• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWAJIBAN YURIDIS MENYESUAIKAN ANGGARAN DASAR YAYASAN YANG MENJALANKAN KEGIATAN PENDIDIKAN BERDASARKAN PP NOMOR 2 TAHUN 2013 MUHAMMAD JELI SONANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEWAJIBAN YURIDIS MENYESUAIKAN ANGGARAN DASAR YAYASAN YANG MENJALANKAN KEGIATAN PENDIDIKAN BERDASARKAN PP NOMOR 2 TAHUN 2013 MUHAMMAD JELI SONANG"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

KEWAJIBAN YURIDIS MENYESUAIKAN ANGGARAN DASAR YAYASAN YANG MENJALANKAN KEGIATAN PENDIDIKAN

BERDASARKAN PP NOMOR 2 TAHUN 2013 MUHAMMAD JELI SONANG

ABSTRACT

Research on the Implementation of Adjustment Articles of Association of Higher Education based on Government Regulation No. 2 of 2013 , aims to determine how the implementation of the adjustment of the Articles of Association of Higher Education Foundation and to know how the legal consequences of Higher Education Foundation His foundation Statutes adjustment in terms of Government Regulation No. 2 of 2013 . Implementation of the Regulation is expected to provide legal certainty to the establishment and legal status of higher education foundations , and also became controversial for the foundation in running their business , so it does not deviate from the intent and purpose of its establishment . Inconnection with the proposed research in terms of the approach used in sociological termsis juridical . Data collection techniques in the field of research is associated with the rulesof law which is equipped with library research . Direct communication with the techniques used in the form of unstructured interview guides ( Unstructured interviews ) . Data analysis was done qualitatively and presented descriptively . Based on the research conducted it could be concluded that , on the theory of legal entities , the foundation said asa legal entity if it has been approved by the Minister . It is also stated in Article 71 of Law Foundation , a foundation that does not make adjustments to the base budget to the limit specified time then can not use the word " foundation " in front of his name .

I. Pendahuluan

Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisir dan dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Dari sejak awal, sebuah yayasan didirikan bukan untuk tujuan komersial atau untuk mencari keuntungan, akan tetapi tujuannya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan kesejahteraan hidup orang lain. Keberadaan yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat, yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, itu diwujudkan di dalam suatu lembaga yang diakui dan diterima keberadaannya.1

Beberapa pakar hukum pun telah memberikan pendapatnya tentang Yayasan, menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Yayasan atau Stichting (Belanda), suatu badan hukum yang melakukan kegiatan dalam bidang sosial.2. Subekti, menyatakan bahwa, Yayasan adalah badan hukum di bawah pimpinan suatu badan pengurus dengan tujuan sosial dan tujuan tertentu yang legal.3 Dari pengertian di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa Yayasan merupakan suatu organisasi yang melakukan kegiatan sosial (amal) yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.

Sebelum tahun 2001 pendirian yayasan di Indonesia dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

1 Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan Di Indonesia, PT. Abadi, Jakarta, 2003, hal. 1.

2 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Kamus Istilah Aneka Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hal. 198.

3 Subekti, Kamus Hukum: Pradya Paramita, Jakarta, 2008, hal. 156.

(2)

yayasan, bahwa yayasan di Indonesia telah berkembang pesat dengan berbagai kegiatan, maksud, dan tujuan, serta menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat, perlu membentuk undang-undang tentang yayasan.

Pada tanggal 6 agustus 2001 disahkan undang–undang nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112 yang mulai berlaku 1 (satu) tahun kemudian terhitung sejak tanggal diundangkan yaitu tanggal 6 agustus 2002, dan penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4132.4

Kemudian dalam kurun waktu 3 tahun setelah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan diundangkan, pada tanggal 6 Oktober 2004 melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 115, disahkan Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Yayasan. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan mulai berlaku pada tanggal 6 Agustus 2002, namun Undang-undang tersebut dalam perkembangannya belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, serta terdapat beberapa substansi yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran, maka perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-undang tersebut, bahwa perubahan tersebut dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan.5

Dalam pelaksanaan Undang-Undang yayasan tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang pelaksanaan dari Undang-undang tentang Yayasan. Dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 menyebutkan bahwa: Yayasan yang belum memberitahukan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) Undang- undang tidak dapat menggunakan kata Yayasan di depan namanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) Undang-undang dan harus melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 Undang-undang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 71 UU Yayasan dan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tersebut, sudah jelas diatur bahwa penyesuaian dan pengajuan permohonan kepada Menteri dapat dilakukan sebelum jangka waktu yang telah ditetapkan : 1. Untuk „Yayasan lama yang telah berstatus badan hukum paling lambat melakukan

penyesuaian anggaran dasar tanggal 6 Oktober 2008 dan memberitahukan kepada Menteri paling lambat tanggal 6 Oktober 2009

2. Untuk „Yayasan lama yang belum berstatus badan hukum‟ paling lambat melakukan penyesuaian dan memohon pengesahan tanggal 6 Oktober 2006.

Dalam jarak lima tahun setelahnya, tepatnya Pada tahun 2013 diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2013 yang mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2013, yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008.

Dalam mendirikan Badan usaha, yayasan harus memperhatikan bunyi Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Yayasan menentukan sebagai berikut : Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha. Kemudian bunyi Pasal 7

(1) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.

4 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

(3)

(2) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.

Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

Pada Pasal 8, Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan konkritnya pada penjelasan Pasal 8, Kegiatan usaha dari badan usaha Yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak asasi manusia, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan

Dalam menjalankan usahanya di bidang pendidikan, yayasan harus mengacu UU No.

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional selanjutnya disebut UU Sisdiknas. Baik itu jalur pendidikan formal maupun informal (Pasal 13 ayat 1 UU sisdiknas). Pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Pasal 14 UU sisdiknas). Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat (Pasal 17 ayat 2 UU sisdiknas).

Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat (Pasal 18 ayat 3 UU sisdiknas). Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. (Pasal 19 ayat 1 UU sisdiknas)6

Dalam sistem pendidikan nasional, peserta didiknya adalah semua warga negara.

Artinya, semua satuan pendidikan yang ada harus memberikan kesempatan menjadi peserta didiknya kepada semua warga negara yang memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan kekhususannya, tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, suku bangsa, dan sebagainya oleh semua satuan pendidikannya. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 31 Undang- undang Dasar Republik Indonesia :

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Dapat disimpulkan bahwa, Hak atas pendidikan merupakan salah satu Hak Asasi Manusia, dan hal tersebut telah tercantum di Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 sebagai jaminan yang diberikan oleh Negara kepada warga Negara

Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2, maka berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, maka tujuan pendidikan nasional ditetapkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam, rangka meencerdaskan kehidupan bangsa, untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kr eatif, mandiri dan menjadi warga negara yang de mokrasi serta bertanggung jawab

Pasal 31 ayat 2 berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Ayat ini secara khusus berbicara tentang pendidikan dasar 9 tahun (tingkat SD dan SLTP), bahwa target yang dikehendaki adalah warga negara yang

6 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(4)

berpendidikan minimal setingkat SLTP. Ada kata "wajib" dalam ayat ini yang berimplikasi terhadap pelaksanaan lebih lanjut program wajib belajar. Di antaranya adalah setiap anak usia pendidikan dasar (6-15 tahun) wajib bersekolah di SD dan SLTP.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013, pemerintah bersama pembuat UU bermaksud membuka kembali kemungkinan yayasan lama yang belum menyesuaikan anggaran dasar nya dengan Perubahan UU Yayasan (Yayasan yang sudah tidak lagi dapat menggunakan kata “Yayasan” didepan namanya) untuk dapat melakukan penyesuaian anggaran dasar dengan persyaratan tertentu. Dengan demikian, yayasan yang tadinya sudah tidak dapat lagi dilakukan penyesuaian anggaran dasar karena telah lewatnya jangka waktu penyesuaian, sekarang kembali dapat melakukan penyesuaian.

Sebuah yayasan yang telah berdiri sebelum diterbitkannya UU Yayasan namun tidak melakukan penyesuaian anggaran dasar sampai batas jangka waktu yang ditentukan oleh UU Yayasan, maka yayasan tersebut tidak lagi berbadan hukum. Kemudian apabila berdiri suatu badan usaha yang didirikan oleh suatu yayasan, dimana yayasan tersebut kehilangan status badan hukumnya karena tidak melakukan penyesuaian anggaran dasar, maka secara otomatis kegiatan usaha yang dilakukan oleh badan usaha tersebut tidak memiliki legalitas. Seperti misalnya badan usaha yang didirikan oleh yayasan yaitu dibidang pendidikan. Apabila suatu yayasan pendidikan yang telah dianggap tidak berbadan hukum lagi karena tidak melakukan penyesuaian anggaran dasar dalam waktu yang telah ditentukan oleh UU Yayasan tersebut tetap melakukan kegiatannya, misalnya kegiatan belajar mengajar dan penerbitan ijasah siswa yang telah lulus tetap dilakukan, maka perlu dipertanyakan legalitas status ijasah yang dikeluarkan oleh yayasan yang dianggap sudah tidak berbadan hukum tersebut. Lalu bagaimanakah pengaruhnya terhadap pihak ketiga, yang dalam hal ini adalah siswa dalam yayasan pendidikan tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, timbul pertanyaan tentang bagaimana penyesuaian anggaran dasar yayasan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013, bagaimana tanggung jawab organ-organ yayasan yang belum menyesuaikan anggaran dasar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013, serta apa kendala yang ditemui Yayasan dalam proses penyesuaian anggaran dasar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka perlu dilakukan penelitian guna mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan notaris khususnya mengenai, Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana penyesuaian anggaran dasar Yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan berdasarkan PP No 2 Tahun 2013, serta akibat yang ditimbulkan bagi yayasan yang belum menyesuaikan?

2. Bagaimana Tanggung Jawab Organ-Organ Yayasan bagi yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan yang belum menyesuaikan anggaran dasar berdasarkan PP No 2 Tahun 2013?

3. Apa saja kendala yang dihadapi Yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan dalam proses penyesuaian anggaran berdasarkan PP No 2 Tahun 2013?

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Bagaimana penyesuaian anggaran dasar Yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan berdasarkan PP No 2 Tahun 2013, serta akibat yang ditimbulkan bagi yayasan yang belum menyesuaikan.

(5)

2. Untuk mengetahui Bagaimana Tanggung Jawab Organ-Organ Yayasan bagi yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan yang belum menyesuaikan anggaran dasar berdasarkan PP No 2 Tahun 2013.

3. Untuk mengetahui Apa saja kendala yang dihadapi Yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan dalam proses penyesuaian anggaran dasar berdasarkan PP No 2 Tahun 2013.

II. Metodologi Penelitian

Metode merupakan suatu cara tertentu yang didalamnya mengandung suatu teknik yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu.7 Penelitian adalah penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu, penelitian tidak lain dari metode yang dilakukan seorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap sesuatu masalah sehingga pemecahan yang tepat terhadap masalah tertentu.8

Sugiyono, menyatakan bahwa “metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu yang bersifat rasional, empiris, sistematis dan valid”9.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya adalah suatu penelitian yang menggambarkan, mendeskripsikan, menelaah, menjelaskan, menganalisis, dan menyimpulkan hukum baik itu dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan,10 tentang Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013.

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan peraturan perundang-undangan, khususnya yang menyangkut Undang-Undang Yayasan dan Undang-Undang Sisdiknas, PP Nomor 63 Tahun 2008, PP Nomor 2 Tahun 2003, dan peraturan lainnya. Jadi, penelitian ini adalah juridis normatif, yaitu penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.11 Dan sekaligus juridis sosiologis yaitu penelitian hukum yang menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan, Meneliti efektivitas suatu Undang-Undang dan Penelitian yang ingin mencari hubungan (korelasi) antara berbagai gejala atau variabel sebagai alat pengumpul datanya terdiri dari studi dokumen, pengamatan (observasi), dan wawancara (interview)

Pengumpulan data diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang didukung juga oleh penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) dilakukan dengan cara, menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. 12

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:

1) Undang-Undang Dasar 1945.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang Undang Yayasan

6) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan.

7Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Usaha nasional, Surabaya, 1997, hal. 11.

8Ibid.

9 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung, CV.Alvabeta, 2008, hal.1.

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 63

11 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal.13.

12 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1995, hal.39.

(6)

7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan 8) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 5

Tahun 2014 Tentang Pengesahan Badan Hukum Yayasan

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah baik itu jurnal hukum, ataupun yang lainnya dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian.

c. Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia, kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum, atau majalah yang

terkait dengan masalah penelitian.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara dua cara yaitu :

1. Studi Dokumen yaitu dengan menghimpun data kemudian melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berkaitan dengan Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013.

2. Wawancara yaitu dengan menghimpun data melalui kegiatan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara (interview guide) untuk mendapatkan data primer dari nara sumber yang telah ditentukan, yaitu :

a. Dinas Pendidikan Kota Medan

b. Notaris di Kota Medan, sebanyak 2 (dua) orang

c. Pengelola Yayasan Pendidikan di Kota Medan, sebanyak 5 (lima) orang

III. Penyesuaian Anggaran Dasar Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan Berdasarkan Pp No 2 Tahun 2013, Serta Akibat Yang Ditimbulkan Bagi Yayasan Yang Belum Menyesuaikan

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 diterbitkan oleh pemerintah dengan tujuan dapat menghidupkan yayasan-yayasan yang telah dianggap „mati‟ dan tidak berbadan hukum oleh ketentuan Undang-undang Yayasan dan Perubahan Undang-undang Yayasan.

Yayasan-yayasan tersebut dapat melakukan penyesuaian anggaran dasar dan memohon pengesahan kepada Menteri Hukum dan Ham agar yayasan tersebut dapat memperoleh status badan hukum atau „hidup‟ kembali. Yayasan dapat meminta kepada Notaris untuk dibuatkan akta perubahan anggaran dasar dan kemudian apabila akta tersebut telah selesai, melalui Notaris yayasan tersebut dapat mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri.

Dengan adanya akta tersebut, yayasan dapat kembali melakukan kegiatan usahanya. Namun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 menambahkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri, yaitu melampirkan berkas-berkas sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 15A Peraturan Pemerintah tersebut. 13

Pasal 15A tersebut menyebutkan mengenai lampiran-lampiran yang harus dilengkapi oleh yayasan yang sudah tidak dapat menggunakan kata „Yayasan‟ didepan namanya atau yayasan yang telah „mati‟ berdasarkan Undang-undang Yayasan, untuk mendapatkan pengesahan akta pendirian yayasan oleh Menteri agar memperoleh status badan hukum.

Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 juga menambahkan Pasal 37A diantara Pasal 37 dan 38 yang menegaskan mengenai syarat agar yayasan yang telah „mati‟

atau tidak berbadan hukum lagi dapat melakukan perubahan anggaran dasar sebagaimana

13 Pasal 15A PP No. 2 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan

(7)

yang tercantum dalam Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008, yang berbunyi:

“Perubahan anggaran dasar yayasan yang diakui sebagai badan hukum menurut ketentuan Pasal 71 Ayat (1) Undang-undang dilakukan oleh organ yayasan sesuai dengan anggaran dasar yayasan yang bersangkutan.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 71 UU Yayasan ada 2 (dua) macam status hukum Yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya UU Yayasan (“Yayasan Lama”), yaitu:

a. Yayasan Lama yang telah berstatus sebagai badan hukum;

b. Yayasan lama yang belum berstatus sebagi badan hukum;

a. Yayasan lama yang berstatus badan hukum

Yayasan lama yang berstatus sebagai badan hukum yaitu yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) UU Yayasan yaitu :

1) telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau

2) telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait;

Yayasan-yayasan yang demikian dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya UU Yayasan wajib menyesuaikan AD-nya dengan UU Yayasan agar tetap diakui statusnya sebagai badan hukum, dan selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (3) UU Yayasan wajib diberitahukan kepada Menkumham paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian tersebut.

b. Yayasan lama yang belum berstatus sebagai badan hukum

Yayasan lama yang belum berstatus badan hukum yaitu yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) UU Yayasan, yaitu yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya UU Yayasan, akan tetapi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) UU Yayasan. Yayasan yang belum berstatus badan hukum ini dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan AD-nya dengan ketentuan UU Yayasan dan mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal UU Yayasan.

Pasal 71 ayat 4 UU Yayasan menentukan: “Yayasan yang tidak memenuhi menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana dimksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan kata “ Yayasan”

di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.”

a. Penyesuaian Aggaran Dasar Yayasan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013

1. Penyesuaian AD Yayasan Lama yang belum berstatus sebagai badan Hukum Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 menambah 1 (satu) Pasal diantara Pasal 15 dan 16 PP 63/1998, yakni Pasal 15 A yang berbunyi:

“Dalam hal permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan kekayaan awal Yayasan berasal dari Yayasan yang sudah tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya, permohonan pengesahan dilampiri:

a. salinan akta pendirian Yayasan yang dalam premise aktanya menyebutkan asal- usul pendirian Yayasan termasuk kekayaan Yayasan yang bersangkutan;

b. laporan kegiatan Yayasan paling sedikit selama 5 (lima) tahun terakhir secara berturut- turut yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh instansi terkait;

c. surat pernyataan Pengurus Yayasan bahwa Yayasan tidak pernah dibubarkan secara sukarela atau berdasarkan putusan pengadilan;

d. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris;

(8)

e. surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat;

f. pernyataan tertulis dari Pengurus Yayasan yang memuat keterangan nilai kekayaan pada saat penyesuaian Anggaran Dasar;

g. surat pernyataan Pengurus mengenai keabsahan kekayaan Yayasan; dan h. bukti penyetoran biaya pengesahan dan pengumuman Yayasan.”14

Berdasarkan ketentuan Pasal 15 A PP maka untuk yayasan lama yang belum berstatus badan hukum penyesuaian dengan UU Yayasan hanya dapat dilakukian apabila :

1. Yayasan tersebut memang menjalankan kegiatan usahanya sesuai AD yayasan yang bersanmgkutan yangdibuktikan dengan laporan kegiatan usaha paling sedikit selama 5 (lima) tahun terakhir secara berturut-turut, yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh instansi terkait;

2. Yayasan yang bersangkutan belum pernah dibubarkan, yang dibuktikan dengan surat pernyataan Pengurus Yayasan bahwa yayasan tidak pernah dibubarkan secara sukarela atau berdasarkan putusan pengadilan.

Penyesuaian AD yayasan lama yang belum berstatus badan hukum dibuat dengan membuat akta pendirian yayasan, dengan menyebutkan asal-usul pendirian yayasan serta kekayaan yang bersangkutan di dalam premise akta pendiriannya.Tentunya kita jangan melupakan bahwa sebelum dibuatnya akta pendirian tersebut kita harus melakukan pengecekan apakah nama yayasan yang bersangkutan masih dapat dipergunakan.

2. Penyesuaian AD Yayasan Lama yang telah berstatus badan hukum.

Perubahan AD yayasan yang telah berstatus badan hukum ditetapkan dalam Pasal 37 PP 63/2008. Untuk perubahan AD Yayasan Lama yang telah berstatus badan hukum namun tidak dapat lagi menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya PP 2/2013 menambahkan 1(satu) pasal diantara Pasal 37 dan 38 PP 63/2008 yaitu Pasal 37 A yang berbunyi: “(1) Dalam hal perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dilakukan untuk Yayasan yang sudah tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya maka Yayasan tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. paling sedikit selama 5 (lima) tahun berturut-turut sebelum penyesuaian Anggaran Dasar masih melakukan kegiatan sesuai Anggaran Dasarnya; dan

b. belum pernah dibubarkan.

(2) Perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengubah seluruh Anggaran Dasar Yayasan dan mencantumkan:

a. seluruh kekayaan Yayasan yang dimiliki pada saat penyesuaian, yang dibuktikan dengan:

1) laporan keuangan yang dibuat dan ditandatangani oleh Pengurus Yayasan tersebut; atau

2) laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik bagi Yayasan yang laporan keuangannya wajib diaudit sesuai dengan ketentuan Undang-Undang;

b. data mengenai nama dari anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas yang diangkat pada saat perubahan dalam rangka penyesuaian Anggaran Dasar tersebut.

(3) Pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang disampaikan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya melalui notaris yang membuat akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan.

14 Pasal 15A PP No. 2 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan

(9)

(1) Pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri:

a. Salinan akta perubahan seluruh Anggaran Dasar yang dilakukan dalam rangka penyesuaian dengan ketentuan Undang-Undang;

b. Tambahan Berita Negara Republik Indonesia yang memuat akta pendirian Yayasan atau bukti pendaftaran akta pendirian di pengadilan negeri dan izin melakukan kedgiatan dari instansi terkait;

c. laporan kegiatan Yayasan selama 5 (lima) tahun berturut-turut sebelum penyesuaian anggaran dasar yang ditandatangani oleh PengurusYayasan dan diketahui oleh instansi terkait;

d. surat pernyataan Pengurus Yayasan bahwa Yayasan tidak pernah dibubarkan secara sukarela atau berdasarkan putusan pengadilan;

e. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris;

f. surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat;

g. neraca yayasan yang ditandatangani oleh semua anggota organ yayasan atau laporan akuntan public mengenai sebelum penyesuaian;

h. Pengumuman surat kabar mengenai ikhtiar laporan tahuan bagi yayasan yang sebagaian kekayaannya berasal dari bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 Undang-undang; dan i. bukti penyetoran biaya pengesahan dan pengumuman Yayasan.”15

Berdasarkan ketentuan Pasal 37 A PP maka untuk yayasan lama yang telah berstatus badan hukum penyesuaian dengan UU Yayasan apabila :

1) Yayasan tersebut memang menjalankan kegiatan usahanya sesuai AD yayasan yang bersanmgkutan yangdibuktikan dengan laporan kegiatan usaha paling sedikit selama 5 (lima) tahun terakhir secara berturut-turut, yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh instansi terkait;

2) Yayasan yang bersangkutan belum pernah dibubarkan, yang dibuktikan dengan surat pernyataan Pengurus Yayasan bahwa yayasan tidak pernah dibubarkan secara sukarela atau berdasarkan putusan pengadilan.

Penyesuaian AD yayasan lama yang belum berstatus badan hukum dibuat dengan membuat akta perubahan anggaran dasar yayasan. yang dibuat dalam rangka penyesuaian dengan UU Yayasan.

b. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Dan Perubahan Data Yayasan

Di tahun 2016, peraturan menteri hukum dan hak asasi manusia republik indonesia nomor 2 tahun 2016 tentang tata cara pengajuan pengesahan badan hukum dan persetujuan perubahan anggaran dasar serta penyampaian pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan perubahan data yayasan. Pada peraturan tersebut, Notaris mempunyai peran dalam proses pelaksanaannya pendaftaran itu, dengan menggunakan Sistem Administrasi Badan Hukum yang selanjutnya disingkat SABH adalah sistem pelayanan administrasi badan hukum secara elektronik dan non elektrik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Pasal 1 angka 2), Notaris bertindak sebagai Pemohon adalah yang diberikan

15 Pasal 37 A PP No. 2 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan

(10)

kuasa untuk mengajukan permohonan pengesahan badan hukum Yayasan melalui SABH (Pasal 1 angka 3). 16

Pada tahap awal pemohon harus menentukan nama yayasan dengan cara mengajukan permohonan pemakaian nama Yayasan kepada Menteri melalui SABH, yang dilakukan dengan mengisi format pengajuan nama Yayasan, yang terdiri dari :

a. nomor pembayaran persetujuan pemakaian nama Yayasan dari bank persepsi;

b. nama Yayasan yang dipesan.17

Kemudian Pemohon wajib membayar terlebih dahulu biaya persetujuan pemakaian nama Yayasan melalui bank persepsi untuk 1 (satu) nama Yayasan yang akan disetujui yang Besarnya biaya persetujuan pemakaian nama Yayasan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Biaya yang telah dibayarkan berlaku untuk jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal dibayarkan 18

Nama Yayasan yang telah disetujui oleh Menteri diberikan persetujuan pemakaian nama secara elektronik. Persetujuan sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat:

a. nomor pemesanan nama;

b. nama Yayasan yang dapat dipakai;

c. tanggal pemesanan;

d. tanggal daluarsa; dan e. kode pembayaran. 19

Kemudian Untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Yayasan, Pemohon harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri.

Permohonan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian yang telah ditandatangani yang dilakukan dengan cara mengisi format pendirian pengesahan badan hukum Yayasan. 20

Dalam proses tersebut Pemohon wajib membayar biaya permohonan pengesahan badan hukum Yayasan sebelum mengisi format pendirian Yayasan yang dibayarkan melalui bank persepsi, besarnya biaya pengesahan badan hukum Yayasan ssesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 21

Pengisian format pendirian pengesahan badan hukum Yayasan juga dilengkapi dengan dokumen pendukung yang disampaikan secara elektronik berupa surat pernyataan secara elektronik dari Pemohon tentang dokumen untuk pendirian Yayasan yang telah lengkap. Dokumen untuk pendirian Yayasan disimpan Notaris, yang meliputi:

a. salinan akta pendirian Yayasan;

b. surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh Lurah/Kepala Desa setempat atau dengan nama lainnya;

c. bukti penyetoran atau keterangan bank atas nama Yayasan atau pernyataan tertulis dari pendiri yang memuat keterangan nilai kekayaan yang dipisahkan sebagai kekayaan awal untuk mendirikan Yayasan;

d. surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan kekayaan awal tersebut; dan

16 Pasal 1 PERMENKUMHAM Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Dan Perubahan Data Yayasan

17 Ibid, Pasal 3

18 Ibid, Pasal 4

19 Ibid, Pasal 5

20 Ibid, Pasal 11

21 Ibid, Pasal 12

(11)

e.bukti penyetoran biaya persetujuan pemakaian nama, pengesahan, dan pengumuman Yayasan. 22

Dalam hal permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan yang kekayaan awalnya berasal dari Yayasan yang sudah tidak dapat menggunakan kata ”Yayasan” didepan namanya, permohonan pengesahan selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus melampirkan:

a. salinan akta pendirian Yayasan yang dalam premise aktanya menyebutkan asal usul pendirian Yayasan termasuk kekayaan Yayasan yang bersangkutan;

b. laporan kegiatan Yayasan paling singkat 5 (lima) tahun terakhir secara berturut-turut yang ditandatangani oleh pengurus Yayasan dan diketahui oleh instansi terkait;

c. surat pernyataan pengurus Yayasan bahwa Yayasan tidak pernah dibubarkan secara sukarela atau berdasarkan putusan pengadilan;

d. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh Notaris;

e. surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh pengurus Yayasan dan diketahui oleh Lurah/Kepala Desa setempat atau dengan nama lainnya;

f. pernyataan tertulis dari pengurus Yayasan yang memuat keterangan nilai kekayaan pada saat penyesuaian anggaran dasar;

g. pernyataan pengurus mengenai keabsahan kekayaan Yayasan; dan h. bukti penyetoran biaya pengesahan dan pengumuman Yayasan. 23

Pemohon wajib mengisi surat pernyataan secara elektronik yang menyatakan format pendirian pengesahan badan hukum Yayasan dan keterangan mengenai dokumen pendukung telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta Pemohon bertanggung jawab penuh terhadap data isian dan keterangan tersebut. 24

Notaris dapat langsung melakukan pencetakan sendiri Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Yayasan, menggunakan kertas berwarna putih ukuran F4/folio dengan berat 80 (delapan puluh) gram dan wajib ditandatangani dan dibubuhi cap jabatan oleh Notaris serta memuat frasa yang menyatakan “Keputusan Menteri ini dicetak dari SABH”. 25

Apabila terjadi Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri yang meliputi :

a. Nama Yayasan ;dam b. Kegiatan Yayasan

dan dimuat atau dinyatakan dalam akta Notaris dalam Bahasa Indonesia, permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar diajukan kepada Menteri, dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan anggaran dasar, apabila dalam jangka waku 60 (enam pulu) hari telah lewat, permohonan perubahan anggaran dasar tidak dapat diajukan kepada menteri. Perubahan anggaran dasar yang diputuskan pembina diluar rapat Pembina harus dinyatakan dalam akta Notaris.26

Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar diajukan oleh pemohon melalui SABH dengan cara mengisi format perubahan dilengkapi keterangan mengenai dokumen

22 Ibid, Pasal 13

23 Ibid

24 Ibid, Pasal 14

25 Ibid, Pasal 15

26 Ibid, Pasal 19

(12)

pendukung, Jika dalam permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar terdapat perubahan nama yayasan, permohonan persetujuan perbahan anggaran dasar diajukan setelah pemakaian nama memperoleh persetujuan Menteri. Ketentuan mengenai tata cara permohonan pengesahan badan hukum Yayasan, berlaku secara mutatis mutandis untuk tata cara permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar yayasan.

Pengisian Format perubahan sebagaimana dimaksud juga harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang disampaikan secara elektronik yaitu berupa pernyataan secara elektronik dari pemohon mengenai dokumen perubahan anggaran dasar yang telah lengkap, selain menyampaikan dukumen, pemohon juga harus menggunggah akta perubahan anggaran dasar yayasan, dokumen perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan oleh notaris yang meliputi:

a. Minuta akta perubahan anggaran dasar;

b. Notulen rapat Pembina atau keputusan Pembina diluar rapat Pembina;

c. Fotokopi nomor pokok wajib pajak dan laporan penerimaan surat pemberitahuan tahunan pajaka Yayasan;

d. Bukti penyetoran biaya persetujuan perubahan anggaran dasar dan pengumumannya;

e. Biaya persetujuan pemakaian nama Yayasan, jika perubahan dilakukan terhadap nama Yayasan: dan

f. Surat pernyataan tidak dalam sengketa dan pailit

Perubahan anggaran dasar Yayasan bagi Yayasan yang sudah tidak menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya cukup diberitahukan oleh pemohon kepadan Menteri yang diajukan oleh pemohon melalui SABH dengan cara mengsi Format Perubahan dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa pernyataan secara elektronik dari pemohon mengenai dokumen perubahan anggaran dasar yang telah lengkap yang disampaikan secara elektronik, pemohon juga harus menggunggah akta perubahan anggaran dasar yayasan. Dokumen perubahan anggaran dasar disimpan Notaris, yang meliputi:

a. Minuta akta perubahan anggaran dasar yayasan;

b. Fotokopi kstyu nomor pokok wajin pajak dan laporan penerimaan surat pemberitahuan tahunan pajak Yayasan;

c. Bukti penyetoran biaya penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan pengumumannya;dab

d. Surat pernyataan tidak dalam sengketa dan pailit.

Perubahan Anggaran Dasar tersebut harus melampirkan;

a. Surat pernyataan dari pengurus

1. Masih melakukan kegiatan sesuai anggaran dasarnya paling sedikit 5 (lima) tahun berturut-turut sebelum menyesuaikan anggaran dasar dan tidak pertnah dibubarkan; dan

2. Tidak dalam sengketa dan pailit

b. Laporan keuangan yang dibuat dan ditandatangani oleh pengurus Yayasan tersebut atau laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan public bagi Yayasan yanga laporan keuangannya wajib diaudit sesuai dengan ketentuan Undang-Undang;

c. Data mengenai nama dari anggota Pembina, pengurus, dan pengawas yang diangkat pada saat perubahan dalam rangka penyesuaian anggara dasar tersebut

d. Minuta akta perubahan seluruh anggaran dasar yang dilakukan dalam rangka penyesuaian dengan ketentuan Undang-Undang;

e. Fotokopi Tambahan Berita Negara Republik Indonesia yang memuat akta pendirian Yayasan atau bukti pendaftaran akta pendirian di pengadilan negeri dan izin melakukan kegiatan dari instansi terkait;

f. Laporan kegiatan Yayasan selama 5 (lima) tahun berturut-turut sebelum penyesuaian anggaran dasar yang ditandatangani oleh pengurus dan diketahui oleh instansi terkait;

(13)

g. Fotokopi nomor pokok wajib pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris;

h. Surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah/kepala desa setempat atau nama lainnya atau pengelola gedung;

i. Neraca Yayasan yang ditandatangani oleh semua anggota Yayasan atau laporan akuntan public mengenai kekayaan Yayasan pada saat penyesuaian;

j. Bukti pengumuman surat kabar mengenai ikhtisar laporan tahunan bagi Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat sebagai mana dimaksud dalam pasal 72 Undang-undang;dan k. Bukti penyetoran biaya pemberitahuan perubahan anggaran dasar Yayasan dan

pengumumannya. 27

Surat penerimaan pemberitahuan dari menteri wajib ditandatangani dan dibubuhi cap jabatan oleh Notaris serta memuat frasa yang menyatakan “Surat penerimaan pemberitahuan ini dicetak dari SABH”

Perubahan data Yayasan cukup diberitahukan oleh Pemohon kepada Menteri dengan mengisi Format Perubahan pada SABH, meliputi:

a. Perubahan Pembina;

b. Perubahan atau pengangkatan kembali pengurus dan/atau pengawas; dan c. Perubahan alamat lengkap.

Pengisian Format Perubahan sebagaimana juga harus dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa pernyataan secara elektronik dari pemohon mengenai dokumen perubahan data Yayasan yang telah lengka, disampaikan secara elektronik. Selain menyampaikan dokumen, Pemohon juga harus mengunggah akta perubahan data Yayasan. Dokumen perubahan data Yayasan disimpan oleh notaris, unutuk;

a. Perubahan Pembina, berupa:

1. Minuta akta tentang perubahan pembina: dan 2. Fotokopi identitas pembina

b. Perubahan atau pengangkatan kembali pengurus dan/atau pengawas, berupa:

1. Minuta akta tentang perubahan atau pengangkatan kembali pengurus dan/atau pengawas;dan

2. Fotokopi identitas pengurus dan/atau pembina c. Perubahan alamat lengkap berupa:

1. Minuta akta tentang perubahan alamat;

2. Surat pernyataan dari pengurus yang diketahui oleh lurah/kepala desa atau dengan nama lain pengelola gedung; dan

3. Fotokopi nomor pokok wajib pajak dan laporan penerimaan surat pemberitahuan tahunan pajak Yayasan

Surat penerimaan pemberitahuan dari Menteri wajib ditandatangani dan dibubuhi cap jabatan oleh Notaris serta memuat frasa yang menyatakan “Surat Penerimaan Pemberitahuan ini dicetak dari SABH” Pengisian Format perubahan amggaran dasar tersebut dapat dilakukan juga secara bersama dengan pengisian format Perubahan Data Yayasan

Dalam hal permohonan pengesahan badan hukum, permohonan perubahan anggaran dasar atau permohohonan perubahan data Yayasan tidak dapat diajukan secara elektronik disebabkan oleh :

a. Notaris yang tempat kedudukannya belum tersedia jaringan internet ; atau

b. SABH tidak berfungsi sebagaimana mestinya berdasarkan pengumuman resmi oleh menteri,

27 Ibid, Pasal 25

(14)

Pemohon dapat mengajukan permohonan secara manual atau secara tertulis dengan melampirkan:

a. Dokumen pendukung; dan/atau

b. Surat keterangan darai kepala kantor telekomunikasi setempat yang menyatakan bahwa tempat kedudukan notaris yang bersangkutan belum terjangkau oleh fasilitas internet

Akibat Hukum Bagi Yayasan Yang Belum Menyesaikan Anggaran Dasarnya

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 tentang Pelaksanaan Undang-undang tentang Yayasan, yayasan-yayasan yang telah berdiri sebelum terbitnya Undang-undang Yayasan dan Perubahannya, yang kemudian yayasan tersebut dianggap „mati‟ atau eksistensinya tidak diakui karena tidak berbadan hukum lagi dan tidak dapat menggunakan kata “yayasan”

didepan namanya karena tidak melakukan syarat yang ditentukan oleh Pasal 71 UU Yayasan, dapat kembali „dihidupkan‟.28

Pasal 37A Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 dengan jelas menyatakan bahwa untuk yayasan yang didepan namanya sudah tidak dapat menggunakan kata “yayasan”

lagi, dapat melakukan perubahan anggaran dasar untuk dapat kembali menggunakan kata yayasan dengan syarat selama 5 (lima) tahun berturut-turut masih menjalankan kegiatan yayasannya sesuai dengan anggaran dasar dan belum pernah dibubarkan. Maka dengan sangat jelas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 menyatakan yayasan yang telah tidak dapat menggunakan kata “yayasan” didepan namanya sesuai dengan perintah Undang- undang Yayasan dan Perubahannya, dapat kembali menggunakan kata “yayasan” dengan syarat-syarat yang diatur dalam PP tersebut.29

Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013, menyatakan Yayasan yang belum memberitahukan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-undang Yayasan tidak dapat menggunakan kata

“yayasan” di depan namanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) Undang-undang Yayasan :

"Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan kata „Yayasan” di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.”

dan tidak lagi melakukan kegiatannya sesuai dengan anggaran dasar selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, harus melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 Undang-undang Yayasan.

Hal ini berarti bahwa :

1. Sepanjang yayasan lama itu:

a. Masih melakukan kegiatan paling sedikit 5 tahun berturut;

b. Belum pernah dibubarkan, maka bisa melakukan penyesuaian Anggaran Dasarnya.

2. PP Nomor 2 Tahun 2013 menganulir batas waktu penyesuaian anggaran dasar yayasan per 6 Oktober 2008 yang diatur oleh UU Yayasan juncto PP Nomor 63/2008.

28 Pasal 71 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

29 Pasal 37A PP No. 2 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan

(15)

Dengan melihat akibat hukum yang ditentukan dalam pasal 71 ayat 4 UU Yayasan berarti suatu Yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya UU Yayasan yaitu Yayasan yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia atau Yayasan yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait tetap sebagai sebuah "Yayasan"

karena UU Yayasan dalam Pasal 71 ayat 4 tetap menyebuttnya sewbagai "Yayasan" dan karenanya tetap sebagai suatu badan hukum sampai adanya putusan pengadilan yang membubarkan Yayasan yang bersangkutan berdasarkan permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan, walaupun dalam kegiatannya tidak boleh menggunakan kata “Yayasan”

di depan namanya.

Sanksi yang diatur dalam Pasal 71 ayat 4 UU Yayasan tersebut lebih merupakan sansksi "administraf". Sedangkan terhadap Yayasan yang belum berstatus badan hukum tentunya kedudukannya tetap sama seperti semula, yang hanya berlaku sebagai perkumpulan biasa.

IV. Tanggung Jawab Organ-Organ Yayasan bagi yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan yang belum menyesuaikan anggaran dasar berdasarkan PP No 2 Tahun 2013

Berlakunya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, berarti telah terjadi reformasi terhadap yayasan terutama yang berhubungan dengan anggaran dasar.

Reformasi yang perlu dilakukan mencakup aspek organ yayasan (pembina, pengurus dan pengawas) serta wewenang masing – masing unsur organ yayasan, pengelolaan kegiatan usaha yayasan menjadi jelas sehingga tidak menjadi tempat persembunyian harta oleh para pendirinya dan pengelolaan kegiatan usaha yayasan haruslah dikelola secara professional.30

Yayasan Perguruan Utama, dikaitkan dengan ketentuan dalam Pasal 17 UU Yayasan disebutkan bahwa, ”Anggaran Dasar dapat diubah kecuali mengenai maksud dan tujuan”.

Dasar ketentuan Pasal 17 UU Yayasan di atas, maka perubahan akta pendirian Yayasan membawa akibat hukum yang dipaparkan berikut ini:

1. Terhadap Kepengurusan Pembina

Pasal 28 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Yayasan, Pembina adalah organ yang

memegang kekuasaan tertinggi dalam Yayasan. Pembina memiliki kewenangan yang oleh undang-undang dan AD tidak diserhkan kepada pengurus atau pengawas. Kewenangan pembina menurut Pasal 28 Ayat (2) UU Yayasan meliputi:

1. Keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;

2. Pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas;

3. Penetapan kebijakan umum Yayasan berasarkan Anggaran Dasar Yayasan;

4. Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan 5. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.31

Sedangkan menurut Anwar Borahima, menyebut ada 7 (tujuh) kewenangan pembina yang dicantumkan dalam UU Yayasan. Kewenangan tersebut adalah:

a. Keputusan mengenai perubahan AD, pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan pengawas;

b. Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan AD Yayasan;

c. Mengesahkan Program Kerja dan Rancangan Anggaran Tahunan Yayasan;

d. Penetapan keputusan mengenai penggabungan dan pembubaran Yayasan;

e. Mengadakan rapat sekurang-krangya sekali dalam satu tahun untuk melaksanakan kewenangannya;

30 YB, Sigit Hutomo, Reformasi Yayasan Perspektif Hukum Dan Manajemen, The Jakarta Consulting Group (Editor) 360” Approach on Foundation, Andi, Yogyakarta, 2002, halaman 144

31 Pasal 28 UU Yayasan Tahun 2004

(16)

f. Mengevaluasi kekayaan, kewajiban, tanggung jawab, dan penghasilan Yayasan tahun lalu sebagai dasar pertimbangan bagi pengesahan Anggaran Belanja tahun yang akan datang;

g. Mensahkan laporan tahunan yang disampaikan oleh pengurus dan pengawas.

Akibat perubahan akta pendirian Yayasan sesuai dengan perubahan dalam Anggaran Dasar Yayasan, dapat membawa konsekuensi terhadap kepengurusan pembina sesuai dengan kewenangan pembina sebagaimana disebutkan di atas.

Mengenai perubahan Akta terhadap Anggaran Dasar Yayasan, dalam Pasal 18 Ayat (1) UU Yayasan disebutkan bahwa, ”Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan rapat Pembina”. Jadi, ditekankan dalam Pasal ini peran Pembina untuk dapat menyesuaikan Anggaran Dasar jika Yayasan tersebut berdiri sebelum adanya UU Yayasan dan melakukan perubahan terhadap Anggaran Dasar yang sudah ada untuk diubah karena hal-hal tertentu. Peran pembina dalam rapat pembina Yayasan minimal harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota pembina untuk melakukan musyawarah mufakat mengenai perubahan akta Yayasan tersebut.32

2. Mengenai Hak-Hak dan Kewenangan Pengurusan

Pengurus merupakan organ eksekutif Yayasan, karena pengurus yang melakukan kepengurusan Yayasan baik di dalam maupun di luar Yayasan. Maka penguruslah yang menjalankan roda Yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan. Mengenai siap yang disebut dengan pengurus. Pengurus sesuai dengan Pasal 31 UU Yayasan:

1. Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan;

2. Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum;

3. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas.33

Pada bagian penjelasan ayat ini, larangan perangkapan jabatan dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih kewenangan, tugas, dan tanggung jawab antara Pembina, pengurus, dan pengawas yang dapat merugikan kepentingan yayasan atau pihak lain.

Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pengangkatan pengurus terdiri dari sekurang-kurangnya harus ada seorang ketua; seorang sekretaris; dan seorang bendahara. Dalam hal pengurus menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh Pembina dinilai merugikan Yayasan, maka berdasarkan keputusan rapat Pembina, Pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir. Maka berakhir pulalah hak-hak pengurus dalam Yayasan tersebut.

Ketentuan mengenai susunan dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.

Dalam hal terdapat penggantian Pengurus Yayasan, Pembina wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri dan kepada instansi terkait, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 33 UU Yayasan. Pemberitahuan itu wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian pengurus Yayasan.34

Dalam hal pengangkatan, pemberhentian dan penggantian pengurus dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan pembatalan diajukan.

32 Ibid, Pasal 18

33 Ibid, Pasal 31

34 Ibid, Pasal 33

(17)

Dalam melaksanakan tugasnya, pengurus Yayasan harus bertanggung jawab penuh, Pasal 35 menyebutkan bahwa pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Sehubungan dengan tanggung jawab penuh pengurus tersebut, harus sesuai dengan Pasal 35 Ayat (2) UU Yayasan yakni menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. Pada bagian penjelasan ayat ini yang dimaksud dengan pelaksana kegiatan adalah pengurus harian yayasan yang melaksanakan kegiatan yayasan sehari-hari. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pelaksana kegiatan Yayasan diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan.35

Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi (tanggung renteng) apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga.

Menurut Pasal 36 UU Yayasan, ada hal-hal tertentu yang tidak menjadi hak pengurus untuk mengurusinya yakni apabila:

a. Terjadi perkara di depan pengadilan antara Yayasan dengan anggota pengurus yang bersangkutan; atau

b. Anggota Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Yayasan.36

Kemudian mengenai kewenangan yang tidak boleh dilakukan pengurus adalah dalam Pasal 37 disebutkan, pengurus tidak berwenang dalam hal:

a. Mengikat Yayasan sebagai penjamin utang;

b. Mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dengan persetujuan Pembina; dan c. Membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain.37

Hal yang memberi pembatasan kewenangan pengurus ditentukan dalam Anggaran Dasar dapat yakni dengan membatasi kewenangan pengurus dalam melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan. Maksudnya adalah jika pengurus melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama yayasan, Anggaran Dasar dapat membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa untuk perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari Pembina dan/atau pengawas, misalnya untuk menjaminkan kekayaan yayasan guna membangun gedung sekolah atau rumah sakit.

Larangan-larangan terhadap pengurus sebagaimana dalam ketentuan Pasal 38 UU Yayasan disebutkan:

1. Pengurus dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan.

2. Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku dalam hal perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.38

Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian sesuai amanah Pasal 39 UU Yayasan dikatakan bahwa kesalahan atau kelalaian pengurus dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap Anggota pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Anggota pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.

Anggota pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, atau Negara berdasarkan putusan

35 Ibid, Pasal 35

36 Ibid, Pasal 36

37 Ibid, Pasal 37

38 Ibid, Pasal 38

(18)

pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengurus Yayasan manapun.39

V. KENDALA YANG DIHADAPI YAYASAN YANG MENJALANKAN KEGIATAN PENDIDIKAN DALAM PROSES PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR BERDASARKAN PP NO 2 TAHUN 2013

a. Yayasan Kurang Paham Esensi Dari Perubahan Anggaran Dasar Berdasarkan PP No. 2 Tahun 2013

Yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan, masih ada yang kurang memahami esensi dari perubahan anggaran dasar, dengan berasumsi bahwa tanpa melakukan perubahan anggaran dasar, sekolah yang merupakan badan usaha yayayasan tersebut, masih bisa berjalan normal.

Dengan melakukan perubahan anggaran sesuai PP Nomor 2 Tahun 2013, maka yayasan mempunyai status badan hukum, dengan cara didaftarkan oleh Notaris ke departemen hukum dan Ham, sehingga yayasan tadi berhak untuk menyandang kata

“yayasan” di depan badan usahanya. Dengan mempunyai status sebagai badan hukum, Yayasan dapat mengambil alih suatu hak dan subjek hukumyang lain dan dapat mengalihkan haknya kepada subjek hukum yang lainnya pula.Dengan demikan di dalam hukum suatu badan hukum mempunyai kepentingansendiri sebagaimana halnya pada diri manusia.

Kepentingan yang dilindungi olehhukum dan dilengkapi dengan suatu aksi jika kepentingan itu terganggu. Untukmempertahankan haknya itu badan hukum akan tampil sendiri di siding Pengadilan atau di hadapan siapapun juga, yaitu melalui organ-organ yang mewakili badan hukum itu.

Pengesahan oleh Pemerintah merupakan pembenaran bahwa anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan tidak dilarang undang-undang serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Disamping itu, pengesahan juga menentukan bahwa sejak tanggal pengesahan diberikan, sejak itu pula badan usaha yang bersangkutan memperoleh status badan hukum dan dengan demikian memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya

Esensi Yayasan sebagai badan hukum, berdasarkan pengaturannya dalam Undang- Undang Yayasan, yaitu :

1. Yayasan pada esensinya adalah kekayaan yang dipisahkan oleh Undang- Undang kemudian diberikan status badan hukum (Pasal 11 ayat (1) ;

2. Kekayaan adalah untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

b. Upaya Sosialisasi PP No. 2 Tahun 2013

Dalam dunia hukum soal info dan tahu akan produk hukum (peraturan perundang- undangan) merupakan hal utama baik dalam kegunaan kajian akademis maupun dalam kegunaan praktek. Sebagai sebuah negara hukum, maka hukum menjadi titik tolak dari semua aktivitas negara dan masyarakat atau acuan bagi yang memerintah dan yang diperintah. Oleh sebab itu maka setiap orang harus tahu hukum (undang-undang), bahkan dalam disetiap kali undang-undang diterbitkan dicantumkan bahwa setiap orang dianggap mengetahuinya. Jadi ketika seseorang melanggar hukum, maka ia tidak dapat mendalilkan bahwa dirinya tidak tahu kalau ada peraturan perundang-undangan yang mengatur suatu perbuatan yang dimintai pertanggungjawaban hukum kepadanya.

Soal bagaimana menjadikan semua orang dalam suatu wilayah negara tahu akan hukum (peraturan perundang-undangan) yang berlaku di negaranya boleh jadi merupakan problem yang dihadapi banyak negara, terutama di negara-negara berkembang dan

39 Ibid, Pasal 39

(19)

terbelakang. Bahkan bagi negara yang belum menjadikan hukum sebagai panglima dalam negaranya, dimana hukum masih di nomor dua-kan, maka kemungkinan masyarakatnya belum melek hukum akan lebih besar jumlahnya. Tetapi persoalannya kemudian adalah bagaimana mengupayakan setiap orang dalam suatu negara tahu dengan hukum yang berlaku di negaranya adalah masalah penting yang sering terabaikan, belum dikelola dengan optimal, sehingga bisa menjadi salah satu penyebab tingginya perbuatan dan tindakan warga negara yang melanggar hukum. Keadaannya akan makin parah, ketika di negara bersangkutan mempunyai peraturan perundang-undangan yang sangat banyak dan banyak jenis dan tingkatannya. Belum lagi, jika terjadi pembuatan peraturan perundang-undangan yang intensitasnya sangat tinggi, baik dalam arti perubahan, pergantian, pencabutan maupun pembuatan undang-undang baru. Hal ini jelas makin membutuhkan perhatian akan perlunya sosialisasi kepada publik (masyarakat) terkait dengan produk-produk hukum bersangkutan.

Dari sekilas nukilan soal setiap orang dianggap tahu dengan hukum dan soal sosialisasi produk peraturan perundang-undangan , semestinya menjadi perhatian khusus bagi negara yang menyatakan dirinya negara hukum. Dalam konteks ini, maka hukum tidaklah semata-mata domain-nya penguasa, tetapi sekaligus bagian penting dari kebutuhan masyarakat. Artinya dalam upaya membangun sebuah negara hukum yang baik di satu pihak, dan membangun kesadaran hukum masyarakat di lain pihak, penggunaan rumusan

“dengan di-undangkannya suatu produk hukum, maka setiap orang dianggap mengetahuinya”, sudah seharusnya dibarengi dengan berbagai upaya lain yang didukung dengan sarana dan prasarana, dan bahkan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, sehingga memudahkan masyarakat mengetahui informasi dari produk hukum terbaru. Dalam konteks ini, sosialisasi hukum dan penyebaran informasi produk hukum baru, tentunya berkembang dalam bentuknya yang lebih luas dan efektif.

Di Indonesia sendiri, sosial sosialisasi dan publikasi akan produk peraturan perundang-undangan itu sudah diatur sedemikian rupa dalam UU No 12 Tahun 2011, masalah sekarang tinggal lagi sejauh mana pemerintah membangun upaya dan kegiatan sosialisasi dan publikasi dari produk-produk hukum itu yang diundangkannya, sehingga rumusan “ setiap orang dianggap mengetahui” setelah sebuah produk hukum diundangkan, munculannya adalah terbentuknya kesadaran hukum masyarakat yang tinggi dan kuat serta sekaligus menguatkan keberadaan negara sebagai negara hukum

Dinas Pendidikan, berdasarkan praktek dilapangan belum pernah mendatangi ataupun sosialisai terhadap pihak yayasan. Baik itu dilakukan dengan melakukan kegiatan resmi, ataupun melalui sosialisai lainnya seperti selebaran dan lainnya. Dinas pendidikan juga dianggap kurang peduli dengan pembelakuan peraturan ini, sehingga izin operasional sekolah melalui Yayasan diperpanjang.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Terbitnya PP 2 Tahun 2013 memberikan solusi pada yayasan yang telah telah kehilangan status badan hukumnya agar melakukan perubahan anggaran dasar guna memperoleh status badan Hukum kembali. Teknis pelaksanaan perubahan anggaran dasar yayasan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016. Akibat dari tidak melakukan penyesuaian badan hukum ini, maka yayasan tidak diperbolehkan meletakkan kata “yayasan” pada awal kata badan usahanya, dan yayasan harus melikuidasi harta kekayaannya.

2. Tanggung jawab untuk melakukan perubahan anggaran dasar dilakukan oleh pengurus, tetapi secara lebih detail diatur dalam akta anggaran dasar yayasan tersebut.

Karena yayasan tersebut belum melakukan perubahan anggaran dasar sesuai PP Nomor 2 Tahun 2013, maka tanggung jawab dikembalikan kepada pengurus yayasan tersebut, walaupun dalam prakteknya tanggung jawab lebih banyak pada pelaksana

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini yaitu sebuah aplikasi pendukung keputusan pemberian bantuan pengurangan uang kuliah tunggal bagi mahasiswa kurang mampu pada Universitas

Teknik kluster merupakan teknik pengelompokan yang sudah di kenal, dimana dalam teknik ini bertujuan untuk mengelompokkan data ke dalam kluster sehingga setiap kluster

Dengan demikian peta kendali p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsidari produk yang cacat

Berdasarkan Gambar 4.20 – – – 4.28 untuk sistem Fouad dan 4.28 untuk sistem Fouad dan Anderson 3 Generator 9 Bus, menunjukkan bahwa metode ini mampu untuk menentukan CUEP

Meskipun Pemilu 2004 diwarnal oleh berbagai kerumltan, tetapi secara umum sistem Pemilu 2004 lebih balk dibandingkan Pemilu sebelumnya. Pemlllh dapat menentukan sendiri pilihannya,

Program ADR Indosat awalnya dilaksanakan pada tahun 1994 untuk memberikan akses likuiditas dari para investor yang tidak dapat menanamkan modalnya secara langsung di pasar

Latihan bebanan adalah merupakan salah satu latihan paling sesuai untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskulara. Aktiviti tekan tubi dalam latihan untuk meningkatkan daya tahan

Hadirnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesejateraan pekerja sektor informal khususnya