• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematis dan Self-Efficacy dengan Pendekatan Metacognitive Guidance Berbantuan GeoGebra.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematis dan Self-Efficacy dengan Pendekatan Metacognitive Guidance Berbantuan GeoGebra."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS DAN

SELF-EFFICACY DENGAN PENDEKATAN METACOGNITIVE

GUIDANCE BERBANTUAN GEOGEBRA

(Studi Kuasi Eksperimen di salah satu SMP Negeri Serang)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh:

KHOTIMAH

NIM. 1302501

DEPARTEMEN/PROGRAM S2/S3 PENDIDIKAN MATEMATIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY DENGAN PENDEKATAN METACOGNITIVE

GUIDANCE BERBANTUAN GEOGEBRA

(Studi Kuasi Eksperimen di salah satu SMP Negeri Serang)

Oleh: Khotimah

S.Pd. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Departemen/Program S2/S3

Pendidikan Matematika

© Khotimah, 2015

Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang,

(3)
(4)

ABSTRAK

Khotimah (2015). Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematis dan Self-Efficacy

dengan Pendekatan Metacognitive Guidance Berbantuan GeoGebra.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil studi pendahuluan dan observasi mengenai kemampuan literasi matematis dan self-efficacy di salah satu SMP Negeri Kota Serang. Tujuan utama penelitian ini untuk menyelidiki peningkatan kemampuan literasi matematis dan self-efficacy siswa, sebagai akibat dari pembelajaran dengan pendekatan

metacognitive guidance berbantuan GeoGebra (MGG) dan pembelajaran biasa (PB) yang

ditinjau dari kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah). Penelitian ini termasuk ke dalam

non equivalent pretest – postest - control group design dan non equivalent postes only - control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP

Negeri 2 Serang. Adapun sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Serang sebanyak dua kelas. Satu kelas sebagai kelompok eksperimen yang mendapat pembelajaran MGG dan satu kelas lainnya sebagai kelompok kontrol yang mendapat pembelajaran PB. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tes kemampuan literasi matematis, skala self-efficacy, dan pedoman observasi guru dan siswa. Hasil analisis data menggunakan uji-t, uji Mann-Whitney, dan uji ANOVA dua jalur menyimpulkan bahwa: 1.a) ditinjau secara keseluruhan, peningkatan kemampuan literasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran MGG lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran PB; 1.b) peningkatan kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM tinggi dan sedang pada kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan dengan siswa kategori PAM tinggi dan sedang pada kelompok kontrol; 2) tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran yang diberikan dan kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap kemampuan literasi matematis; 3.a) ditinjau secara keseluruhan, self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran MGG lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran PB; b) self-efficacy siswa kategori PAM sedang pada kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan dengan siswa kategori PAM sedang pada kelompok kontrol.

(5)

ABSTRACT

Khotimah (2015). Enhancing the Ability of Mathematical Literacy and Self-Efficacy

through Metacognitive Guidance Approach using GeoGebra.

This research was based on the results of preliminary studies and observations about mathematical literacy skills and self-efficacy in one of The Junior High School in Serang. The main purpose of this research is to investigate the enhancement of studentsꞌs

mathematical literacy ability, and self-efficacy, as a result oflearning with metacognitive

guidance approach using GeoGebra (MGG) and the usual learning (PB) which is reviewed from PAM category (high, medium, and low). This research was a non-equivalent pretest - posttest - control group design and a non-non-equivalent posttest only control group design. Population in this research were all eighth grade students of SMP N 2 Serang. The sample is two classes of eighth grade students of SMP N 2 Serang. One class as the experimental group who received MGG learning and the other class as the control group who received PB learning. The instrument used consisted of mathematical literacy ability test, self-efficacy scale, and observation guide sheets. The results of data analysis using t-test, Mann-Whitney test, and two-way ANOVA test concluded that: 1.a) viewed as a whole, the enhancement of studentsꞌs mathematical literacy ability who received MGG are better than those of students who received PB, b) the enhancement of

studentsꞌs mathematical literacy ability in high and medium PAM category who received

MGG are better than those of students who received PB in the same PAM category, 2)

there is no interaction between learning model and PAM category (high, medium, and

low) on the mathematical literacy, 3.a) viewed as a whole, self-efficacy of students who received MGG are better than those of students who received PB, b) self-efficacy of students in medium PAM category who received MGG are better than those of students who received PB in the same PAM category.

Keywords: Metacognitive Guidance Approach, GeoGebra, Mathematical Literacy,

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika merupakan sebuah mata pelajaran yang memiliki kontribusi

besar dalam kehidupan manusia. Kontribusi matematika itu dapat dilihat dari

banyaknya aspek kehidupan manusia yang menggunakan konsep-konsep dasar

matematika, mulai dari aljabar, aritmetika hingga geometri (Sarwiko, 2010,

hlm.1). Hampir semua bidang studi memerlukan matematika. Oleh sebab itu,

semua orang harus mempelajari matematika agar dapat digunakan sebagai sarana

untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Selain itu, matematika

merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,

mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

manusia (BSNP, 2006, hlm. 345).

Sejalan dengan hal tersebut, menurut Rubyanto, (dalam Sutama, 2008,

hlm. 114) matematika sekolah diberikan kepada siswa untuk membekali siswa

berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta mampu bekerja sama.

Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa memiliki kemampuan memperoleh,

mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang

selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.

Disadari atau tidak, setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia selalu

ada kaitannya dengan matematika. Bahkan perkembangan teknologi modern yang

terjadi saat ini tidak luput dari peran matematika. Oleh karena itu, matematika

merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai manusia, terutama oleh

siswa dalam rangka mempersiapkan siswa menghadapi permasalahan di dunia

nyata. Kline dalam Tim MKPBM Matematika UPI (2001, hlm. 19) mengatakan

bahwa "matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna

karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu

manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan

alam".

NCTM atau National Council of Teachers Mathematics (Maryanti, 2012,

(7)

2

lima kompetensi matematika yang harus dimiliki siswa, yaitu: pemecahan

masalah matematis (mathematical problem solving), komunikasi matematis

(mathematical communication), penalaran matematis (mathematical reasoning),

koneksi matematis (mathematical connection), dan representasi matematis

(mathematical representation). Kemampuan yang mencakup kelima kompetensi

di atas adalah kemampuan literasi matematis. Kemampuan literasi matematis

merupakan kemampuan individu yang mencakup kemampuan merumuskan,

menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks yang

melibatkan penalaran matematis dan penggunaan konsep, prosedur, fakta, dan alat

matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena,

serta mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.

Seseorang dikatakan memiliki tingkat literasi matematis yang baik apabila

ia mampu menganalisis, bernalar, dan mengkomunikasikan pengetahuan dan

keterampilan matematikanya secara efektif, serta mampu memecahkan dan

menginterpretasikan penyelesaian matematika. Dengan demikian, kemampuan

literasi matematis merupakan kemampuan yang mencakup kelima kompetensi

penting dalam pembelajaran matematika dan diharapkan dimiliki oleh siswa.

Kemampuan literasi matematis berkaitan dengan bagaimana seorang siswa

dapat mengaplikasikan suatu pengetahuan dalam masalah dunia nyata (real

world) atau kehidupan sehari-hari, sehingga pengetahuan tersebut dapat dirasa

lebih kebermanfaatan secara langsung oleh siswa. Dengan demikian, kemampuan

literasi matematis seorang siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu

sendiri. Oleh sebab itu, pembelajaran matematika sebaiknya merupakan usaha

dalam mengarahkan siswa mengkontruksi pengetahuan melalui proses. Karena

mengetahui bukanlah sebuah produk/hasil tetapi suatu proses yang dimulai dari

pengalaman, sehingga siswa sebaiknya diberi kesempatan seluas-luasnya untuk

mengkontruksi pengetahuan yang harus dimiliki. Selain itu, belajar dapat

dikatakan menjadi bermakna jika informasi yang akan dipelajari oleh siswa

disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga anak dapat

mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya (Paimin,

(8)

3

Selain kemampuan literasi matematis, terdapat aspek psikologis yang turut

memberikan kontribusi terhadap keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan

tugas dengan baik, yaitu self-efficacy. Self-efficacy terkait dengan penilaian

seseorang akan kemampuan dirinya dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu.

Bandura (1993, hlm. 144) menyatakan bahwa perasaan positif yang tepat tentang

self-efficacy dapat mempertinggi prestasi, meyakini kemampuan,

mengembangkan motivasi internal, dan memungkinkan siswa untuk meraih tujuan

yang menantang. Sedangkan perasaan negatif tentang self-efficacy dapat

menyebabkan siswa menghindari tantangan, melakukan sesuatu dengan lemah,

fokus pada defisiensi dan hambatan, dan mempersiapkan diri untuk outcomes

yang kurang baik. Dalam memecahkan masalah yang sulit, individu yang

mempunyai keraguan tentang kemampuannya akan mengurangi usahanya bahkan

cenderung akan menyerah. Individu yang mempunyai self-efficacy tinggi

menganggap kegagalan sebagai kurangnya usaha, sedangkan individu yang

memiliki self-efficacy rendah menganggap kegagalan berasal dari kurangnya

kemampuan.

Sikap dan emosi (seperti percaya diri, keingintahuan, perasaan akan

ketertarikan dan relevansi, hasrat untuk melakukan atau memahami sesuatu)

bukan merupakan komponen dari literasi matematika. Namun demikian, hal

tersebut merupakan prasyarat yang penting untuk kemampuan literasi matematis.

Karena faktanya, sangat jarang terjadi dimana kemampuan literasi diterapkan dan

digunakan oleh seseorang yang tidak mempunyai tingkat kepercayaan diri,

keingintahuan, perasaan akan ketertarikan dan relevansi, dan hasrat untuk

melakukan atau memahami sesuatu yang memuat komponen matematika yang

sama.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan observasi yang dilakukan oleh

peneliti pada tanggal 15 Oktober 2014 di salah satu SMP Negeri Serang,

diperoleh temuan bahwa kemampuan literasi matematis siswa masih kurang

menggembirakan dan tampaknya perlu ditingkatkan. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah, pada kondisi tertentu,

kesulitan yang dialami oleh siswa ketika menyelesaikan soal kemampuan literasi

(9)

4

karena kebiasaan membaca yang masih perlu diasah. Dalam beberapa kasus,

siswa tidak dapat memperoleh informasi esensial dan strategis dalam membaca

soal-soal literasi matematis yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Selain

itu, aspek psikologis yang mungkin turut memberikan pengaruh adalah kurangnya

tingkat keyakinan terhadap kemampuan mereka sendiri dalam menyelesaikan soal

matematika. Ketika menghadapi soal yang „terlihat‟ lebih rumit, siswa cenderung

mudah menyerah dan menganggap kegagalan berasal dari kurangnya kemampuan

matematisnya.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dibutuhkan sebuah pendekatan

dalam pembelajaran matematika yang mampu mengaktifkan siswa untuk

mengonstruksi pengetahuannya, sehingga siswa memiliki kesadaran tentang apa

yang sudah diketahui dan apa yang belum diketahuinya serta bagaimana mereka

memikirkan agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan. Sejalan dengan

pernyataan Steen (1997), bahwa pembelajaran matematika merupakan proses

membangun kesadaran siswa untuk mengetahui bagaimana dan kapan dia

menggunakan pengetahuannya. Kesadaran ini dibutuhkan untuk membangkitkan

perasaan positif yang tepat tentang self-efficacy pada siswa, sehingga siswa

memiliki keinginan untuk menghadapi tantangan dan hambatan yang dihadapi

dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Salah satu alternatif pendekatan

pembelajaran yang cukup relevan untuk digunakan adalah pendekatan

metacoginitive guidance.

Pendekatan metacognitive guidance merupakan pendekatan yang

merupakan pengembangan dari teori konstruktivisme Vygotsky yaitu

pembelajaran yang menekankan pentingnya kegiatan siswa yang aktif dalam

mengontruksikan pengetahuannya. Teori ini menyatakan bahwa pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi informasi atau pengetahuan baru yang dilakukan setiap individu.

Pendekatan ini menawarkan beberapa langkah-langkah yang sejalan dengan

indikator kemampuan literasi matematis, diantaranya adalah siswa belajar

bagaimana mengontrol aktifitas berpikirnya, berpikir tentang proses berpikir

(10)

5

menyelesaikan masalah, serta melakukan refleksi pada proses dan solusi yang

dilakukan.

Kramarski & Mizrachi (2004) menemukan bahwa siswa dengan

keterampilan metakognitif tinggi lebih mampu memecahkan masalah yang

berkaitan dengan kehidupan nyata dan mampu mengkomunikasikan hasil

penalaran mereka. Oleh sebab itu, dengan mengembangkan kesadaran

metakognisinya, siswa diharapkan dapat terlatih untuk selalu merancang strategi

terbaik dalam memilih, mengingat, mengenali kembali, mengorganisasi informasi

yang dihadapinya dalam menyelesaikan masalah. Melalui pengembangan

kesadaran metakognisi, siswa juga diharapkan akan terbiasa untuk selalu

memonitor, mengontrol dan mengevaluasi apa yang telah dilakukannya. Dengan

demikian, pendekatan metacognitive guidance ini diharapkan dapat melatih siswa

untuk berpikir tentang yang strategi yang tepat dalam memecahkan masalah dan

mengetahui dengan baik mengapa memilih strategi tersebut.

Penelitian yang lain menyimpulkan bahwa pendekatan metacognitive

guidance ini, selain dapat mengembangkan kemampuan literasi matematis pada

siswa, juga dapat meningkatkan self-efficacy siswa (Scruggs, 1985; Block, 2005).

Melalui pendekatan metakognitif, siswa dapat menangkap informasi esensial

dalam permasalahan matematika sehingga mampu menyelesaikannya dengan

mudah. Sejalan dengan temuan tersebut, Nasution (2010) juga menemukan bahwa

secara umum, pendekatan ini menimbulkan sifat positif siswa terhadap

pembelajaran matematika dan merangsang siswa untuk bertanya pada diri sendiri

berkaitan dengan topik yang dipelajari. Lebih lanjut lagi, Maryanti (2012) dalam

penelitiannya menyimpulkan bahwa pendekatan metacognitive guidance dapat

dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan

literasi matematis pada kelompok tengah dan bawah. Oleh sebab itu, peneliti

tertarik untuk mengkaji peningkatan kemampuan literasi matematis dengan

menggunakan pendekatan metacognitive guidance di dalam pembelajaran ditinjau

dari Pengetahuan Awal Matematis (PAM) tinggi, sedang, dan rendah.

Selain penggunaan metode pembelajaran yang tepat, penyajian materi dan

media yang digunakan juga turut memberi pengaruh. Menurut Ruseffendi (1991,

(11)

6

materi, apakah penyajian materi tersebut membuat siswa tertarik, termotivasi, dan

timbul perasaan pada diri siswa untuk menyenangi materi tersebut. Salah satu

media pembelajaran yang saat ini telah berkembang sangat pesat adalah teknologi

komputer dengan berbagai software yang relevan dan dapat mendukung proses

belajar mengajar, diantaranya adalah software GeoGebra. Software yang

dikembangkan oleh Markus Hohenwarter ini dapat dimanfaatkan sebagai media

pembelajaran matematika sebagai alat bantu untuk mendemonstrasikan atau

memvisualisasikan serta mengkonstruksi konsep-konsep matematika yang

sifatnya abstrak sehingga dapat mudah dipahami siswa.

Beberapa penelitian tentang penggunaan GeoGebra dalam pembelajaran

matematika menyimpulkan bahwa pembelajaran berbantuan GeoGebra memiliki

manfaat positif baik bagi guru maupun siswa (Rahman, 2010; Wulanratmini,

2010; Bahri, 2011; Siregar, 2011; Mahmudi, 2011; Darmansyah, 2013; Supriadi,

2014). Selain itu, teknologi komputer memiliki potensi yang besar untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika

sehingga siswa memahami benar bahan pelajaran (Tim MKPBM Matematika

UPI, 2001). Hal ini disebabkan karena siswa mengalami proses menemukan

sebuah konsep.

Software matematika yang menggabungkan geometri, aljabar, dan

kalkulus ini merupakan software matematika dinamis sehingga siswa dapat

mengeksplorasi materi pelajaran yang disajikan agar dapat memberikan

pengalaman kepada siswa untuk berpikir menemukan suatu konsep. Dengan

demikian, proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan metacognitive

guidance dan terintegerasi dengan GeoGebra ini diharapkan dapat membantu

siswa dalam menganalisis dan mengidentifikasi masalah yang diberikan guru,

kemudian diarahkan untuk menemukan konsep bukan menghafalkannya.

Oleh sebab itu, pendekatan metacognitive guidance berbantuan GeoGebra

ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan literasi matematis sekaligus

mendukung self-efficacy siswa. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematis dan

Self-Efficacy dengan Pendekatan Metacognitive Guidance Berbantuan

(12)

7

mendorong peningkatan kemampuan literasi matematis, yaitu kategori PAM

(tinggi, sedang, dan rendah). Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, peningkatan

kemampuan literasi matematis ditinjau secara keseluruhan maupun berdasarkan

masing-masing kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah). Dengan demikian,

akan terlihat pula apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran

(pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan GeoGebra

dengan pembelajaran biasa) dan kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah)

terhadap peningkatan kemampuan literasi matematis. Selain itu, akan dilihat juga

bagaimana gambaran self-efficacy setelah mendapatkan pembelajaran, baik pada

kelompok eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan

metacognitive guidance berbantuan GeoGebra maupun kelompok kontrol yang

memperoleh pembelajaran biasa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa

aspek yang menjadi perhatian dan kajian dalam penelitian ini. Secara garis besar,

masalah yang diungkap dalam penelitian ini yaitu: “Apakah peningkatan

kemampuan literasi matematis dan self-efficacy siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan GeoGebra (MGG) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa (PB)?”. Aspek lain yang diperhatikan dalam kajian ini adalah kategori Pengetahuan Awal

Matematis (PAM) siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Rumusan masalah dalam

penelitian ini dijabarkan dalam beberapa sub rumusan masalah, yaitu:

1. Apakah peningkatan kemampuan literasi matematis siswa yang

mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance

berbantuan GeoGebra lebih baik daripada siswa yang mendapatkan

pembelajaran biasa ditinjau dari: a) keseluruhan, dan b) masing-masing

kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah)?

2. Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran yang diberikan dan

kategori PAM (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan

literasi matematis?

3. Apakah self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan

(13)

8

daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa ditinjau dari: a)

keseluruhan, b) masing-masing kategori PAM (tinggi, sedang, dan

rendah)?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah diajukan, maka tujuan yang

ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menyelidiki, membandingkan dan mendeskripsikan secara

komprehensif tentang peningkatan kemampuan literasi matematis siswa

yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan metacognitive

guidance berbantuan GeoGebra lebih baik daripada siswa yang

mendapatkan pembelajaran biasa ditinjau dari: a) keseluruhan, dan b)

masing-masing kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah)

2. Untuk menelaah interaksi antara faktor pembelajaran yang diberikan dan

kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan

kemampuan literasi matematis siswa

3. Untuk menyelidiki, membandingkan dan mendeskripsikan secara

komprehensif tentang self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran

dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan GeoGebra dan

siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa ditinjau dari: a) keseluruhan,

b) masing-masing kategori PAM (tinggi, sedang, dan rendah)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti bagi

kegiatan pembelajaran di kelas, khususnya dalam upaya peningkatan kemampuan

literasi matematis dan self-efficacy siswa. Masukan-masukan itu di antaranya

adalah:

1. Bagi peneliti: Untuk menjawab keingintahuan peneliti tentang pengaruh

pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan

GeoGebra terhadap kemampuan literasi matematis dan self-efficacy siswa

ditinjau secara keseluruhan dan berdasarkan masing-masing kategori PAM

(14)

9

2. Bagi guru: Jika ternyata pengaruhnya signifikan, maka pembelajaran

dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan GeoGebra ini

dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif atau pilihan yang dapat

digunakan guru dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan

kemampuan literasi matematis dan self-efficacy siswa.

3. Bagi sekolah: Untuk memberikan gambaran, masukan, dan ide yang

berguna bagi sekolah untuk membantu meningkatkan kemampuan siswa

dalam literasi matematis.

1.5 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan literasi matematis adalah kemampuan yang mencakup

kemampuan merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika

dalam berbagai konteks yang melibatkan penalaran matematis dan

penggunaan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk

mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena, serta

mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.

2. Self-efficacy yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keyakinan

seseorang terhadap kemampuannya melakukan tindakan-tindakan yang

diperlukan untuk menyelesaikan soal yang melibatkan kemampuan

literasi matematis. Self-efficacy dalam penelitian ini diukur berdasarkan

dimensi yang dinyatakan oleh Bandura yaitu dimensi magnitude atau

level, dimensi strength, dan dimensi generality.

3. Pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan

GeoGebra dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang melalui tahap

diskusi awal, tahap kemandirian, dan tahap penyimpulan. Pada tahap

diskusi awal, siswa diberikan permasalahan yang terdapat di dalam

Lembar Kerja Siswa (LKS) yang memuat aktivitas dengan menggunakan

GeoGebra, siswa diminta untuk menyusun konjektur (perkiraan) dari hasil

analisis yang dilakukan dan mengujinya melalui percobaan-percobaan

sehingga diperoleh kesimpulan hasil diskusi. Kemudian pada tahap

kemandirian, siswa diberikan LKS Kemandirian dan mengerjakannya

(15)

10

dan umpan balik. Selanjutnya pada tahap penyimpulan, guru membimbing

siswa untuk memeriksa kembali jawaban mereka (reflection question).

4. Pembelajaran biasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pembelajaran yang menggunakan pendekatan sesuai dengan kurikulum

yang diamanatkan oleh pemerintah di lokus penelitian.

1.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang diajukan berdasarkan rumusan masalah yang

telah disebutkan sebelumnya adalah:

1. Peningkatan kemampuan literasi matematis siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan

GeoGebra lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran

biasa ditinjau dari: a) keseluruhan, dan b) masing-masing kategori PAM

(tinggi, sedang, dan rendah)

2. Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran yang diberikan dan kategori

PAM (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan

literasi matematis

3. Self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan

metacognitive guidance berbantuan GeoGebra lebih baik daripada siswa

yang mendapatkan pembelajaran biasa ditinjau dari: a) keseluruhan, dan b)

(16)

Khotimah, 2015

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuasi eksperimen. Menurut

Sugiyono (2010, hlm. 77), desain penelitian kuasi eksperimen mempunyai

kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol

variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Tujuan

penelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh pembelajaran dengan pendekatan

metacognitive guidance berbantuan GeoGebra terhadap kemampuan literasi

matematis dan self-efficacy siswa yang ditinjau dari kategori PAM (tinggi, sedang,

dan rendah).

Penelitian ini termasuk ke dalam non equivalent pretest - postest - control

group design. Artinya, sebelum dilaksanakan pembelajaran, baik pada kelas

eksperimen maupun kelompok kontrol, dilakukan pretes kemampuan literasi

matematis. Selanjutnya, setelah diberi perlakuan berdasarkan faktor pembelajaran

yang digunakan, dilakukan postes pada akhir rangkaian pembelajaran pada

kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Non equivalent control group

design merupakan desain yang hampir sama dengan pretest-posttest control group

design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol

tidak dipilih secara random (Ruseffendi, 2005, hlm. 52). Desain kuasi eksperimen

dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Kelompok Eksperimen : O X O

Kelompok Kontrol : O O

Keterangan:

O : Pretes dan postes

X : Pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance

berbantuan GeoGebra

: Subjek tidak dikelompokkan secara acak

Sedangkan untuk self-efficacy, desain penelitian yang digunakan adalah

non-equivalent postrespon only - control group design yang digambarkan sebagai

(17)

35

Kelompok Eksperimen : X O

Kelompok Kontrol : O

Keterangan:

O : Post respon self-efficacy

X : Pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance

berbantuan GeoGebra

: Subjek tidak dikelompokkan secara acak

3.2 Subyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 2 Serang pada semester genap

tahun ajaran 2014/2015. Adapun populasi dan sampel serta teknik pengambilan

sampel penelitian dijelaskan pada poin-poin berikut:

a) Populasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP Negeri Serang. Penelitian

dilaksanakan pada siswa dengan sekolah yang berada pada kemampuan level

sedang. Hal ini dilakukan karena jika memilih sekolah dengan klasifikasi baik

maka hasil belajarnya cenderung baik yang diakibatkan kemampuan rerata

siswanya baik, bukan karena pembelajaran yang diterapkan. Sebaliknya, jika

memilih tingkat klasifikasi sekolah rendah, hasil belajar yang diperoleh cenderung

rendah akibat kemampuan siswa dengan rerata rendah bukan karena kurang

baiknya pembelajaran. Keterangan mengenai level sekolah ini berdasarkan pada

akreditasi yang diemban oleh sekolah tersebut.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 2

Serang dengan total sembilan kelas, yang memiliki kemampuan yang setara

berdasarkan asumsi bahwa pada saat pembagian kelas dilakukan secara acak

bukan berdasarkan peringkat atau kemampuan siswa. Alasan ditetapkannya siswa

kelas VIII sebagai populasi adalah kemampuan literasi matematis penting

diperhatikan pada anak usia 15 tahun (OECD, 2013). Selain itu, pada masa kelas

VIII inilah terjadinya masa transisi peralihan tahap berfikir siswa dari tahap

berfikir konkrit ke tahap berfikir formal sehingga dirasa tepat untuk menstimulus

kemampuan literasi matematis. Pertimbangan lainnya mengapa kelas VIII

(18)

36

Khotimah, 2015

yang cocok diberikan dengan menggunakan pendekatan metacognitive guidance

berbantuan GeoGebra.

b) Sampel Penelitian

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

teknik purposive sampling (sampel acak bertujuan). Teknik purposive sampling

adalah teknik pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2010, hlm. 124). Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan

maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel

karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki

informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Tujuan dilakukan pengambilan

sampel seperti ini adalah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan

efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi subyek penelitian, waktu

penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian, serta prosedur perizinan.

Pertimbangan pemilihan sampel dalam penelitian ini yakni, memilih kelas yang

memiliki karakteristik dan kemampuan akademik yang setara. Pertimbangan

dilakukan oleh guru bidang studi matematika kelas VIII.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Serang

sebanyak dua kelas dengan kategori kemampuan yang sama sebagai kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Dua kelas yang sudah ditetapkan tersebut

kemudian dipilih secara acak untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Kelompok eksperimen (kelas perlakuan) merupakan kelompok siswa

yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan metacognitive

guidance berbantuan GeoGebra dan kelompok kontrol (kelas pembanding) adalah

kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa. Pada masing-masing

kelas ini, siswa dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan pengetahuan awal

matematisnya, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan ini dilakukan

berdasarkan pada data nilai rapor pada semester 1. Tujuan dari pengelompokkan

ini adalah agar semua level kemampuan siswa terwakili dalam sampel.

Kriteria pengelompokkan PAM yang dilakukan dalam penelitian ini

(19)

37

n ≥̅ + SB : Siswa Kategori PAM Tinggi ̅– SB ≤ n < ̅ + SB : Siswa Kategori PAM Sedang n < ̅– SB : Siswa Kategori PAM Rendah Keterangan:

n : Nilai matematika pada rapor semester 1

̅ : Nilai rerata kelas pada rapor semester 1 : Simpangan baku nilai rapor semester 1

3.3 Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang akan menjadi titik

perhatian suatu penelitian. Pada penelitian ini variabel yang digunakan terdiri

dari variabel bebas (X), variabel terikat (Y), dan variabel faktor (Z)

a) Variabel Bebas (X)

Sugiyono (2010, hlm. 61) mengemukakan bahwa variabel bebas adalah

variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau

timbulnya variabel terikat. Variabel bebas ini dapat disebut sebagai variabel

sebab. Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi variabel bebas (X) pada

penelitian ini yaitu: (a) pembelajaran matematika dengan pendekatan

metacognitive guidance berbantuan GeoGebra yang diberikan pada kelas

eksperimen (MGG), (b) pembelajaran biasa (PB) yang diberikan kepada kelas

kontrol.

b) Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel

terikat ini juga disebut variabel akibat. Berdasarkan pengertian tersebut maka

yang menjadi variabel terikat (Y) pada penelitian ini yaitu: kemampuan literasi

matematis, dan self-efficacy siswa.

c) Variabel Kontrol (Z)

Variabel kontrol (Z) pada penelitian ini adalah adalah kategori pengetahuan

(20)

38

Khotimah, 2015

d) Keterkaitan Antar Variabel Penelitian

Untuk mempermudah melihat bagaimana keterkaitan antar-variabel, berikut

ini disajikan tabel keterkaitan antar-variabel untuk masing-masing rumusan

masalah:

Tabel 3.1 Keterkaitan antara Faktor Pembelajaran, Kemampuan Literasi Matematis Siswa, dan Kategori Pengetahuan Awal Matematis (PAM)

Kategori PAM

Tinggi (T) H-PAM-T-MGG H-PAM-T-PB

Sedang (S) H-PAM-S-MGG H-PAM-S-PB

Rendah (R) H-PAM-R-MGG H-PAM-R-PB

Keseluruhan Siswa H-PAM-MGG H-PAM-PB

Keterangan:

H-PAM-MGG : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metacognitive

guidance berbantuan GeoGebra

H-PAM-PB : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran biasa

H-PAM-T-MGG : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM

tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan

metacognitive guidance berbantuan GeoGebra

H-PAM-S-MGG : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM

sedang yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan

metacognitive guidance berbantuan GeoGebra

H-PAM-R-MGG : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM

rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan

metacognitive guidance berbantuan GeoGebra

H-PAM-T-PB : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM

tinggi yang memperoleh pembelajaran biasa

H-PAM-S-PB : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM

(21)

39

H-PAM-R-PB : Hasil tes kemampuan literasi matematis siswa kategori PAM

rendah yang memperoleh pembelajaran biasa

Tabel 3.2 Keterkaitan antara Faktor Pembelajaran, Self-Efficacy Siswa, dan Pengetahuan Awal Matematis (PAM)

Kemampuan Siswa

Self-Efficacy Siswa Metacognitive Guidance

berbantuan GeoGebra (MGG)

Pembelajaran Biasa (PB)

Tinggi (T) SE-PAM-T-MGG SE-PAM-T-PB

Sedang (S) SE-PAM-S-MGG SE-PAM-S-PB

Rendah (R) SE-PAM-R-MGG SE-PAM-R-PB

Keseluruhan Siswa SE-PAM-MGG SE-PAM-PB

Keterangan:

SE-PAM-MGG : Self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran dengan

pendekatan metacognitive guidance berbantuan GeoGebra

SE-PAM-PB : Self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran dengan

pembelajaran biasa

SE-PAM-T-MGG : Self-efficacy siswa kategori PAM tinggi yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance

berbantuan GeoGebra

SE-PAM-S-MGG : Self-efficacy siswa kategori PAM sedang yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance

berbantuan GeoGebra

SE-PAM-R-MGG : Self-efficacy siswa kategori PAM rendah yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance

berbantuan GeoGebra

SE-PAM-T-PB : Self-efficacy siswa kategori PAM tinggi yang memperoleh

pembelajaran biasa

SE-PAM-S-PB : Self-efficacy siswa kategori PAM sedang yang memperoleh

pembelajaran biasa

SE-PAM-R-PB : Self-efficacy siswa kategori PAM rendah yang memperoleh

(22)

40

Khotimah, 2015

3.4 Instrumen Penelitian

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap

mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian ini, maka dibuatlah

seperangkat instrumen. Instrumen dalam penelitian ini meliputi: bahan ajar

berbantuan GeoGebra, instrumen tes kemampuan literasi matematis, skala

self-efficacy, dan pedoman observasi yang memuat item-item aktivitas guru dan siswa

dalam pembelajaran. Berikut ini akan dijelaskan mengenai instrumen penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini:

3.4.1 Instrumen Tes Kemampuan Literasi Matematis

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan

literasi matematis yang terdiri dari tes awal (pretes) dan tes akhir (postes).

Tes yang diberikan pada setiap kelas eksperimen dan kelas kontrol, baik

soal-soal untuk pretes maupun postes ekuivalen/relatif sama. Pretes

digunakan sebagai tolak ukur peningkatan kemampuan literasi matematis

sebelum mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan metacognitive

guidance berbantuan GeoGebra maupun dengan pembelajaran biasa,

sedangkan postes dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang

signifikan setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan

metacognitive guidance berbantuan GeoGebra maupun dengan

pembelajaran biasa.

Pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk mengukur

peningkatan kemampuan literasi matematis. Tes yang digunakan untuk

mengukur kemampuan literasi matematis siswa terdiri dari 4 item soal.

Materi yang diujikan untuk mengukur kemampuan literasi matematis

adalah materi kelas VIII semester genap, yaitu pada pokok bahasan

lingkaran.

Dalam penyusunan soal tes, diawali dengan penyusunan kisi-kisi

soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif kunci

jawaban masing-masing item soal. Untuk memberikan penilaian yang

objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan literasi

matematis berpedoman pada rubrik penyekoran yang tersaji pada Tabel 3.3

(23)

41

Tabel 3.3 Pedoman Penyekoran Kemampuan Literasi Matematis

Aspek Literasi Matematika

Indikator

Pencapaian Respon Siswa Skor

(24)

42

Khotimah, 2015

Sebelum instumen tes diberikan pada siswa, terlebih dahulu

dilakukan uji coba karena sebuah tes yang digunakan oleh peneliti sebagai

alat ukur, memegang peranan yang sangat penting dalam evaluasi hasil

belajar siswa. Hal ini disebabkan data yang diperoleh sangat dipengaruhi

oleh kualitas tes yang digunakan. Jika tes yang digunakan dapat

dipertanggungjawabkan maka data yang diperoleh juga dapat

dipertanggungjawabkan. Artinya data tersebut tepat mewakili atau

mencerminkan keadaan yang ingin evaluator ukur. Sebuah tes yang baik,

akan bisa mengungkapkan keadaan sebenarnya dari siswa, dan tes yang

tidak baik tidak akan bisa mengungkap bagaimana kemampuan sebenarnya

dari siswa.

Alat ukur atau instrumen yang baik antara lain harus memenuhi dua

kriteria utama, yaitu validitas dan reliabilitas. Selain valid dan reliabel, tes

yang baik juga tergantung dari banyaknya item-item soal berkategori baik

yang terdapat dalam tes. Semakin banyak item soal yang baik, semakin

baiklah perangkat tes tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah butir

soal yang baik, semakin buruklah kualitas tes itu. Untuk melihat kualitas

sebuah tes dapat dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif

(teoretik) dan kuantitatif (empiris). Secara kualitatif tes dikatakan baik jika

telah memenuhi persyaratan penyusunan dari sisi isi, konstruksi dan

bahasa. Adapun secara kuantiatif dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu

teori tes klasik (classical true-score theory) dan teori respon butir (Item

Response Theory).

Sedangkan menurut Arikunto (2006, hlm. 58), krtiteria lain yang

harus dipenuhi agar diperoleh instrumen yang baik yaitu: objektivitas

(dalam penyekoran dan penginterpretasikan hasil), serta praktibilitas dan

ekonomitas (efesiensi waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tes,

penyekoran dan pengadministrasiannya). Selain itu, kriteria lain yang

harus dipenuhi juga adalah instrumen atau tes harus relevan dalam

mengukur perilaku yang diukur, serta terdapat keseimbangan antara tujuan

(25)

43

3.4.2 Skala Self-Efficacy Siswa

Instrumen non-tes yang digunakan dalam penelitian yaitu skala

self-efficacy siswa untuk mengetahui peningkatan self-efficacy siswa yang

diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Langkah yang

dilakukan untuk membuat skala self-efficacy adalah membuat kisi-kisi

yang memuat indikator untuk setiap aspek self-efficacy. Indikator ini

diturunkan dari tiga dimensi self-efficacy menurut Bandura, yaitu: dimensi

magnitude atau level untuk mengukur taraf keyakinan dan kemampuan

dalam menentukan tingkat kesulitan soal literasi matematis yang dihadapi,

dimensi strength atau kekuatan untuk mengukur taraf keyakinan terhadap

kemampuan dalam mengatasi masalah atau kesulitan yang muncul akibat

soal literasi matematis, dan dimensi generality untuk mengukur taraf

keyakinan dan kemampuan dalam menggeneralisasikan tugas dan

pengalaman sebelumnya.

Penyusunan pernyataan skala self-efficacy dilakukan dengan

memperhatikan panduan dari Bandura (Widyastuti, 2010, hlm.62) antara

lain:

a) Skala self-efficacy adalah unipolar, berkisar dari 0 hingga keyakinan

maksimum. Skala bipolar dengan derajat negatif dimana seseorang

tidak mampu melakukan aktivitas yang diharapkan merupakan hal

yang tidak masuk akal.

b) Item-item pernyataan dalam skala self-efficacy harus dapat

merepresentasikan konstruk yang ingin diukur.

c) Item skala self-efficacy adalah item-item pernyataan yang dibuat atau

disesuaikan dengan area-area spesifik atau tugas-tugas spesifik dari

responden.

d) Format respon skala Likert umumnya menggunakan lima pernyataan

sikap. Namun, Bandura (2006) menyatakan bahwa skala self-efficacy

lebih baik menggunakan 11 respon skala dengan interval 10 atau

0-100. Hal ini didukung oleh Pajares, Hartley, & Valiante (Bandura,

(26)

44

Khotimah, 2015

prediktor yang lebih baik daripada skala self-efficacy dengan format

respon 1-5.

Skala self-efficacy yang digunakan dalam penelitian ini merujuk

pada skala respon yang dikemukakan oleh Bandura (2006), yaitu 100-point

scale sebagai berikut:

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Item-item pernyataan dalam skala self-efficacy adalah item-item

pernyataan yang dibuat sesuai dengan indikator setiap dimensi

self-efficacy. Kisi-kisi dan skala self-efficacy ini kemudian dikonsultasikan

kepada dosen pembimbing dan tiga orang penimbang untuk menguji

validitas muka dan validitas isi skala self-efficacy yang telah dibuat.

Selanjutnya, skala self-efficacy yang telah dinyatakan valid oleh

para penimbang, kemudian diujicobakan kepada lima orang siswa di luar

sampel penelitian sebagai uji coba skala terbatas. Tujuan dari uji coba

terbatas ini adalah untuk mengetahui tingkat keterbacaan soal dari segi

bahasa maupun penulisan sekaligus memperoleh gambaran apakah

pernyataan-pernyataan yang terdapat di dalam angket tersebut dapat

dipahami dengan baik oleh siswa. Skala self-efficacy yang digunakan

sebagai instrumen penelitian ini adalah skala self-efficacy yang telah

memenuhi persyaratan uji validitas dan reliabilitas instrumen berdasarkan

pengujian empirik dalam skala yang lebih luas kepada 35 siswa di luar

sampel penelitian.

3.4.3 Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar kerja siswa (LKS) dalam penelitian ini adalah lembar kerja

yang digunakan dalam pembelajaran matematika dengan aktivitas

pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance berbantuan

GeoGebra untuk kelompok eksperimen. Isi lembar kerja siswa mengikuti

langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan metacognitive guidance

berbantuan GeoGebra yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan

Tidak yakin Cukup yakin Sangat yakin

(27)

45

literasi matematis dan self-efficacy siswa. Setiap pertemuan memuat satu

pokok bahasan yang dilengkapi dengan soal-soal latihan mandiri.

3.4.4 Pedoman Observasi Aktivitas Guru dan Siswa

Pedoman observasi dalam penelitian ini digunakan untuk

mengamati dan menelaah setiap aktivitas guru dan siswa dalam

pembelajaran. Pedoman observasi ini terdiri dari item-item yang memuat

aktivitas guru dan siswa yang diharapkan memunculkan sikap positif

terhadap pembelajaran. Aktivitas siswa yang diamati berkenaan dengan

pemanfaatan kemampuan kognitifnya dalam upaya menjustifikasi,

menkonfirmasi atau melakukan verifikasi terhadap pendapatnya serta

interaksi terhadap siswa lain atau guru.

3.5 Analisis Instrumen Tes

3.5.1 Analisis Instrumen Tes Kemampuan Literasi Matematis

Berikut ini adalah hasil analisis pengujian validitas, reliabilitas,

serta tingkat kesukaran item tes kemampuan literasi matematis yang

dilakukan sebelum instrumen tes kemampuan literasi matematis digunakan

dalam penelitian.

a) Validitas Item Soal

Menurut Arikunto (2003, hlm. 168), validitas adalah suatu ukuran

yang menunjukkan tingkatan kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen.

Validitas instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan.

Dari hasil tersebut akan diperoleh validitas teoritik dan validitas empirik.

Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada

kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid

berdasarkan teori dan aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes

kemampuan literasi matematis yang berkenaan dengan validitas isi dan

validitas muka diberikan oleh ahli.

Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau

dari segi materi yang dievaluasikan (Suherman, 2001, hlm. 131). Validitas

isi dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi

(28)

46

Khotimah, 2015

dengan indikator/kisi-kisi kemampuan literasi matematis yang telah

disusun.

Validitas muka dilakukan dengan melihat tampilan dari soal itu yaitu

keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas

pengertiannya dan tidak salah tafsir. Jadi suatu instrumen dikatakan

memiliki validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah

dipahami maksudnya sehingga testi tidak mengalami kesulitan ketika

menjawab soal.

Sebelum instrumen tes kemampuan literasi matematis digunakan

dalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas muka dan

validitas isi oleh ahli, dosen pembimbing, guru matematika dan teman

sejawat. Pengujian validitas teoritik ini dilakukan untuk meminta

pertimbangan dan saran mengenai kesesuaian soal dengan materi, tingkat

kesulitan serta kejelasan item soal dari segi bahasa dan redaksi soal.

Setelah instrumen dinyatakan sudah memenuhi validitas isi dan

validitas muka, kemudian diujicobakan kepada lima orang siswa di luar

sampel penelitian yang telah menerima materi yang diteskan sebagai uji

coba skala terbatas. Tujuan dari uji coba terbatas ini adalah untuk

mengetahui tingkat keterbacaan soal dari segi bahasa maupun penulisan

sekaligus memperoleh gambaran apakah item-item soal tersebut dapat

dipahami dengan baik oleh siswa.

Pengujian selanjutnya adalah pengujian validitas empirik. Validitas

empirik adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu. Jumlah item

soal tes kemampuan literasi matematis yang diujicobakan pada pengujian

empirik sebanyak 5 item dan dujicobakan pada 35 siswa di luar sampel

penelitian. Hasil pengujian instrumen secara empirik kemudian dianalisis

menggunakan model rasch, yang merupakan salah satu model teori respon

butir (Item Response Theory).

Analisis instrumen dilakukan dengan bantuan program Winsteps.

Untuk memeriksa item yang tidak sesuai (outliers atau misfits), kategori

(29)

47

1) Nilai Outfit Mean Square (MNSQ) yang diterima : 0,5 < MNSQ < 1,5

2) Nilai Outfit Z-Standard (ZSTD) yang diterima : -2,0 < ZSTD < +2,0

3) Nilai Point Measure Correlation (Pt.Mean Corr.) yang diterima:

0,4 < Pt.Mean Corr. < 0,85

(Sumintono & Widhiarso, 2013, hlm. 111)

Jika item tes kemampuan pemecahan masalah matematis memenuhi

setidaknya dua kriteria diatas, maka item soal atau pernyataan tersebut

dapat digunakan, dengan kata lain item soal tersebut valid. Hasil analisis

yang diperoleh dari uji validitas tes kemampuan literasi matematis dengan

menggunakan bantuan program Winsteps adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 Validitas Tes Kemampuan Literasi Matematis dengan Model Rasch

Berdasarkan hasil analisis tersebut, terlihat bahwa semua item soal

dinyatakan valid, karena setidaknya memenuhi dua kriteria validitas yang

telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, semua item soal yang

diujicobakan dapat digunakan dalam penelitian. Meskipun demikian, item

soal nomor 1 tidak digunakan dalam instrumen tes kemampuan literasi

karena pertimbangan waktu pengerjaan tes yang terbatas. Hasil analisis

item misfits order menunjukkan bahwa item nomor 1 merupakan item soal

yang paling tidak sesuai (misfits) diurutkan dari atas ke bawah seperti yang

tersaji dalam Tabel 3.5 berikut:

(30)

48

Khotimah, 2015

b) Reliabilitas Item Soal

Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek

yang sama (Arikunto, 2003, hlm. 90). Suatu alat evaluasi (tes dan nontes)

disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan

untuk subjek yang sama. Rumus yang digunakan untuk menghitung

reliabilitas tes ini adalah rumus Alpha-Cronbach (Arikunto, 2003, hlm.

109). Berikut ini adalah interpretasi koefisien korelasi reliabilitas sebagai

tolak ukur untuk menginterprestasikan derajat reliabilitas menurut

Sumintono & Widhiarso (2013, hlm. 109).

Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Besarnya nilai r Interpretasi 0,80 ≤ r < 1,00 Bagus Sekali 0,70 ≤ r < 0,80 Bagus 0,60 ≤ r < 0,70 Cukup 0,50 ≤ r < 0,60 Jelek 0,00 ≤ r < 0,50 Buruk

Berikut ini merupakan tabel hasil uji reliabilitas item soal tes

kemampuan literasi matematis menggunakan model rasch dengan bantuan

program Winsteps:

Tabel 3.7 Reliabilitas Tes Kemampuan Literasi Matematis

Hasil pada Tabel 3.7 tersebut menunjukkan bahwa nilai Cronbach

Alpha yang diperoleh pada tes kemampuan literasi matematis adalah 0,72.

Nilai tersebut termasuk dalam kategori ‘Bagus’. Selain itu, dengan memperhatikan kriteria Item Reliability menurut Sumintono & Widhiarso

(31)

49

dalam kategori “Istimewa’. Dengan demikian, tes kemampuan literasi matematis memiliki konsistensi yang bagus walaupun dikerjakan oleh

siapa saja dalam level kemampuan akademik yang sama.

Tabel 3.8 Klasifikasi Reliabilitas Item Soal

Besarnya nilai r Interpretasi 0,94 ≤ r < 1,00 Istimewa 0,91 ≤ r < 0,94 Bagus Sekali 0,81 ≤ r < 0,91 Bagus 0,67 ≤ r < 0,81 Cukup

0,00 ≤ r < 0,67 Lemah

c) Tingkat Kesukaran Item Soal

Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan

mudahnya suatu soal tes (Arikunto, 2006, hlm. 207). Soal yang baik

adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Pada

penelitian ini, uji tingkat kesukaran dilakukan menggunakan Rasch model

dengan bantuan program Winsteps. Pada program tersebut, disajikan

urutan item soal dari yang tersulit sampai pada item soal yang termudah.

Hasil uji tingkat kesulitan item soal kemampuan literasi matematis adalah

sebagai berikut.

Tabel 3.9 Tingkat Kesukaran Item Soal

Berdasarkan Tabel 3.9 di atas, nilai measure merupakan urutan soal

dari yang tersulit sampai pada soal termudah. Item soal nomor 5

merupakan soal yang tersulit, dikuti oleh soal nomor 3, 4, 2, dan 1.

3.5.2 Analisis Instrumen Angket Skala Self-efficacy

Total item pernyataan dalam skala self-efficacy yang diujicobakan

pada pengujian empirik sebanyak 30 item. Hasil pengujian instrumen skala

(32)

50

Khotimah, 2015

rasch, yang merupakan salah satu model teori respon butir (Item Response

Theory). Analisis instrumen skala self-efficacy dilakukan dengan bantuan

program Winsteps. Analisis dibagi menjadi dua bagian karena program

Winsteps hanya dapat mengolah maksimal sebanyak 25 item pernyataan.

Berikut ini adalah hasil analisis pengujian validitas dan reliabilitas

instrumen skala self-efficacy yang dilakukan sebelum instrumen digunakan

dalam penelitian.

a) Validitas Item Pernyataan

Validitas item pernyataan angket skala self-efficacy juga dilihat

menggunakan model rasch dengan bantuan program Winsteps. Sama

halnya dengan butir soal tes kemampuan literasi matematis, kriteria yang

digunakan dalam menentukan validitas instrumen angket adalah

berdasarkan nilai Outfit Mean Square (MNSQ), Outfit Z-Standard (ZSTD),

dan Point Measure Correlation (Pt Mean Corr). Untuk memeriksa item

yang tidak sesuai (outliers atau misfits), kategori yang digunakan adalah:

4) Nilai Outfit Mean Square (MNSQ) yang diterima : 0,5 < MNSQ < 1,5

5) Nilai Outfit Z-Standard (ZSTD) yang diterima : -2,0 < ZSTD < +2,0

6) Nilai Point Measure Correlation (Pt.Mean Corr.) yang diterima:

0,4 < Pt.Mean Corr. < 0,85

(Sumintono & Widhiarso, 2013, hlm. 111)

Hasil uji validitas instrumen angket skala self-efficacy siswa disajikan

dalam Tabel 3.10 dan Tabel 3.11 berikut.

(33)

51

Tabel 3.11 Validitas Skala Self-efficacy dengan Menggunakan Model Rasch (Item Pernyataan Nomor 16-30)

Berdasarkan hasil analisis tersebut, terlihat bahwa ada beberapa item

pernyataan yang termasuk ke dalam kategori outliers atau misfits dengan

data yang ada sehingga item pernyataan harus direvisi atau diganti. Item

pernyataan yang hanya memenuhi satu kriteria dan dinyatakan tidak valid

diantaranya adalah item pernyataan nomor 9, 12, 15, 21, 24, dan 26.

Keenam item pernyataan tersebut direvisi atau diganti dengan pernyataan

yang sesuai dengan indikator masing-masing dimensi self-efficacy,

sedangkan item pernyataan lainnya masih memenuhi kriteria yang

ditentukan. Berikut ini adalah urutan item soal yang tidak sesuai (misfits)

diurutkan dari atas ke bawah berdasarkan hasil analisis item misfits order:

(34)

52

Khotimah, 2015

Tabel 3.13 Urutan Item Soal yang Tidak Sesuai (Misfits) (Item Pernyataan Nomor 16-30)

Total item yang digunakan dalam instrumen skala self-efficacy adalah

24 item pernyataan dengan pertimbangan efisiensi waktu pengerjaan dan

kesesuaian antara indikator dari masing-masing dimensi self-efficacy.

b) Reliabilitas Item Pernyataan

Hasil yang diperoleh berdasarkan uji reliabilitas instrumen skala

self-efficacy menggunakan model Rasch dengan bantuan program Winsteps

adalah sebagai berikut.

Tabel 3.14 Reliabilitas Skala Self-efficacy (Item Pernyataan Nomor 1-15)

(35)

53

Hasil pada Tabel 3.14 dan Tabel 3.17 tersebut menunjukkan bahwa

nilai cronbach alpha yang diperoleh pada instrumen skala self-efficacy termasuk dalam kategori ‘Bagus Sekali’. Selain itu, dengan memperhatikan kriteria item reliability menurut Sumintono & Widhiarso

(2013, hlm.109) yang tersaji pada Tabel 3.8, reliabilitas item pernyataan termasuk dalam kategori “Bagus Sekali’. Dengan demikian, instrumen skala self-efficacy memiliki konsistensi yang bagus walaupun dikerjakan

oleh siapa saja dalam level kemampuan akademik yang sama.

c) Tingkat Kesukaran Item Pernyataan

Tingkat kesukaran item pernyataan instrumen skala self-efficacy pada

model Rasch memperlihatkan item pernyataan yang paling sulit, artinya

pernyataan yang paling sulit disetujui serta item pernyataan yang paling

mudah, yaitu pernyataan yang paling mudah disetujui.

Tabel 3.16 Tingkat Kesukaran Item Soal (Item Pernyataan Nomor 1-15)

Tabel 3.17 Tingkat Kesukaran Item Soal (Item Pernyataan Nomor 16-30)

(36)

54

Khotimah, 2015

Measure merupakan nilai logit item yang diurutkan dari item

pernyataan yang paling sulit disetujui hingga item pernyataan yang paling

mudah disetujui. Hasil uji tingkat kesukaran item pernyataan instrumen

skala self-efficacy adalah sebagai berikut. Berdasarkan Tabel 3.16 dan

Tabel 3.17 di atas, nilai measure merupakan urutan pernyataan dari yang

paling sulit disetujui sampai pada pernyataan yang paling mudah disetujui.

Item pernyataan nomor 14 merupakan pernyataan yang paling sulit

disetujui, sedangkan item pernyataan nomor 7 adalah item pernyataan

yang paling mudah disetujui.

3.6 Prosedur Penelitian

Tahapan penelitian ini terdiri atas empat bagian, yaitu: (1) tahap persiapan,

(2) tahap pelaksanaan, (3) tahap analisis data, dan (4) tahap pembuatan

kesimpulan. Keempat tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:

a) Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan beberapa kegiatan, yaitu; pengembangan

perangkat pembelajaran berupa LKS serta pedoman observasi aktivitas guru dan

siswa yang dikonsultasikan kepada dosen pembimbing, penyusunan instrumen

dan uji coba instrumen, revisi perangkat pembelajaran, selanjutnya adalah

penentuan satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol berdasarkan saran dan

usulan atau pertimbangan guru matematika dan kepala sekolah.

b) Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan diawali dengan memberikan pretes pada kelas eksperimen

dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal literasi matematis siswa.

Postes diberikan setelah kelas eksperimen diberi pembelajaran dengan pendekatan

metacognitive guidance berbantuan GeoGebra dan kelas kontrol dengan

pembelajaran biasa. Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai guru dengan

pertimbangan untuk mengurangi bias terjadinya perbedaan pelakuan pada

masing-masing kelompok. Saat pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen, peneliti

akan dibantu oleh satu orang observer untuk mengobservasi kegiatan

(37)

55

c) Tahap Analisis Data

Setelah pengumpulan data didapatkan pada setiap penelitian, data yang telah

diperoleh tersebut dilakukan analisis data, uji prasyarat, dan pengujian terhadap

hipotesis.

d) Tahap Pengambilan Kesimpulan

Pada tahap ini, setelah data kualitatif dan data kuantitaif diuji, selanjutnya

adalah penarikan kesimpulan terhadap hipotesis yang dibuat. Mengingat

kesimpulan atau temuan yang dihasilkan dari penelitian ini ada dalam bidang

pendidikan, taraf nyata yang digunakan dalam semua pengujian statistiknya

ditetapkan pada

= 0,05.

3.7 Prosedur Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kualitatif dan data

kuantitatif. Untuk itu pengolahan terhadap data yang telah dikumpulkan,

dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

a) Analisis Data Kualitatif

Data-data kualitatif diperoleh melalui pedoman observasi aktivitas guru dan

siswa. Hasil observasi diolah secara deskriptif dan hasilnya dianalisis melalui

laporan penulisan essay yang menyimpulkan kriteria, karakteristik serta proses

yang terjadi dalam pembelajaran.

b) Analisis Data Tes Kemampuan Literasi Matematis

Data-data kuantitatif diperoleh dalam bentuk data pretes dan postes

kemampuan literasi matematis. Secara umum, analisis data kuantitatif dilakukan

dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1) Menghitung rerata skor pretes dan skor postes

Skor yang diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan literasi

matematis yang diberikan di awal dan di akhir pembelajaran, masing-masing

dihitung reratanya. Rerata antara kelompok eksperimen kemudian dianalisis

dan dibandingkan dengan rerata kelompok kontrol.

2) Menghitung Peningkatan (Gain Ternormalisasi)

Untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan literasi matematis

antara sebelum dan sesudah pembelajaran antara kelas eksperimen yang

(38)

56

Khotimah, 2015

berbantuan GeoGebra dan kelas kontrol yang menggunakan metode

pembelajaran biasa, maka dilakukan perhitungan gain ternormalisasi. Hasil

perhitungan gain tersebut kemudian diinterpretasikan berdasarkan Kriteria

Indeks Gains (g) menurut Hake (1999), yaitu:

Tabel 3.18 Kriteria Indeks Gain Ternormalisasi

Indeks Gain Kriteria

digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji prasyarat yang digunakan adalah

uji normalitas masing-masing kelompok data dan uji homogenitas variansi

terhadap bagian-bagiannya (data berpasangan) maupun data secara

keseluruhan.

 Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah sebuah data sampel yang

digunakan mengikuti populasi yang distribusi normal atau tidak. Hipotesis

yang digunakan untuk mengetahui normalitas suatu data adalah sebagai

berikut:

: Data mengikuti populasi yang berdistribusi normal

: Data tidak mengikuti populasi yang berdistribusi normal

Untuk mendeteksi normalitas data dilakukan analisis statistik

Kolmogorov-Smirnov (K-S). Hipotesis diuji dengan program SPSS 17 for Windows dengan

menggunakan tingkat signifikansi α sebesar 5% atau α = 0,05. Kriteria pengujian menerima atau menolak hipotesis dapat di tentukan sebagai

berikut:

 Apabila nilai signifikansi atau nilai probabilitas ≥ 0,05 atau 5 persen maka H0 diterima, artinya data mengikuti populasi yang berdistribusi

Gambar

Tabel 3.1 Keterkaitan antara Faktor Pembelajaran, Kemampuan Literasi Matematis Siswa, dan Kategori Pengetahuan Awal Matematis (PAM)
Tabel 3.2 Keterkaitan antara Faktor Pembelajaran, Self-Efficacy Siswa, dan Pengetahuan Awal Matematis (PAM)
Tabel 3.3 Pedoman Penyekoran Kemampuan Literasi Matematis
Tabel 3.4 Validitas Tes Kemampuan Literasi Matematis dengan Model Rasch
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Siswa SMP kelas IX merupakan siswa yang sudah dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan sekolahnya, dan telah memiliki dasar matematika yang relatif

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pamulihan secara umum dapat dikemukakan simpulan yang berkaitan

KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA (Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII di Salah Satu SMP Negeri

Penelitian lain yang serupa dilakukan oleh Purwanti (Prasetyo, 2013) di kelas VIII SMP Negeri 2 Depok, yang menyatakan bahwa kemampuan pemahaman matematis dalam

Kelas eksperimen dilakukan di kelas IX A SMP Muhammadiyah 2 Purwokerto. Proses pembelajaran yang dilakukan peneliti di kelas eksperimen yaitu sebanyak kurang lebih 4

Setelah peneliti melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMR pada siswa kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada siswa kelas kontrol, hasil

( Perlakuan model pembelajaran superitem berbantuan scaffolding) , VIII-B sebagai kelas Eksperimen 2 ( perlakuan model superitem ) dan kelas VIII-C sebagai kelas

Pada soal nomor 5, dari 28 siswa kelas kontrol yang menyelesaikan soal ini terdapat 2 siswa yang mampu menyelesaikan dengan tepat sehingga memenuhi salah satu indikator kemampuan