PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT DAN TRANSPARANSI KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP PENGAWASAN KEUANGAN
DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program sarjana (S1) Guna memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Disusun Oleh :
ARINI AYU RAHMAWATI B 200 080 125
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini telah membaca Naskah Publikasi dengan judul :
PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT DAN TRANSPARANSI
KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH
DI KABUPATEN SUKOHARJO
Yang ditulis oleh:
ARINI AYU RAHMAWATI B 200 080 125
Penandatanganan berpendapat bahwa skripsi tersebut telah memenuhi syarat untuk
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Partisipasi masyarakat terhadap pengawasan keuangan daerah di Kabupaten Sukoharjo dan untuk mengetahui pengaruh transparansi kebijakan publik terhadap pengawasan keuangan daerah di Kabupaten Sukoharjo.
Hipotesis penelitian ini adalah H1 : Partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah, H2 : Transparansi kebijakan publik berpengaruh signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah.
Populasi adalah keseluruhan kelompok yang terdiri dari orang, peristiwa atau sesuatu yang ingin diselidiki oleh peneliti. Populasi dalam penelitian ini yaitu Masyarakat yang berada di wilayah sukoharjo yang terdiri dari kecamatan bendosari, kecamatan Nguter dan kecamatan Tawangsari yang terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tokoh masyarakat, organisasi masyarakat yang berjumlah 45 0rang.
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh variabel partisipasi masyarakat diketahui nilai thitung (0,898) lebih kecil daripada ttabel (1,960) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,374 > α = 0,05. Oleh karena itu, Ho diterima dan H1 ditolak artinya partisipasi masyarakat tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah dan variabel transparansi kebijakan publik terhadap pengawasan keuangan daerah. Untuk variabel transparansi kebijakan publik diketahui nilai thitung (2,404) lebih besar daripada ttabel (1,960) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,021 < α = 0,05. Oleh karena itu, Ho ditolak dan H1 diterima artinya transparansi kebijakan publik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah.
Sedangkan hasil uji F diperoleh bahwa Fhitung > Ftabel yaitu 7,496 > 1,960 dan nilai signifikansi = 0,002 < α = 0,05. Hal ini berarti Ho ditolak, sehingga variabel partisipasi masyarakat dan tranparansi kebijakan publik berpengaruh secara simultan terhadap pengawasan keuangan daerah.
A. PENDAHULUAN
Pelaksanaan reformasi anggaran yang mengedepankan akuntabilitas
publik, partisipasi masyarakat, transparansi publik, dan penyusunan APBD
berbasis kinerja diharapkan dapat meningkatkan kualitas APBD. Penelitian
yang dilakukan oleh Sopanah (2009) menunjukkan bahwa pengetahuan
anggaran berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD. Di samping itu
adanya partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik mempertinggi
fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan. Semakin tinggi pengawasan
yang dilakukan oleh dewan maka proses penyusunan APBD akan semakin
berkualitas.
Mardiasmo (2002) menyatakan dengan dikeluarkannya undang-undang
(UU) No. 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang direvisi
menjadi UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan era baru dalam hubungan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Indonesia, yaitu pelaksanaan
desentralisasi untuk mewujudkan otonomi daerah. Salah satu aspek penting
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi adalah masalah
keuangan daerah dan anggaran daerah (APBD). Untuk mewujudkan otonomi
daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab diperlukan
menejemen keuangan daerah yang mampu mengontrol kebijakan keuangan
daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel. Misi
utama dari kedua UU tersebut adalah desentralisasi.
Sukiadi (dalam Setyawan 2003) menyatakan kedua UU tersebut
mengandung beberapa misi yang tersurat. Pertama, menciptakan efisiensi dan
efektivitas penggelolaan sumber daya daerah. Kedua, meningkatkan kualitas
pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, memberdayakan dan
menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan. Tujuan kebijaksanaan desentralisasi adalah untuk mewujudkan
keadilan antara kemampuan dan hak daerah, meningkatkan pendapatan asli
pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing daerah (Triadji,
2002).
Undang-undang tersebut menjadi sangat penting karena akan
membawa perubahan yang mendasar pada kehidupan sistem pemerintahan dan
sistem keuangan pemerintah pusat dan daerah. Pada sistem pemerintahan
khususnya pemerintah daerah perubahan yang terjadi adalah berupa
pelaksanan otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan
bertanggungjawab (Sukiadi dalam Setyawan 2003). Mardiasmo (2002)
menyebutkan jika pada masa sebelumnya otonomi daerah hanya dijadikan
politik belaka, akan tetapi daerah saat ini ditantang kesiapannya baik secara
kelembagaan, sumber daya manusia dan teknologi untuk dapat mewujudkan
otonomi dan desentralisasi secara nyata, bertanggung jawab dan dinamis. Oleh
karena itu pemerintah daerah dituntut untuk melakukan reformasi
kelembagaan dilingkungan mereka (institutional reform).
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Pengawasan Keuangan Daerah
Istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia asal katanya adalah
“awas”, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut controlling yang
diterjemahkan dengan istilah pengawasan dan pengendalian, sehingga
istilah controlling lebih luas artinya daripada pengawasan. Akan tetapi
dikalangan ahli atau sarjana telah disamakan pengertian “controlling” ini
dengan pengawasan. Jadi pengawasan adalah termasuk pengendalian.
Pengendalian berasal dari kata “kendali”, sehingga pengendalian
mengandung arti mengarahkan, memperbaiki, kegiatan, yang salah arah
dan meluruskannya menuju arah yang benar (Mahmud, 2013).
Pengawasan didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa
tujuan organisasi dan manajemen dapat tercapai. Sedangkan pengawasan
keuangan daerah dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan untuk
menjamin pengelolaan keuangan daerah berjalan sesuai dengan tujuan,
untuk mengetahui apakah perencanaan yang telah disusun dapat berjalan
secara efisien, efektif dan ekonomis (Basri, 2008).
2. Mekanisme Penyusunan Keuangan Daerah (APBD)
Menurut Saifulrahman (2010), salah satu aspek penting dalam
pengelolaan pemerintah daerah adalah penyusunan anggaran daerah. Hal
ini dikarenakan anggaran daerah merupakan uang rakyat yang dititipkan
kepada daerah untuk dikelola guna memenuhi kebutuhan pelayanan publik
sehingga menyangkut hajat hidup orang banyak. Bila kualitas
pengelolaannya rendah, maka kebutuhan publik tidak optimal apalagi jika
terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti adanya korupsi dan
manipulasi. Untuk mengantisipasi segala kemungkinan dalam penyusunan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), partisipasi masyarakat
sangat dibutuhkan. Keterlibatan masyarakat diharapkan akan
menghasilkan anggaran yang aspiratif, artinya apa yang dianggarkan
dalam APBD adalah mencerminkan kebutuhan masyarakat bukan untuk
kepentingan kelompok tertentu.
Selain masyarakat terlibat dalam penyusunan APBD atau bisa
disebut anggaran, diharapkan masyarakat juga mengontrol semua
kebijakan pemerintah dilapangan. Tanpa kontrol kuat dari masyarakat
berbagai bentuk penyimpangan sangat mungkin terjadi, maka salah satu
hal yang penting untuk diketahui oleh masyarakat adalah mekanisme
penyusunan anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Jika
masyarakat telah mengetahui bagaimana proses penyusunan anggaran
yang sebenarnya, maka diharapkan masyarakat akan terlibat secara
langsung dalam pengawasan anggaran (Rahayu 2010). Menurut
Saifulrahman (2010), berikut ini adalah tahap-tahap yang harus dilalui
pada saat penyusunan APBD.
3. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: 27) dalam
(Firmansyah, 2009) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses
dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani
masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan
masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Mikkelsen (1999: 64) dalam (Yuwono, 2007) membagi partisipasi
menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek
tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.
2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat
untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk
menanggapi proyek-proyek pembangunan.
3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam
perubahan yang ditentukannya sendiri.
4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti
bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan
menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu.
5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat
dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring
proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal,
dan dampak-dampak sosial.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan, dan lingkungan mereka.
4. Transparansi Kebijakan Publik
Beberapa pengertian tentang transparansi
1. Mustafa (2011).
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi
setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan
pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan
dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.
2. (Tjokroamidjojo, 2007).
Transparansi yaitu adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan.
mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau
oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan
persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat
berdasarkan pada preferensi publik.
3. (Munawir, 2011).
Transparansi adalah prinsip menciptakan kepercayaan timbal-balik
antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan didalam memperoleh Informasi adalah suatu
kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan
daerah.
C. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survey data primer yang dilakukan
pada masyarakat di kecamatan Nguter, Tawangsari dan Bendosari di
kabupaten Sukoharjo. Pada penelitian ini jenis data yang digunakan
adalah jenis data primer yang didapat dari jawaban responden yang berupa
kuesioner yaitu data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian.
Penyebaran kuesioner dilakukan untuk memperoleh data diri responden
dan penilaian Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik
Terhadap Pengawasan Keuangan Daerah Di Kabupaten Sukoharjo.
Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah convenience
sampling. Convenience sampling adalah teknik pengambilan sampel dari
elemen populasi (orang atau kejadian) yang datanya mudah diperoleh oleh
peneliti. Penentuan sampel secara convenience sampling karena jumlah
responden yang sedikit (Soemitro,1985 dalam Purnomo, 2002),
Kriteria dari penentuan secara convenience sampling adalah : (1)
Berdomisili di wilayah Kabupaten Sukoharjo (2) Terlibat dalam proses
terdiri dari LSM, RT, RW, Ketua karangtaruna, anggota dewan (yang
berdomisili di kecamatan Tawangsari, Bendosari, Nguter).
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
metode survey. Metode survey merupakan metode pengumpulan data
primer yang menggunakan pertanyaan lisan dan tertulis. Metode ini
memerlukan adanya kontak atau hubungan antara peneliti dengan subyek
(responden) penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan (Indriantoro
dan Supomo, 1999).
Penyebaran kuesioner disebarkan dengan survey langsung yaitu
mendatangi satu per satu calon responden, melihat apakah calon memenuhi
persyaratan sebagai calon responden, lalu menanyakan kesediaan untuk
mengisi kuesioner. Prosedur ini penting dilaksanakan karena peneliti ingin
menjaga agar kuesioner hanya diisi oleh responden yang memenuhi syarat
dan bersedia mengisi dengan kesungguhan.
Analisis Data
Salah satu masalah utama dalam kegiatan penelitian ilmiah adalah cara
memperoleh data dengan informasi yang akurat dan objektif. Hal ini menjadi
sangat penting artinya, dikarenakan simpulan penelitian hanya akan dipercaya
apabila didasarkan pada informasi/pengetahuan yang memenuhi validitas
(kesahihan) dan rehabilitas (keandalan).
a. Uji Validitas (Kesahihan)
Digunakan untuk mengukur sah valid/tidaknya suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu
mengucapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2001:
42) mengukur tingkat validitas dilakukan dengan cara mengkorelasi antara
skor tiap item pertanyaan dengan total skor variabel. Pengujian validitas
menggunakan teknik pearson corelation dengan bantuan komputer melalui
b. Reliabilitas
Alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari
variabel. Suatu kuesioner yang dinyatakan reliabel/andal, jika jawaban
seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten/stabil dari waktu ke waktu
(Ghozali, 2001 : 140). Pengujian reliabilitas menggunakan teknik Crobach
Alpha dengan bantuan komputer melalui program SPSS 16.0 for.
Windows. Adapun rumus koefisien alpha - cronbach adalah :
K ∑ Si2 r11 = –––––– 1- –––––– K – 1 St2
Keterangan : K : Besarnya butir pertanyaan ∑ Si2 : Jumlah varians butir St2 : Varians total
D. HASIL PENELITIAN
a. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai thitung (0,898) lebih kecil
daripada ttabel (1,960) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,374 >
= 0,05. Oleh karena itu, Ho diterima dan H1 ditolak sehingga partisipasi
masyarakat tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pengawasan keuangan daerah. Artinya bahwa masyarakat tidak terlibat
dalam menyampaikan aspirasinya melalui anggota DPRD, serta
masyarakat tidak aktif dalam memikirkan dan mengajukan usulan
kebutuhan pembangunan di daerahnya. Hal ini partisipasi masyarakat
menjadi kunci sukses bagi pelaksanaan otonomi daerah, namun kenyataan
dilapangan masyarakat tidak selalu berpartisipasi secara aktif dalam
proses penyelenggaraan pemerintahan khususnya pada saat penyusunan
anggaran (APBD). Hasil dari penelitian ini tidak mendukung penelitian
Sopanah dan Isa Wahyudi (2009) yang menyatakan bahwa partisipasi
masyarakat berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan
b. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai thitung (2,404) lebih besar
daripada ttabel (1,960) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,021 <
= 0,05. Oleh karena itu, Ho ditolak dan H1 diterima sehingga transparansi
kebijakan publik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pengawasan keuangan daerah. Artinya transparansi merupakan salah satu
prinsip good governance. Transparasi dibangun atas dasar arus informasi
yang bebas, seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi
perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi
yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan di pantau. Dan
anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif dikatakan transparansi jika
memenuhi beberapa kriteris berikut terdapat pengumuman kebijakan
anggaran, tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses, tersedia laporan
pertanggungjawaban yang tepat waktu, terakomodasinya suara/usulan
rakyat, terdapat sistem pemberian informasi kepada publik. Sedangkan
penelitian Mardiasmo (2002) dalam Yesi Mutia (2008) mengemukakan
bahwa pemerintah dikatakan transparansi jika pemerintah melakukan
pertanggungjawaban secara rutin kepada rakyat/DPRD mengenai
pelaksanaan tugas-tugasnya, pemerintah dengan senang hati memberikan
informasi seluas mungkin mengenai kinerjanya baik masalah pelayanan
pada rakyatnya maupun masalah keuangannya dan pemerintah dengan
terbuka selalu mengadakan dialog dengan rakyatnya secara rutin mengenai
seluruh produk kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakannya. Hasil
dari penelitian ini mendukung penelitian sopanah dan Isa wahyudi (2009)
menyatakan bahwa transparansi kebijakan publik berpengaruh signifikan
terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan
E. KESIMPULAM DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis diata dapat disimpulkan bahwa :
1. Variabel partisipasi masyarakat diketahui nilai thitung (0,898) lebih
kecil daripada ttabel (1,960) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi
0,374 > α = 0,05. Oleh karena itu, Ho diterima dan H1 ditolak artinya
partisipasi masyarakat tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap pengawasan keuangan daerah. Dalam hal ini Dewan atau
Pemda tidak mempublikasikan informasi mengenai dasar-dasar
penyusunan dan penyelenggaraan keuangan daerah, sehingga
masyarakat tidak berpartisipasi secara optimal.
2. Variabel transparansi kebijakan publik terhadap pengawasan keuangan
daerah. Untuk variabel transparansi kebijakan publik diketahui nilai
thitung (2,404) lebih besar daripada ttabel (1,960) atau dapat dilihat
dari nilai signifikansi 0,021 < α = 0,05. Oleh karena itu, Ho ditolak dan
H1 diterima artinya transparansi kebijakan publik mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah.
3. Berdasarkan hasil uji F diperoleh bahwa Fhitung > Ftabel yaitu 7,496
> 1,960 dan nilai signifikansi = 0,002 < α = 0,05. Hal ini berarti Ho
ditolak, sehingga variabel partisipasi masyarakat dan tranparansi
kebijakan publik berpengaruh secara simultan terhadap pengawasan
keuangan daerah.
B. Saran
1. Bagi Penelitian mendatang sebaiknya menambah variabel
independennya bukan hanya variabel partisipasi masyarakat dan
transparansi kebijakan publik.
2. Sebaiknya bagi pemerintah kabupaten Sukoharjo lebih mendekatkan
diri kepada pihak masyarakat agar ada keterlibatan dari pihak
3. Partisipasi aktif masyarakat akan lebih mengarahkan pada
program-program dan target dari APBD agar program-program dan target tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, A. Muslim, M. dkk, 2002, Good governance dan Penguatan Institusi Daerah, Masyarakat Transparansi Indonesia, Jakarta.
Ajatappareng. 2012. Masyarakat Harus Terlibat Dalam Proses APBD. http://ajatapparengnews.com/index.php/pro-daerah/37-masyarakat-harus-terlibat-dalam-proses-apbd diakses pada tanggal 13 februari 2013.
Anonim. 2008. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan musrenbang.
http://wotbuwono.wordpress.com/2012/02/08/partisipasi-masyarakat-dalam-pelaksanaan-musrenbang/ diakses tanggal 12 februari 2013.
Anonim. 2010. Kajian Evaluasi Pengawasan Internal dan Eksternal Sistem Pengendalian Internal. http://pkmk-lanri.org/2010/05/25/kajian-evaluasi-pengawasan-internal-dan-eksternal-sistem-pengendalian-internal/ diakses pada tanggal 13 februari 2013.
Anonim. 2011. Penyusunan Anggarn Daerah. http://2frameit.blogspot.com/2011/11/penyusunan-anggaranhtml diakses pada tanggal 10 februari 2013.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Rineka Cipta: Jakarta.
Bappenas. 2008. Pedoman Menyusun Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). http3b.bappenas.go.idhandbookdocs diakses pada tanggal 10 februari 2013.
Basri, Yesi Mutia. 2008. Pengaruh Pengetahuan Dewan Tentang Anggaran Pada Pengawasan Keuangan Daerah.
Budiyanto. 2012. Warga Sukabumi Kesulitan Akses Dokumen Publik. http://m.inilah.com/read/detail/1905529/warga-sukabumi-kesulitan-akses-dokumen-publik diakses tanggal 13 februari 2013.
Dewi. 2012. Analis Proses Penyusunan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) Dinas Pekerjaan Umum Deli Serdang. USU. Medan.
Firmansyah, Saca. 2009. Partsispasi Masyarakat. http://sacafirmansyah.wordpress.com/2009/06/05/partisipasi-masyarakat/
diakses pada tanggal 12 februari 2013.
Handayani, Bestari Dwi. 2009. Pengaruh Reformasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kualitas APBD Kota Semarang.
Kartina, H,A. 2008. Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN) dan arah Kebijakan. Httppustaka.unpad.ac.id diakses pada tanggal 10 februari 2013.
Mahmud. 2013. Sistem Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pemerintah Daerah & APBD. http://mhamamalmahmud.blogspot.com/2013/04/sistem-pengawasan-terhadap.html diakses pada tanggal 10 februari 2013.
Mardiasmo. 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan daerah, Andi, Jogjakarta.
Mustofa, Anies Iqbal. 2012. Pengaruh Penyajian dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Kabupaten Pemalang.
Munawir, Rokhmad. 2011. Transparansi Anggaran di Kabupaten Surakarta.
Mustafa, Ruli. Transparansi Syarat Mutlak Kebijakan Publik.
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/10/31/transparansi-syarat-mutlak-kebijakan-publik-408322.html diakses pada tanggal 10 februari 2013.
Nugroho, Tomy. 2011. Presiden Minta Para Mentri Pebaiki Komunikasi Publik http://nasional.kompas.com/read/2011/11/09/17174790/Presiden.Minta.Pa ra.Menteri.Perbaiki.Komunikasi.Publik diakses tanggal 12 februari 2013.
Pramono, Agus. 2002. Pengawasan Legislatif terhadap Eksekutif dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Tesis ini tidak dipublikasikan, Malang. Program Pasca sarjana Ilmu Administrasi Negara, Universitas Brawijaya.
Rahayu, Sri. 2010. Persepsi Pemerintah Daerah Kota Jambi Terhadap Partisipasi Masyarakat Dan Transparansi Kebijakan Publik Dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.
Setyawan, S. 2003. Pengukuran Kinerja Anggaran Keuangan Daerah Pemerintah Kota Malang Dilihat dari Perspektif Akuntabilitas. Balance.
Sopanah dan Isa Wahyudi, 2009, Pengaruh Akuntabilitas Publik, Partisipasi Masyarakat Dan Transparansi Kebijakan Publik Terhadap Hubungan Antara Pengetahuan Anggaran Dengan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD).
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis.Alfabeta: Bandung.
Suharsimi Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Bandung.
Tjokroamidjojo, Bintoro, ”Good Governance (Paradigma Baru Manajemen Pembangunan)”, Jurnal Manajemen Pembangunan No. 30 Tahun IX, Mei 2007.
Triadji, B. 2002. Pengembangan Akuntabilitas Keuangan Daerah. Jurnal Akuntansi dan Akuntabilitas Keuangan Daerah.
Wikipedia. 2011. Partisispasi Masyarakat. http://id.wikipedia.org/wiki/Partisipasi diakses pada tanggal 12 februari 2013.