viii DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak……….……….. i
Kata Pengantar……….... ii
Ucapan Terima Kasih………... iv
Daftar Isi………. viii
Daftar Tabel……….. xi
Daftar Gambar……….. xii
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Masalah………... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah……… 21
C. Tujuan Penelitian………... 22
D. Manfaat Penelitian………... 22
E. Asumsi Penelitian……….. 23
F. Paradigma Penelitian……… 25
G. Metode Penelitian……….. 28
H. Lokasi Penelitian………. 28
BAB II PEMBERDAYAAN SMK MELALUI MANAJEMEN STRATEJIK DALAM SISTEM PENYELENGGARAAN………... 30
A. Teori Pemberdayaan……….. 30
B. Konsep-Konsep Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan…. Sekolah………. 48
1. Subtansi Manajemen Stratejik………... 48
2. Manajemen Stratejik sebagai Sistem dan proses…………... 52
3. Tahapan Proses Manajemen Stratejik……….. 59
4. Visi dan Misi dalam Implementasi Manajemen Stratejik pada SMK………. 72
5. Unsur-Unsur Terkait dalam Pemberdayaan Manajemen Persekolahan………... 83
C. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai Jenis dan Jenjang Pendidikan………... 91
1. Karaketeristik Sekolah Kejuruan………..…... 106
2. Landasan-Landasan pendidikan Kejuruan... 115
ix
3. Strategi SMK Menghadapi Tuntutan dan Tantangan Dunia
Kerja dan Industri... 124
D. Manajemen Berbasis Sekolah dalam Otonomi Pendidikan... 135
1. Otonomi Pendidikan... 135
2. Manajemen Berbasis Sekolah... 139
3. Dimensi Otonomi Daerah dalam Implementasi Reposisi Pemberdayaan Pendidikan Kejuruan Menjelang 2020... 147
4. Manajemen Berbasis Sekolah; Perluasan Wewenang Kepala Sekolah... 159
E. Kepemimpinan dalam Perspektif Sekolah Kejuruan... 168
F. Peran Kepala Sekolah dalam Pemberdayaan Sekolah Kejuruan... 181
1. Peta Permasalahan... 189
2. Urgensi Kepala Sekolah dalam Persekolahan... 195
3. Kepala Sekolah dan Kepemimpinan Pendidikan Perseko- lahan ... ... 200
4. Berbagai Komponen, Aspek dan Indikator Mengukur Kinerja Kepala Sekolah. ... 204
G. Kajian Penelaahan Penelitian Sebelumnya... 213
BAB III METODE PENELITIAN... 222
A. Pendekatan Penelitian... 222
B. Disain Penelitian... 223
C. Sumber Data Penelitian... 225
D. Strategi Pengumpulan dan Analisis Data... 227
E. Validitas dan Objektivitas Data... 230
BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN... 234
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 234
B. Hasil-Hasil Penelitian... 237
1. Profil SMK Negeri di Kota Banda Aceh... 237
a. Profil SMK Negeri 1... 239
b. Profil SMK Negeri 2 ... 252
c. Profil SMK Negeri 3... 265
2. Perumusan Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan SMK Negeri Kota Banda Aceh... 277
x
b. Perumusan Manajemen stratejik dalam Pemberdayaan
SMK Negeri 2 ... 280
c. Perumusan Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan SMK Negeri 3... 284
3. Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan SMK Negeri Banda Aceh... 286
a. Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pemberdaya- an SMK Negeri 1... 287
b. Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pemberdaya- an SMK Negeri 2... 293
c. Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pemberdaya- an SMK Negeri 3... 299
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN... 309
A. Profil SMK Negeri Kota Banda Aceh... 309
1. Struktur Organisasi SMK Negeri Kota Banda Aceh... 309
2. Kurikulum dan Program SMK Negeri Kota Banda Aceh... 323
3. Sumber Daya SMK Negeri Kota Banda Aceh... 359
B. Perumusan Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan SMK Negeri Kota Banda Aceh... 375
C. Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan SMK Negeri Kota Banda Aceh... 391
D. Pengukuran Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan SMK Negeri Kota Banda Aceh... 420
E. Model Konseptual Pemberdayaan SMK melalui Manajemen Stratejik dalam Penyelenggaraan SMK di Kota Banda Aceh.. 446
1. Pengertian Model... 446
2. Asumsi dan Unsur Model... 448
3. Konstelasi Model... 455
BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI... 464
A. Kesimpulan... 464
B. Implikasi Penelitian... 468
C. Rekomendasi... 472
DAFTAR PUSTAKA... 476
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
2.1. Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah... 145
2.2. Pengelompokan Sekolah untuk Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah... 146
2.3. Arah Perubahan Paradigma... 149
2.4 Pendidikan untuk Demokrasi... 151
3.1. Strategi Memperkaya Validitas Data Penelitian Kualitatif... 231
4.1. SMK Negeri Kota Banda Aceh... 238
4.2. Keadaan Siswa SMK Negeri 1 Kota Banda Aceh 2002-2003... 248
4.3. Data Siswa, Tamatan dan Angka Putus Sekolah... 249
4.4. Jumlah Siswa Pendaftar dengan yang Diterima... 249
4.5. Keadaan Siswa SMK Negeri 2 Kota Banda Aceh 2002-2003.... 261
4.6. Data Siswa yang Mendaftar, Diterima, dan Ditolak pada SMK Negeri 2... 262
4.7. Jumlah Kelas dan Siswa SMK Negeri 3 Bulan Februari 2003... 275
4.8. Matrik Resume Hasil Penelitian ... 306
5.1. Analisis SWOT Implementasi Manajemen Stratejik dalam Penyelenggaraan SMK Negeri 1 Kota Banda Aceh... 424
5.2. Analisis SWOT Implementasi Manajemen Stratejik dalam Penyelenggaraan SMK Negeri 2 Kota Banda Aceh... 427
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1. Paradigma Penelitian... 27
2.1. Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan... 41
2.1. Model Manajemen Strategis... 55
2.3. Manajemen Strategik Sebagai Sistem... 58
2.4. Manajemen Strategik Sebagai Proses... 60
2.5. Tingkatan Manajemen... 61
2.6. Elemen-elemen Dasar dari Proses Manajemen Strategis... 64
2.7. Manajemen Strategis... 66
2.8. Lima Strategi (Five C’s’)... 86
2.9. Konfigurasi Manajemen Sistem Penyelenggaraan SMK... 91
2.10. Arti Penting dan Strategi Pendidikan... 127
2.11. Tahapan Kegiatan Re-engineering... 157
2.12. Keterkaitan Lemdiklat dengan Organisasi Eksternal Pengembangan SDM... 159
2.13. The Costomers of Education... 161
2.14. Kepala Sekolah sebagai Tokoh Penentu Corak Sekolah... 167
2.15. Teknik-Teknik Menggunakan Kekuatan... 182
4.1. Struktur Organisasi SMK Negeri 1 Banda Aceh... 239
4.2. Struktur Organisasi SMK Negeri 2 Banda Aceh... 252
4.3. Struktur Organisasi SMK Negeri 3 Banda Aceh... 265
5.1. Interaksi antara Sekolah dan Industri melalui Para Siswa... 324
5.2. Unsur-Unsur dalam Model Manajemen Stratejik Penyelenggaraan SMK... 438
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan menandakan
adanya suatu kebutuhan manusia yang semakin meningkat. Kebutuhan
tersebut telah menuntut berbagai tantangan yang mau tidak mau harus
dipenuhi oleh setiap manusia. Tuntutan yang bersifat fungsional dalam hidup
dan kehidupan manusia mencakup berbagai hal, seperti perlunya pengetahuan,
ketrampilan, keahlian dan sikap mental yang mampu menghadapi berbagai
tantangan dan perubahan yang terjadi.
Fenomena yang melekat dalam perjalanan kehidupan manusia secara
normatif cenderung mengharuskan manusia dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan yang terjadi, baik dalam lingkungan dimana manusia itu berada
maupun dalam lingkungan lain yang mempengaruhi sistem maupun tatanan
kehidupan manusia tersebut. Situasi dan kondisi lingkungan yang terus
berubah, disebabkan karena memang merupakan demikianlah keadaan yang
seharusnya terjadi, secara langsung atau tidak langsung, memaksa setiap
manusia melakukan persiapan diri untuk menghadapinya.
Dalam konteks kehidupan manusia sebagai bagian dari komunitas atau
warga negara, keterlibatan warga dan negara dalam menghadapi berbagai
tantangan kehidupan, mengharuskan warga dan negara tersebut melakukan
perubahan, baik yang bersifat lokal, regional apalagi global. Situasi kekinian
mengharuskan negara sebagai penanggungjawab keselamatan dan
kesejahteraan warganya untuk mengambil tindakan seperlunya yang bersifat
strategis, agar warganya dapat hidup lebih layak dan sejahtera.
Strategi yang dianggap absolut dan dapat meningkatkan kesejahteraan
warga adalah melalui aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi dianggap lebih
relevan dan kontekstual terhadap upaya-upaya agar kesejahteraan tercapai
dengan sebaik-baiknya. Asumsi ini didasari oleh fakta bahwa aktivitas ekonomi
mampu memberikan peluang yang besar bagi peningkatan pendapatan setiap
warga masyarakat.
Namun demikian, aktivitas ekonomi tidak akan berhasil dengan baik jika
pendidikan warga masyarakat tidak menjadi prioritas dalam meingkatkan
kesejahteraan. Justru perekonomian akan berhasil mencapai tujuannya jika
seluruh warga memiliki tingkat pendidikan yang baik. Ekonomi dan pendidikan
merupakan hubungan yang bersifat mutual simbiotik, dan dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi perkapita maupun pendapatan nasional. Kesadaran
bahwa pendidikan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat telah bergulir
sejak Perang Dunia II. Seperti dikemukakan oleh Blaug (1970), bahwa ketika
Negara-negara Afrika merdeka dari penjajahan, program utama mereka adalah
pemberantasan butu huruf. Karena diyakini dengan adanya pemberantasan
butu huruf akan memiliki kontribusi bagi perkembangan ekonomi, yang
dengan berhubungan antara sesama, (2) memahami informasi seperti
makanan sehat, kesehatan, dan lain-lain karena mendapatkan pengetahuan,
(3) merangsang akan keperluan adanya latihan teknologi dan kejuruan, dan (4)
memperkuat insentif ekonomi, yang berarti akan adanya kepedulian orang
untuk merespon secara positif meningkatnya the rate of reward dari
usaha-usaha yang dilakukan.
Dalam sistem kehidupan global seperti saat ini dan dimasa yang akan
datang, penguasaan teknologi informasi menjadi sangat penting bagi eksistensi
dan perubahan suatu bangsa. Oleh karena itu, dilihat dari aspek relevansi era
global akan berdampak cepat pada cepat usangnya hardware dan software
dalam pendidikan. Dengan demikian sektor pendidikan harus diberdayakan
setiap saat, berkelanjutan, dan bersistem. Ini semua menurut adanya
kemampuan dan niat yang kuat dari pemerintah untuk menjaga tingkat
unggulan kompetetif yang tinggi dari semua outcome pendidikan nasional
(Suwatno, 2003:45).
Pendidikan dapat dijadikan salah satu faktor krusial dalam pencapaian
kemajuan pembangunan. Analisis ekonomi dapat membantu menimbang nilai
konsumsi pendidikan sebagai alternatif dalam penggunaan sumber-sumber
pembangunan. Untuk itu, perlu dikaji sejauhmana pendidikan memberi
kontribusi terhadap pembangunan baik dari keuntungan jangka pendek
maupun keutungan jangka panjang, sehingga pendidikan berdampak terhadap
Pemberdayaan pendidikan akan menjadi unggulan yang kompetetif jika
pendidikan dilakukan secara inovatif. “Inovasi harus menjadi prioritas dalam
pengembangan sektor pendidikan. Tanpa ada inovasi yang signifikan
pendidikan kita hanya akan menghasilkan lulusan yang tidak mandiri, selalu
tergantung pada pihak lain. Dalam perspektif global, hasil pendidikan yang
demikian itu justru akan menjadi beban bagi pencapaian dan peningkatan
kualitas outcome secara berkelanjutan dan tersistem agar unggulan kompetetif
selalu dapat dipertahankan” (Suwatno, 2003:45).
Melakukan berbagai inovasi dalam bidang pendidikan merupakan faktor
penentu terciptanya peran pendidikan sehingga peningkatan sumber daya
manusia yang berkualitas yang dibutuhkan dalam pembangunan dalam era
globalisasi akan tercapai. “Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM)
adalah jawaban terhadap tuntutan dan tantangan tersebut di atas. Dengan
demikian, pengelolaan pendidikan terutama untuk jenis dan satuan pendidikan
yang berkaitan dengan penyiapan tenaga kerja harus menjadi titik perhatian
utama agar mampu merubah struktur dan kualitas tenaga kerja yang memiliki
daya saing yang produktivitas tinggi dalam membangun ekonomi masyarakat”
(Priowirjanto, 2001:ii). Peran-peran yang dilakukan oleh pendidikan untuk
tujuan tersebut, menurut Adiwikarta (1994:7), adalah :
(1) Mempersiapkan dan memperbaharui perangkat mental psikologis warga
masyarakat, sehingga siap menghadapi kehidupan yang lebih maju dan
(2) Mempersiapkan warga masyarakat dengan keterampilan dan kemampuan
kerja yang diperlukan dalam masyarakat maupun dunia kerja.
(3) Mempersiapkan warga masyarakat dengan sifat kritis dan keberanian hidup
mandiri terlepas dari ketergantungan kepada pihak lain.
(4) Mengembangkan kreatif dan adaptif dalam memanfaatkan potensi yang
dimiliki.
Djojonegoro dalam Sufyarma (2003:39) mengemukakan bahwa peranan
pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas
sebagai berikut : (1) pendidikan berorientasi terhadap upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa yang diwujudkan melalui program pemerataan kesempatan
belajar yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara; (2) pendidikan
berorientasi pada penyiapan tenaga kerja terampil dan profesional; dan (3)
pendidikan berorientasi pada upaya peningkatan penguasaan iptek.
Pendidikan dapat berfungsi sebagai katalisator pengembangan kualitas
SDM, jika proses pendidikan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki
individu. Berkembangnya potensi individu akan dapat meningkatkan
kualitasnya sebagai manusia. Kualitas manusia dapat dilihat dari cara berpikir,
bertindak, dan berperilaku. Untuk itu, inovasi pendidikan yang dilakukan harus
dapat mengembangkan dan menanamkan sikap kepada peserta didik
bagaimana belajar untuk belajar atau terjadinya learning organizing pada setiap
individu sehingga mampu menjadikan peserta didik menjadi cerdas,
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan
proses untuk memberdayakan sumber daya manusia agar mau dan mampu
membangkitkan potensi yang ada pada dirinya sendiri, sehingga produk
pendidikan mampu menjadi warga belajar dan bekerja sesuai dengan
keinginannya dan dapat berperan dalam pembangunan bangsa. Karena itu,
pendidikan memiliki peran yang strategis dan sifatnya krusial dalam
meningkatkan kemampuan dan keterampilan sehingga masyarakat dapat
meningkatkan kesejahteraannya. Hanya saja, dalam perjalanan selanjutnya,
ternyata pendidikan tidak hanya menghasilkan orang terdidik yang dapat
memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraannya yang berdampak
terhadap peningkatan aktivitas ekonomi.
Dalam kenyataannya, setelah warga menjadi cerdas dan memiliki
keterampilan melalui proses pendidikan, ternyata tidak semuanya dapat masuk
ke lapangan kerja apalagi menciptakan lapangan kerja. Hal ini terjadi
disebabkan karena produk pendidikan tidak relevan dengan dunia kerja atau
pasar kerja, disamping itu tidak mampu menciptakan watak dan jiwa mandiri
yang sangat dibutuhkan dalam era persaingan saat ini.
Ketidak-efektifan melakukan program pendidikan dengan tuntutan dunia
kerja menyebabkan produk pendidikan tidak berdaya dan terabaikan secara
sistematis, dan hal tersebut berimplikasi luas terhadap kepercayaan warga dan
dunia kerja terhadap pendidikan. Kekeliruan yang dilakukan selama ini telah
seharusnya tidak boleh terjadi bagi penyelenggaraan sistem pendidikan
nasional. Akibat terjadinya berbagai hal terhadap sistem pendidikan nasional,
berimplikasi terhadap mutu manusia Indonesia disaat kita membutuhkan
sumber daya manusia untuk menghadapi fenomena global dunia saat ini.
Menurut Suderadjat (2002:3), rendahnya mutu sistem pendidikan di
Indonesia berdampak pada rendahnya mutu SDM, yang digambarkan oleh
hasil : Penelitian yang dilakukan oleh Human Development Index (HDI)
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke 102 dari 106 negara
yang disurvai, satu peringkat dibawah Vietnam.
Dari fakta yang disebutkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kualitas SDM Indonesia rendah sebagai akibat dari kualitas sistem pendidikan
yang rendah padahal tantangan yang harus dihadapi saat ini adalah :
(1) Krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia menyebabkan angka
pengangguran terus meningkat, hingga saat ini telah mencapai kurang
lebih 40 juta orang.
(2) Pada tahun 2002, 88,44% lulusan SLTA tidak melanjutkan pendidikan ke
perguruan tinggi, dan 34,4% lulusan SLTP tidak melanjutkan pendidikan ke
SLTA, dan juga mereka tidak mampu memasuki dunia kerja. Mereka perlu
mendapat perhatian agar tidak menambah jumlah angka pengangguran
yang sudah sedemikian besar. Hal ini berarti, perlu dipikirkan bagaimana
pendidikan dapat berperan mengubah mereka menjadi manusia produktif.
memasuki dunia kerja, baik sektor formal (mengisi lowongan kerja di dunia
usaha dan industri) maupun sektor informal (berwirausaha), sehingga
setidaknya mereka mampu menghidupi dirinya dan keluarganya.
(3) Secara internasional, tahun 2003 AFTA (Asean Free Trade Area) dan
AFLA (Asean Free Labour Area) akan dimulai, yang berarti sejak saat itu
persaingan tenaga kerja akan menjadi terbuka. Konsekuensinya tenaga
kerja Indonesia harus mampu bersaing secara terbuka dengan tenaga
kerja asing dari berbagai negara. Jika tidak, maka tenaga kerja kita akan
tersisihkan oleh tenaga kerja asing, seperti tenaga kerja dari negara
tetangga yaitu : Malaysia, Piliphina, Banglades, dan India. Padahal selama
ini tenaga kerja Indonesia belum mampu bersaing dengan tenaga asing
(Suderadjat, 2002:34).
Menghadapi rendahnya mutu sumber daya manusia dan
tantangan-tangangan yang disebutkan di atas, membutuhkan kesadaran dan pemikiran
yang sama dari berbagai masyarakat dan pemerintah untuk melakukan
perubahan paradigma pendidikan, sehingga produknya bermanfaat dan dapat
memanfaatkan diri di masyarakat, khususnya dunia kerja.
Dalam kerangka itu, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan
yang dapat memudahkan lulusan pendidikan untuk memasuki dunia pekerjaan.
Karena itu, jenis pendidikan yang ditawarkan kepada masyarakat ada yang
bersifat akademis dan ada yang mengutamakan keterampilan yang
akademis seperti Sekolah Menengah Umum (SMU) dan yang menitikberatkan
kepada keterampilan adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Sebagai salah satu jenis pendidikan, Sekolah Menengah Kejuruan atau
SMK diyakini merupakan sekolah yang mampu menciptakan produk pendidikan
yang inovatif, kreatif dan produktif. Menurut Supriadi (2002:17-18) bahwa
pendidikan kejuruan bertujuan untuk menghasilkan manusia yang produktif,
yakni manusia kerja, bukan manusia beban bagi keluarga, masyarakat, dan
bangsanya. Dari sudut pandang psikologi, kemampuan kerja memberikan
makna pada kehidupan. Manusia tanpa keterampilan kerja, apalagi hasil dari
proses pendidikan yang lama, beresiko menjadi manusia bukan hanya tidak
produktif, melainkan juga tenggelam di tengah masyarakkatnya. Manusia
menjadi manusia karena bekerja. Bekerja adalah sebuah tindakan, sebuah
actus, untuk menyatakan kedirian. Dengan demikian ada asumsi bahwa
pendidikan kejuruan dituntut untuk mampu menunjang pertumbuhan ekonomi
dan membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Mewujudkan tujuan pendidikan kejuruan diperlukan kemauan yang keras
untuk mengubah pola pikir dalam mengembangkan sistem pendidikan dan
pelatihan kejuruan melalui reposisi (penataan ulang) agar dapat mengejar
ketertinggalan dalam penyiapan SDM berkualitas. Kebijakan yang dituangkan
dalam buku “Keterampilan Menjelang 2020” merupakan salah satu pemikiran
besar yang telah dihasilkan oleh Satgas Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di
di negeri ini. Kebijakan tersebut perlu diformulasikan lebih lanjut ke dalam
bentuk perencanaan strategis, agar dapat diimplementasikan dalam berbagai
tahapan kegiatan yang sistematis, terprogram dan berkesinambungan
(Priowirjanto, 2001:3-4).
Sebagai sub-sistem dari pendidikan nasional, Sekolah Menengah
Kejuruan memiliki peran strategis mewujudkan sumber daya Indonesia yang
handal. Hal ini sesuai dengan PP RI No 29 Tahun 1990 Bab I pasal 1 yaitu :
”Pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan
menengah yang mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan
kerja serta mengembangkan sikap profesional”. Lebih lanjut PP No 73 tahun
1991, pasal 3 ayat 6 menyatakan bahwa : “Pendidikan kejuruan merupakan
pendidikan yang mempersiapkan warga belajar untuk dapat bekerja dalam
bidang tertentu”.
Berdasarkan PP tersebut jelaslah bahwa pendidikan kejuruan memiliki
peran yang amat strategis, dalam upaya pembangunan nasional, khususnya
dalam sektor pembangunan sosial dan ekonomi. Pendidikan kejuruan
merupakan investasi yang mahal, namun sangat strategis dalam menghasilkan
manusia Indonesia yang terampil dan berkeahlian dalam bidang-bidangnya
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsanya, khususnya kebutuhan
dunia usaha dan industri (Fajar dalam Supriadi, 2002:iii). Untuk itu, “Pendidikan
kejuruan memiliki peran yang strategis dalam upaya membangun bangsa yang
sebagai tumpuan masyarakat dan bangsa Indonesia yang sedang membangun
(Priyowirjanto dalam Supriadi, 2002:v).
Dari konsep dan peran pendidikan kejuruan tersebut, untuk
menyongsong era globalisasi serta untuk memenuhi reformasi pendidikan,
maka sekolah kejuruan sebagai salah satu sub-sistem pendidikan nasional,
menempati posisi strategis dalam rangka menciptakan sumber daya manusia
yang berkualitas. Karena itu, pendidikan kejuruan diharapkan mampu menjadi
soko guru dalam meningkatkan mutu manusia Indonesia. Hal ini didasarkan
kepada peluang terbaik adalah peluang pendidikan menengah. Sebab tidaklah
mungkin mutu manusia Indonesia dapat diandalkan, jika manusia Indonesia
yang mencapai 210.000.000 jiwa dominan hanya tamatan sekolah dasar. Dan
tidak mungkin juga melakukan percepatan dengan menciptakan seolah-olah
manusia Indonesia dominan berpendidikan jenjang perguruan tinggi, sesuatu
yang mustahil yang akan terjadi pada masa kini. Karena itu, jenjang sekolah
kejuruan merupakan alternatif terbaik dalam rangka meningkatkan mutu
manusia Indonesia secara keseluruhan.
Sungguhpun demikian, pada kenyataanya kesenjangan antara harapan
dan kenyataan dalam operasionalisasi pendidikan kejuruan, merupakan isu
yang senantiasa menjadi bahan perbincangan para pakar dan praktisi
pendidikan. Persoalannya terutama berkaitan dengan ketidaksesuaian antara
lulusan dengan tuntutan kerja atau tuntutan masyarakat. Hal ini merupakan
Menurut Hadiwaratama dalam Kompas (30 April 2002), secara umum ada tiga
kelompok kendala yang menjadi penghambat pendidikan kejuruan untuk
mencapai misinya, yaitu : (1) Kendala kultural adalah kendala budaya, yaitu
kurangnya tekad untuk menguasai dan hidup dengan menggunakan teknologi;
(2) Kendala semangat kewirausahaan adalah kurang terbentuknya teknologi
leadership dan business link dengan pasar; (3) Kendala managerial adalah
kurangnya manajer berperilaku sebagai CEO (Chief Executive Official). Lebih
lanjut Sidi (2001:111-112) mengemukakan ada beberapa kelemahan
pendidikan kejuruan model lama, yang umumnya berkisar pada konsep
maupun pelaksanaannya. Berikut ini beberapa kelemahan pendidikan kejuruan
model lama.
Pertama, dilihat dari segi konsep, pendidikan kejuruan model
konvensional memiliki kelemahan berikut ini : (1) penerapan pendekatan
“Supply – driven”, dimana totalitas penyelenggaraan pendidikan kejuruan
dilakukan secara sepihak hanya oleh Depdiknas; (2) Penerapan “School –
based model” telah membuat anak didik tertinggal oleh kemajuan dunia usaha
industri; (3) Pengajaran berbasis mata Pelajaran telah membuat peserta didik
tidak jelas kompetensi yang dicapainya;(4) Pendidikan kejuruan model berbasis
sekolah kurang luwes (kaku); (5) Tidak mengakui keahlian yang diperoleh dari
luar sekolah; (6) Pendidikan kejuruan hanya menyiapkan tamatannya untuk
berkerja disektor formal; (7) Pendidikan kejuruan merupakan “Dead and
(9) Guru kejuruan tidak memiliki pengalaman kerja Industri; (10) Pengelolaan
Pendidikan kejuruan terlalu sentralistis; dan (11) Pembiayaan sepenuhnya
ditanggung oleh pemerintah (SMK Negeri) dan sepenuhnya oleh siswa (SMK
Swasta).
Kedua, dilihat dari segi praktek, pendidikan kejuruan model lama juga
memiliki banyak kelemahan, yaitu, kurang mempersiapkan siswanya untuk
memasuki lapangan kerja, tidak efisien, kurang mampu menjaga relevansi
dengan perubahan pasar kerja, kurang muktahir, sukar berubah alias
konservatif. Tamatan SMK sering dikritik kurang mampu mengikuti perubahan,
karena mereka kurang dibekali hal-hal berikut ini : (1) ketrampilan dasar (baca,
tulis, dengar, bicara, hitung dan matematika); (2) keterampilan berfikir/berfikir
kreatif, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, belajar cara belajar dan
mampu mengemukakan alasan; dan (3) kualitas kalbu/ tanggung jawab
kejujuran, integritas, kerja sama, kerja keras, disiplin dan jiwa kewirausahaan.
Ketiga, dilihat dari segi sistem, pendidikan yang berlaku di sekolah
kejuruan model lama kurang sesuai dengan tuntutan dunia usaha/industri.
Perbedaan yang mendasar antara budaya sekolah dan budaya Industri ini tidak
harus terjadi sekiranya dunia usaha/industri diikut sertakan secara aktif dalam
penyelenggaraan pendidikan kejuruan.
Keempat, dilihat dari tradisi, banyak kebiasaan salah yang dilakukan
sebenarnya salah. Diantara beberapa kebiasaan salah yang memerlukan
koreksi tersebut adalah :
• Pelajaran praktek dasar, tidak diajarkan sesuai dengan prinsip dasar yang
benar.
• Membiarkan siswa menghasilkan mutu hasil kerja yang asal jadi.
• Membiarkan siswa bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan.
• Membiarkan siswa bekerja tanpa memperhatikan keselamatan kerja.
Menyadari kelemahan–kelemahan tersebut di atas, maka perubahan
secara mendasar (reformasi) terhadap model penyelengaraan pendidikan
kejuruan konvesional Indonesia perlu dilakukan. Hal ini sesuai dengan
kebijakan Dikmenjur tentang reposisi pendidikan kejuruan menjelang 2020
diarahkan kepada terciptanya sistem pendidikan yang fleksibel. Berkaitan
dengan tuntutan kebijakan tersebut, maka arah pengembangan sekolah
menengah kejuruan (SMK) sebagai salah satu penyelenggara Diklat Kejuruan
difokuskan pada: (1) penataan bidang/program keahlian SMK; (2) peningkatan
peran dan fungsi SMK sebagai pusat pelatihan kejuruan terpadu (PPKT); (3)
penerapan sistem Entry Exit; dan (4) penerapan sistem Diklat berbasis
kompetensi (CBT) (Priowirjanto, 2001 : i).
Lebih lanjut Priowirjanto (2001:1) mengemukakan bahwa “Berkaitan
dengan tuntutan perubahan di atas maka seluruh penataan dan
pengembangan sekolah kejuruan harus ditata ulang dan mengarah kepada
kompetensi tamatan, program dan prosedur pembelajaran, serta sistem
penggajian dan sertifikasi”. Hal ini mutlak diperlukan mengingat peserta Diklat
Kejuruan pada SMK nanti bukan hanya siswa SMU, akan tetapi diperluas lagi
dari pegawai perusahaan, lembaga, dan anggota masyarakat lainnya.
Mengingat peran dan fungsi SMK yang semakin kompleks, maka proses
penyelenggaraan yang efektif merupakan kegiatan yang mutlak harus
dilakukan. Ditinjau dari sudut proses penyelenggaraan pendidikan, maka
permasalahannya terletak pada “Bagaimana pemberdayaan proses
penyelenggaraan SMK yang dapat menyiapkan sumberdaya manusia yang
sesuai dengan kebutuhan pasar kerja”, sehingga peran SMK tetap exis. Untuk
itu dalam meningkatkan produktivitas penyelenggaraan pendidikan menurut
Burhanuddin (1994:43), harus diadministrasikan dengan berpegang pada
prinsip-prinsip:
(1) Menerapkan kembali prosedur dan teknik yang dilandasi oleh pengetahuan
terorganisir.
(2) Mencapai keharmonisan tindakan kelompok, bukan sebaliknya.
(3) Mencapai suasana kerja sama manusia, bukan individualisasi yang
semraut.
(4) Bekerja untuk memperoleh output semaksimal mungkin.
(5) Mengembangkan para bawahan semaksimal mungkin sesuai dengan
segala kemampuan yang ada pada diri dan kemakmuran persatuan
Proses penyelenggaraan pendidikan dengan menerapkan prinsip-prinsip
administrasi tersebut di atas, memerlukan adanya suatu pendekatan perspektif
terpadu dari berbagai pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan,
sehingga terciptanya suatu strategi pendayagunaan bersama. Hal ini sesuai
dengan pendapat Jalal & Supriadi (2001:101), Strategi pendayagunaan
bersama perlu dikembangkan menjadi hubungan simbiotik pemerintah, politisi,
penyelenggaraan pendidikan, pemerhati pendidikan, LSM, Yayasan-Yayasan.
Terkait dengan pemberdayaan penyelenggaraan SMK, juga
membutuhkan kemampuan para stakeholder untuk memahami berbagai
sumber daya pendidikan, melayani sumber daya pendidikan, dan memahami
cara menggunakan sumber daya pendidikan, yang dilakukan secara
terintegrasi dari berbagai pihak yang terlibat dalam proses
penyelenggaraannya. Untuk itu sangat tergantung bagaimana
memberdayakan peran-peran berbagai pihak tersebut dalam melihat situasi
yang ada, dan bagaimana melakukan berbagai perkiraan dan tindakan sesuai
dengan keadaan, sehingga organisasi pendidikan SMK dapat berkembang dan
memiliki daya saing serta kinerja yang tinggi. Berbagai kegiatan tersebut,
membutuhkan aktivitas dari manajemen strategik. Manajemen strategik adalah
“Proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat
mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang
dibuat oleh manajemen puncak dan diimplimentasikan oleh seluruh jajaran di
Organisasi pendidikan SMK di tingkat sekolah, dalam melaksanakan visi
dan perannya sangat ditentukan oleh proses penyelenggaraan sekolah yang
dilakukan secara integratif, karena itu tugas dan tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan kejuruan dewasa ini dan di masa depan adalah
tanggung jawab bersama antara sekolah, pemerintah, dan masyarakat. Untuk
itu tuntutan mutlak kepada partisipasi aktif dari berbagai pihak tersebut, sangat
dibutuhkan dalam proses penyelenggaraan SMK.
Diperlukannya penyelenggaraan SMK yang sesuai dengan tuntutan
adalah untuk menciptakan manusia produktif, sebab menurut Supriadi
(2002:18) bahwa : Manusia yang produktif adalah yang memiliki keterampilan
kerja. Tetapi bukan hanya terampil untuk suatu tingkat tertentu, melainkan siap
dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan tuntutan ekonomi dan teknologi yang
terus berkembang. Orang yang tidak terampil dan hidupnya menganggur
sangat potensial untuk menciptakan masalah dalam keluarga dan
masyarakatnya, bahkan mungkin biasa menjadi kriminal, serta menciptakan
kesenjangan sosial di tengah masyarakat. Orang yang berpendidikan baik dan
terampil berpeluang untuk dapat “tampil beda”. Bahkan dalam keadaan krisis
ekonomi sekalipun, mereka dapat tetap survive serta terhindar dari kemiskinan
dan pengangguran.
Reformasi nasional yang dimulai sejak tahun 1997 telah membawa
perubahan yang amat mendasar terhadap tatanan hidup bermasyarakat dan
dunia pendidikan, baik dalam arti peran dan fungsinya maupun proses
penyelenggaraannya, pendidikan mengalami perubahan meskipun banyak
mengalami hambatan (Gaffar, 2000:2). Bagi suatu bangsa, pendidikan nasional
sebenarnya merupakan salah satu unsur pengikat, pelestari, penumbuh,
pengembang, pengaruh cita-cita bangsa (Tilaar, 1999:201). Untuk mewujudkan
hal tersebut, maka proses pendidikan haruslah mampu mengembangkan
kemampuan untuk berkompetensi di dalam kerja sama, mengembangkan sikap
inovatif dan ingin selalu meningkatkan kualitas (Tilaar, 2000:19).
Berbagai kendala dan hambatan yang dialami dan dirasakan sekolah
kejuruan tersebut mempengaruhi terhadap kualitas produk sumberdaya
manusia pendidikan kejuruan. Padahal untuk mewujudkan sumber daya
manusia yang berkualitas merupakan fungsi pokok pendidikan dan amanat
konstitusional yang telah dituangkan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dan implimentasi pasal 31 ayat 1 UUD 1945
yang menyatakan “Bahwa tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
dan pengajaran” dan ayat 2 yang menyatakan “Pemerintah mengusahakan
sistem pendidikan nasional”. Bunyi pasal tersebut merupakan landasan yang
sangat kuat bagi setiap warga negara dan pemerintah dalam melakukan
kegiatan pendidikan, sesuai dengan arti dan fungsi serta perubahan–
perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Ketetapan–ketetapan MPR Tahun 1998, 1999 dan ketetapan MPR 2000
dilakukan karena peran dan fungsi pendidikan dalam proses reformasi dan
dalam proses transformasi bangsa menuju Indonesia baru tidak dapat
dihindarkan dan memang harus berperan secara efektif agar pendidikan
memberikan kontribusi dan arti bagi bangsa yang sedang dalam proses
tranformasi tersebut (Gaffar, 2000:2).
Pendidikan merupakan wahana yang cocok bagi pengembangan strategi
kultural yang lebih menekankan pada perubahan cara berpikir dan perilaku
individu dalam rangka mendukung trasformasi menuju masyarakat Indonesia
baru. Dalam konteks itu, maka visi pendidikan nasional adalah pendidikan yang
mengutamakan kemandirian menuju keunggulan untuk meraih kemajuan dan
kemakmuran berdasarkan nilai-nilai Pancasila (Jalal dan Supriadi, 2001:62-63).
Visi tersebut memperjelas bahwa abad mendatang merupakan abad yang
membutuhkan sumber daya manusia (SDM). Pada abad mendatang menuntut
kita untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dengan berkercedasan
tinggi, yang ber-IQ dan ber-EQ tinggi, yang berteknologi dan berperilaku
produktif tinggi (Sanusi, 1998:84).
Untuk menciptakan SDM yang dibutuhkan, siap bersaing dan dapat
menyesuaikan diri dengan dunia kerja bagi lulusannya, pendidikan kejuruan
harus diberdayakan sedemikian rupa sesuai dengan tuntutan pendidikan
kejuruan tersebut. Berbagai kendala yang ada selama ini dapat dijadikan dalam
melakukan evaluasi. Apalagi reformasi pendidikan yang telah bergulir saat ini
pemberdayaan manajemennya. Selama ini justru manajemen pemberdayaan
itulah yang menjadi kendala yang menyebabkan tidak efektifnya pencapaian
tujuan pendidikan kejuruan seperti yang telah diungkapkan sebelumnya.
Berbagai kendala yang dihadapi sekolah kejuruan secara nasional dapat
dikatakan hampir sama, yaitu kendala kultural, kendala semangat
kewirausahaan dan kendala manajerial.
Berbagai kendala ini telah menjadi fenomena dalam pelaksanaan
pendidikan kejuruan dan hampir ditemukan memiliki kesamaan di berbagai
daerah atau wilayah Indonesia. Hanya saja, memang ditemukan
kendala-kendala yang bersifat spesifik sesuai dengan karakteristik permasalahan
daerah masing-masing. Seperti yang dialami oleh SMK yang berada di Banda
Aceh Nangroe Aceh Darussalam. Persoalan yang dihadapi secara spesifik,
selain dari fenomena nasional persoalan pendidikan kejuruan, adalah : (1)
Wawasan pemikiran guru cenderung berorientasi akademik (seharusnya
praktis), (2) Program kewirausahaan belum optimal dilakukan; (3) Immej Pemda
belum positif terhadap kebutuhan SMK, karena menganggap kebutuhan SMK
sebanding SMU. Pada hal kebutuhan operasional SMK jauh lebih besar dari
SMU, (4) Immej DU/DI belum positif terhadap kegiatan prakerin. Hal ini dapat
dilihat dari DU/DI yang menganggap prakerin bukan untuk kepentingan DU/DI;
(5) Evaluasi praktek kerja tidak dilakukan secara bersama antara sekolah dan
DU/DI, (6) Guru-guru potensial keluar Provinsi NAD karena konflik, (7) Tidak
Berbagai kendala tersebut menjadi bagian dari permasalahan
manajemen SMK di Banda Aceh sehingga diperlukan pemberdayaan SMK
melalui manajemen stratejik agar lulusannya produktif dan sesuai dengan
kebutuhan pasar kerja. Hal ini perlu dilakukan agar tujuan pendidikan SMK
yang akan menghasilkan manusia terampil sehingga memiliki nilai produktif dan
ekonomi, dapat menunjang pertumbuhan ekonomi dan akan membantu
pemberdayaan ekonomi masyarakat dan secara menyeluruh mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah sebagaimana diuraikan di atas,
yang menjadi fokus dan perumusan masalah dalam rencana penelitian ini
adalah: “Bagaimanakah pemberdayaan SMK melalui manajemen stratejik
untuk menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja”.
Sedangkan fokus masalah yang menjadi perhatian dalam penelitian ini
dirumuskan dengan pertanyaan seperti tertera di bawah ini:
(1) Bagaimanakah profil SMK dalam menyiapkan lulusan yang sesuai dengan
kebutuhan pasar kerja ?
(2) Bagaimanakah perumusan manajemen stratejik pemberdayaan SMK untuk
menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja ?
(3) Bagaimanakah implementasi manajemen stratejik dalam pemberdayaan
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang :
(1) Profil SMK dalam menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan
pasar kerja ?
(2) Perumusan manajemen stratejik dalam pemberdayaan SMK untuk
menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja ?
(3) Implementasi manajemen stratejik dalam pemberdayaan SMK untuk
menyiapkan lulusan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja ?
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bernilai guna untuk :
(1) Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pengembangan ilmu
administrasi pendidikan yang meliputi manajemen stratejik untuk
pemberdayaan sekolah menengah kejuruan (SMK). Manajemen stratejik
merupakan instrumen meningkatkan efektivitas kinerja organisasi mencapai
tujuan. Pencapaian tujuan organisasi secara efektif merupakan tujuan setiap
organisasi, oleh karena itu, secara teoritis manajemen stratejik merupakan
alternatif efektif untuk dijadikan sebagai instrumen utama dalam meningkatkan
mutu kinerja organisasi sehingga dapat memberikan layanan terhadap
(2) Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan berguna bagi stakeholders dan
praktisi pendidikan kejuruan dalam pengembangan kebijakan dan
pemberdayaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melalui manajemen
stratejik. Dengan menggunakan manajemen staratejik tersebut, memungkinkan
terjadinya proses manajemen dan pembelajaran yang efektif di sekolah
kejuruan sehingga dapat menyiapkan lulusan yang memiliki kualifikasi sesuai
dengan kebutuhan pasar kerja.
E. Asumsi Penelitian
Penelitian ini didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut :
(1) Sekolah sebagai sub-sistem pendidikan yang terorganisir merupakan
sarana atau fundamen bagi pembinaan dan pelatihan bagi terciptanya
sumber daya manusia yang memiliki kualitas.
(2) Sumber daya manusia yang dibutuhkan adalah manusia yang memiliki
keterampilan dan sikap kewira-usahaan, sehingga dapat mengembangkan
kreativitas dalam memenuhi dan menyesuaikan diri dengan tuntutan
ekonomi dan teknologi, agar memiliki daya saing untuk berpartisipasi
secara aktif dan pro-aktif di masyarakat.
(3) Pendidikan kejuruan sebagai salah satu jenis pendidikan berkaitan
dengan produksi manusia, membekali siswa dengan kompetensi tertentu
pertumbuhan dan perkembangan ekonomi masyarakat/bangsa yang
dibutuhkan dalam proses pembangunan.
(4) Pemberdayaan SMK melalui manajemen stratejik dalam menyiapkan
SDM yang unggul dalam mengelola SMK, diperlukan agar terjadi proses
pembelajaran yang efektif. Dengan adanya proses pembelajaran yang
efektif tersebut, lulusan akan memiliki semangat kewira-usahaan sehingga
dapat diserap pasar kerja bahkan memungkinkannya untuk membuka
lapangan kerja sendiri.
(5) Pendidikan kejuruan dituntut untuk mampu menunjang pertumbuhan
ekonomi dan membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat (Supriadi,
2002:18).
(6) Peletak dasar sumber daya manusia yang berkualitas adalah sekolah.
Sekolah memberikan fundamen bagi pembinaan dan pelatihan berikutnya.
Pendidikan dan pelatihan yang diberikan dalam jabatan (in-service
training) akan berhasil apabila dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan
yang diberikan di sekolah cukup kokoh (Sukmadinata, dkk, 2002, 21).
(7) Suatu negara akan mampu membangun apabila memiliki wirausahawan
sebanyak 2 % dari jumlah penduduknya (Alma, 2003:4).
(8) Kewira-usahaan merupakan faktor kunci pada semua jenis pelatihan
(Supriadi, Ed, 2002:284).
(9) Tujuan pendidikan kejuruan adalah membekali siswa agar memiliki
bersangkutan mampu bekerja (memiliki kinerja) demi masa depan dan
untuk kesejahteraan bangsa (Schippers dan Patriana, 1994:19).
(10) Pendidikan kejuruan merupakan suatu jenis pendidikan yang berkaitan
dengan produksi manusia yang berperan mempercepat laju pertumbuhan
ekonomi (Rohiat, 1999:20).
(11) Pendidikan kejuruan memiliki peran yang strategis dalam upaya
membangun bangsa yang produktif, sejahtera dan bermartabat. Peran ini
menjadikan pendidikan kejuruan sebagai tumpuan masyarakat dan
bangsa Indonesia yang sedang membangun (Priowirjanto, Depdiknas
2002:v).
(12) Pendidikan kejuruan dapat diklasifikasikan ke dalam jenis pendidikan
khusus (specialized education) karena kelompok pelajaran atau program
yang disediakan hanya dipilih oleh orang-orang yang memiliki minat
khusus untuk mempersiapkan dirinya bagi lapangan pekerjaan di masa
mendatang. Agar lapangan kerja khusus ini dapat sukses maka
pendidikan kejuruan dimaksudkan untuk menyiapkan tenaga terampil
yang dibutuhkan masyarakat (Arikunto, 1993:1).
F. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian ini dimulai dari sebuah konstruk lapangan ilmu
pengetahuan manajemen, dalam hal ini pendekatan yang digunakan
kinerja sekolah kejuruan melalui pemberdayaan kelembagaan persekolahan
tersebut. Manajemen stratejik yang menitikberatkan aktivitasnya agar seluruh
keputusan yang bersifat stratejik dapat dilaksanakan, melibatkan seluruh unsur
terkait baik secara internal dan eksternal sehingga pencapaian tujuan
organisasi berhasil secara maksimal dan optimal.
Pemberdayaan sekolah kejuruan dilakukan sebagai respon terhadap
tidak sinkronnya mutu lulusan sekolah kejuruan dengan kebutuhan pasar kerja.
Akibatnya, lulusan sekolah kejuruan sulit bersaing atau masuk ke dunia kerja.
Persoalan ini muncul disebabkan oleh karena, kurangnya koordinasi yang
bersifat sinerjik antara program-program yang dikembangkan sekolah kejuruan
dengan dunia usaha atau industri. Situasi ini pada dasarnya merugikan kedua
belah pihak, namun secara menyeluruh, justru dunia pendidikan (pendidikan
kejuruan) yang sangat merasakannya. Sebab lulusannya tidak mampu
menyesuaikan diri atau diterima sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Karena
itu, pendidikan kejuruan memerlukan tindakan strategis, untuk dapat melihat
apa sebenarnya yang dibutuhkan dunia kerja, sekaligus mengetahui apa
sebenarnya keinginan pelanggannya.
Untuk melihat bagaimana siklus kerangka penelitian ini, dapat dilihat
27 SMK IDEAL TUNTUTAN DU/DI & MASYARAKAT
KEBIJAKAN PENDIDIKAN SMK TUJUAN SMK KONDISI OBJEKTIF PERMASALAHAN SMK • KULTURA L
• SEMANGAT KEWIRAUSAHAAN
• MANAGERIAL
• KONSEP
• PRAKTEK
• SISTEM
• TRADISI
VISI/MISI SMK MODEL ALTERNATIF PEMBERDAYAAN SMK MELALUI MANAJEMEN STRATEJIK PARTISIPASI ANGGOTA INTERNAL SEKOLAH
PARTISIPASI ANGGT EKTERNAL SEKOLAH PEMBERDAYAAN
SMK MELALUI MANAJEMEN
STRATEJIK
• PENGAMATAN LINGKUNGAN
• PERUMUSAN STRATEGI
• IMPLEMENTASI STRATEGI
• EVALUSAI DAN PENGENDALIAN
P E K S N E T G P R A U A M T T B U E I S J L A I A N K N
G. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
naturalistik, sedangkan tingkat eksplanasinya bersifat deskriptif dengan jenis
data kualitatif. Menurut Sugiyono (2001:4-6) metode penelitian naturalistik
sering disebut dengan metode penelitian kualitatif. Sedangkan yang bersifat
deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu
tanpa membuat perbandingan, atau menggabungkan dengan variabel yang
lain. Data kualitatif bersifat deskriptif dan analisa dilakukan secara induktif. Hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
H. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lingkungan sekolah kejuruan kota Banda Aceh,
di kota ini sekolah kejuruan terdapat empat buah terdiri dari sekolah kejuruan
(SMK) bisnis dan manajemen (SMEA), teknologi dan industri (STM), parawisata
(SMKK) dan neutika perikanan kelautan (NPL). Dari keempat sekolah kejuruan
tersebut, penelitian di fokuskan kepada tiga sekolah kejuruan saja, yaitu bisnis
dan manajemen (SMEA), teknologi dan industri (STM), parawisata (SMKK).
Sedangkan sekolah kejuruan neutika perikanan kelautan (NPL), tidak menjadi
fokus penelitian karena sekolah ini baru berdiri sejak Juli tahun 2002.
Kontribusi yang diberikan sekolah-sekolah kejuruan tersebut selama ini
bagi warga Banda aceh khususnya, dan Nangroe Aceh Darussalam bersifat
masyarakat maupun dunia usaha dan industri. Disamping itu, produk yang
dihasilkan sekolah kejuruan tersebut, tidak hanya sumber daya manusia yang
memiliki keterampilan tertentu, tetapi juga menghasilkan barang dan jasa yang
memang dibutuhkan oleh masyarakat. Barang dan jasa tersebut tentu saja
222
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Tujuan pokok penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang
profil SMK, perumusan manajemen stratejik dalam pemberdayaan SMK, dan
implimentasi manajemen stratejik dalam pemberdayaan SMK untuk
menyiapkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di Kota Banda
Aceh Nanggroe Aceh Darussalam. Oleh karena itu, untuk menemukan
informasi tentang tujuan pokok penelitian ini, digunakan pendekatan kualitatif.
Metode kualitatif dalam penelitian ini menggunakan pendekatan inquiry
qualitative interactive, yaitu sebuah studi mendalam yang menggunakan teknik
berhadapan langsung dengan orang di dalam latar alamiah mereka dalam
pengumpulan data (McMillan dan Schumacher, 2001:35). Pendekatan kualitatif
dalam penelitian ini tidak bermaksud menemukan sebuh model melalui studi
eksperimen, tetapi cenderung mencari informasi yang tepat tentang tujuan
penelitian sehingga ditemukan informasi yang akurat bagaimana setiap SMK
melaksanakan tugas pokoknya sehingga lulusannya siap memasuki dunia kerja
sesuai dengan kebutuhan pasar.
Pendekatan kualitatif berusaha memahami, menemukan dan
menafsirkan makna dari peristiwa interaksi perilaku manusia dalam situasi
tertentu. Dengan karakteristik seperti itu, maka pendekatan penelitian ini tepat
mengemukakan bahwa penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut
:
(1) Qualitative research has the natural setting as direct of data and the reseachers is the key instrument.
(2) Qualitative research is descriptive
(3) Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or procucts.
(4) “Meaning” is of essential concern to the qualitative approach.
Sebagai salah satu bentuk pendekatan kualitatif, maka penelitian
kualitatif interaktif ini tidak bermaksud untuk menguji teori. Meskipun tidak
mungkin melepaskan diri dari telaah atau kajian teoritis, namun perlu
dinyatakan bahwa telaah dan kajian teoritis tersebut hanya digunakan untuk
membantu peneliti dalam merumuskan sejumlah permasalahan bayangan
(foreshadowed problems) dan alat bantu analisis. Karena itu, perlu ditegaskan
bahwa penelitian ini lebih diarahkan pada upaya memahami bagaimana
pemberdayaan SMK melalui manajemen stratejik dalam proses
penyelenggaraan SMK Negeri di Banda Aceh untuk menyiapkan lulusan yang
sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.
B. Disain Penelitian
Penelitian ini menggunakan disain studi kasus. Sebagai studi kasus,
langkah-langkah penelitian. Menurut Nizar (1984:66) “studi kasus untuk memberikan
gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, dan karakter
yang khas dari suatu kasus”. Untuk memenuhi standar penelitian kasus
tersebut, penelitian ini direncanakan akan mengikuti secara sistematis
langkah-langkah berikut:
1. Tahapan Kegiatan Awal (Teoritis)
Tahapan ini merupakan tahapan teoritis yang terdiri dari serangkaian
aktivitas yang meliputi: (1) telaah teoritis dengan cara mereview sejumlah
literaur untuk memperoleh pemahaman teoritis yang lebih rinci dan
mendalam mengenai konsep dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan
pemberdayaan SMK melalui manajemen stratejik untuk menyiapkan lulusan
yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, (2) membuat perencanaan
penelitian, (3) perbaikan rancangan penelitan berdasarkan masukan dari
para dosen pembimbing.
2. Tahapan Pelaksanaan (Praktik)
Pada tahapan ini, secara intensif dan kontiniu, peneliti melakukan
penelitian ke objek penelitian untuk menemukan dan mengidentifikasi
berbagai fenomena yang berkaitan dengan: (1) bagaimana profil SMK
Negeri di Banda Aceh. Untuk itu, peneliti mengumpulkan data melalui
observasi, telaah dokomentasi, wawancara dengan kepala sekolah, guru,
dan pegawai, (2) bagaimana perumusan manajemen stratejik. Dalam hal ini
wawancara dengan kepala sekolah, guru, Pemda, dan stakeholders, (3)
bagaimana implimentasi manajemen stratejik. Untuk itu peneliti
mengumpulkan data melalui telaah dokumentasi, observasi, dan
wawancara dengan kepala sekolah, guru, pemda, dan stakeholders.
3. Tahapan Evaluasi (Produk)
Tahapan ini disebut juga dengan tahapan akhir. Pada tahapan ini, dilakukan
pemaparan hasil-hasil yang telah diperoleh peneliti dari lapangan.
Hasil-hasil tersebut didiskusikan dengan teman sejawat dan promotor, dan
manakala dirasakan masih memerlukan data pengamatan maupun
wawancara tambahan, maka peneliti akan kembali melakukan pengumpulan
data. Setelah itu, dilakukan proses analisis data.
C. Sumber Data Penelitian
Menurut Sudjana (1982) bahwa sumber data, populasi dan sampel
merupakan suatu “totalitas semua nilai yang mungkin, hasil perhitungan
ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif dari pada karakteristik
tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin
dipelajari sifat-sifatnya, dinamakan populasi.
Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif pada dasarnya didasarkan
pada tujuan penelitian atau purposive sampling, artinya besarnya sampel
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Anggota sampel bersifat emergence
berlangsung sampai terpenuhinya data yang dibutuhkan untuk menjawab
pertanyaan penelitian. Siapa dan berapa jumlah sampel akan ditetapkan secara
purposif atau sampel bertujuan. Menurut Moleong (1990:90) sampel penelitian
bisa berupa informan, yaitu orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.
Adapun untuk dapat memperoleh variasi yang memadai dan dapat
memperluas informasi yang akan diperoleh, maka teknik sampel purposif dalam
penelitian ini menggunakan teknik “bola salju” atau snowball sampling
technique (Bogdan & Biklen, 1982; Moleong, 1990). Sejalan dengan pendapat
Lincoln dan Guba (Moleong, 1990) dan Bogdan dan Biklen (1982), maka
sampel manusia yang digunakan dalam penelitian ini lebih cenderung bersifat
informan. Informan digunakan untuk membantu peneliti agar secepatnya dan
tetap seteliti mungkin dapat membenamkan diri dalam konteks setempat untuk
mendapatkan informasi dan pemahaman yang mendalam tentang
pemberdayaan manajemen SMK dalam menyiapkan lulusan yang sesuai
dengan kebutuhan pasar kerja.
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi sumber data penelitian
ini adalah sebagai berikut :
(1) Sumber data primer : (a) Seluruh situasi, kondisi dan lingkungan sekolah
menengah kejuruan (SMK) Negeri Kota Banda Aceh Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam; (b) Kepala sekolah dan anggota internal sekolah
(2) Sumber data skunder, antara lain : dokumen-dokumen resmi, seperti
struktur organisasi, program-program kerja SMK.
D. Strategi Pengumpulan dan Analisis Data
Penelitian kualitatif ini tidak berangkat dari hipotesis dan teori untuk diuji,
tetapi peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengumpulkan data yang
relevan, kemudian data tersebut dianalisis dan diberi makna. Sifat-sifat
penelitian kualitatif yang mengiringi pengumpulan dan pengolahan data,
memperhatikan hal-hal berikut :
(1) Peneliti secara langsung sebagai instrumen utama dalam melakukan dan
mencari sumber data.
(2) Data yang telah dikumpulkan diuraikan secara deskriptif sesuai dengan
makna yang terkandung dalam data yang diperoleh.
(3) Penelitian lebih menekankan perhatian kepada proses, sehingga makna
yang ditemukan bersifat orisil dan tidak dikonsentrasikan kepada hasil
yang diperoleh di lapangan.
(4) Karena pendekatan penelitian ini bersifat kualitatif, maka analisisnya
bersifat induktif dan bukannya deduktif.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa instrumen utama (key
instrument) dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Hal ini mengingat
bahwa fenomena sosial dan perilaku manusia paling tepat direkam dengan
mengemukakan bahwa manusia sebagai instrumen utama dalam penelitian
kualitatif dipandang lebih cermat dengan ciri-ciri sebagai berikut:
(1) manusia sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulans
dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bermakna
bagi peneliti;
(2) manusia sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam dan sekaligus;
(3) tiap situasi merupakan suatu keseluruhan;
(4) suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami
dengan pengetahuan semata-mata;
(5) peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh;
(6) hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan
berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera
menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan,
perubahan, perbaikan atau penolakan, dan
(7) manusia sebagai instrumen, responden yang aneh, yang menyimpang
justru diberi perhatian.
Sebagai instrumen penelitian, maka peneliti menggunakan teknik
pengumpul data berupa observasi, wawancara, dan studi dokomentasi. Ketiga
teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi yang saling menunjang atau
melalui manajemen stratejik dalam proses penyenggaraan SMK Negeri yang
efektif dan relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
Pengumpulan data dan informasi dengan observasi dan wawancara,
peneliti melengkapinya dengan bantuan buku catatan, tipe recorder dan dibantu
informan atau tim kecil sehingga diharapkan data dan informasi dapat dihimpun
selengkap dan seteliti mungkin. Ketelitian dalam menghimpun dan menganalisa
catatan-catatan lapangan sangat menentukan keberhasilan penelitian kualitatif.
Bogdan Biklen (1982 : 74), menjelaskan bahwa “These are fieldnotes : the
written account of what the researcher hears, sees, experiences, and thinks in
course of collecting and reflecting on the data in a qualitative study”
Setelah data terkumpul selanjutnya dianalisis. Analisis data adalah
proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan (Nasution, 1996 : 126).
Menyusun data berarti menggolongkan ke dalam pola, tema atau kategori
berbagai aspek penelitian, sehingga dengan demikian tidak akan terjadi chaos,
tafsiran atau interprestasi, artinya memberi makna kepada analisis,
menjelaskan pola atau kategori dan mencari hubungan antar berbagai konsep
yang mencerminkan perspektif atau pandangan partisipan dan bukan
pandangan atau perspektif peneliti.
Miles dan Huberman (1992), menyatakan bahwa pengumpulan dan
analisa data kualitatif berlangsung secara sirkuler. Senada dengan itu, McMillan
data kualitatif berlangsung secara interaktif dan overlapping, karenanya tidak
disebut sebagai prosedur tetapi strategi pengumpulan dan analisis data.
Analisis data penelitian ini dilakukan dengan mengadopsi strategi
analisis data model interaktif dari Miles dan Huberman (1992:16-19) yang terdiri
dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Reduksi
data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Penyajian data sebagai sekumpulan
informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan. Menarik kesimpulan/verifikasi mungkin tidak muncul
sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya
kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan metode
pencarian ulang yang digunakan dalam penelitian ini.
E. Validitas dan Objektivitas Data
Validitas dimaknai sebagai tingkat di mana berbagai konsep dan
interpretasi yang dibuat peneliti memiliki kesamaan makna dengan
makna-makna yang dikemukakan dan dipahami partisipan. Peneliti dan partisipan
memiliki kesepakatan tentang diskripsi atau komposisi dari berbagai peristiwa,
terutama berkaitan dengan makna-makna dari berbagai peristiwa tersebut.
McMillan dan Schumacher (2001:408) mengemukan terdapat beberapa
validitas data penelitiannya. Secara umum kombinasi strategi tersebut dapat
dikemukakan dalam tabel 3.1.
Strategi Diskripsi
Berlama-lama menetap di lapangan
Melakukan analisa data sementara dan bukti-bukti yang menguatkan untuk menjamin kesesuaian antara berbagai temuan dengan keadaan partisipan yang sebenarnya Strategi multi metode Melakukan triangulasi dalam pengumpulan dan analisa
data Bahasa partisipan:
menghitung secara kata demi kata
Mencari berbagai statemen literal dan diskripsi yang rinci tentang sejumlah orang dan situasi
Membuat kesimpulan dasar tentang diskriptor
Merekam secara utuh, literal, dan rinci berbagai diskripsi tentang sejumlah orang dan situasi
Tim peneliti Menyepakati diskripsi data yang telah dikumpulkan dengan sebuah tim peneliti
Merekam data secara mekanis
Menggunakan tape recorder, photo, dan video
Multiple penelitian Merekaman berbagai persepsi partisipan dari diari atau catatan anekdot untuk menguatkan bukti
Mengecek informasi Secara informal mengecek data kepada partisipan untuk menjamin akurasi semua data yang telah dikumpulkan; sering dilakukan dalam studi-studi partisipatif.
Mereview partisipan Menanyakan kepada semua partisipan tentang semua sintesa yang telah direview peneliti untuk menjamin akurasi data: sering dilakukan dalam studi-studi interview
Kasus negatif
Secara aktif meneliti, merekam, menganalisa, dan melapor-kan kasus-kasus negatif atau data yang tidak sesuai dengan pola atau menemukan sejumlah pola yang telah dimodifikasi
Tabel 3.1: Strategi Memperkaya Validitas Data Penelitian Kualitatif dari McMillan dan Schumacher (2001:408)
Lincoln dan Guba (1985) memberikan beberapa petunjuk yang tidak jauh
berbeda dengan apa yang dikemukakan di atas, yaitu: (1) memperpanjang
waktu dalam pengumpulan data di lapangan, (2) mengadakan pengamatan
[image:44.612.109.534.148.553.2]sejawat, (5) menganalisis kasus negatif, 6) mengecek kecukupan referensi, dan
(7) mengadakan pengecekan anggota.
Dalam konteksnya dengan penelitian ini, ada 6 (enam) strategi yang
peneliti gunakan untuk menjamin validitas data penelitian, yaitu:
(1) Berlama-lama atau memperpanjang waktu dalam mengumpul data di
lapangan, hal ini dimaksudkan agar peneliti bisa melakukan pengamatan
secara intens dan mendapatkan sebanyak mungkin bukti-bukti yang
menguatkan untuk menjamin kesesuaian antara berbagai temuan dengan
keadaan partisipan yang sebenarnya.
(2) Melakukan triangulasi dalam pengumpulan dan analisa data. Hal ini
dilakukan untuk mengecek data kepada partisipan guna menjamin akurasi
semua data yang telah dikumpulkan.
(3) Membuat kesimpulan dasar tentang diskriptor dengan cara merekam secara
utuh dan rinci berbagai diskripsi tentang berbagai fenomena yang diteliti.
(4) Mereview partisipan dengan cara menanyakan kepada semua partisipan
tentang semua sintesa yang telah direview peneliti untuk menjamin akurasi
data.
(5) Secara aktif meneliti, merekam, dan menganalisa kasus-kasus negatif atau
data yang tidak sesuai dengan telaah konseptual mengenai pemberdayaan
SMK melalui manajemen stratejik dalam proses penyelenggaraan SMK
(6) Melakukan diskusi dengan teman sejawat dan promotor untuk membantu
peneliti dalam mengdentifikasi, memahami, menganalisis, dan menarik
kesimpulan yang berkaitan dengan fokus penelitian.
Sedangkan untuk menjamin objektivitas data penelitian, peneliti
menempuh langkah-langkah berikut:
(1) Berdiskusi dengan promotor dan teman sejawat untuk memfasilitasi logika
analisis data dan interpretasi. Promotor dan teman sejawat terus dilibatkan
dalam berbagai diskusi mengenai analisis awal dan strategi berikutnya
untuk menghimpun dan membuat pola-pola data. Pelibatan ini merupakan
proses pencarian pertanyaan untuk membantu peneliti dalam memahami
sikap, nilai-nilai, dan peranan peneliti dalam penelitian.
(2) Melengkapi semua catatan lapangan dengan tanggal, waktu, tempat, orang,
dan berbagai aktivitas untuk mendapatkan akses informasi lalu menata
dengan rapi setiap data yang telah berhasil dikumpulkan.
(3) Memperkuat bukti-bukti formal terhadap temuan awal dengan cara
melakukan konfirmasi formal terhadap aktivitas pengumpulan data,
pengamatan dan wawancara yang dilakukan dengan individu-individu yang
kaya akan informasi yang dibutuhkan.
(4) Melakukan self critique guna menghindari opini, kecenderungn dan persepsi
476
DAFTAR BACAAN
Abbas & Suyanto. (2001). Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa.
Yogyakarta: AdiCita.
Adiwikarta, Sudarja. (1994). Peran dan Strategi Dasar Pendidikan Dalam
Peningkatan Sumber Daya Manusia Di Desa. Seminar Nasional Tentang Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Desa Terpencil. Bandung: IKA IKIP Bandung.
Alma, Buchari. (2000). Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta.
---, (2003), Pemasaran Stratejik Jasa Kependidikan, Bandung, Alfabeta.
Anwar, Moch Idochi. (2003). Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya
Pendidikan (Teori, Konsep, dan Isu), Bandung: Alfabeta.
Arikunto, Suharsimi. (1993). Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Atmodiwirio, Soebagio & Totosiswanto, Soeranto. (1991). Kepemimpinan Kepala
Sekolah. Semarang: Adhi Waskita.
Badeni & Saparahayuningsih, Sri. (2002). “Efisiensi Sekolah Menengah Kejuruan
dalam Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda”. Jurnal Pendidikan
Mimbar Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung: No. 3 tahun XXI 2002.
Bastian, Aulia Reza. (2002). Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Lappera
Pustaka Utama,
Bennis, Waeren. (1996). “Mengapa Pemimpin Tidak Mampu Memimpin”, dalam
Buku Pintar Manajer. Jakarta: Binarupa Aksara.
Bennis, W dan Mische, M. (1995) The 2