MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS DAN
SELF-EFFICACY DENGAN PENDEKATAN METACOGNITIVE
GUIDANCE BERBANTUAN GEOGEBRA
(Studi Kuasi Eksperimen di salah satu SMP Negeri Serang)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun oleh:
KHOTIMAH
NIM. 1302501
DEPARTEMEN/PROGRAM S2/S3 PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY DENGAN PENDEKATAN METACOGNITIVE
GUIDANCE BERBANTUAN GEOGEBRA
(Studi Kuasi Eksperimen di salah satu SMP Negeri Serang)
Oleh: Khotimah
S.Pd. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2012
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Departemen/Program S2/S3
Pendidikan Matematika
© Khotimah, 2015
Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang,
ABSTRAK
Khotimah (2015). Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematis dan Self-Efficacy
dengan Pendekatan Metacognitive Guidance Berbantuan GeoGebra.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil studi pendahuluan dan observasi mengenai kemampuan literasi matematis dan self-efficacy di salah satu SMP Negeri Kota Serang. Tujuan utama penelitian ini untuk menyelidiki peningkatan kemampuan literasi matematis dan self-efficacy siswa, sebagai akibat dari pembelajaran dengan pendekatan
metacognitive guidance berbantuan GeoGebra (MGG) dan pembelajaran biasa (PB) yang
ditinjau dari kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah). Penelitian ini termasuk ke dalam
non equivalent pretest – postest - control group design dan non equivalent postes only - control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP
Negeri 2 Serang. Adapun sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Serang sebanyak dua kelas. Satu kelas sebagai kelompok eksperimen yang mendapat pembelajaran MGG dan satu kelas lainnya sebagai kelompok kontrol yang mendapat pembelajaran PB. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tes kemampuan literasi matematis, skala self-efficacy, dan pedoman observasi guru dan siswa. Hasil analisis data menggunakan uji-t, uji Mann-Whitney, dan uji ANOVA dua jalur menyimpulkan bahwa: 1.a) ditinjau secara keseluruhan, peningkatan kemampuan literasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran MGG lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran PB; 1.b) peningkatan kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM tinggi dan sedang pada kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan dengan siswa kategori PAM tinggi dan sedang pada kelompok kontrol; 2) tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran yang diberikan dan kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap kemampuan literasi matematis; 3.a) ditinjau secara keseluruhan, self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran MGG lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran PB; b) self-efficacy siswa kategori PAM sedang pada kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan dengan siswa kategori PAM sedang pada kelompok kontrol.
ABSTRACT
Khotimah (2015). Enhancing the Ability of Mathematical Literacy and Self-Efficacy
through Metacognitive Guidance Approach using GeoGebra.
This research was based on the results of preliminary studies and observations about mathematical literacy skills and self-efficacy in one of The Junior High School in Serang. The main purpose of this research is to investigate the enhancement of studentsꞌs
mathematical literacy ability, and self-efficacy, as a result oflearning with metacognitive
guidance approach using GeoGebra (MGG) and the usual learning (PB) which is reviewed from PAM category (high, medium, and low). This research was a non-equivalent pretest - posttest - control group design and a non-non-equivalent posttest only control group design. Population in this research were all eighth grade students of SMP N 2 Serang. The sample is two classes of eighth grade students of SMP N 2 Serang. One class as the experimental group who received MGG learning and the other class as the control group who received PB learning. The instrument used consisted of mathematical literacy ability test, self-efficacy scale, and observation guide sheets. The results of data analysis using t-test, Mann-Whitney test, and two-way ANOVA test concluded that: 1.a) viewed as a whole, the enhancement of studentsꞌs mathematical literacy ability who received MGG are better than those of students who received PB, b) the enhancement of
studentsꞌs mathematical literacy ability in high and medium PAM category who received
MGG are better than those of students who received PB in the same PAM category, 2)
there is no interaction between learning model and PAM category (high, medium, and
low) on the mathematical literacy, 3.a) viewed as a whole, self-efficacy of students who received MGG are better than those of students who received PB, b) self-efficacy of students in medium PAM category who received MGG are better than those of students who received PB in the same PAM category.
Keywords: Metacognitive Guidance Approach, GeoGebra, Mathematical Literacy,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika merupakan sebuah mata pelajaran yang memiliki kontribusi
besar dalam kehidupan manusia. Kontribusi matematika itu dapat dilihat dari
banyaknya aspek kehidupan manusia yang menggunakan konsep-konsep dasar
matematika, mulai dari aljabar, aritmetika hingga geometri (Sarwiko, 2010,
hlm.1). Hampir semua bidang studi memerlukan matematika. Oleh sebab itu,
semua orang harus mempelajari matematika agar dapat digunakan sebagai sarana
untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Selain itu, matematika
merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir
manusia (BSNP, 2006, hlm. 345).
Sejalan dengan hal tersebut, menurut Rubyanto, (dalam Sutama, 2008,
hlm. 114) matematika sekolah diberikan kepada siswa untuk membekali siswa
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta mampu bekerja sama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
Disadari atau tidak, setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia selalu
ada kaitannya dengan matematika. Bahkan perkembangan teknologi modern yang
terjadi saat ini tidak luput dari peran matematika. Oleh karena itu, matematika
merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai manusia, terutama oleh
siswa dalam rangka mempersiapkan siswa menghadapi permasalahan di dunia
nyata. Kline dalam Tim MKPBM Matematika UPI (2001, hlm. 19) mengatakan
bahwa "matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna
karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu
manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan
alam".
NCTM atau National Council of Teachers Mathematics (Maryanti, 2012,
2
lima kompetensi matematika yang harus dimiliki siswa, yaitu: pemecahan
masalah matematis (mathematical problem solving), komunikasi matematis
(mathematical communication), penalaran matematis (mathematical reasoning),
koneksi matematis (mathematical connection), dan representasi matematis
(mathematical representation). Kemampuan yang mencakup kelima kompetensi
di atas adalah kemampuan literasi matematis. Kemampuan literasi matematis
merupakan kemampuan individu yang mencakup kemampuan merumuskan,
menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks yang
melibatkan penalaran matematis dan penggunaan konsep, prosedur, fakta, dan alat
matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena,
serta mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.
Seseorang dikatakan memiliki tingkat literasi matematis yang baik apabila
ia mampu menganalisis, bernalar, dan mengkomunikasikan pengetahuan dan
keterampilan matematikanya secara efektif, serta mampu memecahkan dan
menginterpretasikan penyelesaian matematika. Dengan demikian, kemampuan
literasi matematis merupakan kemampuan yang mencakup kelima kompetensi
penting dalam pembelajaran matematika dan diharapkan dimiliki oleh siswa.
Kemampuan literasi matematis berkaitan dengan bagaimana seorang siswa
dapat mengaplikasikan suatu pengetahuan dalam masalah dunia nyata (real
world) atau kehidupan sehari-hari, sehingga pengetahuan tersebut dapat dirasa
lebih kebermanfaatan secara langsung oleh siswa. Dengan demikian, kemampuan
literasi matematis seorang siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu
sendiri. Oleh sebab itu, pembelajaran matematika sebaiknya merupakan usaha
dalam mengarahkan siswa mengkontruksi pengetahuan melalui proses. Karena
mengetahui bukanlah sebuah produk/hasil tetapi suatu proses yang dimulai dari
pengalaman, sehingga siswa sebaiknya diberi kesempatan seluas-luasnya untuk
mengkontruksi pengetahuan yang harus dimiliki. Selain itu, belajar dapat
dikatakan menjadi bermakna jika informasi yang akan dipelajari oleh siswa
disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga anak dapat
mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya (Paimin,
3
Selain kemampuan literasi matematis, terdapat aspek psikologis yang turut
memberikan kontribusi terhadap keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan
tugas dengan baik, yaitu self-efficacy. Self-efficacy terkait dengan penilaian
seseorang akan kemampuan dirinya dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu.
Bandura (1993, hlm. 144) menyatakan bahwa perasaan positif yang tepat tentang
self-efficacy dapat mempertinggi prestasi, meyakini kemampuan,
mengembangkan motivasi internal, dan memungkinkan siswa untuk meraih tujuan
yang menantang. Sedangkan perasaan negatif tentang self-efficacy dapat
menyebabkan siswa menghindari tantangan, melakukan sesuatu dengan lemah,
fokus pada defisiensi dan hambatan, dan mempersiapkan diri untuk outcomes
yang kurang baik. Dalam memecahkan masalah yang sulit, individu yang
mempunyai keraguan tentang kemampuannya akan mengurangi usahanya bahkan
cenderung akan menyerah. Individu yang mempunyai self-efficacy tinggi
menganggap kegagalan sebagai kurangnya usaha, sedangkan individu yang
memiliki self-efficacy rendah menganggap kegagalan berasal dari kurangnya
kemampuan.
Sikap dan emosi (seperti percaya diri, keingintahuan, perasaan akan
ketertarikan dan relevansi, hasrat untuk melakukan atau memahami sesuatu)
bukan merupakan komponen dari literasi matematika. Namun demikian, hal
tersebut merupakan prasyarat yang penting untuk kemampuan literasi matematis.
Karena faktanya, sangat jarang terjadi dimana kemampuan literasi diterapkan dan
digunakan oleh seseorang yang tidak mempunyai tingkat kepercayaan diri,
keingintahuan, perasaan akan ketertarikan dan relevansi, dan hasrat untuk
melakukan atau memahami sesuatu yang memuat komponen matematika yang
sama.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan observasi yang dilakukan oleh
peneliti pada tanggal 15 Oktober 2014 di salah satu SMP Negeri Serang,
diperoleh temuan bahwa kemampuan literasi matematis siswa masih kurang
menggembirakan dan tampaknya perlu ditingkatkan. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah, pada kondisi tertentu,
kesulitan yang dialami oleh siswa ketika menyelesaikan soal kemampuan literasi
4
karena kebiasaan membaca yang masih perlu diasah. Dalam beberapa kasus,
siswa tidak dapat memperoleh informasi esensial dan strategis dalam membaca
soal-soal literasi matematis yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Selain
itu, aspek psikologis yang mungkin turut memberikan pengaruh adalah kurangnya
tingkat keyakinan terhadap kemampuan mereka sendiri dalam menyelesaikan soal
matematika. Ketika menghadapi soal yang „terlihat‟ lebih rumit, siswa cenderung
mudah menyerah dan menganggap kegagalan berasal dari kurangnya kemampuan
matematisnya.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dibutuhkan sebuah pendekatan
dalam pembelajaran matematika yang mampu mengaktifkan siswa untuk
mengonstruksi pengetahuannya, sehingga siswa memiliki kesadaran tentang apa
yang sudah diketahui dan apa yang belum diketahuinya serta bagaimana mereka
memikirkan agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan. Sejalan dengan
pernyataan Steen (1997), bahwa pembelajaran matematika merupakan proses
membangun kesadaran siswa untuk mengetahui bagaimana dan kapan dia
menggunakan pengetahuannya. Kesadaran ini dibutuhkan untuk membangkitkan
perasaan positif yang tepat tentang self-efficacy pada siswa, sehingga siswa
memiliki keinginan untuk menghadapi tantangan dan hambatan yang dihadapi
dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Salah satu alternatif pendekatan
pembelajaran yang cukup relevan untuk digunakan adalah pendekatan
metacoginitive guidance.
Pendekatan metacognitive guidance merupakan pendekatan yang
merupakan pengembangan dari teori konstruktivisme Vygotsky yaitu
pembelajaran yang menekankan pentingnya kegiatan siswa yang aktif dalam
mengontruksikan pengetahuannya. Teori ini menyatakan bahwa pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi informasi atau pengetahuan baru yang dilakukan setiap individu.
Pendekatan ini menawarkan beberapa langkah-langkah yang sejalan dengan
indikator kemampuan literasi matematis, diantaranya adalah siswa belajar
bagaimana mengontrol aktifitas berpikirnya, berpikir tentang proses berpikir
5
menyelesaikan masalah, serta melakukan refleksi pada proses dan solusi yang
dilakukan.
Kramarski & Mizrachi (2004) menemukan bahwa siswa dengan
keterampilan metakognitif tinggi lebih mampu memecahkan masalah yang
berkaitan dengan kehidupan nyata dan mampu mengkomunikasikan hasil
penalaran mereka. Oleh sebab itu, dengan mengembangkan kesadaran
metakognisinya, siswa diharapkan dapat terlatih untuk selalu merancang strategi
terbaik dalam memilih, mengingat, mengenali kembali, mengorganisasi informasi
yang dihadapinya dalam menyelesaikan masalah. Melalui pengembangan
kesadaran metakognisi, siswa juga diharapkan akan terbiasa untuk selalu
memonitor, mengontrol dan mengevaluasi apa yang telah dilakukannya. Dengan
demikian, pendekatan metacognitive guidance ini diharapkan dapat melatih siswa
untuk berpikir tentang yang strategi yang tepat dalam memecahkan masalah dan
mengetahui dengan baik mengapa memilih strategi tersebut.
Penelitian yang lain menyimpulkan bahwa pendekatan metacognitive
guidance ini, selain dapat mengembangkan kemampuan literasi matematis pada
siswa, juga dapat meningkatkan self-efficacy siswa (Scruggs, 1985; Block, 2005).
Melalui pendekatan metakognitif, siswa dapat menangkap informasi esensial
dalam permasalahan matematika sehingga mampu menyelesaikannya dengan
mudah. Sejalan dengan temuan tersebut, Nasution (2010) juga menemukan bahwa
secara umum, pendekatan ini menimbulkan sifat positif siswa terhadap
pembelajaran matematika dan merangsang siswa untuk bertanya pada diri sendiri
berkaitan dengan topik yang dipelajari. Lebih lanjut lagi, Maryanti (2012) dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa pendekatan metacognitive guidance dapat
dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan
literasi matematis pada kelompok tengah dan bawah. Oleh sebab itu, peneliti
tertarik untuk mengkaji peningkatan kemampuan literasi matematis dengan
menggunakan pendekatan metacognitive guidance di dalam pembelajaran ditinjau
dari Pengetahuan Awal Matematis (PAM) tinggi, sedang, dan rendah.
Selain penggunaan metode pembelajaran yang tepat, penyajian materi dan
media yang digunakan juga turut memberi pengaruh. Menurut Ruseffendi (1991,
6
materi, apakah penyajian materi tersebut membuat siswa tertarik, termotivasi, dan
timbul perasaan pada diri siswa untuk menyenangi materi tersebut. Salah satu
media pembelajaran yang saat ini telah berkembang sangat pesat adalah teknologi
komputer dengan berbagai software yang relevan dan dapat mendukung proses
belajar mengajar, diantaranya adalah software GeoGebra. Software yang
dikembangkan oleh Markus Hohenwarter ini dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran matematika sebagai alat bantu untuk mendemonstrasikan atau
memvisualisasikan serta mengkonstruksi konsep-konsep matematika yang
sifatnya abstrak sehingga dapat mudah dipahami siswa.
Beberapa penelitian tentang penggunaan GeoGebra dalam pembelajaran
matematika menyimpulkan bahwa pembelajaran berbantuan GeoGebra memiliki
manfaat positif baik bagi guru maupun siswa (Rahman, 2010; Wulanratmini,
2010; Bahri, 2011; Siregar, 2011; Mahmudi, 2011; Darmansyah, 2013; Supriadi,
2014). Selain itu, teknologi komputer memiliki potensi yang besar untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika
sehingga siswa memahami benar bahan pelajaran (Tim MKPBM Matematika
UPI, 2001). Hal ini disebabkan karena siswa mengalami proses menemukan
sebuah konsep.
Software matematika yang menggabungkan geometri, aljabar, dan
kalkulus ini merupakan software matematika dinamis sehingga siswa dapat
mengeksplorasi materi pelajaran yang disajikan agar dapat memberikan
pengalaman kepada siswa untuk berpikir menemukan suatu konsep. Dengan
demikian, proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan metacognitive
guidance dan terintegerasi dengan GeoGebra ini diharapkan dapat membantu
siswa dalam menganalisis dan mengidentifikasi masalah yang diberikan guru,
kemudian diarahkan untuk menemukan konsep bukan menghafalkannya.
Oleh sebab itu, pendekatan metacognitive guidance berbantuan GeoGebra
ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan literasi matematis sekaligus
mendukung self-efficacy siswa. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematis dan
Self-Efficacy dengan Pendekatan Metacognitive Guidance Berbantuan
7
mendorong peningkatan kemampuan literasi matematis, yaitu kategori PAM
(tinggi, sedang, dan rendah). Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, peningkatan
kemampuan literasi matematis ditinjau secara keseluruhan maupun berdasarkan
masing-masing kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah). Dengan demikian,
akan terlihat pula apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran
(pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan GeoGebra
dengan pembelajaran biasa) dan kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah)
terhadap peningkatan kemampuan literasi matematis. Selain itu, akan dilihat juga
bagaimana gambaran self-efficacy setelah mendapatkan pembelajaran, baik pada
kelompok eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
metacognitive guidance berbantuan GeoGebra maupun kelompok kontrol yang
memperoleh pembelajaran biasa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa
aspek yang menjadi perhatian dan kajian dalam penelitian ini. Secara garis besar,
masalah yang diungkap dalam penelitian ini yaitu: “Apakah peningkatan
kemampuan literasi matematis dan self-efficacy siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan GeoGebra (MGG) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa (PB)?”. Aspek lain yang diperhatikan dalam kajian ini adalah kategori Pengetahuan Awal
Matematis (PAM) siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Rumusan masalah dalam
penelitian ini dijabarkan dalam beberapa sub rumusan masalah, yaitu:
1. Apakah peningkatan kemampuan literasi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance
berbantuan GeoGebra lebih baik daripada siswa yang mendapatkan
pembelajaran biasa ditinjau dari: a) keseluruhan, dan b) masing-masing
kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah)?
2. Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran yang diberikan dan
kategori PAM (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan
literasi matematis?
3. Apakah self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan
8
daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa ditinjau dari: a)
keseluruhan, b) masing-masing kategori PAM (tinggi, sedang, dan
rendah)?
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah diajukan, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menyelidiki, membandingkan dan mendeskripsikan secara
komprehensif tentang peningkatan kemampuan literasi matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan metacognitive
guidance berbantuan GeoGebra lebih baik daripada siswa yang
mendapatkan pembelajaran biasa ditinjau dari: a) keseluruhan, dan b)
masing-masing kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah)
2. Untuk menelaah interaksi antara faktor pembelajaran yang diberikan dan
kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan
kemampuan literasi matematis siswa
3. Untuk menyelidiki, membandingkan dan mendeskripsikan secara
komprehensif tentang self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran
dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan GeoGebra dan
siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa ditinjau dari: a) keseluruhan,
b) masing-masing kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah)
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti bagi
kegiatan pembelajaran di kelas, khususnya dalam upaya peningkatan kemampuan
literasi matematis dan self-efficacy siswa. Masukan-masukan itu di antaranya
adalah:
1. Bagi peneliti: Untuk menjawab keingintahuan peneliti tentang pengaruh
pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan
GeoGebra terhadap kemampuan literasi matematis dan self-efficacy siswa
ditinjau secara keseluruhan dan berdasarkan masing-masing kategori PAM
9
2. Bagi guru: Jika ternyata pengaruhnya signifikan, maka pembelajaran
dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan GeoGebra ini
dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif atau pilihan yang dapat
digunakan guru dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan
kemampuan literasi matematis dan self-efficacy siswa.
3. Bagi sekolah: Untuk memberikan gambaran, masukan, dan ide yang
berguna bagi sekolah untuk membantu meningkatkan kemampuan siswa
dalam literasi matematis.
1.5 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan literasi matematis adalah kemampuan yang mencakup
kemampuan merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika
dalam berbagai konteks yang melibatkan penalaran matematis dan
penggunaan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk
mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena, serta
mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.
2. Self-efficacy yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keyakinan
seseorang terhadap kemampuannya melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk menyelesaikan soal yang melibatkan kemampuan
literasi matematis. Self-efficacy dalam penelitian ini diukur berdasarkan
dimensi yang dinyatakan oleh Bandura yaitu dimensi magnitude atau
level, dimensi strength, dan dimensi generality.
3. Pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan
GeoGebra dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang melalui tahap
diskusi awal, tahap kemandirian, dan tahap penyimpulan. Pada tahap
diskusi awal, siswa diberikan permasalahan yang terdapat di dalam
Lembar Kerja Siswa (LKS) yang memuat aktivitas dengan menggunakan
GeoGebra, siswa diminta untuk menyusun konjektur (perkiraan) dari hasil
analisis yang dilakukan dan mengujinya melalui percobaan-percobaan
sehingga diperoleh kesimpulan hasil diskusi. Kemudian pada tahap
kemandirian, siswa diberikan LKS Kemandirian dan mengerjakannya
10
dan umpan balik. Selanjutnya pada tahap penyimpulan, guru membimbing
siswa untuk memeriksa kembali jawaban mereka (reflection question).
4. Pembelajaran biasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pembelajaran yang menggunakan pendekatan sesuai dengan kurikulum
yang diamanatkan oleh pemerintah di lokus penelitian.
1.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yang diajukan berdasarkan rumusan masalah yang
telah disebutkan sebelumnya adalah:
1. Peningkatan kemampuan literasi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan
GeoGebra lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran
biasa ditinjau dari: a) keseluruhan, dan b) masing-masing kategori PAM
(tinggi, sedang, dan rendah)
2. Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran yang diberikan dan kategori
PAM (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan
literasi matematis
3. Self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan
metacognitive guidance berbantuan GeoGebra lebih baik daripada siswa
yang mendapatkan pembelajaran biasa ditinjau dari: a) keseluruhan, dan b)
Khotimah, 2015
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuasi eksperimen. Menurut
Sugiyono (2010, hlm. 77), desain penelitian kuasi eksperimen mempunyai
kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol
variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Tujuan
penelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh pembelajaran dengan pendekatan
metacognitive guidance berbantuan GeoGebra terhadap kemampuan literasi
matematis dan self-efficacy siswa yang ditinjau dari kategori PAM (tinggi, sedang,
dan rendah).
Penelitian ini termasuk ke dalam non equivalent pretest - postest - control
group design. Artinya, sebelum dilaksanakan pembelajaran, baik pada kelas
eksperimen maupun kelompok kontrol, dilakukan pretes kemampuan literasi
matematis. Selanjutnya, setelah diberi perlakuan berdasarkan faktor pembelajaran
yang digunakan, dilakukan postes pada akhir rangkaian pembelajaran pada
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Non equivalent control group
design merupakan desain yang hampir sama dengan pretest-posttest control group
design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol
tidak dipilih secara random (Ruseffendi, 2005, hlm. 52). Desain kuasi eksperimen
dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Kelompok Eksperimen : O X O
Kelompok Kontrol : O O
Keterangan:
O : Pretes dan postes
X : Pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance
berbantuan GeoGebra
: Subjek tidak dikelompokkan secara acak
Sedangkan untuk self-efficacy, desain penelitian yang digunakan adalah
non-equivalent postrespon only - control group design yang digambarkan sebagai
35
Kelompok Eksperimen : X O
Kelompok Kontrol : O
Keterangan:
O : Post respon self-efficacy
X : Pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance
berbantuan GeoGebra
: Subjek tidak dikelompokkan secara acak
3.2 Subyek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 2 Serang pada semester genap
tahun ajaran 2014/2015. Adapun populasi dan sampel serta teknik pengambilan
sampel penelitian dijelaskan pada poin-poin berikut:
a) Populasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP Negeri Serang. Penelitian
dilaksanakan pada siswa dengan sekolah yang berada pada kemampuan level
sedang. Hal ini dilakukan karena jika memilih sekolah dengan klasifikasi baik
maka hasil belajarnya cenderung baik yang diakibatkan kemampuan rerata
siswanya baik, bukan karena pembelajaran yang diterapkan. Sebaliknya, jika
memilih tingkat klasifikasi sekolah rendah, hasil belajar yang diperoleh cenderung
rendah akibat kemampuan siswa dengan rerata rendah bukan karena kurang
baiknya pembelajaran. Keterangan mengenai level sekolah ini berdasarkan pada
akreditasi yang diemban oleh sekolah tersebut.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 2
Serang dengan total sembilan kelas, yang memiliki kemampuan yang setara
berdasarkan asumsi bahwa pada saat pembagian kelas dilakukan secara acak
bukan berdasarkan peringkat atau kemampuan siswa. Alasan ditetapkannya siswa
kelas VIII sebagai populasi adalah kemampuan literasi matematis penting
diperhatikan pada anak usia 15 tahun (OECD, 2013). Selain itu, pada masa kelas
VIII inilah terjadinya masa transisi peralihan tahap berfikir siswa dari tahap
berfikir konkrit ke tahap berfikir formal sehingga dirasa tepat untuk menstimulus
kemampuan literasi matematis. Pertimbangan lainnya mengapa kelas VIII
36
Khotimah, 2015
yang cocok diberikan dengan menggunakan pendekatan metacognitive guidance
berbantuan GeoGebra.
b) Sampel Penelitian
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik purposive sampling (sampel acak bertujuan). Teknik purposive sampling
adalah teknik pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2010, hlm. 124). Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan
maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel
karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki
informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Tujuan dilakukan pengambilan
sampel seperti ini adalah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi subyek penelitian, waktu
penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian, serta prosedur perizinan.
Pertimbangan pemilihan sampel dalam penelitian ini yakni, memilih kelas yang
memiliki karakteristik dan kemampuan akademik yang setara. Pertimbangan
dilakukan oleh guru bidang studi matematika kelas VIII.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Serang
sebanyak dua kelas dengan kategori kemampuan yang sama sebagai kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Dua kelas yang sudah ditetapkan tersebut
kemudian dipilih secara acak untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Kelompok eksperimen (kelas perlakuan) merupakan kelompok siswa
yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan metacognitive
guidance berbantuan GeoGebra dan kelompok kontrol (kelas pembanding) adalah
kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa. Pada masing-masing
kelas ini, siswa dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan pengetahuan awal
matematisnya, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan ini dilakukan
berdasarkan pada data nilai rapor pada semester 1. Tujuan dari pengelompokkan
ini adalah agar semua level kemampuan siswa terwakili dalam sampel.
Kriteria pengelompokkan PAM yang dilakukan dalam penelitian ini
37
n ≥̅ + SB : Siswa Kategori PAM Tinggi ̅– SB ≤ n < ̅ + SB : Siswa Kategori PAM Sedang n < ̅– SB : Siswa Kategori PAM Rendah Keterangan:
n : Nilai matematika pada rapor semester 1
̅ : Nilai rerata kelas pada rapor semester 1 : Simpangan baku nilai rapor semester 1
3.3 Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang akan menjadi titik
perhatian suatu penelitian. Pada penelitian ini variabel yang digunakan terdiri
dari variabel bebas (X), variabel terikat (Y), dan variabel faktor (Z)
a) Variabel Bebas (X)
Sugiyono (2010, hlm. 61) mengemukakan bahwa variabel bebas adalah
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel terikat. Variabel bebas ini dapat disebut sebagai variabel
sebab. Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi variabel bebas (X) pada
penelitian ini yaitu: (a) pembelajaran matematika dengan pendekatan
metacognitive guidance berbantuan GeoGebra yang diberikan pada kelas
eksperimen (MGG), (b) pembelajaran biasa (PB) yang diberikan kepada kelas
kontrol.
b) Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel
terikat ini juga disebut variabel akibat. Berdasarkan pengertian tersebut maka
yang menjadi variabel terikat (Y) pada penelitian ini yaitu: kemampuan literasi
matematis, dan self-efficacy siswa.
c) Variabel Kontrol (Z)
Variabel kontrol (Z) pada penelitian ini adalah adalah kategori pengetahuan
38
Khotimah, 2015
d) Keterkaitan Antar Variabel Penelitian
Untuk mempermudah melihat bagaimana keterkaitan antar-variabel, berikut
ini disajikan tabel keterkaitan antar-variabel untuk masing-masing rumusan
masalah:
Tabel 3.1 Keterkaitan antara Faktor Pembelajaran, Kemampuan Literasi Matematis Siswa, dan Kategori Pengetahuan Awal Matematis (PAM)
Kategori PAM
Tinggi (T) H-PAM-T-MGG H-PAM-T-PB
Sedang (S) H-PAM-S-MGG H-PAM-S-PB
Rendah (R) H-PAM-R-MGG H-PAM-R-PB
Keseluruhan Siswa H-PAM-MGG H-PAM-PB
Keterangan:
H-PAM-MGG : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metacognitive
guidance berbantuan GeoGebra
H-PAM-PB : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran biasa
H-PAM-T-MGG : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM
tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
metacognitive guidance berbantuan GeoGebra
H-PAM-S-MGG : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM
sedang yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
metacognitive guidance berbantuan GeoGebra
H-PAM-R-MGG : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM
rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
metacognitive guidance berbantuan GeoGebra
H-PAM-T-PB : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM
tinggi yang memperoleh pembelajaran biasa
H-PAM-S-PB : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM
39
H-PAM-R-PB : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM
rendah yang memperoleh pembelajaran biasa
Tabel 3.2 Keterkaitan antara Faktor Pembelajaran, Self-Efficacy Siswa, dan Pengetahuan Awal Matematis (PAM)
Kemampuan Siswa
Self-Efficacy Siswa Metacognitive Guidance
berbantuan GeoGebra (MGG)
Pembelajaran Biasa (PB)
Tinggi (T) SE-PAM-T-MGG SE-PAM-T-PB
Sedang (S) SE-PAM-S-MGG SE-PAM-S-PB
Rendah (R) SE-PAM-R-MGG SE-PAM-R-PB
Keseluruhan Siswa SE-PAM-MGG SE-PAM-PB
Keterangan:
SE-PAM-MGG : Self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
pendekatan metacognitive guidance berbantuan GeoGebra
SE-PAM-PB : Self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
pembelajaran biasa
SE-PAM-T-MGG : Self-efficacy siswa kategori PAM tinggi yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance
berbantuan GeoGebra
SE-PAM-S-MGG : Self-efficacy siswa kategori PAM sedang yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance
berbantuan GeoGebra
SE-PAM-R-MGG : Self-efficacy siswa kategori PAM rendah yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance
berbantuan GeoGebra
SE-PAM-T-PB : Self-efficacy siswa kategori PAM tinggi yang memperoleh
pembelajaran biasa
SE-PAM-S-PB : Self-efficacy siswa kategori PAM sedang yang memperoleh
pembelajaran biasa
SE-PAM-R-PB : Self-efficacy siswa kategori PAM rendah yang memperoleh
40
Khotimah, 2015
3.4 Instrumen Penelitian
Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap
mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian ini, maka dibuatlah
seperangkat instrumen. Instrumen dalam penelitian ini meliputi: bahan ajar
berbantuan GeoGebra, instrumen tes kemampuan literasi matematis, skala
self-efficacy, dan pedoman observasi yang memuat item-item aktivitas guru dan siswa
dalam pembelajaran. Berikut ini akan dijelaskan mengenai instrumen penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini:
3.4.1 Instrumen Tes Kemampuan Literasi Matematis
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan
literasi matematis yang terdiri dari tes awal (pretes) dan tes akhir (postes).
Tes yang diberikan pada setiap kelas eksperimen dan kelas kontrol, baik
soal-soal untuk pretes maupun postes ekuivalen/relatif sama. Pretes
digunakan sebagai tolak ukur peningkatan kemampuan literasi matematis
sebelum mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan metacognitive
guidance berbantuan GeoGebra maupun dengan pembelajaran biasa,
sedangkan postes dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang
signifikan setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan
metacognitive guidance berbantuan GeoGebra maupun dengan
pembelajaran biasa.
Pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk mengukur
peningkatan kemampuan literasi matematis. Tes yang digunakan untuk
mengukur kemampuan literasi matematis siswa terdiri dari 4 item soal.
Materi yang diujikan untuk mengukur kemampuan literasi matematis
adalah materi kelas VIII semester genap, yaitu pada pokok bahasan
lingkaran.
Dalam penyusunan soal tes, diawali dengan penyusunan kisi-kisi
soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif kunci
jawaban masing-masing item soal. Untuk memberikan penilaian yang
objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan literasi
matematis berpedoman pada rubrik penyekoran yang tersaji pada Tabel 3.3
41
Tabel 3.3 Pedoman Penyekoran Kemampuan Literasi Matematis
Aspek Literasi Matematika
Indikator
Pencapaian Respon Siswa Skor
42
Khotimah, 2015
Sebelum instumen tes diberikan pada siswa, terlebih dahulu
dilakukan uji coba karena sebuah tes yang digunakan oleh peneliti sebagai
alat ukur, memegang peranan yang sangat penting dalam evaluasi hasil
belajar siswa. Hal ini disebabkan data yang diperoleh sangat dipengaruhi
oleh kualitas tes yang digunakan. Jika tes yang digunakan dapat
dipertanggungjawabkan maka data yang diperoleh juga dapat
dipertanggungjawabkan. Artinya data tersebut tepat mewakili atau
mencerminkan keadaan yang ingin evaluator ukur. Sebuah tes yang baik,
akan bisa mengungkapkan keadaan sebenarnya dari siswa, dan tes yang
tidak baik tidak akan bisa mengungkap bagaimana kemampuan sebenarnya
dari siswa.
Alat ukur atau instrumen yang baik antara lain harus memenuhi dua
kriteria utama, yaitu validitas dan reliabilitas. Selain valid dan reliabel, tes
yang baik juga tergantung dari banyaknya item-item soal berkategori baik
yang terdapat dalam tes. Semakin banyak item soal yang baik, semakin
baiklah perangkat tes tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah butir
soal yang baik, semakin buruklah kualitas tes itu. Untuk melihat kualitas
sebuah tes dapat dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif
(teoretik) dan kuantitatif (empiris). Secara kualitatif tes dikatakan baik jika
telah memenuhi persyaratan penyusunan dari sisi isi, konstruksi dan
bahasa. Adapun secara kuantiatif dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu
teori tes klasik (classical true-score theory) dan teori respon butir (Item
Response Theory).
Sedangkan menurut Arikunto (2006, hlm. 58), krtiteria lain yang
harus dipenuhi agar diperoleh instrumen yang baik yaitu: objektivitas
(dalam penyekoran dan penginterpretasikan hasil), serta praktibilitas dan
ekonomitas (efesiensi waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tes,
penyekoran dan pengadministrasiannya). Selain itu, kriteria lain yang
harus dipenuhi juga adalah instrumen atau tes harus relevan dalam
mengukur perilaku yang diukur, serta terdapat keseimbangan antara tujuan
43
3.4.2 Skala Self-Efficacy Siswa
Instrumen non-tes yang digunakan dalam penelitian yaitu skala
self-efficacy siswa untuk mengetahui peningkatan self-efficacy siswa yang
diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Langkah yang
dilakukan untuk membuat skala self-efficacy adalah membuat kisi-kisi
yang memuat indikator untuk setiap aspek self-efficacy. Indikator ini
diturunkan dari tiga dimensi self-efficacy menurut Bandura, yaitu: dimensi
magnitude atau level untuk mengukur taraf keyakinan dan kemampuan
dalam menentukan tingkat kesulitan soal literasi matematis yang dihadapi,
dimensi strength atau kekuatan untuk mengukur taraf keyakinan terhadap
kemampuan dalam mengatasi masalah atau kesulitan yang muncul akibat
soal literasi matematis, dan dimensi generality untuk mengukur taraf
keyakinan dan kemampuan dalam menggeneralisasikan tugas dan
pengalaman sebelumnya.
Penyusunan pernyataan skala self-efficacy dilakukan dengan
memperhatikan panduan dari Bandura (Widyastuti, 2010, hlm.62) antara
lain:
a) Skala self-efficacy adalah unipolar, berkisar dari 0 hingga keyakinan
maksimum. Skala bipolar dengan derajat negatif dimana seseorang
tidak mampu melakukan aktivitas yang diharapkan merupakan hal
yang tidak masuk akal.
b) Item-item pernyataan dalam skala self-efficacy harus dapat
merepresentasikan konstruk yang ingin diukur.
c) Item skala self-efficacy adalah item-item pernyataan yang dibuat atau
disesuaikan dengan area-area spesifik atau tugas-tugas spesifik dari
responden.
d) Format respon skala Likert umumnya menggunakan lima pernyataan
sikap. Namun, Bandura (2006) menyatakan bahwa skala self-efficacy
lebih baik menggunakan 11 respon skala dengan interval 10 atau
0-100. Hal ini didukung oleh Pajares, Hartley, & Valiante (Bandura,
44
Khotimah, 2015
prediktor yang lebih baik daripada skala self-efficacy dengan format
respon 1-5.
Skala self-efficacy yang digunakan dalam penelitian ini merujuk
pada skala respon yang dikemukakan oleh Bandura (2006), yaitu 100-point
scale sebagai berikut:
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Item-item pernyataan dalam skala self-efficacy adalah item-item
pernyataan yang dibuat sesuai dengan indikator setiap dimensi
self-efficacy. Kisi-kisi dan skala self-efficacy ini kemudian dikonsultasikan
kepada dosen pembimbing dan tiga orang penimbang untuk menguji
validitas muka dan validitas isi skala self-efficacy yang telah dibuat.
Selanjutnya, skala self-efficacy yang telah dinyatakan valid oleh
para penimbang, kemudian diujicobakan kepada lima orang siswa di luar
sampel penelitian sebagai uji coba skala terbatas. Tujuan dari uji coba
terbatas ini adalah untuk mengetahui tingkat keterbacaan soal dari segi
bahasa maupun penulisan sekaligus memperoleh gambaran apakah
pernyataan-pernyataan yang terdapat di dalam angket tersebut dapat
dipahami dengan baik oleh siswa. Skala self-efficacy yang digunakan
sebagai instrumen penelitian ini adalah skala self-efficacy yang telah
memenuhi persyaratan uji validitas dan reliabilitas instrumen berdasarkan
pengujian empirik dalam skala yang lebih luas kepada 35 siswa di luar
sampel penelitian.
3.4.3 Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar kerja siswa (LKS) dalam penelitian ini adalah lembar kerja
yang digunakan dalam pembelajaran matematika dengan aktivitas
pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan
GeoGebra untuk kelompok eksperimen. Isi lembar kerja siswa mengikuti
langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance
berbantuan GeoGebra yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
Tidak yakin Cukup yakin Sangat yakin
45
literasi matematis dan self-efficacy siswa. Setiap pertemuan memuat satu
pokok bahasan yang dilengkapi dengan soal-soal latihan mandiri.
3.4.4 Pedoman Observasi Aktivitas Guru dan Siswa
Pedoman observasi dalam penelitian ini digunakan untuk
mengamati dan menelaah setiap aktivitas guru dan siswa dalam
pembelajaran. Pedoman observasi ini terdiri dari item-item yang memuat
aktivitas guru dan siswa yang diharapkan memunculkan sikap positif
terhadap pembelajaran. Aktivitas siswa yang diamati berkenaan dengan
pemanfaatan kemampuan kognitifnya dalam upaya menjustifikasi,
menkonfirmasi atau melakukan verifikasi terhadap pendapatnya serta
interaksi terhadap siswa lain atau guru.
3.5 Analisis Instrumen Tes
3.5.1 Analisis Instrumen Tes Kemampuan Literasi Matematis
Berikut ini adalah hasil analisis pengujian validitas, reliabilitas,
serta tingkat kesukaran item tes kemampuan literasi matematis yang
dilakukan sebelum instrumen tes kemampuan literasi matematis digunakan
dalam penelitian.
a) Validitas Item Soal
Menurut Arikunto (2003, hlm. 168), validitas adalah suatu ukuran
yang menunjukkan tingkatan kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen.
Validitas instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan.
Dari hasil tersebut akan diperoleh validitas teoritik dan validitas empirik.
Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada
kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid
berdasarkan teori dan aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes
kemampuan literasi matematis yang berkenaan dengan validitas isi dan
validitas muka diberikan oleh ahli.
Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau
dari segi materi yang dievaluasikan (Suherman, 2001, hlm. 131). Validitas
isi dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi
46
Khotimah, 2015
dengan indikator/kisi-kisi kemampuan literasi matematis yang telah
disusun.
Validitas muka dilakukan dengan melihat tampilan dari soal itu yaitu
keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas
pengertiannya dan tidak salah tafsir. Jadi suatu instrumen dikatakan
memiliki validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah
dipahami maksudnya sehingga testi tidak mengalami kesulitan ketika
menjawab soal.
Sebelum instrumen tes kemampuan literasi matematis digunakan
dalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas muka dan
validitas isi oleh ahli, dosen pembimbing, guru matematika dan teman
sejawat. Pengujian validitas teoritik ini dilakukan untuk meminta
pertimbangan dan saran mengenai kesesuaian soal dengan materi, tingkat
kesulitan serta kejelasan item soal dari segi bahasa dan redaksi soal.
Setelah instrumen dinyatakan sudah memenuhi validitas isi dan
validitas muka, kemudian diujicobakan kepada lima orang siswa di luar
sampel penelitian yang telah menerima materi yang diteskan sebagai uji
coba skala terbatas. Tujuan dari uji coba terbatas ini adalah untuk
mengetahui tingkat keterbacaan soal dari segi bahasa maupun penulisan
sekaligus memperoleh gambaran apakah item-item soal tersebut dapat
dipahami dengan baik oleh siswa.
Pengujian selanjutnya adalah pengujian validitas empirik. Validitas
empirik adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu. Jumlah item
soal tes kemampuan literasi matematis yang diujicobakan pada pengujian
empirik sebanyak 5 item dan dujicobakan pada 35 siswa di luar sampel
penelitian. Hasil pengujian instrumen secara empirik kemudian dianalisis
menggunakan model rasch, yang merupakan salah satu model teori respon
butir (Item Response Theory).
Analisis instrumen dilakukan dengan bantuan program Winsteps.
Untuk memeriksa item yang tidak sesuai (outliers atau misfits), kategori
47
1) Nilai Outfit Mean Square (MNSQ) yang diterima : 0,5 < MNSQ < 1,5
2) Nilai Outfit Z-Standard (ZSTD) yang diterima : -2,0 < ZSTD < +2,0
3) Nilai Point Measure Correlation (Pt.Mean Corr.) yang diterima:
0,4 < Pt.Mean Corr. < 0,85
(Sumintono & Widhiarso, 2013, hlm. 111)
Jika item tes kemampuan pemecahan masalah matematis memenuhi
setidaknya dua kriteria diatas, maka item soal atau pernyataan tersebut
dapat digunakan, dengan kata lain item soal tersebut valid. Hasil analisis
yang diperoleh dari uji validitas tes kemampuan literasi matematis dengan
menggunakan bantuan program Winsteps adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4 Validitas Tes Kemampuan Literasi Matematis dengan Model Rasch
Berdasarkan hasil analisis tersebut, terlihat bahwa semua item soal
dinyatakan valid, karena setidaknya memenuhi dua kriteria validitas yang
telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, semua item soal yang
diujicobakan dapat digunakan dalam penelitian. Meskipun demikian, item
soal nomor 1 tidak digunakan dalam instrumen tes kemampuan literasi
karena pertimbangan waktu pengerjaan tes yang terbatas. Hasil analisis
item misfits order menunjukkan bahwa item nomor 1 merupakan item soal
yang paling tidak sesuai (misfits) diurutkan dari atas ke bawah seperti yang
tersaji dalam Tabel 3.5 berikut:
48
Khotimah, 2015
b) Reliabilitas Item Soal
Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek
yang sama (Arikunto, 2003, hlm. 90). Suatu alat evaluasi (tes dan nontes)
disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan
untuk subjek yang sama. Rumus yang digunakan untuk menghitung
reliabilitas tes ini adalah rumus Alpha-Cronbach (Arikunto, 2003, hlm.
109). Berikut ini adalah interpretasi koefisien korelasi reliabilitas sebagai
tolak ukur untuk menginterprestasikan derajat reliabilitas menurut
Sumintono & Widhiarso (2013, hlm. 109).
Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Besarnya nilai r Interpretasi 0,80 ≤ r < 1,00 Bagus Sekali 0,70 ≤ r < 0,80 Bagus 0,60 ≤ r < 0,70 Cukup 0,50 ≤ r < 0,60 Jelek 0,00 ≤ r < 0,50 Buruk
Berikut ini merupakan tabel hasil uji reliabilitas item soal tes
kemampuan literasi matematis menggunakan model rasch dengan bantuan
program Winsteps:
Tabel 3.7 Reliabilitas Tes Kemampuan Literasi Matematis
Hasil pada Tabel 3.7 tersebut menunjukkan bahwa nilai Cronbach
Alpha yang diperoleh pada tes kemampuan literasi matematis adalah 0,72.
Nilai tersebut termasuk dalam kategori ‘Bagus’. Selain itu, dengan memperhatikan kriteria Item Reliability menurut Sumintono & Widhiarso
49
dalam kategori “Istimewa’. Dengan demikian, tes kemampuan literasi matematis memiliki konsistensi yang bagus walaupun dikerjakan oleh
siapa saja dalam level kemampuan akademik yang sama.
Tabel 3.8 Klasifikasi Reliabilitas Item Soal
Besarnya nilai r Interpretasi 0,94 ≤ r < 1,00 Istimewa 0,91 ≤ r < 0,94 Bagus Sekali 0,81 ≤ r < 0,91 Bagus 0,67 ≤ r < 0,81 Cukup
0,00 ≤ r < 0,67 Lemah
c) Tingkat Kesukaran Item Soal
Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan
mudahnya suatu soal tes (Arikunto, 2006, hlm. 207). Soal yang baik
adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Pada
penelitian ini, uji tingkat kesukaran dilakukan menggunakan Rasch model
dengan bantuan program Winsteps. Pada program tersebut, disajikan
urutan item soal dari yang tersulit sampai pada item soal yang termudah.
Hasil uji tingkat kesulitan item soal kemampuan literasi matematis adalah
sebagai berikut.
Tabel 3.9 Tingkat Kesukaran Item Soal
Berdasarkan Tabel 3.9 di atas, nilai measure merupakan urutan soal
dari yang tersulit sampai pada soal termudah. Item soal nomor 5
merupakan soal yang tersulit, dikuti oleh soal nomor 3, 4, 2, dan 1.
3.5.2 Analisis Instrumen Angket Skala Self-efficacy
Total item pernyataan dalam skala self-efficacy yang diujicobakan
pada pengujian empirik sebanyak 30 item. Hasil pengujian instrumen skala
50
Khotimah, 2015
rasch, yang merupakan salah satu model teori respon butir (Item Response
Theory). Analisis instrumen skala self-efficacy dilakukan dengan bantuan
program Winsteps. Analisis dibagi menjadi dua bagian karena program
Winsteps hanya dapat mengolah maksimal sebanyak 25 item pernyataan.
Berikut ini adalah hasil analisis pengujian validitas dan reliabilitas
instrumen skala self-efficacy yang dilakukan sebelum instrumen digunakan
dalam penelitian.
a) Validitas Item Pernyataan
Validitas item pernyataan angket skala self-efficacy juga dilihat
menggunakan model rasch dengan bantuan program Winsteps. Sama
halnya dengan butir soal tes kemampuan literasi matematis, kriteria yang
digunakan dalam menentukan validitas instrumen angket adalah
berdasarkan nilai Outfit Mean Square (MNSQ), Outfit Z-Standard (ZSTD),
dan Point Measure Correlation (Pt Mean Corr). Untuk memeriksa item
yang tidak sesuai (outliers atau misfits), kategori yang digunakan adalah:
4) Nilai Outfit Mean Square (MNSQ) yang diterima : 0,5 < MNSQ < 1,5
5) Nilai Outfit Z-Standard (ZSTD) yang diterima : -2,0 < ZSTD < +2,0
6) Nilai Point Measure Correlation (Pt.Mean Corr.) yang diterima:
0,4 < Pt.Mean Corr. < 0,85
(Sumintono & Widhiarso, 2013, hlm. 111)
Hasil uji validitas instrumen angket skala self-efficacy siswa disajikan
dalam Tabel 3.10 dan Tabel 3.11 berikut.
51
Tabel 3.11 Validitas Skala Self-efficacy dengan Menggunakan Model Rasch (Item Pernyataan Nomor 16-30)
Berdasarkan hasil analisis tersebut, terlihat bahwa ada beberapa item
pernyataan yang termasuk ke dalam kategori outliers atau misfits dengan
data yang ada sehingga item pernyataan harus direvisi atau diganti. Item
pernyataan yang hanya memenuhi satu kriteria dan dinyatakan tidak valid
diantaranya adalah item pernyataan nomor 9, 12, 15, 21, 24, dan 26.
Keenam item pernyataan tersebut direvisi atau diganti dengan pernyataan
yang sesuai dengan indikator masing-masing dimensi self-efficacy,
sedangkan item pernyataan lainnya masih memenuhi kriteria yang
ditentukan. Berikut ini adalah urutan item soal yang tidak sesuai (misfits)
diurutkan dari atas ke bawah berdasarkan hasil analisis item misfits order:
52
Khotimah, 2015
Tabel 3.13 Urutan Item Soal yang Tidak Sesuai (Misfits) (Item Pernyataan Nomor 16-30)
Total item yang digunakan dalam instrumen skala self-efficacy adalah
24 item pernyataan dengan pertimbangan efisiensi waktu pengerjaan dan
kesesuaian antara indikator dari masing-masing dimensi self-efficacy.
b) Reliabilitas Item Pernyataan
Hasil yang diperoleh berdasarkan uji reliabilitas instrumen skala
self-efficacy menggunakan model Rasch dengan bantuan program Winsteps
adalah sebagai berikut.
Tabel 3.14 Reliabilitas Skala Self-efficacy (Item Pernyataan Nomor 1-15)
53
Hasil pada Tabel 3.14 dan Tabel 3.17 tersebut menunjukkan bahwa
nilai cronbach alpha yang diperoleh pada instrumen skala self-efficacy termasuk dalam kategori ‘Bagus Sekali’. Selain itu, dengan memperhatikan kriteria item reliability menurut Sumintono & Widhiarso
(2013, hlm.109) yang tersaji pada Tabel 3.8, reliabilitas item pernyataan termasuk dalam kategori “Bagus Sekali’. Dengan demikian, instrumen skala self-efficacy memiliki konsistensi yang bagus walaupun dikerjakan
oleh siapa saja dalam level kemampuan akademik yang sama.
c) Tingkat Kesukaran Item Pernyataan
Tingkat kesukaran item pernyataan instrumen skala self-efficacy pada
model Rasch memperlihatkan item pernyataan yang paling sulit, artinya
pernyataan yang paling sulit disetujui serta item pernyataan yang paling
mudah, yaitu pernyataan yang paling mudah disetujui.
Tabel 3.16 Tingkat Kesukaran Item Soal (Item Pernyataan Nomor 1-15)
Tabel 3.17 Tingkat Kesukaran Item Soal (Item Pernyataan Nomor 16-30)
54
Khotimah, 2015
Measure merupakan nilai logit item yang diurutkan dari item
pernyataan yang paling sulit disetujui hingga item pernyataan yang paling
mudah disetujui. Hasil uji tingkat kesukaran item pernyataan instrumen
skala self-efficacy adalah sebagai berikut. Berdasarkan Tabel 3.16 dan
Tabel 3.17 di atas, nilai measure merupakan urutan pernyataan dari yang
paling sulit disetujui sampai pada pernyataan yang paling mudah disetujui.
Item pernyataan nomor 14 merupakan pernyataan yang paling sulit
disetujui, sedangkan item pernyataan nomor 7 adalah item pernyataan
yang paling mudah disetujui.
3.6 Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian ini terdiri atas empat bagian, yaitu: (1) tahap persiapan,
(2) tahap pelaksanaan, (3) tahap analisis data, dan (4) tahap pembuatan
kesimpulan. Keempat tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:
a) Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan beberapa kegiatan, yaitu; pengembangan
perangkat pembelajaran berupa LKS serta pedoman observasi aktivitas guru dan
siswa yang dikonsultasikan kepada dosen pembimbing, penyusunan instrumen
dan uji coba instrumen, revisi perangkat pembelajaran, selanjutnya adalah
penentuan satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol berdasarkan saran dan
usulan atau pertimbangan guru matematika dan kepala sekolah.
b) Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan diawali dengan memberikan pretes pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal literasi matematis siswa.
Postes diberikan setelah kelas eksperimen diberi pembelajaran dengan pendekatan
metacognitive guidance berbantuan GeoGebra dan kelas kontrol dengan
pembelajaran biasa. Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai guru dengan
pertimbangan untuk mengurangi bias terjadinya perbedaan pelakuan pada
masing-masing kelompok. Saat pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen, peneliti
akan dibantu oleh satu orang observer untuk mengobservasi kegiatan
55
c) Tahap Analisis Data
Setelah pengumpulan data didapatkan pada setiap penelitian, data yang telah
diperoleh tersebut dilakukan analisis data, uji prasyarat, dan pengujian terhadap
hipotesis.
d) Tahap Pengambilan Kesimpulan
Pada tahap ini, setelah data kualitatif dan data kuantitaif diuji, selanjutnya
adalah penarikan kesimpulan terhadap hipotesis yang dibuat. Mengingat
kesimpulan atau temuan yang dihasilkan dari penelitian ini ada dalam bidang
pendidikan, taraf nyata yang digunakan dalam semua pengujian statistiknya
ditetapkan pada
= 0,05.3.7 Prosedur Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kualitatif dan data
kuantitatif. Untuk itu pengolahan terhadap data yang telah dikumpulkan,
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
a) Analisis Data Kualitatif
Data-data kualitatif diperoleh melalui pedoman observasi aktivitas guru dan
siswa. Hasil observasi diolah secara deskriptif dan hasilnya dianalisis melalui
laporan penulisan essay yang menyimpulkan kriteria, karakteristik serta proses
yang terjadi dalam pembelajaran.
b) Analisis Data Tes Kemampuan Literasi Matematis
Data-data kuantitatif diperoleh dalam bentuk data pretes dan postes
kemampuan literasi matematis. Secara umum, analisis data kuantitatif dilakukan
dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1) Menghitung rerata skor pretes dan skor postes
Skor yang diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan literasi
matematis yang diberikan di awal dan di akhir pembelajaran, masing-masing
dihitung reratanya. Rerata antara kelompok eksperimen kemudian dianalisis
dan dibandingkan dengan rerata kelompok kontrol.
2) Menghitung Peningkatan (Gain Ternormalisasi)
Untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan literasi matematis
antara sebelum dan sesudah pembelajaran antara kelas eksperimen yang
56
Khotimah, 2015
berbantuan GeoGebra dan kelas kontrol yang menggunakan metode
pembelajaran biasa, maka dilakukan perhitungan gain ternormalisasi. Hasil
perhitungan gain tersebut kemudian diinterpretasikan berdasarkan Kriteria
Indeks Gains (g) menurut Hake (1999), yaitu:
Tabel 3.18 Kriteria Indeks Gain Ternormalisasi
Indeks Gain Kriteria
digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji prasyarat yang digunakan adalah
uji normalitas masing-masing kelompok data dan uji homogenitas variansi
terhadap bagian-bagiannya (data berpasangan) maupun data secara
keseluruhan.
Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah sebuah data sampel yang
digunakan mengikuti populasi yang distribusi normal atau tidak. Hipotesis
yang digunakan untuk mengetahui normalitas suatu data adalah sebagai
berikut:
: Data mengikuti populasi yang berdistribusi normal
: Data tidak mengikuti populasi yang berdistribusi normal
Untuk mendeteksi normalitas data dilakukan analisis statistik
Kolmogorov-Smirnov (K-S). Hipotesis diuji dengan program SPSS 17 for Windows dengan
menggunakan tingkat signifikansi α sebesar 5% atau α = 0,05. Kriteria pengujian menerima atau menolak hipotesis dapat di tentukan sebagai
berikut:
Apabila nilai signifikansi atau nilai probabilitas ≥ 0,05 atau 5 persen maka H0 diterima, artinya data mengikuti populasi yang berdistribusi