• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT MACET SEBAGAI SOLUSI PERJANJIAN KREDIT DALAM SITUASI COVID 19 S K R I P S I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT MACET SEBAGAI SOLUSI PERJANJIAN KREDIT DALAM SITUASI COVID 19 S K R I P S I"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

ZELVIRA NATASYA NURRAHMA NIM: 170200199

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Macet Sebagai Solusi Perjanjian Kredit Dalam Situasi Covid 19 ”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini membahas tentang proses dan syarat pemberian restrukturisasi kredit, akibat hukum pada para pihak dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit dan hambatan yang dirasakan oleh pihak bank dalam melaksanakan restrukturisasi kredit.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan ilmu pengetahuan, bimbingan, bantuan, dukungan secara moril maupun materil serta dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus merupakan Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktuknya, telah sabar, banyak menuntun dan mengarahkan penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

(5)

4. Dr. Jelly Leviza SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring.S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Kperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum selaku dosen Pmbimbing Akademik penulis.

8. Ibu Zulfi Chairi, S.H., M.Hum yang merupakan Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktuknya, telah sabar, banyak menuntun dan mengarahkan penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

9. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan membantu selama masa perkuliahan.

Teristimewa Kepada kedua orang tua dan keluarga yang senantiasa mendoakan dan memberi dukungan selama ini, Papa Sjahrul Djanan dan mama Fitri Yulinda Roza Tersayang yang selalu mendoakan dengan tak henti dan memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepada Reza Prayoga, yang memberikan semangat, dan meluangkan waktunya untuk menemani penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

11. Kepada sahabat-sahabat kampus, Zia ,Dhea, tiara, Angel, dll.

(6)

12. Kepada semua pihak yang nama-namanya tidak dapat penulis satu persatu yang telah membantu dan mendukung penulis baik itu secara moril sehingga skripsi dapat terselesaikan ini dengan baik.

Demikianlah dengan skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karenanya, penulis dengan kerendahan hati mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan menuju yang lebih baik dan bermanfaat bagi kita semua, terutama para mahasiswa/i dan kalangan praktisi dibidang hukum.

Medan, 19 Februari 2021

Zelvira Natasya Nurrahma NIM. 170200199

(7)

ABSTRAK

Zelvira Natasya Nurrahma * Puspa Melati **

Zulfi Chairi ***

Adanya wabah Covid-19 sangat berdampak dalam perekonomian Indonesia, bukan hanya dalam sektor kesehatan akan tetapi sektor ekonomi juga turut terdampak. Namun pemerintah terus berupaya agar perekonomian di Indonesia tetap terjaga. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah menerapkan kebijakan restrukturisasi bagi nasabah bank atau pembiayaan terdampak. Upaya restrukturisasi itu guna menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan memberikan ruang gerak bagi masyarakat untuk bertahan di masa pandemi saat ini. Hal tersebut merupakan hasil dari adanya kebijakan restrukturisasi kredit yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020. Berdasarkan pemaparan diatas, bahwa terdapat beberapa masalah yang layak dikaji sebagai objek penelitian sehingga penulis tertarik untuk mengangkat dengan judul Analisiis Yuridis Terhadap Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Macet Sebagai Solusi Perjanjian Kredit Dalam Situasi Covid 19 .

Adapun metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode Normatif Empiris, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan menggabungkan antara penelitian hukum normatif (penelitian perpustakaan) dengan penelitian hukum empiris yang berdasarkan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan penyampaian pertanyaan terhadap permasalahan restrukturisasi kredit.

Sesuai dengan pengertian kredit menurut Undang-Undang Nomor 10/1998, persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam merupakan dasar dalam pemberian kredit, sehingga dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah aspek perjanjian kredit, agar tidak menimbulkan akibat hukum yang merugikan salah satu pihak. Restrukturisasi kredit dapat dilakukan dengan beberapa pola termasuk: perpanjangan periode kredit, pengurangan suku bunga pinjaman, pengurangan suku bunga kredit, pengurangan bunga tunggakan kredit, denda keterlambatan dan biaya, dan penjadwalan pembayaran tunggakan bunga, bunga saat ini, dan denda keterlambatan.

Restrukturisasi kredit pun hanya dapat dilakukan kepada debitur yang mengalami kredit bermasalah dengan kriteria tertentu dan tentunya yang beritikad baik.

Kata kunci : Covid-19, Perjanjian kredit, Restrukturisasi kredit.

* Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(8)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adanya wabah Corona virus Disease di Indonesia membawa dampak bukan hanya di sektor kesehatan akan tetapi sektor ekonomi juga turut terdampak.

Lumpuhnya kegiatan ekonomi akibat adanya physical distancing guna menekan penyebaran virus, yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat salah satunya yang terdampak adalah kegiatan bisnis perbankan terutama dalam menjaga kolekbilitas kreditnya. Pelaksanaan pembangunan yang ditunjang dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan kondisi pasar yang stabil adalah merupakan kondisi ideal yang diharapkan semua pihak, tetapi terkadang tidak selalu demikian apalagi pada masa pandemi seperti sekarang ini. Menurunnya nilai tukar mata uang, terus meningkatnya suku bunga pinjaman dengan disertai menurunnya daya beli masyarakat (inflasi) sangat mempengaruhi roda perekonomian secara umum.

Kondisi seperti ini akan berimbas pada menurunnya kemampuan membayar para debitur dari suatu Bank. Ketidak mampuan atau menurunya kemampuan dari debitur untuk membayar angsuran kreditnya adalah merupakan gejala awal dari timbulnya suatu kredit bermasalah dalam dunia perbankan.

Namun demikian dimungkinkan juga kredit bermasalah timbul karena faktor- faktor lain diluar inflasi tersebut.

Terhadap kredit-kredit bermasalah yang timbul tersebut diperlukan penanganan dengan segera oleh pihak bank agar tidak berkelanjutan menjadi kredit macet (Non Performing Loan) yang jika persentasenya terus meningkat akan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan suatu bank. Oleh karena itu pihak

(9)

bank wajib menerapkan serta melaksanakan prinsip kehati-hatian yang terkait dengan pemberian kredit. Bank merupakan sebuah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya berupa menghimpun dana masyarakat kemudian menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit.1

Dalam UU Perbankan No 10 Tahun 1998 lebih ditegaskan lagi bahwa kegiatan perbankan berupa menghimpun dana dan penyaluran dana kembali ke masyarakat dengan tujuan taraf hidup masyarakat menjadi meningkat. 2Arti kata kredit dari segi Bahasa mempunyai arti kepercayaan, yang mengandung makna bahwa kreditur mempunyai kepercayaan kepada debitur untuk memberikan kredit dan akan dikembalikan sesuai waktu yang telah disepakati.3

Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sumber dana perbankan yang dipinjamkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit tersebut bukanlah dana milik bank sendiri karena modal perbankan juga sangat terbatas, tetapi merupakan dana masyarakat yang disimpan pada bank tersebut, sehingga bank berusaha dan berlomba - lomba menarik dan mengumpulkan dana masyarakat agar bersedia menyimpan dananya dalam bank dalam waktu yang lama. Dana masyarakat yang terkumpul dalam jumlah yang besar dan dalam jangka waktu yang lama merupakan sumber utama bagi bank dalam menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Bank merupakan lembaga keuangan yang bertugas memberikan jasa pelayanan keuangan dengan tujuan meningkatan taraf hidup rakyat.4

1 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT Raja Grafindo ,Jakarta, 2007, hlm.

23

2 Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang perbankan

3 H. Hadiwidjaja, Rivai Wirasasmita, Analisa Kredit, CV Pioner Jaya, 2000,hlm 4

4 T je‟Aman, E.P,Kredit Perbankan: Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty,Yogyakarta:,1998, hlm. 7

(10)

Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap Negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan- badan usaha swasta, badan-badan usaha milik Negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.

Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan. Bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.5

Sektor perbankan juga memiliki peran yang sangat vital, antara lain sebagai pengatur perekonomian nasional. Lancarnya aliran uang sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan perekonomian. Dengan demikian, kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat penting menjadi sasaran akhir dari kebijakan moneter. Di samping itu, perbankan merupakan alat yang sangat vital dalam menyelenggarakan transaksi pembayaran baik nasional maupun internasional.

Mengingat pentingnya fungsi ini, maka upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menjadi bagian yang sangat penting dilakukan.

Dalam rangka mendukung ekonomi dan masyarakat yang dapat meningkat kesejahtearaannya maka Bank menyediakan kredit. Kredit yang disediakan oleh bank menggunakan prinsip kehati-hatian dan prinsip kerpercayaan sehingga bank yakin bahwa nasabah yang diberikan kredit mampu mengembalikan kredit dan mengangsur secara tepat waktu.

Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh pihak Bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit memiliki fungsi yang sangat penting dalam pemberian,

5 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 7

(11)

pengelolaan, dan penata laksanaan kredit tersebut.6 Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang penyaluran kredit, dihadapkan pada permasalahan resiko yaitu resiko pengembalian kredit sehubungan dengan adanya jangka waktu antara pencairan kredit dengan pembayaran kembali. Ini berarti bahwa semakin panjang waktu kredit semakin tinggi pula resiko kredit tersebut. Untuk mengurangi resiko tersebut jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh bank.

Tingkat kesehatan bank sangat dipengaruhi oleh nilai kredit macet sebuah bank. Kondisi dimana bank mengalami permasalahan dalam pelaksanaan kredit yaitu penyaluran kredit terdapat kendala ketidakmampuan debitur untuk membayar sesuai jangka waktu meliputi; pinjaman pokok dan bunga menyebabkan kredit dapat digolongkan menjadi Non Perfoming Loan (selanjutnya disingkat menjadi NPL) atau kredit bermasalah.7 Kredit bermasalah akan membawa bank menghadapi resiko kredit akibat ketidakmampuan debitur dalama membayar kredit. Kegiatan kredit tidak mungkin lepas dari permasalahan kredit bermasalah, sehingga bank harus menekan agar jumlah kredit bermasalah tidak melebihi dari aturan OJK.

Dalam rangka menjaga NPL sebuah bank tetap rendah, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Dampak Covid-19 yang selanjutnya dalam tulisan ini akan disebut POJK. POJK merupakan strategi pemulihan ekonomi yang terdampak

6 Hermansyah. Op.Cit. hlm 72

7 Rakhmad Susatyo, Aspek Hukum Kredit Bermasalah di PT Bank International Indonesia Cabang Surabaya, Jurnal Ilmu Hukum DIH, Februari 2011, Vol 7 No 13, hlm. 12

(12)

wabah Covid-198. Perbankan menjadi sektor terdampak dari wabah Covid-19 yang harus segera menyesuaikan diri untuk menghindari ketidakstabilan lebih lanjut.9

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.10

Muchdarsjah Sinungan memberikan menyebutkan bahwa kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga.11

Pemberian kredit memberikan banyak peluang untuk terciptanya lapangan kerja, karena kredit telah memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengembangkan suatu usaha. Dengan demikian, tingkat pengangguran diharapkan akan berkurang. Melalui penyaluran dana kepada masyarakat, tujuan utama negara yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat mulai dapat tercapai dengan hadirnya banyak lapangan kerja baru tersebut. Keseluruhan aktivitas ini dilakukan sebagai upaya membantu percepatan pemerataan pertumbuhan ekonomi hingga dapat mencapai ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

Fasilitas kredit dapat memberikan keuntungan, namun perkembangan ekonomi dipengaruhi oleh kondisi global yang penuh dengan ketidakpastian.

8 POJK No 11 tahun 2020 tentang stimulus dampak covid 19

9 Deasy Dwihandayani, “Analisis Kinerja Non Performing Loan (NPL) Perbankan di Indonesia dan FaktorFaktor yang mempengaruhi NPL”, Jurnal Ekonomi Bisnis Vol.22, Universitas Gunadarma, 2017, hlm. 266

10 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

11 Muchdarsah Sinungan, Dasar-Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Bina Aksara, Jakarta, 2003. hlm. 3

(13)

Sesuatu yang diharapkan dapat berjalan dengan lancar, dapat terhambat oleh karena kondisi tertentu. Pada awal tahun 2020, dunia sedang dilanda oleh wabah Coronavirus Disease 2019 (selanjutnya disebut dengan Covid-19) yang

penyebarannya menjadi tidak terkendali. Tak luput dari itu, sejak awal Maret 2020 pandemi Covid-19 telah memasuki wilayah Indonesia.12

Hingga akhirnya, Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional, pada poin nomor 1 (satu) Keputusan tersebut menyimpulkan bahwa Covid-19 yang termasuk dalam bencana non alam merupakan bencana nasional.13 Pandemi Covid-19 memberikan dampak besar pada seluruh sektor kehidupan masyarakat. Selain dampaknya di bidang kesehatan, sektor ekonomi merupakan salah satu yang paling besar merasakan dampak dari pandemi ini.

Sebagai upaya untuk menahan laju penyebaran Covid-19, pemerintah menciptakan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Selama kebijakan tersebut berlangsung hampir seluruh aktivitas masyarakat berhenti dan akibatnya berdampak besar pada kinerja ekonomi.

Khusus mengenai pemberian kredit untuk membantu nasabah dalam mengembangkan usaha dalam prakteknya banyak mengalami persoalan, salah satu persoalan yang sering dihadapi oleh perbankan adalah kredit macet. Untuk menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut:

12 Dhevi Nayasari Sastradinata, Analisis Hukum Relaksasi Kreadit Saat Pandemi Corona Dengan Kelonggaran Kredit Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020, Jurnal Sains Sosio Humaniora, 2020, Vol 4 No 2, hlm 614

13 Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019

(14)

1. Rescheduling (Penjadwalan Ulang) Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang menunjukkan itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau melunasi kredit (willingness to pay). Di samping itu, usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas.

2. Reconditioning (Persyaratan Ulang) Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana atau injeksi dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi „equity’ perusahaan.

Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan „cooperative‟ yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang.

3. Restructuring (Penataan Ulang) Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut Penambahan dana bank, atau Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan atau Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner yang lain untuk menambah penyertaan

(15)

4. Liquidation (Likuidasi) Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut bank sudah tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan. Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses penjualan barang jaminan dan aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan eksekusi atau pelelangan.14

Dalam rangka meningkatkan credit maximum recovery serta menyelamatkan kredit macet dari para debitur yang mengalami kesulitan dalam pengembalian kreditnya yang antara lain disebabkan oleh kondisi politik dan ekonomi yang serba tidak menentu secara financial sangat berpengaruh dan mengganggu cash flow atau arus kas debitur serta guna menggerakkan perputaran roda bisinisnya. Upaya riil pada tahap awal yang ditempuh oleh pihak bank untuk mengatasi permasalahn tersebut adalah dengan melakukan restrukturisasi atas fasilitas kredit debitur. Restrukturisasi diharapkan dapat membantu debitur dengan segala kelebihan dan keterbatasannya, untuk dapat segera kembali menggunakan dana yang diberikan oleh bank sebagai modal kerja dan sarana utama untuk menghidupkan kembali usahanya.

Keterpurukan dunia usaha dari para debitur bank sudah pada tingkat yang memprihatinkan. Banyak faktor yang mengakibatkan debitur mempunyai resiko

14 Ibid

(16)

gagal bayar, fluktuatif dan melemahnya nilai rupiah terhadap dollar secara signifikan juga sangat berpengaruh bagi pada debitur yang mempunyai fasilitas kredit dengan mata uang dollar. Hal lain pula yang tak pelak dapat dihindari adalah semakin meningkatnya biaya produksi baik secara operasional, mahalnya bahan baku dan bahan bakar maupun tingginya pengeluaran untuk pembayaran ongkos tenaga kerja masih harus ditanggung pengusaha sebagai pelaku usaha dan pelaku bisnis yang kesemuanya tidak dibarengi dengan meningkatnya daya beli masyarakat. Hal menarik yang harus diperhatikan adalah manakala prospek usaha debitur masih feasiable dan menjanjikan, serta debitur tersebut bersikap transparan dan kooperatif, seyogyanya atas fasilitas kredit debitur tersebut ditempuh upaya penyelamatan kredit baik berupa restrukturing, recondicioning, rescheduling atau tindakan penyelamatan kredit lainnya.

Tidak semua kredit debitur yang bermasalah harus selalu diselamatkan, atas kredit debitur yang sudah tidak dapat lagi untuk diselamatkan maka upaya akhir sebagai “the last action” yang harus segera dilaksanakan atau ditempuh oleh bank adalah dengan melakukan upaya penyelesaian kredit, baik melalui penyelesaian informal melalui “the informal work out (TIWO)” berupa upaya negosiasi ataupun dengan melalui “collecting agency” dalam hal ini menggunakan jasa debt collector . Upaya penyelesaian kredit yang sifatnya formal dapat ditempuh dengan melakukan penagihan melalui upaya litigasi yaitu dengan mengajukan gugatan wanprestasi kepada debitur dan atau penjamin untuk membayar hutang ataupun dengan mengajukan permohonan eksekusi grosse akta atas agunan kredit milik debitur dan atau penjamin guna melunasi hutang dan kewajiban debitur kepada bank. The last action yang ditempuh oleh bank tidak

(17)

selalu berjalan dengan mulus, karenanya diperlukan adanya suatu pemikiran yang matang dan cermat agar upaya tempuh penyelesaian kredit tersebut dapat berjalan lancar dengan tingkat pengembalian kredit yang maksimal.15

Berdasarkan hal di atas, penulis melihat adanya topik menarik terutama dalam masa covid 19 mengenai restrukturisasi kredit tersebut sehingga, tertarik untuk memahami lebih lanjut mengenai: “Analisiis Yuridis Terhadap Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Macet Sebagai Solusi Perjanjian Kredit Dalam Situasi Covid 19”

B. Rumusan Masalah

Untuk mencapai hasil yang diharapkan dan lebih terarahnya penulisan skripsi ini, maka penulis membuat pembatasan mengenai masalah yang akan dibahas dan difokuskan. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pengajuan Restrukturisasi Kredit Dalam Situasi Covid 19 ?

2. Bagaimana akibat hukum terlaksananya Restrukturisasi Kredit dalam Perjanjian kredit ?

3. Apa yang menjadi hambatan Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit dalam situasi covid 19 ?

15 Muchdarsah Sinungan, Dasar-Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Bina Aksara, Jakarta, 2003, hlm. 21

(18)

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah untuk lebih memahami dan mengerti lebih dalam lagi mengenai bagaimana pelaksanaan restrukturisasi kredit di dalam perjanjian kredit khususnya pada kredit macet atau kredit yang bermasalah.

2. Tujuan khusus

Dalam menulis dan menentukan pokok permasalahan penulis mempunyai beberapa tujuan, sebagai berikut :

a. Mengetahui bagaimana proses pengajuan Restrukturisasi kredit . b. Mengrtahui akibat hukum terlaksananya Restrukturisasi Kredit

dalam perjanjian kredit dalam situasi Covid 19.

c. Mengetahui apa saja hambatan pelaksanaan Restrukturisasi Kredt dalam situasi Covid 19.

3. Manfaat

a. Secara teoritis penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca untuk lebih memberikan pemahaman lebih lanjut lagi mengenai Restrukturisasi kredit yang khususnya banyak terjadi dalam masa pandemi Covid 19 seperti saat ini dan juga memberi pengetahuan mengenai ilmu hukum secara umum maupun ilmu hukum dalam bidang perdata yaitu dalam hal ini perjanjian kredit.

b. Secara praktis penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang upaya yang dapat dilakukan

(19)

untuk mengatasi kredit macet, sehingga pandangan pembaca yang selama ini hanya terpusat pada penyitaan aset oleh pihak perbankan, sebagai akibat persoalan kredit menjadi berkurang dan selanjutnya masyarakat dapat menempuh upaya-upaya lainnya termasuk upaya restrukturisasi kredit khususnya dalam masa Covid 19.

D. Metode Penelitian 1. Tipe/Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif empiris.

a. Penelitian hukum normatif berdasarkan asas-asas dan teori-teori dalam hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Dengan di dukung bahan hukum primer dan sekunder, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata, UU Perbankan No 10 Tahun 1998, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Dampak Covid-19 dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019, selain itu dipergunakan juga bahan hukum sekunder berupa tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini seperti buku-buku maupun jurnal atau artikel ilimiah.

b. Penelitian hukum empiris yaitu yang menggunakan pengumpulan data secara empiris di Bank CIMB Niaga Kantor Cabang Medan.

mengenai produk hukum yang ingin di bahas. Sehubungan dengan itu, maka penelitian hukum merupakan suatu proses yang ditempuh untuk

(20)

menemukan guna dapat menjawab isu-isu hukum yang ada. Penelitian ini menganalisis norma-norma atau aturan-aturan yang mengatur berhubungan dengan restrukturisasi kredit bermasalah.

2. Objek penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah pelaksanaan Restrukturisasi Kredit pada masa Pandemi COVID-19 di Indonesia dan bagaimana proses pelaksanaanya pada masa pandemi COVID-19 di Indonesia.

3. Pendekatan penelitian

Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah penedekatan perundang- undangan yang dalam penulisan ini adalah pendekatan fakta. Dalam hal yang pertama, bertujuan untuk mengetahui aturan yang berkaitan dengan restruskturisasi terhadap kredit diperbankan. Sedangkan pendekatan fakta ini digunakan untuk mengetahui upaya restrukturisasi terhadap kredit bermasalah pada Bank umum pada umumnya, dan pendekatan yuridis empiris dengan melakukan penelitian ke lapangan melalui dilaksankannya wawancara sebagai penguat fakta beberapa persoalan dalam skripsi .

4. Jenis Data

Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data primer dan sekunder. Data primer yang berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber yaitu Bapak Andy Siahaan selaku kepala bagian perkreditan Bank CIMB Niaga Cabang Medan dan data sekunder mencakup buku- buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu:

(21)

a. Bahan hukum primer:

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini di antaranya Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang hukum perbankan dan pengkreditan, antara lain Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang- Undang nomor 23 tahun 1999 jo. Undang-Undang nomor 3 tahun 2004 tentang Bank. dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Dampak Covid-19, Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019

b. Bahan hukum sekunder:

Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti dokumen-dokumen yang merupakan informasi dan artikel-artikel yang berkaitan dengan keadaan restrukturisasi kredit pada masa COVID-19, hasil penelitian, pendapat para pakar hukum serta beberapa sumber dari buku, jurnal dan intenet berkaitan dengan penelitian ini.

E. Tinjauan Pustaka

Untuk mengantarkan kepada pemahaman yang benar maka terlebih dahulu akan diuraikan dalam tinjauan kepustakaan yang akan mengantarkan kepada pengertian umum atau gambaran tentang isi skripsi ini.

(22)

1. Covid 19 (Corona virus Disease 2019)

Corona virus Disease 2019 atau disebut Covid-19 adalah penyakit

menular yang menyebabkan penyakit paru-paru serius. Kasus Covid-19 ditemukan pertama kali di Tiongkok pada November 2019. Covid-19 diketahui sebagai penyakit menular yang disebabkan oleh virus baru dengan tingkat persebaran sangat cepat. Seperti dilaporkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), total kasus Covid-19 yang terkonfirmasi di seluruh dunia adalah sebanyak 3.116.398 kasus dengan kematian 217.153 jiwa (29 April 2020).

Indonesia adalah negara dengan jumlah kematian terbesar akibat Covid-19 di antara negara-negara ASEAN lainnya, diikuti oleh Filipina dan Malaysia di posisi kedua.

Covid-19 memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan ekonomi dunia. Pandemi Covid-19 adalah tantangan bagi dunia bisnis, termasuk industri jasa keuangan perbankan. Berdasarkan data statistik perbankan pada Januari 2020, jumlah jaringan kantor Bank Umum adalah 1.000an lebih cabang yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia yang didominasi oleh Pulau Jawa.

Sejalan dengan wilayah terbanyak ditemukan Covid-19 yaitu di pulau Jawa (Statistik Perbankan Syariah, Januari 2020)16. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar Kantor Bank berada di zona merah.

Bank dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi atau perantara keuangan yang mempertemukan antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana dituntut untuk dapat berinteraksi

16 Statistik Perbankan Syariah, https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan- statistik/statistik-perbankan-syariah/Pages/Statistik-Perbankan-Syariah---Januari-2020.aspx, ( diakses tanggal 16 februari 2020,16.35)

(23)

dengan orang banyak. Namun disisi lain, ancaman terhadap paparan virus Covid- 19 menjadi tantangan bagi lembaga perbankan. Berbagai kebijakanpun dikeluarkan perbankan untuk tetap dapat bertahan ditengah pandemi Covid-19.

Selain itu Seiring penanganan krisis kesehatan yang berdampak kepada kondisi perekonomian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah bahu membahu dengan Pemerintah, BI, dan LPS untuk menjaga kestabilan sistem keuangan.

Sesuai dengan kewenangannya, OJK melanjutkan langkah-langkah yang bersifat extraordinary namun tetap memperhatikan dan menjaga aspek kehati-hatian

secara terukur.17

Berkaitan mengenai dampak yang terjadi pada perekonomian akibat pandemi ini, tidak dapat kita lupakan mengenai kredit bermasalah, mengeni Kredit yang bermasalah ini yang berarti merupakan suatu resiko yang dikandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Resiko itu berupa suatu keadaan dimana debitur tidak dapat memenuhi kewajibanya kepada bank tepat pada waktunya.

Kredit bermasalah akan berpengaruh pada penghasilan yang akan diterima bank, yang lebih lanjut akan berdampak pada kelangsungan hidup bank.18

2. Kredit

Menurut bahasa, kredit berasal dari Bahasa Italia “credere” artinya kepercayaan, penyaluran dana tersebut didasarkan pada kepercayaan yang diberikan kreditur kepada debitur bahwa debitur akan mengembalikan pinjaman

17 Mardhiyaturrositaningsih &M.Syarqim M,“Dampak pandemi covid 19 terhadap industri perbankan syariah”. Jurnal ekonomi dan manajemen. POINT Vol. 2, No. 1, Juni 2020, hlm 1-.3.

18 Trisadini Prasastinah Usanti dan Nurwahjuni, Model Penyelesaian Kredit Bermasalah, Revka Pertra Media, Surabaya, 2014, hlm. 100

(24)

beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.19 Dalam hal tersebut, penerima kredit mendapat kepercayaan dari pihak yang memberi pinjaman, sehingga pihak peminjam berkewajiban untuk mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Pemberian kredit merupakan suatu bentuk usaha yang dilakukan oleh bank untuk mengolah modal yang dimiliki dan simpanan nasabah untuk memberikan pinjaman kepada nasabah lain dengan mengambil keuntungan pembayaran berupa bunga dari debitur atas pemberian kredit.20

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa kredit merupakan penyaluran dana berupa pinjaman yang diberikan kepada peminjam dengan prinsip kepercayaan yang kemudian peminjam berkewajiban mengembalikan pinjamannya beserta bunganya kepada pemberi pinjaman sesuai waktu, jumlah maupun hal lain yang sudah disepakati bersama. Kredit dapat terjadi apabila memenuhi beberapa unsur kredit berikut:

a. Kreditur, merupakan pihak yang memberikan kredit (pinjaman) kepada pihak lain yang mendapat pinjaman. Pihak tersebut bisa perorangan atau badan usaha. Bank yang memberikan kredit kepada piak peminjam merupakan kreditor.

b. Debitur, merupakan pihak yang membutuhkan dana, atau pihak yang mendapat pinjaman dari pihak lain.

c. Kepercayaan (Trust), kreditur memberikan kepercayaan kepada pihak yang menerima pinjaman (debitur) bahwa debitur akan memenuhi

19 Malayu S.P Hasibun, Dasar-Dasar Perbankan, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2004), hlm 87

20 I Wayan Suartama, Ni Luh Gede Erni Sulindawari, dan Nyoman Trisna Herawati,

“Analisis Penerapan Retsrukkturisasi Kredit Dalam Upaya Penyelamatan Non Performing Loan (NPL) Pada PT BPR Nusamba Tenggalang,” Jurnal S1 AK 8, no. 2 (2017): hlm 2.

(25)

kewajiban untuk membayar pinjamannya sesuai dengan jangka waktu tertentu yang diperjanjikan.

d. Perjanjian, merupakan suatu kontrak perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan antara bank (kreditur) dengan peminjam (debitur).

e. Risiko, setiap dana yang disalurkan ileh bank selalu mengandung adanya risiko tidak kembalinya dana. Risiko adalah kemungkinan kerugian yang akan timbul atas penyaluran kredit bank.

f. Jangka Waktu, merupakan lamanya waktu yang diperlukan oleh debitur untuk membayar pinjamannya kepada kreditur.

g. Balas Jasa, sebagai imbalan atas dana yang disalurkan oleh kreditur, maka debitur akan membayar sejumlah uang tertentu sesuai dengan perjanjian. Dalam perbankan konvensional, imbalan tersebut berupa bunga, sementara di dalam bank syariah terdapar beberapa macam imbalan, tergantung pada akadnya.21

Dapat dipahami bahwa kegiatan kredit tidak akan terjadi jika tidak memiliki unsur-unsur tersebut, karena pengertian kredit itu sendiri mengandung unsur-unsur tersebut, seperti halnya kreditur harus memiliki kepercayaan kepada debitur untuk memberikan modal dengan perjanjian kredit yang berkaitan dengan jangka waktu, balas jasa berupa bunga dan lainnya.

3. Jenis-Jenis Kredit

Menurut Mohamad Djumhana, mengatakan bahwa kredit terdiri dari beberapa jenis bila dilihat dari berbagai pandangan.22 Dalam hal ini macam atau jenis kredit yang ada juga tidak bisa dipisahkan dari kebijaksanaan perkreditan

21 Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi, Kencana, Jakarta, 2011, hlm 94.

22 H. Budi Untung, Kredit Perbankan Indonesia, andi, Yogyakarta, 2000, hlm 112

(26)

yang digariskan sesuai tujuan pembangunan. Jenis Kredit dapat dibedakan menurut beberapa kriteria, yaitu: dari kriteria lembaga pemberi-penerima kredit, jangka waktu serta penggunaan kredit,kelengkapan dokumen perdagangan.

Pemberi dan penerima kredit dilihat dari segi lembaga, dapat digolongkan sebagai berikut:23

a. Kredit perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha dan konsumsi, harus dibedakan antara kredit produksi kepada dunia usaha dengan kegiatan konsumsi masyarakat. Pemberian kredit kepada masyarakat unuk konsumsi yaitu suatu bank memberikan kredit berupa cicilan dalam pembelian barang-barang konsumsi seperti mobil, sepeda motor, dan perabot rumah tangga lainnya, sedangkan kredit perbankan untuk kegiatan usaha dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

1) Kredit Investasi

Kredit investasi ini merupakan program pemerintah yang ditujukan untuk mendorong kegiatan usaha kecil dengan kesempatan kerja yang besar atau usaha padat tenaga kerja. Pemberian kredit investasi ini ditujukan dalam pemberian fasilitas bagi pengembangan dunia usaha yang bersifat padat modal.

2) Kredit Eksploitasi

Kredit eksploitasi merupakan program kredit perbankan yang berhubungan dengan pembiayaan modal kerja berjangka pendek kepada dunia usaha.

3) Kredit untuk golongan Ekonomi lemah

23 Faried Wijaya, Perkreditan Bank dan Lembaga – Lembaga Keuangan, Edisi Pertama BPFE, Yogyakarta, 2001, hlm. 46

(27)

Kredit untuk gongan Ekonomi Lemah ini mulai dilaksanakan sejak Repelita III, yang merupakan program pemerintah untuk membantu dan mengembangkan produsen dan golongan ekonomi lemah di bidang industri kecil dan menengah, pengolahan hasil-hasil pertanian dan jasa-jasa serta perdagangan. Pelaksanaan dari kredit untuk golongan Ekonomi Lemah ini diberikan dalam bentuk program pemberian kredit KIK (Kredit Industri Kecil) dan KUR (Kredit Usaha Rakyat). Pemberian kredit ini diharapkan akan menaikkan pendapatan pengusaha kecil disamping itu juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pengusaha kecil dan juga dapat menciptakan kesempatan kerja cukup besar.

b. Kredit Likuiditas

Kredit likuiditas merupakan kredit yang diberikan oleh Bank sentral kepada bank-bank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan untuk membiayai perkreditannya. Kredit ini dilaksanakan oleh Bank Indonesia sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Bank Sentral tahun 1968, Yaitu memajukan urusan perkreditan dan sekaligus bertindak sebagai pengawas atas urusan kredit tersebut.

c. Kredit Langsung

Kredit langsung merupakan kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah atau semi pemerintah. Menurut jangka waktunya, kredit dikelompokkan menjadi:

1). Kredit jangka pendek

(28)

Yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening Koran, kredit penjualan, kredit pembeli, dan kredit wesel.

a). Kredit jangka Menengah

Yaitu kredit berjangka waktu antara 1 tahun sampai 3 tahun.

b). Kredit jangka Panjang

Kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun.

Dilihat dari segi besar-kecilnya aktivitas perputaran perusahaan, maka kredit dapat digolongkan menjadi:

a. Kredit kecil

Yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil. Kredit ini dilaksanakan berdasarkan kebijaksanaan Januari 1990 yang mengharuskan bank-bank menyalurkan 20% kreditnya kepada kegiatan usaha kecil yang realisasinya sebagai penilaian kesehatan sebuah Bank.

b. Kredit Menengah

Yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih besar daripada pengusaha kecil

c. Kredit Besar Yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya besar. Dan biasanya kredit digunakan untuk memperluas jaringan usaha perusahaannya.24

4. Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) a. Pengertian kredit bermasalah

24 Ginting, R, “Pengaturan Pemberian Kredit Bank Umum”. disampaikan dalam diskusi hukum“ aspek hukum perbankan, perdata, dan pidana terhadap pemberian fasilitas kredit dalam praktek perbankan di Indonesia, Bandung, 6 Agustus 2005.

(29)

Kredit bermasalah merupakan kredit yang telah diberikan oleh bank, dan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau melakukan angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah ditandatangani oleh bank dan nasabah. Adapun penilaian atas penggolongan kredit baik kredit tidak bermasalah, maupun bermasalah tersebut dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif, dimana penilaian secara kuantitatif dilihat dari kemampuan debitur dalam melakukan pembayaran angsuran kredit, baik angsuran pokok pinjaman dan/atau bunga, sedangkan penilaian secara kualitatif dapat dilihat dari prospek usaha dan kondisi keuangan debitur.25 Disisi lain kredit bermasalah akan mengakibatkan kerugian pada bank, yaitu kerugian karena tidak diterimanya kembali dana yang telah disalurkan, maupun pendapatan bunga yang tidak dapat diterima, artinya bank kehilangan kesempatan mendapat bunga, yang berakibat pada penurunan pendapatan secara total. Setiap kredit dapat dikatakan menjadi kredit bermasalah diukur dari tingkat kolektibilitasnya yang merupakan persentase jumlah kredit bermasalah dengan kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit yang dikeluarkan bank.26

b. Faktor faktor penyebab kredit bermasalah

Kredit bermasalah dapat timbul karena berbagai macam sebab yang dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu :

1) Faktor Intern Bank

25 Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi,hlm 125.

26 Rini Saputri, “Analisis Penyelesaian Kredit Bermasalah PD. BPR Sarimadu Cabang Pekan Baru”, Jom FISIP 2, 2015, no. 2, hlm 3.

(30)

Penyebab intern bank pertama atas terjadinya kredit bermasalah adalah penyelenggaraan analisis kredit yang kurang sempurna.

Hal itu disebabkan karena account officer dan credit analyst yang ditugaskan untuk melakukan tugas itu kurang mampu.

Faktor kedua adalah pimpinan bank terlalu agresif menyalurkan kredit. Hal tersebut antara lain disebabkan karena mereka berhasil mengumpulkan deposito dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu singkat akhirnya beban biaya deposito terlalu besar dan untuk menutupi beban tersebut maka pihak bank berusaha keras untuk menyalurkan kredit untuk mendapatkan bunga sebanyak dan secepat mungkin. Sehingga strategi seperti itu dapat menurunkan ketajaman analisis kredit sehingga permintaan kredit dengan mutu kurang memadaipun diluluskan. Faktor ketiga adalah lemahnya sistem pemantauan mutu kredit dan kredibilitas debitur. Karena hal tersebut, pimpinan bank tidak mampu mengawasi secara sempurna penggunaan kredit oleh debitur serta perkembangan kinerja usaha bisnis dan keuangan mereka. Bank baru dapat mengindikasi kinerja debitur menurun, setelah mereka menunggak pembayaran bunga dan/atau pelunasan kredit yang jatuh tempo. Faktor keempat adalah campur tangan para pemegang saham yang berlebihan dalam proses pengambilan keputusan pemberian kredit. Hal itu dapat menyebabkan pimpinan bank menyimpang dari kebijaksanaan penyaluran

(31)

kredit yang telah digariskan bank. Faktor kelima adalah pemberian kredit tambahan tanpa analisis kredit yang tajam dan tambahan jaminan kredit.

2) Ketidak Layakan Debitur

Kredit bank dapat diberikan kepada debitur perorangan dan debitur badan usaha. Sumber pembayaran bunga dan pelunasan kredit kebanyakan debitur adalah penghasilan tetap mereka.

Oleh karena itu apabila penghasilan tetap mereka terganggu biasanya pembayaran kredit mereka juga terganggu. Penyebab kredit perorangan bermasalah lainnya adalah debitur mengalami sakit berat, kecelakaan, bercerai atau meninggal dunia. Selain itu ada faktor lain seperti, adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani.

3) Faktor Ekstern Bank

Banyak faktor ektern mempunyai pengaruh besar terhadap kelancaran kegiatan usaha perusahaan. Apabila pengaruh tersebut negatif sifatnya, profitabilitas dan likuiditas keuangan, maupun kemampuan mereka membayar pinjaman dapat terganggu. Faktor pertama yang dapat mengganggu kelancaran usaha adalah penurunan kondisi ekonomi moneter negara atau sektor usaha. Bagi banyak perusahaan dampak langsung memburuknya kondisi ekonomi moneter negara adalah menurunnya hasil penjualan barang atau jasa yang mereka

(32)

hasilkan. Faktor kedua yang dapat mempengaruhi kemampuan debitur melunasi pinjaman adalah bencana alam (kebakaran,banjir, gempa bumi, dan sebagainya), yang merusak atau memusnahkan fasilitas produksi yang mereka miliki yang dapat mengganggu kelangsungan produksi dan pemasaran.

Faktor ketiga adalah peraturan pemerintah, contoh peraturan pemerintah Indonesia pada masa orde baru yang memperbolehkan kapal-kapal asing menyinggahi banyak pelabuhan di dalam negeri, telah menimbulkan persaingan berat bagi perusahaan pelayaran nasional (terlebih yang lemah kondisinya). Faktor keempat yang mempengaruhi kemampuan debitur membayar bunga dan mengembalikan kredit adalah melemahnya kurs nilai mata uang nasional terhadap mata uang asing. Hal tersebut dapat menyebabkan beban bunga dan pembayaran kembali kredit meningkat sampai di luar batas debitur untuk memikulnya.27

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa terjadinya kredit bermasalah dapat disebabakan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pihak bank atau kreditur itu sendiri yang akhirnya memicu terjadinya kredit bermasalah. Selain itu, ketidak layakan debitur juga menjadi penyebab terjadinya kredit bermasalah, karena kesalahan yang dilakukan debitur dalam mengelola usahanya dapat mengakibatkan usahanya menjadi menurun yang dampaknya akan membuat debitur kesulitan melunasi

27 Siswanto Sutojo, Strategi Manajemen Kredit Bank Umum, Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2000, hlm 186–189.

(33)

kewajibannya. Begitupun faktor ekternal bank yang apabila terjadi maka dapat mempengaruhi kelancaran kredit debitur dalam melunasi kewajibannya yang akhirnya akan menyebabkan kredit menjadi bermasalah.

c. Dampak Kredit Bermasalah

Terjadinya kredit bermasalah juga dapat berdampak negatif terhadap Bank atau Lembaga Keuangan, diantaranya :

1) Laba/Rugi bank menurun, penurunan laba tersebut diakibatkan adanya penurunan pendapatan bunga kredit.

2) Bad Debt Ratio menjadi lebih besar, artinya rasio aktiva produktif menjadi lebih rendah.

3) Biaya pencadangan penghapusan kredit meningkat, bank perlu membentuk pencadangan atas kredit bermasalah yang lebih besar, dan biaya pencadangan tersebut akan berpengaruh pada penurunan keuntungan bank.

4) Return On Asset (ROA) maupun Return On Equity (ROE) menurun, penurunan laba akan memiliki dampak pada penurunan ROA, karena return turun, maka ROA dan ROE akan menurun.28 Dapat dipahami bahwa dampak dari kredit bermasalah (NPL) yang terjadi diperbankan menyebabkan kerugian bagi bank tersebut, karena perputaran kas dalam operasional bank akan terhambat, hal tersebut dikarenakan persedian kas bank menurun seiring meningkatnya NPL, yang akan mempengaruhi likuiditas bank. Selain itu, hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikan sehingga mengurangi perolehan laba, yang mempengaruhi

28 Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi,hlm 127.

(34)

profitabilitas atau rentabilitas bank. Kemudian biaya PPAP juga akan meningkat yang kemudian akan mempengaruhi pendapatan dan mengurangi besaran modal bank. Sehingga dari beberapa hal di atas, masalah kredit bermasalah pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan bank yang semakin menurun dan akan mempengaruhi operasional bank jika tidak dilakukan penyelamatan kredit bermasalah secara tepat dan cepat.

5. Restrukturisasi kredit

a. Pengertian Restrukturisasi Kredit

Restrukturisasi adalah perubahan syarat-syarat kredit/pembiayaan yang menyangkut tindakan untuk penambahan dana bank dan/atau, konvensi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru dan/atau konvensi seluruh atau sebagian kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan, yang dapat disertai dengan penjadualan kembali dan/atau persyaratan kembali. Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.29 Penyelesaian kredit bermasalah dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu dengan penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit. Penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank (kreditur) dengan nasabah (debitur). Penyelesaian kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum. Lembaga hukum dalam hal ini adalah Panitia Urusan Piutang Negara dan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, badan

29 Lina Maya Sari, Restrukturisasi Kredit Bank Daerah X Pada Masa Pademi Covid-19, Jurnal Mutiara Madani, 2020, Vol 08, No.1, hlm 50.

(35)

peradilan, dan arbitrase atau badan alternatif penyelesaian sengketa.30 Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/15/PBI/2012 Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Pasal 1 menyatakan bahwa Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui:

1) Penurunan suku bunga Kredit;

2) Perpanjangan jangka waktu Kredit;

3) Pengurangan tunggakan bunga Kredit;

4) Pengurangan tunggakan pokok Kredit;

5) Penambahan fasilitas Kredit; dan/atau

6) Konversi Kredit menjadi Penyertaan Modal Sementara

Alasan Bank melakukan restrukturisasi kredit dapat diantaranya sebagai berikut:

1) Debitur tidak melakukan pembayaran kewajiban sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian kredit dan/atau perjanjian turutannya dan debitur masih kooperative dengan Bank, yaitu memiliki itikad baik serta kredibilitas managemen tinggi dan mempunyai sikap positif dalam membayar kewajibannya.

2) Restrukturisasi dilakukan oleh karena debitur tidak dapat melakukan pembayaran sesuai dengan yang diperjanjikan akan tetapi usaha debitur masih berjalan dan hanya dapat memberikan pembayaran

30 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank , Alfabeta, Bandung, 2003, Hlm.

264

(36)

sebagian kewajiban, sehingga dapat dilakukan restrukturisasi maka debitur tetap masih baik dan masih beroperasi serta berjalan terus.

3) Memperbaiki dokumentasi hukum sehingga dapat memperkuat posisi Bank.

4) Apabila ada keyakinan dari Bank bahwa debitur akan melakukan pembayaran kewajiban setelah dilakukan restrukturisasi kredit.

5) Bank mempunyai keyakinan bahwa prospek usaha dari debitur akan membaik.

6) Bank tidak bisa menarik seluruh dana yang diberikan kepada debitur melalui eksekusi dari jaminan fasilitas kredit.

Restrukturisasi kredit merupakan upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. Selain itu restrukturisasi kredit atau penataan ulang memiliki pengertian lain, yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut penambahan dana bank, konversi sebagian/seluruh tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, atau konversi sebagian/seluruh kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner lain untuk menambah penyertaan.

Dapat dipahami bahwa restrukturisasi kredit adalah program bank sebagai suatu upaya perbaikan dan penyelamatan yang dilakukan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya agar bank tidak mengalami kerugian yang ditimbulkan dari kredit bermasalah tersebut.

(37)

Dalam mengatasi kredit bermasalah dengan tujuan untuk menghindari kerugian yang sangat besar diperbankan, Bank Indonesia mengambil langkah dengan mengeluarkan kebijakan perbankan dalam rangka penyelamatan kredit bermasalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Retrukturisasi merupakan salah satu “upaya yang dilakukan agar pengembang selaku nasabah peminjam bank (debitur) dapat memenuhi kewajibannya dengan mengajukan permohonan perubahan (addendum) terhadap syarat-syarat perjanjian kredit yang telah disepakati sebelumnya”.31 Bagaimana dalam kebijkan tersebut, yang dimaksudkan dengan restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan Bank dalam usaha perkreditan agar Debitur dapat memenuhi kewajibannya.32

Dalam pengoperasionalan sebuah bank diperlukan seperangkat peraturan yang memberikan batasan batasan bagi para pihak dalam transaksi perbankan.33 Oleh karena itu diperlukan adanya upaya dalam mengatasi kredit bermasalah tersebut. Upayanya merupakan restrukturisasi kredit merupakan upaya penyelamatan kredit bermasalah yang meliputi upaya Reschedulling, Restructuring dan Reconditioning, misalnya dengan cara memperpanjang jangka waktu kredit, memberikan grace periode waktu pembayaran, penurunan suku bunga kredit, dan lain sebagainya. Restrukturisasi kredit dapat diberikan bilamana nasabah beriktikad baik.

31 Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial No Derivatives http://www.rei.or.id/newrei/berita-aman-dan-bijak-manfaatkan restrukturisasikredit, ( diakses tanggal 9 desember 2020,20:21)

32 Ismail, Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi, Prenadamedia Group, Jakarta, 2010, hlm. 9.

33 Ngakan Putu Surya Negara, IMade Udiana danI Made Pujawan, Perlindungan Nasabah Perbankan Melalui Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Kertha Semaya, 2013 Vol..01, No 11, hlm. 1046.

(38)

F. Keaslian Penulisan

Dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis, maka penulis menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul “Analisiis Yuridis Terhadap Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Macet Sebagai Solusi Perjanjian Kredit Dalam Situasi Covid 19 “

Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran penulis pribadi dari awal hingga akhir berdasarkan dasar-dasar yang telah ada dan tersedia di literatur melalui media elektronik guna membantu penulisan mengenai judul skripsi ini. Untuk mengetahui keaslian penulisan, dilakukan penelusuran terhadap berbagai judul skrispi yang tercatat pada katalog skripsi Program Kekhususan Hukum perdata (BW) Fakultas Hukum USU, dan tidak ditemukan judul yang sama. Melalui surat tertanggal 4 september 2020 yang dikeluarkan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara / Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama ditemukan dalam Arsip Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian dapat disimpulkan judul skripsi ini belum pernah ditulis sebelumnya, maka tulisan ini asli hasil karya penulis dan tidak meniru dari kepunyaan orang lain.

G. Sistematika Penulisan

Dalam memudahkan serta memahami pembahasan dalam penulisan skripsi ini dibuatlah rancangan sistematika yang memuat tentang beberapa pokok bahasan yang kemudian diuraikan menjadi beberapa bagian yang lebih khusus (sub-sub pokok bahasan). Penulisan skripsi ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab, dimana

(39)

masing-masing bab terbagi atas beberapa sub bab. Urutan bab tersebut tersusun secara sistematik, dan saling berkaitan antara satu sama lain. Urutan singkat atas bab dan sub bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian latar belakang urgensi pengangkatan judul dan mengapa penulis tertarik mengangkat judul penelitian tentang masalah Restrukturisasi Kredit macet sebagai solusi perjanjian kredit dalam situasi Covid 19. Karena ketertarikan penulis dengan permasalahan Restrukturisasi Kredit khususnya yang terjadi dalam masa pandemi seperti saat ini, dan kaitannya dengan dengan Perjanjian kredit. Selain latar belakang, bab ini juga mencakup rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TENTANG PROSES PENGAJUAN

RESTRUKTURISASI KREDIT Bab ini berisi tentang tata cara pengajuan restrukturisasi kredit ,bagaimana tolak ukur kredit yang layak diberikan restrukturisasi kredit, dan juga membahas mengenai apa sebenarnya yang menjadi tujuan diadakannya restrukturisasi kredit.

BAB III AKIBAT HUKUM TERLAKSANANYA RESTRUKTURISASI KREDIT Bab ini berisi tentang bentuk hubungan hukum terhadap para pihak yang melaksanakan restrukturisasi kredit, akibat hukum bagi para pihak yang melaksanakan restrukturisasi kredit, dan juga mengenai bagiamana prosedur hukum yang harus dilewati untuk

(40)

melaksanakan restrukturisasi kredit berkaitan dengan hukum perjanjian.

BAB IV HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KKREDIT Di bab ini berisi tentang seperti apa bentuk-bentuk hambatan yang dapat terjadi dalam Pelasanaan Restrukturisasi Kredit dalam situasi Covid 19, dan juga mengenai apa apa saja Upaya dan Solusi yang dapat dilakukan oleh pihak bank apabila pelaksanaan Restrukturisasi Kredit tidak berhasil.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari penulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.Kesimpulan merupakan rangkuman dari jawaban rumusan masalah yang telah diurai dalam Bab II, Bab III dan Bab IV dan saran merupakan rekomendasi dari penulis terkait dengan penelitian yang telah dilakukan.

(41)

BAB II

PROSES PENGAJUAN RESTRUKTURISASI KREDIT DALAM SITUASI COVID 19

A. Proses dan Tata cara Pengajuan Restrukturisasi Kredit dalam perjanjian kredit dalam situasi Covid 19 .

Program restrukturisasi kredit bagi Bank Umum sudah jelas dan dapat dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan yang telah digariskan oleh Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, maupun Peraturan Bank Indonesia nomor 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.

Upaya yang dilakukan pihak Bank dalam menyelesaikan tunggakan kredit melalui restrukturisasi adalah dengan melakukan pembinaan terhadap debitur yang menunggak untuk mengetahui penyebab dan kendala yang dihadapi debitur, setelah mengetahuinya pihak Bank memberikan solusi untuk melakukan restrukturisasi kredit. Apabila debitur menyetujui maka debitur harus membuat surat permohonan melakukan restrukturisasi dengan mengisi kendala yang dihadapi serta kemampuan membayar tiap bulannya dan jenis restrukturisasi apa yang diinginkan debitur. Setelah itu pihak Bank akan menganalisa dan apabila surat permohonan disetujui maka akan diterbitkan addendum perjanjian restrukturisasi kredit. Sehingga bulan berikut setelah addendum diterbitkan pihak kreditur bisa membayar sesuai kemampuannya dan tidak ada tunggakan kredit lagi.34

34 I Gusti Ayu Puspawati, Rstrukturisasi Kredit Sebagai Upaya Bank Untuk Membantu Debiitur Dalam Menyelesaikan Tunggakan Kredit DI PT. Bank Tabungan Negara (PERSERO) Tbk Denpasar, Jurnal Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, hlm 4

(42)

Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memberikan definisi mengenai bank sebagai berikut : 35

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”

Perjanjian kredit yang dilakukan oleh Bank dengan nasabah merupakan suatu perjanjian yang baku (standart contract). Dimana didalam perjanjian kredit tersebut yang isi perjanjiannya sudah di bakukan dan dituangkan melalui sebuah formulir perjanjian, dimana pihak bank yang terlebih dahulu membukukan mengenaihal-hal yang berhubungan dengan ketentuan dan persyaratan perjanjian pada bank. Calon nasabah debitur hanya melengkapi identitas diri dengan memberikan tanda tangan saja apabila calon debitur atau nasabah bersedia menerima isi perjanjian tersebut.

Setelah perjanjian kredit sudah dilakukan oleh nasabah dan Bank, maka nasabah akan melakukan kewajiban untuk melunasinya. Jika nasabah atau debitur tidak bisa memenuhi kewajibannya membayar dan menyebabkan kredit bermasalah atau kredit macet , maka diadakannyalah upaya penyelamatan melalui restrukturisasi kredit dengan cara berupa penataan kembali dan melakukan perubahaan atas syarat-syrat perjanjian kredit berupa penurunan suku bunga, perpanjang jangka waktu kredit , atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi penyertaan sementara.

35 Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

(43)

Restrukturisasi kredit hanya dapat dilakukan kepada debitur yang mengalami kredit bermasalah dengan kriteria tertentu. Kriteria yang dimaksud misalnya debitur sedang mengalami kesulitan pembayaran (pokok dan/atau bunga kredit) karena kondisi keuangannya yang menurun akibat suatu masalah tertentu contohnya saja musibah yang tidak terduga seperti pandemi saat ini, debitur memiliki prospek usaha yang baik dan diperkirakan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi, menunjukkan itikad baik dan bersedia untuk memenuhi kewajiban kredit setelah direstrukturisasi, tidak dimaksudkan untuk menghindari penurunan kualitas kredit, peningkatan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual.36

Untuk dapat melakukan restrukturisasi kredit, terdapat beberapa syarat- syarat yang harus dipenuhi, antara lain:

1. Debitur mengalami kesulitan dalam hal melakukan pembayaran pokok dan/atau bunga, namun mempunyai kemauan kuat untuk membayar.

2. Telah dilakukan analisa ulang terhadap kondisi usaha atau keuangan

debitur oleh Analis Kredit dan telah disetujui oleh Loan Committee.

3. Semua administrasi yang menyangkut kredit atas nama debitur harus lengkap dan benar serta telah diperiksa oleh Legal Officer.

4. Debitur telah menandatangani perjanjian restrukturisasi kredit.37

36 Tahi Berdikasi Sitorus, “Restrukturisasi Kredit Bermasalah Sebagai Upaya Penyelamatan Kredit Bermasalah Dan Akibat Hukum Yang Timbul Menurut Peraturan OJK (POJK) Nomor 42/PJOK.03/2017 Tentang Kewajiban Penyusunan Dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Atau Pembiayaan Bank Bagi Bank Umum (Studi Kasus Pada Bank SUMUT, Balige, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara,” t.t., hlm 63-64.

37 Hasil Wawancara dengan Bapak Andy Siahaan selaku Kepala Bagian Kredit Bank CIMB Niaga Kantor Cabang Medan, pada tanggal 2 Januari 2021

(44)

Presiden RI dalam keterangan pers hari Selasa 24 Maret 2020 menyampaikan bahwa OJK memberikan kelonggaran/relaksasi kredit usaha mikro dan usaha kecil untuk nilai dibawah Rp10 milyar baik kredit/pembiayaan yang diberikan oleh bank maupun industri keuangan non-bank kepada debitur perbankan. Bagi debitur perbankan, akan diberikan penundaan sampai dengan 1 (satu) tahun dan penurunan bunga. Hal tersebut tertuang dalam ketentuan yang mengatur secara umum pelaksanaan restrukturisasi kredit/pembiayaan sebagai akibat dampak dari persebaran COVID-19.

Pelaksanaan restrukturisasi kredit dapat dilaksanakan apabila debitur memiliki iktikad baik dan kesediaan untuk dilakukan restrukturisasi kredit. Pihak bank hanya dapat menganalisa dan mengevaluasi penyebab terjadinya kredit bermasalah pada debitur, kemudian jika dinilai masih memiliki prospek yang baik, maka sebelum kredit bermasalah menjadi kredit macet, pihak bank akan menawarkan restrukturisasi kredit sebagai upaya penyelamatan kredit bermasalah sebelum penyelesaiannya melakukan lelang jaminan milik debitur.

Pelaksanaan restrukturisasi ini diprioritaskan untuk debitur yang memiliki itikad baik dan terdampak akibat COVID-19, beberapa hal penting yang wajib diketahui adalah sebagai berikut:

a. Debitur wajib mengajukan permohonan restrukturisasi melengkapi dengan data yang diminta oleh bank/leasing yang dapat disampaikan secara online (email yang ditetapkan oleh bank/leasing) tanpa harus datang bertatap muka.

b. Bank/Leasing akan melakukan assesment antara lain terhadap apakah debitur termasuk yang terdampak langsung atau tidak langsung, historis

Referensi

Dokumen terkait