PADA MAGENTA FARM DI DESA NANGGUNG BOGOR
Oleh
SHANDRA UMAYA A.Y.
H24087060
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
SHANDRA UMAYA A.Y. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) pada Magenta Farm di Desa Nanggung Bogor. Dibawah
bimbingan WITA JUWITA ERMAWATI.
Sektor pertanian merupakan salah satu potensi yang dimiliki oleh Indonesia sebagai negara agraris dimana penduduknya sebagian besar bergantung pada sektor tersebut yang sangat prospektif untuk dikembangkan. Sumberdaya alam serta sumberdaya manusia yang dimiliki oleh Indonesia cukup melimpah, didukung dengan ketersediaan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha di sektor pertanian. Keberadaan penduduk yang memadati Indonesia juga menjadi potensi sebagai pasar yang siap menampung hasil produksi dari kegiatan agribisnis yang dijalankan. Sektor pertanian memegang peranan penting dalam menghadapi krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia beberapa tahun belakangan ini dan mampu menyerap tenaga kerja yang juga tidak sedikit. Bidang yang telah banyak digeluti oleh para pengusaha di bidang pertanian, baik dalam skala usaha kecil maupun besar, meliputi bidang usaha yang berkaitan dengan tanaman dan hewan, baik untuk kepentingan pangan maupun nonpangan. Salah satu bidang usaha tani yang dapat digeluti adalah budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus), dimana komoditas ini dianggap memiliki potensi dan prospek pasar yang cukup potensial serta prospektif untuk dilakukan.
Cacing tanah memiliki potensi yang besar untuk dibudidayakan secara komersial yang berorientasi agribisnis. Agribisnis cacing tanah ini dapat bermanfaat untuk diaplikasikan untuk kepentingan persediaan industri pakan ternak dan ikan nasional, memasok kebutuhan industri farmasi dan obat-obatan, mengubah limbah organik menjadi media tanam yang baik dan murah dalam mendukung usaha pertanian, serta menumbuhkan ekonomi kerakyatan.
Melihat peluang ini, tentu akan menjadi lahan bisnis yang cukup menjanjikan bagi para pengusaha cacing tanah. Salah satu pelaku usaha tani yang melihat dan memutuskan untuk memanfaatkan peluang tersebut dengan berencana bergerak di bidang budidaya cacing tanah adalah Magenta Farm. Ditinjau dari aspek-aspek kelayakan usaha, Magenta Farm dapat dikatakan layak untuk menjalankan bisnis budidaya cacing tanah. Aspek yang dimaksud adalah aspek teknis, aspek pasar, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, dan aspek finansial. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat membudidayakan cacing tanah, yaitu penyiapan wadah, pembuatan medium/media, penyiapan bibit, penebaran, dan pemeliharaan. Setelah kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan, maka dapat dilakukan kegiatan panen, kemudian pascapanen, dan akhirnya dipasarkan.
PADA MAGENTA FARM DI DESA NANGGUNG BOGOR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
Pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh :
SHANDRA UMAYA A.Y. H24087060
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) pada Magenta Farm di Desa Nanggung Bogor
Nama : Shandra Umaya A.Y.
NIM : H24087060
Menyetujui Dosen Pembimbing,
(Wita Juwita Ermawati, STP, MM) NIP. 19750907 200501 2 001
Mengetahui Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc) NIP. 19610123 198601 1 002
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 14 Oktober 1987 dari pasangan Bapak Muhammad Yasin dan Ibu Umamah, dengan nama Shandra Umaya Adri Yasin. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara yang terdiri dari tiga orang perempuan dan satu orang laki-laki
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan rasa syukur kepada Allah SWT Sang Maha Pencipta yang selalu mencurahkan rahmat dan hidayahNya kepada alam semesta beserta isinya. Dengan ridhoNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini pada waktu yang diharapkan dengan judul “Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) pada Magenta Farm di Desa Nanggung Bogor”.
Karya ilmiah ini adalah hasil dari kegiatan penelitian yang bertempat di Magenta Farm, Desa Nanggung Bogor yang dilakukan selama tiga bulan,
terhitung sejak bulan Juni sampai bulan Agustus 2010. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan sebagai mahasiswa tingkat akhir dan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Harapan penulis atas terwujudnya karya ilmiah ini adalah agar dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan atas tema yang diangkat, khususnya bagi Magenta Farm yang menjadi objek yang dikaji dalam penelitian
ini. Penulis tak luput dari segala keterbatasan dan kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Bogor, Oktober 2010
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Rasa syukur dan pujian tak henti kepada Allah SWT Penguasa Semesta Alam, yang selalu merahmati alam semesta dan segala isinya ini dengan segala manfaat, dan shalawat bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Berbagai bentuk dukungan dan bantuan selama penyusunan skripsi ini hingga selesai telah dicurahkan oleh berbagai pihak kepada penulis, oleh karena itu melalui keterbatasan kata penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. H. M. Yasin SH, SIP, M.Sc dan Hj. Umamah kedua orang tuaku, kakak-kakak, dan para keponakanku yang selalu memberi dukungan, kasih sayang, dan semangat kepada penulis,
2. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc selaku Ketua Departemen Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor,
3. Wita Juwita Ermawati, STP, MM selaku Dosen Pembimbing kegiatan penelitian, yang telah membantu, membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini,
4. Ir. Mimin Aminah, MM dan Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku dosen penguji pada ujian sidang skripsi ini yang telah memberi banyak kritik dan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini,
5. Segenap pihak Magenta Farm yang memberi kesempatan bagi penulis
mengadakan penelitian untuk mewujudkan skripsi ini,
6. Seluruh pihak yang telah turut mendukung penulis dalam kegiatan penelitian dan penulisan skripsi yang tak cukup untuk disebutkan satu per satu.
Bogor, Oktober 2010
viii
2.3 Teori Biaya dan Manfaat ...12
2.4 Analisis Kelayakan Investasi ...13
2.5 Analisis Finansial ...14
2.5.1 Net Present Value (NPV) ...14
2.5.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio) ...15
2.5.3 Internal Rate Return (IRR) ...15
2.5.4 Payback Periode (PP) ...15
2.6 Analisis Switching Value...16
2.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan ...16
III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran...18
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian...20
3.3. Metode Penelitian...20
3.3.1 Jenis dan Sumber Data ...20
3.3.2 Pengolahan dan Analisis Data...20
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Usaha ...24
4.2 Analisis Kelayakan Usaha...26
4.2.1 Aspek Teknis ...26
4.2.2 Aspek Manajemen ...37
ix
4.2.4 Aspek Sosial dan Lingkungan ...45
4.2.5 Aspek Finansial ...45
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ...51
2. Saran ...51
DAFTAR PUSTAKA ...52
x
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1 Permintaan pakan ternak sebagai subtitusi cacing tanah dari
27 orang peternak ayam dan ikan di Leuwiliang Bogor ... 4 2 Penawaran pakan ternak sebagai subtitusi cacing tanah terhadap
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1 Tabel biaya peralatan dan bahan...47
2 Tabel biaya pra-investasi dan investasi...48
3 Tabel biaya produksi 1 periode produksi (4 bulan) ...49
4 Tabel pendapatan tahun ke-1 dan ke-2 Magenta Farm...49
5 Tabel laporan laba/rugi Magenta Farm penjualan 100% ...50
6 Cash Flow Magenta Farm...51
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu potensi yang dimiliki oleh Indonesia sebagai negara agraris dimana penduduknya sebagian besar bergantung pada sektor tersebut yang sangat prospektif untuk dikembangkan. Sumberdaya alam serta sumberdaya manusia yang dimiliki oleh Indonesia cukup melimpah, didukung dengan ketersediaan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha di sektor pertanian. Keberadaan penduduk yang memadati Indonesia juga menjadi potensi sebagai pasar yang siap menampung hasil produksi dari kegiatan agribisnis yang dijalankan. Sektor pertanian memegang peranan penting dalam menghadapi krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia beberapa tahun belakangan ini dan mampu menyerap tenaga kerja yang juga tidak sedikit. Bidang yang telah banyak digeluti oleh para pengusaha di bidang pertanian, baik dalam skala usaha kecil maupun besar, meliputi bidang usaha yang berkaitan dengan tanaman dan hewan, baik untuk kepentingan pangan maupun nonpangan. Salah satu bidang usaha tani yang dapat digeluti adalah budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus), dimana komoditas ini dianggap memiliki potensi dan prospek pasar yang cukup potensial serta prospektif untuk dilakukan.
Cacing tanah sering dianggap sebagai makhluk tidak berguna dan menjijikkan. Namun, cacing tanah ternyata memiliki potensi yang besar untuk dibudidayakan secara komersial yang berorientasi agribisnis (Rukmana, 2000). Agribisnis cacing tanah ini dapat bermanfaat untuk diaplikasikan untuk kepentingan persediaan industri pakan ternak dan ikan nasional, memasok kebutuhan industri farmasi dan obat-obatan, mengubah limbah organik menjadi media tanam yang baik dan murah dalam mendukung usaha pertanian, serta menumbuhkan ekonomi kerakyatan.
2
cacing tanah yaitu didasarkan pada kriteria letak klitelum pada segmen, jumlah segmen pada tubuh, jumlah seta pada setiap segmen, serta tampilan bentuk, ukuran dan warna tubuh cacing tanah.
Produk yang dihasilkan dari wirausaha cacing tanah adalah biomas atau cacing itu sendiri dan kotoran cacing yang biasa disebut Kascing (bekas cacing). Biomas cacing merupakan sumber protein hewani (72% - 84,5%). Protein cacing tanah mengandung 20 asam amino, yang terdiri atas lisin, triptopan, histidin, fenilalanin, isoleusin, leusin, theorin, methionin, arginine, glisin, alanin, sistin, tirosin, asam aspartik, asam glutamat, prolin, hidroksiprolin, serin, dan sitruline (Rukmana, 2000). Cacing tanah termasuk salah satu makhluk hidup penghuni tanah yang dapat memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Multimanfaat cacing tanah antara lain adalah dapat menyuburkan lahan pertanian, meningkatkan daya serap air oleh permukaan tanah, umpan memancing ikan, dan lain-lain.
Kualitas protein cacing tanah lebih tinggi jika dibandingkan dengan protein daging dan ikan, sehingga sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, ikan, dan makanan manusia. Di berbagai negara, cacing tanah telah dimanfaatkan dan diolah menjadi makanan manusia serta sebagai ramuan obat dan kosmetika. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fakultas MIPA UNPAD Bandung pada tahun 1996, diketahui bahwa ekstrak cacing tanah mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen penyakit typus dan diare.
Di Indonesia, usaha memasyarakatkan budidaya cacing tanah secara komersial sebagai peluang wirausaha yang menguntungkan semakin banyak disosialisasikan, baik pada skala rumah tangga maupun skala besar. Kelayakan wirausaha cacing tanah dapat dianalisis dari berbagai aspek yang mendukung, yaitu aspek pemasaran, aspek biaya (finansial), aspek teknik budidaya, serta aspek organisasi dan manajemen.
Peluang yang dapat dimanfaatkan dari wirausaha cacing tanah ini yaitu salah satunya dengan memperhatikan kebutuhan pakan ternak dalam negeri yang sebagian besar masih mengimpor dari berbagai negara. Umumnya tepung ikan digunakan sebagai pakan ternak, tetapi menurut data yang berlaku, tepung cacing tanah lebih unggul daripada tepung ikan karena kadar proteinnya yang sebesar 72% jauh lebih tinggi daripada kadar protein tepung ikan yang hanya sebesar 22,65%. Di samping itu, tepung cacing tidak berlemak, mudah dicerna, dan mengandung beberapa asam amino (arginin, sistin, dan metionin) yang lebih tinggi daripada tepung ikan. Permintaan impor terhadap tepung ikan ini pada tahun 1997 mencapai 120.570.359 Kg, pada tahun 1999 meningkat menjadi 140.000 ton, hanya dari negara Chilli belum dari negara lain, dan terus meningkat dari tahun ke tahun sampai sekarang (Rukmana, 2000).
Terdapat pula peluang dari luar negeri, salah satunya Korea yang memiliki sejarah pada tahun 1999 mengadakan permintaan terhadap cacing tanah sebanyak 35.000 ton per bulan dan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya, termasuk sampai sekarang. Pada aspek pemasaran, produk cacing tanah dapat diserap oleh berbagai industri atau pasar, di antaranya adalah pasar industri pakan ternak dan ikan, industri pembibitan cacing tanah, industri farmasi dan obat-obatan. Di samping itu, cacing tanah banyak dibutuhkan untuk bahan (material) pengomposan sampah dan dapat dijadikan sebagai komoditas ekspor serta pengganti (subtitusi) impor tepung ikan yang merupakan bahan baku pakan ikan dan ternak (Rukmana, 2000).
4
(PIBI), Asosiasi Kultur Vermi Indonesia (AKVI), pedagang pengumpul daerah, koperasi cacing, industri farmasi, industri pakan ikan dan ternak, serta petani peminat Budidaya Cacing Tanah. Permintaan yang menjadi fokus Magenta Farm adalah permintaan yang berasal dari para peternak ayam dan ikan di sekitar daerah lokasi produksi, yaitu daerah Nanggung, Cigudeg, Desa Kalong, Cirangsad, Pabuaran, Wates, Bunar, dan Leuwisadeng. Jumlah permintaan dari para peternak ayam dan ikan pada daerah-daerah tersebut diketahui sekitar sebesar 9 ton pada tahun 2005 (Rukmana, 2000).
Permintaan terhadap cacing tanah di pasar Jawa Barat selalu meningkat setiap tahunnya. Selama 6 tahun sejak 1999 hingga 2005, setiap tahun terjadi peningkatan sejumlah 28.750 ton per tahun dari jumlah 17 ribu ton pada 1999 menjadi 189.500 ton pada tahun 2005 (Rukmana, 2000). Peningkatan permintaan dari tahun ke tahun terjadi akibat semakin beragamnya produk olahan cacing tanah disertai peningkatan preferensi konsumen untuk mulai mengkonsumsi produk yang berbahan dasar cacing tanah. Jumlah peningkatan permintaan pakan ternak berupa tepung ikan sebagai barang subtitusi cacing tanah dari 27 orang peternak ayam dan ikan di daerah Leuwiliang Bogor dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Permintaan pakan ternak sebagai subtitusi cacing tanah dari 27 orang peternak ayam dan ikan di Leuwiliang, Bogor No. Tahun Permintaan Pakan Ternak Subtitusi
1. Akhir 2009 3,70 ton
2. Awal 2010 4,26 ton
Sumber: Wawancara peternak setempat
berarti asal mampu bersaing dalam hal kuantitas atau jumlah produk yang dihasilkan.
Menurut Rukmana (2000), jumlah penawaran terhadap cacing tanah di daerah Jawa Barat yang berasal dari para peternak cacing tanah di daerah tersebut pada tahun 2005 mencapai 164.222,24 ton. Selama 6 tahun sejak 1999 sampai 2005, terjadi peningkatan penawaran dari 12.787,04 ton menjadi 164.222,24 ton atau sejumlah 151.435,2 ton selama 6 tahun, dengan rata-rata peningkatan adalah sebesar 25.239,2 ton per tahun. Angka tersebut masih belum memenuhi jumlah permintaan yang ada di pasar. Jumlah penawaran cacing tanah yang belum mampu memenuhi permintaan pasar ini adalah akibat adanya permintaan yang terus meningkat, tetapi tidak diiringi dengan peningkatan jumlah produksi oleh para produsen cacing tanah serta minimnya pengusaha baru yang menggeluti usaha cacing tanah ini. Berikut ini adalah angka penawaran pakan ternak sebagai subtitusi cacing tanah yang diterima oleh 27 peternak di daerah Leuwiliang Bogor:
Tabel 2. Penawaran pakan ternak sebagai subtitusi cacing tanah terhadap 27 orang peternak ayam dan ikan di Leuwiliang, Bogor
No. Tahun Penawaran Pakan Ternak Subtitusi
1. Akhir 2009 2,56 ton Leuwiliang Bogor antara lain dalam bentuk produk pakan ikan dan ternak, produk nutrisi tanaman, produk farmasi, dan produk kosmetik.
6
pakan ternak yang lain. Hal ini dikarenakan cacing tanah memiliki keunggulan kandungan nutrisi berupa protein yg jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produk pakan ternak yang lain, yaitu sebesar 72 persen.
Melihat peluang ini, tentu akan menjadi lahan bisnis yang cukup menjanjikan bagi para pengusaha cacing tanah, termasuk yang baru akan terjun ke dalam bidang ini. Salah satu pelaku usaha tani yang melihat dan memutuskan untuk memanfaatkan peluang tersebut dengan berencana bergerak di bidang budidaya cacing tanah adalah Magenta Farm.
Magenta Farm yang terletak di desa Nanggung, Leuwiliang, Bogor ini bergerak sebagai salah satu pelaku usaha tani yang baru berdiri dan berencana melakukan usaha budidaya cacing tanah sebagai kegiatan bisnis utamanya. Budidaya cacing tanah ini dilakukan atas dasar ketersediaan peluang pasar yang berada di sekitar Magenta Farm yaitu daerah Nanggung itu sendiri, Cigudeg, Desa Kalong, Cirangsad, Pabuaran, Wates, Bunar, dan Leuwisadeng yang merupakan daerah dimana banyak terdapat peternakan ayam dan ikan.
1.2 Perumusan Masalah
Magenta Farm merupakan bentuk usaha tani berskala kecil yang bergerak pada bidang budidaya cacing tanah jenis Lumbricus rubellus. Pada penelitian ini akan dibahas mengenai kelayakan usaha yang akan dijalankan, yaitu budidaya cacing tanah. Kelayakan usaha yang dimaksud adalah kelayakan yang dilihat dari beberapa aspek. Tinjauan yang perlu dilakukan untuk melaksanakan sebuah usaha atau kegiatan bisnis yang utama dalam hal ini adalah kelayakan usaha itu sendiri. Dalam hal ini dikaji mengenai layak atau tidaknya sebuah usaha dilaksanakan, ditinjau dari berbagai aspek. Hal krusial yang menjadi sorotan perusahaan adalah dari aspek finansial. Untuk melihat bagaimana gambaran mengenai investasi yang ditanamkan terhadap biaya yang dikeluarkan, maka dilakukanlah analisa kriteria investasi.
lainnya. Aspek-aspek yang dinilai dalam studi kelayakan bisnis meliputi aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek keuangan, aspek teknis/operasional, aspek manajemen dan organisasi, aspek ekonomi dan sosial, serta aspek dampak lingkungan (Kasmir, 2003). Aspek-aspek tersebut dipaparkan secara deskriptif untuk mendukung kelayakan sebuah usaha atau kegiatan bisnis.
Pada penelitian ini akan dibahas mengenai beberapa aspek studi kelayakan bisnis yang meliputi lima aspek, yaitu aspek teknis/operasional, aspek manajemen dan organisasi, aspek pasar dan pemasaran, aspek dampak lingkungan, dan aspek keuangan. Adapun rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana rangkaian teknis kegiatan operasional budidaya cacing tanah pada Magenta Farm?
2. Bagaimana analisis kelayakan usaha budidaya cacing tanah oleh Magenta Farm?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian pada Magenta Farm ini adalah sebagai berikut:
1. Menguraikan rangkaian teknis kegiatan operasional budidaya cacing tanah pada Magenta Farm.
2. Mengalisis kelayakan usaha kegiatan usaha tani budidaya cacing tanah oleh Magenta Farm.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi yang diharapkan berguna bagi :
1. Perusahaan diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi Magenta Farm dalam pelaksanaan rencana usaha tani budidaya cacing tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cacing Tanah
Dunia hewan berdasarkan tingkat kompleksitas dan urutan evolusinya terbagi atas 15 phyla. Cacing tanah termasuk ke dalam phylum Annelida atau binatang yang bersegmen-segmen, beruas-ruas, atau
bergelang-gelang. Phylum Annelida dibagi ke dalam tiga kelas, yaitu Polychaeta, Oligochaeta, dan Huridinea. Ciri-ciri phylum Annelida adalah sebagai berikut (Rukmana, 2000):
1. Tubuhnya simetris bilateral, silindris, dan bersegmen-segmen serta pada permukaan tubuh terdapat sederetan dinding tipis atau sekat. 2. Saluran pencernaan makanan dan mulut terletak pada bagian depan
(muka), sedangkan anus di bagian belakang.
3. Mempunyai rongga tubuh (coelom) yang berkembang dengan baik. 4. Bernapas dengan kulit atau insang.
5. Mempunyai peredaran darah tertutup dan darahnya mengandung hemoglobin.
Terdapat sembilan spesies cacing tanah yang meliputi empat famili (suku) yang banyak diminati untuk dibudidayakan, seperti disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 3. Sembilan spesies cacing tanah yang banyak diminati
No. Famili Spesies Cacing Tanah
1. Lumbricidae a. Lumbricus rubellus b. L. terrestris
c. Eisenia foetida
d. Allolobophora caliginosa e. A. Chlorotica
2.2 Studi Kelayakan Bisnis
Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit); atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (returns) di waktu yang akan datang, dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Gittinger (1986) mendefinisikan proyek sebagai suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu. Pengertian lainnya diungkapkan oleh Umar (1999), proyek adalah suatu usaha yang direncanakan sebelumnya dan memerlukan sejumlah pembiayaan serta penggunaan masukan lain yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu dan dilaksanakan dalam suatu bauran produk yang sudah ada dengan menginvestasikan sumber daya yang dapat dinilai secara independen.
Analisis kelayakan dilakukan untuk melihat apakah suatu proyek dapat memberikan manfaat atas investasi yang ditanamkan. Studi kelayakan proyek menurut Umar (1999) ialah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan. Hasil kelayakan merupakan perkiraan kemampuan suatu proyek menghasilkan keuntungan yang layak bila telah dioperasionalkan. Husnan dan Suwarsono (2000) menyatakan studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil. Analisis kelayakan penting dilakukan sebagai evaluasi proyek yang dijalankan pihak yang membutuhkan studi kelayakan antara lain :
1. Investor
10
2. Kreditur (Bank)
Kreditur merupakan pihak yang membutuhkan studi kelayakan untuk memperhatikan segi keamanan dana yang dipinjamkan untuk kegiatan proyek.
3. Pemerintah
Pemerintah lebih berkepentingan dengan manfaat proyek bagi perekonomian nasional dan pendapatan pemerintah atas pajak yang diberikan proyek tersebut.
Terdapat enam aspek yang dibahas dalam studi kelayakan, antara lain aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek komersial, aspek finansial, dan aspek ekonomis (Kadariah, 1999). Analisis kelayakan dapat pula dibagi menjadi menjadi aspek teknis, aspek pasar, aspek yuridis, aspek manajemen, aspek lingkungan dan aspek finansial (Umar, 1999). Lainnya menyebutkan bahwa aspek-aspek analisis kelayakan ke dalam aspek pasar, aspek keuangan, aspek manajemen, aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial (Husnan dan Suwarsono, 2000). Semua aspek tersebut perlu dipertimbangakan bersama-sama untuk menentukan manfaat yang diperlukan dalam suatu investasi.
Gittinger (1986) menyatakan bahwa pada proyek pertanian ada enam aspek yang harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan yaitu:
1. Aspek Pasar
2. Aspek Teknis
Aspek teknis menyangkut masalah penyediaan sumber-sumber dan pemasaran hasil-hasil produksi. Aspek teknis terdiri dari lokasi proyek, besaran skala oprasional untuk mencapai kondisi yang ekonomis, kriteria pemilihan mesin dan equipment, proses produksi serta ketepatan penggunaan teknologi.
3. Aspek Manajemen
Analisis aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal perusahaan. Aspek-aspek manajemen yang dilihat pada studi kelayakan terdiri dari manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksana proyek, jadwal penyelesaian proyek, dan pelaksana studi masing-masing aspek, dan manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi, struktur organisasi, deskripsi jabatan, personil kunci dan jumlah tenaga kerja yang digunakan (Handoko, 2001). 4. Aspek Hukum
Terdiri dari bentuk badan usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertifikat, dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha.
5. Aspek Sosial Lingkungan
Terdiri dari pengaruh proyek terhadap penghasilan negara, pengaruhnya terhadap devisa negara, peluang kerja dan pengembangan wilayah dimana proyek dilaksanakan.
6. Aspek Finansial
12
Terdapat lima tujuan mengapa sebelum suatu usaha atau proyek dijalankan perlu dilakukan studi kelayakan (Kasmir, 2003), yaitu:
1. Menghindari resiko kerugian, 2. Memudahkan perencanaan,
3. Memudahkan pelaksanaan pekerjaan, 4. Memudahkan pengawasan, dan 5. Memudahkan pengendalian.
2.3 Teori Biaya dan Manfaat
Tujuan analisa dalam analisa proyek harus disertai dengan definisi biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan suatu manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaanya bersifat jangka panjang, seperti tanah, bangunan, pabrik dan mesin. 2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang
diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja.
3. Biaya lainnya, seperti pajak, bunga dan pinjaman.
Manfaat juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi:
1. Manfaat langsung, yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan dirasakan sebagai akibat dari investasi, seperti: peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja.
2. Manfaat tidak langsung, yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek, seperti rekreasi.
penilaian investasi adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Kasmir, 2003).
2.4 Analisis Kelayakan Investasi
Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Dalam mengukur kemanfaatan proyek dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan perhitungan berdiskonto dan tidak berdiskonto. Perbedaannya terletak pada konsep Time Value of Money yang diterapkan pada perhitungan berdiskonto. Perhitungan diskonto merupakan suatu teknik yang dapat “menurunkan” manfaat yang diperoleh pada masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang”. Sedangkan perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum, yaitu ukuran-ukuran tersebut belum mempertimbangkan secara lengkap mengenai lamanya arus manfaat yang diterima (Gittinger, 1986).
Konsep time value of money (nilai waktu uang) menyatakan bahwa present value (nilai sekarang) adalah lebih baik daripada yang sama pada
future value (nilai pada masa yang akan datang). Ada dua sebab yang
menyebabkan hal ini terjadi yaitu: time preference (sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati pada saat ini lebih disenangi daripada jumlah yang sama namun tersedia di masa yang akan datang) dan produktivitas atau efisiensi modal (modal yang dimiliki saat sekarang memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan di masa datang melalui kegiatan yang produktif) yang berlaku baik secara perorangan maupun bagi masyarakat secara keseluruhan (Kadariah, 1999).
14
2.5 Analisis Finansial
Kriteria-kriteria yang menentukan kelayakan investasi diantaranya adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost Ratio), PBP (Pay Back Period) dan analisa kepekaan (Switching Value). Analisis kelayakan pada aspek ini sangat penting dilakukan. Tujuan dilakukannya analisis proyek adalah 1) untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2) menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, 3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan, dan 4) menentukan prioritas investasi (Gray, 1992).
2.5.1 Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) suatu proyek atau usaha adalah
selisih antara nilai sekarang (present value) manfaat dengan arus biaya. NPV juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Net Present Value diartikan sebagai nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran awal (Keown, 2001). Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:
NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar modal sosial Opportunity Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi.
NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat dilaksanakan.
2.5.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio)
Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) merupakan angka perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif (Keown, 2001). Kriteria investasi berdasarkan Net B/C Rasio adalah:
Net B/C = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi
Net B/C > 0, maka NPV > 0, proyek menguntungkan Net B/C < 0, maka NPV < 0, proyek merugikan
2.5.3. Internal Rate Return (IRR)
Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyamakan present value kas keluar yang diharapkan dengan present value aliran kas masuk yang diharapkan, atau didefinisikan
juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan Net Present Value (NPV) sama dengan nol.
IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan interen tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku (Kasmir, 2000).
2.5.4. Payback Periode (PBP)
Payback periode atau tingkat pengembalian investasi
16
2.6 Analisis Sensitivitas dan Switching Value
Analisis sensivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat (Kadariah, 1999). Pada umumnya proyek-proyek yang dilaksanakan sensitif berubah-ubah akibat empat masalah yaitu harga, kenaikan biaya, keterlambatan pelaksanaan dan hasil (Gittinger, 1986).
Suatu variasi dari analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Pengujian ini dilakukan sampai dicapai tingkat minimum dimana proyek dapat dilaksanakan dengan menentukan berapa besarnyaa proporsi manfaat yang akan turun akibat manfaat bersih sekarang menjadi nol bunga (NPV = 0). NPV sama dengan nol akan membuat IRR sama dengan tingkat suku bunga dan Net B/C sama dengan satu (Kasmir, 2003). Analisis dilakukan pada perubahan harga input dan output yang terdiri dari empat perubahan harga, yaitu :
1. Penurunan harga output 2. Kenaikan biaya total 3. Kenaikan biaya investasi 4. Kenaikan biaya operasional.
2.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian Hanindita (2006) yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Jamur Merang (Volvariella volvaceae) (Studi Kasus Usaha Agribisnis Putra Hasan Mushroom di Kecamatan Karang Bahagia, Bekasi, Jawa Barat). Berdasarkan analisis aspek-aspek penunjang kelayakan proyek yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial dan aspek finansial menunjukkan bahwa budidaya jamur merang layak untuk dilaksanakan. Dengan rincian analisis finansial berupa NPV sebesar Rp 47.304.408 pada tingkat DF 16%, IRR sebesar 66% dan B/C senilai 2,22 dengan PBP selama 1,6 tahun.
(Studi Kasus PT. XYZ). Hasil dari analisis kelayakan investasi terhadap arus manfaat-biaya finansial menunjukkan nilai diatas kriteria kelayakan. Nilai NPV yang diperoleh untuk analisis ini sebesar Rp. 43.593.614.577. Tingkat pengembalian internal (IRR) yang diperoleh sebesar 51,83 persen. Nilai Net B/C yang dihasilkan 7,273. Proyek secara finansial akan memperoleh pengembalian terhadap modal yang ditanamkan setelah satu tahun 5,35 bulan.
Penelitian Siregar (2009) yang berjudul Kajian Kelayakan Biogas Dari Limbah Ternak (Studi Kasus: PT. Darul Fallah dan Fakultas Peternakan, IPB). Berdasarkan analisis aspek-aspek penunjang kelayakan proyek yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial dan aspek finansial menunjukkan bahwa proyek biogas dari limbah ternak layak untuk dilaksanakan.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Saat ini produksi cacing tanah dalam negeri masih sangat rendah.
Misalnya, provinsi Jawa Barat pada tahun 1999 memproyeksikan produksi
cacing tanah sebanyak 12.787,04 ton yang diproduksi oleh sekitar 400
pembudidaya cacing tanah di 15 kabupaten (Rukmana, 2000). Setiap
tahunnya tidak banyak pengusaha yang terjun untuk menggeluti usaha
cacing tanah ini, karena mayoritas para pengusaha atau calon pengusaha
lebih tertarik pada bisnis sayuran dengan alasan kecenderungan perilaku
konsumsi sayur pada masyarakat yang terus meningkat. Padahal usaha
cacing tanah ini sangat menjanjikan jika dilihat dari tingkat keuntungan
yang diperoleh, dan proses produksi yang mudah serta biaya produksi
yang relatif jauh lebih murah jika dibandingkan dengan produksi dan biaya
yang harus ditanggung pada usaha sayuran.
Pada usaha budidaya cacing tanah ini juga tentunya mengandung
resiko seperti pada bentuk usaha lainnya. Resiko yang sangat mungkin
dialami pada usaha budidaya cacing tanah ini adalah preferensi produk
dari konsumen dimana terdapat produk subtitusi pakan ternak lain yang
dapat menggantikan cacing tanah. Hal ini akan sangat berpengaruh dari
harga yang bersaing dan manfaat yang diperoleh dari pemberian pakan
ternak berupa cacing tanah ini. Hal ini juga mengingat bahwa budidaya
cacing tanah ini baru dilaksanakan oleh Magenta Farm sehingga informasi
mengenai keberadaan produknya pun belum cukup meluas.
Magenta Farm merupakan unit usaha tani baru yang optimis pada bisnis produk cacing tanah dengan melihat jumlah permintaan pasar yang
belum dapat dipenuhi oleh para peternak cacing tanah, khususnya pada
pasar lokal. Fokus orientasi dari produksi cacing tanah ini adalah untuk
dijual dan dimanfaatkan sebagai pakan ternak, khususnya ternak unggas
dan ikan yang berada di kawasan Leuwiliang Bogor.
Analisis kriteria investasi penting untuk melihat kelayakan
Aspek-aspek kelayakan dipaparkan secara deskriptif untuk mendukung kelayakan
proyek. Analisis kelayakan dilakukan dengan menganalisis aspek-aspek
kelayakan investasi seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen,
aspek sosial dan lingkungan, dan aspek finansial. Analisis finansial
mengkaji NPV, IRR, Net B/C Rasio, Payback Period, dan sensitivitas. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian - Banyaknya permintaan cacing tanah dari pasar. - Terbatasnya penawaran cacing tanah dari
20
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada Magenta Farm yang berlokasi di Desa Nanggung, Leuwiliang, Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive) dan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan yaitu pada bulan Juni –
Agustus 2010. Magenta Farm merupakan unit usaha tani baru yang bergerak di bidang budidaya cacing tanah.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
Data yang digunakan bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer
diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak perusahaan.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai referensi berupa
literatur, dokumen perusahaan, instansi terkait serta
penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan
mengenai biaya investasi dan data operasional.
3.3.2. Pengolahan dan Analisis Data
Data dan informasi yang dikumpulkan, diolah dengan
bantuan komputer. Data dan informasi dikelompokkan terlebih
dahulu ke dalam komponen arus biaya dan manfaat, dan disajikan
dalam bentuk tabulasi yang digunakan untuk mengklasifikasi data
yang ada serta untuk mempermudah analisis data.
Analisis data dalam penelitian dilakukan secara kualitatif
dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui
gambaran mengenai pelaksanaan kegiatan budidaya cacing tanah.
Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis kelayakan
finansial dari pelaksanaan kegiatan budidaya cacing tanah oleh
1. Analisis Aspek Teknis
Aspek teknis dianalisis secara deskriptif untuk
mendapatkan gambaran mengenai lokasi, teknis, dan proses
operasional kegiatan distribusi.
2. Aspek Manajemen
Aspek ini dapat dilihat berdasarkan struktur pengelola
proyek, spesifikasi keahlian dan tanggung jawab pihak yang
terlibat dalam proyek dan pelaksanaan distribusi di lapangan.
3. Analisis Aspek Pasar
Analisis aspek pasar dapat dilihat dari sisi produk yang
dihasilkan dimana adanya permintaan yang terjadi akan
berpotensi untuk menghasilkan penerimaan yang diharapkan
menguntungkan dari kegiatan pemasaran.
4. Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan
Aspek sosial dianalisis dengan melihat dampak yang
ditimbulkan dari kegiatan usaha budidaya cacing tanah
terhadap lingkungan sekitar yang mungkin terpengaruh oleh
aktivitas perusahaan, maupun manfaat bagi perusahaan sendiri.
5. Analisis Aspek Finansial
Penerapan kelayakan investasi dilakukan dengan
membandingkan antara besarnya biaya yang dikeluarkan
dengan manfaat yang diterima dalam suatu proyek investasi
untuk jangka waktu tertentu. Analisis investasi dilakukan
dengan terlebih dahulu menyusun aliran tunai. Dalam analisis
finansial diperlukan kriteria investasi yang digunakan untuk
melihat kelayakan suatu usaha. Sebagai kriteris investasi
22
a. Net Present Value (NPV)
Rumus yang digunakan dalam perhitungan NPV adalah
sebagai berikut:
Bt = Penerimaan (Benefit) pada tahun ke-t
Ct = Biaya (Cost) pada tahun ke-t
i = Discount rate (%)
n = umur proyek
Dalam metode NPV terdapat tiga kriteria kelayakan
investasi, yaitu:
1. Jika NPV > 0, maka usulan proyek diterima
2. Jika NPV < 0, maka usulan proyek ditolak
3. Jika NPV = 0, nilai perusahaan tetap walaupun proyek
diterima ataupun ditolak.
b. Internal Rate Return (IRR)
Rumus yang digunakan dalam menghitung IRR adalah
sebagai berikut : menunjukan suatu proyek layak dilaksanakan atau tidak.
Net B/C =
Bt = Penerimaan pada tahun ke-t
Ct = Biaya pada tahun ke-t
n = umur proyek (tahun)
i = Discount rate
d. Payback Period (PBP)
Secara sistematis Payback Period dapat dirumuskan sebagai berikut :
PBP =V
I ………..…………(4)
Keterangan :
V = Nilai biaya investasi
I = Benefit bersih per periode
e. Analisis Swicthing Value (Nilai Pengganti)
Analisis switching value digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan pada nilai penjualan dan biaya
variabel yang akan menghasilkan keuntungan normal yaitu
NPV sama dengan nol atau mendekati, IRR sama dengan
tingkat suku bunga berlaku, dan Net B/C sama dengan satu.
Variabel yang akan dianalisis dengan switching value merupakan variabel yang dianggap signifikan dalam proyek.
Adapun variabel-variabel yang dimaksud antara lain nilai input
dan biaya variabel, sehingga dengan analisis ini akan dicari
tingkat harga penjualan minimum dan peningkatan biaya
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Usaha
Unit usaha tani dengan nama Magenta Farm ini merupakan usaha
tani yang baru dibentuk pada pertengahan tahun 2010. Usaha ini dibentuk
oleh Shandi Gozali, SE yang kemudian merekrut beberapa anggota dari
masyarakat sekitar lokasi usaha untuk menjadi tenaga kerja tetap di
Magenta Farm. Jumlah tenaga kerja pada Magenta Farm ini yaitu
sebanyak 5 (lima) orang yang terdiri dari 1 orang pemilik, 1 orang pada
bagian Keuangan dan Administrasi, 1 orang pada bagian Pemasaran, dan 2
orang bagian Pemeliharaan.
Usaha tani ini merupakan unit usaha baru yang sangat optimis pada
bisnis produk cacing tanah dengan melihat jumlah permintaan pasar yang
belum dapat dipenuhi oleh para peternak cacing tanah, khususnya pada
pasar lokal. Magenta Farm bergerak pada bidang produksi sekaligus
pemasaran produk cacing tanah jenis Lumbricus rubellus yang sebenarnya
sudah umum dipasarkan, khususnya di Indonesia. Fokus orientasi dari
produksi cacing tanah ini adalah untuk dijual dan dimanfaatkan sebagai
pakan ternak, khususnya ternak unggas yang berada di kawasan Bogor.
Sebagai target pasar pada usia usaha yang masih muda, perusahaan
memilih kawasan yang terletak tidak terlalu jauh dari lokasi usaha.
Lokasi Magenta Farm ini terletak di daerah Leuwiliang Bogor,
tepatnya di desa Nanggung. Lokasi ini digunakan atas dasar beberapa
alasan, yaitu lokasi milik pribadi untuk meminimalkan biaya investasi,
kondisi lingkungan yang sangat mendukung pertumbuhan cacing tanah,
dan lokasi usaha tidak terlalu jauh dari lokasi pasar yaitu daerah Nanggung
itu sendiri, Cigudeg, Desa Kalong, Cirangsad, Pabuaran, Wates, Bunar,
dan Leuwisadeng yang merupakan daerah dimana banyak terdapat
peternakan ayam dan ikan.
a. Bidang Produksi
Cacing tanah sering dianggap sebagai makhluk tidak berguna
yang besar untuk dibudidayakan secara komersial yang berorientasi
agribisnis. Agribisnis cacing tanah ini dapat bermanfaat untuk
diaplikasikan untuk kepentingan persediaan industri pakan ternak dan
ikan nasional, memasok kebutuhan industri farmasi dan obat-obatan,
mengubah limbah organik menjadi media tanam yang baik dan murah
dalam mendukung usaha pertanian, serta menumbuhkan ekonomi
kerakyatan. Cacing tanah sendiri dapat menghasilkan 2 (dua) jenis
produk, yaitu cacing tanah segar untuk konsumsi langsung atau untuk
keperluan agroindustri, dan dalam bentuk kascing yang merupakan
kotoran cacing tanah dan dapat digunakan sebagai pupuk untuk
keperluan perkebunan.
Bidang produksi yang digeluti oleh Magenta Farm ini adalah
bidang produksi cacing tanah yang meliputi beberapa kegiatan, mulai
dari penyiapan wadah, pembuatan medium (tempat hidup cacing
tanah), penyiapan bibit, penebaran, pemeliharaan, pengendalian hama,
penggantian medium, panen, dan pascapanen yang kemudian akan
dipasarkan ke para peternak ayam dan ikan di daerah-daerah yang
menjadi target pemasaran produk cacing tanah.
Magenta Farm tidak hanya beraktivitas atas dasar tujuan
keuntungan (profit oriented) semata, tetapi juga atas dasar tujuan
sosial (social oriented) dimana perusahaan memiliki tujuan untuk
membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya
masyarakat di sekitar lokasi usaha yang umumnya masih hidup
dengan tingkat kesejahteraan yang minimal. Kegiatan yang dilakukan
perusahaan untuk membantu masyarakat sekitar yang banyak
menggantungkan hidupnya dengan cara berkebun yaitu dengan
memberikan kascing yang dihasilkan oleh perusahaan kepada
masyarakat sekitar tanpa harus membayar kascing tersebut dengan
uang. Pemberian kascing difokuskan kepada masyarakat yang ikut
memberikan kontribusi kepada perusahaan, yaitu dengan memberikan
rumput atau batang pisang yang dapat diperoleh dengan sangat mudah
26
oleh perusahaan sebagai campuran bagi medium untuk tempat hidup
cacing tanah yang diternakkan.
b. Visi dan Misi Perusahaan
Visi dan misi perusahaan merupakan salah satu pedoman bagi
perusahaan untuk tetap fokus pada tujuan didirikannya perusahaan dan
berbagai aktivitas perusahaan untuk mencapai tujuan tersebut.
1) Visi Perusahaan
Memenuhi kebutuhan pasar lokal, khususnya daerah
Bogor akan produk cacing tanah dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, khususnya di sekitar lokasi usaha Magenta Farm.
2) Misi Perusahaan
Magenta Farm akan berusaha mencapai visi dengan cara :
a. Melakukan kegiatan produksi cacing tanah dengan volume
yang memadai jumlah permintaan di pasar, khususnya daerah
Bogor.
b. Melakukan kegiatan pemasaran cacing tanah, khususnya di
daerah Bogor.
c. Menciptakan lapangan pekerjaan, khususnya bagi masyarakat
di sekitar lokasi usaha.
d. Memberikan bantuan berupa kascing kepada masyarakat di
sekitar lokasi usaha yang membutuhkannya untuk melakukan
usaha.
4.2 Analisis Kelayakan Usaha
4.2.1 Aspek Teknis
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat
membudidayakan cacing tanah, yaitu penyiapan wadah, pembuatan
medium/media, penyiapan bibit, penebaran, dan pemeliharaan.
Setelah kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan, maka dapat
dilakukan kegiatan panen, kemudian pascapanen, dan akhirnya
dipasarkan. Secara umum, proses produksi dapat dilihat pada
Gambar 2. Proses Produksi Budidaya Cacing Tanah
1) Penyiapan wadah
Wadah harus disiapkan terlebih dahulu karena merupakan suatu
tempat sebagai penunjang produksi yang akan berfungsi sebagai media
tumbuh dan pakan bagi kelangsungan hidup cacing tanah yang akan
dibudidayakan. Wadah dapat berupa bak-bak yang terbuat dari
tumpukan bata atau ditembok, kotak kayu, kotak plastik, jerigen
industri yang dibelah dua, atau wadah yang terbuat dari anyaman
bambu (besek).
Pemilihan model wadah budidaya cacing tanah dapat dipilih
satu model atau beberapa model sekaligus. Barang-barang bekas,
misalnya ember plastik dan peti kayu dapat digunakan sebagai wadah
budidaya cacing tanah. Hal penting yang harus diperhatikan dalam
pemilihan wadah adalah bahan baku yang diutamakan adalah terbuat
dari plastik atau kayu, karena wadah yang terbuat dari seng atau kaleng
akan cenderung lebih mudah berkarat.
Penyiapan wadah
Pembuatan medium
Pemasaran Pascapanen Penebaran
28
Dalam perencanaan bisnis kali ini, wadah yang akan digunakan
sebagai penunjang produksi adalah wadah yang terbuat dari anyaman
bambu (besek). Alasan dipilihnya model wadah ini adalah karena
besek cocok ditempatkan pada unit-unit rak secara berjajar untuk
mengefisiensikan penggunanaan ruang. Selain itu, besek juga
membutuhkan biaya yang relatif murah jika dibandingkan dengan kotak
plastik.
Besek berbentuk segi empat dengan ukuran panjang 43 cm,
lebar 35 cm, dan tinggi 16 cm. Sebelum digunakan sebagai wadah,
besek harus dialasi dulu dengan plastik yang dapat dikuatkan dengan
staples atau sejenisnya. Besek-besek yang akan digunakan sebagai
wadah pembudidayaan cacing tanah disusun pada rak-rak bertingkat
yang terbuat dari kayu. Ukuran rak kayu yang digunakan yaitu dengan
panjang 200 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 150 cm, dengan 4 tingkat rak
yang masing-masing tingkat tingginya berjarak 40 cm.
2) Pembuatan medium (tempat hidup cacing)
Hampir semua cacing tanah menyenangi bahan organik yang
mudah membusuk. Bahan organik yang baik digunakan sebagai bahan
pembuatan medium (tempat tumbuh) cacing tanah di antaranya yaitu
batang pisang, jerami padi, eceng gondok, serbuk gergaji, rumput,
sekam padi, sampah pasar, sampah rumah tangga, kotoran ternak,
kompos, bahkan daging dan lemak hewan yang sedang membusuk.
Semua kotoran ternak terutama yang sudah dingin, dapat digunakan
untuk medium yang langsung dapat berfungsi sebagai pakan cacing
tanah.
Bahan organik yang digunakan sebagai bahan pembuatan
medium cacing tanah harus memenuhi persyaratan berikut (Rukmana,
2000) :
1. Mempunyai daya serap yang tinggi untuk menahan air,
2. Bersifat gembur dan tidak mudah menjadi padat,
3. Mudah terurai atau terdekomposisi,
5. Berfungsi sebagai pakan cacing tanah,
6. Tidak mengandung tanin (alkaloid),
7. Tidak mengandung minyak atsiri yang berbau tajam.
Wirausaha cacing tanah yang sudah melangsungkan usahanya
secara kontinyu dapat menggunakan kascing dari wadah yang lama
sebagai medium cacing tanah berikutnya yang akan dibudidayakan.
Medium cacing tanah dapat dibuat dari bahan baku yang bervariasi,
disesuaikan dengan tersedianya bahan organik seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, dan kondisi lingkungan setempat. Tata cara
membuat medium (sarang) cacing tanah dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Siapkan bahan organik yang mudah didapat di lingkungan sekitar,
potong-potong menjadi 2 cm – 3 cm, masukkan ke dalam wadah
yang berukuran cukup besar, dalam hal ini digunakan drum
berkapasitas 120 liter.
2. Campur semua bahan tadi sambil diaduk dan ditambahkan air, lalu
biarkan berfermentasi selama satu bulan. Pada minggu pertama
dan kedua dilakukan pengadukan dua kali seminggu. Sedangkan
pada minggu ketiga dan keempat hanya dilakukan pengadukan
seminggu sekali.
3. Campurkan bahan organik yang telah terfermentasi dengan kotoran
ternak, dengan perbandingan 70 : 30. Campuran tersebut diaduk
rata, kemudian ditutup plastik selama 24 jam dan dijaga agar tidak
menjadi kering.
4. Lakukan pengecekan medium tadi dengan alat bantu termometer
dan pH meter untuk mengetahui kelayakan medium yang akan
digunakan. Cara lain yaitu dengan memasukkan cacing ke dalam
medium tersebut selama dua hari, jika cacing tetap sehat dan lincah
maka medium tadi telah layak digunakan.
Setelah medium siap, maka medium diisikan pada wadah yang
30
yaitu besek. Setiap besek diisi medium setebal 15 cm – 20 cm, dengan
komposisi satu kilogram medium untuk satu kilogram cacing tanah.
3) Penyiapan bibit
Jenis cacing yang akan dibudidayakan yaitu jenis Lumbricus
rubellus. Bibit cacing tanah ini dapat diperoleh dari petani
pembudidaya cacing tanah atau dari Asosiasi Kultur Vermi Indonesia
(AKVI) dan Pusat Inkubator Bisnis Ikopin (PIBI).
Bibit cacing tanah yang baik adalah cacing tanah stadium
dewasa, yaitu berumur 2,5 – 3 bulan dan memiliki klitelium
(gelang/cincin) sebagai tanda siap melakukan perkawinan (kopulasi).
Bibit cacing tanah dewasa atau disebut cacing induk akan cepat
berproduksi atau bertelur dan menghasilkan anak dalam waktu satu
bulan atau lebih.
4) Penebaran
Bibit atau calon induk cacing tanah dapat segera disebar dalam
wadah pemeliharaan yang telah diisi medium. Perbandingan jumlah
cacing dengan volume medium yaitu 1 kg : 1 kg. Ketebalan medium
dipertahankan setebal 15 cm – 20 cm, agar penanganannya relatif
mudah. Tata cara penebaran bibit atau induk cacing tanah adalah
sebagai berikut :
1. Letakkan beberapa bibit cacing tanah pada medium dalam wadah,
amati perilakunya. Jika cacing tanah tersebut masuk ke dalam
medium, maka segera sebarkan bibit cacing tanah yang lain.
2. Amati perilaku cacing tanah tersebut setiap 3 jam sekali selama 12
jam, jika tidak ada cacing yang keluar dari medium atau kabur,
maka medium tersebut telah cocok sebagai tempat hidupnya.
3. Simpan wadah tadi pada unit-unit rak, dan tutup wadah dengan
kertas atau karung goni atau bahan lainnya.
Perilaku cacing tanah yang berkeliaran di atas medium atau
kabur, menunjukkan ketidakcocokan antara cacing tanah dengan
secukupnya pada medium tersebut, lalu diperas sampai air
perasannya tampak bening. Medium yang telah diperbaiki dapat
kembali digunakan untuk budidaya. Medium yang baru juga dapat
digunakan untuk mengganti medium yang tidak cocok tadi.
5) Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan pada produksi cacing tanah yang
dilakukan Magenta Farm yaitu mencakup kegiatan perawatan
medium, pemberian pakan, pengendalian hama, dan penggantian
medium (tempat hidup cacing tanah). Berikut ini adalah
kegiatan-kegiatan yang merupakan rangkaian kegiatan-kegiatan pemeliharaan pada
budidaya cacing tanah:
a. Perawatan medium
Perawatan medium penting dilakukan untuk menjaga
kondisi medium agar selalu cocok untuk cacing tanah tumbuh dan
berkembang. Perawatan dilakukan dengan cara mengaduk medium
secara rutin pada waktu tertentu, khususnya pada saat medium
tampak kering atau terlalu basah. Pengadukan bertujuan untuk
menjaga sirkulasi udara dalam medium agar tetap terjaga. Medium
yang kering harus segera dibasahkan dengan cara disemprot,
sedangkan medium yang terlalu basah harus disegera ditambah
medium baru yang kering.
b. Pemberian pakan
Selama 24 jam, kebutuhan pakan cacing tanah sama dengan
bobot tubuhnya. Pemberian pakan sangat penting untuk laju
reproduksi dan ukuran tubuh cacing tanah. Pada perencanaan
bisnis ini, pakan yang digunakan adalah 100% kotoran hewan.
Metode pemberian pakan dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Pakan ditebarkan tipis pada permukaan medium, kemudian
diaduk sampai merata, dan tebarkan tipis merata kembali tanpa
diaduk. Jumlah pakan pada hari pertama dan kedua yaitu
32
2. Hari ketiga dapat digunakan pakan tambahan yang kaya
protein, seperti dedak, namun hindari pemberian kompos
sayuran atau kotoran hewan.
3. Hari-hari berikutnya dilakukan penggantian pakan setiap dua
hari sekali sampai hari ke 14. Pada hari ke 15, ulangi
pemberian pakan seperti hari pertama.
Metode pemberian pakan seperti ini harus dipertahankan
dengan tujuan agar pergantian medium dapat berjalan secara
teratur selang 15 hari, agar aerasinya baik.
c. Pengendalian hama
Hama yang umumnya menyerang cacing tanah merupakan
hama pemangsa dan pesaing dalam konsumsi pakan. Hama yang
sering menyerang antara lain tikus, kaki seribu, orong-orong, katak
darat, kelabang, kecoa, semut, itik, ayam, burung, ular, dan kadal.
Cara untuk menanganinya yaitu dengan menangkap dan
membunuh hama, atau dengan membuat dan menjaga kondisi
lingkungan pemeliharaan yang rapi dan melakukan kontrol secara
kontinyu agar unit perkandangan tidak menjadi sarang hama.
d. Pergantian medium
Medium cacing tanah sudah harus diganti apabila semua
medium sudah menjadi tanah atau kascing, atau terdapat banyak
telur atau kokon pada medium. Pergantian medium dapat
dilakukan setiap 15 hari sekali atau 1 bulan sekali. Mula-mula
medium diangkat dari wadah pemeliharaan, kemudian diganti
dengan medium yang baru. Sesudah pergantian medium, wadah
dapat segera disebari bibit cacing tanah kembali.
6) Panen
Panen cacing tanah dewasa dapat dilakukan setelah berumur 2 –
3 bulan, baik sebagai produk cacing tanah bahan olahan industri pakan
maupun calon induk (bibit). Panen cacing tanah berikutnya dapat
atau pesanan pasar dan ketersediaan berbagai stadium cacing tanah.
Ciri-ciri cacing tanah yang sudah saatnya untuk dipanen adalah sebagai
berikut :
a. Cacing telah berumur 2,5 – 3 bulan atau lebih, tergantung pada
tujuan penggunaannya. Misalnya, untuk memproduksi biomas
cacing dapat dipanen pada umur 2,5 – 3 bulan. Sedangkan untuk
bakal bibit atau calon induk dapat dipanen setelah berumur 4 bulan.
b. Cacing telah memiliki klitelum atau gelang atau cincin yang
terletak di antara anterior dan posterior.
Panen cacing tanah dapat dilakukan 2 – 3 bulan setelah
pembibitan berlangsung, baik dipanen untuk keperluan agroindustri
maupun untuk calon induk. Panen cacing tanah berikutnya dapat
dilakukan secara periodik setiap 1 – 2 minggu sekali. Sedangkan
panen kascing dapat dilakukan setiap 1 – 2 hari sekali bersamaan
dengan pemberian pakan. Usaha budidaya cacing tanah ini
menghasilkan dua macam produk, yaitu cacing tanah itu sendiri dan
kascing. Kedua macam produk tersebut harus dikemas dalam wadah
sendiri-sendiri. Tata cara panen cacing tanah cukup sederhana, yaitu
meliputi beberapa tahap berikut ini :
a. Ambil wadah (besek) pemeliharaan cacing tanah dari unit-unit.
b. Siapkan lembaran plastik atau karung goni.
c. Ambil kascing dari wadah pemeliharaan sedikit demi sedikit mulai
dari permukaan atas menuju ke bagian bawah, lalu tebarkan atau
tampung dalam karung.
d. Aduk-aduk kascing atau medium yang ada dalam wadah
pemeliharaan, kemudian dibiarkan beberapa menit atau gunakan
alat penerang (lampu) agar cacing tanah segera masuk ke dalam
medium (kascing) dan berkumpul di bawah.
e. Ambil lagi kascing atau medium dalam wadah pemeliharaan
hingga tersisa sedikit bersama cacing tanah.
f. Pisahkan kumpulan cacing tanah dari kascing yang tersisa, lalu
34
7) Pascapanen
Cacing tanah yang dipasarkan dalam bentuk segar cukup
ditampung sebaiknya dalam wadah yang ringan dan kuat, seperti
karung terigu yang sudah dibasahi agar tetap lembab. Kemudian cacing
ditimbang sesuai pesanan, kemudian masukkan sedikit kascing atau
medium. Karung diikat erat dan dapat langsung diangkut, keadaan
karung harus tetap lembab selama pendistribusian.
Penjadwalan produksi perdana yang direncanakan dalam
perencanaan bisnis budidaya cacing tanah ini yaitu dalam jangka waktu 1
tahun dengan kapasitas bibit awal cacing tanah sebanyak 14 kg, yang
setiap kilogramnya mampu menghasilkan cacing tanah sebanyak 10 kg
cacing tanah per bulan. Sehingga setiap satu kali proses produksi yaitu
selama 4 bulan, cacing tanah yang dihasilkan adalah sebanyak 560 kg.
Beberapa tahun ke depan, direncanakan produksi akan terus ditingkatkan
setiap tahunnya sebanyak 30 persen untuk memenuhi permintaan terhadap
cacing tanah yang terus meningkat.
Usaha budidaya cacing tanah merupakan kegiatan yang cukup
membutuhkan peralatan dan perlengkapan yang relatif murah dan mudah
diperoleh. Baik diperoleh dari lingkungan sekitar, toko pertanian, atau
bahkan pasar tradisional. Alat dan bahan produksi yang dibutuhkan untuk
melakukan perencanaan bisnis budidaya cacing tanah ini antara lain
adalah:
1) Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan dalam usaha budidaya cacing tanah ini
merupakan peralatan yang tergolong sederhana, mudah diperoleh,
dan harganya sangat terjangkau. Peralatan yang dibutuhkan yaitu
meliputi besek, ayakan, timbangan, terpal, ember, sendok semen,
drum plastik, karung goni, dan karung terigu.
a. Besek
Besek berfungsi sebagai wadah yang akan digunakan untuk
cacing tanah yang dibudidayakan. Besek yang digunakan yaitu
sebanyak 780 unit, dengan harga satuan Rp 3.000,-.
b.Ayakan
Ayakan berfungsi untuk memisahkan antara medium
tumbuh dengan kascing yang akan dipanen. Ayakan yang
digunakan yaitu sebanyak 4 buah, dengan harga satuan Rp 6.000,-.
c. Timbangan
Timbangan berfungsi untuk menghitung berat hasil panen
cacing tanah dan kascing, serta untuk menimbang hasil panen yang
akan dikemas dengan berat sejumlah pesanan. Timbangan yang
digunakan yaitu sejenis timbangan untuk membuat kue, sebanyak 2
buah dengan harga satuan Rp 53.000,-.
d.Terpal
Terpal berfungsi pada saat panen, yaitu sebagai alas pada
saat memisahkan cacing tanah dari medium hidupnya. Terpal yang
digunakan yaitu sebanyak 2 lembar dengan ukuran 2 x 2 m, dengan
harga Rp 40.000,-
e. Ember dan Sendok semen
Ember dan sendok semen berfungsi dalam pemberian
pakan bagi cacing tanah. Ember untuk menanmpung pakan,
sedangkan sendok semen untuk meletakkan dan meratakan pakan
di atas medium hidup cacing tanah. Ember yang digunakan
sebanyak 4 buah dengan harga satuan Rp 15.000,- dan sendok
semen yang digunakan sebanyak 3 buah dengan harga satuan Rp
8.000,-.
f. Drum plastik
Drum plastik berfungsi dalam pembuatan dan atau
penyimpanan bakal medium hidup cacing tanah atau pakan cacing
tanah. Drum plastik yang digunakan yaitu sebanyak 3 buah
36
g.Karung goni
Karung goni berfungsi pada saat penebaran cacing tanah,
yaitu untuk menutupi wadah medium hidup cacing tanah. Karung
goni sebanyak 100 buah dengan harga Rp 2.500,- per karung.
h.Karung terigu
Karung terigu berfungsi dalam pengemasan hasil panen
cacing tanah maupun kascing yang akan diantar ke tempat
pemesan. Karung terigu ini sebanyak 100 kg seharga Rp 4.500,-
per kg.
2) Bahan
Bahan-bahan yang dibutuhkan yaitu hal-hal yang terhitung
habis setelah penggunaan pertama. Bahan yang dibutuhkan untuk
usaha budidaya cacing tanah ini adalah bibit cacing tanah, plastik,
staples, medium (tempat hidup cacing tanah), dan pakan cacing tanah
(kotoran sapi).
a. Bibit cacing
Bibit cacing yang digunakan yaitu diperoleh dari Asosiasi
Kultur Vermi Indonesia (AKVI), Bandung. Bibit yang digunakan
yaitu dengan harga Rp 100.000,- per kg.
b.Plastik dan staples
Plastik digunakan untuk mengalasi besek yang menampung
medium hidup cacing, dan staples berfungsi untuk melekatkan
plastik pada besek. Plastik 40 kg seharga Rp 4.500,- per kg dan
staples 16 boks seharga Rp 5.000,- per box.
c. Medium
Medium berfungsi sebagai tempat hidup dan
berkembangbiak cacing tanah. Medium ini sendiri dapat terbuat
dari sampah rumah tangga atau sampah organik lainnya yang
mudah mengurai yang dapat diperoleh dari lingkungan sekitar.
Medium dapat diperoleh dari lingkungan sekitar lokasi produksi.
Dibutuhkan sebanyak 11.130 kg dengan biaya sebesar Rp 500,- per
d.Pakan (kotoran sapi)
Pakan yang diberikan kepada cacing tanah yaitu berupa
kotoran sapi yang diberikan dengan jangka waktu 1 – 2 hari sekali.
Pakan (kotoran sapi) ini dibutuhkan sebanyak 1.512 kg seharga Rp
1.000,- per kg.
4.2.2 Aspek Manajemen
a. Tipe Organisasi Bisnis
Bentuk unit usaha tani Magenta Farm ini belum
memiliki badan hukum dan termasuk pada bentuk organisasi
kecil yang terdiri dari 5 (lima) orang sebagai pelaku usahanya.
b. Struktur Organisasi dan Manajemen
Tenaga kerja yang terdapat pada Magenta Farm ini
yaitu sebanyak 5 orang yang menjabat sebagai pemilik, bagian
Keuangan dan Administrasi, bagian Pemasaran, dan 2 orang
anggota bagian Pemeliharaan. Masing-masing bagian
khususnya untuk bagian Keuangan dan Administrasi serta
bagian Pemasaran harus memiliki keahlian di bidangnya.
Kualifikasi pun dibutuhkan untuk masing-masing kedudukan
dengan tujuan pengefektifan dan efisiensi serta kinerja yang
optimum. Bagi masing-masing posisi, kualifikasi yang
dibutuhkan adalah sebagai berikut :
1)Pemilik
a. Tingkat pendidikan S1.
b. Memiliki pengetahuan yang baik tentang bisnis,
khususnya bisnis cacing tanah.
c. Mampu melakukan perencanaan bisnis, mengelola, dan
mengawasi bisnis dengan baik.
d. Memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.
2) Bagian Keuangan dan Administrasi
a. Tingkat pendidikan minimal D3.
b. Memiliki keahlian dalam hal finansial dan administrasi