• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya dan Solusi yang dapat dilakukan oleh pihak bank apabila pelaksanaan Restrukturisasi Kredit tidak berhasil

BAB IV HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KKREDIT Di bab ini berisi tentang seperti apa bentuk-bentuk

HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI KREDIT DALAM SITUASI COVID 19

B. Upaya dan Solusi yang dapat dilakukan oleh pihak bank apabila pelaksanaan Restrukturisasi Kredit tidak berhasil

Masalah kredit macet dengan Non Performing Loan (NPL) yang melebihi 3% akibat adanya pandemi COVID-19 belakangan ini sedang ramai dibicarakan.

Alhasil, OJK pun mengeluarkan kebijakan mengenai restrukturisasi kredit untuk bisa mencegah bank-bank di Indonesia mengalami keterpurukan.66

Ada berbagai sumber permasalahan kredit yang umumnya dihadapi oleh pihak bank. Salah satunya adalah musibah atau bencana di mana sumber pendapatan debitur terkendala, sebagaimana yang terjadi saat pandemi COVID-19 ini. Kemudian, masalah perlambatan piutang pun dapat mengakibatkan kredit bermasalah.

Restrukturisasi kredit memiliki beberapa bentuk, yakni penurunan suku bunga kredit, perpanjangan tenor, pengurangan tunggakan bunga atau pokok, penambahan fasilitas kredit, dan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. Apabila memang pihak bank merasa bahwa restrukturisasi kredit tidak bisa dilakukan dan tidak berhasil, maka bank akan mengambil langkah penyelesaian kredit demi memaksimalkan recovery.

Strategi penyelesaian kredit yang dilakukan oleh bank pun perlu melalui beberapa kajian, dimulai dari melihat syarat dan ketentuan kredit, status agunan, proses dan waktu penanganan, hingga potensi risiko. Jika Net Present Value (NPV) dari penagihan lebih rendah dari NPV likuidasi agunan, maka bank akan melakukan upaya likuidasi aset debitur.

66 Restrukturisasi dan Recovery, (Restrukturisasi dan Recovery: Strategi Mengatasi Masalah Kredit dalam Perspektif Perbankan – Graduate Program (binus.ac.id), 8 Januari 2021.17:41)

Otoritas Jasa Keuangan atau OJK meminta perbankan agar tidak lengah di masa pandemi ini. Karena loan at risk perbankan apabila dihitung tanpa restrukturisasi kredit diperkirakan meningkat sangat cepat.

Beban CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) perlu dibentuk oleh Bank agar ketika POJK berakhir, dan apabila bank menghadapi nasabah yang tidak berhasil direstrukturisasi, bank sudah memiliki bantalan CKPN yang cukup baik dalam menghadapi tantangan-tantangan lain ke depan.

Jika restrukturisasi tidak berhasil, maka angka kredit macet juga akan melambung. Dan jika kredit macet (NPL) meningkat, maka bantalan modal pun akan menurun ,maka dari itu bank perlu membentuk CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai ).

Karena itu, restrukturisasi yang sedemikian rupa harus menjadi perhatian bagi semua pihak. Agar restrukturisasi dapat memberikan ruang bagi bank dan nasabah untuk menata diri menghadapi pandemi Covid-19. Karna apabila jumlah yang gagal merestrukturisasi kreditnya semakin besar , maka itu akan memberi dampak sangat luar biasa kepada perbankan.67

Walaupun bank telah berupaya semaksimal mungkin untuk mengurangi risiko kredit dan berupaya menerapkan prinsip dan mekanisme perkreditan seperti yang telah disebutkan di awal, namun tetap saja timbul kredit bermasalah sehingga lembaga perbankan selalu berhadapan dengan kredit bermasalah.

Kondisi ini terjadi karena nasabah peminjam penerima kredit mengalami kesulitan keuangan dan aliran kas yang negatif, sehingga sulit untuk memenuhi kewajibannya terhadap bank. Ketidakmampuan nasabah peminjam memenuhi

67 Hasil Wawancara dengan Bapak Andy Siahaan selaku Kepala Bagian Kredit Bank CIMB Niaga Kantor Cabang Medan, pada tanggal 2 Januari 2021

kewajibannya, membuat kualitas kredit bank memburuk dan mengurangi pendapatan bunga bank. Meningkatnya kredit bermasalah berpengaruh pada kelancaran operasional bank karena akan menyebabkan terganggunya pendapatan operasional bank sehingga diperlukan upaya untuk mengatasi kredit bermasalah.

Dalam kondisi yang demikian, bank tentunya dihadapkan pada 2 (dua) pilihan antara untuk segera melakukan tindakan atau upaya yang mendesak (urgential) dan antisipasi seperti tindakan penyelamatan kredit maupun upaya penyelesaian. Upaya penyelamatan dapat dilakukan dengan menyelamatkan kredit dari para nasabah peminjam yang mengalami kesulitan dalam pengembalian kreditnya. Selain itu, pihak bank juga dapat melakukan upaya dengan melakukan penyelesaian yaitu dengan melakukan pengakhiran perjanjian kredit melalui penjualan jaminan nasabah peminjam guna pelunasan kreditnya. 68

Adapun prosedur praktik penyelesaian kredit macet dilakukan melalui beberapa upaya yang lebih bersifat pemakaian kelembagaan hukum, diantaranya yaitu 69

1. Melalui mediasi perbankan atau arbitrase;

2. Melalui panitia urusan piutang negara dan badan urusan piutang dan lelang negara (PUPN/BUPLN);

3. Melalui badan peradilan;

Tujuan penyelesaian kredit melalui lembaga hukum adalah untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan. Penyelesaian kredit macet melalui lembaga hukum dikatakan sebagai langkah terakhir dikarenakan memerlukan waktu yang

68 Subandio Muchtar, Perjanjian Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Eresco, Bandung, 2009, hlm. 18

69 Budi Untung, Kredit Perbankan Di Indonesia, Andi, Yogyakarta, 2005, hlm. 201

relatif lama. Mengingat penyelesaian melalui badan peradilan memerlukan waktu yang relatif lama, maka penyelesaiannya dapat pula melalui lembaga-lembaga lain yang kompeten dalam membantu menyelesaikan kredit macet tersebut. Kehadiran lembaga-lembaga tersebut dimaksudkan dapat mewakili kepentingan kreditur dan debitur dalam penanganan kredit macet. 70

Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur non litigasi adalah penyelesaian yang saling menguntungkan (win-win solution). Penyelesaian sengketa secara non litigasi adalah penyelesaian sengketa diluar pengadilan.71 Langkah- langkah untuk mencapai penyelesaian kredit bermasalah tersebut dengan cara yang saling menguntungkan demikian dapat dicapai melalui cara, konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.72 Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur non litigasi dilakukan oleh bank dengan harapan debitur dapat kembali melakukan pembayaran kreditnya sebagaimana mestinya baik melalui cara rescheduling, reconditioning ataupun restructuring yang dalam istilah perbankan lebih dikenal dengan sebutan 3 R. Secara administratif, kredit yang diselesaikan melalui jalur non litigasi adalah kredit yang semula tergolong kurang lancar, diragukan atau macet yang kemudian diusahakan untuk diperbaiki sehingga mempunyai kolekbilitas lancar.

Proses penyelesaian sengketa yang dilaksanakan melalui pengadilan atau yang sering disebut dengan istilah litigasi yaitu suatu penyelesaian sengketa yang dilaksanakan dengan proses beracara di pengadilan di mana kewenangan untuk

70 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia , Kencana Prenada,Jakarta, 2014, hlm 77

71 Jimmy Joses Sembiring, Cara menyelesaikan Sengketa di luar Pengadilan: Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi dan Aarbitrase, 2011. hlm 10

72 Muhammad, Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti. Bandung, 2006, hlm 560

mengatur dan memutuskannya dilaksanakan oleh hakim. Proses penyelesaian satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan. Hasil akhir dari suatu penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan yang menyatakan win-lose solution.73

Menurut Munir Fuadi, penyelesaian sengketa secara konvensional dilakukan melalui suatu badan pengadilan sudah dilakukan sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang lalu.74 Berkaitan dengan keterlibatan lembaga peradilan dalam menyelesaikan kredit macet tersebut, maka terlebih dahulu perlu dilakukan pembatasan dan pengertian tentang sistem peradilan di Indonesia sendiri. Merujuk pada ketentuan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, di Indonesia terdapat 4 (empat) lingkungan peradilan.

Masingmasing lingkungan peradilan tersebut, sebagai berikut:75

a. Lingkungan Peradilan Umum, meliputi sengketa perdata dan pidana.

b. Lingkungan Peradilan Agama, meliputi hukum keluarga seperti perkawinan, dan perceraian.

c. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, meliputi sengketa antar warga Negara dan pejabat Tata Usaha Negara.

d. Lingkungan Peradilan Militer, hanya meliputi kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh militer sengketa ini mengakibatkan semua pihak yang bersengketa saling berhadapan.

73 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm 35

74 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm 311

75 Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Penyelesaian kredit macet dapat dilakukan melalui badan peradilan. Hal ini dilakukan apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya secara sukarela.

Untuk itu setiap kreditur dapat mengajukan gugatan untuk memperoleh keputusan pengadilan. Peradilan yang dapat menyelesaikan dan menangani kredit bermasalah adalah badan peradilan umum melalui gugatan perdata dan peradilan niaga melalui gugatan kepailitan. Selain itu, penyelesaian dapat dilakukan melalui arbitrase atau badan alternatif penyelesaian sengketa, namun lembaga arbitrase tidak termasuk dalam lingkup sistem peradilan di bawah Mahkamah Agung, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

1. Tahapan mengenai proses pelaksanaan restrukturisasi kredit yaitu Prakarsa restrukturisasi kredit yang diawali dengan melakukan panggilan kepada debitur yang bersangkutan sesuai protocol kesehatan yang berlaku di dalam masa pandemic Covid-19 dan mengajukan peringatan serta penagihan sebanyak tiga kali baik melalui lisan muapun dengan tulisan.

Jika dari panggilan untuk peringatan dan penagihan terdapat suatu analisis bahwa kondisi keuangan debitur menurun maka pihak bank dapat menawarkan dan memutuskan untuk melakukan restrukturisasi kredit jika memang diperlukan. Setelah itu dilakukanlah negosiasi dengan menawarkan restrukturisasi kredit sesuasi dengan kebijakan internal bank sampai pihak debitur menyetujui. Lalu, Analisis dan evaluasi, analisis terhadap usaha dan kemampuan debitur kembali dilakukan sesuai dengan ketentuan bank, setelah itu bank akan menevaluasi, terdapat beberapa tahap yang akan dipilih oleh bank, seperti perubahan tingkat suku bunga, penjadwalan kembali, atau bahkan pengambilalihan asset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Akibat hukum terhadap nasabah melalui terlaksananya restrukturisasi kredit bermasalah di Bank pada umumnya adalah terjadi perubahan kesepakatan antara bank selaku pihak kreditur dan nasabah peminjam selaku debitur dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak di dalam perjanjian kredit tersebut, dan juga batalnya perjanjian kredit awal

yang telah disepakati sebelumnya. Oleh karena itu pihak bank selaku pihak kreditur dan nasabah peminjam selaku debitur akan membuat kesepakatan-kesepakatan baru dalam restrukturisasi kredit bermasalah dalam hal ketentuan dan tata cara pembayaran kredit, jadwal pembayaran hutang, besarnya jumlah angsuran kredit yang harus dibayar oleh nasabah peminjam selaku debitur kepada Bank selaku kreditur dan juga hak dan kewajiban. lainnya dari kreditur dan debitur yang atas kesepakatan bersama akan dituangkan dalam akta perjanjian kredit yang baru dalam upaya pelaksanaan penyelesaian kredit bermasalah tersebut melalui restrukturisasi kredit.

3. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit bermasalah pada Bank adalah debitur sulit untuk diajak bekerjasama , debitur beritikad tidak baik (bersikap tidak kooperatif, berbohong dan menyembunyikan masalah-masalah yang berhubungan dengan financial maupun aset perusahaan, dimana sesuai dengan hasil evaluasi dan identifikasi yang dilakukan oleh bank selaku kreditur diketahui bahwa debitur sebenarnya mampu untuk memenuhi kewajibannya dalam menyelesaikan kredit kepada bank sebagai kreditur, namun debitur dengan sengaja tidak menyelesaikan masalah kreditnya atau dengan sengaja menunda-nunda pembayaran kewajiban kreditnya. Disamping itu hambatan berikutnya adalah debitur mengalami masalah ekonomi khususnya padamasa pandemi covid 19 seperti saat ini banyak masyarakat yang ekonomi nya terpuruk ,dan juga banyak usaha usaha yang merugi, dimana debitur tidak bisa mengelola usahanya sehingga mengalami

kegagalan yang menyebabkan pihak debitur sulit memenuhi kewajibannya untuk menyelesaikan permasalahan kreditnya kepada bank sebagai debitur.

B. Saran

1. Hendaknya pelaksanaan restruktunsasi kredit bermasalah yang dilakukan oleh Bank diupayakan secara nyata memuat kemudahan syarat dan ketentuan dalam hal kewajiban pembayaran hutang nasabah peminjam (debitur) yang kesulitan bayar tersebut, sehingga pelaksanaan restrukturisasi kredit tersebut dapat membantu menyelesaikan kredit bermasalah dan menjadikan nasabah peminjam (debitur) dapat kembali menjalankan usahanya dengan lancar kembali .

2. Hendaknya pemerintah lebih memberikan kepastian hukum sebagai upaya perlindungan hukum dan penegakan hukum. Pemerintah diharapkan dengan tegas memberikan kepastian kepada pihak Bank Bahwa kebijakan tersebut wajib dilaksanakan, dan memberikan persyaratan yang jelas, terperinci dan mempermudah persyaratan kepada debitur jika memang membutuhkan kelonggaran pembayaran cicilan kredit khususnya pada masa pandemi covid 19 ini pada saat ekonomi masyarakat melemah tentunya restrukturisasi kredit adalah jalan yang diharapkan masyarakat dapat terealisasi. Apabila di bentuk peraturan yang menegaskan keharusan bank memberikan relaksasi kredit berupa restrukturisasi kredit dalam pengaturan tersebut juga di beri pengaturan mengenai pemberian sanksi kepada bank yang sudah di suntik dana oleh pemerintah apabila tidak terdapat program relaksasi kredit.

3. Hendaknya pihak debitur proaktif melakukan komunikasi dengan pihak kreditur (bank) ketika kreditnya masuk kategori kredit bermasalah, sehingga nantinya ditemukan solusi dari hambatan yang terjadi yang sama-sama menguntungkan baik bagi pihak kreditur maupun pihak debitur.

DAFTAR PUSTAKA