masing senyawa metabolit sekunder pada daun singkong adalah pada alkaloid sebesar 26.03 sampai 38.33mg/100g, senyawa saponin sebesar 1.58 sampai 1.65 mg/100g dan flavonoid sebesar 48.07 sampai 58.94mg/100g (Ogbuji & David-Chukwu, 2016), senyawa yang tertinggi dan paling banyak adalah senyawa flavonoid (Harini, Putri, Yuniastuti, Lisdiana, & Rudyatmi, 2019)
Flavonoid juga di ketahui memiliki kemampuan sebagai antibakteri, antioksidan, antiinflamasi, dan mencegah kanker. Flavonoid dapat menghambat fungsi DNA gyrase bakteri dengan merusak membran sitoplasma dari bakteri dan menyebabkan kerusakan pada dinding sel bakteri. Flavonoid merupakan senyawa polar sehingga akan larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, dan air (Diyantika, Mufida, & Misnawi, 2014)
Triterpenoid adalah senyawa metabolit sekunder turunan terpenoid yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena (2-metilbuta-1,3-diene) yaitu kerangka karbon yang dibangun oleh enam satuan C5 dan diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik ,yaitu skualena. Senyawa ini berbentuk siklik atau asiklik dan sering memiliki gugus alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Senyawa golongan triterpenoid menunjukkan aktivitas farmakologi yang signifikan, seperti antiviral, antibakteri, antiinflamasi, sebagai inhibisi terhadap sintesis kolesterol dan sebagai antikanker (Balafif, Andayani, & Gunawan, 2013) sebagai senyawa antibakteri. Senyawa steroid/triterpenoid menghambat pertumbuhan bakteri dengan mekanisme penghambatan terhadap sintesis protein karena terakumulasi dan menyebabkan perubahan komponen-komponen penyusun sel bakteri itu sendiri (Siregar, Sabdono, & Pringgenies, 2012)
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut(Malangngi, Sangi, & Paendong, 2012). Tanin memiliki persenyawaan fenol yang memilki gugus hidroksil di dalamnya maka mekanisme dalam meniaktifkan bakteri dengan memanfaatkan perbedaan polaritas antara lipid dengan gugus hidroksil. Apabila sel bakteri semakin banyak mengandung lipid maka dibutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk membuat bakteri tersebut lisis (Siregar et al., 2012) Mekanisme kerja saponin sebagai antibaktei adalah menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar(Nuria et al., 2009)
2.1 Staphyolcoccus aureus
Staphylococcus adalah bakteri Gram-positif, dengan diameter 0,5 - 1,5 μm dan dikarakteristikkan oleh masing-masing cocci, yang membelah lebih dari satu bidang untuk membentuk sejenis anggur. Sampai saat ini, ada 32 spesies dan delapan sub-spesies dalam genus Staphylococcus, banyak di antaranya lebih suka secara resmi menjajah tubuh manusia namun Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis adalah dua yang paling ditandai dan dipelajari Staphylococcus adalah anaerob fakultatif non-motil, tidak membentuk spora yang tumbuh dengan respirasi aerobik atau melalui fermentasi. Sebagian besar spesies memiliki persyaratan gizi yang relatif kompleks, namun secara umum mereka membutuhkan sumber nitrogen organik, yang dipasok oleh 5 hingga 12 asam amino esensial, mis. vitamin arginin, valin, dan B, termasuk tiamin dan nikotinamid (Harris et al., 2002)
Staphylococcus aureus, patogen Gram-positif, koagulase-positif milik keluarga Staphylococcaceae, adalah bakteri berbentuk bola dengan diameter sekitar 1 µm yang membentuk kluster mirip anggur. Staphylococcus aureus adalah komensal yang sering hadir tanpa gejala pada bagian tubuh manusia seperti
kulit, kelenjar kulit, dan selaput lendir, termasuk hidung dan usus individu sehat (Lakhundi & Zhang, 2018)
Staphylococcus merupakan bakteri yang tidak membentuk spora, tidak motil, dan hidup berkelompok. Mikroba ini dapat hidup dalam suasana aerobik atau mikroaerofilik. Staphylococcus aureus merupakan mikroorganisme komensal yang sering ditemukan di kulit, kelenjar kulit, dan hidung khususnya nares anterior. Meski merupakan flora normal, Staphylococcus aureus juga merupakan mikroorganisme pathogen yang bisa menginfeksi manusia ketika imunitas manusia tersebut rendah atau menurun. Terdapat lebih dari 26 spesies, tetapi hanya beberapa yang berhubungan dengan penyakit pada manusia. Staphylococcus aureus merupakan spesies yang paling invasif dan berbeda dari spesies lainnya karena memiliki enzim koagulase (Nadhilla, 2014).
Gambar morfologi Staphylococcus aureus ditunjukkan pada gambar 2.2.
Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus menurut Rollando (2019) sebagai berikut :
Kingdom : Monera Divisi: Firmicutes Kelas: irmibacteria Ordo: Eubacteriales Famili: Micrococcceae Genus: Staphylococcus
Spesies: Staphylococcus aureus
Gambar 2.2 Staphylococcus aureus Sumber : (Zajmi et al., 2015)
2.2.1 Jenis Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aures
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan berbagai macam infeksi.(1) Staphylococcus aureus menyebabkan lesi superficial pada kulit (bisul, tembel di mata) dan abses yang bersifat local di beberapa tempat lain, (2) Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan infeksi profunda seperti osteomielitis, endokarditis, dan infeksi kulit yang berbahaya (furunkulosis), (3) Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi nosokomial akibat tindakan bedah, dan bersama Staphylococcus epidermidis, menyebabkan infeksi yang berhubungan dengan penanganan medis yang tidak tepat, (4) Staphylococcus aureus melepasakan enterotoxin yang menyababkan keracunan makanan, (5) Staphylococcus aureus menyebabkan Toxic shock syndrome akibat superantigen yang dilepaskan ke aliran darah (Wikansari, Hestiningsih, & Raharjo, 2012)
Pyoderma, adalah salah satu masalah yang paling umum dan paling menantang dalam praktik klinis, terutama pada anak-anak.. Staphylococcus aureus
& Streptococcus pyogens adalah agen penyebab infeksi bakteri kulit yang paling umum. (Tushar, Tanuja, Sangeeta, Dipa, & Ninama, 2012)
Adapun beberapa penyakit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus yaitu :
1. Folikulitis
Folikulitis adalah rekasi peradangan di bagian superfisial folikel rambut dan dapat melibatkan muara folikel atau perifolikular folikel rambut lesi kecil. Pustule bentuk kubah, dengan dasar eritem dan dapat disertai atau setelah menderita pioderma lain. Tempat yang biasa terkena adalah kepala, ekstremitas, perioral, dan paranasal, daerah kulit yang tertutup atau lembab dan sering terkena gesekan, misalnya aksila dan paha bagian medial. Yang paling sering ditemukan adalah Staphylococcus aureus (Saharso, Herjana, &
Neuropediatri, 2009)
Folikulitis superficial sering dijumpai, tetapi karena seringnya self- limited, karena insiden pastinya tidak dapat diketaui. Walaupun begitu beberapa kondisi yang menyebabkan kerentanan seseorang teradap folikulitis diantaranya adalah kebiasaan mencukur, kondis imunosuspresi, adanya dermatosis sebelumnya, penggunaan antibiotic jangka panjang (Murlistyarini et al., 2018)
2. Frunkle dan karbunkle
Penyakit kulit seperti bisul dan eksim dapat disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus (Jawetz, 2008). Meskipun penyakit bisul sering dianggap sebagai penyakit biasa, namun dengan adanya bisul di bagian tubuh manusia, tetap menganggu kesehatan dan aktivitas manusia. Bahkan jika tidak ditangani dengan serius dapat menimbulkan infeksi dan memperparah penyakit bisul tersebut (Darwis, Melati, Widiyati, & Supriati, 2009)
Karbunkel adalah sekumpulan beberapa lesi furunkel yang lebih luas, dalam, menyatu satu sama lain dan infiltrasi, factor terjadinya Karunkel adala adanya koloni Staphylococcus aureus yang kronik di hidung, aksila, atau perineum, terjadinya akibat gesekan kerah baju dan ikat pinggang, higienitas yang buruk, rusaknya kemampuan bakterisidal.
Lesi kulit furunkel berupa nodul eritemtosa, berbentuk kerucut, ukuran 1-3 cm, keras, folikulosentrik, di tengahnya terdapat pustule dan mengalami nekrose dan menyembuhkan setelah pus keluar dan meninggalkan sikatrik. Tempat prediksinya adalah tempat yang banyak gesekan, lesi pada karbunkel lebih besar, ukuran 3-10cm, dasar lebih dalam area sekitarnya eritema, terdapat indurasi, dan muncul beberapa pustule pada permukaannya. Lesi kemudian berkembang menjadi kawah berwarna kekuningan pada tengah lesi (Murlistyarini et al., 2018)
3. Impetigo
Impetigo adalah infeksi superfisial paa kulit disebabkan oleh bakteri, sangat menular, sering ditemukan pada anak-anak usia pra-sekolah.
Impetigo merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh S.aureus atau
Streptococcus pyogene dan dapat pula disebabkan oleh Methicilin-resistant S.aureus (MRSA). Impetigo merupakan salah satu klasifikasi dari pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit. Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari pediculosis, skabies, infeksi jamur (Saharso et al., 2009)
4. Osteomielitis
Osteomielitis adalah keadaan infeksi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat terjadi pada tulang akibat infeksi kronis. Infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomyelitis dapat dapat diklasifikasikan menjadi supuratif atau non-supuratif dan sebagai proses akut atau kronis.3 Osteomyelitis akut terjadi jika proses inflamasi akut menyebar ke ruang medula sehingga tidak ada waktu untuk tubuh bereaksi terhadap timbulnya infiltrat inflamasi. Osteomyelitis kronis timbul jika terdapat respon pertahanan tubuh sehingga menghasilkan jaringan granulasi yang akan menjadi jaringan parut padat sebagai usaha pertahanan dan mengisolasi daerah infeksi. Daerah nekrotik yang terisolasi berfungsi sebagai penampungan bakteri dimana sulit untuk antibiotik mencapai daerah tersebut (Simanjuntak, Sylvyana, & Fathurachman, 2016)
2.2.2 Pengobatan Infeksi Staphylococcus aureus
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan untuk impetigo dan ektima ialah penisilin atau sefalosporin generasi pertama misalnya sefadroksil, dan untuk pasien yang alergi terhadap penisilin, terapi yang dianjurkan ialah doksisiklin, klindamisin dan eritromisin, sedangkan pada folikulitis, furunkel, dan karbunkel antibiotik sistemik yang dianjurkan ialah antibiotik yang efektif terhadap infeksi kuman Staphylococcus aureus salah satunya ialah klindamisin, serta pada selulitis dan erisipelas antibiotik sistemik yang dianjurkan ialah antibiotik yang efektif terhadap infeksi kuman Streptococcus seperti penisilin, amoksisilin, amoksisilinklavulanat, atau klindamisin (Gama, Mawu, & Kandou, 2016)
Pengobatan Osteomielitis dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu Kompres terbuka seperti (larutan permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1‰, atau yodium povidon 7,5% dilarutkan 10x), Krim/salap antibiotik (salap/krim asam fusidat 2%, salap mupirosin 2%, salap basitrasin dan neomisin), Antibiotik sistemik dapat diberikan antara lain ampisilin,amoksisilin, eritromisin 30-50 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis (Daili & Menaldi, 2005). Pengobatan menggunakan antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan resistensi, kerusakan organ dan imuno hipersensitifitas (Wahdaningsih, Untari, & Fauziah, 2014)
2.3 Pengertian Media
Media merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai tempat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri. Beberapa jenis bakteri dapat hidup baik pada media yang sangat sederhana, yang hanya mengandung garam anorganik ditambah sumber karbon organik seperti gula, namun ada pula bakteri yangmemerlukan suatu media yang sangat kompleks selain mengandung sumber karbon dan nitrogen juga perlu penambahan darah atau bahan-bahan kompleks lainnya, namun yangterpenting media harus mengandung nutrisi yang merupakan substansi dengan berat molekul rendah dan mudah larut dalam air.Nutrisi dalam media harus memenuhi kebutuhan dasar makhluk hidup (Supriatin & Rahayyu, 2016)
Media yang baik untuk pertumbuhan mikroba adalah yang sesuai dengan lingkungan pertumbuhan mikroba tersebut, yaitu : susunan makanannya dimana media harus mengandung air untuk menjaga kelembaban dan untuk pertukaran zat atau metabolisme, juga mengandung sumber karbon, mineral, vitamin dan gas, tekanan osmose yaitu harus isotonik, derajat keasaman/pH umumnya netral tapi ada juga yang alkali, temperatur harus sesuai dan steril. Media harus mengandung semua kebutuhan untuk pertumbuhan mikroba, yaitu: sumber energi misalnya gula, sumber nitrogen, juga ion inorganik essensial dan kebutuhan yang khusus, seperti vitamin. Media pertumbuhan mengandung unsur makro yang dibutuhkan
mikroba seperti karbon (C), Hidrogen (H), oksigen (O), Nitrogen (N), dan Phospor (P). selain itu media juga mengandung unsur mikro seperti besi (Fe), dan Magnesium (Mg) (Yusmaniar, Wardiyah, & Nida, 2017).
2.3.1 Macam-macam Media
Berdasarkan bentuknya media dibedakan menjadi : 1. Media Cair
Media cair digunakan untuk pembenihan diperkaya sebelum disebarke media padat, tidak cocok untuk isolasi mikroba dan tidak dapat dipakai untuk mempelajari koloni kuman. Contoh media cair Nutrient broth(NB), Pepton dilution fluid(PDF), Lactose Broth(LB), dan Mac Conkey Broth(MCB).
Pepton merupakan protein yang diperoleh dari peruraian enzim hidrolitik seperti pepsin, tripsin, papain. Pepton mengandung Nitrogen dan bersifat sebagai larutan penyangga, beberapa kuman dapat tumbuh dalam larutan pepton 4%
2. Media Semi Padat
Media semi padat adalah media yang mengandung agar sebesar 0.5 % 3. Media Padat
Media padat mengandung komposisi agar sebesar 15 %.Media padat digunakan untuk mempelajari koloni kuman, untuk isolasi dan untuk memperoleh biakan murni. Contoh media padat Nutrient Agar(NA), Potato Detrose Agar(PDA), dan Plate Count Agar(PCA)
2.3.2 Jenis Media
Berikut jenis-jenis media : 1. Nutrient Agar (NA)
Nutrient agar merupakan suatu medium yang berbentuk padat.
Nutrient agar terbuat dari campuran ekstrak daging dan pepton dengan menggunakan agar sebagai pemadat. Dalam hal ini agar digunakan sebagai pemadat, karena sifatnya mudah membeku dan mengandung karbohidrat yang berupa galaktam sehingga tidak mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Dalam hal ini ekstrak beef dan pepton digunakan
sebagai bahan dasar karena merupakan sumber protein, nitrogen, vitamin serta karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang (Fatmariza & Inayati, 2017)
2. Mueller Hinton Agar (MHA)
Media MHA adalah media terbaik untuk pemeriksaan uji sensitivitas bakteri menggunakan metode Kirby-Bauer pada bakteri nonfastidious baik aerob maupun aerob fakultatif. Komposisi media Mueller Hinton Agar adalah beef extract 2 gram, Acid Hydrolysate of Casein 17,5 gram, Starch 1,5 gram, Agar 17 gram, dan Aquadest 1 liter. Media MHA digunakan untuk tes sensitivitas bakteri karena Mengandung starch (tepung padi) yang berfungsi untuk menyerap racun yang dikeluarkan bakteri, sehingga tidak mengganggu antibiotik.
2.4 Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar 2.4.1 Pengertian Sumber Belajar
Sumber belajar berasal dari dua kata yaitu sumber dan belajar, sumber biasa dikenal dengan istilah asal, awal mula, dan bahan, sedangkan belajar merupakan proes mecari pengalaman, jadi sumber belajar adaah semua bahan yang memfasilitasi proses seseorang mendapatkan pengalama. Sumber belajaryang baik digunakan melalui pengalaman yang teroganisir dimana penyelesaian masalah disesuaikan dengan metode ilmiah dan siap ilmiah (Satrianawati, 2018)
2.4.2. Manfaat Sumber Belajar
Manfaat dari sumber belajar yaitu memberikan informasi yang dapat memperluas pengetahuan siswa, memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret sehingga dapat merangsang pemikiran siswa menjadi lebih kritis dan berkembang lebih jauh lagi ke hal-hal yang positif jika sumber belajar diatur, dirancang dan disiapkan secara tepat (Anisah & Azizah, 2016)
Menurut Prastowo, (2018), sumber belajar memiliki enam manfaat yaitu:
a) Memberi pengalaman belajar secara langsung dan konkret kepada siswa.
b) Dapat menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dikunjungi atau dilihat secara langsung dan konkret.
c) Dapat menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam kelas.
d) Dapat memberi informasi yang akurat dan terbaru.
e) Dapat membantu memecahkan masalah pendidikan (terhadap instruksional), baik dalam lingkup makro (misalnya, belajar sistem jarak jauh melalui 26modul) maupun mikro pengaturan ruang kelas yang menarik, simulasi, penggunaan film, dan proyektor.
f) Dapat merangsang untuk berpikir, bersikap dan berkembang lebih lanjut.
2.4.3. Kegunaan Sumber belajar
Kegunaan sumber belajar secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut:
a Merupakan pembuka jalandan pengembangan wawasan terhadap proses pembelajaran yang ditempuh.
b Sebagai pemandu materi pembelajaran yang dipelajari, dan langkah- langkah operasional untuk menelusuri secara lebih teliti materi standar secara tuntas.
c Memberikan petunjuk dan deskripsi tentang hubungan antara apa yang sedang Dimanfaatkan dalam pembelajaran, dengan ilmu pengetahuan lainnya.
d Menginformasikan sejumlah penemuan baru yang pernah diperoleh orang lain sehubungan dengan pembelajaran yang sedang Dimanfaatkan.
e Menunjukkan berbagai permasalahan yang timbul sebagai konsekuensi logis dari pembelajaran yang Dimanfaatkan, yang menuntut adanya kemampuan pemecahan dari para guru dan peserta didik.
2.4.4 Klasifikasi Sumber Belajar
Menurut (Satrianawati, 2018) Sumber belajar diklasifikasikan berdasarkan jenisnya, asalnya, dan isinya :
1) Berdasarkan jenisnya : sumber belajar alami dan buatan
Sumber belajar alami adalah menyaksikan lingkungan sekitar dan memahami keteraturan alam, bahwa segala yang ada di alam telah diciptakan secara teratur dan keseimbangan. Sumber belajar alami dapat berupa mengalami peristiwa atau mengamati peristiwa
Sumber belajar buatan merupakan segala sesuatu yang dibuat untuk dapat diketahui dan digunakan oleh orang lain, definisi sumber belajar buatan cukup luas, termasuk jurnal atau karya tulis ilmiah yang dibuat, dibaca, dan diimplementasikan dalam kehidupan serta orang yang sengaja meupun tidak sengaja ditemui untuk mendapatkan informasi atau pengalaman baru
2) Berdasarkan asalnya : primer dan sekunder
Sumber belajar primer merupakan sumber informasi pertama dan utama sekaligus menjadi pelaku munculnya ilmu pengetahuan baru. sumber belajar primer berupa orang yang memiliki informasi tenteng sebuah peristiwa atau kejadian dimana orang tersebut bertidak sebagai pelaku
Sumber belajar sekunder merupakan sumber belajar sumber belajar yang hadir setelah sumber belajar primer. Sumber belajar sekunder misalya guru yang memberikan materi pelajaran.
3) Berdsarakan isinya : pesan langsung dan pesan tersirat atau tidak langsung Pesan langsung merupakan inti materi dan ilmy pengetahuan baru tentang informasi atau kejadian yang langsung didapatkan oleh sipencari informasi, sipembelajar, atau orang tertentu yang memepelajari ilmu pengetahuan baru.
Pesan tersirat atau tidak langsung merupakan pengetahuan yang diperoleh dimana isi atau kandungan pesan, informasi, atau ilmu pengetahuan baru diperoleh bukan dari sumber utama atau primer.
2.4.4 Kriteria memilih sumber belajar
Kriteria umum merupakan ukuran kasar dalam memilih sumber belajar diantaranya:
1. Ekonomis, dalam artian murah, namun tidak terpatok pada harga yang selalu rendah, tapi dapat juga pemanfaatannya dalam jangka waktu yang panjang.
2. Praktis dan sederhana, artinya tidak memerlukan pelayanan sampingan yang sulit dan langka.
3. Mudah diperoleh, dalam artian sumber belajar itu dekat, tersedia dimana- mana dan tidak perlu diadakan dan dibeli.
4. Bersifat fleksibel, artinya dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional dan tidak dipengaruhi oleh faktor luar misalnya kemajuan tehnologi, nilai, budaya dan lainnya.
5. Komponen-komponennya sesuai dengan tujuan, hal ini untuk menghindari hal-hal yang ada di luar kemampuan guru.
Adapun kriteria lain dalam pemilihan sumber belajar adalah kriteria berdasarkan tujuan, yaitu:
1. Sumber belajar guna memotivasi, artinya pemanfaatan sumber belajar tersebut bertujuan membangkitkan minat, mendorong partisipasi, merangsang pertanyaan-pertanyaan, memperjelas masalah dan sebagainya.
2. Sumber belajar untuk pengajaran, yaitu untuk mendukung kegiatan belajar mengajar
3. Sumber belajar untuk penelitian, merupakan bentuk yang dapat diobservasi, dianalisis, dicatat secara teliti dan sebagainya.
4. Sumber belajar untuk presentasi, disini lebih ditekankan sumber belajar sebagai alat, metode atau strategi penyampain pesan.
2.4.5 Syarat Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar
Penelitian dapat dijadikan sebagai sumber belajar dean melalui beberapa syarat, menurut Suhardi (dalam Munajah & Susilo, 2015) diantaranya :
a Kejelasan potensi
Besarnya potensi suatu objek dan gejalanya untuk dapat diangkat sebagai sumber belajar terhadap permasalahan biologi berdasarkan konsep kurikulum.
Potensi suatu objek sendiri ditentukan oleh ketersediaan objek dan permasalahan yang dapat diungkap untuk menghasilkan fakta-fakta dan konsep- konsep dari hasil penelitian yang harus dicapai dalam kurikulum. Kejelasan
potensi ditunjukkan oleh ketersediaan objek dan ragam permasalahan yang dapat diungkapkan dalam penelitian (Munajah & Susilo, 2015)
b Kesesuaian dengan tujuan belajar
Kesesuaian yang dimaksud adalah hasil penelitian dengan kompetensi dasar (KD) yang tercantum berdasarkan kurikulum 2013 (Munajah & Susilo, 2015) c Kejelasan sasaran
Sasaran kejelasan penelitian ini adalah objek dan subjek penelitian dan subjek penelitian.
d Kejelasan informasi yang dapat diungkap
Kejelasa informasi yang dapat diungkap diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan bak berupa proses maupun produk penelitiannya
e Kejelasan pedoman eksplorasi
Kejelasan pedoman eksplorasi diperlukan produser kerja dalam melaksanakan penelitian yang meliputi penentuan sampel penelitian, alat dan bahan, cara kerja, pengolahan data dan penarikan kesimpulan. Keterbatasan waktu di sekolah dan kemampuan siswa menjadi pertimbangan, karena itu perlu adanya pemilihan kegiatan yang dilaksanakan siswa.
f Kejelasan perolehan yang diharapkan.
Kejelasan perolehan yang diharapkan kejelasan hasil berupa proses dan produk penelitian yang dapat digunakan sebagai sumber belajar berdasar aspek- aspek dalam tujuan belajar biologi yang meliputi :
1. Perolehan kognitif 2. Perolehan afektif 3. Perolehan Psikomotorik
2.4 Kerangka Konsep
Berikut kerangka konsep pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak daun singkong (Manihot utilissima) terhadap diameter zona hambat Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita osteomielitis dan Dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi :
Daun singkong mengandung senyawa flavonoid,tannin, triterpenoid, dan saponin, berfungsi sebagai antibakteri (Meilawaty, 2013)
flavonoid bekerja membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat merusak membrane sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler (Ngajow et al., 2013)
Menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus
Terbentuknya zona hambat
Dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi Mekanisme kerja
tanin sebagai antibakteri adalah menghambat enzim reverse transkriptase
dan DNA
topoisomerase sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk (Nuria et al., 2009)
Mekanisme kerja saponin sebagai antibaktei adalah menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar(Nuria et al., 2009)
Mekanisme kerja triterpenoid yaitu bereaksi dengan purin membran luar sel bakteri membentuk ikatan polimer yang kuat yang mengakibatkan rusaknya purin. Sehingga mengurangi permeabilitas membrane sel bakteri dan mengakibatkan bakteri kekurangan nutrisi (Arlofa, 2015)
Kejelasan Potensi
Kesesuian dengan tujun
Kejelasan Sasaran
Kejelasan informasi yang
diungkap
Kejelasan pedoman eksplorasi
Kejelasan Perolehan Resistensi antimikroba menjadi masalah kesehatan yang mendunia,
berdampak pada peningkatan morbiditas, mortalitas, dan biaya kesehatan
Staphylococcus aureus salah satu bakteri penyebab infeksi
Alami Sintetik
Konsentrasi ekstrak daun ssingkong 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%
2.5 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis adalah adakah pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak daun singkong (Manihot utilissima) terhadap diameter zona hambat Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita osteomielitis