ABSTRAK
KARAKTERISTIK PENDERITA DAN PENGARUH PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) TERHADAP KETUNTASAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS PARU DI KLINIK DOTS RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG PERIODE JANUARI 2014 – DESEMBER 2014 Chaya Ducinta Ananta, 2015 Pembimbing I : Sri Nadya S., dr., M.Kes.
Pembimbing II: Cindra Paskaria, dr., MKM.
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis sebagai basil tuberkel (‘tubercle bacillus’) merupakan salah satu dari sekitar tiga puluh genus Mycobacterium. Sebagian besar kuman, lebih dari 80%, Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil mengenai organ tubuh lain. Tuberkulosis (TB) di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan serius karena menjadi penyebab kematian utama dari golongan penyakit infeksi.
Sebagian besar penderita TB adalah usia produktif, kisaran usia 26 sampai dengan 35 tahun. Untuk mengatasi penyebaran penyakit TB, WHO merekomendasikan program DOTS (Directly Observed Treatment Short-course).
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode observasional analitik dengan menggunakan data rekam medis klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pengetahuan tentang tuberkulosis paru serta ketuntasan pengobatan dengan adanya pengawas menelan obat (PMO). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa penderita TB paru tahun 2014 terbanyak berusia 26 sampai dengan 35 tahun (25,2%), berjenis kelamin laki-laki (52,1%), mempunyai parut BCG meragukan (67,6%), tidak memiliki PMO (59,6%), tidak dilakukan pemeriksaan dahak pada bulan 0 (awal) (68,7%), dan tidak dilakukan pemeriksaan dahak pada bulan dua (79,8%). Jumlah penderita TB paru tahun 2014 di klinik DOTS RS Immanuel Bandung adalah sebanyak 361 orang.
Dari penelitian yang dilakukan tidak terlihat hubungan yang signifikan antara keberadaan PMO dan ketuntasan pengobatan pasien TB paru. Oleh karena itu, PMO tidak mempengaruhi kelangsungan pasien minum obat secara tuntas.
ABSTRACT
CHARACTERISTIC OF THE PATIENT AND THE IMPACT OF SUPERVISION OF MEDICATION INGESTION (PMO) ON THE
COMPLETENESS OF TREATMENT OF THE PULMONARY TUBERCULOSIS IN DOTS CLINIC FROM IMMANUEL HOSPITAL
BANDUNG PERIOD JANUARY 2014 – DESEMBER 2014
Chaya Ducinta Ananta, 2015 1st Tutor : Sri Nadya Saanin, dr., M.Kes. 2nd Tutor : Cindra Paskaria, dr., MKM.
Tuberculosis is an infectious disease caused by mycobacterium tuberculosis bacillus. Mycobacterium tuberculosis as the tubercle bacillus (tubercle bacillus) is one of about thirty Mycobacterium genus. Most germs more than 80% Mycobacterium tuberculosis invades the lungs and a small part of the body's other organs.
Tuberculosis (TB) in Indonesia is still a serious health problem because it is considered as the cause of death from infectious disease group. Most of TB’s patients are from productive age ranging from 26—35 years old. To overcome the spread of TB, WHO recommends DOTS program (Directly Observed Treatment Short-course).
The research applies an observational study analitic by using medical records of DOTS clinics from Immanuel Hospital Bandung. The result of this research can be used as an input to the knowledge of pulmonary tuberculosis and completeness of treatment with supervision of medication ingestion (PMO).
The research finds that patients with pulmonary tuberculosis by 2014 are mostly from 26 to 35 years old (25.2%), male patients (52.1%) , having dubious BCG scar (67.6%), not having PMO (59.6%), no sputum examination in 0 month (initial) (68.7%), and no sputum examination in the second month (79.8%). The number of pulmonary tuberculosis in 2014 at DOTS clinic in Immanuel hospital Bandung are 361 patients.
The result of the research reveals that there is no significant correlation between PMO and completeness of treatment of the pulmonary tuberculosis patients. In conclusion, PMO does not affect the survival of patients taking medicine completely.
DAFTAR ISI
JUDUL...i
LEMBAR PERSETUJUAN... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 3
1.3 Maksud dan Tujuan ... 4
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 4
1.4.1 Manfaat Akademis ... 4
1.4.2 Manfaat Praktis ... .4
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... ..4
1.5.1. Kerangka Pemikiran...4
1.5.2. Hipotesis Penelitian...5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Tuberkulosis ... 6
2.1.1 Definisi... 6
2.1.2 Cara Penularan ... 7
2.1.3 Gejala-gejala Tuberkulosis ... 8
2.1.4 Diagnosis Tuberkulosis... 8
2.1.5. Pengobatan Tuberkulosis...9
2.1.5.1. Isoniazid (H)...10
2.1.5.2. Rifampisin (R)...10
2.1.5.3. Pirazinamid (Z)...11
2.1.5.4. Streptomisin (S)...11
2.1.6. Panduan OAT di Indonesia...12
2.1.7. Evaluasi Pengobatan...13
2.2. Program DOTS di Indonesia ... 14
2.3. Pengawas Minum Obat (PMO) ... 16
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 18
3.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 18
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18
3.2.1 Tempat Penelitian ... 18
3.2.2 Waktu Penelitian ... 18
3.3 Prosedur Penelitian ... 18
3.4 Rancangan Penelitian ... 19
3.5 Prosedur Penarikan Sampel ... 19
3.6 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ... 19
3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 20
3.8. Definisi Operasional...20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21
4.1 Pengumpulan Data... 21
4.2 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Usia ... 21
4.3 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Jenis Kelamin ... 22
4.4 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Pemeriksaan Dahak Pada Bulan 0 (awal) dan Bulan 2... 23
4.5 Gambaran Pengawas Menelan Obat (PMO) Pada Pasien Tuberkulosis Paru...25
4.6 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan...26
4.7 Hubungan Antara Adanya Pengawas Menelan Obat (PMO) dan Kelengkapan Pengobatan Pasien Tuberkulosis Paru...26
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 28
5.1 Simpulan ... 28
5.2 Saran ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
LAMPIRAN ... 34
DAFTAR TABEL
4.1 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Usia di Klinik DOTS Rumah
Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember 2014...21
4.21 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Jenis Kelamin di Klinik DOTS
Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember 2014...22
4.32 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Pemeriksaan Dahak Pada Bulan 0 (awal) di Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember2014...23 4.43 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Pemeriksaan Dahak Pada Bulan
2 di Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember 2014...24 4.54 Gambaran Pengawas Menelan Obat (PMO) Pada Pasien Tuberkulosis Paru
di Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember 2014...25 4.65 Gambaran Tuberkulosis Paru Berdasarkan Hasil Akhir Pengobatan di
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru-paru. TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum
masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru
terjadi dalam 2 abad terakhir (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Tuberkulosis sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi
DOTS telah diterapkan di banyak negara sejak tahun 1995. Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 1992 tuberkulosis
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit
saluran pernapasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan
penyakit infeksi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000). Tahun 2009,
1,7 juta orang meninggal karena TB (600.000 diantaranya perempuan) sementara
ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya perempuan). Sepertiga dari
populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB
adalah usia produktif (15-55 tahun) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2011).
Dalam laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus
tuberkulosis pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah
pasien tuberkulosis dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada
di wilayah Afrika. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang
menderita TBMDR dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia. Meskipun
kasus dan kematian karena tuberkulosis sebagian besar terjadi pada pria tetapi
angka kesakitan dan kematian wanita akibat tuberkulosis juga sangat tinggi.
kematian karena tuberkulosis mencapai 410.000 kasus termasuk diantaranya
adalah 160.000 orang wanita dengan HIV positif. Separuh dari orang dengan HIV
positif yang meninggal karena tuberkulosis pada tahun 2012 adalah wanita. Pada
tahun 2012 diperkirakan proporsi kasus tuberkulosis anak diantara seluruh kasus
tuberkulosis secara global mencapai 6% (530.000 pasien tuberkulosis
anak/tahun). Sedangkan kematian anak (dengan status HIV negatif) yang
menderita TB mencapai 74.000 kematian/tahun, atau sekitar 8% dari total
kematian yang disebabkan tuberkulosis. Peningkatan angka insidensi tuberkulosis
secara global telah berhasil dihentikan dan telah menunjukkan tren penurunan
(turun 2% per tahun pada tahun 2012), angka kematian juga sudah berhasil
diturunkan 45% bila dibandingkan dengan tahun 1990 (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).
Pada tahun 2008 Indonesia berada di peringkat ke lima dunia penderita
tuberkulosis terbanyak setelah India, China, Afrika Selatan, dan Nigeria.
Indonesia turun peringkat dibandingkan dengan tahun 2007 yang menempati
peringkat ke tiga kasus tuberkulosis terbanyak setelah India dan China. (WHO,
2010)Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus tuberkulosis
baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Pada tahun 2006, kasus baru di
Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang
berada dalam usia produktif (15–55 tahun). Angka kematian karena infeksi TB
berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun.
(Sub Direktorat TB Departemen Kesehatan RI dan World Health Organization
(WHO), 2008) Angka prevalensi tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2009
adalah 100 per 100.000 penduduk dan tuberkulosis terjadi pada lebih dari 70%
usia produktif (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Setiap orang dengan penyakit tuberkulosis paru aktif akan menulari rata-rata
antara 10 dan 15 orang setiap tahun (WHO, 2010). Pada tahun 2006 WHO
merekomendasikan suatu strategi untuk menekan angka kejadian kasus
tuberkulosis di dunia, yaitu strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Short-course). DOTS adalah suatu program pengobatan jangka pendek yang standar
tatalaksana kasus yang tepat (WHO, 2010).Namun, di beberapa negara, termasuk
Indonesia, upaya pemberantasan TB masih berlangsung lamban. Hambatannya
antara lain letak geografis wilayah Indonesia yang terpencar-pencar, kurang
penerangan, kurang teraturnya pengobatan, dan lain-lain. Bahkan, di
negara-negara berpenghasilan rendah, proyek ini masih tertunda. Padahal pengobatan
penyakit TB tidak boleh setengah-setengah, harus rutin, berturut-turut sampai
tuntas dan memakan waktu paling sedikit enam bulan. Sesuai dengan strategi
DOTS, setiap penderita yang baru ditemukan dan mendapatkan pengobatan harus
diawasi menelan obatnya setiap hari agar terjamin kesembuhan, tercegah dari
kekebalan obat atau resistensi (WHO, 1998). Pengawas Menelan Obat (PMO)
adalah seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
penderita (Idris, 2004).
Mempertimbangkan data epidemiologi tersebut dan efek pengawas menelan
obat terhadap ketuntasan pengobatan tuberkulosis paru peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian bagaimana karakteristik penderita dan pengaruh pengawas
menelan obat terhadap ketuntasan pengobatan tuberkulosis paru di klinik DOTS
Rumah Sakit Immanuel Bandung tahun 2014.
1.2 Identifikasi Masalah
- Bagaimana gambaran karakteristik pasien tuberkulosis paru di klinik DOTS
Rumah Sakit Immanuel Bandung berdasarkan usia, jenis kelamin, dan
pemeriksaan BTA dahak.
- Bagaimana hubungan antara keberadaan pengawas menelan obat (PMO)
dengan ketuntasan pengobatan tuberkulosis paru di Klinik DOTS Rumah Sakit
1.3 Maksud dan Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana karakteristik penderita dan hubungan antara
pengawas menelan obat (PMO) dengan ketuntasan pengobatan pada tuberkulosis
paru di klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung.
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah
1.4.1 Manfaat Akademik
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan pengetahuan tentang kejadian
tuberkulosis paru serta ketuntasan pengobatan dengan adanya pengawas menelan
obat (PMO) dan memberikan gambaran serta informasi bagi penelitian
selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada klinik DOTS
Rumah Sakit Immanuel Bandung, guna meningkatkan mutu pelayanan penderita
tuberkulosis paru untuk meningkatkan angka kesembuhan pengobatan. Selain itu,
hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk penyuluhan kepada
masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru.
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff & Mukty, 2008). Seseorang yang
menderita tuberkulosis paru mempunyai karakteristik berusia produktif (15 -55
Indonesia, 2011). Sesuai dengan strategi DOTS, setiap penderita yang baru
ditemukan dan mendapatkan pengobatan harus diawasi menelan obatnya setiap
hari agar terjamin kesembuhan, tercegah dari kekebalan obat atau resistensi
(WHO, 1998). Pengawas menelan obat (PMO) adalah seseorang yang ditunjuk
dan dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita tuberkulosis dalam
meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,
tetangga, kader atau tokoh masyarakat atau petugas kesehatan. PMO merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk menjamin kepatuhan penderita untuk minum obat
sesuai dengan dosis dan jadwal seperti yang telah ditetapkan (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Keberhasilan PMO dalam menjalankan
tugasnya dapat diukur melalui hasil pemeriksaan konversi setelah menjalankan
masa pengobatan intensif (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Kholifatul Ma’arif Zainul Firdaus di
wilayah kerja Puskesmas Baki Sukoharjo tahun 2012 juga mendapatkan hasil
bahwa terdapat pengaruh peranan PMO terhadap keberhasilan pengobatan
penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Baki Sukoharjo. Dalam
penelitiannya dituliskan bahwa tabulasi silang pengaruh peranan PMO dengan
keberhasilan pengobatan penderita tuberkulosis paru menunjukkan bahwa
kecenderungan semakin baik peran PMO maka keberhasilan pengobatan semakin
meningkat dan sebaliknya jika semakin buruk peran PMO maka keberhasilan
pengobatan semakin kecil (Fidaus, 2012).
1.5.2 Hipotesis Penilitian
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1. Sebagian besar pasien tuberkulosis paru di klinik DOTS Rumah Sakit
Immanuel Bandung berusia 26 – 35 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan tidak
memiliki pengawas menelan obat (PMO). Pada pemeriksaan dahak pada bulan
nol (awal) dan bulan dua didapatkan paling banyak tidak diperiksa.
2. Tidak ada hubungan antara keberadaan pengawas menelan obat (PMO) dan
ketuntasan pengobatan pasien tuberkulosis paru.
5.2. Saran
1. Tenaga kesehatan di Klinik DOTS Rumah Sakit Immanuel Bandung dapat
memberikan lebih banyak edukasi tentang tuberkulosis paru termasuk
pengobatannya kepada pasien terutama pengawas menelan obat (PMO).
2. Sebaiknya Klinik DOTS RSI mewajibkan pasien TB paru untuk memiliki
PMO.
3. Seharusnya pasien tuberkulosis paru dilakukan pemeriksaan dahak sesuai
standar program DOTS. Diharapkan semua pasien tuberkulosis paru
melakukan pemeriksaan dahak sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H., & Mukty. (2008). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru (5th edition ed.). Surabaya: Airlangga University Press.
Bahar, A. (1990). Tuberkulosis Paru. In Suparman, & S. Waspadi, Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
BPJS. (2015, April 24). Retrieved September 24, 2015, from http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/322
BPJS. (2015). BPJS Kesehatan. Retrieved 2015, from http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/
Carlson, J. (1996). Perils of Polypharmacy: 10 Steps to Prudent Prescribing. Geriatrics , 26-30.
Comfort, A. (1964). The Process of Ageing. New York: Signet.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Pedoman Penanggulangan TB (cetakan ke-5 ed.). Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Pedoman Penanggulangan TB. Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (2nd ed ed.). Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (2nd ed ed.). Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2011, November 23). Pengendalian TB di Indonesia Mendekati Target MDGs. Retrieved Oktober 2015, from www.depkes.go.id.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Tuberkulosis. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Puskesmas Baki Sukoharjo. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Fortin M, L. L. (2004). Multimorbility and Quality of Life in Primary Vare: A Systematic Review. Health Qual Life Outcomes , 51.
Health, T. D. (2000). Guideline for The Promotion of Active Ageing in Older Adult. USA: Formeset Cape Printers.
Hiswani. (2009). Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat. Retrieved 2015, from
repository.usu.ac.id:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3718/3/fkm-hiswani6.pdf.txt
Idris, F. (2004). Manajemen Public Private Mix: Penanggulangan Tuberkolosis Strategi Dots Dokter Praktik Swasta. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.
Imunisasi BCG Untuk Mencegah TB (Tuberkulosis). (2008, Maret). Retrieved Januari 2016, from posyandu.org: http://posyandu.org/imunisasi-bcg.html
Infodatin. (2013, Juni 29). Retrieved Agustus 4, 2015, from
www.depkes.go.id/resources/download/.../infodatin/infodatin-lansia.pdf
Infodatin. (2013, May 17). Retrieved November 12, 2015, from
http%3A%2F%2Fwww.depkes.go.id%2Fdownload.php%3Ffile%3Dd ownload%2Fpusdatin%2Finfodatin%2Finfodatin-hipertensi.pdf
Ismayadi. (2004). Retrieved Agustus 4, 2015, from http://repository.usu.ac.id: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3595/1/keperawatan-ismayadi.pdf
Istiantoro, Y. H., & Setiabudy, R. (2009). Tuberkulosis dan Leprostatik. In S. G. Gunawan (Ed.), Farmakologi dan Terapi (Edisi 5 ed., pp. 613-632). Jakarta: Balai Percetakan FKUI.
Jang, S. M., & et.all. (2014). NSAID-Avoidance Education in Community
Jawetz, Melnick, & Adelberg. (2008). Mikrobiologi Kedokteran (23th edition ed.). Jakarta: Erlangga.
Kasper, D. L., Braunwald, E., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, D. L., & Jameson, J. L. (2002). Harrison's Manual of Medicine (15 edition ed.). McGraw-Hill Professional Publishing.
Kemenkes. (2014). Retrieved January 21, 2015, from http://www.depkes.go.id: http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PMK%20No.% 2028%20ttg%20Pedoman%20Pelaksanaan%20Program%20JKN.pdf
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015, Maret 24). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Retrieved Oktober 2015, from www.depkes.go.id:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infod atin_tb.pdf
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). TBC Masalah Kesehatan Dunia. 1.
Litwak, L., Goh, S. Y., Zanariah, H., Malek, R., Prusty, V., & Khamseh, M. E. (2013). Prevalence of Diabetes Complication in People With Type 2 Diabetes Mellitus and its Association with Baseline Characteristics in The Multinational Achieve Study . Diabetology and Metabolic Syndrome , 57.
Mansjoer, A., Suprohaita, Wahyu, I. W., & Wiwiek, S. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Maurung, D. (2009). Gagal Jantung Akut. In F. K. Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 1586-1595). Jakarta: InternaPublishing.
Mobbs, C. (2006, april 5).
http://www.merck.com/pubs/mm_geriatrics/sec1/chl.html. Retrieved juli 3, 2015, from http://www.merck.com:
http://www.merck.com/pubs/mm_geriatrics/sec1/chl.html
https://www.healthplanofnevada.com/documents/provider%20files/Po lypharmacy%20Guideline%20Jan%202010%20final.pdf
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmojo, S. (2005). Teori dan Aplikasi Promosi Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2006). Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Pranarka, K. (2006, Desember).
www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/kRISPRANAKA.pdf. Retrieved Maret 2015, from www.univmed.org:
www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/kRISPRANAKA.pdf
Price, S., & Wilson, L. (1985). Patofisiologi, Konsep Klinik Proses-proses Penyakit (Edisi 2 ed.). Jakarta: CV.EGC.
Puri, N. A. (2010). Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Rambadhe S. Chakarboty, e. a. (2012). A Survey on Polypharmacy and Use of Inappropriate Medications. Toxicol Int.
Reese, R. E., & Betts, R. F. (1993). Handbook of Antibiotics. Boston: Little, Brown and Company.
Reese, R. E., Betts, R. F., & Gumustop, B. (2000). Handbook of Antibiotics. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Riskesdas. (2013, December 1). Retrieved January 21, 2015, from
https://www.depkes.go.id%2Fresources%2Fdownload%2Fgeneral%2 FHasil%2520Riskesdas%25202013.pdf&usg=AFQjCNH5N0m5ze5b OvcF9ja9z4da6wpXyQ&sig2=zIcdnbDoyJmpUPl2C0PdEw&bvm=b v.103388427,d.c2E
Robbins, e. a. (1989). Pathologic Basic of Disease (4th edition ed.). W. B. Saunders Company.
Simamora, V., Tjitrosantoso, H. M., & Wiyono, W. I. (2011). Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Tuberkulosis Paru Di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2010. Manado.
Soejono, C. H. (2003). Pendekatan Klinis Pasien Geriatri dengan 'Jatuh'. Dalam: Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sub Direktorat TB Departemen Kesehatan RI dan World Health Organization (WHO). (2008). Hari TB sedunia : Lembar Fakta Tuberkulosis. Retrieved Oktober 2015, from www.tbcindonesia.or.id.
Sudoyo, A. W., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S. K., & Siti, S. (2006). Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
Supartondo. (2003). Kecenderungan Polifarmasi. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Syafrizal, T., H., & M., H. (2008). Pengelolaan Penanganan Pengobatan Tuberkulosis di RS Dr. M. Djamil Padang Periode 1 Mei s/d 1 Juli2007. Padang.
WHO. (2004). Retrieved October 3, 2015, from www.iredes.fr:
www.iredes.fr/english/issues-in-helath-economics/204-polpharmacy-definition-measurement-and-stakes-involved.pdf
WHO. (2010). Retrieved Oktober 2015, from www.who.int.
WHO. (1998). Tuberculosis Handbook. Geneva: Global Tuberculosis Program.
World Health Organization. (2008). handbook for national tuberculosis control programmes. Geneva: WHO.