• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH KEPUASAN, MOTIVASI DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA PARAMEDIS KEPERAWATAN DI RSUD SIMO KABUPATEN BOYOLALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENGARUH KEPUASAN, MOTIVASI DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA PARAMEDIS KEPERAWATAN DI RSUD SIMO KABUPATEN BOYOLALI"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

commit to user

TESIS

ANALISIS PENGARUH KEPUASAN, MOTIVASI DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA PARAMEDIS KEPERAWATAN

DI RSUD SIMO KABUPATEN BOYOLALI 

Disusun oleh :

YUSTINA NUGRAHETI NIM : S. 540809322

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Pada Tanggal : ………

Pembimbing I

Prof. Bhisma Murti, dr.,MPH, M.Sc,Ph.D NIP. 19551021 199412 1 001

Pembimbing II

Etti Poncorini P, dr., M.Pd NIP. 19750311 200212 2 002

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

(3)

commit to user

ANALISIS PENGARUH KEPUASAN, MOTIVASI DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA PARAMEDIS KEPERAWATAN

DI RSUD SIMO KABUPATEN BOYOLALI 

Disusun oleh :

YUSTINA NUGRAHETI NIM : S. 540809322

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Pada Tanggal : ………

Prof.Dr. Didik Tamtomo,dr., PAK,MM,M.Kes

NIP. 19480313 197610 1 001

Dr. Nunuk Suryani, M.Pd

NIP. 19661108 199003 2 001

Prof. Bhisma Murti, dr.,MPH, M.Sc.,Ph.D

NIP. 19551021 199412 1 001

Eti Poncorini P., dr., M.Pd

NIP. 19750311 200212 2 002

Tanda tangan

Direktur PP UNS

Prof.Drs. Suranto,MSc,Ph.D NIP. 19570820 198503 1 004

Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

(4)

commit to user

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama

NIP

:

:

Yustina Nugraheti

S. 540809322

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul ANALISIS PENGARUH

KEPUASAN, MOTIVASI DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA

PARAMEDIS KEPERAWATAN DI RSUD SIMO KABUPATEN BOYOLALI adalah

betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi

tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari

tesis tersebut.

Surakarta, Januari 2011

Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis

yang berjudi Analisis Pengaruh Kepuasan, Motivasi dan Stres Kerja Terhadap

Kinerja Tenaga Paramedis Keperawatan di RSUD Simo Kabupaten Boyolali.

Penelitian ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk

mencapai derajat Magister Kesehatan pada Minat Pendidikan Profesi Kesehatan

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulisan tesis ini tidak bisa terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam

– dalamnya kepada yang terhormat :

1. Prof. DR. Much. Syamsulhadi, dr. Sp. KJ (K) selaku Rektor Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan kepada Penulis

untuk menempuh pendidikan Pascasarjana.

2. Prof. Drs. Suranto, MSc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan pada

Penulis untuk menempuh pendidikan Pascasarjana.

3. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr. PAK., MM, M.Kes. selaku Ketua Program

Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. P. Murdani, K, dr. MPHEd selaku Ketua Minat Utama Pendidikan Profesi

Kesehatan Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah bersedia memberikan masukan dan saran demi

(6)

commit to user

5. Dr. Nunuk Suryani, MPd selaku Sekretaris Minat Utama Pendidikan Profesi

Kesehatan MagisterKedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah bersedia memberikan sumbang saran demi

terselesaikannya tesis ini.

6. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH., M.Sc, Ph.D selaku Pembimbing pertama

yang telah bersedia meluangkan waktu memberikan bimbingan dengan

sabar demi terselesainya tesis ini.

7. Eti Poncorini P., dr., M.Pd selaku Pembimbing kedua yang telah bersedia

membimbing penulis dengan sabar sehingga tesis ini lancar.

8. Yulianto Prabowo, dr. M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten

Boyolali yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengikuti Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

membantu penulis dalam penulisan usulan peneliian ini.

Seperti peribahasa “Tak ada gading yang tak retak”, Penulis pun menyadari

bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan

tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan khususnya bagi peningkatan sumber daya manusia kesehatan.

Surakarta, Januari 2011

Penulis

 

(7)

commit to user

ABSTRAK

Yustina Nugraheti. S.540809322. 2011. Analisis Pengaruh Kepuasan, Motivasi dan Stres Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Paramedis Keperawatan di RSUD Simo Kabupaten Boyolali. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Paramedis keperawatan di rumah sakit yang terdiri tenaga bidan dan perawat mempunyai peranan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan. Agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas, tenaga paramedis keperawatan dituntut untuk memiliki kinerja yang tinggi. Faktor yang berdampak pada kinerja antara lain kepuasan, motivasi dan stres kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepuasan, motivasi dan stres kerja terhadap kinerja tenaga paramedis di RSUD Type D.

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di RSUD Simo Kabupaten Boyolali pada bulan Desember 2010 dengan responden tenaga paramedis keperawatan berjumlah 53 orang. Tehnik sampling yang digunakan dengan exhaustive sampling dimana semua populasi dipakai sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Analisis data untuk melakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi linear ganda.

Hasil pengujian hipotesis dengan analisis regresi linear ganda diperoleh nilai koefisien regresi kepuasan sebesar 0,26 dan ρ= 0,032; motivasi sebesar 0,64 dan

ρ <0,001 dan stres kerja mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 0,02 dan

ρ=0,818. Berdasarkan hasil analisis tersebut, variabel motivasi dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja, sedangkan variabel stres kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja tenaga paramedis keperawatan. Secara bersama variabel kepuasan, motivasi dan stres kerja berpengaruh terhadap kinerja tenaga paramedis keperawatan yang ditunjukkan dengan nilai ρ < 0,001.

Kata kunci : Kepuasan, Motivasi, Stres Kerja, Kinerja

(8)

commit to user

ABSTRACT

Yustina Nugraheti. S.540809322. 2011. Influence Analysis of Satisfaction, Motivation and Work Stress on Performance of Nursing Paramedical Personnel in Hospitals Simo Boyolali District. Thesis : Graduate Program Sebelas Maret University in Surakarta.

Paramedic nursing at the hospital which consisted of midwives and nurses have an important role in providing quality health care. In order to provide a quality service, nursing paramedics are required to have high performance. Factors affecting the performance, among others, satisfaction, motivation and job stress. The purpose of this study was to determine the influence of satisfaction, motivation and job stress on the performance of paramedical personnel in Hospitals Type D.

Design research is quantitative research with cross sectional analytic. The experiment was conducted in Hospitals Simo Boyolali District in December 2010 with paramedics respondents numbered 53 people nursing. The sampling technique used by exhaustive sampling in which all populations are used as research samples. Collecting data using a questionnaire. Analysis of data for testing hypotheses with multiple regression analysis.

Results of hypothesis testing with multiple linear regression analysis regression coefficient values obtained satisfaction 0.26 and ρ = 0.032; motivation are 0.64 and ρ <0.001 and job stress has a value of regression coefficient of 0.02 and ρ = 0.818. Based on the results of the analysis, motivation and job satisfaction variables affect performance, whereas job stress variables did not affect the performance of paramedical personnel in nursing. Taken together the variables of satisfaction, motivation and job stress affect the performance of nursing paramedic as indicated by the value of ρ <0.001.

Key words: Satisfaction, Motivation, Job Stress, Performance

(9)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menjelang era pasar bebas atau dikenal AFTA (Asean Free Trade

Assosiation) diperlukan kesiapan yang mantap dari semua sektor, termasuk sektor

kesehatan khususnya rumah sakit. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 44

Tahun 2009 definisi Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Paramedis keperawatan yang terdiri dari tenaga bidan dan perawat merupakan

suatu bidang profesi yang dapat terus dikembangkan terintegrasi dalam pelayanan

kesehatan. Tenaga keperawatan yang merupakan “The caring profession”

mempunyai peranan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di

rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan

bio-psiko-sosial-spiritual merupakan pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24

jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri dibanding pelayanan

lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2001).

Rumah sakit sebagai suatu organisasi pelayanan kesehatan agar tetap dapat

survive” harus memiliki sistem manajemen pelayanan khususnya manajemen

sumber daya manusia yang baik sehingga dapat memenuhi tuntutan kebutuhan

masyarakat. Semua aktivitas di rumah sakit dapat berjalan dengan baik apabila

(10)

commit to user

organisasi merupakan aspek penting bagi setiap orang yang berkepentingan

dengan keberhasilan organisasi.

Vinaeke mengemukakan bahwa motivasi intrisik (motivation intrinsic) dan

motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) merupakan dua kondisi yang dapat

memacu tindakan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya. Herzberg

menyarankan, apabila ingin memotivasi orang pada pekerjaannya maka perlu

menekankan prestasi, pengakuan, kerja itu sendiri, tanggung jawab dan

pertumbuhan. Karakteristik inilah yang dianggap sebagai manajer intrinsik. Hasil

penelitian di negara maju menunjukkan bahwa bekerja dimotivasi oleh faktor

intrisik, sedangkan faktor ekstrinsik hanya mengurangi ketidakpuasan. (Fauzi,

2008). Sementara hasil penelitian Sri Runing (1998) menunjukkan bahwa manajer

di kedua sektor dimotivasi baik oleh faktor intrinsik (dengan tingkat yang rendah)

maupun faktor ekstrinsik..

Kepuasan kerja diekspresikan dengan antusias yang tinggi, disiplin, motivasi

yang bagus, kesediaan belajar dan menerima pelajaran dari orang lain dan

sebagainya. Studi mengungkapkan bahwa sebagian besar karyawan mempunyai

antusias tinggi ketika menemukan pekerjaan baru. Tetapi antusias itu akan

menurun setelah enam bulan bekerja. Ini dirasakan oleh 85% dari 1000

perusahaan yang dijadikan objek studi dan melibatkan kurang lebih satu setengah

juta karyawan sejak tahun 2000 sampai dengan 2004 (Sirota Survey Intelligence,

New York). Hal tersebut apabila berlanjut akan menimbulkan suatu ketidakpuasan

(11)

commit to user

Penilaian positif karyawan terhadap organisasi akan menimbulkan rasa puas,

namun sebaliknya apabila penilaian yang dilakukan karyawan terhadap organisasi

negatif maka ia akan mengalami ketidakpuasan. Kepuasan yang dialami oleh

karyawan dapat memotivasi karyawan itu sendiri sehingga meningkatkan kinerja.

Sedangkan ketidakpuasan, apabila tidak teratasi dapat menimbulkan stres.

Munculnya stres ini dapat memotivasi individu untuk melakukan sesuatu

(memperbaiki) sehingga dapat meningkatkan kinerja, namun sebaliknya bila stres

yang timbul tidak dapat diselesaikan maka akan berpengaruh pada penurunan

kinerja. Dan apabila ini terjadi akan memberikan dampak negatif pada organisasi

karena bisa menyebabkan terganggunya pelaksanaan pekerjaan yang berakibat

pada menurunnya kinerja organisasi. Hal ini merupakah salah satu hal yang harus

diperhatikan oleh organisasi dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk

meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian akan dilakukan di

lingkungan pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Simo Kabupaten

Boyolali. Rumah Sakit Umum Simo merupakan peningkatan status dari

Puskesmas Rawat Inap Simo dan pelayanan publik, sehingga dituntut untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Salah satu hal

yang dapat menimbulkan penurunan kualitas pelayanan adalah sumber daya

manusia kesehatan yang terlibat didalamnya. Dengan demikian, hal-hal yang

berdampak terhadap sumber daya manusia terutama kepuasan, motivasi dan stres

kerja dapat diketahui untuk meminimalkan dampak negatif yang tidak diinginkan.

(12)

commit to user

B. PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja tenaga paramedis

keperawatan di Rumah Sakit Umum (RSUD) Type D ?

2. Apakah ada pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja tenaga paramedis

keperawatan di Rumah Sakit Umum (RSUD) Type D ?

3. Apakah ada pengaruh stres kerja terhadap kinerja tenaga paramedis

keperawatan di Rumah Sakit Umum (RSUD) Type D?

4. Apakah ada pengaruh kepuasan, motivasi dan stres kerja terhadap kinerja

tenaga paramedis keperawatan di Rumah Sakit Umum (RSUD) Type D?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum :

Mengetahui pengaruh kepuasan, motivasi dan stres kerja terhadap kinerja

tenaga paramedis keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Type D.

Tujuan Khusus :

1. Menganalisa pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja tenaga paramedis

keperawatan di RSUD Type D.

2. Menganalisa pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja tenaga paramedis

keperawatan di RSUD Type D.

3. Menganalisa pengaruh stres kerja terhadap kinerja tenaga paramedis

(13)

commit to user

4. Menganalisa pengaruh kepuasan, motivasi dan stres terhadap kinerja tenaga

paramedis keperawatan di RSUD Type D.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu tentang

penerapan manajemen sumber daya manusia kesehatan rumah sakit dan

menjadi masukan bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Tenaga Paramedis Keperawatan di RSUD Simo

Masukan tentang kinerja paramedis keperawatan dalam upaya pelayanan

kesehatan di rumah sakit, khususnya pengaruh kepuasan, motivasi dan

stres kerja terhadap kinerja.

b. RSUD Simo

1) Masukan dalam pengelolaan manajemen tenaga paramedis

keperawatan di rumah sakit.

2) Masukan dalam melaksanakan pembinaan terhadap paramedis

keperawatan untuk meningkatkan kinerjanya.

c. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

Masukan dalam melaksanakan pembinaan terhadap paramedis keperawatan

(14)

commit to user d. Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali

Masukan dalam manajemen sumberdaya manusia kesehatan khususnya

(15)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.KAJIAN TEORI

1. Kepuasan

a. Definisi Kepuasan Kerja

Kepuasan adalah suatu perasaan menyenangkan yang merupakan hasil

dari persepsi individu dalam rangka menyelesaikan tugas atau memenuhi

kebutuhannya untuk memperoleh nilai-nilai kerja yang penting bagi dirinya.

Kepuasan kerja menurut Wagner III & Hollenbeck yang mengutip ungkapan

Locke, adalah “a pleasurable feeling that results from the perpection that

one’s job fulfills or allows for the fulfillment of one’s important job

values.”(Wijono, 2010). Locke mendefinisikan kepuasan kerja sebagai

tingkat emosi yang positif dan menyenangkan individu. Dengan kata lain,

kepuasan kerja adalah suatu hasil persepsi individu terhadap pekerjaan atau

pengalaman positif dan menyenangkan dirinya dengan hasil keluaran yang

didapatnya (Wijono, 2010; Umam, 2010).

Keith Davis, Wexley dan Yuki mengemukakan bahwa adalah suatu

perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang

berhubungan dengan pekerjaannya maupun kondisi dirinya. Perasaan yang

berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau

gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan

(16)

commit to user

perusahaan, mutu pengawasan, sedangkan perasaan yang berhubungan

dengan dirinya antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan

pendidikan (Mangkunegara, 2008; Wikipedia, 2010).

Cormick dan Ilgen menyatakan kepuasan kerja merupakan sikap /

respon afektif seseorang terhadap pekerjaannya. Pandangan tentang

kepuasaan kerja adalah bahwa individu menghitung sejauh mana pekerjaan

itu menghasilkan hasil bernilai. Diasumsikan bahwa individu memiliki

sejumlah penilaian tentang berapa banyak mereka menghargai hasil tertentu

serta gaji , kondisi lingkungan kerja, promosi yang baik (Cormick and Ilgen,

1980).

Brayfield, Rothe, Davis dan Newstorm mengemukakan kepuasan kerja

(job statisfaction) adalah tingkat saat karyawan memiliki perasaan positif

terhadap pekerjaan yang ditawarkan perusahaan ditempatnya bekerja.

Karyawan bahkan rela mengorbankan waktu pribadi dan lupa jam pulang

kantor yang diistilahkan workaholic. Tipe karyawan ini biasanya tidak

memandang pekerjaan sebagai tugas apalagi paksaan melainkan hobi.

Karyawan ini memiliki perasaan yang sangat positif terhadap pekerjaan,

memiliki antusiasisme tinggi, menyukai pekerjaan, merasa nyaman bekerja

dan secara keseluruhan puas terhadap pekerjaan (Istijanto, 2008; Fauzi,

2008; Wikipedia, 2010).

Menurut Rasimin, Ancok, Howell dan Robert, kepuasan kerja adalah

kondisi subyektif dari keadaan diri seseorang. Kondisi subyektif tersebut

(17)

commit to user

pengalaman kerjanya yang dihubungkan dengan kebutuhan individu (Fauzi,

2008; Wijono, 2010).

Kepuasan kerja menurut Robbins, Blum dan Naylor adalah sikap

umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Definisi ini sangat luas dan

pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti

aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup dalam

kondisi kerja yang sering kurang ideal. Hal ini mengakibatkan penilaian

seorang karyawan terhadap kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja

merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang

terkait dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya (Fauzi, 2008; Wijono,

2010; Wikipedia, 2010). Sedangkan Schultz menjelaskan bahwa kepuasan

kerja merupakan serangkaian sikap yang dipegang oleh individu tentang

pekerjaannya (Wijono, 2010).

Fleisman dan Bass mengemukakan kepuasan kerja merupakan suatu

tindakan efektif karyawan terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja tersebut

dianggap sebagai hasil pengalaman karyawan dalam kaitannya dengan

penilaian terhadap diri sendiri seperti apa yang dikehendaki atau diharapkan

dari pekerjaannya, sehingga tingkat kepuasan kerja merupakan suatu sikap

dan umpan balik karyawan terhadap pekerjaannya (Wijono, 2010).

Below dalam Arifin membagi kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja

dari dua sudut pandang yaitu karyawan dan manajer. Dari pihak karyawan,

keadaan kepuasan kerja dikatakan sebagai suatu dorongan atau ketegangan

(18)

commit to user

juga menilai bahwa karyawan yang telah merasa puas sebagai karyawan

juga harus sesuai dengan penilaian dari para karyawan yang lain dan

penilaian tersebut tidak menimbulkan masalah bagi mereka (Wijono, 2010).

Menurut Milton, kepuasan kerja dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadian.

Ia mendefinisikan kepuasan kerja sebagai prestasi baik dihasilkan oleh

karyawan di mana terkesan bahwa karyawan diberi ganjaran yang bersifat

ekstrinsik dan intrinsik (Wijono, 2010).

b. Variabel Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja menurut Robbins (Fauzi, 2008; Wikipedia, 2010)

mempunyai lima variabel yang penting yaitu :

1) Kerja yang menantang

Karyawan akan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi

mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan,

menawarkan berbagai tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai

seberapa baik mereka bekerja. Hal ini membuat pekerjaan secara mental

menantang. Pekerjaan yang tidak menantang akan menciptakan

kebosanan, sebaliknya pekerjaan yang terlalu menantang akan

menciptakan frustasi dan perasaan yang gagal. Pada kondisi tantangan

yang sedang, maka kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan

(19)

commit to user 2) Imbalan yang pantas

Karyawan berharap bahwa sistem gaji dan kebijakan promosi yang

mereka harapkan adalah adil berdasarkan pada tuntutan pekerjaan,

tingkat ketrampilan individu dan standar penggajian.

3) Kondisi kerja yang mendukung

Karyawan menyenangi lingkungan kerja yang baik untuk

kenyamanan dalam memudahkan mengerjakan tugasnya misalnya

lingkungan fisik yang tidak berbahaya, suhu ruangan, cahaya, kerapian

ruangan dan kondisi yang lain.

4) Rekan sekerja yang mendukung

Karyawan memerlukan hubungan sosial yang baik dengan rekan

kerja yang lain, sehingga rekan kerja dan perilaku atasan yang ramah,

dapat memahami dan mendengar pendapatnya, baik, dan jujur akan

meningkatkan kepuasan kerja.

5) Kesesuaian kepribadian dan pekerjaan

Kecocokan antara kepribadian karyawan dengan pekerjaan akan

menghasilkan kepuasan kerja.

Kepuasan kerja yang merupakan sikap emosional yang menyenangkan

dan mencintai pekerjaannya dicerminkan oleh moral kerja, disiplin dan

prestasi kerja. Indikator kepuasan kerja diukur dengan kedisplinan, moral

kerja dan turnover kecil. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor

balas jasa yang adil dan layak, penempatan yang tepat dan sesuai dengan

(20)

commit to user

peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, sikap pimpinan dalam

kepemimpinannya dan sikap pekerjaan monoton atau tidak (Fathoni, 2006).

Menurut Keith Davis yang mengemukakan bahwa “Job satisfaction is

related to a number of major employee variables, such as turnover,

absences, age, occupation, and size of the organization in wich an employee

works”(kepuasan kerja berhubungan dengan sejumlah besar variabel kerja

seperti tingkat pindah pegawai, ketidakhadiran, umur, pekerjaan dan besar

kecilnya organisasi dimana mereka berkerja). Variabel–variabel tersebut

(Mangkunegara, 2008) adalah :

1) Turnover

Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai

yang rendah.

2) Tingkat ketidakhadiran (absen) kerja

Pegawai yang kurang puas cenderung tingkat ketidakhadirannya

tinggi dengan alasan yang tidak logis dan subjektif.

3) Umur

Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas daripada

pegawai yang berumur relatif lebih muda, dikarenakan biasanya pegawai

usia muda bila harapan dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau

ketidakseimbangan dapat menyebabkan ketidakpuasan.

4) Tingkat pekerjaan

Pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi

(21)

commit to user

pekerjaan yang lebih rendah yang dikarenakan mereka dapat

menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam

mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja.

5) Ukuran organisasi perusahaan

Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan

pegawai dikarenakan berhubungan dengan koordinasi, komunikasi, dan

partisipasi pegawai.

Dimensi kepuasan kerja menurut Milton dalam Sigit (2003) yang

diperoleh dari studi dan penelitian terdiri dari :

1) Kerja (work) : termasuk minat intrinsik, variasi, kesempatan untuk

belajar, kesulitan, banyaknya kegiatan, kesempatan untuk sukses, dan

penguasaan langkah dan metode.

2) Bayaran (pay) : banyaknya bayaran, kelayakan atau adil, dan cara

pembayaran.

3) Promosi (promotion) : kesempatan untuk promosi, kejujuran dan dasar

untuk promosi.

4) Pengakuan (recognition) : pujian atas pelaksanaan, penghargaan atas

selesainya pekerjaan, dan kritik.

5) Kondisi kerja (work conditions) : jam kerja, istirahat, peralatan,

temperatur, ventilasi, kelembaban, lokasi, dan lay-out fisik.

6) Penyeliaan (supervision) : gaya penyeliaan dan pengaruh, teknis

(22)

commit to user

7) Teman kerja (co-worker) : kemampuan, kesukaan menolong dan

keramahan.

8) Perusahaan dan manajemen (company and management) : perhatian

terhadap karyawan, bayaran, dan kebijakan.

Menurut Luthans, Smith, Kendall dan Hanh yang dikutip oleh Gibson,

Ivancevich dan Dobbely (Fauzi, 2008; Wikipedia, 2010; Wijono, 2010;

Triton, 2009; Umar, 2004), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan

kerja dapat dilihat dengan menggunakan Job Descriptive Index (JDI) terdiri

dari : pembayaran (misalnya gaji dan upah), pekerjaan itu sendiri, promosi

pekerjaan, penyeliaan (supervisi) dan rekan sekerja

Dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan mengaitkannya pada

output yang dihasilkan misalnya produktivitas, turnover, absensi dan

sebagainya (Umar, 2004).

Locke dalam Wijono (2010) mengungkapkan ada tiga komponen kunci

yang penting dalam kepuasan kerja yaitu :

1) Nilai – nilai (values)

Locke memberi batasan bahwa nilai-nilai dipandang dari segi

keinginan seseorang baik yang disadari ataupun tidak, biasanya berkaitan

dengan apa yang diperolehnya. Nilai-nilai termasuk

kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi seperti kebutuhan-kebutuhan penghargaan, aktualisasi

(23)

commit to user 2) Kepentingan (importance)

Orang membedakan kepentingan mereka dalam menempatkan nilai

perbedaan secara kritis yang dapat menentukan tingkat kepuasan kerja

mereka.

3) Persepsi (perception)

Kepuasan didasarkan pada persepsi individu terhadap situasi saat ini

dan nilai-nilai individu.

Mullin (Wijono, 2010) menjelaskan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan kerja meliputi :

1) Faktor pribadi diantaranya kepribadian, pendidikan, intelegensi dan

kemampuan, usia, status perkawinan dan orientasi kerja.

2) Faktor sosial diantaranya hubungan dengan rekan kerja, kelompok kerja

dan norma-norma, kesempatan untuk berinteraksi dan organisasi

informal.

3) Faktor budaya diantaranya sikap-sikap yang mendasari, kepercayaan dan

nilai-nilai.

4) Faktor organisasi diantaranya sifat dan ukuran, struktur formal,

kebijakan-kebijakan personalia dan prosedur-prosedur, relasi karyawan,

sifat pekerjaan, teknologi dan organisasi kerja, supervisor dan gaya

kepemimpinan, sistem manajemen dan kondisi kerja.

5) Faktor lingkungan diantaranya ekonomi, sosial, teknik dan

(24)

commit to user

Terdapat rentang yang luas diantara faktor-faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja yang ada didalamnya yang dapat dilihat dari teori dua faktor

dari Herzberg’s yaitu kesehatan dan motivator (Wijono, 2010).

1) Faktor kesehatan atau ekstrinsik merupakan kebutuhan dasar individu,

sehingga bila tidak terpenuhi dapat menyebabkan ketidakpuasan namun

jika dipenuhi tidak berarti mengalami kepuasan. Faktor kesehatan terdiri

dari gaji, keamanan, kesehatan fisik, hubungan pribadi, supervisi dan

kebijakan perusahaan.

2) Faktor motivator atau intrinsik merupakan kebutuhan pada tingkat yang

tertinggi sehingga merupakan faktor yang berusaha memberi kepuasan

kerja. Faktor-faktor ini meliputi keberhasilan, penghargaan, tanggung

jawab, karier serta nilai instrinsik pekerjaan itu sendiri.

Atas dasar hal tersebut dapat dikatakan bahwa ada beberapa pendekatan

yang digunakan terhadap lingkungan yang menjadi faktor-faktor utama

dalam mempengaruhi kepuasan kerja. Beberapa faktor utama yang

mempengaruhi kepuasan kerja secara khusus (Wijono, 2010) meliputi :

frustasi dan pengasingan, ciri-ciri teknologi, kebermaknaan kerja, sifat

supervisi, pekerjaan dan kesejahteraan secara psikologis serta

ketidaksesuaian peran dan konflik peran. Pengaruh utama lainnya adalah

organisasi dan rencana kerja, tugas dan karakteristik pekerjaan, konteks

organisasi yang lebih luas, kualitas kehidupan kerja, unit penelitian kerja

(25)

commit to user

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang dapat dibagi

dalam 2 (dua) bagian (Wijono, 2010) yaitu :

1) Karakteristik individu

a) Perbedaan individu

Perbedaan individu muncul ketika individu mencapai kepuasan

kerja pada waktu ia memberi respons terhadap situasi dan kondisi

kerja yang kompleks. Setiap individu mempunyai tahap kepuasan

kerja menurut tingkat yang ditetapkan oleh individu sendiri sehingga

menyebabkan perbedaan tingkat kepuasan.

b) Usia

Herzberg et al. menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan diantara usia dan kepuasan kerja. Kepuasan kerja terjadi

sejak individu mulai bekerja. Pada umumnya, kepuasan kerja

bertambah sesuai dengan bertambahnya usia dan kepuasan kerja

paling rendah ditemukan pada karyawan yang paling muda. Survei di

496 kota terhadap manajer-manajer di daerah di Florida pada usia 23–

73 tahun menunjukkan bahwa manajer yang berusia tua merasa lebih

puas daripada manajer yang lebih muda dalam pekerjaan mereka yang

disebabkan manajer yang lebih tua mempunyai kesesuaian pekerjaan

yang lebih besar (antara apa yang dibutuhkan dengan yang ada dalam

pekerjaan mereka), ranking gajinya lebih tinggi dan locus of control

(26)

commit to user c) Pendidikan dan kecerdasan

Pendidikan dan kecerdasan dapat memberi pengaruh terhadap

kepuasan kerja, meskipun ada pula penelitian yang menunjukkan tidak

ada hubungan antara pendidikan, kecerdasan dan kepuasan kerja.

d) Jenis kelamin

Zaleznik, Christensen & Roethlisberger menemukan bahwa

perempuan lebih puas dibandingkan dengan laki-laki pada tahap sosial

dan gaji yang sama.

e) Jabatan

Jabatan yang ada dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa cara

seperti keterampilan dan keahlian, jangka waktu latihan, jumlah

tanggung jawab sosial maupun sikap kerja dapat mempengaruhi

kepuasan kerja individu. Porter, Gurin, Veroff & Feld menemukan

bahwa individu yang mempunyai jabatan yang tinggi memperoleh

kepuasan kerja yang lebih tinggi karena egonya terpuaskan. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Porter dan Hasan dkk. menunjukkan

bahwa pada daerah vertikal (vertical location) adalah faktor yang

penting untuk mengukur kepuasan kerja manajemen sesuai dengan

kebutuhan psikologis mereka.

2) Karakteristik pekerjaan

a) Organisasi dan manajemen

Organisasi dan manajemen menjadi penting jika karyawan

(27)

commit to user b) Supervisi langsung

Zander & Quinn menemukan bahwa kepuasan kerja sesuai

dengan kepentingan pribadi supervisor secara langsung (immediate

supervision) dan dukungan terhadap karyawan. Pelz dalam Hasan dkk

menemukan bahwa orientasi kerja terhadap sebagian dari “immediate

supervision” tidak menjamin kepuasan kerja secara memadai.

Supervisor yang berhubungan dekat dengan karyawannya cenderung

mempunyai kelompok kerja yang luas bila dapat mempengaruhi dan

memberi manfaat bagi kepuasan kerja karyawannya.

c) Lingkungan sosial

Verrof, Feld dan Zaleznik et al. menemukakan bahwa identitas

kelompok kerja menjadi sebuah variabel penting terhadap kepuasan

kerja dikarenakan bekerja secara kelompok mempunyai manfaat

penting untuk memenuhi kebutuhan interpersonal dan persahabatan

sumber kepuasan kerja.

d) Komunikasi

Suehr mengemukakan bahwa komunikasi merupakan salah satu

faktor penting dalam keseluruhan proses moral yang dapat dilihat dari

ketidakhadiran kerja yang merupakan sumber ketidakpuasan dengan

syarat individu diletakkan pada satu jalinan komunikasi yang erat.

Leaviit menemukan bahwa kepuasan kerja yang tinggi adalah jika

(28)

commit to user e) Keamanan

Gurin, Veroff & Feld menemukan bahwa faktor keamanan terjadi

jika terdapat ketidakseimbangan di kalangan individu yang tidak

memperoleh kepuasan kerja. Crites dalam eksperimennya

menggunakan Skala Sikap Analisis Faktor menemukan bahwa

struktur organisasi impersonal yang formal merupakan sumber

keamanan yang kuat.

f) Monoton

Kennedy dan O’Neill menjelaskan bahwa perluasan kerja

berkecenderungan untuk memperoleh kepuasan yang lebih dalam

terhadap pekerjaan yang dilakukan berulangkali secara monoton.

Menurut Smith rasa tidak puas dan bosan dapat dipahami dari

karakteristik kepribadian dibandingkan dengan hanya melalui

pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang yang menyebabkan

munculnya ketidakpuasan dan kebosanan.

g) Penghasilan

Menurut Schultz, masalah muncul ketika mengukur hubungan

antara penghasilan dan kepuasan kerja karena bertumpang tindih

dengan faktor-faktor lain seperti usia, jabatan dan pendidikan.

Menurut Luthans dalam Fauzi (2008) ada tiga dimensi kepuasan kerja

bagi setiap orang yang bekerja yaitu :

1) Kepuasan kerja adalah suatu emosi yang merupakan respon terhadap

(29)

commit to user

2) Kepuasan kerja dinyatakan dengan perolehan hasil yang sesuai atau

melebihi yang diharapkan.

3) Kepuasan kerja pada umumnya dinyatakan dalam sikap yang semakin

loyal kepada perusahaan, bekerja dengan baik, dedikasi yang tinggi,

tertib dan mematuhi peraturan serta sikap-sikap lain yang positif.

Gilmer dalam Fauzi (2008) mengemukakan faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan

kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, supervisor, faktor intrinsik, kondisi

kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi dan fasilitas yang lain.

c. Teori Kepuasan Kerja

1) Teori Ketidaksesuaian / Perbedaan / Kesenjangan (Discrepancy Theory)

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter yang mengemukakan

bahwa untuk mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara

menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang

dirasakan pegawai. Menurut Locke, kepuasan kerja pegawai bergantung

pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh

pegawai, yang menggunakan dasar pertimbangan dua nilai yaitu :

a) Ketidaksesuaian yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan

individu dengan apa yang dia terima dalam kenyataannya.

b) Pentingnya pekerjaan yang diinginkan oleh individu tersebut.

Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi individu adalah jumlah

(30)

commit to user

pentingnya aspek pekerjaan individu (Wijono, 2010; Mangkunegara,

2008; Sigit, 2003).

2) Model dari Kepuasan Bidang/Bagian (Facet Satisfaction)

Model Lawler mengatakan bahwa individu akan merasa puas

terhadap bidang tertentu dari pekerjaan mereka, misalnya hubungan

antara rekan kerja, atasan bawahan dan gaji/upah. Individu dapat

menerima dan melaksanakan pekerjaannya dengan senang hati dalam

bidang yang dia persepsikan, maka hasilnya akan sama dengan jumlah

yang dia persepsikan dari yang secara aktual mereka terima. Ada 2

persepsi individu yaitu :

a) Individu yang mempersepsikan hubungan interaksi dengan atasannya

yang seharusnya berjalan dengan baik, lancar dan memuaskan.

b) Persepsi individu terhadap jumlah “income” yang seharusnya dia

terima atas dasar hasil penilaian prestasi kerjanya dengan persepsinya

tentang income yang secara nyata dia terima.

Lawler juga mengatakan bahwa jumlah dari bidang yang

dipersepsikan individu akan sesuai, tergantung dari bagaimana individu

mempersepsikan nilai dari pekerjaan dan karakteristik pekerjaannya.

Selain itu perlu diketahui pula bagaimana individu mempersepsikan

input and output” dari orang lain yang digunakan sebagai pembanding

bagi dirinya sendiri dimana secara nyata tergantung dari hasil ”output

(31)

commit to user

dengan siapa individu akan membandingkan dirinya sendiri (Wijono,

2010).

3) Teori Proses Bertentangan (Opponent-Process Theory)

Landy (dalam Munandar, 2001) memandang kepuasan kerja dari

perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain.

Teori ini memberi tekanan bahwa individu ingin mempertahankan

keseimbangan emosional (emotional equilibrium), sehingga kondisi

emosional yang ekstrim tidak memberi kebaikan. Kepuasan atau

ketidakpuasan kerja menimbulkan mekanisme fisiologis dalam sistem

pusat saraf yang membuat aktif emosi yang berlawanan, sehingga emosi

tersebut akan terus ada dalam jangka waktu yang relatif lama.

Apabila individu memperoleh keberhasilan dalam pekerjaannya,

maka individu akan merasa senang sekaligus takut gagal atau tidak

senang. Setelah beberapa saat, perasaan senang dan bangga

berangsur-angsur menjadi turun dan semakin melemah sehingga individu akan

merasa takut gagal atau sedih sebelum kembali dalam kondisi yang

normal. Hal ini terjadi karena emosi yang berlawanan berlangsung lama.

Atas dasar asumsi bahwa kepuasan kerja bervariasi secara mendasar dari

waktu ke waktu, sehingga berakibat pengukuran kepuasan kerja perlu

dilakukan secara terus menerus dan periodik sesuai dengan rentang

(32)

commit to user 4) Teori Keseimbangan (Equity Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen

keeimbangan menurut Wekley dan Yukl adalah:

a) Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat

menunjang pelaksanaan kerja.

b) Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai.

c) Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang

sama, seseorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya

sendiri dalam pekerjaan sebelumnya.

Menurut teori ini, puas dan tidak puasnya pegawai merupakan hasil

membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan

input-outcome pegawai lain. Apabila perbandingan tersebut dirasakan

seimbang (equity), maka pegawai tersebut akan merasa puas, tetapi

apabila terjadi tidak seimbang (in-equity) dapat menyebabkan 2

kemungkinan yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan

yang menguntungkan dirinya) atau under compensation inequity

(ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi

pembanding atau comparison person)(Mangkunegara, 2008; Sigit,

2003).

5) Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)

Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada

(33)

commit to user

apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. (Mangkunegara, 2008;

Sigit, 2003).

6) Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)

Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai sangat bergantung pada

pandangan dan pendapat kelompok yang oleh pegawai dianggap sebagai

kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut dijadikan tolok ukur untuk

menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas

apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang

diharapkan kelompok acuan. (Mangkunegara, 2008).

7) Teori Dua Faktor Herzberg

Teori dua faktor ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg dengan

menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuan.

(Mangkunegara, 2010). Ada dua faktor yang menyebabkan timbulnya

rasa puas dan tidak puas yaitu :

a) Faktor pemeliharaan / maintenance factors.

Faktor pemeliharaan ini disebut pula dissatisfiers, hygiene

factors, job context, extrinsic factors yang meliputi administrasi dan

kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan

pengawas, hubungan dengan sub-ordinat, upah, keamanan kerja,

kondisi kerja dan status.

b) Faktor pemotivasian / motivational factors

Faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job

(34)

commit to user

pengenalan, kemajuan (advancement), work it self, kesempatan

berkembang dan tanggung jawab.

8) Teori Pengharapan (Exceptancy Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Victor H. Vroom yang diperluas oleh

Porter dan Lawler. Vroom menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu

produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan penaksiran

seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.

Pernyataan tersebut akan berhubungan dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

-Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang untuk mencapai sesuatu.

-Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi

tertentu.

-Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada

tujuan tertentu.

Keith Davis mengemukakan bahwa pengharapan merupakan

kekuatan keyakinan pada suatu perlakukan yang diikuti dengan hasil

khusus. Pengharapan merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan

hasil dari range 0-1. Jika pegawai merasa tidak mungkin mendapatkan

hasil maka harapannya adalah 0. Namun jika aksinya berhubungan

dengan hasil tertentu maka harapannya bernilai 1. Harapan pegawai

(35)

commit to user 9) Teori Imbalan (Reward Theory)

Menurut teori ini kepuasan adalah fungsi dari imbalan yang diterima

seseorang, baik mengenai jumlahnya maupun kapan waktu diterimanya .

d. Pengukuran Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja menurut Mangkunegara (2008) dapat diukur dengan

menggunakan :

1) Pengukuran kepuasan kerja dengan Skala Indeks Deskripsi Jabatan

Skala pengukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kendall dan Hulin

pada tahun 1969. Skala mengukur sikap dari lima area yaitu kerja,

pengawasan, upah, pegawai dan co-worker. Setiap pertanyaan yang

diajukan harus dijawab oleh pegawai dengan cara menandai jawaban ya,

tidak, atau tidak ada jawaban.

2) Pengukuran kepuasan kerja dengan berdasarkan ekspresi wajah

Pengukuran kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Kunin pada

tahun 1955. Skala ini terdiri dari seri gambar wajah-wajah orang mulai

dari sangat gembira, gembira, netral, cemberut dan sangat cemberut.

Pegawai diminta untuk memilih ekspresi wajah yang sesuai dengan

kondisi pekerjaannya yang dirasakan saat itu.

3) Pengukuran kepuasan kerja dengan Kuesioner Minnesota

Pengukuran ini dikembangkan oleh Weiss, Dawis dan England pada

tahun 1967. Skala ini terdiri dari pekerjaan yang dirasakan sangat tidak

(36)

commit to user

diminta memiliki satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi

pekerjaannya.

Selain itu pengukuran kepuasan kerja (dalam Umam, 2010) dapat

dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu :

1) Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global.

Konsep ini merupakan konsep satu dimensi yang merupakan

ringkasan dari semua aspek pekerjaan yang tidak disukai atau disukai

dari suatu jabatan.

2) Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan.

Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen

yang menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek

situasi kerja yang berbeda bervariasi secara bebas dan harus diukur

secara terpisah.

3) Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan.

Konsep ini merupakan suatu pendekatan terhadap pengukuran

kepuasan kerja yang tidak menggunakan asumsi bahwa semua orang

memiliki perasaan yang sama mengenai aspek tertentu dari situasi kerja

2. Motivasi

a. Definisi Motivasi

Motivasi dalam bahasa Inggris disebut motivation berasal dari kata

latin “movere” yang berarti dorongan atau daya penggerak (menurut Steers

(37)

commit to user

manusia khususnya kepada bawahan atau pengikut (Hasibuan). Motivasi

mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah kerja bawahan agar

mereka mau bekerja keras dengan memberikan kemampuan dan

ketrampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan (Fauzi, 2008).

Definisi motivasi yang dikemukakan oleh Fillmore H. Stanford dan

Robert A. Baron et al adalah sebagai suatu kondisi/energi untuk

membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal) untuk menggerakkan

manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Apabila suatu kebutuhan tidak

terpuaskan maka timbul drive dan aktivitas individu untuk merespon

perangsang (incentive) dalam tujuan yang diinginkan. Hal tersebut dapat

dilihat pada gambar 1 (Mangkunegara, 2008).

Gambar 1. Motivasi sebagai pembangkit dorongan

Lawler mengemukakan motivasi sebagai perilaku yang dikontrol oleh

pengontrolan pusat manusia yang mengarahkan individu untuk mencapai

suatu tujuan. Menurut Arifin Hj. Zainal mendefinisikan motivasi sebagai

Drive Incentive Goal

Unsatisfied Need

(38)

commit to user

sesuatu yang bersumber dari dalam atau luar yang mempunyai tugas dan

arah sehingga menghasilkan apa yang individu tersebut hayati. Proses ini

terus berjalan sebagai suatu perputaran di dalam perilaku seseorang

(Wijono, 2010).

Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, Ernest J. McCormick

mengemukakan bahwa motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh

membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan

dengan lingkungan kerja (Mangkunegara, 2008).

Menurut Milton dalam Wijono (2010) motivasi kerja mengandung

tiga kompenen utama yaitu menggerakkan (energizing), perilaku, tujuan

dan insentif. Dengan demikian, disimpulkan bahwa menggerakkan timbul

apabila individu mempunyai kehendak atau keinginan untuk sesuatu

kehendak atau keinginan dan merupakan sebab munculnya perilaku.

Perilaku digerakkan oleh tujuan yang dapat memuaskan kehendak atau

keinginan karyawan tersebut.

Kendler menyatakan konsepnya bahwa tingkah laku sebagai

gambaran proses empat dasar dan saling terpisah yaitu sensasi (sensation),

pembelajaran (learning), persepsi (perception), dan motivasi (motivation).

Selanjutnya Peak mengatakan bahwa untuk membicarakan tingkah laku

perlu mempertimbangkan aspek-aspek pembelajaran, motivasi, persepsi,

sikap dan harapan. Hal ini berarti motivasi merupakan salah satu sebab atau

(39)

commit to user b. Teori Motivasi

Teori motivasi dikemukakan oleh Murrel (Wijono, 2010) menjabarkan

dalam 3 teori yaitu :

1) Teori kebutuhan dan dorongan, seperti dikemukakan oleh Maslow.

2) Teori Gestalt yang menekankan pada persepsi seperti yang dikemukakan

oleh Patterson.

3) Teori harapan yang menekankan pada kemampuan, seperti apa yang

dikemukakan oleh Vroom.

Secara umum ada 3 kelompok teori motivasi yang dihubungkan dengan

tindakan kerja yaitu kebutuhan (needs), harapan (expectancy) dan keadilan

(equity). Teori kebutuhan masuk dalam teori motivasi isi, sedangkan teori

harapan dan keadilan termasuk dalam teori motivasi proses.

1) Teori Motivasi Isi (Content Theories of Motivation)

Menurut Mullins ada empat teori motivasi yang termasuk dalam

kelompok teori motivasi isi yaitu :

a) Teori Hierarki Kebutuhan (Hierarchy of Needs Theory) oleh A.

Maslow

Maslow menyusun kebutuhan manusia dalam lima tingkat yang

akan dicapai menurut tingkat kepentingan sebagai berikut:

(1) Kebutuhan fisiologis (Pysikological Needs)

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan tingkat pertama

yang paling rendah yang harus dipenuhi dan dipuaskan karyawan

(40)

commit to user

tinggi, yang terdiri atas makan, minum, pernapasan dan

kebutuhan lain yang bersifat biologis seperti tidur dan seks.

(2) Kebutuhan keamanan (Safety Needs)

Kebutuhan keamanan yang meliputi kestabilan,

ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut dan ancaman,

termasuk juga kebutuhan dalam mengikuti peraturan secara

struktural, peraturan dan tata tertib, undang-undang dan

batasan-batasan tertentu merupakan kebutuhan tingkat kedua yang harus

dipenuhi dan dipuaskan.

(3) Kebutuhan sosial dan kasih sayang (Social and Belongingness

Needs)

Yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain yang

meliputi kebutuhan untuk diterima kelompok, berafiliasi,

berinteraksi dan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai.

Kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial dan kasih sayang

merupakan kebutuhan tingkat rendah (lower level needs).

(4) Kebutuhan harga diri (Self Esteem Needs)

Kebutuhan harga diri merupakan kebutuhan tingkat tinggi

(higher level needs) yang dibagi menjadi dua kategori yaitu :

(a) Kebutuhan terhadap kekuasaan, berprestasi, pemenuhan diri,

kekuatan dan kemampuan untuk memberi keyakinan dan

(41)

commit to user

(b) Kebutuhan terhadap nama baik (reputation) atau prestise,

status, keberhasilan, pengakuan, perhatian dan penghargaan.

(5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization Needs)

Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan tingkat

kelima yang paling tinggi yang juga ingin dipenuhi dan

dipuaskan. Pada peringkat ini setiap individu dalam memenuhi

kebutuhan sangat berbeda satu sama lain. Kebutuhan ini ada

hanya setelah empat kebutuhan sebelumnya dicapai secara

memuaskan. Pada kebutuhan ini bertujuan membuat seluruh

potensi yang ada dalam diri seseorang sebagai wujud nyata yaitu

dalam bentuk usaha aktualisasi diri.

Kelima kebutuhan ini dibutuhkan manusia sepanjang hidupnya,

hanya pada suatu saat kebutuhan akan lebih diutamakan dari

kebutuhan lain menurut susunan masing-masing. Jadi kebutuhan

tersebut bertumpang tindih satu sama lain (Wijono, 2010).

David McClelland mengemukakan adanya tiga macam kebutuhan

manusia (Mangkunegara, 2008) yaitu :

(1) Need for Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang

merupakan reflesi dari dorongan akan tanggung jawab untuk

pemecahan masalah.

(2) Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang

(42)

commit to user

bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan

orang lain.

(3) Need of Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan

refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki

pengaruh terhadap orang lain.

Teori Maslow ini mempunyai kelemahan karena tidak semua

kebutuhan manusia dapat dipenuhi menurut tingkat yang paling

rendah ke tingkat yang paling tinggi berikutnya.

b) Teori Existence, Relatedness, Growth (ERG) oleh Clayton Alderfer

Teori ERG merupakan modifikasi dari lima tingkat teori hierarki

kebutuhan Maslow hanya pada tiga kebutuhan saja (Wijono, 2010)

yaitu :

(1) Kebutuhan keberadaan (existence needs)

Kebutuhan keberadaan meliputi berbagai macam tingkat

dorongan yang berkaitan dengan kebutuhan materi dan fisik yang

meliputi gaji, keuntungan dan keselamatan secara fisik. Kategori

tersebut mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan materi

bagi diri individu sendiri, namun bila tidak terpenuhi maka

individu mempunyai kecenderungan untuk bersaing dengan

individu yang lain.

(2) Kebutuhan hubungan relasi (relatedness needs )

Kebutuhan relasi merupakan kebutuhan untuk mengadakan

(43)

commit to user

memperoleh pemahaman dan pengertian dari orang lain di

sekitarnya. Jika dikaitkan dengan organisasi, maka individu akan

berusaha dapat membina hubungan dengan orang di lingkungan

kerjanya sehingga tercipta adanya kerja sama dan saling memberi

dukungan satu sama lain dalam usaha mencapai prestasi kerja

yang diinginkan.

(3) Kebutuhan pertumbuhan (growth needs)

Kebutuhan pertumbuhan mengacu pada bentuk kebutuhan

yang mendorong individu untuk menjadi orang yang kreatif dan

produktif serta berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi

dirinya maupun lingkungan di mana dia berada.

Ada dua alasan yang mendasar dalam teori ini yaitu :

(1) Makin sempurna suatu kebutuhan yang paling konkret dicapai,

maka akan semakin besar kebutuhan yang kurang konkret

(abstrak) dipenuhi.

(2) Makin kurang sempurna kebutuhan dicapai, maka semakin besar

keinginan untuk memenuhi kebutuhannya agar mendapat

kepuasan.

Teori Aderfer yang merupakan penyesuaian dari teori Maslow

menyatakan ada 3 proses dalam usaha mencapai kebutuhan tersebut

(44)

commit to user (1) Fulfillment – Progression

Apabila individu memuaskan kebutuhan yang lebih konkret

maka tenaga (energi) yang lebih dapat disiapkan untuk

memperoleh aspek-aspek kebutuhan yang kurang konkret,

sifatnya lebih personal dan sulit dipastikan sehingga mampu

mencapai kepuasan hubungan relasi dengan orang lain

(relatedness).

(2) Frustration – Regression

Proses ini adalah kebalikan dari proses yang pertama.

Menurut proses ini individu cenderung untuk memenuhi

kebutuhan yang lebih konkret jika dirinya tidak dapat memenuhi

kebutuhan yang abstrak. Kebutuhan keberadaan (existence) akan

lebih diinginkan seandainya kebutuhan relasi dengan orang lain

(relatedness) tidak dapat dipuaskan.

(3) Satisfaction – Strengthening

Ada kecenderungan bahwa individu akan mengarahkan

tenaga pada kebutuhan yang telah berhasil dipuaskan, misalnya

jika kebutuhan growth dipuaskan maka individu akan terus

menginginkannya atau mempunyai keinginan yang lebih tinggi

lagi.

Ketiga proses terjadi secara selaras, karena ada kecenderungan

(45)

commit to user

kebutuhan tersebut akan bergerak sesuai dengan yang diinginkannya

serta sejauh mana dirinya berhasil memuaskan kebutuhan tersebut.

c) Teori Dua Faktor (Two Factor Teory) oleh Herzberg.

Herzberg dalam Wijono (2010) menggolongkan kebutuhan

dalam dua faktor yaitu faktor motivator yang meliputi pekerjaan itu

sendiri, prestasi, kemungkinan pertumbuhan, tanggung jawab,

kemajuan, pengakuan dan status; serta faktor kesehatan (hygiene)

yang meliputi hubungan dengan penyelia, antarkolega, bawahan,

kualitas penyeliaan, kebijakan perusahaan dan administrasi,

keamanan, kondisi kerja dan gaji.

d) Teori Motivasi Berprestasi (Achievement Motivation) oleh David

McClelland

McClelland mengelompokkan motivasi berprestasi terhadap tiga

dimensi dimana dalam operasionalisasinya tergantung pada situasi

yang mendukung pada masa tertentu dalam suatu organisasi dimana

manajer, supervisor, maupun karyawan berusaha memenuhi

kebutuhan mereka untuk mencapai prestasi kerja (Wijono, 2010).

Ketiga dimensi motif tersebut yaitu :

(1) Motif Kekuasaan

Dalam konteks organisasi, motif kekuasaan dibagi ke dalam

dua bentuk yaitu positif dan negatif. Motif kekuasaan berbentuk

negatif dapat tercermin dari keinginan individu untuk

(46)

commit to user

pribadi yang menyebabkan berbagai masalah dalam organisasi

khususnya masalah yang berhubungan dengan afiliasi (Ghiselli,

Harell, dan Harrel). Sebaliknya motif kekuasaan berbentuk positif

berperan penting dalam meningkatkan sebuah organisasi.

(2) Motif Afiliasi

Menurut Boyatzis dalam motif afiliasi ditemukan 2 bentuk

yaitu :

(a) Jaminan afiliatif (affiliative assurance)

Individu yang mempunyai motif jaminan afiliatif tinggi

akan mengantisipasi perasaan dan pandangan orang-orang

yang ada di bawahnya baik terhadap diri sendiri maupun

tugasnya.

(b) Minat Afiliatif (affiliative interest)

Jika manajer mempunyai motif minat afiliatif, maka

dirinya mengharapkan bahwa sebagai bawahan dapat

merasakan adanya peluang memperoleh bagian dari

tercapainya tujuan organisasi. Motif ini mempunyai tujuan

untuk lebih meningkatkan hubungan interpersonal antara

manajer dengan karyawan dalam konteks keseluruhan

organisasi.

(c) Motif Berprestasi

Menurut McClelland motif berprestasi menjelaskan

(47)

commit to user

risiko pekerjaan sehingga akan bekerja lebih bertangggung

jawab dan memperoleh umpan balik atas hasil prestasinya.

Motif ini mengarah pada kepentingan masa depan

dibandingkan masa lalu atau masa kini dan individu akan

menjadi lebih kuat dalam menghadapi kegagalan karena

dirinya dapat memperkirakan situasi yang akan datang untuk

memperoleh prestasi yang lebih baik dalam bekerja.

2) Teori Motivasi Proses (Process Theories of Motivation)

a) Teori Jalur Tujuan oleh George, Mahaney dan Jones serta Locke.

Teori ini diusulkan oleh Locke yang menjelaskan bahwa teori

proses ini menekankan hubungan antara jalur tujuan dan perilaku

individu. George, Mahaney dan Jones mengembangkan suatu model

yang disebut “Path Goal Theory” dimana teori ini menekankan bahwa

prestasi (performance) merupakan fungsi dari proses memfasilitasi

(facilitating process) dan proses yang menghambat (inhibiting

process). Prinsip dasar teori ini adalah mengarah pada penetapan dari

tujuan yang hendak dicapai secara sadar untuk mencapai prestasi

kerja.

Hubungan antara kebutuhan dan jalur karier tergantung dari

tingkat kebebasan individu untuk melalui jalur yang telah ditetapkan

dalam mencapai prestasi tersebut. Jika dalam mencapai prestasi kerja

ternyata individu mengalami proses yang menghambat dirinya

(48)

commit to user

Sebaliknya jika dalam mencapai prestasi kerja tidak mengalami proses

yang menghambat maka akan menjadi karyawan yang produktif.

Latham dan Balde menunjukkan pengaruh penetapan tujuan yang

sulit atau agak moderat akan menghasilkan tingkat prestasi kerja yang

lebih tinggi dibandingkan dengan tujuan yang mudah dicapai.

Salah satu aplikasi teori jalur tujuan adalah Manajemen

Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives / MBO), dimana

manajemen berdasarkan sasaran yang jelas memberi kesempatan

kepada setiap karyawan yang mempunyai jalur tujuan karier yang

jelas untuk dapat berkembang dan berkompetisi secara adil dalam

organisasi (Wijono, 2010).

b) Teori Valence-Instrumentality-Expectancy (VIE) oleh Victor Vroom

Teori ini disebut pula dengan teori harapan (expectancy theory)

yang dikemukakan Victor Vroom bahwa kekuatan yang memotivasi

seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya

tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang dia inginkan

dan butuhkan dari hasil pekerjaan itu (Fauzi, 2008). Motivasi

merupakan hasil dari tiga faktor yaitu seberapa besar individu

mempunyai keinginan memperoleh nilai (valence) yang diprediksi

oleh individu tentang kemungkinan bahwa usaha yang akan

dilakukan akan menimbulkan harapan bahwa hasil kerjanya

(49)

commit to user

memperoleh imbalan sebagai instrumentalitas. Hubungan ketiganya

(Wijono, 2010) dapat dirumuskan sebagai berikut :

(1) Nilai (Valence)

Nilai merupakan suatu dorongan yang membuat individu

menginginkan suatu ganjaran pada waktu dirinya melakukan

suatu kegiatan dalam pekerjaannya yang tergantung pada proses

dalam perjalanan waktu yang dilaluinya.

(2) Harapan (Expectancy)

Harapan dapat diketahui dari tingkat kuat atau tidaknya usaha

yang dilakukan oleh karyawan selama melakukan kegiatan dalam

pekerjaannya.

(3) Ganjaran dan Prestasi (Instrumentality)

Setiap karyawan mempunyai keinginan bahwa usaha untuk

mencapai prestasi yang berupa harapan akan memperoleh

ganjaran.

c) Model Porter – Lawler

Teori ini menjelaskan tentang bagaimana prestasi dibentuk dari

usaha dan kemampuan serta persepsi peran yang dimainkan seorang

karyawan yang dikembangkan dari Teori Antecedent Attitudes of

Effective Managerial Performance oleh Porter & Lawler. Rumus model

Porter-Lawler adalah :

(50)

commit to user

Penjelasan dari teori ini adalah sebagai berikut :

(1) Effort adalah banyaknya energi yang dikeluarkan individu dalam

situasi tertentu

(2) Ability adalah karakteristik kemampuan yang dimiliki oleh seorang

individu seperti kecerdasan umum (inteligensi), kecerdasan khusus,

yaitu bakat-bakat tertentu misalnya verbal, hitungan, daya abstraksi,

mekanika, berpikir spasial, dan kecepatan atau ketelitian dalam

bidang administrasi dan beberapa sifat yang dimiliki individu yang

cenderung stabil.

(3) Role Perception adalah kesesuaian antara usaha (effort) dan

kemampuan (ability) yang dilakukan oleh seorang individu yang

berbentuk suatu tingkah laku tertentu (prestasi kerja) dalam

melaksanakan suatu pekerjaan yang dikaitkan dengan hasil

penilaian kinerja (performance appraisals) dari atasannya secara

langsung (Wijono, 2010).

d) Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori keadilan dikemukakan oleh J.S. Adams mengungkapkan

tentang bagaimana perasaan dan reaksi karyawan terhadap sistem

ganjaran yang diberikan oleh suatu organisasi (Wijono, 2010).

e) Teori Atribusi (Attribution Theory)

Ketiga hal yang berkaitan dengan atribusi ini adalah :

(51)

commit to user (1) Sifat Atribusi (Nature of Attributions)

Menurut Newstrom & Davis, atribusi adalah suatu proses

dimana orang menafsirkan dan menilai sebab-sebab bagi munculnya

perilaku yang tampak dari diri mereka sendiri maupun perilaku

orang lain. Proses atribusi disertai sasaran perilaku organisasi dapat

dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Proses atribusi

Kelley dalam Mullins menyebutkan tiga kriteria dasar atribusi

yaitu :

(a) Kekhususan (distinctiveness)

Kekhususan seorang individu berbeda pada tugas dengan tugas

yang lain pada umumnya dalam suatu pekerjaan yang

dikerjakannya.

(b) Konsensus (consensus)

Adalah tingkatan dimana rekan kerja berperilaku dalam hal yang

sama. didasarkan pada :

- Konsistensi

- Kekhususan

- Konsensus

(52)

commit to user (c) Konsistensi (consistency)

Apabila perilaku relatif stabil dari waktu ke waktu (pola sama)

atau tidak stabil (kejadian berkala).

(2) Pemikiran yang terkait (Related Ideas)

Atribusi yang dibuat oleh individu dan manajernya

menunjukkan pengaruh dari perceptual set yaitu individu cenderung

merasa dirinya mempunyai ekspektasi untuk melaksanakan tugas

dengan berhasil karena mempunyai kompetensi dan komitmen.

(3) Aplikasi atribusi (Applications of Attribution)

Atribusi mudah diintegrasikan dengan pendekatan motivasional

lainnya. Hubungan teori atribusi dengan model ekspektansi adalah

bila seorang karyawan yang gagal dalam tugas merasakan bahwa

situasi atau lingkungan yang telah menghambat keberhasilannya

sehingga menurunkan tingkat usahanya di masa mendatang (Wijono,

2010).

3) Teori Insting

Teori ini timbul berdasarkan teori evaluasi Charles Darwin yang

berpendapat bahwa tindakan yang intelligent merupakan reflex dan

insting yang diwariskan. Dengan demikian tidak semua tingkah laku

dapat direncanakan dan dikontrol oleh pikiran. Freud menempatkan

motivasi pada insting agresif dan seksual, sedangkan McDougall

menyusun daftar insting yang berhubungan dengan semua tingkah laku

(53)

commit to user 4) Teori Drive

Clark L. Hull berpendapat bahwa belajar terjadi sebagai akibat dari

reinforcement, sehingga diasumsikan bahwa reward pada akhirnya

didasarkan atas reduksi dan drive keseimbangan (homeostatic drives)

yang dirumuskan sebagai berikut :

Habits strength merupakan hasil dari faktor-faktor reinforcement

sebelumnya. Drive adalah jumlah keseluruhan ketidakseimbangan

fisiologis yang disebabkan kehilangan atau kekurangan kebutuhan

komoditas untuk kelangsungan hidup sehingga dapat disimpulkan bahwa

motivasi pegawai sangat ditentukan oleh kebutuhan dalam dirinya (drive)

dan faktor kebiasaan (habit) pengalaman belajar sebelumnya

(Mangkunegara, 2008).

5) Teori Penetapan Sasaran / Target dan Model Karakteristik Pekerjaan

(Goal-Setting Theory dan Job Characteristic Model )

Teori ini berpendapat bahwa keinginan (intention) yang ada dalam

batin untuk mencapai tujuan (goal) merupakan sumber utama motivasi

kerja. Atribut yang menentukan kinerja dan kepuasannya disebut goal

setting attributes (dalam Sigit, 2003) yaitu :

a) Spesifikasi sasaran (goal specificity) yaitu penegasan secara khusus

dan jelas mengenai sasaran yang akan diraih.

(54)

commit to user

c) Setuju diterima atau tidaknya (dalam batin) meraih sasaran.

d) Komitmen dirinya untuk mencapai sasaran.

Sedangkan Job Caracteristic Model menjelaskan bahwa motivasi

yang tinggi dapat diraih melalui karakteristik dari pekerjaan itu sendiri

(Judge et.al dalam Umam, 2010). Karakteristik pekerjaan yang dianggap

penting untuk memotivasi karyawan meliputi task identity (identitas

pekerjaan), task significance (signifikansi tugas), skill variety (variasi

keahlian), autonomy (otonomi) dan feedback (umpan balik).

6) Teori Modifikasi Perilaku (Behavior Modification Theory)

Teori modifikasi perilaku didasarkan bahwa orang akan melakukan

perbuatan jika ia memperoleh rangsangan yang menyenangkan. Perilaku

yang akibatnya menyenangkan cenderung untuk diulangi sedangkan yang

akibatnya menyakitkan cenderung dihindari (Thorndike). Menurut teori

ini rangsangan yang membuat motivasi orang berperilaku berasal dari

luar diri orang yang termotivasi, bukan dari dalam dirinya.

Asas teori modifikasi perilaku disebut asas A-B-C (Antecedent,

Behaviour, Consenquent). Perilaku karyawan sebagaimana dikehendaki

manajer (A), kemudian terjadi perilaku karyawan (B) dan akhirnya akibat

dari perilakunya (C).

Ada empat jenis modifikasi perilaku karyawan sebagaimana

dikehendaki atau tidak dikehendaki oleh manajer sebagaimana

(55)

commit to user 1) Positive reinforcement (penguatan positif)

Adalah ketentuan yang dibuat bahwa siapa pun yang berbuat

sesuatu sebagaimana disebutkan akan diberi reward.

2) Negative reinforcement (penguatan negatif)

Adalah ketentuan yang memberi keringanan atau pembebasan

suatu tugas jika seseorang dapat menghasilkan sesuatu.

3) Extinction (membiarkan)

Adalah membiarkan dan sama sekali tidak memperhatikan

perilaku yang dilakukan seseorang dengan maksud supaya jangan

diperbuat lagi atau tidak diulangi karena perilaku yang dimaksud tidak

dikehendaki.

4) Punishment (hukuman)

Adalah ketentuan yang menyatakan bahwa siapa yang berbuat

sesuatu akan diberi hukuman supaya perilaku tidak dilakukan.

7) Teori Lapangan

Teori ini merupakan konsep dari Kurt Lewin yang merupakan

pendekatan kognitif untuk mempelajari perilaku dan motivasi. Menurut

Kurt Lewin perilaku merupakan suatu fungsi dari lapangan pada momen

waktu. Gestalt mengemukakan bahwa perilaku merupakan fungsi

Gambar

Gambar 1. Motivasi sebagai pembangkit dorongan
gambaran proses empat dasar dan saling terpisah yaitu  sensasi (sensation),
Gambar 2. Proses atribusi
Gambar 3. Hubungan stressor, stres dan akibatnya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja,stress kerja, kepuasan kerja dan self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan dan

Hasil penelitian pada RSUD Kabupaten Morowali yang terlihat dari tanggapan responden tentang pengaruh stres kerja di RSUD Kabupaten Morowali yang terdiri dari intimidasi

Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel konstruk komitmen organisasi dapat dijelaskan oleh variabel stres kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja sebesar 69,1%

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa Motivasi Kerja Terhadap Kinerja, Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja berpengaruh positf atasu signigfikan terhadap kinerja tenaga

Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel gaya kepemimpinan, motivasi kerja, kompensasi dan stres kerja berpengaruh secara simutan terhadap kinerja karyawan dan dapat dilihat

Pengaruh Komitmen Organisasional, Komitmen Profesional, Stres Kerja, Motivasi Kerja, Efektivitas Kinerja, dan Budaya Organisasional Terhadap Kepuasan

Hasil uji Koefisien Determinasi menunjukkan bahwa nilai R 2 0.553 berarti variabel stres kerja dan motivasi kerja secara simultan berpengaruh terhadap variabel

Hasil uji Koefisien Determinasi menunjukkan bahwa nilai R2 0.553 berarti variabel stres kerja dan motivasi kerja secara simultan berpengaruh terhadap variabel kinerja karyawan lapak