• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH TUGAS MATA KULIAH ULUMUL QUR AN NASIKH dan MANSUKH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MAKALAH TUGAS MATA KULIAH ULUMUL QUR AN NASIKH dan MANSUKH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH TUGAS MATA KULIAH ULUMUL QUR’AN

“NASIKH dan MANSUKH”

Disusun Oleh:

Ahmad Naufal Musyaffa 2107035068

Muhammad Riksa 2107035086

Jelita Nurhaliza 2107035080

Fadhilah Safitri 2107035074

Tugas ini ajukan untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah Ulumul Qur‟an Diampuh oleh :

Ahmad Rizki Nugrahawan,M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH PROF.DR.HAMKA

2021/2022

(2)

KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kepada Allah Subhannahu Wa Ta‟ala yang telah melimpahkan segala rahmat dan karuniaNya, sehingga makalah dapat diselesaikan dengan baik dan tepat. Penulisan makalah ini tidak bisa diselesaikan tanpa bantuan dari banyak pihak.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Bapak Ahmad Rizki Nugrahawan,M.Pd yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Ada banyak hal yang bisa kami pelajari dalam pembuatan makalah ini.

Makalah berjudul” Sumpah Dalam Al-quran” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Quran Selain itu, penulisan makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan serta pengetahuan tentang mata kuliah yang saat ini sedang dipelajari.

Setelah berhasil menyelesaikan makalah ini, kami berharap apa yang sudah kami sampaikan bisa bermanfaat untuk orang lain. Jika ada kritik dan saran terkait ide tulisan maupun penyusunannya, kami akan menerimanya dengan senang hati.

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ia meninggalkan dua kitab yang akan menjadi pedoman manusia hidup di dunia agar tidak tersesat yaitu Al-qur’an dan Al-hadits. Allah juga menurunkan syariat samawiyah kepada para utusanNya untuk memperbaiki umat di bidang akidah, ibadah dan muamalah. Tentang bidang ibadah dan mu’amalah memilki prinsip yang sama yaitu bertujuan membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan masyarakat. Tuntutan kebutuhan setiap umat terkadang berbeda satu dengan yang lain. Apa yang cocok untuk satu kaum pada suatu masa mungkin tidak cocok lagi pada masa yang lain. Disamping itu, perjalanan dakwah pada taraf pertumbuhan dan pembentukan tidak sama dengan perjalannya sesudah memasuki era perkembangan dan pembangunan. Dengan demikian hikmah tasyri’

(pemberlakuan hukum) pada suatu periode akan berbeda dengan hikmah tasyri’ pada periode yang lain. Tetepi tidak diragukan bahwa pembuat syari’at, yaitu Allah, rahmat dan ilmuNya meliputi segala sesuatu, dan otoritas memerintah dan melarang pun hanya milikNya.

Oleh sebab itu, wajarlah jika Allah menghapuskan sesuatu syari’at dengan syari’at lain untuk menjaga kepentingan para hamba berdasarkan pengetahuanNya yang azali tentang yang pertama dan yang terkemudian.

B. Rumus Bahasan

1. Apa Pengertian Nasikh dan Mansukh?

2. Sebutkan Bentuk dan Contoh Nasikh dan Mansukh?

3. Jelaskan perbedaan Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an?

4. Apa manfaat Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an?

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Nasikh dan Mansukh dan Syarat-Syaratnya

Nasikh menurut bahasa memilki dua arti yaitu: hilangkan dan hapuskan. Misalnya dikatakan nasakhat asy-syamsu azh-zhilla, artinya matahari menghilangkan bayang- bayang dan nasakhat ar-rih atsara al-masyyi, artinya angin menghapuskan jejak langkah kaki. Kata naskh juga dipergunakan untuk makna memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain. Misalnya:nasakhtu al- kitab, artinya, saya menyalin isi kitab. Didalam Al- quran dikatakan:

َٰ ه

َٰ نوُل مْع تَْٰمُتْنُكَٰا مَُٰخِسْن تْس نَٰاَّنُكَٰاَّنِإََِٰٰۚ ق حْلاِبَْٰمُكْي ل عَُٰقِطْن يَٰا نُبا تِكَٰا ذ Artinya: “ Sesunguhnya kami menyuruh untuk menasakhkan apa dahulu kalian kerjakan.”

(Al-jatsiyah:29).

Maksudnya, kami (Allah) memindahkan amal perbuatan kedalam lembaran-lembaran catatan amal.

Sedangkan menurut istilah nakh ialah “mengangkat (menghapuskan) hukum syara’

dengan dalil hukum syara’ yang lain.” Disebutkan disini kata “hukum”, menunjukkan bahwa prinsip “segala sesuatu hukum asalnya boleh” (Al-Bara’ah Al-ashliyah) tidak termasuk yang di naskh. Kata-kata “dengan dalil hukum syara’” mengecualikan pengangkatan (penghapusan) hukum yang disebabkan kematian atau gila, atau penghapusan dengan ijma’ atau qiyas. Contohnya:

ٌَٰمْيِل عٌَٰعِسا وَٰ اللهََّٰنِإَِٰاللهَُٰهْج وََّٰم ث فَٰا ْوُّل وُتَٰا م نْي أ فَٰ ُب ِرْغ مْلاَٰ وَُٰق ِرْش مْلاَِٰللهَِٰ و Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah[83]. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui. Disitulah wajah Allah” (QS. Al-Baqarah [2] : 115.)

Kemudian di nasakh oleh ayat:

َِٰد ِجْس مْلاَٰ رْط شَٰ ك هْج وَِٰ ل و ف

َِٰما ر حْلا Artinya: “maka palingkanlah mukamu ke arah masjidil haram....”

(QS. Al-Baqarah:144)

Ada yang berpendapat inilah yang benar, bahwa ayat pertama tidak di naskh sebab ia berkanaan dengan sholat sunnah saat dalam perjalanan yang dilakukan diatas kendaraan, juga dalam keadaan takut dan daruarat. Dengan demikian, hkum ayat ini tetap berlaku,

(5)

sebagaimana dijelaskan dalam Ash-Shahihain. Sedang ayat kedua berkenaan dengan sholat fardlu lima waktu. Dan yang benar, ayat kedua ini menasakh perintah kehadap Baitul Maqdis yang ditetapkan dalam sunnah.

Sedangkan pengertian mansukh adalah hukum yang diangkat atau

dihapuskan. Maka ayat mawarits (warisan) atau hukum yang terkandung di dalamnya, misalnya adalah menghapuskan (nasikh) hukum wasiat kepada kedua orang tua atau kerabat.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam naskh diperlukan syarat-syarat berikut:

a. Hukum yang mansukh adalah hukum syara’

b. Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’i yang datang lebih kemudian hari khitab yang hukumnya di mansukh

c. Khitab yang dihapuskan atau diangkat hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu. Sebab jika tidak demikian maka hukum akan berakhir dengan berakhiranya waktu tersebut. Dan yang demikian tidak dinamakan nasakh.

2. Beberapa bentuk dan contoh Nasikh dan Mansukh

1. Menasakh apa yang diperintahkan sebelum pelaksanaannya, seperti ayat najwa:

َٰ ة ق د صَٰ ۡمُك ٮ و ۡج نَٰ ۡى د يَٰ نۡي بَْٰاوُمِ د ق فَٰ لوُس َّرلٱَُٰمُتۡي ج ـ نَٰا ذِإَْٰا ٰٓوُن ما ءَٰ نيِذَّلٱَٰا ہُّي أٰٓ ـ ي

َٰ ۡمُكَّلَٰ ٌرۡي خَٰ كِلٲ ذََٰٰۚ

َُٰر ه ۡط أ و

ََٰٰ ٌروُف غَٰ َّللَّٱََّٰنِإ فَْٰاوُد ِج تَٰ ۡمَّلَٰنِإ فََٰٰۚ

ٌَٰمي ِح َّر Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah [kepada orang miskin]

sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tiada memperoleh [yang akan disedekahkan] maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S.Al-Mujadilah:

12).

2. Menasakhkan apa yang pernah diperintahkan secara umum, seperti menasakhkan menghadap ke Baitul Maqdis dengan ka’bah (Q.S. Al-Baqarah: 142-145) dan puasa

‘Asyura dengan Ramadhan (Q.S. Al-Baqarah: 183-185).

3. Apa yang pernah diperintahkan karena adanya sebab kemudian sebab itu tidak ada, seperti perintah bersabar dan mema’afkan ketika dalam keadaan lemah dan sedikit, kemudian dinasakhkan dengan kewajiban perang. Pada hakekatnya ini tidak

(6)

termasuk nasakh, tetapi termasuk mansa’ (penundaan) sebagaimana firman Allah :au na sa’uha (atau kami mengakhirkannya):

َٰۡو أٍَٰة يا ءَٰ ۡنِمَٰ ۡخ سن نَٰا م

َٰٰٓا هِلۡثِمَٰ ۡو أَٰٰٓا ہۡنِ مَٰ ٍرۡي خِبَِٰتۡأ نَٰا هِسنُنَٰ

ٌَٰريِد قَٰ ٍء ۡى شَِٰ لُكَٰ ى ل عَٰ َّللَّٱََّٰن أَٰ ۡم لۡع تَٰ ۡم ل أََٰٰۗ

Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan [manusia] lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Q.S. Al-Baqarah: 106), dalam qira’at Hafas dari ‘Ashim dibaca nunshiha-.

Jadi (sesuai prinsip mansa’) perintah berperang ditunda sampai kaum Muslimin menjadi kuat. Selama dalam keadaan lemah mereka wajib bersabar menghadapi gangguan. Dengan demikian maka nyatalah kesalahan orang yang mengatakan bahwa ayat tersebut (perintah bersabar) dinasakhkan oleh ayat pedang (perintah perang). Masing-masing dari ayat tersebut harus dilaksanakan pada suatu waktu karena sebab yang mengharuskan hukumnya.

Tiga Macam Nasakh Dalam Al-Qur’an

1. Ayat yang dinasakhkan tilawah dan hukumnya, seperti riwayat dari Aisyah yang mengatakan: “Diantara ayat yang pernah diturunkan ialah: “Sepuluh susuan yang dikenal” kemudian dipauskan dengan “lima susuan”, ketika Rasulullah saw. Nash tersebut (sepuluh susuan) termasuk apa yang dibaca dari al-Qur’an.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

2. Ayat yang dinasakhkan hukumnya tetapi tilawahnya tetap. Bentuk nasakh inilah yang banyak dibahas oleh para ulama di dalam berbagai kitabnya. Tetapi nasakh ini pun pada hakikatnya sangat sedikit adanya.

Jika ditanyakan: apa hikmah penghapusan hukumnya dan membiarkan bacaannya? Pertanyaan ini dapat dijawab dari 2 segi. Pertama, bahwa al-Qur’an di samping dibaca untuk diketahui hukumnya dan diamalkan, juga dibaca karena ia kalam Allah yang dengan membacanya akan mendapatkan pahala, maka dibiarkannya tilawah tersebut karena hikmah ini. Kedua, bahwa nasakh pada galibnya adalah untuk meringankan, maka dibiarkannya tilawah tersebut untuk mengingatkan ni’mat yang diberikannya itu.

3. Ayat yang dinasakhkan tilawahnya tetapi hukumnya tidak. Lalu apa hikmahnya? Mengapa tidak dibiarkan juga tilawahnya agar dengan demikian akan didapat pahala pelaksanaan dan pembacaannya ? Jawabannya ialah untuk membuktikan sejauh mana keta’atan umat ini dalam berkorban tanpa banyak

(7)

bertanya sebagaimana Ibrahim a.s. segera melaksanakan penyembelihan anaknya hanya melalui mimpi.

3. Perdebatan Nasikh dan Mansukh dalam Al Qur’an

Pendapat Ulama tentang Nasikh dan Mansukh

Ada tidaknya nasikh dan mansukh dalam Al-Qur’an sejak dulu menjadi perdebatan para Ulama, di mana sumber dari pada perdebatan tersebut berawal dari pemahaman mereka tentang QS. An-Nisaa’ 82:

Artinya : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.

Kesimpulan dari ayat tersebut mengandung prinsip yang diyakini kebenarannya oleh setiap muslim namun mereka berbeda pendapat dalam menghadapi ayat-ayat al-Qur’an yang secara zahir menunjukkan kontradiktif.

Dalam hal ini terbagi dalam empat golongan:

1. Orang Syi’ah Rafidah, Mereka sangat berlebihan dalam menetapkan nasakh dan meluaskannya, mereka mandang konsep al-bada’ yakni suatu yang nampak jelas setelah kabur (tidak jelas) adalah sebagai suatu hal yang sangat mungkin terjadi bagi Allah SWT. Mereka sangat kontradiktif dengan orang Yahudi yang tidak mengakui keberadaan nasakh. Kelompok Syi’ah Rafidah berargumentasi dengan firman Allah SWT dalam ar-Ra’d [13]:39:

Artinya: “ Allah menghapuskan apa yang ia kehendaki dan menetapkan (apa yang ia kehendaki).

Menurut al-Qattan yang dikutip oleh Anwar, bahwa pendapat ini kurang tepat, Allah menghapuskan sesuatu yang dipandang perlu dihapuskan dan menetapkan penggantinya jika penetapannya mengandung maslahat.

2. Abu Muslim al-Asfahani seorang mufassir Mu’tazilah, tidak setuju adanya naskh, baik secara garis besar maupun secara terperinci, karena apabila ada ayat yang secara sepintas dinilai kontradiktif tidak diselesaikan secara naskh tetapi dengan jalan takhsis, sebab al- Qur,an adalah syari’at yang muhkam tidak ada yang Mansukh. Al- Qur’an menyatakan dalam QS Fushshilat: 42:

(8)

Artinya :”Tidak datang kepadanya kebathilan al-Qur,an baik dari depan atau belakang yang diturunkan dari sisi Tuhan yang Maha bijaksana lagi Maha terpuji

Ayat di atas yang dijadikan landasan bagi Abu Muslim untuk menyatakan bahwa nasakh Mansukh tidak ada dalam al-Qur,an, yang ada hanya ‘am- takhshis. Hal ini menghindari pembatalan hukum yang telah diturunkan oleh Allah karena hal itu mustahil. Jika ada pembatalan hukum maka akan memunculkan adanya pemahaman, Allah tidak tahu kejadian yang akan datang, sehungga Dia perlu mengganti/membatalkan suatu hukum dengan hukum yang lain. Jika pembatalan hukum itu dilakukan oleh Allah, berarti Dia melakukan kesia-siaan dan permainan belaka.

3. Pendapat Jumhur Ulama, kelompok ini mengakui adanya nasikh dan mansukh dalam al-Qur’an dan tetap berlaku, (Mereka berpendapat bahwa Naskh adalah suatu yang dapat diterima akal dan telah pula terjadi dalam hukum-hukum Syara’ berdasarkan dalili-dalil, baik naqli ataupun aqli (Anwar,..54), Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 106:

Artinya : “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”

4. Menurut pendapat segolongan Ulama’ bahwa Allah berbuat secara mutlak, artinya bahwa Allah SWT. Dapat berbuat sesuatu dalam waktu tertentu dan dapat melarangnya dalam waktu tertentu pula (mengikuti kemaslahatan dan menghindari kamudharatan).

Kontroversi teori naskh tidak hanya terjadi antara yang menerima dan menolak naskh, tetapi juga di kalangan para penerima naskh. Mereka berpolemik tentang apakah ayat-ayat al-Qur’an bisa di-naskh dengan selain al-Qur’an. Apakah as-Sunnah bisa me-nasakh al-Qur’an. Imam Syafi’i menolak otoritas as-Sunnah sebagai Nasikh atas al-Qur’an.

Menyikapi adanya kontroversi ulama terhadap eksistensi nasikh dan mansukh dalam al-Qur’an, maka disimpulkan bahwa, nasikh dan mansukh hanya berlaku pada nas yang ketentuannya saja (hukum) dihapus, sementara ungkapannya (tilawah) tetap dipertahankan. Contohnya perubahan masa iddah satu tahun (Q.S. Al-Baqarah: 240), perubahan arah kiblat, dari baitul maqdis ke Makkah (Q.S. Al-Baqarah: 142).

(9)

Dengan mengetahui dan memahami pengertian nasikh dan mansukh, serta memahami pendapat para ulama’ tentang keduanya, maka kita dapat mengetahui hikmah dari adanya nasikh dan mansukh sehingga tidak ada kesalahfahaman dalam mengartikan, memahami dan mengamalkan Al Qur’an sebagai sumber ajaran Islam.

4. Manfaat Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an

Pengetahuan tentang nasikh dan mansukh mempunyai fungsi dan manfaat besar bagi para ahli ilmu, terutama fuqaha, mufasir dan ahli ushul, agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi kacau dan kabur. Oleh sebab itu, terdapat banyak atsar [perkataan shahabat dan atau tabi’in] yang mendorong agar mengetahui masalah ini.

Diriwayatkan, Ali pada suatu hari melewati seorang hakim lalu bertanya, “Apakah anda mengetahui yang nasikh dan yang mansukh?” “Tidak,” jawab hakim itu. Maka kata Ali:

“Celakalah anda dan mencelakakan orang lain.”

Dari Ibn Abbas bahwa ia berkata tentang firman Allah: “Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sesungguhnya ia telah diberi kebajikan yang banyak.” (al-Baqarah: 269), “Yang dimaksud ialah nasikh dan mansukhnya dan mutasyabihnya, muqaddam dan mu’akhkharnya, serta hala dan haramnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir dan Ibn Abi Hatim dari Ibn Abbas)

Untuk mengetahui nasikh dan mansukh terdapat beberapa cara:

1. Keterangan tegas dari Nabi atau sahabat, seperti hadits: “Aku [dulu] pernah melarangmu berziarah kubur, maka [kini] berziarah kubur-lah.” (Hadits Hakim)

Juga seperti perkataan Anas mengenai kisah orang yang dibunuh di dekat sumur Ma’unah, sebagaimana akan dijelaskan nanti, “berkenaan dengan mereka turunlah ayat al-Qur’an yang pernah kami baca sampai kemudian diangkat kembali.”

2. Kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan yang itu mansukh.

3. Mengetahui mana yang terlebih dahulu dan mana yang kemudian dalam perspektif sejarah.

(10)

Naskh tidak dapat ditetapkan berdasarkan pada ijtihad, pendapat mufasir atau keadaan dalil- dalil yang secara lahir nampak kontradiktif, atau terlambatnya keislaman salah seorang dari dua perawi.

BAB III SIMPULAN

Nasikh ialah menghapuskan hukum syara’ dengan dalil hokum syara’ yang lain.

Disebutkan kata “hukum” disisni, menunjukkan bahwa prinsip “segala sesuatu hokum asalnya boleh”. Sedangkan Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Nasikh terdapat empat macam bagian, diantaranya:

1. Naskh Al-qur’andengan Al-qur’an

2. Naskh Al-qur’andengan As-sunnah

3. Naskh As-sunnahdengan Al-qur’an

4. Naskh As-sunnahdengan As-sunnah

Fungsi memahami Nasikh dan Mansukh diantaranya sebagai berikut:

1. Memelihara kepentingan hamba

2. Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah

dan perkembangan kondisi umat manusia

3. Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak

4. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika Nasikh itu beralih ke hal

yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang kebihringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.

Dalam sebuah hadist shahih, dari Ibn Abbas r.a., umar r.a.berkata : ”Yang paling paham dan paling menguasai Qur’an diantara kami adalah Ubai. Namun demikian kami pun meninggalkan sebagian perkataannya, karena ia mengatakan: “Aku tidak akan meninggalkan sedikit pun segala apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah SAW, padahal Allah telah berfirman: Apa saja ayat yang Kami Naskhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya…” (Al-Baqarah [2]:106)

(11)

DAFTAR PUSAKA

1) Apa Itu al-Qur'an hal. 103-17m Imam As-Suyuthi, Penerbit: Gema Insani Pers

2) Tafsir Jalalain jilid 4, hal. 2815-1817, Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi, Penerbit: Sinar Baru Algensindo

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut: Bagi Perusahaan, sebaiknya pihak manajemen pemasaran Bank Rakyat

Hasil sebaran sedimen mineral non- magnetik yang terdapat pada Gambar 11, Gambar 13, Gambar 15 menunjukan kandungan mineral non- magnetik dominan terdapat pada daerah

Selain ragam litologi secara lateral di atas, maka aspek litologinya secara vertikal, juga memiliki ciri yang spesifik, yaitu: (1) ditandai oleh tidak berpindahnya tubuh alur

Guna Lahan dengan Skenario Pembangunan Jembatan Batam-Bintan Untuk melihat bagaimana dampak pembangunan jembatan Batam-Bintan terhadap kependudukan, ekonomi dan

Persepsi kemudahan penggunaan website pelatihanorganik.com sebagian besar menyatakan setuju, yaitu sebesar 84%. Dominasi jawaban setuju tersebut menurut keterangan

Awal mula serangga mengalami mati kaku (Tambar 7.A) dengan bagian tubuh megalami kekeringan, setelah lima hari dapat terlihat adanya miselium yang masih muda berwarna

Perbedaan penelitian ini dengan yang akan peneliti lakukan adalah fokus penelitian yang akan dilakukan yaitu berupa pengelolaan/ manajemen boarding school khusus dalam

kasvu edellisvuoteen verrattuna. Tähän on varmasti vaikuttanut myös se, että sosiaalista mediaa käytetään eniten naisten keskuudessa myös älypuhelimella. Älypuhelimien osuus