commit to user
TESIS
ANALISIS PENGARUH KEPUASAN, MOTIVASI DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA PARAMEDIS KEPERAWATAN
DI RSUD SIMO KABUPATEN BOYOLALI
Disusun oleh :
YUSTINA NUGRAHETI NIM : S. 540809322
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Pada Tanggal : ………
Pembimbing I
Prof. Bhisma Murti, dr.,MPH, M.Sc,Ph.D NIP. 19551021 199412 1 001
Pembimbing II
Etti Poncorini P, dr., M.Pd NIP. 19750311 200212 2 002
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
commit to user
ANALISIS PENGARUH KEPUASAN, MOTIVASI DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA PARAMEDIS KEPERAWATAN
DI RSUD SIMO KABUPATEN BOYOLALI
Disusun oleh :
YUSTINA NUGRAHETI NIM : S. 540809322
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Pada Tanggal : ………
Prof.Dr. Didik Tamtomo,dr., PAK,MM,M.Kes
NIP. 19480313 197610 1 001
Dr. Nunuk Suryani, M.Pd
NIP. 19661108 199003 2 001
Prof. Bhisma Murti, dr.,MPH, M.Sc.,Ph.D
NIP. 19551021 199412 1 001
Eti Poncorini P., dr., M.Pd
NIP. 19750311 200212 2 002
Tanda tangan
Direktur PP UNS
Prof.Drs. Suranto,MSc,Ph.D NIP. 19570820 198503 1 004
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
commit to user
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama
NIP
:
:
Yustina Nugraheti
S. 540809322
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul ANALISIS PENGARUH
KEPUASAN, MOTIVASI DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA
PARAMEDIS KEPERAWATAN DI RSUD SIMO KABUPATEN BOYOLALI adalah
betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi
tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari
tesis tersebut.
Surakarta, Januari 2011
Yang membuat pernyataan
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis
yang berjudi Analisis Pengaruh Kepuasan, Motivasi dan Stres Kerja Terhadap
Kinerja Tenaga Paramedis Keperawatan di RSUD Simo Kabupaten Boyolali.
Penelitian ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk
mencapai derajat Magister Kesehatan pada Minat Pendidikan Profesi Kesehatan
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulisan tesis ini tidak bisa terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam
– dalamnya kepada yang terhormat :
1. Prof. DR. Much. Syamsulhadi, dr. Sp. KJ (K) selaku Rektor Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan kepada Penulis
untuk menempuh pendidikan Pascasarjana.
2. Prof. Drs. Suranto, MSc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan pada
Penulis untuk menempuh pendidikan Pascasarjana.
3. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr. PAK., MM, M.Kes. selaku Ketua Program
Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. P. Murdani, K, dr. MPHEd selaku Ketua Minat Utama Pendidikan Profesi
Kesehatan Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah bersedia memberikan masukan dan saran demi
commit to user
5. Dr. Nunuk Suryani, MPd selaku Sekretaris Minat Utama Pendidikan Profesi
Kesehatan MagisterKedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah bersedia memberikan sumbang saran demi
terselesaikannya tesis ini.
6. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH., M.Sc, Ph.D selaku Pembimbing pertama
yang telah bersedia meluangkan waktu memberikan bimbingan dengan
sabar demi terselesainya tesis ini.
7. Eti Poncorini P., dr., M.Pd selaku Pembimbing kedua yang telah bersedia
membimbing penulis dengan sabar sehingga tesis ini lancar.
8. Yulianto Prabowo, dr. M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu penulis dalam penulisan usulan peneliian ini.
Seperti peribahasa “Tak ada gading yang tak retak”, Penulis pun menyadari
bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan
tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan khususnya bagi peningkatan sumber daya manusia kesehatan.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
commit to user
ABSTRAK
Yustina Nugraheti. S.540809322. 2011. Analisis Pengaruh Kepuasan, Motivasi dan Stres Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Paramedis Keperawatan di RSUD Simo Kabupaten Boyolali. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Paramedis keperawatan di rumah sakit yang terdiri tenaga bidan dan perawat mempunyai peranan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan. Agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas, tenaga paramedis keperawatan dituntut untuk memiliki kinerja yang tinggi. Faktor yang berdampak pada kinerja antara lain kepuasan, motivasi dan stres kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepuasan, motivasi dan stres kerja terhadap kinerja tenaga paramedis di RSUD Type D.
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di RSUD Simo Kabupaten Boyolali pada bulan Desember 2010 dengan responden tenaga paramedis keperawatan berjumlah 53 orang. Tehnik sampling yang digunakan dengan exhaustive sampling dimana semua populasi dipakai sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Analisis data untuk melakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi linear ganda.
Hasil pengujian hipotesis dengan analisis regresi linear ganda diperoleh nilai koefisien regresi kepuasan sebesar 0,26 dan ρ= 0,032; motivasi sebesar 0,64 dan
ρ <0,001 dan stres kerja mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 0,02 dan
ρ=0,818. Berdasarkan hasil analisis tersebut, variabel motivasi dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja, sedangkan variabel stres kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja tenaga paramedis keperawatan. Secara bersama variabel kepuasan, motivasi dan stres kerja berpengaruh terhadap kinerja tenaga paramedis keperawatan yang ditunjukkan dengan nilai ρ < 0,001.
Kata kunci : Kepuasan, Motivasi, Stres Kerja, Kinerja
commit to user
ABSTRACT
Yustina Nugraheti. S.540809322. 2011. Influence Analysis of Satisfaction, Motivation and Work Stress on Performance of Nursing Paramedical Personnel in Hospitals Simo Boyolali District. Thesis : Graduate Program Sebelas Maret University in Surakarta.
Paramedic nursing at the hospital which consisted of midwives and nurses have an important role in providing quality health care. In order to provide a quality service, nursing paramedics are required to have high performance. Factors affecting the performance, among others, satisfaction, motivation and job stress. The purpose of this study was to determine the influence of satisfaction, motivation and job stress on the performance of paramedical personnel in Hospitals Type D.
Design research is quantitative research with cross sectional analytic. The experiment was conducted in Hospitals Simo Boyolali District in December 2010 with paramedics respondents numbered 53 people nursing. The sampling technique used by exhaustive sampling in which all populations are used as research samples. Collecting data using a questionnaire. Analysis of data for testing hypotheses with multiple regression analysis.
Results of hypothesis testing with multiple linear regression analysis regression coefficient values obtained satisfaction 0.26 and ρ = 0.032; motivation are 0.64 and ρ <0.001 and job stress has a value of regression coefficient of 0.02 and ρ = 0.818. Based on the results of the analysis, motivation and job satisfaction variables affect performance, whereas job stress variables did not affect the performance of paramedical personnel in nursing. Taken together the variables of satisfaction, motivation and job stress affect the performance of nursing paramedic as indicated by the value of ρ <0.001.
Key words: Satisfaction, Motivation, Job Stress, Performance
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menjelang era pasar bebas atau dikenal AFTA (Asean Free Trade
Assosiation) diperlukan kesiapan yang mantap dari semua sektor, termasuk sektor
kesehatan khususnya rumah sakit. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 definisi Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Paramedis keperawatan yang terdiri dari tenaga bidan dan perawat merupakan
suatu bidang profesi yang dapat terus dikembangkan terintegrasi dalam pelayanan
kesehatan. Tenaga keperawatan yang merupakan “The caring profession”
mempunyai peranan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di
rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan
bio-psiko-sosial-spiritual merupakan pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24
jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri dibanding pelayanan
lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2001).
Rumah sakit sebagai suatu organisasi pelayanan kesehatan agar tetap dapat
“survive” harus memiliki sistem manajemen pelayanan khususnya manajemen
sumber daya manusia yang baik sehingga dapat memenuhi tuntutan kebutuhan
masyarakat. Semua aktivitas di rumah sakit dapat berjalan dengan baik apabila
commit to user
organisasi merupakan aspek penting bagi setiap orang yang berkepentingan
dengan keberhasilan organisasi.
Vinaeke mengemukakan bahwa motivasi intrisik (motivation intrinsic) dan
motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) merupakan dua kondisi yang dapat
memacu tindakan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya. Herzberg
menyarankan, apabila ingin memotivasi orang pada pekerjaannya maka perlu
menekankan prestasi, pengakuan, kerja itu sendiri, tanggung jawab dan
pertumbuhan. Karakteristik inilah yang dianggap sebagai manajer intrinsik. Hasil
penelitian di negara maju menunjukkan bahwa bekerja dimotivasi oleh faktor
intrisik, sedangkan faktor ekstrinsik hanya mengurangi ketidakpuasan. (Fauzi,
2008). Sementara hasil penelitian Sri Runing (1998) menunjukkan bahwa manajer
di kedua sektor dimotivasi baik oleh faktor intrinsik (dengan tingkat yang rendah)
maupun faktor ekstrinsik..
Kepuasan kerja diekspresikan dengan antusias yang tinggi, disiplin, motivasi
yang bagus, kesediaan belajar dan menerima pelajaran dari orang lain dan
sebagainya. Studi mengungkapkan bahwa sebagian besar karyawan mempunyai
antusias tinggi ketika menemukan pekerjaan baru. Tetapi antusias itu akan
menurun setelah enam bulan bekerja. Ini dirasakan oleh 85% dari 1000
perusahaan yang dijadikan objek studi dan melibatkan kurang lebih satu setengah
juta karyawan sejak tahun 2000 sampai dengan 2004 (Sirota Survey Intelligence,
New York). Hal tersebut apabila berlanjut akan menimbulkan suatu ketidakpuasan
commit to user
Penilaian positif karyawan terhadap organisasi akan menimbulkan rasa puas,
namun sebaliknya apabila penilaian yang dilakukan karyawan terhadap organisasi
negatif maka ia akan mengalami ketidakpuasan. Kepuasan yang dialami oleh
karyawan dapat memotivasi karyawan itu sendiri sehingga meningkatkan kinerja.
Sedangkan ketidakpuasan, apabila tidak teratasi dapat menimbulkan stres.
Munculnya stres ini dapat memotivasi individu untuk melakukan sesuatu
(memperbaiki) sehingga dapat meningkatkan kinerja, namun sebaliknya bila stres
yang timbul tidak dapat diselesaikan maka akan berpengaruh pada penurunan
kinerja. Dan apabila ini terjadi akan memberikan dampak negatif pada organisasi
karena bisa menyebabkan terganggunya pelaksanaan pekerjaan yang berakibat
pada menurunnya kinerja organisasi. Hal ini merupakah salah satu hal yang harus
diperhatikan oleh organisasi dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian akan dilakukan di
lingkungan pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Simo Kabupaten
Boyolali. Rumah Sakit Umum Simo merupakan peningkatan status dari
Puskesmas Rawat Inap Simo dan pelayanan publik, sehingga dituntut untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Salah satu hal
yang dapat menimbulkan penurunan kualitas pelayanan adalah sumber daya
manusia kesehatan yang terlibat didalamnya. Dengan demikian, hal-hal yang
berdampak terhadap sumber daya manusia terutama kepuasan, motivasi dan stres
kerja dapat diketahui untuk meminimalkan dampak negatif yang tidak diinginkan.
commit to user
B. PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja tenaga paramedis
keperawatan di Rumah Sakit Umum (RSUD) Type D ?
2. Apakah ada pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja tenaga paramedis
keperawatan di Rumah Sakit Umum (RSUD) Type D ?
3. Apakah ada pengaruh stres kerja terhadap kinerja tenaga paramedis
keperawatan di Rumah Sakit Umum (RSUD) Type D?
4. Apakah ada pengaruh kepuasan, motivasi dan stres kerja terhadap kinerja
tenaga paramedis keperawatan di Rumah Sakit Umum (RSUD) Type D?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum :
Mengetahui pengaruh kepuasan, motivasi dan stres kerja terhadap kinerja
tenaga paramedis keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Type D.
Tujuan Khusus :
1. Menganalisa pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja tenaga paramedis
keperawatan di RSUD Type D.
2. Menganalisa pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja tenaga paramedis
keperawatan di RSUD Type D.
3. Menganalisa pengaruh stres kerja terhadap kinerja tenaga paramedis
commit to user
4. Menganalisa pengaruh kepuasan, motivasi dan stres terhadap kinerja tenaga
paramedis keperawatan di RSUD Type D.
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu tentang
penerapan manajemen sumber daya manusia kesehatan rumah sakit dan
menjadi masukan bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Tenaga Paramedis Keperawatan di RSUD Simo
Masukan tentang kinerja paramedis keperawatan dalam upaya pelayanan
kesehatan di rumah sakit, khususnya pengaruh kepuasan, motivasi dan
stres kerja terhadap kinerja.
b. RSUD Simo
1) Masukan dalam pengelolaan manajemen tenaga paramedis
keperawatan di rumah sakit.
2) Masukan dalam melaksanakan pembinaan terhadap paramedis
keperawatan untuk meningkatkan kinerjanya.
c. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Masukan dalam melaksanakan pembinaan terhadap paramedis keperawatan
commit to user d. Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali
Masukan dalam manajemen sumberdaya manusia kesehatan khususnya
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.KAJIAN TEORI
1. Kepuasan
a. Definisi Kepuasan Kerja
Kepuasan adalah suatu perasaan menyenangkan yang merupakan hasil
dari persepsi individu dalam rangka menyelesaikan tugas atau memenuhi
kebutuhannya untuk memperoleh nilai-nilai kerja yang penting bagi dirinya.
Kepuasan kerja menurut Wagner III & Hollenbeck yang mengutip ungkapan
Locke, adalah “a pleasurable feeling that results from the perpection that
one’s job fulfills or allows for the fulfillment of one’s important job
values.”(Wijono, 2010). Locke mendefinisikan kepuasan kerja sebagai
tingkat emosi yang positif dan menyenangkan individu. Dengan kata lain,
kepuasan kerja adalah suatu hasil persepsi individu terhadap pekerjaan atau
pengalaman positif dan menyenangkan dirinya dengan hasil keluaran yang
didapatnya (Wijono, 2010; Umam, 2010).
Keith Davis, Wexley dan Yuki mengemukakan bahwa adalah suatu
perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang
berhubungan dengan pekerjaannya maupun kondisi dirinya. Perasaan yang
berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau
gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan
commit to user
perusahaan, mutu pengawasan, sedangkan perasaan yang berhubungan
dengan dirinya antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan
pendidikan (Mangkunegara, 2008; Wikipedia, 2010).
Cormick dan Ilgen menyatakan kepuasan kerja merupakan sikap /
respon afektif seseorang terhadap pekerjaannya. Pandangan tentang
kepuasaan kerja adalah bahwa individu menghitung sejauh mana pekerjaan
itu menghasilkan hasil bernilai. Diasumsikan bahwa individu memiliki
sejumlah penilaian tentang berapa banyak mereka menghargai hasil tertentu
serta gaji , kondisi lingkungan kerja, promosi yang baik (Cormick and Ilgen,
1980).
Brayfield, Rothe, Davis dan Newstorm mengemukakan kepuasan kerja
(job statisfaction) adalah tingkat saat karyawan memiliki perasaan positif
terhadap pekerjaan yang ditawarkan perusahaan ditempatnya bekerja.
Karyawan bahkan rela mengorbankan waktu pribadi dan lupa jam pulang
kantor yang diistilahkan workaholic. Tipe karyawan ini biasanya tidak
memandang pekerjaan sebagai tugas apalagi paksaan melainkan hobi.
Karyawan ini memiliki perasaan yang sangat positif terhadap pekerjaan,
memiliki antusiasisme tinggi, menyukai pekerjaan, merasa nyaman bekerja
dan secara keseluruhan puas terhadap pekerjaan (Istijanto, 2008; Fauzi,
2008; Wikipedia, 2010).
Menurut Rasimin, Ancok, Howell dan Robert, kepuasan kerja adalah
kondisi subyektif dari keadaan diri seseorang. Kondisi subyektif tersebut
commit to user
pengalaman kerjanya yang dihubungkan dengan kebutuhan individu (Fauzi,
2008; Wijono, 2010).
Kepuasan kerja menurut Robbins, Blum dan Naylor adalah sikap
umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Definisi ini sangat luas dan
pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti
aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup dalam
kondisi kerja yang sering kurang ideal. Hal ini mengakibatkan penilaian
seorang karyawan terhadap kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja
merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang
terkait dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya (Fauzi, 2008; Wijono,
2010; Wikipedia, 2010). Sedangkan Schultz menjelaskan bahwa kepuasan
kerja merupakan serangkaian sikap yang dipegang oleh individu tentang
pekerjaannya (Wijono, 2010).
Fleisman dan Bass mengemukakan kepuasan kerja merupakan suatu
tindakan efektif karyawan terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja tersebut
dianggap sebagai hasil pengalaman karyawan dalam kaitannya dengan
penilaian terhadap diri sendiri seperti apa yang dikehendaki atau diharapkan
dari pekerjaannya, sehingga tingkat kepuasan kerja merupakan suatu sikap
dan umpan balik karyawan terhadap pekerjaannya (Wijono, 2010).
Below dalam Arifin membagi kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja
dari dua sudut pandang yaitu karyawan dan manajer. Dari pihak karyawan,
keadaan kepuasan kerja dikatakan sebagai suatu dorongan atau ketegangan
commit to user
juga menilai bahwa karyawan yang telah merasa puas sebagai karyawan
juga harus sesuai dengan penilaian dari para karyawan yang lain dan
penilaian tersebut tidak menimbulkan masalah bagi mereka (Wijono, 2010).
Menurut Milton, kepuasan kerja dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadian.
Ia mendefinisikan kepuasan kerja sebagai prestasi baik dihasilkan oleh
karyawan di mana terkesan bahwa karyawan diberi ganjaran yang bersifat
ekstrinsik dan intrinsik (Wijono, 2010).
b. Variabel Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja menurut Robbins (Fauzi, 2008; Wikipedia, 2010)
mempunyai lima variabel yang penting yaitu :
1) Kerja yang menantang
Karyawan akan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi
mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan,
menawarkan berbagai tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai
seberapa baik mereka bekerja. Hal ini membuat pekerjaan secara mental
menantang. Pekerjaan yang tidak menantang akan menciptakan
kebosanan, sebaliknya pekerjaan yang terlalu menantang akan
menciptakan frustasi dan perasaan yang gagal. Pada kondisi tantangan
yang sedang, maka kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan
commit to user 2) Imbalan yang pantas
Karyawan berharap bahwa sistem gaji dan kebijakan promosi yang
mereka harapkan adalah adil berdasarkan pada tuntutan pekerjaan,
tingkat ketrampilan individu dan standar penggajian.
3) Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan menyenangi lingkungan kerja yang baik untuk
kenyamanan dalam memudahkan mengerjakan tugasnya misalnya
lingkungan fisik yang tidak berbahaya, suhu ruangan, cahaya, kerapian
ruangan dan kondisi yang lain.
4) Rekan sekerja yang mendukung
Karyawan memerlukan hubungan sosial yang baik dengan rekan
kerja yang lain, sehingga rekan kerja dan perilaku atasan yang ramah,
dapat memahami dan mendengar pendapatnya, baik, dan jujur akan
meningkatkan kepuasan kerja.
5) Kesesuaian kepribadian dan pekerjaan
Kecocokan antara kepribadian karyawan dengan pekerjaan akan
menghasilkan kepuasan kerja.
Kepuasan kerja yang merupakan sikap emosional yang menyenangkan
dan mencintai pekerjaannya dicerminkan oleh moral kerja, disiplin dan
prestasi kerja. Indikator kepuasan kerja diukur dengan kedisplinan, moral
kerja dan turnover kecil. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor
balas jasa yang adil dan layak, penempatan yang tepat dan sesuai dengan
commit to user
peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, sikap pimpinan dalam
kepemimpinannya dan sikap pekerjaan monoton atau tidak (Fathoni, 2006).
Menurut Keith Davis yang mengemukakan bahwa “Job satisfaction is
related to a number of major employee variables, such as turnover,
absences, age, occupation, and size of the organization in wich an employee
works”(kepuasan kerja berhubungan dengan sejumlah besar variabel kerja
seperti tingkat pindah pegawai, ketidakhadiran, umur, pekerjaan dan besar
kecilnya organisasi dimana mereka berkerja). Variabel–variabel tersebut
(Mangkunegara, 2008) adalah :
1) Turnover
Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai
yang rendah.
2) Tingkat ketidakhadiran (absen) kerja
Pegawai yang kurang puas cenderung tingkat ketidakhadirannya
tinggi dengan alasan yang tidak logis dan subjektif.
3) Umur
Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas daripada
pegawai yang berumur relatif lebih muda, dikarenakan biasanya pegawai
usia muda bila harapan dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau
ketidakseimbangan dapat menyebabkan ketidakpuasan.
4) Tingkat pekerjaan
Pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi
commit to user
pekerjaan yang lebih rendah yang dikarenakan mereka dapat
menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam
mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja.
5) Ukuran organisasi perusahaan
Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan
pegawai dikarenakan berhubungan dengan koordinasi, komunikasi, dan
partisipasi pegawai.
Dimensi kepuasan kerja menurut Milton dalam Sigit (2003) yang
diperoleh dari studi dan penelitian terdiri dari :
1) Kerja (work) : termasuk minat intrinsik, variasi, kesempatan untuk
belajar, kesulitan, banyaknya kegiatan, kesempatan untuk sukses, dan
penguasaan langkah dan metode.
2) Bayaran (pay) : banyaknya bayaran, kelayakan atau adil, dan cara
pembayaran.
3) Promosi (promotion) : kesempatan untuk promosi, kejujuran dan dasar
untuk promosi.
4) Pengakuan (recognition) : pujian atas pelaksanaan, penghargaan atas
selesainya pekerjaan, dan kritik.
5) Kondisi kerja (work conditions) : jam kerja, istirahat, peralatan,
temperatur, ventilasi, kelembaban, lokasi, dan lay-out fisik.
6) Penyeliaan (supervision) : gaya penyeliaan dan pengaruh, teknis
commit to user
7) Teman kerja (co-worker) : kemampuan, kesukaan menolong dan
keramahan.
8) Perusahaan dan manajemen (company and management) : perhatian
terhadap karyawan, bayaran, dan kebijakan.
Menurut Luthans, Smith, Kendall dan Hanh yang dikutip oleh Gibson,
Ivancevich dan Dobbely (Fauzi, 2008; Wikipedia, 2010; Wijono, 2010;
Triton, 2009; Umar, 2004), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja dapat dilihat dengan menggunakan Job Descriptive Index (JDI) terdiri
dari : pembayaran (misalnya gaji dan upah), pekerjaan itu sendiri, promosi
pekerjaan, penyeliaan (supervisi) dan rekan sekerja
Dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan mengaitkannya pada
output yang dihasilkan misalnya produktivitas, turnover, absensi dan
sebagainya (Umar, 2004).
Locke dalam Wijono (2010) mengungkapkan ada tiga komponen kunci
yang penting dalam kepuasan kerja yaitu :
1) Nilai – nilai (values)
Locke memberi batasan bahwa nilai-nilai dipandang dari segi
keinginan seseorang baik yang disadari ataupun tidak, biasanya berkaitan
dengan apa yang diperolehnya. Nilai-nilai termasuk
kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi seperti kebutuhan-kebutuhan penghargaan, aktualisasi
commit to user 2) Kepentingan (importance)
Orang membedakan kepentingan mereka dalam menempatkan nilai
perbedaan secara kritis yang dapat menentukan tingkat kepuasan kerja
mereka.
3) Persepsi (perception)
Kepuasan didasarkan pada persepsi individu terhadap situasi saat ini
dan nilai-nilai individu.
Mullin (Wijono, 2010) menjelaskan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja meliputi :
1) Faktor pribadi diantaranya kepribadian, pendidikan, intelegensi dan
kemampuan, usia, status perkawinan dan orientasi kerja.
2) Faktor sosial diantaranya hubungan dengan rekan kerja, kelompok kerja
dan norma-norma, kesempatan untuk berinteraksi dan organisasi
informal.
3) Faktor budaya diantaranya sikap-sikap yang mendasari, kepercayaan dan
nilai-nilai.
4) Faktor organisasi diantaranya sifat dan ukuran, struktur formal,
kebijakan-kebijakan personalia dan prosedur-prosedur, relasi karyawan,
sifat pekerjaan, teknologi dan organisasi kerja, supervisor dan gaya
kepemimpinan, sistem manajemen dan kondisi kerja.
5) Faktor lingkungan diantaranya ekonomi, sosial, teknik dan
commit to user
Terdapat rentang yang luas diantara faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja yang ada didalamnya yang dapat dilihat dari teori dua faktor
dari Herzberg’s yaitu kesehatan dan motivator (Wijono, 2010).
1) Faktor kesehatan atau ekstrinsik merupakan kebutuhan dasar individu,
sehingga bila tidak terpenuhi dapat menyebabkan ketidakpuasan namun
jika dipenuhi tidak berarti mengalami kepuasan. Faktor kesehatan terdiri
dari gaji, keamanan, kesehatan fisik, hubungan pribadi, supervisi dan
kebijakan perusahaan.
2) Faktor motivator atau intrinsik merupakan kebutuhan pada tingkat yang
tertinggi sehingga merupakan faktor yang berusaha memberi kepuasan
kerja. Faktor-faktor ini meliputi keberhasilan, penghargaan, tanggung
jawab, karier serta nilai instrinsik pekerjaan itu sendiri.
Atas dasar hal tersebut dapat dikatakan bahwa ada beberapa pendekatan
yang digunakan terhadap lingkungan yang menjadi faktor-faktor utama
dalam mempengaruhi kepuasan kerja. Beberapa faktor utama yang
mempengaruhi kepuasan kerja secara khusus (Wijono, 2010) meliputi :
frustasi dan pengasingan, ciri-ciri teknologi, kebermaknaan kerja, sifat
supervisi, pekerjaan dan kesejahteraan secara psikologis serta
ketidaksesuaian peran dan konflik peran. Pengaruh utama lainnya adalah
organisasi dan rencana kerja, tugas dan karakteristik pekerjaan, konteks
organisasi yang lebih luas, kualitas kehidupan kerja, unit penelitian kerja
commit to user
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang dapat dibagi
dalam 2 (dua) bagian (Wijono, 2010) yaitu :
1) Karakteristik individu
a) Perbedaan individu
Perbedaan individu muncul ketika individu mencapai kepuasan
kerja pada waktu ia memberi respons terhadap situasi dan kondisi
kerja yang kompleks. Setiap individu mempunyai tahap kepuasan
kerja menurut tingkat yang ditetapkan oleh individu sendiri sehingga
menyebabkan perbedaan tingkat kepuasan.
b) Usia
Herzberg et al. menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan diantara usia dan kepuasan kerja. Kepuasan kerja terjadi
sejak individu mulai bekerja. Pada umumnya, kepuasan kerja
bertambah sesuai dengan bertambahnya usia dan kepuasan kerja
paling rendah ditemukan pada karyawan yang paling muda. Survei di
496 kota terhadap manajer-manajer di daerah di Florida pada usia 23–
73 tahun menunjukkan bahwa manajer yang berusia tua merasa lebih
puas daripada manajer yang lebih muda dalam pekerjaan mereka yang
disebabkan manajer yang lebih tua mempunyai kesesuaian pekerjaan
yang lebih besar (antara apa yang dibutuhkan dengan yang ada dalam
pekerjaan mereka), ranking gajinya lebih tinggi dan locus of control
commit to user c) Pendidikan dan kecerdasan
Pendidikan dan kecerdasan dapat memberi pengaruh terhadap
kepuasan kerja, meskipun ada pula penelitian yang menunjukkan tidak
ada hubungan antara pendidikan, kecerdasan dan kepuasan kerja.
d) Jenis kelamin
Zaleznik, Christensen & Roethlisberger menemukan bahwa
perempuan lebih puas dibandingkan dengan laki-laki pada tahap sosial
dan gaji yang sama.
e) Jabatan
Jabatan yang ada dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa cara
seperti keterampilan dan keahlian, jangka waktu latihan, jumlah
tanggung jawab sosial maupun sikap kerja dapat mempengaruhi
kepuasan kerja individu. Porter, Gurin, Veroff & Feld menemukan
bahwa individu yang mempunyai jabatan yang tinggi memperoleh
kepuasan kerja yang lebih tinggi karena egonya terpuaskan. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Porter dan Hasan dkk. menunjukkan
bahwa pada daerah vertikal (vertical location) adalah faktor yang
penting untuk mengukur kepuasan kerja manajemen sesuai dengan
kebutuhan psikologis mereka.
2) Karakteristik pekerjaan
a) Organisasi dan manajemen
Organisasi dan manajemen menjadi penting jika karyawan
commit to user b) Supervisi langsung
Zander & Quinn menemukan bahwa kepuasan kerja sesuai
dengan kepentingan pribadi supervisor secara langsung (immediate
supervision) dan dukungan terhadap karyawan. Pelz dalam Hasan dkk
menemukan bahwa orientasi kerja terhadap sebagian dari “immediate
supervision” tidak menjamin kepuasan kerja secara memadai.
Supervisor yang berhubungan dekat dengan karyawannya cenderung
mempunyai kelompok kerja yang luas bila dapat mempengaruhi dan
memberi manfaat bagi kepuasan kerja karyawannya.
c) Lingkungan sosial
Verrof, Feld dan Zaleznik et al. menemukakan bahwa identitas
kelompok kerja menjadi sebuah variabel penting terhadap kepuasan
kerja dikarenakan bekerja secara kelompok mempunyai manfaat
penting untuk memenuhi kebutuhan interpersonal dan persahabatan
sumber kepuasan kerja.
d) Komunikasi
Suehr mengemukakan bahwa komunikasi merupakan salah satu
faktor penting dalam keseluruhan proses moral yang dapat dilihat dari
ketidakhadiran kerja yang merupakan sumber ketidakpuasan dengan
syarat individu diletakkan pada satu jalinan komunikasi yang erat.
Leaviit menemukan bahwa kepuasan kerja yang tinggi adalah jika
commit to user e) Keamanan
Gurin, Veroff & Feld menemukan bahwa faktor keamanan terjadi
jika terdapat ketidakseimbangan di kalangan individu yang tidak
memperoleh kepuasan kerja. Crites dalam eksperimennya
menggunakan Skala Sikap Analisis Faktor menemukan bahwa
struktur organisasi impersonal yang formal merupakan sumber
keamanan yang kuat.
f) Monoton
Kennedy dan O’Neill menjelaskan bahwa perluasan kerja
berkecenderungan untuk memperoleh kepuasan yang lebih dalam
terhadap pekerjaan yang dilakukan berulangkali secara monoton.
Menurut Smith rasa tidak puas dan bosan dapat dipahami dari
karakteristik kepribadian dibandingkan dengan hanya melalui
pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang yang menyebabkan
munculnya ketidakpuasan dan kebosanan.
g) Penghasilan
Menurut Schultz, masalah muncul ketika mengukur hubungan
antara penghasilan dan kepuasan kerja karena bertumpang tindih
dengan faktor-faktor lain seperti usia, jabatan dan pendidikan.
Menurut Luthans dalam Fauzi (2008) ada tiga dimensi kepuasan kerja
bagi setiap orang yang bekerja yaitu :
1) Kepuasan kerja adalah suatu emosi yang merupakan respon terhadap
commit to user
2) Kepuasan kerja dinyatakan dengan perolehan hasil yang sesuai atau
melebihi yang diharapkan.
3) Kepuasan kerja pada umumnya dinyatakan dalam sikap yang semakin
loyal kepada perusahaan, bekerja dengan baik, dedikasi yang tinggi,
tertib dan mematuhi peraturan serta sikap-sikap lain yang positif.
Gilmer dalam Fauzi (2008) mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan
kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, supervisor, faktor intrinsik, kondisi
kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi dan fasilitas yang lain.
c. Teori Kepuasan Kerja
1) Teori Ketidaksesuaian / Perbedaan / Kesenjangan (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter yang mengemukakan
bahwa untuk mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara
menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang
dirasakan pegawai. Menurut Locke, kepuasan kerja pegawai bergantung
pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh
pegawai, yang menggunakan dasar pertimbangan dua nilai yaitu :
a) Ketidaksesuaian yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan
individu dengan apa yang dia terima dalam kenyataannya.
b) Pentingnya pekerjaan yang diinginkan oleh individu tersebut.
Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi individu adalah jumlah
commit to user
pentingnya aspek pekerjaan individu (Wijono, 2010; Mangkunegara,
2008; Sigit, 2003).
2) Model dari Kepuasan Bidang/Bagian (Facet Satisfaction)
Model Lawler mengatakan bahwa individu akan merasa puas
terhadap bidang tertentu dari pekerjaan mereka, misalnya hubungan
antara rekan kerja, atasan bawahan dan gaji/upah. Individu dapat
menerima dan melaksanakan pekerjaannya dengan senang hati dalam
bidang yang dia persepsikan, maka hasilnya akan sama dengan jumlah
yang dia persepsikan dari yang secara aktual mereka terima. Ada 2
persepsi individu yaitu :
a) Individu yang mempersepsikan hubungan interaksi dengan atasannya
yang seharusnya berjalan dengan baik, lancar dan memuaskan.
b) Persepsi individu terhadap jumlah “income” yang seharusnya dia
terima atas dasar hasil penilaian prestasi kerjanya dengan persepsinya
tentang income yang secara nyata dia terima.
Lawler juga mengatakan bahwa jumlah dari bidang yang
dipersepsikan individu akan sesuai, tergantung dari bagaimana individu
mempersepsikan nilai dari pekerjaan dan karakteristik pekerjaannya.
Selain itu perlu diketahui pula bagaimana individu mempersepsikan
“input and output” dari orang lain yang digunakan sebagai pembanding
bagi dirinya sendiri dimana secara nyata tergantung dari hasil ”output”
commit to user
dengan siapa individu akan membandingkan dirinya sendiri (Wijono,
2010).
3) Teori Proses Bertentangan (Opponent-Process Theory)
Landy (dalam Munandar, 2001) memandang kepuasan kerja dari
perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain.
Teori ini memberi tekanan bahwa individu ingin mempertahankan
keseimbangan emosional (emotional equilibrium), sehingga kondisi
emosional yang ekstrim tidak memberi kebaikan. Kepuasan atau
ketidakpuasan kerja menimbulkan mekanisme fisiologis dalam sistem
pusat saraf yang membuat aktif emosi yang berlawanan, sehingga emosi
tersebut akan terus ada dalam jangka waktu yang relatif lama.
Apabila individu memperoleh keberhasilan dalam pekerjaannya,
maka individu akan merasa senang sekaligus takut gagal atau tidak
senang. Setelah beberapa saat, perasaan senang dan bangga
berangsur-angsur menjadi turun dan semakin melemah sehingga individu akan
merasa takut gagal atau sedih sebelum kembali dalam kondisi yang
normal. Hal ini terjadi karena emosi yang berlawanan berlangsung lama.
Atas dasar asumsi bahwa kepuasan kerja bervariasi secara mendasar dari
waktu ke waktu, sehingga berakibat pengukuran kepuasan kerja perlu
dilakukan secara terus menerus dan periodik sesuai dengan rentang
commit to user 4) Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen
keeimbangan menurut Wekley dan Yukl adalah:
a) Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat
menunjang pelaksanaan kerja.
b) Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai.
c) Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang
sama, seseorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya
sendiri dalam pekerjaan sebelumnya.
Menurut teori ini, puas dan tidak puasnya pegawai merupakan hasil
membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan
input-outcome pegawai lain. Apabila perbandingan tersebut dirasakan
seimbang (equity), maka pegawai tersebut akan merasa puas, tetapi
apabila terjadi tidak seimbang (in-equity) dapat menyebabkan 2
kemungkinan yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan
yang menguntungkan dirinya) atau under compensation inequity
(ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi
pembanding atau comparison person)(Mangkunegara, 2008; Sigit,
2003).
5) Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada
commit to user
apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. (Mangkunegara, 2008;
Sigit, 2003).
6) Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai sangat bergantung pada
pandangan dan pendapat kelompok yang oleh pegawai dianggap sebagai
kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut dijadikan tolok ukur untuk
menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas
apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang
diharapkan kelompok acuan. (Mangkunegara, 2008).
7) Teori Dua Faktor Herzberg
Teori dua faktor ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg dengan
menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuan.
(Mangkunegara, 2010). Ada dua faktor yang menyebabkan timbulnya
rasa puas dan tidak puas yaitu :
a) Faktor pemeliharaan / maintenance factors.
Faktor pemeliharaan ini disebut pula dissatisfiers, hygiene
factors, job context, extrinsic factors yang meliputi administrasi dan
kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan
pengawas, hubungan dengan sub-ordinat, upah, keamanan kerja,
kondisi kerja dan status.
b) Faktor pemotivasian / motivational factors
Faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job
commit to user
pengenalan, kemajuan (advancement), work it self, kesempatan
berkembang dan tanggung jawab.
8) Teori Pengharapan (Exceptancy Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Victor H. Vroom yang diperluas oleh
Porter dan Lawler. Vroom menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu
produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan penaksiran
seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.
Pernyataan tersebut akan berhubungan dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
-Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang untuk mencapai sesuatu.
-Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi
tertentu.
-Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada
tujuan tertentu.
Keith Davis mengemukakan bahwa pengharapan merupakan
kekuatan keyakinan pada suatu perlakukan yang diikuti dengan hasil
khusus. Pengharapan merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan
hasil dari range 0-1. Jika pegawai merasa tidak mungkin mendapatkan
hasil maka harapannya adalah 0. Namun jika aksinya berhubungan
dengan hasil tertentu maka harapannya bernilai 1. Harapan pegawai
commit to user 9) Teori Imbalan (Reward Theory)
Menurut teori ini kepuasan adalah fungsi dari imbalan yang diterima
seseorang, baik mengenai jumlahnya maupun kapan waktu diterimanya .
d. Pengukuran Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja menurut Mangkunegara (2008) dapat diukur dengan
menggunakan :
1) Pengukuran kepuasan kerja dengan Skala Indeks Deskripsi Jabatan
Skala pengukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kendall dan Hulin
pada tahun 1969. Skala mengukur sikap dari lima area yaitu kerja,
pengawasan, upah, pegawai dan co-worker. Setiap pertanyaan yang
diajukan harus dijawab oleh pegawai dengan cara menandai jawaban ya,
tidak, atau tidak ada jawaban.
2) Pengukuran kepuasan kerja dengan berdasarkan ekspresi wajah
Pengukuran kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Kunin pada
tahun 1955. Skala ini terdiri dari seri gambar wajah-wajah orang mulai
dari sangat gembira, gembira, netral, cemberut dan sangat cemberut.
Pegawai diminta untuk memilih ekspresi wajah yang sesuai dengan
kondisi pekerjaannya yang dirasakan saat itu.
3) Pengukuran kepuasan kerja dengan Kuesioner Minnesota
Pengukuran ini dikembangkan oleh Weiss, Dawis dan England pada
tahun 1967. Skala ini terdiri dari pekerjaan yang dirasakan sangat tidak
commit to user
diminta memiliki satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi
pekerjaannya.
Selain itu pengukuran kepuasan kerja (dalam Umam, 2010) dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu :
1) Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global.
Konsep ini merupakan konsep satu dimensi yang merupakan
ringkasan dari semua aspek pekerjaan yang tidak disukai atau disukai
dari suatu jabatan.
2) Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan.
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen
yang menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek
situasi kerja yang berbeda bervariasi secara bebas dan harus diukur
secara terpisah.
3) Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan.
Konsep ini merupakan suatu pendekatan terhadap pengukuran
kepuasan kerja yang tidak menggunakan asumsi bahwa semua orang
memiliki perasaan yang sama mengenai aspek tertentu dari situasi kerja
2. Motivasi
a. Definisi Motivasi
Motivasi dalam bahasa Inggris disebut motivation berasal dari kata
latin “movere” yang berarti dorongan atau daya penggerak (menurut Steers
commit to user
manusia khususnya kepada bawahan atau pengikut (Hasibuan). Motivasi
mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah kerja bawahan agar
mereka mau bekerja keras dengan memberikan kemampuan dan
ketrampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan (Fauzi, 2008).
Definisi motivasi yang dikemukakan oleh Fillmore H. Stanford dan
Robert A. Baron et al adalah sebagai suatu kondisi/energi untuk
membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal) untuk menggerakkan
manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Apabila suatu kebutuhan tidak
terpuaskan maka timbul drive dan aktivitas individu untuk merespon
perangsang (incentive) dalam tujuan yang diinginkan. Hal tersebut dapat
dilihat pada gambar 1 (Mangkunegara, 2008).
Gambar 1. Motivasi sebagai pembangkit dorongan
Lawler mengemukakan motivasi sebagai perilaku yang dikontrol oleh
pengontrolan pusat manusia yang mengarahkan individu untuk mencapai
suatu tujuan. Menurut Arifin Hj. Zainal mendefinisikan motivasi sebagai
Drive Incentive Goal
Unsatisfied Need
commit to user
sesuatu yang bersumber dari dalam atau luar yang mempunyai tugas dan
arah sehingga menghasilkan apa yang individu tersebut hayati. Proses ini
terus berjalan sebagai suatu perputaran di dalam perilaku seseorang
(Wijono, 2010).
Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, Ernest J. McCormick
mengemukakan bahwa motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh
membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan
dengan lingkungan kerja (Mangkunegara, 2008).
Menurut Milton dalam Wijono (2010) motivasi kerja mengandung
tiga kompenen utama yaitu menggerakkan (energizing), perilaku, tujuan
dan insentif. Dengan demikian, disimpulkan bahwa menggerakkan timbul
apabila individu mempunyai kehendak atau keinginan untuk sesuatu
kehendak atau keinginan dan merupakan sebab munculnya perilaku.
Perilaku digerakkan oleh tujuan yang dapat memuaskan kehendak atau
keinginan karyawan tersebut.
Kendler menyatakan konsepnya bahwa tingkah laku sebagai
gambaran proses empat dasar dan saling terpisah yaitu sensasi (sensation),
pembelajaran (learning), persepsi (perception), dan motivasi (motivation).
Selanjutnya Peak mengatakan bahwa untuk membicarakan tingkah laku
perlu mempertimbangkan aspek-aspek pembelajaran, motivasi, persepsi,
sikap dan harapan. Hal ini berarti motivasi merupakan salah satu sebab atau
commit to user b. Teori Motivasi
Teori motivasi dikemukakan oleh Murrel (Wijono, 2010) menjabarkan
dalam 3 teori yaitu :
1) Teori kebutuhan dan dorongan, seperti dikemukakan oleh Maslow.
2) Teori Gestalt yang menekankan pada persepsi seperti yang dikemukakan
oleh Patterson.
3) Teori harapan yang menekankan pada kemampuan, seperti apa yang
dikemukakan oleh Vroom.
Secara umum ada 3 kelompok teori motivasi yang dihubungkan dengan
tindakan kerja yaitu kebutuhan (needs), harapan (expectancy) dan keadilan
(equity). Teori kebutuhan masuk dalam teori motivasi isi, sedangkan teori
harapan dan keadilan termasuk dalam teori motivasi proses.
1) Teori Motivasi Isi (Content Theories of Motivation)
Menurut Mullins ada empat teori motivasi yang termasuk dalam
kelompok teori motivasi isi yaitu :
a) Teori Hierarki Kebutuhan (Hierarchy of Needs Theory) oleh A.
Maslow
Maslow menyusun kebutuhan manusia dalam lima tingkat yang
akan dicapai menurut tingkat kepentingan sebagai berikut:
(1) Kebutuhan fisiologis (Pysikological Needs)
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan tingkat pertama
yang paling rendah yang harus dipenuhi dan dipuaskan karyawan
commit to user
tinggi, yang terdiri atas makan, minum, pernapasan dan
kebutuhan lain yang bersifat biologis seperti tidur dan seks.
(2) Kebutuhan keamanan (Safety Needs)
Kebutuhan keamanan yang meliputi kestabilan,
ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut dan ancaman,
termasuk juga kebutuhan dalam mengikuti peraturan secara
struktural, peraturan dan tata tertib, undang-undang dan
batasan-batasan tertentu merupakan kebutuhan tingkat kedua yang harus
dipenuhi dan dipuaskan.
(3) Kebutuhan sosial dan kasih sayang (Social and Belongingness
Needs)
Yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain yang
meliputi kebutuhan untuk diterima kelompok, berafiliasi,
berinteraksi dan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai.
Kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial dan kasih sayang
merupakan kebutuhan tingkat rendah (lower level needs).
(4) Kebutuhan harga diri (Self Esteem Needs)
Kebutuhan harga diri merupakan kebutuhan tingkat tinggi
(higher level needs) yang dibagi menjadi dua kategori yaitu :
(a) Kebutuhan terhadap kekuasaan, berprestasi, pemenuhan diri,
kekuatan dan kemampuan untuk memberi keyakinan dan
commit to user
(b) Kebutuhan terhadap nama baik (reputation) atau prestise,
status, keberhasilan, pengakuan, perhatian dan penghargaan.
(5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization Needs)
Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan tingkat
kelima yang paling tinggi yang juga ingin dipenuhi dan
dipuaskan. Pada peringkat ini setiap individu dalam memenuhi
kebutuhan sangat berbeda satu sama lain. Kebutuhan ini ada
hanya setelah empat kebutuhan sebelumnya dicapai secara
memuaskan. Pada kebutuhan ini bertujuan membuat seluruh
potensi yang ada dalam diri seseorang sebagai wujud nyata yaitu
dalam bentuk usaha aktualisasi diri.
Kelima kebutuhan ini dibutuhkan manusia sepanjang hidupnya,
hanya pada suatu saat kebutuhan akan lebih diutamakan dari
kebutuhan lain menurut susunan masing-masing. Jadi kebutuhan
tersebut bertumpang tindih satu sama lain (Wijono, 2010).
David McClelland mengemukakan adanya tiga macam kebutuhan
manusia (Mangkunegara, 2008) yaitu :
(1) Need for Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang
merupakan reflesi dari dorongan akan tanggung jawab untuk
pemecahan masalah.
(2) Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang
commit to user
bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan
orang lain.
(3) Need of Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan
refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki
pengaruh terhadap orang lain.
Teori Maslow ini mempunyai kelemahan karena tidak semua
kebutuhan manusia dapat dipenuhi menurut tingkat yang paling
rendah ke tingkat yang paling tinggi berikutnya.
b) Teori Existence, Relatedness, Growth (ERG) oleh Clayton Alderfer
Teori ERG merupakan modifikasi dari lima tingkat teori hierarki
kebutuhan Maslow hanya pada tiga kebutuhan saja (Wijono, 2010)
yaitu :
(1) Kebutuhan keberadaan (existence needs)
Kebutuhan keberadaan meliputi berbagai macam tingkat
dorongan yang berkaitan dengan kebutuhan materi dan fisik yang
meliputi gaji, keuntungan dan keselamatan secara fisik. Kategori
tersebut mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan materi
bagi diri individu sendiri, namun bila tidak terpenuhi maka
individu mempunyai kecenderungan untuk bersaing dengan
individu yang lain.
(2) Kebutuhan hubungan relasi (relatedness needs )
Kebutuhan relasi merupakan kebutuhan untuk mengadakan
commit to user
memperoleh pemahaman dan pengertian dari orang lain di
sekitarnya. Jika dikaitkan dengan organisasi, maka individu akan
berusaha dapat membina hubungan dengan orang di lingkungan
kerjanya sehingga tercipta adanya kerja sama dan saling memberi
dukungan satu sama lain dalam usaha mencapai prestasi kerja
yang diinginkan.
(3) Kebutuhan pertumbuhan (growth needs)
Kebutuhan pertumbuhan mengacu pada bentuk kebutuhan
yang mendorong individu untuk menjadi orang yang kreatif dan
produktif serta berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi
dirinya maupun lingkungan di mana dia berada.
Ada dua alasan yang mendasar dalam teori ini yaitu :
(1) Makin sempurna suatu kebutuhan yang paling konkret dicapai,
maka akan semakin besar kebutuhan yang kurang konkret
(abstrak) dipenuhi.
(2) Makin kurang sempurna kebutuhan dicapai, maka semakin besar
keinginan untuk memenuhi kebutuhannya agar mendapat
kepuasan.
Teori Aderfer yang merupakan penyesuaian dari teori Maslow
menyatakan ada 3 proses dalam usaha mencapai kebutuhan tersebut
commit to user (1) Fulfillment – Progression
Apabila individu memuaskan kebutuhan yang lebih konkret
maka tenaga (energi) yang lebih dapat disiapkan untuk
memperoleh aspek-aspek kebutuhan yang kurang konkret,
sifatnya lebih personal dan sulit dipastikan sehingga mampu
mencapai kepuasan hubungan relasi dengan orang lain
(relatedness).
(2) Frustration – Regression
Proses ini adalah kebalikan dari proses yang pertama.
Menurut proses ini individu cenderung untuk memenuhi
kebutuhan yang lebih konkret jika dirinya tidak dapat memenuhi
kebutuhan yang abstrak. Kebutuhan keberadaan (existence) akan
lebih diinginkan seandainya kebutuhan relasi dengan orang lain
(relatedness) tidak dapat dipuaskan.
(3) Satisfaction – Strengthening
Ada kecenderungan bahwa individu akan mengarahkan
tenaga pada kebutuhan yang telah berhasil dipuaskan, misalnya
jika kebutuhan growth dipuaskan maka individu akan terus
menginginkannya atau mempunyai keinginan yang lebih tinggi
lagi.
Ketiga proses terjadi secara selaras, karena ada kecenderungan
commit to user
kebutuhan tersebut akan bergerak sesuai dengan yang diinginkannya
serta sejauh mana dirinya berhasil memuaskan kebutuhan tersebut.
c) Teori Dua Faktor (Two Factor Teory) oleh Herzberg.
Herzberg dalam Wijono (2010) menggolongkan kebutuhan
dalam dua faktor yaitu faktor motivator yang meliputi pekerjaan itu
sendiri, prestasi, kemungkinan pertumbuhan, tanggung jawab,
kemajuan, pengakuan dan status; serta faktor kesehatan (hygiene)
yang meliputi hubungan dengan penyelia, antarkolega, bawahan,
kualitas penyeliaan, kebijakan perusahaan dan administrasi,
keamanan, kondisi kerja dan gaji.
d) Teori Motivasi Berprestasi (Achievement Motivation) oleh David
McClelland
McClelland mengelompokkan motivasi berprestasi terhadap tiga
dimensi dimana dalam operasionalisasinya tergantung pada situasi
yang mendukung pada masa tertentu dalam suatu organisasi dimana
manajer, supervisor, maupun karyawan berusaha memenuhi
kebutuhan mereka untuk mencapai prestasi kerja (Wijono, 2010).
Ketiga dimensi motif tersebut yaitu :
(1) Motif Kekuasaan
Dalam konteks organisasi, motif kekuasaan dibagi ke dalam
dua bentuk yaitu positif dan negatif. Motif kekuasaan berbentuk
negatif dapat tercermin dari keinginan individu untuk
commit to user
pribadi yang menyebabkan berbagai masalah dalam organisasi
khususnya masalah yang berhubungan dengan afiliasi (Ghiselli,
Harell, dan Harrel). Sebaliknya motif kekuasaan berbentuk positif
berperan penting dalam meningkatkan sebuah organisasi.
(2) Motif Afiliasi
Menurut Boyatzis dalam motif afiliasi ditemukan 2 bentuk
yaitu :
(a) Jaminan afiliatif (affiliative assurance)
Individu yang mempunyai motif jaminan afiliatif tinggi
akan mengantisipasi perasaan dan pandangan orang-orang
yang ada di bawahnya baik terhadap diri sendiri maupun
tugasnya.
(b) Minat Afiliatif (affiliative interest)
Jika manajer mempunyai motif minat afiliatif, maka
dirinya mengharapkan bahwa sebagai bawahan dapat
merasakan adanya peluang memperoleh bagian dari
tercapainya tujuan organisasi. Motif ini mempunyai tujuan
untuk lebih meningkatkan hubungan interpersonal antara
manajer dengan karyawan dalam konteks keseluruhan
organisasi.
(c) Motif Berprestasi
Menurut McClelland motif berprestasi menjelaskan
commit to user
risiko pekerjaan sehingga akan bekerja lebih bertangggung
jawab dan memperoleh umpan balik atas hasil prestasinya.
Motif ini mengarah pada kepentingan masa depan
dibandingkan masa lalu atau masa kini dan individu akan
menjadi lebih kuat dalam menghadapi kegagalan karena
dirinya dapat memperkirakan situasi yang akan datang untuk
memperoleh prestasi yang lebih baik dalam bekerja.
2) Teori Motivasi Proses (Process Theories of Motivation)
a) Teori Jalur Tujuan oleh George, Mahaney dan Jones serta Locke.
Teori ini diusulkan oleh Locke yang menjelaskan bahwa teori
proses ini menekankan hubungan antara jalur tujuan dan perilaku
individu. George, Mahaney dan Jones mengembangkan suatu model
yang disebut “Path Goal Theory” dimana teori ini menekankan bahwa
prestasi (performance) merupakan fungsi dari proses memfasilitasi
(facilitating process) dan proses yang menghambat (inhibiting
process). Prinsip dasar teori ini adalah mengarah pada penetapan dari
tujuan yang hendak dicapai secara sadar untuk mencapai prestasi
kerja.
Hubungan antara kebutuhan dan jalur karier tergantung dari
tingkat kebebasan individu untuk melalui jalur yang telah ditetapkan
dalam mencapai prestasi tersebut. Jika dalam mencapai prestasi kerja
ternyata individu mengalami proses yang menghambat dirinya
commit to user
Sebaliknya jika dalam mencapai prestasi kerja tidak mengalami proses
yang menghambat maka akan menjadi karyawan yang produktif.
Latham dan Balde menunjukkan pengaruh penetapan tujuan yang
sulit atau agak moderat akan menghasilkan tingkat prestasi kerja yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tujuan yang mudah dicapai.
Salah satu aplikasi teori jalur tujuan adalah Manajemen
Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives / MBO), dimana
manajemen berdasarkan sasaran yang jelas memberi kesempatan
kepada setiap karyawan yang mempunyai jalur tujuan karier yang
jelas untuk dapat berkembang dan berkompetisi secara adil dalam
organisasi (Wijono, 2010).
b) Teori Valence-Instrumentality-Expectancy (VIE) oleh Victor Vroom
Teori ini disebut pula dengan teori harapan (expectancy theory)
yang dikemukakan Victor Vroom bahwa kekuatan yang memotivasi
seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya
tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang dia inginkan
dan butuhkan dari hasil pekerjaan itu (Fauzi, 2008). Motivasi
merupakan hasil dari tiga faktor yaitu seberapa besar individu
mempunyai keinginan memperoleh nilai (valence) yang diprediksi
oleh individu tentang kemungkinan bahwa usaha yang akan
dilakukan akan menimbulkan harapan bahwa hasil kerjanya
commit to user
memperoleh imbalan sebagai instrumentalitas. Hubungan ketiganya
(Wijono, 2010) dapat dirumuskan sebagai berikut :
(1) Nilai (Valence)
Nilai merupakan suatu dorongan yang membuat individu
menginginkan suatu ganjaran pada waktu dirinya melakukan
suatu kegiatan dalam pekerjaannya yang tergantung pada proses
dalam perjalanan waktu yang dilaluinya.
(2) Harapan (Expectancy)
Harapan dapat diketahui dari tingkat kuat atau tidaknya usaha
yang dilakukan oleh karyawan selama melakukan kegiatan dalam
pekerjaannya.
(3) Ganjaran dan Prestasi (Instrumentality)
Setiap karyawan mempunyai keinginan bahwa usaha untuk
mencapai prestasi yang berupa harapan akan memperoleh
ganjaran.
c) Model Porter – Lawler
Teori ini menjelaskan tentang bagaimana prestasi dibentuk dari
usaha dan kemampuan serta persepsi peran yang dimainkan seorang
karyawan yang dikembangkan dari Teori Antecedent Attitudes of
Effective Managerial Performance oleh Porter & Lawler. Rumus model
Porter-Lawler adalah :
commit to user
Penjelasan dari teori ini adalah sebagai berikut :
(1) Effort adalah banyaknya energi yang dikeluarkan individu dalam
situasi tertentu
(2) Ability adalah karakteristik kemampuan yang dimiliki oleh seorang
individu seperti kecerdasan umum (inteligensi), kecerdasan khusus,
yaitu bakat-bakat tertentu misalnya verbal, hitungan, daya abstraksi,
mekanika, berpikir spasial, dan kecepatan atau ketelitian dalam
bidang administrasi dan beberapa sifat yang dimiliki individu yang
cenderung stabil.
(3) Role Perception adalah kesesuaian antara usaha (effort) dan
kemampuan (ability) yang dilakukan oleh seorang individu yang
berbentuk suatu tingkah laku tertentu (prestasi kerja) dalam
melaksanakan suatu pekerjaan yang dikaitkan dengan hasil
penilaian kinerja (performance appraisals) dari atasannya secara
langsung (Wijono, 2010).
d) Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori keadilan dikemukakan oleh J.S. Adams mengungkapkan
tentang bagaimana perasaan dan reaksi karyawan terhadap sistem
ganjaran yang diberikan oleh suatu organisasi (Wijono, 2010).
e) Teori Atribusi (Attribution Theory)
Ketiga hal yang berkaitan dengan atribusi ini adalah :
commit to user (1) Sifat Atribusi (Nature of Attributions)
Menurut Newstrom & Davis, atribusi adalah suatu proses
dimana orang menafsirkan dan menilai sebab-sebab bagi munculnya
perilaku yang tampak dari diri mereka sendiri maupun perilaku
orang lain. Proses atribusi disertai sasaran perilaku organisasi dapat
dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Proses atribusi
Kelley dalam Mullins menyebutkan tiga kriteria dasar atribusi
yaitu :
(a) Kekhususan (distinctiveness)
Kekhususan seorang individu berbeda pada tugas dengan tugas
yang lain pada umumnya dalam suatu pekerjaan yang
dikerjakannya.
(b) Konsensus (consensus)
Adalah tingkatan dimana rekan kerja berperilaku dalam hal yang
sama. didasarkan pada :
- Konsistensi
- Kekhususan
- Konsensus
commit to user (c) Konsistensi (consistency)
Apabila perilaku relatif stabil dari waktu ke waktu (pola sama)
atau tidak stabil (kejadian berkala).
(2) Pemikiran yang terkait (Related Ideas)
Atribusi yang dibuat oleh individu dan manajernya
menunjukkan pengaruh dari perceptual set yaitu individu cenderung
merasa dirinya mempunyai ekspektasi untuk melaksanakan tugas
dengan berhasil karena mempunyai kompetensi dan komitmen.
(3) Aplikasi atribusi (Applications of Attribution)
Atribusi mudah diintegrasikan dengan pendekatan motivasional
lainnya. Hubungan teori atribusi dengan model ekspektansi adalah
bila seorang karyawan yang gagal dalam tugas merasakan bahwa
situasi atau lingkungan yang telah menghambat keberhasilannya
sehingga menurunkan tingkat usahanya di masa mendatang (Wijono,
2010).
3) Teori Insting
Teori ini timbul berdasarkan teori evaluasi Charles Darwin yang
berpendapat bahwa tindakan yang intelligent merupakan reflex dan
insting yang diwariskan. Dengan demikian tidak semua tingkah laku
dapat direncanakan dan dikontrol oleh pikiran. Freud menempatkan
motivasi pada insting agresif dan seksual, sedangkan McDougall
menyusun daftar insting yang berhubungan dengan semua tingkah laku
commit to user 4) Teori Drive
Clark L. Hull berpendapat bahwa belajar terjadi sebagai akibat dari
reinforcement, sehingga diasumsikan bahwa reward pada akhirnya
didasarkan atas reduksi dan drive keseimbangan (homeostatic drives)
yang dirumuskan sebagai berikut :
Habits strength merupakan hasil dari faktor-faktor reinforcement
sebelumnya. Drive adalah jumlah keseluruhan ketidakseimbangan
fisiologis yang disebabkan kehilangan atau kekurangan kebutuhan
komoditas untuk kelangsungan hidup sehingga dapat disimpulkan bahwa
motivasi pegawai sangat ditentukan oleh kebutuhan dalam dirinya (drive)
dan faktor kebiasaan (habit) pengalaman belajar sebelumnya
(Mangkunegara, 2008).
5) Teori Penetapan Sasaran / Target dan Model Karakteristik Pekerjaan
(Goal-Setting Theory dan Job Characteristic Model )
Teori ini berpendapat bahwa keinginan (intention) yang ada dalam
batin untuk mencapai tujuan (goal) merupakan sumber utama motivasi
kerja. Atribut yang menentukan kinerja dan kepuasannya disebut goal
setting attributes (dalam Sigit, 2003) yaitu :
a) Spesifikasi sasaran (goal specificity) yaitu penegasan secara khusus
dan jelas mengenai sasaran yang akan diraih.
commit to user
c) Setuju diterima atau tidaknya (dalam batin) meraih sasaran.
d) Komitmen dirinya untuk mencapai sasaran.
Sedangkan Job Caracteristic Model menjelaskan bahwa motivasi
yang tinggi dapat diraih melalui karakteristik dari pekerjaan itu sendiri
(Judge et.al dalam Umam, 2010). Karakteristik pekerjaan yang dianggap
penting untuk memotivasi karyawan meliputi task identity (identitas
pekerjaan), task significance (signifikansi tugas), skill variety (variasi
keahlian), autonomy (otonomi) dan feedback (umpan balik).
6) Teori Modifikasi Perilaku (Behavior Modification Theory)
Teori modifikasi perilaku didasarkan bahwa orang akan melakukan
perbuatan jika ia memperoleh rangsangan yang menyenangkan. Perilaku
yang akibatnya menyenangkan cenderung untuk diulangi sedangkan yang
akibatnya menyakitkan cenderung dihindari (Thorndike). Menurut teori
ini rangsangan yang membuat motivasi orang berperilaku berasal dari
luar diri orang yang termotivasi, bukan dari dalam dirinya.
Asas teori modifikasi perilaku disebut asas A-B-C (Antecedent,
Behaviour, Consenquent). Perilaku karyawan sebagaimana dikehendaki
manajer (A), kemudian terjadi perilaku karyawan (B) dan akhirnya akibat
dari perilakunya (C).
Ada empat jenis modifikasi perilaku karyawan sebagaimana
dikehendaki atau tidak dikehendaki oleh manajer sebagaimana
commit to user 1) Positive reinforcement (penguatan positif)
Adalah ketentuan yang dibuat bahwa siapa pun yang berbuat
sesuatu sebagaimana disebutkan akan diberi reward.
2) Negative reinforcement (penguatan negatif)
Adalah ketentuan yang memberi keringanan atau pembebasan
suatu tugas jika seseorang dapat menghasilkan sesuatu.
3) Extinction (membiarkan)
Adalah membiarkan dan sama sekali tidak memperhatikan
perilaku yang dilakukan seseorang dengan maksud supaya jangan
diperbuat lagi atau tidak diulangi karena perilaku yang dimaksud tidak
dikehendaki.
4) Punishment (hukuman)
Adalah ketentuan yang menyatakan bahwa siapa yang berbuat
sesuatu akan diberi hukuman supaya perilaku tidak dilakukan.
7) Teori Lapangan
Teori ini merupakan konsep dari Kurt Lewin yang merupakan
pendekatan kognitif untuk mempelajari perilaku dan motivasi. Menurut
Kurt Lewin perilaku merupakan suatu fungsi dari lapangan pada momen
waktu. Gestalt mengemukakan bahwa perilaku merupakan fungsi