• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH KELOMPOK. Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ke-pgri-an. Dosen Pengampu: Drs. Soepoyo R.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH KELOMPOK. Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ke-pgri-an. Dosen Pengampu: Drs. Soepoyo R."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH KELOMPOK Dewan Kehormatan Guru Indonesia

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ke-PGRI-an Dosen Pengampu: Drs. Soepoyo R.

Disusun oleh:

Kurnia Widyastanti (14144600189) Nurul Hasanah (14144600202) M. Ichsanudin (14144600181) Novi Trisna A. (14144600199) Nurmiati (141444600214) Riana Asti F. (14144600213)

A5-14

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGI YOGYAKARTA 2014

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ke-PGRI-an “Dewan Kehormatan Guru Indonesia” ini untuk melengkapi tugas dalam pembelajaran mata kuliah ke-PGRI-an Universitas PGRI Yogyakarta.

Dalam penyelesaian makalah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT yang mencurahkan rahmat dan petunjukNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

2. Bapak Drs. Soepoyo R. yang telah memberi tugas dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan makalah ini.

3. Semua pihak yang telah membantu penulis.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menulis makalah ini dengan harapan dapat memberi manfaat bagi pembaca. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan penulis untuk memperbaiki makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal kepada mereka yang telah memberikan bantuan, serta menjadikan ini sebagai ibadah. Amin.

Yogyakarta, Nopember 2014

Tim Penulis

(3)

DAFTAR ISI JUDUL……….………...………i KATA PENGANTAR……….…………..………....ii DAFTAR ISI……….………...iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………...……….1 1.2 Rumusan Masalah……….………...2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan………...………...……..2

BAB II PEMBAHASAN……….………...3

BAB III KESIMPULAN……….12

DAFTAR PUSTAKA………..……….……...13

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Guru memegang peranan penting dalam pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Melalui campur tangan guru diharapkan generasi muda sebagai penerus perjuangan bangsa dapat memperoleh pengetahuan yang bermanfaat bagi diri sendiri, agama, lingkungan, dan bangsa.

Pada umumnya dalam masyarakat atau sebuah komunitas sebutan “guru” selalu dihubungkan dengan perbuatan yang baik yakni digugu, dipuja, dan ditiru oleh siapapun, baik siswa maupun masyarakat sekitarnya. Sehingga segala tindak tanduk guru menggambarkan segala bentuk kebaikan. Layaknya guru merupakan sebuah model standar etika dan moral yang diterima oleh masyarakat.

Flashback sekitar era orde lama (zaman pemerintahan Presiden Soekarno) dan orde baru (zaman pemerintahan Presiden Soeharto), guru sangat dibanggakan karena jasa-jasanya tanpa pamrih terhadap bangsa Indonesia. Sehingga pada kedua era tersebut guru merupakan pejuang tanpa tanda jasa yang mana segala jerih payah dan pengorbanan guru tidaklah selalu identik dengan uang. Guru akan bangga ketika dialunkan tembang manis “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Namun sayangnya, semua itu akan buyar dan hilang ketika guru melakukan sebuah kesalahan terhadap anak didik seperti yang sering kita dengar, lihat dan baca dalam berbagai media masa yang menyoroti perlakuan seorang guru yang dianggap tidak etis ketika melakukan tindak kekerasan terhadap anak didik (siswa) . Dan tidak menutup kemungkinan bagi orangtua siswa yang mengetahui anaknya mendapat tindakan kekerasan (dipukul, ditampar) tidak segan-segan kasus ini di bawa ke ranah hukum khususnya pidana. Dalam kasus seperti ini, yang dihadapi oleh guru (oknum) terkadang tidak ada perlindungan yang diberikan pada oknum tersebut. Dengan kata lain perlindungan terhadap profesi guru sangat lemah padahal kita ketahui bahwa guru juga berhak mendapatkan perlindungan hukum meskipun telah melakukan pelanggaran kode etik profesi guru. Secara yuridis, undang-undang tentang perlindungan guru telah termuat

(5)

2

dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang menyebutkan bahwa pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Hal ini terlihat bahwa eksistensi undang-undang tersebut telah memuat perlindungan terhadap guru atas profesinya. Namun implementasi dalam kehidupan belum terlaksana.

Dari latar belakang tersebut diatas, penulis mencoba menggali dan mengulas sejauh mana perlindungan guru terimplementasikan ketika guru dihadapkan dengan berbagai dilema dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di sekolah yang selalu di kelilingi dan dihadapkan berbagai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh siswa .

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dewan kehormatan guru?

b. Bagaimanakah keorganisasian dan tata cara pembentukan DKGI?

c. Bagaimana status, keududukan, susunan pengurus dan syarat menjadi anggota DKGI?

d. Apa saja tugas dan wewenang, garis hubungan kerja, dan tujuan DKGI?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini sebagai berikut:

a. Mendapatkan gambaran dan informasi pentingnya dewan kehormatan guru difungsikan.

b. Untuk mengetahui keorganisasian dan tata cara pembentukan DKGI?

c. Untuk mengetahui status, keududukan, susunan pengurus dan syarat menjadi anggota DKGI?

d. Untuk mengetahui apa saja tugas dan wewenang, garis hubungan kerja, dan tujuan DKGI?

(6)

3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian

a. Dewan Kehormatan Guru Indonesia adalah perangkat kelengkapan organisasi PGRI yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat, pertimbangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika profesi guru.

b. Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

c. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

2.2 Keorganisasian DKGI

Keorganisasian DKGI merupakan pedoman pelaksanaan yang dijabarkan dari anggaran dasar PGRI bab XVII pasal 30 dan ART PGRI BAB XXVI 20 pasal 92 tentang status, kedudukan, tugas, dan wewenang dalam rangka penegakan disiplin Kode Etik Guru.

2.3 Tata Cara Pembentukan

a. Dewan Kehormatan Guru Indonesia berada ditingkat pusat sebagai DKGI Pusat, ditingkat provinsi sebagai DKGI Provinsi, dan ditingkat kabupaten/kota sebagai DKGI Kabupaten/Kota yang dibentuk oleh badan pimpinan organisasi PGRI.

b. Untuk kepentingan pertimbangan khusus dalam pengesahan organisasi DKGI, pengurus PGRI Provinsi dan atau kabupaten/kota harus mengirimkan informasi tentang:

1. Data organisasi dan anggota secara lengkap dan menyeluruh.

(7)

4 2.4 Status

a. Status DKGI Pusat maupun Provinsi dan atau Kabupaten/Kota dalam organisasi PGRI sebagai badan otonom.

b. Pengelolaan tugas dan wewenang DKGI terpisah dari tugas dan wewenang Pengurus Besar PGRI sampai ke Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.

2.5 Susunan Pengurus

Keanggotaan DKGI terdiri dari unsur: 1. Dewan Penasihat

2. Badan Pimpinan Organisasi

3. Himpunan Profesi dan Keahlian Sejenis Pengurus DKGI sekurang-kurangnya terdiri dari: 1. Ketua dan wakil ketua

2. Sekretaris dan bendahara 3. 5-10 orang anggota pusat 4. 7 orang anggota daerah

2.6 Tata Cara Penyusunan Pengurus dan Anggota

1. Ketua DKGI Pusat dipilih melalui Konferensi Pusat PGRI dan ketua di provinsi dan atau kabupaten/kota melalui Konferensi Kerja PGRI Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.

2. Ketua DKGI terpilih berkewajiban untuk menetapkan sekretaris, bendahara, dan anggota secara lengkap.

3. Apabila salah seorang anggota DKGI meninggal dunia atau mengundurkan diri atau diberhentikan sebagai anggota maka penggantiannya dilakukan oleh ketua DKGI atas musyawarah.

2.7 Syarat-syarat Pengurus dan Anggota

a. Beriman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

b. Berjiwa nasionalisme yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

c. Memiliki kepribadian yang dapat diterima dan disegani serta memiliki kredibilitas profesi kependidikan yang cukup tinggi.

(8)

5

d. Royalitas yang tinggi terhadap organisasi PGRI, peka terhadap perkembangan permasalahan yang muncul di lingkungan kependidikan maupun kemasyarakatan.

e. Menguasai masalah kependidikan, guru, dan tenaga kependidikan. f. Bersih, jujur, adil, sabar, terbuka, dan berwibawa.

2.8 Masa Jabatan

Masa jabatan kepengurusan DKGI sama dengan masa jabatan pengurus PGRI yaitu selama 5 tahun dan berlaku setelah adanya pengesahan secara keorganisasian dari pengurus besar PGRI dan pengurus PGRI pada daerah tersebut.

2.9 Tugas dan Wewenang

a. Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pelaksanaan, penegakkan, pelanggaran organisasi, dan Kode Etik Guru Indonesia.

b. Pelaksanaan tugas bimbingan, pembinaan, penegakkan disiplin, hubungan dan pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia bersama pengurus PGRI disegenap perangkat serta jajaran di semua tingkatan.

c. Pelaksanaan tugas penilaian dan pengawasan pelaksanaan kode etik profesi dilakukan melalui masing-masing DKGI di semua tingkatan organisasi.

2.10 Pertanggungjawaban

a. DKGI Pusat bertanggungjawab kepada Pengurus Besar PGRI melelui Kongres dan Kompus PGRI.

b. DKGI PGRI Provinsi dan Kabupaten/kota bertanggungjawab kepada pengurus PGRI Provinsi dan Kabupaten/kota melalui Konprov/Konkeprov dan Konkab/Konkot atau Konkerkab/Kot di Provinsi atau di Kabupaten/kota.

2.11 Ketentuan Persidangan

(9)

6

b. Ketua DKGI menjadi pimpinan sidang, dan apabila berhalangan hadir maka penggantinya adalah wakil ketua, dan apabila masih juga berhalangan maka persidangan sementara ditunda.

c. Sekretaris bertanggungjawab atas seluruh pencatatan dan laporan hasil sidang.

2.12 Keputusan Persidangan

a. Keputusan diambila atas dasar musyawarah dan mufakat atas dasar perhitungan suara terbanyak.

b. Perhitungan suara dilakukan secara bebas dan rahasia dari setiap anggota yang memiliki hak bicara atau hak suara.

c. Keputusan yang diambil harus diteruskan ke pengurus PGRI yang setingkat untuk segera ditindaklanjuti seperlunya.

2.13 Garis hubungan Kerja

a. Garis hubungan kerja antara DKGI Pusat dengan Provinsi dan atau Kabupaten/kota adalah bersifat kosultatif.

b. Keputusan DKGI harus menjadi keputusan pengurus PGRI, dan pengurus PGRI harus melaksanakan keputusan DKGI yang setingkat dengan pengurus PGRI.

2.14 Administrasi dan Pendanaan

a. Administrasi DKGI dikelola oleh sekretaris, dan tata laksana perkantoran berpedoman/mengikuti dan ditunjang oleh pengurus PGRI.

b. Pengelola sekretaris DKGI harus bertanggung jawab atas jaminan kerahasiaan seluruh berkas-berkas persidangan dan yang lainnya.

c. Pendanaan yang dibutuhkan untuk kelancaran dalam menjalankan fungsi dan tugas DKGI menjadi tanggung jawab pengurus PGRI.

2.15 Pembinaan dan Pemasyarakatan

a. Tujuannya untuk meningkatkan mutu pengabdian profesi guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam pempercepat tercapainya tujuan pembangunan nasional, khususnya program pembangunan pendidikan.

(10)

7 b. Sasaran yang ingin dicapai

1. Guru dan tenaga kependidikan lainnya dapat menjalankan pengabdian khususnya di bidang pendidikan dengan baik.

2. Terjadinya pemahaman tentang etika guru bagi calon guru dan tenaga kependidikan lainnya yang berada di lembaga kependidikan. 3. Tumbuhnya pengakuan dari pemerintah dan masyarakat secara luas

akan pengabdian profesi kependidikan dan Kode Etik Guru Indonesia.

c. Jenis kegiatan

1. Menyelenggarakan berbagai pertemuan professional dalam membahas dan mengkaji berbagai aspek Etika Guru.

2. Menyebarluaskan informasi secara tertulis tentang Kode Etik Guru Indonesia terhadap calon guru dan guru serta tenaga kependidikan lainnya.

3. Menyelenggarakan berbagai kegiatan lainnya yang dinilai tidak mengikat dan dapat mencapai pemasyarakatan dan pembinaan Kode Etik Guru Indonesia.

d. Materi pemasyarakatan dan pembinaan 1. Kode Etik Guru Indonesia.

2. Lafal pengucapan janji dan sumpah guru dan tenaga kependidikan. 3. Hukum, aturan, dan ketentuan yang ada kaitannya dengan

kependidikan. 4. Status guru.

5. Materi-materi lain yang dinilai meunjang terhadap tercapainya permasyarakatan dan pembinaan Kode Etik Guru Indonesia.

2.16 Penanganan Pelanggaran Kode Etik Guru a. Tujuan

1. Memecahkan berbagai masalah pelanggaran terhadap Kode Etik Guru. 2. Menegakkan kebenaran dan keadilan bagi seluruh guru dan tenaga

kependidikan lainnya sebagai pelaksanaan pengapdian profesi guru. b. Sasaran yang ingin dicapai

(11)

8

1. Menangani berbagai perilaku yang menyimpang dari Kode Etik Guru sewaktu melaksanakan pengabdian profesi kependidikan.

2. Penenganan menyimpang baru dapat dilakukan ababila terjadi pengaduan permintaan dari pengurus PGRI.

c. Proses pengaduan

1. Para pihak yang menemukan terjadinya pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia dapat mengajukan melalui surat pengaduan kepada DKGI tempat terjadinya masalah.

2. Apabila di daerah kejadian belum ada DKGI Kab/Kota maka surat pengaduan diajukan ke DKGI privinsi, dan apabila belum ada, maka diajukan ke DKGI Pusat.

3. Surat pengajuan pengaduan dianggap sah apabila diajukan secara tertulis dan dilengkapi dengan berbagai identitas pengaduan yang diajukan dan bukti yang memperkuat.

4. Apabila surat pengaduan pertama kali bukan diterima oleh pengurus DKGI Provinsi dan Kabupaten/kota, maka paling lambat dua minggu setelah diterima harus segera diteruskan kepada DKGI Kabupaten/kota dimana terjadinya kejadian tersebut diajukan.

d. Pengkajian

1. Setiap pengajuan yang diajukan karena pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia harus dikaji terlebih dahulu secara berhati-hati dan seksama.

2. Kegiatan pengkajian untuk tahap pertama menjadi tugas dan wewenang pengurus DKGI PGRI Kabupaten/kota dengan langkah-langkah berikut: a) Mempelajari idntitas pengajuan yang diajukan.

b) Mempelajari berkas-berkas sebagai bukti tertulis yang diajukan. c) Mengmbil kesimpulan sementara abash dan setidaknya surat

pengaduan tersebut.

d) Mempelajari masalah lebih dalam dan lebih luas lagi.

e) Melakukan sidang DKGI secara lengkap untuk bermusyawarahdalam menentukan persiapan sidang-sidang selanjutnya.

(12)

9 e. Barang Bukti

1. Pada waktu pemanggilan saksi dan kunjungan-kunjungan ke tempat kejadian, maka pada waktu itu pula akan diminta untuk memperlihatkan berbagai barang bukti.

2. Apabila pengadu dan teradu serta saksi menolak memperlihatkan barang bukti dan pengambilan suara dan gambar maka dapat dicatat untuk dijadikan bahan pertimbangan pada waktu pengambilan seputusan.

3. DKGI tidak berwenang melakukan penyitaan terhadap barang bukti yang diajukan, melainkan bisa melalui pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

g. Kegiatan Pembelaan

1. Pada waktu proses pengkajian dan sidang maka pihak teradu memiliki hak untuk didampingi oleh pembela. Pembela adalah Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum PGRI.

2. Hak yang dimiliki harus terlebih dahulu dikemukakan jauh sebelum sidang dimulai.

3. Mengingat sifat kejadian yang ditangani menyangkut etika guru sangat khusus dan lebih pelik.

h. Penunjukan Saksi Ahli

1. Dalam penanganan pelanggaran Kode Etik Guru, orang yang bersangkutan diminta kehadirannya dalam setia sidang forum DKGI. 2. Saksi ahli menjadi wewenang sepenuhnya dari DKGI.

3. Saksi pertama diambil dari lingkungan organisasi PGRI, jika tidak ada diambil dari luar PGRI.

i. Kegiatan Persidangan

1. Cara persidangan DKGI di daerah harus sesuai dengan yang ditentukan DKGI pusat.

2. Apabila membutuhkan bantuan dan memanfaatkan jasa dari LKBH PGRI maka harus memberitahukan LKBH PGRI Provinsi dan pusat.

3. Jika pengkajian telah selesai maka sebelum diambil keputusan hendaknya LKBH PGRI diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya tentang kejadian tersebut.

(13)

10 j. Pengambilan Keputusan

1. Pengambilan keputusan harus sesuai dengan yang ditentukan DKGI Pusat.

2. Penanganan pelanggaran Kode Etik Guru harus dinyatakan dengan jelas bersalah atau tidak bersalah bagi teradu.

3. Adanya pembedaan antara kesalahan ringan, sedang, dan berat.

4. Jika pelanggaran tersebut berhubungan dengan hukum maka, keputusan DKGI ditunda sampai dengan keputusan hokum.

5. DKGI harus mampu mencegah tumbuhnya proses hokum di pengadilan dengan upaya persidangan DKGI tersebut.

k. Pemberian Sanksi

1. Keputusan oleh instansi terkait berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak hormat maksudnya adalah dalam waktu sementara melalui waktu yang telah ditentukan, pada masa ini diadakannya pembinaan dari pihak DKGI.

2. Jika dalam waktu pemberhentian sementara tidak ada perbaikan maka ditetapkan pemecatan dan pemberhentian dari pengurus PGRI.

l. Banding

1. Jika kedua belah pihak tidak puas dengan keputusan maka, bisa mengajukan naik banding.

2. Tata cara pengkajian dan pengambilan keputusan pada pelaksanaan sidang-sidang pada dasarnya sama

3. Keputusan yang diambil DKGI Pusat merupakan keputusan final tidak bisa diganggu gugat, kecuali datangnya keputusan lain melalui kongres PGRI.

m. Perbaikan dan Pemulihan

1. Perbaikan dan pemulihan akan dilakukan jika penerima sanksi tidak bersalah.

2. Surat pernyataan perbaikan dan pemulihan disampaikan kepada penerima sanksi, instansi tempat bekerja serta masyarakat umum.

(14)

11

3. Penerbitan surat keputusan dilakukan oleh pengurus PGRI dimana masalah tersebut ditangani kepada pengurus PGRI yang lebih tinggi dan yang dibawahnya kepda DKGI yang bersangkutan.

n. Administrasi

1. Setiap surat pengaduan dan identitas pengadu diperlakukan sebagai surat rahasia, dan untuk dirahasiakan.

2. Pemanggilan terhadap pengadu, teradu, dan sanksi harus dilakukan secara tertulis dan paling banyak 3 kali.

3. Jika salah satu dari mereka ada yang tidak datang tanpa alasan yang sah, maka penanganan masalah tersebut harus dilanjutkan tanpa kehadirannya. 4. Surat pernyataan dibuat dan ditanda tangani di atas material yang cukup

di depan DKGI yang berisi keterangan yang benar.

5. Apabila pihak-pihak tersebut tidak bersedia mendatangani surat pernyataan, maka akan menjadi catatan khusus sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan keputusan.

6. Semua keterangan yang berhubungan dengan sidang DKGI harus terdokumentasikan secara lengkap dan sempurna.

(15)

12 BAB III KESIMPULAN

Dewan Kehormatan Guru Indonesia adalah perangkat kelengkapan organisasi PGRI yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat, pertimbangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika profesi guru. Keorganisasian DKGI merupakan pedoman pelaksanaan yang dijabarkan dari anggaran dasar PGRI bab XVII pasal 30 dan ART PGRI BAB XXVI 20 pasal 92 tentang status, kedudukan, tugas, dan wewenang dalam rangka penegakan disiplin Kode Etik Guru. Untuk menjadi pengurus atau anggota harus memenuhi syarat beriman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa nasionalisme yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, memiliki kepribadian yang dapat diterima dan disegani serta memiliki kredibilitas profesi kependidikan yang cukup tinggi, royalitas yang tinggi terhadap organisasi PGRI, peka terhadap perkembangan permasalahan yang muncul di lingkungan kependidikan maupun kemasyarakatan, menguasai masalah kependidikan, guru, dan tenaga kependidikan, bersih, jujur, adil, sabar, terbuka, dan berwibawa.

(16)

13

DAFTAR PUSTAKA

Sugito. 2012. Pendidikan Sejarah Perjuangan dan Jatidiri PGRI. Jakarta: YPLP/PPLP PGRI Pusat.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk pengetahui akurasi, sensi- tivitas, dan spesifisitas deteksi Mycobacterium tuberculosis dalam sputum penderita TBC paru dengan teknik

Hal tersebut di atas sesuai dengan hasil penelitian dari Helmi Ramlan (2014) bahwa terdapat kontribusi kinerja manajerial kepala sekolah dan kinerja komite sekolah terhadap

PENGARUH KINERJA MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MUTU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Efektivitas Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Students Teams Chievement Divisions (STAD) untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Tata Hidang Siswa Kelas X Jurusan Jasa Boga

[r]

Peserta didik yang hidup di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang mendukung aktivitas belajar anak akan cenderung memiliki prestasi belajar yang baik

Sementara pada kelompok lainnya mengalami kenaikan indeks yaitu berturut-turut: kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau naik sebesar 0,45 persen; kelompok

Pengaruh Persepsi Pembelajaran Matematika terhadap Motivasi Belajar Siswa Dalam Bidang Matematika di Sekolah Sma N 1 Curup Timur T.P 2015/2016 , Jurnal EduTech