U P A Y A G U R U D A L A M M E N 6 E M B A N B K A N K E T E R A M P I L A N I N T E L E K T U A L S I S W A
(Studi Kasus Pada Pengajaran Ilmu Listrik Di STM Negeri Kotamadya Bandung)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Hagister Kependidikan
Bidang Studi Pengembangan Kurikulum
Oleh
SRIADHI
NRP.9232064
P R O G R A M P A S C A S A R J A N A
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BANDUNG
Disetujui dan disahkan untuk Ujian Tahap I
PROF.DR. MOH.DJ
DR.MULYANI SUMANTRI, M.Sc
Pembimbing II
PROGRAM
PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
UCAPAN TERIMA KASIH iii
DAFTAR ISI V
DAFTAR TABEL DAN MATRIK vii
DAFTAR BAGAN viii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah 1
B.Rumusan dan Batasan Masalah 6
C.Definisi Operasional 10
D.Pertanyaan Penelitian
13
E.Tujuan dan Manfaat Penelitian 14
BAB II KONSEP PENGAJARAN KETERAMPILAN INTELEKTUAL DI
SEKOLAH KEJURUAN
A.Hakekat Belajar—mengajar.
l.Pengertian Belajar-mengajar
16
2. Proses Pembela jaran • 18
3.Bentuk-bentuk Kapabilitas Hasil Belajar 20 B.Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan.
l.Konsep Kurikulum Sekolah Kejuruan 25 2.Garis-garis Besar Program Pengajaran STM
Tahun 1994 43
C.Implementasi Teori Gagne dalam Pengajaran
llmu Listrik 48
l.Persiapan Menga jar Guru
50
2. Pelaksanaan Pengajaran 53
3.Penilaian 63
BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
A.Metode Penelitian 68
B. Sumber Data 70
C.Teknik Penguapulan Data 71
D.Kredibil itas Data 77
E.Tahap-tahap Penelitian 79
BAB IV DESKRIPSI.INTERPRETASI DAN PEMBAHASAN
A.Deskripsi Hasil Penelitian 84
1.Pengajaran Ilnu Listrik di STM A 84
2.Pengajaran Ilnu Listrik di STM B 101
3.Hasil Belajar Siswa 123
B. Interpretasi Data Hasil Penelitian 132
C.Pembahasan Hasi1 Penelitian 143
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.Kesinpulan. 174
B.Rekomendasi 179
DAFTAR PUSTAKA 18©
LAMP IRAN-LAMP IRAN 189
DAFTAR TABEL DAN MATRIK
Ha laman Tabel: l.Struktur program kurikulum STM tahun 1994... 45
2.Kisi-kisi tes keterampilan intelektual siswa dalam pengajaran Ilmu Listrik untuk
caturwu-lan pertama 76
3.Kisi-kisi tes sumatif yang dikembangkan GX-A.... 100 4.Kisi-kisi tes formatif yang dikembangkan GX-B... 121 5.Kisi-kisi tes sumatif yang dikembangkan GX-B.... 122 6.Hasil tes keterampilan intelektual siswa STM A.. 127 7.Hasil tes keterampilan intelektual siswa STM B.. 131 S.Rekapitulasi hasil jawaban 18 orang siswa... 142
Matrik: l.Hubungan antara fase belajar dengan peristiwa
pembelajaran dan fungsinya 57
2.Peristiwa pembelajaran, media dan prosedur
pe-laksanaanya 59
3.Pola operasional pengajaran keterampilan
in-intelektual 182
DAFTAR BAGAN
Ha laman
l.Komponen dan proses pembela jaran 18
2.Sistem pemrosesan informasi 19
3.Hirarki jenjang keterampilan intelektual 23 4.Media bahan pelajaran yang dapat digunakan 39 S.Profil kemampuan kejuruan lulusan STM program
studi Listrik Instalasi berdasarkan kurikulum
SMK 1994 44
6.Alur kerja pengembangan bahan dan media penga
jaran. 52
7.Pengelompokan materi pelajaran 52
8.Hubungan antara usaha, daya dan hukum Ohm 92 9.Penyelesaian soal dengan analisis rangkaian 93 lO.Langkah-langkah untuk mencari harga resistansi
pengganti dalam hubungan campuran. 115 ll.Peta konsep hubungan usaha, daya dan hukum Ohm 151 12.Analisis perentetan materi pelajaran 153 13.Pengalokasian waktu dengan pola inti 180
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah.
Perkembangan
i1mu
pengetahuan
dan
teknologi
yang
semakin pesat dewasa ini membawa perubahan dalam
kehidupan
masyarakat.
Perubahan
tersebut menuntut
suatu
kemampuan
yang
lebih tinggi dari masyarakat agar tidak
tergilas oleh
kemajuan yang ada. Sebagaimana dikemukakan oleh Fraser
(1985:36),
perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
tinggi dewasa
ini memicu pesatnya perkembangan pada
sektor
industri dan informasi, yang menimbulkan perubahan
luas di
dalam kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Perubahan itu makin menuntut kemampuan adaptif manusia sampai batas-batas paling maksimal. Sejalan dengan itu, T.Raka Joni (1991:8)
memperingatkan bahwa manusia yang mampu "bertahan hidup" di
era informasi
sekarang ini adalah orang—orang yang memiliki
kemampuan mencari, mengevaluasi dan memanfaatkan informasi yang diterima untuk meningkatkan kualitas dirinya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam siklus permasalahan di atas. Pada penlok persiapan
dan
pelaksanaan
pendidikan kejuruan dengan
si stem
ganda
(PPPGT,1994a:2), masalah tersebut menjadi
salah satu
topik
bahasan.
Indonesia
merupakan salah satu negara yang berada
di
kawasan
Asia-Pasifik,
yaitu suatu kawasan
yang
telah
kawasan
ini,
tetapi
di sisi
lain
bisa
tertelan
menjadi
korban kemajuan negara tetangga. Oleh karena itu Indonesia harus mempersiapkan diri dengan berbagai keunggulan
kompetitif
dan
koperatif, untuk
menghadapi
persaingan
yang semakin ketat dan semakin tajam.
Menghadapi
kemajuan teknologi dewasa ini,
Indonesia
telah menentukan sikap, yaitu dengan melakukan alih teknolo
gi dari negara maju. Pada saat ini upaya tersebut
diperki-rakan
dapat membantu mempercepat usaha
peningkatan
kese-jahteraan
masyarakat. Dengan dilakukannya alih
teknologi,
Indonesia tidak dapat
terlepas dari siklus gejala
globali-sasi ekonomi,industri dan teknologi,sebab masuknya teknolo
gi maju akan membawa dampak dalam kehidupan masyarakat yang
menuntut penyesuaian pola pikir dan pola tindak tertentu.
Untuk
mencapai
pola pikir dan
pola
tindak
sesuai
dengan
kemajuan itu,diperlukan upaya yang
sungguh-sungguh
agar masyarakat siap menerima kemajuan yang ada.
Kenyataan
ini
menunjukkan
perlunya kemampuan
beradaptasi
terhadap
teknologi
maju.
Menurut Conny R.Semiawan
dan
T.Rakajoni
i " -*
(1993:10),
kemampuan beradaptasi terhadap
teknologi
maju
bukan hanya memasukkan <jrehgaruh Iingkungajn ke dalam
struk-tur yang sudah ada, tetapi harus mencakup kemampuan melaku
kan assimilasi dan akomodasi. Dengan demikian masyarakat
bukan
hanya siap menerima dan menggunakan
teknologi
yang
masuk, tetapi mampu pula
memodifikasi dan
mengembangkannya
sesuai dengan kebutuhan.
Berkenaan
dengan masuknya teknologi
maju
tersebut,
Keuper
dan Crass (1993:3)
memperingatkan
perlunya
setiap
guna
menghadapi perkembangan teknologi dewasa
ini.
Untuk
itu
perlu
terus
meningkatkan
keterampilan
intelektual,
sebab
dalam
kehidupan yang berkembang dan
dihujani
oleh
arus
informasi global
dewasa ini menuntut berbagai
kemam
puan untuk
beradaptasi. Kemampuan beradaptasi seperti
itu
menurut Holbrook (1987:85) membutuhkan kemampuan yang memiliki dimensi intelektual dan dimensi praktis.
Tanpa kemampuan yang cukup, masyarakat akan kalah dan
terombang-ambing
oleh arus kemajuan.
Seperti
dikemukakan
oleh
M.Djawad
Dahlan (1983:4), mengambangkan
diri
dalam
arus
kemajuan berarti
menyerah
kalah
terhadap
keadaan,
bahkan membiarkan diri dikendalikan dan diprogram oleh arus
kemajuan. Karena itu pendidikan harus menunjukkan
eksisten-sinya, sehingga kegiatan
yang dilaksanakannya bukan seper
ti kegiatan
pada,
sebuah
industri.
Sebagai realisasi dari sikap yang telah diambiI,yaitu
dengan
melakukan
alih teknologi
dari negara maju,
Indo
nesia
terus berusaha untuk meningkatkan
mutu
pendidikan.
Wardiman
Djojonegoro
(1991:17)
menyatakan,
pendidikan
menengah bukan saja menciptakan tenaga kerja menengah
yang
terampil, tetapi juga fleksibel dalam mempelajari dan mela
kukan
hal-hal
sejalan dengan
datangnya
teknologi
baru.
Dengan
fleksibi1itas yang tinggi, diharapkan tenaga
kerja
kita dapat dengan cepat mengikuti perkembangan teknologi.
Sekolah Teknologi Menengah (STM) merupakan salah satu
lembaga
pendidikan yang bertujuan menyiapkan tenaga
kerja
i1mu pengetahuan dan teknologi.Tujuan tersebut tertuang da
lam dokumen kurikulum (Depdikbud,1993a:1) sebagai berikut: 1.Menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta
mengembangkan sikap profesional.
2.Menyiapkan siswa agar mampu memilih karir, mampu ber-kompetensi dan mampu mengembangkan diri.
3.Menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah untuk meng-isi kebutuhan dunia usaha dan industri pada saat ini maupun pada masa yang akan datang.
4.Menyiapkan tamatan agar menjadi warga negara yang produktif, adaptif dan kreatif.
Keempat tujuan di atas memberi kejelasan bahwa lulus an STM bukan hanya dituntut untuk terampil dalam praktek keteknikansaja,tetapi harus diimbangi dengan keterampilan intelektual yang sepadan. Hal ini dapat pula dilihat dari struktur program pengajaran,dimana mata pel ajaran yang diberikan dibedakan dalam empat kelompok, yaitu komponen pendidikan dasar umum (normatif), komponen pendidikan dasar
penunjang (adaptif), komponen pendidikan dasar profesi
dan
komponen pendidikan keahlian profesi (PPPGT,1994b:7).
Keterampilan intelektual bagi lulusan STM diperlukan sebagai bekal mengembangkan keterampilan kejuruan. Selain itu,pada dasarnya STM bukanlah lembaga pendidikan terminal, tetapi sebagai salah satu mata rantai dari serangkaian upaya pendidikan yang bersifat developmental. Dengan demi-kian para lulusannya bukan saja dapat bekerja dalam berba-gai lapangan kerja sejenis,tetapi dapat pula melanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Sukarato,1988:92).
pengadaan dan peningkatan fasilitas praktek serta pening-katan mutu guru. Dengan dilakukannya upaya tersebut diha rapkan dapat meningkatkan kualitas lulusan STM.
Dalam kenyataannya mutu lulusan STM masih jauh dari standar yang diharapkan. Keadaan ini dapat diketahui lewat hasil—hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Seperti penelitian Anna Poedjiadi (1985) yang menemukan masih belum
efektifnya
pengajaran kelompok mata pelajaran dasar
keju
ruan di STM,sehingga hasil yang dicapai
juga masih
rendah,
padahal
kelompok mata pel ajaran tersebut banyak
memberikan
kemampuan
adaptif dan merupakan dasar
untuk
pengembangan
bidang keteknikan. Setyabudhi (1991) lewat penelitiannya
juga
menemukan masih rendahnya kemampuan
berpikir
formal
siswa STM dalam konsep Fisika listrik arus searah. Selain
itu,Rahardjo (1989)
lewat penelitiannya berhasil mengungkap
tentang kurangnya
bekal formal siswa dalam kelompok
pela—
jaran dasar penunjang (adaptif), khususnya Matematika dan
Fisika, sehingga
banyak lulusan STM
yang
gagal
memasuki
Politeknik. Penelitian lain juga dilakukan oleh Marzuki
Hamsyad
(1987)
yang menemukan
masih
rendahnya
kesiapan
kerja lulusan STM. Demikian juga dengan penelitian yang
dilakukan Tedjo Narsoyo (1988) di kalangan
karyawan
. IPTN
Bandung,
yang berhasil mengungkap lebih rendahnya
perkem
bangan
kognitif karyawan
lulusan STM
dibanding
karyawan
lulusan SMA meskipun dengan mendapat perlakuan training
yang sama.
Upaya
untuk mengembangkan
keterampilan
intelektual
siswa STM sebenarnya telah
lama dilakukan. Dari survei awal
kelompok dasar penunjang dan dasar profesi umumnya
menekan-kan pada pengembangan keterampilan intelektual siswa.
Akan
tetapi
dalam kenyataannya seperti terungkap
lewat
hasil-hasil
penelitian
di
atas,
lulusan STM
masih
jauh
dari
standar
yang diharapkan. Keadaan seperti itu
tidak
dapat
dibiarkan
terus berlangsung,sebab akan
berdampak
negatif
bagi
mutu
Jbenaga
kerja kita, apa
lagi
dengan
kemajuan
teknologi
dewasa
ini yang semakin
menuntut
keterampilan
intelektual
lebih tinggi untuk beradaptasi dengan
kemajuan
yang
ada. Berkenaan dengan itu perlu dilakukan
penelitian
tentang
pengajaran
keterampilan
intelektual
di
sekolah
kejuruan, sehingga diperoleh temuan-temuan yang
bermanfaat
untuk meningkatkan kemampuan adaptif para lulusannya.
B.Rumusan dan Batasan Masalah.
Banyak
faktor yang turut menentukan
kualitas
hasil
belajar
siswa,
baik program
pengajaran,
kesiapan
guru,
kemampuan siswa,fasiIitas belajar,kualitas proses
belajar-mengajar dan faktor-faktor lain. Sebagai lembaga pendidikan
formal,
STM
dalam
pelaksanaannya
menggunakan
kurikulum
sentral yang dikembangkan oleh pusat, akan tetapi kurikulum
tersebut pada dasarnya masih berupa pedoman umum yang harus
dijabarkan lagi sesuai dengan kondisi nyata di sekolah.
Sebagai lembaga pendidikan yang berfungsi
menyiapkan
tenaga
kerja, STM harus membekali para
lulusannya
dengan
kemampuan
yang memiliki adaptabi1itas tinggi guna
mengha-dapi
perkembangan
teknologi.
Untuk itu, guru
yang
juga
kemampuan adaptif kepada siswa, salah—satu di antaranya adalah dengan mengembangkan keterampilan intelektualnya.
Menurut Gagne et al. (1992), ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam upaya mengajarkan keterampilan
intelektual siswa, yaitu:
D.Tujuan khusus pengajaran yang ingin dicapai harus diru-muskan secara operasional dan jelas, pada jenjang keterampilan intelektual mana ditujukan. Kriteria pokok setiap jenjang adalah sebagai berikut: (a) Jenjang diskriminasi difokuskan kepada keterampilan siswa untuk membedakan sesuatu objek menurut dimensi fisiknya. (b) Pada jenjang konsep konkrit lebih ditekankan pada keterampilan mengidentifikasi suatu objek, contoh atau peristiwa berdasarkan konsep atau karakteristik yang dimiliki, sedangkan jenjang konsep terdefinisi menguta-makan keterampilan mendemonstrasikan arti (karakteris tik dan fungsi) dari suatu objek atau peristiwa terten-tu. (c) Pada jenjang kaidah, penekanannya lebih tertumpu kepada keterampilan menggunakan suatu konsep dalam suatu kelas situasi dan hubungan serta pengembangan konsep-konsep tersebut. (d) Jenjang pemecahan masalah ditekankan pada keterampilan dalam memilih, mengembang kan dan menggunakan kaidah secara tepat untuk raenyele-saikan suatu permasalahan (Gagne et al, 1992:130-132).
yang masing-masing fase berisi peristiwa pembelajaran dan fungsi tertentu (Gagne et al, 1992:190). Lebih Ian jut Gagne et al- (1992:235) menyatakan perlunya mem beri penekanan khusus pada proses pembelajaran, sesuai dengan tujuan khusus yang ingin dicapai. Pada jenjang diskriminasi: memunculkan respon siswa, memberi beberapa stimuli/bahan yang sama dan berbeda, mengulanginya dan memberi contoh, memunculkan unjuk kerja siswa dan mem
beri balikan. Pada jenjang konsep konkrit: mengulas kembali perbedaan—perbedaan dari objek yang relevan, memberi contoh-contoh yang benar dan contoh yang kurang sesuai, memunculkan unjuk kerja siswa untuk mengidenti-fikasi contoh-contoh dan memberi balikan. Untuk jenjang
konsep terdefinisi dapat dilakukan: mengingatkan kembali komponen-komponen konsep, menyajikan konsep secara definisi dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendemonstrasikan contoh-contoh konsep. Untuk jenjang kaidah; mengingatkan kembali tentang bagian-bagian konsep dan kaidah, mendemonstrasikan suatu kaidah dengan kalimat verbal, memunculkan unjuk kerja siswa untuk mengaplikasikan kaidah ke dalam situasi tertentu. Pada jenjang pemecahan masalah: memunculkan kembali bagian-bagian dari kaidah yang relevan, memberikan suatu tugas/soal yang mengandung masalah, memunculkan unjuk kerja siswa agar dapat mengembangkan dan menggunakan kaidah baru untuk menyelesaikan masalah tersebut.
pengajaran,
perlu
dilakukan
penilaian
secara
tepat.
Gagne et al. (1992:197) menegaskan perlunya pertimbangan
dalam melakukan penilaian,di samping penggunaan tes yang
merefleksikan
tujuan khusus pengajaran.
Dalam
mengem
bangkan item tes, Gagne et al. (1992:127-129) mengingat
kan
perlunya
memperhatikan
komponen-komponen
tujuan
khusus
pengajaran, karena itu item-item
tes
sebaiknya
mencakup komponen situasi (latar persoalan), kapabilitas
kerja
(tingkah laku yang ingin dicapai), objek
(bentuk
kapabilitas yang ditanyakan) dan aksi (bentuk
perbuatan
yang diminta sebagai jawaban).
Dari konsep
pengembangan keterampilan intelektual di
atas, permasalahan pokok penelitian ini
dirumuskan sebagai
berikut:
"Bagaimanakah
upaya
guru
dalam
mengembangkan
keterampilan
intelektual siswa dan faktor-faktor apa
yang
mempengaruhinya ?"
Rincian masalah pokok dalam penelitian
ini
meliputi: (1) Upaya
yang
dilakukan guru, baik
dalam
mempersiapkan pengajaran, melaksanakan proses
pembelajaran
dan melakukan penilaian hasil belajar siswa. (2) Keteram
pilan
intelektual yang dicapai siswa
sebagai
kapabilitas
hasil belajarnya. (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya
pengembangan keterampilan intelektual siswa.
Mengingat
luasnya permasalahan tentang
pengembangan
keterampilan
intelektual,
masalah
dalam
penelitian
ini
dibatasi hanya untuk pengajaran I1mu Listrik berdasarkan
kurikulum STM tahun 1994, sedangkan tempat
dilaksanakannya
10
C.Definisi Operasional. 1.Keterampi1 an inteIektua1.
Keterampilan intelektual dimaksudkan sebagai kemam
puan prosedural yang dimiliki siswa,untuk dapat
berinterak-si
dengan 1ingkungannya.
Dalam penelitian ini yang
dimak
sudkan adalah keterampilan intelektual berdasarkan teori
Gagne
(Gagne
et al.1992:54-66), yang. terdiri
dari
erapat
jenjang, yakni:
a.Diskriminasi, yaitu keterampilan untuk mengadakan
respon
berbeda
terhadap stimulus yang berbeda dalam
satu
atau
lebih
dimensi fisik. Misalnya merabedakan
sesuatu
objek
menurut bentuk, warna atau ukurannya.
b.Konsep konkrit dan konsep terdefinisi.
Konsep konkrit me
rupakan keterampilan untuk mengenal dan
mengidentifikasi
contoh-contoh, objek ataupun peristiwa, baik berdasarkan
sifat maupun berdasarkan konsep,
seperti konsep segitiga,
lingkaran
dan sebagainya. Konsep
terdefinisi
berkenaan
dengan
keterampilan
untuk mengemukakan
atau
mendemon
strasikan arti dari suatu objek, kejadian serta hubungan-hubungannya.
c.Kaidah-kaidah, merupakan kapabilitas internal yang membentuk tingkah laku dan mendemonstrasikan hubungan antara konsep-konsep dalam suatu kelas situasi. Misalnya setelah mempelajari formula R = p.l /A, siswa dapat
menggunakan formula tersebut dalam suatu peristiwa khusus
meskipun
terjadi
perobahan
pada
variabel-variabelnya,
11
d.Pemecahan
masalah,
yaitu
keterampilan
merailih
dan
•enggabungkan (menggunakan) aturan-aturan untuk
menyele-saikan
suatu permasalahan yang lebih
kompleks.
Jenjang
ini menuntut keterampilan memilih, mengembangkan dan
menggunakan
kaidah-kaidah
secara
tepat untuk
menyele-saikan permasalahan..
2.11mu Listrik.
llmu Listrik yang disebut juga dengan Teknik
Listrik
merupakan salah satu mata pel ajaran di STM yang berdasarkan
kurikulum
tahun
1994 termasuk dalam
komponen
pendidikan
dasar
profesi.
Mata
pelajaran ini
berisi
materi
dasar
kelistrikan
yang
menjadi landasan
pengembangan
keahlian
profesi.
Diajarkan pada kelas satu jurusan Listrik, selama
caturwulan
1,
11 dan III
masing-masing dengan
lima
jam
pelajaran setiap minggunya.
3.Upaya Guru.
Upaya guru dimaksudkan sebagai alttivitas yang
dilak-sanakan oleh guru untuk mengembangkan keterampilan intelek
tual
siswa
dalam nata pelajaran
llmu
Listrik.
Aktivitas
tersebut meliputi" tiga tahapan berikut.
a.Mempersiapkan
pengajaran, yaitu kegiatan yang
dilakukan
guru sebagai persiapan sebelum melaksanakan proses
bela-jar-mengajar,
baik tertulis maupun tidak. Kegiatan
yang
dilaksanakan di antaranya adalah menyusun program penga
jaran, menyusun rancangan pengajaran (meliputi: perumusan
tujuan
khusus
pengajaran, pemilihan
dan
pengembangan
12
aktivitas belajar-mengajar), menyusun diktat, menyiapkan
tugas-tugas
dan
catatan perkembangan
siswa.
Persiapan
lain
yang dilakukan guru adalah berkenaan
dengan
upaya
untuk menguasai bahan, metode dan media pengajaran.
b.Melaksanakan proses pembelajaran, yakni kegiatan yang di
lakukan guru dalam menciptakan interaksi belajar-mengajar
yang efektif, untuk mengembangkan keterampilan intelektual
siswa.
Kegiatan tersebut didasarkan kepada
teori
Gagne
(Gagne et a1,1992:190) yang meliputi kegiatan: (1)
raenga-rahkan
perhatian
siswa,
(2)
menumbuhkan
harapan
dan
raotivasi belajar, (3) merangsang ingatan tentang pengeta
huan relevan
sebelumnya,
(4) menyajikan
bahan
pela
jaran,
(5) memberi bimbingan belajar kepada
siswa,
(6)
memunculkan unjuk kerja siswa, (7) memberi penguatan, (8)
menilai
unjuk kerja dan pengayaan serta (9)
meningkatkan
kemampuan transfer belajar.
c.Melakukan penilaian, yakni
kegiatan guru dalam
melaksana-kan
penilaian hasil belajar
siswa. Dalam hal
ini
lebih
difokuskan
pada kemampuan guru dalam menyusun
instrumen
tes dan proses penilaian yang dilakukannya.
4.Interaksi Belajar-mengajar.
Interaksi belajar-mengajar merupakan aktivitas siswa
dengan
guru
dan siswa dengan siswa yang
terjalin
secara
efektif berdasarkan acuan tertentu. Acuan yang digunakan
ialah
kondisi
pembelajaran yang dikembangkan
oleh
Gagne
et al» (1992:235), dimana proses belajar-mengajar yang
siswa, dilakukan dalam beberapa fase belajar. Setiap fase belajar berisi aktivitas pembelajaran tertentu untuk menca pai suatu jenjang keterampilan yang tertentu pula. Dengan demikian aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan harus bersifat khusus, karena setiap jenjang keterampilan inte lektual yang ingin dicapai masing-masing menghendaki aktivitas pembelajaran yang tidak sama.
D.Pertanyaan Penelitian.
Dari rumusan dan rincian masalah di atas, pertanyaan
penelitian difokuskan kepada upaya apa yang dilakukan
guru
dalam mengembangkan keterampilan intelektual siswa. Secara
rinci,pertanyaan-pertanyaan itu dirumuskan sebagai berikut:
1.Kegiatan
apa
yang dilakukan
guru
dalam
mempersiapkan
pengajaran
untuk mengembangkan keterampilan
intelektual
siswa ?
2.Bagaimanakah peristiwa pembelajaran pada fase-fase
bela
jar
yang
sengaja
diciptakan oleh guru di kelas
untuk
• mengembangkan keterampilan intelektual siswa ?
3.Sejauh mana ketepatan penilaian hasil belajar siswa yang dilakukan oleh guru ?
4.Bagaimana kesesuaian antara persiapan mengajar dengan pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi hasil belajar yang dilakukan oleh guru ?
5-Sejauhmana keterampilan intelektual yang dicapai siswa
sebagai kapabilitas
hasil belajarnya dalam mata pelajar
an llmu Listrik ?
6.Faktor-faktor apa yang mempengaruhi upaya pengembangan
keterampilan intelektual siswa ?
/
-V2-*^
o
14
F.Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1.Tujuan Penelitian.
Penelitian ini bertujuan menemukan pola operasional
yang
efektif
untuk mengajarkan
keterampilan
intelektual
kepada
siswa. Untuk itu perlu diketahui
bagaimana
upaya
pembelajaran keterampilan intelektual
yang dilakukan
oleh
guru.
Dengan
demikian, ada beberapa kegiatan
yang
harus
dilakukan, yaitu:
a.Mengetahui kegiatan persiapan mengajar guru, baik
tertu-lis
maupun tidak, yang dimaksudkan untuk
mengembangkan
keterampilan intelektual siswa.
b.Mengungkap
bentuk-bentuk aktivitas belajar yang
sengaja
diciptakan
guru dalam proses belajai—mengajar di
kelas,
dalam upaya mengembangkan keterampilan intelektual siswa.
c.Mengetahui sampai sejauhmana ketepatan guru dalam melaku
kan evaluasi hasil belajar siswa.
d.Mengetahui kesesuaian antara apa yang telah
direncanakan
guru
dengan
yang
dapat
dilaksanakannya
dalam
proses
belajar-mengajar.
e.Mengetahui
kemampuan berpikir siswa, yaitu
keterampilan
intelektualnya dalam mata pelajaran llmu Listrik.
f.Memahami faktor-faktor yang mendukung dan menghambat
upaya pengembangan keterampilan intelektual siswa.
2.Manfaat Penelitian.
Dengan terlaksananya penelitian ini diharapkan
dapat
diperoleh
beberapa manfaat, baik manfaat
teoritis
maupun
15
a.Manfaat teoritis.
Penelitian ini diharapkan mampu mengungkap kekuatan I dan kelemahan teori Gagne,berkenaan dengan pengajaran keterampilan intelektual. Dengan demikian hasil peneli tian ini dapat memberi sumbangan pemikiran dalam melaku kan kajian terhadap teori-teori belajar, khususnya menyangkut pengembangan intelektual siswa.
b.Manfaat praktis.
Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah memberi masukan kepada berbagai pihak yang
terkait dengan upaya pengembangan keterampilan intelektu
al siswa. Secara lebih rinci, manfaat praktis tersebut
dapat dinyatakan sebagai berikut:
(1) Memberi umpan balik
kepada para
guru,khususnya yang membina mata-mata
pela
jaran dalam kelompok adaptif dan dasar profesi. (2) Bagi
kepala sekolah,
penelitian ini akan memberikan
informasi
penting
yang
dapat dijadikan
sebagai
bahan
supervisi
kepada
para guru,guna meningkatkan
mutu
pengajarannya.
(3) Bagi pengembang kurikulum, penelitian ini dapat memberi masukan sebagaj. bahan untuk melakukan perbaikan
dan
penyempurnaan
kurikulum.
(4)
Bagi
pihak
lembaga
penghasil
tenaga
kependidikan,
temuan
penelitian
ini
dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk
meningkatkan
B A B III
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
A.Metode Penelitian.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap upaya-upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengembangkan keteram pilan intelektual siswa. Upaya—upaya tersebut meliputi persiapan mengajar, pelaksanaan belajar-mengajar dan peni laian hasil belajar siswa. Selain itu, penelitian ini juga akan mengungkap apa dampak dari upaya yang dilakukan oleh guru terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa.
Untuk mengungkap permasalahan di atas diperlukan data-data yang bukan saja dapat menjawab pertanyaan "apa" tentang upaya guru, tetapi harus pula dapat menjawab perta
nyaan
"mengapa"
dan
"bagaimana"
upaya itu dilakukan.
Arti-nya, penelitian ini harus dapat menemukan jawaban tentang upaya yang dilakukan guru untuk mengembangkan keterampilan intelektual siswa, mengapa dan bagaimana guru melakukan upaya—upaya tersebut. Atas dasar itu maka penelitian ini
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Ada beberapa pertimbangan mengapa studi kasus diguna kan dalam penelitian ini, di antaranya adalah hakekat dari
pendekatan itu sendiri yang memfokuskan pada kajian secara
rinci dan mendalam. Sebagaimana dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen (1982:58), studi kasus mengkaji secara rinci
tentang suatu keadaan, subjek, penyimpanan dokumen atau suatu peristiwa tertentu. Sejalan dengan itu, Nana Sudjana
fc'V
dan R.Ibrahim (1989:69) menyatakan, studi kasus yang
mengisyaratkan
pada penelitian kualitatif,
pada
dasarnya
mempelajari
secara mendalam dan menyeluruh, artinya
meng
ungkap
semua
variabel yang menyebabkan
terjadinya
kasus
tersebut dari berbagai aspek yang mempengaruhinya. Tekanan
utama dalam studi kasus ini adalah apa yang dilakukan,
mengapa
hal
itu dilakukan dan bagaimana
tingkah
lakunya
dalam kondisi tersebut serta pengaruhnya terhadap lingkung
an. Selain itu metode ini lebih menekankan kepada proses
dari
pada
hasil,
sehingga tepat sekali
untuk
mengungkap
permasalahan penelitian ini.
Dengan
menggunakan studi kasus maka
data-data
yang
dikumpulkan
lebih
mengutamakan data
kualitatif
meskipun
tidak dapat
mengabaikan
data
kuantitatif. Data
kualita
tif
tersebut
sangat besar
manfaatnya
dalam
penelitian-penelitian
kependidikan.
Lebih Ianjut
Nana
Sudjana
dan
R.Ibrahim
(1989:208)
menyatakan,
data
kualitatif
dalam
bidang pendidikan sangat bermanfaat untuk menemukan hakekat
dan
makna
yang
terkandung dalam
prases
pendidikan
itu
sendiri. Bentuk-bentuk pertanyaan seperti bagaimana proses
pendidikan
itu berlangsung, bagaimana
perubahan-perubahan
terjadi
dalam
proses tersebut, bagaimana
interaksi
guru
dengan siswa dan siswa dengan
siswa dalam proses
pembela
jaran,
bagaimana sumber belajar digunakan
secara
optimal
dalam prases
pendidikan,
bagaimana
guru menangani
kesu-litan-kesulitan belajar siswa, dan pertanyaan-pertanyaan
70
menganalisis konsep pendidikan dan menemukan konsep-konsep lain yang terkandung di dalamnya.
Sebagai konsekuensi dari digunakannya studi kasus ini maka hasil penelitian bukan dimaksudkan untuk kepentingan generalisasi, akan tetapi cukup esensial dijadikan sebagai contoh atau bahan bandingan terhadap penelitian—penelitian dengan kasus sejenis lainnya.
B.Sumber Data.
Penelitian ini dilaksanakan di STM Negeri Kotamadya
Bandung yang menyelenggarakan jurusan Listrik. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah STM Negeri 2 dan STM Negeri 5. Waktu pelaksanaan penelitian adalah pada caturwulan pertama dan kedua tahun ajaran 1994/1995.
Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dipei— oleh dari beberapa sumber. Berkenaan dengan itu Spradley (dalam Sanapiah Faisal, 1990:57) menegaskan beberapa krite ria penting yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan sumber data atau subjek penelitian, di antaranya adalah:
(a) subjek sudah cukup lama dan intensif menyatu dalam
kegiatan atau bidang yang menjadi kajian penelitian, (b) subjek masih aktif atau terlibat penuh dengan kegiatan atau bidang tersebut dan (c) subjek memiliki waktu yang cukup untuk dimintai informasi. Berdasarkan kriteria di atas
7 1
dilaksanakan
dalam mempersiapkan pengajaran,
melaksanakan
pengajaran keterampilan intelektual,penilaian hasil belajar
siswa dan faktor-faktor yang mempengaruhi upaya-upaya
tersebut.
Kedua
responden utama
itu
dipandang
memiliki
kedudukan
yang sama dalam penelitian ini dan
antara
satu
dengan
lainnya
saling melengkapi dalam
upaya
memberikan
data atau informasi yang dibutuhkan.
Di
samping
guru sebagai sumber
data
utama,
dalam
penelitian ini juga
digunakan sumber data yang lain.
Dari
siswa
akan diperoleh informasi berkenaan dengan
aktivitas
belajar dan tingkat keterampilan intelektual yang
dicapai-nya
sebagai kapabilitas hasil belajar serta
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya. Dari kepala sekolah dapat
diperoleh
informasi
tentang
pelaksanaan
supervisi
kepada
para
guru
sedangkan dari wakil kepala sekolah bidang
kurikulum
dan
kepala instalasi dapat diperoleh
informasi
berkenaan
dengan
prioritas
pengembangan
tujuan
spesifik
setiap
mata
pelajaran.
Untuk
informasi
yang
berkenaan
dengan
perkembangan
siswa
dan
latar
belakang
sosialnya
dapat
diperoleh
lewat
guru BP dan dokumen-dokumen
yang
memuat
informasi tersebut.
C.Teknik Pengumpulan Data.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti memiliki
peran
yang
sangat besar dan rumit. Seperti dinyatakan oleh
Lexy
J.Moleong
(1988:103), kedudukan peneliti dalam
penelitian
kualitatif sangat rumit,
ia sekaligus merupakan
perencana,
pengumpul data, anal is, penafsir data dan pada akhirnya
ia
disebut
juga sebagai instrumen penelitian,
sebab
menjadi
segalanya dari keseluruhan proses penelitian itu.
Untuk
mengumpulkan data diperlukan
beberapa
teknik
atau
cara tertentu. Dalam penelitian ini data-data
dikum
pulkan
melalui
observasi, wawancara,
studi
dokumen
dan
melakukan tes hasil belajar siswa.
1.Observasi.
Observasi
merupakan
salah satu
teknik
yang
dapat
menghasilkan data lapangan secara lebih objektif. Guba
dan
Lincoln
(1981:191-193) memberikan beberapa alasan
mengapa
observasi
sangat diperlukan untuk mengumpulkan data
dalam
penelitian kualitatif, yaitu: (a) didasari oleh
pengalaman
langsung
di
lapangan, (b) dapat
mengamati
dan
mencatat
perilaku
dan kejadian sebagaimana adanya, (c) dapat
meng
ungkap
suatu peristiwa dengan segaia
keterkaitannya,
(d)
dapat mefltperkecil atau menghilangkan keraguan tentang
data
yang diperolehnya, (e) memungkinkan untuk memahami
situasi
yang rumit dan berbagai perilaku dalam suatu peristiwa yang
kompleks,
(f) dapat mengungkap suatu kasus
tertentu
yang
mungkin saja tidak dapat dilakukan dengan teknik lain.
Dari
pernyataan
Guba dan Lincoln di atas,
Lexy
J.
Moleong
(1988:108) menyimpulkan empat fungsi
pokok
pen-tingnya
melakukan observasi dalam
penelitian
kualitatif,
yaitu:
(a)
Mengoptimalkan kemampuan
peneliti
dari
segi
motif,perhatian, perilaku tak sadar dan kebiasaan. (b)
Me
mungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagai yang
arti fenomena berdasarkan pengertian subjek, menangkap
kehidupan budaya berdasarkan pandangan dan anutan para subjek saat itu. (c) Memungkinkan peneliti dapat merasakan
apa
yang dirasakan
dan
dihayati
subjek. (d)
Memungkin
kan pembentukan
pengetahuan berdasarkan apa yang diketahui
peneliti dan subjek penelitian.
Sejalan dengan pendapat di atas, Said Hamid Hasan
(1989: 131)
juga
menyatakan
pentingnya menggunakan obser
vasi
sebagai
teknik pengumpulan data
dalam
model
studi
kasus.
Posisi penting
ini
dikarenakan oleh
keterlibatan
langsung
pengumpul
data untuk
merekam
keadaan
lapangan
sebagaimana adanya.
Dalam
penelitian ini observasi dilakukan
untuk
me
ngumpulkan informasi tentang upaya guru baik dalam
memper-siapakn
pengajaran, melaksanakan proses
pembelajaran
dan
penilaian
hasil
belajar siswa. Di samping
itu
observasi
juga
dilakukan
untuk
mengumpulkan
informasi
tentang
aktivitas belajar siswa di luar kelas dan informasi ten tang kerja sama para guru bidang studi.
2.Wawancara.
Wawancara dimaksudkan untuk menemukan informasi
tentang sesuatu yang diketahui oleh seseorang atau
sekelom-pok
orang
yang menjadi sumber data
dalam
bentuk
lisan.
Dengan sifat komunikasi yang dua arah,
penggunaan wawancara
akan
memudahkan
orang yang
diwawancarai
untuk
memahami
Ada beberapa macam wawancara yang lazim dilakukan.
Patton (dalam Lexy J. Moleong,
1988:116)
membedakan
wawan
cara
dalam
tiga macam, yaitu
(1)
wawancara
pembicaraan
informal,
(b) wawancara dengan menggunakan
petunjuk
umum
dan (c) wawancara baku terbuka. Wawancara
informal berlang
sung
dalam situasi alamiah dan pertanyaan-pertanyaan
yang
diajukan sangat bergantung kepada spontanitas
pewawancara.
Pada wawancara yang menggunakan petunjuk umum, kerangka dan
garis besar mengenai pokok-pokok yang akan ditanyakan sudah
harus
disiapkan sebeiumnya oleh pewawancara.
Langkah
ini
dilakukan agar hal-hal yang ingin diketahui dapat
tercakup
seluruhpya. Kata-kata yang digunakan dan urutan
pertanyaan
tidak perlu direncanakan secara eksplisit,sebab disesuaikan
dengan
keadaan responden dalam konteks wawancara
sebenar-nya. Pada wawancara baku terbuka, urutan pertanyaan,
kata-kata yang digunakan dan cara penyajiannya disiapkan
secara
baku dan berlaku untuk semua responden yang diwawancarai.
Dalam
penelitian ini wawancara dengan petunjuk
umum
lebih
sering
dilakukan
di
samping
wawancara
informal.
Wawancara tersebut dilakukan kepada para guru, kepala/wakil
kepala sekolah dan juga kepada para siswa.
3.Studi Dokumen.
Studi dokumen dalam penelitian ini dilakukan untuk
menemukan
informasi
berkenaan dengan
kegiatan
belajar-mengajar.
Dokumen-dokumen
tersebut
di
antaranya
adalah
lembar
analisis
ketergantungan topik
berdasarkan
GBPP,
pembelajaran
(lembar
informasi,
lembar kerja,lembar
tugas
dan lembar penilaian), modul, buku paket, diktat dan Iain-lain. Selain itu dilakukan juga studi terhadap dokumen-dokumen lain yang memuat informasi tentang keadaan siswa,
seperti
daftar NEM, buku induk sekolah, catatan dari
guru
BP dan wali kelas mengenai perkembangan siswa.
4.Tes Hasil Belajar.
Tes hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini
disusun untuk menelusuri tingkat keterampilan intelektual
siswa
dalam mata pelajaran Ilmu Listrik. Untuk tujuan
itu
maka tes hasil belajar disusun dalam bentuk uraian. Hal ini
sesuai
dengan
pendapat
Nana
Sudjana
dan
R.Ibrahim
(1989:262)
yang
dinyatakan
sebagai
berikut:
"Soal-soal
bentuk uraian jika direncanakan dengan baik, sangat tepat
untuk
menilai proses
berpikir seseorang
serta
kemampuan
mengekspresikan buah pikirannya".
Soal-soal bentuk uraian terdiri dari dua macam, yaitu soal bentuk uraian terbatas (uraian objektif) dan uraian bebas (uraian non-objektif). Bentuk uraian terbatas menun
tut siswa memberikan jawaban secara terarah dan terikat
dengan
kriteria-kriteria pokok yang ditetapkan,
sedangkan
pada
soal
bentuk uraian bebas
siswa
dapat
mengutarakan
jawabannya secara lebih bebas menurut apa yang
diyakininya
sebagai jawaban benar terhadap soal-soal yang ditanyakan.
Tes
yang
digunakan dalam penelitian
ini
berbentuk
uraian
terbatas. Penyusunan item soal dikembangkan
sesuai
intelektual yang ingin dicapai. Untuk mendapatkan instrumen
yang baik maka perlu dilakukan pengujian yang dalam hal ini
mencakup uji validitas dan tingkat kesukaran.
Uji
validi
tas
(menggunakan validitas konten)
dan tingkat
kesukaran
dilakukan
dengan judgment tiga orang ahli.
Proporsi
item
tes tersebut disajikan pada tabel berikut ini.
TABEL 2
KISI-KISI TES KETERAMPILAN INTELEKTUAL SISWA
DALAM MATA PELAJARAN ILMU LISTRIK
UNTUK CATURWULAN PERTAMA
Pokok Bahasan
Butir Soal
No.Soal TK Jenjang Jumlah
1.Sumber Listrik arus 1 Md Dm
searah. 2 Md Kk 4
4 Sd Kd
10 Sd Pm
2.Rangkaian arus searah. 3 Sd Dm
6 Sd Kk 4
7 Sd Kd
9 Sk Pm
3.Elektrostatika. 5 Md Dm
8 Md Kk 4
11 Sd Kd
12 Sk Pm
J u m 1 a h S o a 1 12
Keterangan: Tinokat Kesukaran
Md - mudah Sd = sedang
Sk = sukar
Jenjano Intelektual Dm = diskriminasi Kk = konsep-konsep
Kd = kaidah
Pm = pemecahan masalah
Penelusuran
tingkat
keterampilan
intelektual
siswa
dalam
penelitian
ini
dilakukan terhadap 18
orang
siswa
seperti
aktivitas
belajar di kelas, juml«h NEM
SMP
yang
diperoleh, sekolah asal dan latar belakang keluarga siswa.
D.Kredibiiitas Data.
Untuk mendapatkan data yang dapat di«'«rcaya
keabsah-annya,
terutama yang diperoleh lewat obsoivasi,
wawancara
dan
studi
dokumen, diperlukan suatu
tel^nik
pemeriksaan.
Salah
satu teknik yang digunakan adalah »«meriksa
derajat
kepercayaan atau kredibilitasnya. Lexy J.Moleong
(1988:149-159)
menyatakan, kredibilitas data dapat diperiksa
dengan
beberapa
cara
yaitu dengan
melakukan:
<*>
perpanjangan
waktu
keikutsertaan,
(b>
pengamatan
s»'-*ra
tekun,
(c)
trianguiasi,
(d) pemeriksaan data melalui
diskusi
dengan
rekan
sejawat,
(e)
analisis kasus
negatif,
(f)
kajian
referensi yang cukup, (g) memberi kesempatan kepada anggota
untuk
memeriksa
data,
(h) uraian secara
rinci
dan
(i)
auditing.
Dalam penelitian ini upaya meningkatvan
kredibilitas
data
dilakukan
dengan
cara
seperti
b*" ikut:
1.Memperpanjang waktu keikutsertaan.
Usaha
peneliti dalam memperpanjang waktu
keikutser
taan
dengan responden atau sumber data arJ-lah dengan
cara
meningkatkan
frekuensi
pertemuan
dan
.wmggunakan
waktu
eeefisien
mungkin. Jika guru dalam satu h-ri itu
melaksa
nakan
pengajaran
pada lebih dari
satu
Kelas,
peneliti
tetap
melakukan
pengamatan
terhadap
k^iatan pengajaran
di semua kelas tersebut.
2.Melakukan pengamatan secara tekun.
Pengamatan secara tekun dilaksanakan untuk menemukan
ciri-ciri atau unsur
spesifik yang relevan dengan
situasi
yang
diteliti.
Ketekunan ini akan
menjadikan
pengamatan
berhasil mengungkap informasi yang
lebih mendalam
terhadap
permasalahan penelitian.
3«Triangulasi.
Triangulasi merupakan suatu teknik pemeriksaan keab-sahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Lexy J.Moleong, 1988:151). Triangu lasi dalam penelitian ini dilakukan dalam dua cara, yaitu mengumpulkan suatu data dari beberapa sumber yang berbeda, dan mengumpulkan data dari sumber yang sama tetapi dengan menggunakan beberapa metode yang berbeda. Menganalisis
data-data yang diperoleh dari kedua cara tersebut dimaksud kan untuk menemukan informasi yang lebih absah.
4.Mengupayakan referensi yang cukup.
Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan keabsahan
informasi yang dibutuhkan, dengan menggunakan dukungan bahan referensi secukupnya, seperti hasil rekaman wawanca ra, catatan pengamatan, hasil foto dan bahan—bahan dokumen— tasi lainnya.
5.Melakukan membercheck.
Sebagaimana halnya dengan cara pemeriksaan data yang
diinterpretasikan untuk selanjutnya dikonfirmasikan kembali kepada responden sebagai sumber data.
E.Tahap—tahap Penelitian.
Pelaksanaan suatu penelitian senantiasa dilakukan
dalam beberapa tahap yang antara satu dengan lainnya memi
liki
kaitan
erat.
Dengan merujuk
kepada
pendapat
Lexy
J.Moleong (1988:72-93) maka penelitian ini dilaksanakan
dalam tiga tahap, yaitu tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan serta tahap analisis data dan pelaporan.
1.Tahap pra-lapangan.
Tahap pra-lapangan yang merupakan tahap pertama dari
pelaksanaan
penelitian ini meliputi kegiatan survel
awal,
penyusunan rancangan penelitian dan mengurus perizinan.
a.Survel awal.
Kegiatan survel awal ini dilaksanakan di beberapa STM negeri dan swasta yang ada di kotamadya Bandung. Dari beberapa masalah yang diperoleh melalui survel tersebut,
peneliti tertarik dengan masalah pengembangan intelektual
yang pada saat ini sangat dituntut untuk ditingkatkan.
Hal itu dimaksudkan untuk dapat menghasilkan lulusan STM
yang memiliki kemampuan adaptabilitas tinggi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan kepada masalah
upaya guru dalam mengembangkan keteram-piIan intelektu
b'<j
b.Menyusun rancangan penelitian.
Penyusunan rancangan penelitian ini didasari oleh hasil survel pendahuluan yang telah dilaksanakan
sebelum-nya. Pada tahap ini ditentukan fokus dan rincian masalah,
subjek penelitian, metode yang digunakan, alat dan teknik
pengumpuian data, acuan analisis data dan kajian
teori-tis
berkenaan dengan permasalahan yang
diangkat.
Semua
itu dirangkum dalam bentuk suatu rancangan penelitian yang selanjutnya dijadikan sebagai acuan pokok untuk
melaksanakan penelitian ini.
c.Mengurus perizinan.
Penelitian ini dilaksanakan atas izin dari pihak-pihak yang berwenang sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Didasari oleh surat Direktur Program Pascasarjana (u.b
Kasubbag Tata Usaha) tertanggal 20 Mei 1994 dengan
nomor:347/PT.25.PPS.l/N/1994, Pembantu Rektor I atas nama Rektor IKIP Bandung, mengeluarkan surat permohonan izin penelitian dengan nomor:2894/PT.25.Hl/N/1994 tertanggal 27 Mei 1994. Surat itu ditujukan kepada Kepala Direktorat
Sosial Politik Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Selanjutnya Kepala Direktorat Sosial Politik menge luarkan surat dengan nomor: 070.1/2048, tertanggal 15 Juni 1994 yang ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Jawa Barat, berkenaan dengan masalah perizinan penelitian tersebut.
81
tertanggal 27 Juni 1994 dengan nomor: 482/102.5/N/1994 maka Kepala Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Jawa Barat
mengeluarkan
surat
izin
penelitian
dengan
nomor:
1914/502/N/1994 tertanggal 11 Juni 1994. Dengan dasar surat izin tersebut, selanjutnya peneliti dapat menuju ke lokasi untuk melaksanakan penelitian secara resmi.
2.Tahap Pekerjaan Lapangan.
Tahap ini mencakup dua kegiatan pokok, yaitu memahami latar penelitian dan persiapan diri, serta pengumpulan data dan analisis di lapangan.
a.Memahami latar penelitian dan persiapan diri.
Langkah pertama yang dilakukan pada tahap ini adalah menemui kepala sekolah, yaitu untuk menyampaikan maksud kedatangan peniliti. Langkah berikutnya menghu-bungi wakil kepala bidang kurikulum, kepala instalasi, guru BP dan guru bidang studi Ilmu Listrik yang merupa
kan sumber data utama.
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, yang pertama adalah memahami struktur organisasi sekolah dan personil yang mengemban tugas-tugas tersebut. Kemudian mengumpulkan informasi berkenaan dengan budaya kerja yang berlaku di sekolah tersebut. Selanjutnya bersama-sama dengan responden utama, peneliti menentu kan waktu, metode dan hal-hal lain berkenaan dengan masalah pengumpulan data. Kepada para responden, peneliti menjelaskan bahwa kehadiran di sekolah ini adalah untuk
62
pengajaran
yang dilaksanakannya. Langkah
ini
dilakukan
untuk menghindari timbulnya hal-hal yang dapat menghambat
upaya pengumpulan informasi.
b.Pengumpulan data dan analisis di lapangan.
Pada
tahap
ini
peneliti
mengumpulkan
data-data
berkenaan
dengan
permasalahan yang ingin
digali,
oleh
sebab itu pegamatan, wawancara dan studi dokumen lebih
difokuskan kepada masalah—masalah pokok penelitian.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
saat
melakukan
pengumpulan dan pencatatan data
di
lapangan.
Dengan
merujuk
kepada pendapat Bogdan (dalam
Lexy
J.
Moleong,1988:86),
pencatatan data dalam
penelitian
ini
dilaksanakan
dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
(1)
membuat
catatan secepatnya setelah data
yang
diperoleh
cukup jelas, tanpa menunda waktu atau menunggu
terkumpul-nya data yang lebih baterkumpul-nyak, (2) melakukan pencatatan data
secepatnya tanpa terlebih dahuiu mendiskusikannya
dengan
orang lain, (3) menyediakan waktu khusus untuk mencatat
kembali
data-data
yang
diperoleh
dari
lapangan,
(4)
mencatat data dengan mengikuti alur peristiwa dan struk
tur
organisasinya,
(5) menyediakan
tempat
atau
kolom
khusus
pada setiap
lembar pencatatan data untuk
memung
kinkan
mencatat kembali data-data yang
tertinggal
atau
terlewatkan pada saat itu.
Data-data
yang
berhasil
dikumpulkan
selanjutnya
dianalisis
apakah
sudah
mengarah
kepada
acuan
atau
masalah
yang
ingin diungkap atau
belum.
Kegiatan
ini
berada di latar penelitian, sehingga dapat memberi arah untuk menggali data secara lebih mendalam.
3.Tahap Analisis Data.
Tahap analisis data merupakan tahap dimana peneliti melakukan pengurutan dan pengorganisasian data ke dalam kelompok atau satuan—satuan dasarnya. Sebagaimana dinyata kan oleh Patton (dalam Lexy J.Moleong,1988:88), analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasi— kannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan dasarnya. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti dalam memberi arti, menelusuri pola urutan dan mencari kaitan antara
dimensi—dimensi uraian data.
Dalam melakukan analisis data juga dilakukan reduksi terhadap data tersebut. Miles dan Huberman (1992:16) menya takan, reduksi data bukanlah hal yang terpisah dari analisis. Ia merupakan bagian dari analisis, yakni suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarah kan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan kesimpulannya. Dalam hal ini analisis dilakukan terhadap data-data yang
diperoleh berkenaan dengan latar belakang guru, latar belakang siswa, persiapan mengajar yang dilaklukan guru, pelaksanaan pengajaran dan interaksi belajar dari siswa,
penilaian
hasil
belajar,
kesesuaian
antara
persiapan
dengan
pelaksanaan
pengajaran
dan
penilaian
hasil
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.Kesimpulan.
Berdasarkan
analisis
dan pembahasan
seperti
telah
dikemukakan
pada bab IV, maka hasil penelitian
ini
dapat
disirapulkan sebagai berikut.
1.Upaya pengembangan keterampilan intelektual siswa.
Upaya guru dalam mengembangkan keterampilan
intelek
tual siswa, secara prosedural sudah sesuai dengan apa
yang
dituntut
oleh kurikulum dan aturan-aturan yang
ditetapkan
sekolah. Meskipun demikian, apabila dilihat dari sisi
intensitasnya, apa yang telah dilaksanakan guru
sebenarnya
belum
dapat memenuhi tuntutan
sebagaimana
dipersyaratkan
pada kondisi
pembelajaran yang difokuskan pada pengembangan
keterampilan intelektual
(penalaran)
siswa.
Hal
ini
dapat
diketahui dari temuan-temuan penelitian seperti dikemukakan beri kut ini.
Dalam mempersiapkan pengajaran.
Program
pengajaran
yang disusun
oleh
guru
dengan
menggunakan
pola
matrik,
kurang
raemperhitungkan
adanya
kendala-kendala yang dapat muncul
dalam pelaksanaan
penga
jaran. Misalnya saja pengalokasian jam belajar yang terlalu
ketat tanpa menyediakan waktu cadangan yang cukup sebagai pengganti proses be Iajar-mengajar yang tidak dilaksanakan sesuai jadwal karena adanya kegiatan-kegiatan tertentu.
175
Program pengajaran yang disusun guru sangat riskan
sekali,
sebab
ketidaktepatan waktu penyajian
materi
dalam
suatu
pokok/subpokok
bahasan akan menimbulkan dampak yang
tidak
baik
pada
penyajian materi berikutnya.
Hal
inilah
yang
menjadi penyebab utama gagalnya guru untuk mencapai
target
pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Selain
program
pengajaran
yang
terlalu
ketat,
peristiwa-peristiwa pembelajaran yang direncanakan
seperti
tertuang
dalam
rancangan (satuan)
pelajaran,
cenderung
hanya
untuk
mencapai tujuan
pada
jenjang
diskriminasi,
konsep-konsep
dan kaidah saja, padahal tujuan
yang
ingin
dicapai seperti telah dirumuskan dalam tujuan khusus penga
jaran
mencakup semua jenjang, baik
diskriminasi,
konsep-konsep,
kaidah
maupun jenjang pemecahan masalah. Demikian
juga dengan materi yang dikembangkan guru. Materi pelajaran
yang
disiapkan
lebih tertumpu pada jenjang
diskriminasi
dan konsep-konsep saja.
Melaksanakan pengajaran.
Proses belajar-mengajar yang dilaksanakan guru sesuai
dengan
rancangan
yang telah
disiapkan
sebelumnya,
baik
berkenaan
dengan
langkah-langkah (fase)
belajar,
materi
yang disajikan dan teknik-teknik reduksi penyelesaian soal,
penggunaan
metode mengajar dan alat bantu
yang
digunakan
serta
upaya untuk memotivasi. dan
meningkatkan
aktivitas
belajar siswa. Namun demikian, ada beberapa hal pokok
yang
sebenarnya
belum dapat terpenuhi melalui
proses
176
mengacu kepada tujuan khusus yang ingin dicapai, dan
peng
gunaan
jam belajar
yang
tidak
konsisten
dengan
alokasi
waktu yang telah ditetapkan.
Sebagaimana
telah
dirumuskan
dalam
tujuan
khusus
pengajaran,
bahwa
keterampilan
intelektual
yang
ingin
dicapai meliputi semua jenjang, baik diskriminasi,
konsep-konsep, kaidah maupun pemecahan masalah, akan tetapi proses
pembelajaran yang dilaksanakan hanya tertumpu pada
aktivi
tas belajar untuk mencapai jenjang diskriminasi dan
konsep-konsep saja. Meskipun lingkup materi pelajaran sudah
dapat
terpenuhi,
namun
kedalamannya jauh lebih
sederhana
dari
materi
yang
seharusnya diberikan, sesuai
dengan
jenjang
keterampilan intelektual
yang ingin dicapai.
Demikian
juga dengan penggunaan jam belajar.
Karena
proses belajar-mengajar yang dilaksanakan sangat bergantung
pada
kondisi kelas, maka jam belajar yang
digunakan
juga
tidak
lagi mengacu kepada alokasi waktu yang telah
dite
tapkan
sebelumnya. Oleh karena itu dapat
dikatakan
bahwa
kondisi
pembelajaran
yang dilaksanakan
belum
sepenuhnya
mengacu pada tujuan khusus pengajaran yang
ingin dicapai.
Melaksanakan penilaian.
Di
dalam
mengembangkan
instrumen
penilaian
hasil
belajar
siswa,
guru
lebih mengacu kepada
proses
belajar-menga jar yang telah dilaksanakan. Dalam hal ini tidak
semua
tujuan
khusus pengajaran yang ingin
dicapai
dapat
diungkap
melalui
tes hasil
belajar
yang
dikembangkan
oleh
guru,
bahkan
alokasi
waktu
yang
disediakan
untuk
177
kurang
sesuai apabila dibandingkan dengan jumlah
soal
dan
tingkat kesukarannya.
Selain kelemahan dalam mengembangkan tes hasil
bela
jar siswa, guru juga mengabaikan fungsi formatif dari
penilaian
yang telah dilaksanakannya.
Ini dapat
diketahui
dari
tidak
adanya upaya guru untuk
memberikan
perlakuan
tertentu,
berdasarkan hasil
evaluasi yang telah
dilaksana
kannya. Karena itu dapat dikatakan bahwa penilaian hasil
belajar yang dilakukan guru lebih dimaksudkan untuk
kepen
tingan
administrasi
atau laporan,
akibatnya
pelaksanaan
penilaian itu sendiri menjadi berkurang maknanya.
2.Hasil belajar siswa.
Keterampilan intelektual
siswa yang merupakan kapabi
litas hasil belajarnya cenderung hanya sampai
pada
jenjang
diskriminasi
dan
konsep-konsep
saja,
sedangkan
jenjang
kaidah dapat dikatakan belum berhasil dicapai dengan baik,
apa
lagi pada jenjang pemecahan masalah. Penyebab
utamanya
adalah proses belajar-mengajar yang tidak dikondistkan secara khusus untuk mencapai tujuan pada semua jenjang. Dengan tidak dikondisikannya proses pembelajaran untuk
mencapai jenjang pemecahan masalah, maka wajar jika hasil
belajar siswa tidak dapat mencapai jenjang tersebut.
3.Faktor-faktor yang mempengaruhi.
Ada empat faktor yang sangat mempengaruhi upaya guru dalam melaksanakan pengajaran, yaitu motif bekerja, kemam
178
Motif bekerja merupakan faktor paling menentukan kualitas dari upaya pengajaran yang dilakukan guru. Baik GX-A maupun GX-B keduanya memiliki motif bekerja yang tinggi. Para guru memandang aktivitas pengajaran yang
dilaksanakannya bukan sebagai beban, tetapi sebagai tugas dan tanggung jawab yang dilaksanakan dengan penuh dedikasi dan memberikan kepuasan batin. Keinginan memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada siswa untuk kepentingan hari depan— nya, merupakan motif utama guru untuk senantiasa berupaya melaksanakan pengajaran dengan sebaik-baiknya.
Kemampuan mengajar juga merupakan faktor penting yang menentukan berhasil atau tidaknya pengajaran yang dilakukan
oleh guru. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan menguasai
bahan dan kemampuan dalam menyajikannya. Kemampuan dalam menguasai bahan tidak terbatas hanya menguasai konsep-konsep pokok materi yang akan disajikan, akan tetapi lebih dari itu, yakni memiliki wawasan yang luas tentang materi yang akan diajarkan sehingga dapat memberi penje— lasan dan i1ustrasi—i1ustrasi secara tepat dan lebih luas.
Selain itu, kemampuan menguasai bahan juga mencakup kemam puan dalam mengorganisasikan konten pengajaran, baik berke naan dengan lingkup materi dan perentetannya, pengalokasian
jam belajar yang tepat maupun mengkoordinasikannya dengan mata-mata pelajaran lain.
179
sebagainya.
Berkenaan dengan
itu, pada dasarnya guru
cukup
memahami tentang upaya yang harus dilaksanakan dalam proses belajar-mengajar yang ditekankan untuk mengembangkan
keterampilan intelektual siswa. Dengan bekal pendidikan formal dan pengalaman mengajar yang dimiliki, pengajaran
yang selama ini dilaksanakan guru untuk mengembangkan
penalaran siswa pada prinsipnya tidak berbeda dengan pengajaran keterampilan intelektual seperti dikemukakan
oleh Gagne et al.(1992).
Penyebab utama tidak dapat dilaksanakannya proses belajai—mengajar sesuai dengan kondisi pembelajaran yang seharusnya adalah terbatasnya jam belajar yang tersedia, sedangkan materi pelajaran cukup sarat dan