• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENGEMBANGKAN MOTORIK HALUS MELALUI PERMAINAN MERONCE PADA ANAK KELOMPOK A Upaya Mengembangkan Motorik Halus Melalui Permainan Meronce Pada Anak Kelompok A Di TK Pertiwi Rejoso, Jogonalan, Klaten Tahun Pelajaran 2012/2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENGEMBANGKAN MOTORIK HALUS MELALUI PERMAINAN MERONCE PADA ANAK KELOMPOK A Upaya Mengembangkan Motorik Halus Melalui Permainan Meronce Pada Anak Kelompok A Di TK Pertiwi Rejoso, Jogonalan, Klaten Tahun Pelajaran 2012/2013."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

0   

UPAYA MENGEMBANGKAN MOTORIK HALUS MELALUI PERMAINAN MERONCE PADA ANAK KELOMPOK A

DI TK PERTIWI REJOSO, JOGONALAN, KLATEN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

NASKAH PUBLIKASI  

 

 

 

 

 

Oleh: TUMIYEM NIM. A53B111060

 

 

 

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

1   

UPAYA MENGEMBANGKAN MOTORIK HALUS MELALUI PERMAINAN MERONCE PADA ANAK KELOMPOK A

DI TK PERTIWI REJOSO, JOGONALAN, KLATEN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

 

TUMIYEM NIM. A53B111060

ABSTRAK

 

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengembangan kemampuan motorik halus anak di kelas A Taman Kanak-Kanak Pertiwi Rejoso, Jogonalan, Klaten tahun 2012/2013 melalui permainan meronce.Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Jumlah subjek penelitian adalah kelompok A TK Pertiwi Rejoso, Jogonalan, Klaten tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 21 anak. Teknik analisis data dilakukan dengan dua cara yaitu deskriptif komparatif, yaitu membandingkan hasil dari kegiatan kondisi awal, hasil dari kegiatan siklus 1 dan hasil dari kegiatan siklus 2, kemudian direfleksi dan analisis interaktif yaitu menganalisis proses pembelajaran meronce menggunakan tiga tahap (1) reduksi data, (2) sajian data, dan (3) penarikan simpulan/verifikasi. Hasil penelitian berupa kesimpulan bahwa: (1) Melalui permainan meronce dapat mengembangkan kemampuan motorik halus anak-anak kelompok A TK Pertiwi Rejoso, Jogonalan, Klaten tahun 2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan kegiatan anak dari kondisi prasiklus ke siklus I lalu ke siklus II yaitu adanya peningkatan sebesar 15,5% dari prasiklus ke siklus I yaitu dari 44% menjadi 59,5%, dan peningkatan sebesar 24,9% dari dari kondisi siklus I 59,5% menjadi 84,38% pada siklus II. (2) Permainan meronce dapat maksimal dilaksanakan pada kelompok A TK Pertiwi Rejoso, Jogonalan KLaten tahun 2012/2013 dengan cara memberikan contoh secara berurutan tahap.

Kata kunci: Motorik Halus, Permainan Meronce

(6)

2   

PENDAHULUAN

Perkembangan motorik adalah perkembangan dari unsur pengembangan

dan pengendalian gerak tubuh. Perkembangan motorik berkembang dengan

kematangan syaraf dan otot. Perkembangan motorik meliputi motorik halus dan

motorik kasar. Motorik kasar merupakan gerakan tubuh yang menggunakan otot

besar, sedangkan motorik halus merupakan gerakan yang menggunakan otot-otot

halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan

untuk belajar dan berlatih.

Dari uraian tersebut dapat dimengerti bahwa agar anak dapat melakukan

gerakan menggunakan otot-otot besar dan otot-otot halus, maka anak sesering

mungkin diberikan kesempatan untuk belajar dan berlatih. Sebaliknya bila tidak

diberikan kesempatan untuk belajar dan berlatih, maka anak tidak bisa

berkembang secara optimal. Dengan diberikan kesempatan tersebut maka anak

akan dapat berkembang secara optimal. Melalui bermain akan terjadi stimulasi

pertumbuhan otot-ototnya. Seperti yang dijelaskan oleh Decaprio (2013: 21),

bahwa setiap anak dapat mencapai tahapan perkembangan motorik halus yang

optimal, asalkan mendapat stimulasi tepat dari guru serta lingkungan sekolahnya.

Permainan meronce merupakan sebagian dari bentuk aktivitas peningkatan

motorik halus, yaitu keterkaitan dengan rangsangan otak. Anak lahir dengan

kemampuan membuat / meronce, belajar menemukan dan mencipta, dengan

perkataan lain metafarma yaitu merujuk pada kegiatan mengubah sesuatu dari

keadaan materi dari makna yang satu ke keadaan bentuk yang lain.

Anak perlu dibiasakan untuk bergerak dan berpikir. Meronce benda

menjadi bentuk yang lain adalah membuat, menjelajah, belajar menemukan dan

mencipta. Sedikit anak yang menguasai kemampuan ini dan sedikit yang belajar

mengubah gagasan, pengetahuan dan pengalaman yang memiliki segudang

informasi berguna dan sumber daya terbarukan seumur hidup.

Pembelajaran mengembangkan motorik halus bagi anak di taman

kanak-kanak melalui permainan meronce merupakan salah satu strategi dalam upaya

meningkatkan kemampuan berpikir secara kognitif dan dapat menjadi alat bantu

(7)

3   

menciptakan sesuatu yang dapat dipakai untuk membantu mengembangkan

motorik halus bagi anak. Meskipun penting perkembangan motorik halus tetapi

bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.

Melihat kondisi anak di Taman Kanak-Kanak Pertiwi Rejoso, Jogonalan

Klaten belum semua anak motorik halusnya berkembang dengan baik. Hal ini

disebabkan karena guru kurang memberikan kegiatan yang berhubungan dengan

kegiatan motorik halus, seperti: menyusun balok, membuat garis, menggunting

dan melipat kertas, melukis maupun meronce.

Dari hasil pengamatan awal dapat dijelaskan bahwa rata-rata kemampuan

anak dalam menyusun balok belum adalah 39,3%, kemampuan anak dalam

membuat garis sudah mencapai 54,8%, kemampuan anak dalam membuat

lingkaran baru mencapai 42,9%, kemampuan anak dalam melipat kertas mencapai

36,9%, kemmapuan anak dalam memegang pensil sudah mencapai 58,3%,

kemampuan anak dalam memotong adonan dengan pisau mainan baru mencapai

40,5%, dan kemampuan anak dalam menggunting kertas adalah 35,7%.

Mengembangkan kemampuan motorik halus anak bukanlah pekerjaan

mudah, namun perlu pemilihan beberapa metode, strategi dan media yang sesuai

dengan lingkungan dan kondisi anak. Minimnya cara yang dapat dipakai guru

untuk mengembangkan kemampuan motorik halus anak dan alat peraga yang

kurang menarik menjadi salah satu penyebab rendahnya kemampuan motorik

halus anak TK Pertiwi Rejoso, Jogonalan, Klaten.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu strategi mengajar yang dapat

menggugah dan mengembangkan kemampuan motorik halus anak. Masalah

tersebut perlu dicari solusinya. Guru perlu menguasai metode-metode

pembelajaran agar guru dapat mengembangkan kemampuan motorik halus anak

secara maksimal. Atas dasar permasalahan tersebut maka guru disarankan untuk

mengganti metode yang digunakan dengan kegiatan meronce. Jika guru harus

membuat adaptasi yang sesuai bagi anak baik dari segi isi dan gaya mengajar,

(8)

4   

strategi dalam mengembangkan kemampuan motorik halus anak khususnya

Taman Kanak-Kanak Pertiwi Rejoso, Jogonalan, Klaten.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu

penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan

subtansif, tindakan yang dilakukan dalam disiplin inquiri, atau suatu usaha untuk

memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan

dan perubahan (Hopkins dalam Sutama, 2010: 5). Kunandar (2008: 45),

menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas adalah peneliian tindakan yang

dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas.

Menurut Mulyasa (2009: 34) menjelaskan bahwa PTK adalah suatu upaya yang

ditujukan untuk memperbaiki proses pembelajaran atau memecahkan masalah

yang dihadapi dalam pembelajaran.

Tujuan umum PTK adalah untuk mengadakan perbaikan atau peningkatan

mutu prkatik pembelajaran di kelas. Melalui PTK guru senantiasa memperbaiki

praktik pembelajaran di kelas berdasarkan pengalaman-pengalaman langsung

yang nyata dipandu dengan perluasan wawasan ilmu pengetahuan dan penguasaan

teoretik praktis pembelajaran.

Kunandar (2008: 51), lebih lanjut menjelaskan beberapa alas an PTK

menjadi salah satu pendekatan dalam memperbaiki mutu pembelajaran, yaitu: (1)

Merupakan pendekatan pemecahan masalah yang bukan sekedar trial and error,

(2) Menganggap masalah-masalah faktual yang dihadapi guru dalam

pembelajaran, (3) Guru tidak perlu meninggalkan tugas utamanya yaitu mengajar,

(4) Guru sebagai peneliti, (5) Mengembangkan iklim akademik dan

profesionalisme guru, (6) Dapat segera dilaksanakan pada saat muncul kebutuhan

(6) Dilaksanakan dengan tujuan perbaikan, (7) Murah biayanya, (8) Analisis data

(9)

5   

Setting Penelitian

Penelitian tindakan ini dilakukan di Taman Kanak-Kanak Pertiwi Rejoso,

yang terletak di Desa Rejoso, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten. Penulis

memilih tempat penelitian ini dengan alasan: (a) Penulis merupakan pengajar di

sekolah tersebut sehingga memudahkan untuk mendapatkan data yang akurat, (b)

Lokasi penelitian dekat dengan tempat tinggal penulis sehingga menghemat biaya

dan tenaga serta memudahkan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam

penelitian.

Tindakan dilakukan selama tiga bulan, yaitu mulai bulan Mei 2013 hingga

Juli 2013, yang dimulai dari perencanaan/penyusunan proposal, pelaksanaan

tindakan, pembahasan dan penyusunan laporan penelitian tindakan kelas.

Subjek Penelitian

Dalam penelitian tindakan kelas ini yang menjadi subjek penelitian adalah

guru/peneliti, kolaborator, dan semua anak kelompok A TK Taman Kanak-Kanak

Pertiwi Rejoso, Jogonalan, Klaten tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 21

anak dengan rincian perempuan 11 anak dan laki-laki 10 anak.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian menggunakan langkah sebagai berikut (1) perencanaan, (2)

pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan (4) refleksi.

Jenis Data dan Sumber Data

Data kuantitatif adalah data yang berujud angka-angka yang diperoleh

sebagai hasil pengukuran atau penjumlahan, sedangkan data kualitatif adalah data

yang tidak berbentuk angka dan biasanya berupa data verbal yang diperoleh dari

pengamatan, wawancara, atau bahan tertulis (Nurgiyantoro, 2002: 27). Dalam

penelitian ini data kualitatif diperoleh dari hasil kegiatan meronce manik-manik

dan atau daun nangka dan hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran

menggunakan permainan meronce anak TK Pertiwi Rejoso, Jogonalan, Klaten.

Sumber data adalah (1) guru yang menerapkan pembelajaran menggunakan

permanan meronce dan (2) anak-anak kelompok A TK Pertiwi Rejoso, Jogonalan

yang belajar menggunakan manik-manik, merjan dan atau daun nangka untuk

(10)

6   

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1)

Observasi, yang dilakukan secara langsung terhadap subjek penelitian. Observasi

dilakukan pada saat proses pembelajaran motorik halus menggunakan permainan

meronce. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak dan guru selama proses

tindakan diamati dan dicatat secara cermat. (2) Wawancara, yaitu adalah suatu

percakapan, tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan

secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu (Kartono, 1990: 187).

Wawancara dalam penilian ini sebagai pelengkap metode observasi. Wawancara

dilakukan terhadap kepala sekolah, teman sejawat dan orang tua anak. (3) Catatan

Lapangan, yang merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif,

dalam hal ini catatan lapangan digunakan untuk mencatat kejadian-kejadian

penting yang muncul pada saat pembelajaran berlangsung. Model catatan

lapangan dalam penelitian ini adalah catatan pengalaman yang dilakukan oleh

peneliti dan guru. Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2002: 153),

catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dan

dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi data dalam penelitian. (4)

Dokumentasi, yaitu cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa

catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger,

agenda dan sebagainya (Arikunto, 2002:206). Dokumen-dokumen yang berisi

data yang dibutuhkan meliputi buku-buku yang relevan dengan judul penelitian.

Teknik Analisis Data

1. Deskriptif Komparatif

Teknik analisis data menggunakan metode deskriptif komparatif yaitu

membandingkan hasil dari kegiatan kondisi awal, hasil dari kegiatan siklus 1 dan

hasil dari kegiatan siklus 2, kemudian direfleksi.. Sebelum dilakukan analisis, ada

beberapa tahap yang harus dilakukan sebagai berikut : (a) Menjumlahkan skor

yang dicapai anak pada setiap butir amatan hingga tujuh indikator yang telah

direncanakan. (b) Membuat tabulasi skor observasi peningkatan kemampuan

motorik halus melalui permainan meronce dari nomor, nama anak, butir amatan,

(11)

7   

Membandingkan hasil prosentase pencapaikan pada setiap anak dengan

prosentase keberhasilan pada setiap siklus yang telah ditentukan peneliti.

2. Analisis Interaktif

Untuk menganalisis proses pembelajaran meronce menggunakan Proses

analisis interaktif yang meliputi: reduksi data, sajian data, dan penarikan

simpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Refleksi Awal

Pembelajaran motorik halus pada kondisi awal dilaksanakan pada hari Senin

tanggal 27 Mei 2013, dari hasil pengamatan peneliti tampak bahwa anak. kurang

semangat dalam belajar. Anak belajar dengan mendengarkan ceramah guru sambil

bercerita sendiri atau bermain dengan temannya, dan kurang memperhatikan

penjelasan guru. Ketika guru meminta anak untuk untuk menyusun balok, ternyata

sedikit sekali anak yang mampu menyusun sendiri dengan benar, juga ketiga guru

meminta anak untuk membuat garis dan lingkaran di papan tulis, tampak banyak

anak yang tidak berani ke depan kelas untuk membuat garis. Masih ada beberapa

anak yang menyusun balok belum menjadi berbagai bentuk yang menarik dan

unik. Dalam membuat garis atau lingkaran belum sempurna, apalagi menggunting

gambar yang ia senangi dan melipat juga belum sempurna. Belum semua anak

dapat memegang pensil dengan benar. Masih ada beberapa anak yang belum dapat

memotong adonan dengan pisau mainan dengan benar.

Pada pembelajaran awal, anak belajar dengan mendengarkan ceramah guru

sambil bercerita sendiri atau bermain dengan temannya, dan kurang

memperhatikan penjelasan guru. Ketika guru meminta anak untuk untuk

menyusun balok, ternyata sedikit sekali anak yang mampu mneyusun sendiri

dengan benar, juga ketiga guru meminta anak untuk membuat garis dan lingkaran

di papan tulis, tampak banyak anak yang tidak berani ke depan kelas untuk

membuat garis. Dari hasil pengamatan awal dapat dijelaskan bahwa rata-rata

kemampuan anak dalam menyusun balok belum adalah 39,3%, kemampuan anak

dalam membuat garis sudah mencapai 54,8%, kemampuan anak dalam membuat

(12)

8   

36,9%, kemampuan anak dalam memegang pensil sudah mencapai 58,3%,

kemampuan anak dalam memotong adonan baru mencapai 40,5%, dan rata-rata

kemampuan anak dalam menggunting kertas adalah 35,7% dari semua itu

diperoleh rata-rata 44%.

2. Hasil Siklus I

Pembelajaran pada siklus I dapat dijelaskan bahwa keberanian anak dalam

memegang dan memasukkan benang benang mulai tampak tapi masih perlu

bantuan guru. Sudah ada anak yang mampu memasukkan benang nilon kedalam

lobang merjan dengan sedikit bantaun dari guru. Juga sudah ada anak yang

mampu mengaitkan lidi pada daun nangka dengan sedikit bantuan guru. Sudah

ada beberapa anak yang mampu membuat gelang dari manik-manik dengan

sedikit bantuan guru, bahkan ada satu anak yang telah mampu membuat gelang

tanpa bantuan guru. Dalam membuat mahkota dari daun nangka, ternyata

anak-anak rata-rata hanya perlu sedikit bantuan guru.

Penerapan pembelajaran motorik halus melalu permainan meronce mampu

mengubah model pembelajaran dari teacher centre (berpusat pada guru) menjadi

student centre (berpusat pada anak). Penerapan pembelajaran motorik halus melalu permainan meronce mengurangi peran guru dalam menjelaskan materi dan

memberi contoh kegiatan. Pengetahuan guru tentang metode dalam mengajar

menjadi bertambah.

3. Hasil Siklus II

Pembelajaran motorik halus pada siklus II dapat dijelaskan bahwa terdapat

57% atau 12 anak sudah mampu memasukkan benang senar ke lobang

manik-manik dengan sedikit bantuan dan 38% atau 8 anak dengan usaha sendiri.

Terdapat 57% atau 12 anak yang mampu memasukkan benang nilon ke dalam

lobang merjan dengan sedikit bantuan dan 43% atau 9 melakukan sendiri dengan

tepat. Terdapat 71% atau 15 anak yang mampu mengaitkan lidi pada daun nangka

dengan sedikit bantuan dan 5 anak melakukan sendiri dengan benar. Terdapat

43% atau 9 anak yang mampu menggulung kertas menjadi bahan roncean

dengnan sedikit bantuan dan 11 anak melakukan sendiri dengan benar. Terdapat

(13)

9   

bantuan dan 33% atau 7 anak mampu melakukan sendiri dengan benar. Terdapat

52% atau 11 anak mampu meronce potongan kertas menjadi rantai dengan sedikit

bantuan dan 43% atau 9 anak mampu melakukan sendiri dengan benar. Terdapat

52% atau 11 anak mampu membuat mahkota dari daun nangka dengan sedikit

bantuan dan 48% atau 10 anak, membuat sendiri mahkota daun nangka. Terdapat

38% atau 8 anak mampu menyimpulkan tali dnegan sedikit bantuan dan 52% atau

11 anak mampu menyimpulkan tali sendiri.

Disadari oleh guru dan teman sejawat bahwa penerapan pembelajaran

motorik halus melalui permainan meronce dapat membantu anak mampu

mengkoordinasikan mata dan tangan untuk melakukan gerakan yang rumit dan

melakukan gerakan manipulatif untuk menghasilkan suatu bentuk dengan

menggunakan berbagai media. Sama seperti apa yang telah diteliti oleh Ni Wayan

Nuriyani dan Tanti Darmastuti bahwa dengan teknik meronce dapat meningkatkan

motorik halus anak.

Pembelajaran motorik halus menggunakan permainan meronce dari siklus I

hingga siklus II terjadi kenaikan sebesar 24,9% yaitu dari 59,5% menjadi 84,38%

pada siklus II.

SIMPULAN

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Melalui permainan meronce dapat

mengembangkan kemampuan motorik halus anak-anak kelompok A TK Pertiwi

Rejoso, Jogonalan, Klaten tahun 2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari adanya

peningkatan kegiatan anak dimana pada kondisi awal rata-rata presentase kegiatan

anak yang berkaitan dengan motorik halus adalah 44%, setelah dilakukan

pembelajaran dengan permainan meronce terjadi peningkatan kemampuan

motorik halus anak sebesar 24,9% dari kondisi siklus I sebesar 59,5% menjadi

84,38% pada siklus II. (2) Permainan meronce dapat maksimal dilaksanakan pada

kelompok A TK Pertiwi Rejoso, Jogonalan Klaten tahun 2012/2013 dengan cara

(14)

10   

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas: Bumi Aksara.

Decaprio, Richard. 2013. Aplikasi Teori Pembelajaran Motorik di Sekolah. Yogyakarta: DIVA Press.

Kartono, Kartini. 1990. Metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju.

Kunandar. 2008. Langkah Mudah Peneliian Tindakan Kelas, sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Moelong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Posda Karya.

Mulyasa. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, dkk. 2002. Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Yogyakarta: UGM Press.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian penulis ingin mengetahui pengaruh adanya Teknologi Informasi terhadap karyawan bank yang nantinya akan dijawab melalui penelitian dengan tema Pengaruh

morfometri lereng, dan 2) Mengetahui bentuk-bentuk konservasi tanah yang sesuai dengan karakteristik lereng di daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam

Perbandingan prosentase capaian aspek kualitas pembelajaran biologi meliputi iklim kelas, kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran, motivassi dan sikap siswa

Setelah kelompok terbentuk peneliti sedikit mengulas dan menjelaskan mekanisme pembelajaran Active Learning Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) yang kemarin sudah

Perolehan hasil sayatan buah asam pada grafik di atas (Gambar 26) menunjukkan bahwa hasil sayatan meningkat seiring bertambahnya beban pada mesin sedangkan efisiensi

Non qori’ah merupakan seorang wanita (muslimah) yang tidak terlatih dalam membaca Al-Qur’an dengan cara qiro’ah atau dalam bahasa umumnya yaitu dilagukan

[r]

Judul : Perbedaan Stres Ditinjau dari Jenis kelamin pada Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Semarang dan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang.. Dengan ini