• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG."

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING

DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG

(Kajian Sosiolinguistik)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra

oleh

Indira Fitri Apriani NIM 1006529

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PEMILIHAN BAHASA

OLEH MAHASISWA ASING

DI PERGURUAN TINGGI

KOTA BANDUNG

(KAJIAN SOSIOLINGUSTIK)

Oleh Indira Fitri Apriani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Indira Fitri Apriani 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

November 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pemilihan Bahasa oleh Mahasiswa Asing di Perguruan Tinggi Kota Bandung (Kajian

Sosiolinguistik)” adalah benar-benar karya sendiri, tidak ada bagian yang termasuk kriteria plagiat dari karya orang lain. Atas pernyataan ini, saya siap

menanggung sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini.

Bandung, September 2014

Yang membuat pernyataan,

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Indira Fitri Apriani NIM 1006529

SKRIPSI

PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG

(Kajian Sosiolingusitik)

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Dra. Novi Resmini, M.Pd. NIP 196711031993032003

Pembimbing II

Sri Wiyanti, S. S., M. Hum. NIP 197803282006042001

diketahui oleh

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

(5)

viii Indira Fitri Apriani, 2014

LEMBAR PENGESAHAN ...i

LEMBAR PERSEMBAHAN ...ii

LEMBAR PERNYATAAN ...iii

ABSTRAK ...iv

ABSTRACT...iv

KATA PENGANTAR ...v

UCAPAN TERIMA KASIH ...vi

DAFTAR ISI……….. viii

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR DIAGRAM ………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xiv

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1Latar Belakang Masalah ...1

1.2Masalah Penelitian ...5

1.2.1 Identifikasi Masalah ...5

1.2.2 Batasan Masalah ...5

1.2.3 Rumusan Masalah ...6

1.3Tujuan Penelitian ...6

1.4Manfaat Penelitian ...6

1.5Struktur Organisasi Skripsi ...7

BAB II PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN TEORETIS ...9

2.1Penelitian Terdahulu ...9

2.2Kajian Teoretis ...12

(6)

ix

2.2.2.1Alih Kode ...13

2.2.2.2Campur Kode ...14

2.2.3 Ihwal Peristiwa Tutur ...15

2.2.3.1Komponen Tutur ...15

2.2.3.2Ranah Tutur ...17

2.2.4 Variasi Kode Bahasa ...18

2.2.4.1Bahasa Indonesia ...19

2.2.4.2Bahasa Turki ...20

2.2.4.3Bahasa Inggris ...20

2.2.5 Fungsi Bahasa ...21

BAB III METODE PENELITIAN ...23

3.1Lokasi dan Subjek Penelitian ...23

3.2Metode Penelitian ...23

3.3Definisi Operasional...23

3.4Instrumen Penelitian...24

3.5Teknik Pengumpulan Data ...26

3.6Teknik Pengolahan Data ...27

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...28

4.1Pemilihan Bahasa oleh Mahasiswa Asing di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni ...28

4.1.1 Pemilihan Bahasa oleh Mahasiswa Asing di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Dilihat dari Peristiwa Tuturnya ...28

4.1.1.1Deskripsi Objek Penelitian Kesatu ...29

4.1.1.1.1 Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 1 ...29

4.1.1.1.2 Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 2 ...33

(7)

x Indira Fitri Apriani, 2014

4.1.1.2.1 Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 1 ...42

4.1.1.2.2 Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 2 ...45

4.1.1.2.3 Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 3 ...46

4.1.1.2.4 Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 4 ...50

4.1.1.2.5 Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 5 ...52

4.1.1.3Deskripsi Objek Penelitian Ketiga...54

4.1.1.3.1 Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 1 ...54

4.1.1.3.2 Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 2 ...56

4.1.1.3.3 Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 3 ...58

4.1.1.3.4 Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 4 ...62

4.1.1.3.5 Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 5 ...63

4.1.2 Pemilihan Bahasa oleh Mahasiswa Asing di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Dilihat dari Konsep Ranah ...67

4.1.2.1Deskrispi Situasi 1 ...69

4.1.2.2Deskrispi Situasi 2 ...71

4.1.2.3Deskrispi Situasi 3 ...72

4.1.2.4Deskrispi Situasi 4 ...74

4.1.2.5Deskrispi Situasi 5 ...75

4.1.2.6Deskrispi Situasi 6 ...76

4.1.2.7Deskrispi Situasi 7 ...78

4.1.2.8Deskrispi Situasi 8 ...79

4.2Wujud Variasi Kode dan Fungsi Bahasa ...80

4.2.1 Bahasa Indonesia ...80

4.2.2 Bahasa Turki ...89

4.2.3 Bahasa Inggris ...94

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...96

(8)

xi

DAFTAR PUSTAKA ...98

LAMPIRAN ...100

(9)

PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG

(KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)

Abstrak: Fenomena bahasa mengenai pemilihan bahasa pada masyarakat

multilingual sering kali menimbulkan masalah kebahasaan, seperti terjadinya kontak bahasa dengan bahasa asal yang salah satunya menyebabkan munculnya alih kode dan campur kode ini menjadi latar belakang dilakukannya penelitian ini. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pemilihan bahasa oleh mahasiwa asing di perguruan tinggi Kota Bandung dilihat dari peristiwa tuturnya menggunakan teori Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2004) dan menurut konsep ranah yang dirujuk dari penelitian Parasher (dalam Sumarsono dan Paratana, 2004), serta mengetahui wujud variasi kode dan fungsi masing-masing bahasa yang digunakan oleh mahasiswa asing pada penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa gambaran mengenai pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah mengetahui komponen tutur yang memengaruhi pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing dan mengetahui pilihan bahasa apa saja yang dipakai oleh mahasiswa asing, serta mengetahui wujud variasi kode dan fungsi masing-masing bahasa yang muncul pada tuturan dan tulisan mahasiswa asing dalam penelitian ini.

Kata kunci: pemilihan bahasa, mahasiswa asing, wujud variasi kode, fungsi

bahasa

CHOOSING LANGUAGE BY FOREIGN STUDENTS FROM UNIVERSITIES IN BANDUNG

(STUDY OF SOCIOLINGUISTICS)

Abstract:The phenomenon of choosing language by multilingual society often

causes some language problems, like switching code from the first language to the second language or vice versa, in which that becomes one of the reasons why this study was brought. The purpose of this study is to know how choosing language by foreign students from universities in Bandung is seen from the way Hymes theory is used (Chaer and Agustina, 2004) and based on the domain concept of

Parasher’s research (Sumarsono and Pratana, 2004), as well as to know the variation code and function of each language used by the foreign students on this study. The method used here was qualitative resulting descriptive data in the form of description about choosing language by foreign students. The result of the data was knowing what kinds of languagecomponent choices used by the foreign students and knowing what kinds of variation codes as well as functions of each language that appeared in the speaking and writing of the foreign students in this study.

Key word:choosing language, foreign students, types of variation codes, language

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia karena bahasa merupakan sarana komunikasi yang paling penting pada masyarakat. Dengan bahasa, manusia dapat berinteraksi dengan sesamanya. Kridalaksana (2001: 21) menyebutkan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,

berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.

Pemakaian bahasa dalam komunikasi selain ditentukan oleh faktor-faktor linguistik juga ditentukan oleh faktor-faktor di luar bahasa, antara lain faktor sosial yang merupakan faktor yang berpengaruh dalam penggunaan bahasa. Anggapan demikian cukup beralasan karena pada dasarnya bahasa merupakan bagian dari suatu sistem sosial. Kajian yang mengkaji hubungan bahasa dengan lingkungan sosialnya adalah sosiolinguistik.

Perkembangan penelitian tentang sosiolinguistik tersebut sangat meningkat pada akhir tahun 1960-an (Mutamainnah, 2008). Hal ini disebabkan oleh luasnya objek penelitian yang menarik dan dapat terus dikaji (Hudson, 1996: 1-2). Hudson (dalam Mutmainnah, 2008) menyatakan bahwa sosiolinguistik mencakupi bidang kajian yang sangat luas, tidak hanya menyangkut wujud formal bahasa dan variasinya, tetapi juga penggunaan bahasa di masyarakat. Penggunaan bahasa tersebut mencakupi faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan, misalnya faktor hubungan antara penutur dan mitra tuturnya.

Peneliti akan menggunakan tuturan langsung maupun tak langsung oleh

mahasiswa asing yang sudah ditranskrip sebagai objek kajian, selanjutnya akan dianalisis menggunakan teori-teori yang mumpuni. Tujuan akhirnya, peneliti akan mengetahui pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing di perguruan tinggi Kota Bandung.

(11)

dijalaninya. Hal ini bukan masalah yang mudah, terutama untuk mereka warga negara asing yang tinggal di Indonesia. Di satu sisi mereka ingin mengasah kemampuan berbahasa Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam kesehariannya. Akan tetapi, di sisi lain penutur bahasa Indonesia ingin mengasah kemampuan berbahasa asing dengan mengajak warga negara asing tersebut bicara menggunakan kode bahasa asing. Seperti yang terlihat dalam contoh di bawah ini:

P1 : Where are come from?

P2 : Saya dari Turkmenistan

Peristiwa tutur di atas merupakan peristiwa tutur yang dialami teman peneliti yang berkewarganegaraan Turkmenistan di sebuah angkutan umum. Seorang ibu (P1) bertanya mengenai asal seorang warga negara asing (P2) dengan

menggunakan kode bahasa Inggris. Akan tetapi, P2 menjawab tuturan tersebut

dengan menggunakan kode bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia sendiri memiliki peran yang sangat penting, yakni sebagai bahasa persatuan dan merupakan bahasa resmi Republik Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekan

Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional diikrarkan pada 28

Oktober tahun 1928 yaitu pada hari “Sumpah Pemuda” yang fungsi-fungsinya sebagai berikut:

1. lambang identitas nasional;

2. lambang kebanggaan kebangsaan;

3. bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi;

4. alat pemersatu bangsa yang berbeda suku, agama,ras ,adat istiadat dan budaya. Hasil perumusan seminar politik bahasa nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tangal 25 sampai dengan 28 Februari 1975 dikemukakan berdasarkan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara adalah:

1. sebagai bahasa resmi kenegaraan;

(12)

3. sebagai penghubung pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan

4. sebagai pengembangan kebudayaan nasional, ilmu dan teknologi.

Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa bahasa Indonesia memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Lalu bagaimana fungsi bahasa Indonesia bagi mahasiswa penutur asing? Jika salah satu fungsi bahasa Indonesia adalah alat pemersatu bangsa yang berbeda suku, agama, ras, adat istiadat dan budaya, maka bagaimana dengan mahasiswa asing yang tentu memiliki latar belakang berbeda dengan pribumi.

Hal tersebut dapat dijawab melalui penelitian mengenai pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing itu sendiri. Penelitian mengenai pemilihan bahasa ataupun kajian sosiolinguistik lain yang sejenis, sebenarnya sudah banyak diteliti oleh peneliti terdahulu. Untuk dapat mengetahui dan membedakan penelitian ini dengan penelitian lain, berikut dipaparkan penelitian terdahulu yang berhasil ditemukan oleh peneliti.

Penelitian mengenai pemilihan bahasa sebelumnya pernah dilakukan oleh Zebar (2010) yang meneliti pemilihan bahasa oleh masyarakat India Tamil di Medan. Dalam penelitian tersebut, Zebar menyebutkan bahwa pemilihan bahasa oleh masyarakat India Tamil adalah bahasa Indonesia.

Mutmainnah juga melakukan penelitian serupa yang berjudul Pemilihan Kode dalam Masyarakat Dwibahasa (2008). Penelitian ini merupakan kajian sosiolinguistik pada masyarakat Jawa di kota Bontang, Kalimantan Timur. Selain itu, (dalam Mutmainnah, 2008) Tanner (1972) melakukan penelitian tentang penggunaan bahasa oleh sekelompok kecil lulusan pelajar Indonesia yang bersekolah di Amerika beserta keluarga mereka yang tinggal di sana. Dari hasil

(13)

Dari data tersebut, diketahui bahwa penelitian pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing belum pernah diteliti. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana pemilihan bahasa oleh penutur asing yang tinggal di Indonesia, khususnya mahasiswa asing perguruan tinggi di Kota Bandung. Penelitian ini juga penting dilakukan karena dapat mengetahui fungsi bahasa Indonesia bagi mahasiswa asing perguruan tinggi di Kota Bandung melalui. Data dalam penelitian ini juga dapat membaca sikap atau karakter orang asing terhadap bahasa Indonesia.

Di negara maju terdapat syarat khusus bagi orang asing yang ingin

berkuliah di negara mereka. Contohnya Jepang, Jerman, dan Perancis. Syarat khusus tersebut adalah penguasaan bahasa setempat. Untuk berkuliah di Jepang, orang tersebut harus lulus tes Noryoukushiken level 2 agar bisa menimba ilmu di sana. Jerman menerima calon mahasiswa berkemampuan bahasa Jerman minimal level B1 yang dibuktikan dengan ZD. Lalu Perancis, mahasiswa asing yang ingin berkuliah di sana minimal memiliki kemampuan bahasa Perancis tingkat B1. Hal ini ditetapkan untuk memudahkan mahasiswa asing dalam menjalani kegiatan belajar serta bersosialisasi dengan lingkungan di negara tersebut. Dengan penguasaan bahasa yang telah ditetapkan, mahasiswa asing diperkirakan tidak akan menemukan kesulitan berarti dalam menerima materi.

Di salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia, terdapat kasus mahasiswa memutuskan pindah jurusan ke program internasional karena tidak mengerti saat diberi ujian soal berbahasa Indonesia. Hal seperti ini bisa dicegah jika mahasiswa asing sudah dibekali kemampuan bahasa Indonesia yang baik sebelum memulai perkuliahannya.

Maka dari itu, penelitian mengenai pemilihan bahasa oleh mahasiswa

(14)

1.2 Masalah Penelitian

Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan masalah penelitian yang meliputi 1) identifikasi masalah, 2) batasan masalah, dan 3) rumusan masalah. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut.

1.2.1 Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan pengidentifikasian masalah. Adapun identifikasi masalahnya sebagai berikut.

1) Adanya pengaruh bahasa asal terhadap penggunaan bahasa Indonesia oleh

mahasiswa asing.

2) Adanya gejala alih kode dan campur kode terhadap penggunaan bahasa Indonesia oleh mahasiswa asing.

1.2.2 Batasan Masalah

Setelah mengidentifikasi masalah, peneliti akan menguraikan batasan masalah. Berikut adalah batasan masalah dalam penelitian ini. Masalah yang diangkat dalam penelitian kali ini hanya mengupas beberapa hal berikut:

1) mahasiswa asing yang akan diteliti merupakan warga negara asing yang berkuliah di Universitas Pendidikan Indonesia, khususnya mahasiswa asing di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni jurusan Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2010 dan 2011;

2) klasifikasi dan deskripsi data berupa tuturan lisan dan tulisan mahasiswa asing di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Pendidikan Indonesia;

3) data bahasa merupakan tuturan lisan maupun tulisan yang sudah ditranskrip,

ada pun tuturan lisan berasal dari rekaman sedangkan tulisan diambil dari media aplikasi percakapan WhatsApp;

(15)

5) peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan mahasiswa asing dengan orang-orang di sekitarnya.

6) perian variasi kode dalam penelitian ini mencakup pada tataran bahasa; 7) konsep ranah dalam penelitian ini merujuk pada penelitian Parasher yang

menggambarkan ranah kekariban dalam bentuk seperangkat situasi; 8) fungsi bahasa akan dianalisis berdasarkan teori Halliday.

1.2.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah, peneliti akan merumuskan masalah penelitian, dengan rincian sebagai berikut.

1) Bagaimana pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni dilihat dari peristiwa tuturnya?

2) Bagaimana pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni dilihat dari konsep ranah kekariban?

3) Bagaimana wujud variasi kode oleh mahasiswa asing di Fakultas Pendidikan

Bahasa dan Seni ?

4) Bagaimana fungsi masing-masing bahasa yang digunakan oleh mahasiswa asing di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut:

1) menjelaskan pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni dilihat dari peristiwa tuturnya;

2) menjelaskan pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni dilihat dari konsep ranah kekariban;

3) memaparkan wujud variasi kode yang digunakan oleh mahasiswa asing di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni;

(16)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mencapai manfaat praktis dan manfaat teoretis. Adapun manfaat praktis sebagai berikut.

1) Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai wadah penambah wawasan dan pengetahuan tentang ilmu sosiolinguistik, khususnya pemilihan bahasa.

2) Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai media informasi mengenai ilmu kebahasaan.

3) Data dalam penelitian ini dapat membaca sikap karakter orang asing terhadap bahasa Indonesia.

4) Peneletian ini dapat memberi data pada Pusat Bahasa untuk dijadikan bahan penelitian lanjutan.

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Penelitian ini dapat digunakan sebagai penunjang bahan ajar BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing).

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Pada bagian ini peneliti memaparkan rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang di dalamnya terdiri dari beberapa bagian atau sub bab.

Bab I pada skripsi ini berisi pendahuluan yang terdiri dari beberapa bagian atau sub bab, yaitu latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. Lalu peneliti membagi Masalah Penelitian menjadi tiga bagian, yaitu identifikasi masalah, batasan

masalah, dan rumusan masalah.

(17)

Lalu pada Bab III, peneliti akan menjabarkan secara rinci mengenai metode penelitian yang termasuk komponen di dalamnya yaitu, lokasi dan subjek penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan data.

Selanjutnya pada Bab IV peneliti akan menjelaskan hasil penelitian dan pembahasannya. Dalam bab ini ada dua hal yang utama, yaitu pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan yang berhubungan dengan masalah penelitian beserta pembahasan atau analisis temuan.

Simpulan dan saran akan dijelaskan pada Bab V. Bab ini menyajikan

(18)

BAB II

PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN TEORETIS

2.1Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini akan dipaparkan penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian mengenai pemilihan bahasa. Berikut penelitian terdahulu mengenai pemilihan bahasa yang berhasil peneliti temukan.

Penelitian mengenai pemilihan bahasa sebelumnya pernah dilakukan oleh

Zebar (2010) yang meneliti pemilihan bahasa oleh masyarakat India Tamil di Medan. Dalam penelitian tersebut, Zebar menyebutkan bahwa pemilihan bahasa oleh masyarakat India Tamil adalah bahasa Indonesia.

Mutmainnah juga melakukan penelitian serupa yang berjudul Pemilihan Kode dalam Masyarakat Dwibahasa (2008). Penelitian ini merupakan kajian sosiolinguistik pada masyarakat Jawa di kota Bontang, Kalimantan Timur. Hasil penelitian berupa macam-macam kode bahasa dan faktor-faktor yang menentukan, bentuk alih kode dan campur kode, serta faktor-faktor sosial penentu alih kode dan campur kode. Selain itu (dalam Mutmainnah, 2008), Tanner (1972) melakukan penelitian tentang penggunaan bahasa oleh sekelompok kecil lulusan pelajar Indonesia yang bersekolah di Amerika beserta keluarga mereka yang tinggal di sana. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tanner didapatkan bahwa beberapa di antara pelajar tersebut mengetahui sembilan bahasa yang berbeda, dan hampir seluruh pelajar tersebut mengetahui bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Belanda, dan bahasa Inggris. Dalam berdiskusi masalah akademik, mereka cenderung menggunakan bahasa Inggris, tetapi hampir seluruh aktivitas lainnya menggunakan bahasa Indonesia.

Penelitian tentang perilaku penggunaan alih kode antara bahasa Cina dan Inggris oleh anak-anak dwibahasa dilakukan oleh Ruan (2003). Dalam penelitiannya yang berjudul “Study of Bilingual Chinese/English Children's Code

Switching Behavior, Ruan menyimpulkan bahwa sama seperti pada

(19)

Cina-Inggris melakukan alih kode dalam percakapan mereka untuk menemukan fungsi-fungsi yang beragam, seperti fungsi-fungsi sosial, fungsi-fungsi pragmatik, dan fungsi-fungsi meta-linguistik.

Dalam penelitian untuk disertasinya, Chidambaram (2000) meneliti tentang alih kode pada masyarakat Cochin Tamil di India. Pada penelitian yang berjudul “A Sociolinguistic Study of Code Switching Among the Cochin Tamils” tersebut ditemukan: (1) alih kode pada masyarakat Cochin Tamil berupa peralihan kode dari satu bahasa ke bahasa lain, satu dialek kedialek lain, dan satu variasi register ke variasi register lain; (2) campur kode berupa percampuran dua bahasa,

percampuran dua bahasa atau lebih, dan percampuran dua variasi diglosia atau lebih; dan (3) pergeseran kode berupa pergeseran dari satu bahasa ke bahasa lain, satu dialek ke dialek lain, dan dari satu variasi diglosia ke variasi lain. Selain itu, Chidambaram juga menjelaskan bahwa selama berinteraksi, dengan adanya perpindahan informasi atau topik pembicaraan, terjadi pula pergeseran dari satu bahasa ke bahasa lain, satu dialek ke dialek lain, dan dari satu variasi ke variasi lain, tergantung pada peran dan jabatan penutur dan mitra tutur, serta situasi terjadinya tuturan tersebut.

Penelitian lainnya mengenai pemilihan bahasa pada masyarakat multibahasa dilakukan oleh Siregar (1987, dalam Fasya: 2009). Respondennya adalah orang Indonesia yang tinggal di Melbourne dan Sydney, Australia. Respondennya terdiri atas beberapa etnis dan bahasa, yaitu Jawa, Sunda, Minangkabau, Bali, Melayu, Batak, Flores, dan Bugis. Hasil penelitian itu

disajikan dalam disertasinya yang berjudul “Language Choice, Language Mixing, and Language Attitudes: Indonesian in Australia”. Ia mengkombinasikan

antarfaktor situasi sosial, yaitu hubungan peran antarpartisipan dan faktor situasi

(20)

Sementara itu, dalam Sumarsono dan Partana (2004) menyebutkan penelitian yang dilakukan oleh Parasher (1980). Parasher (1980) dengan ancangan sosiologi meneliti 350 orang terdidik di dua kota India. Berbeda dengan Greenfield yang dengan tegas memandang ranah dari tiga komponen, yaitu orang, tempat, dan topik, Parasher menggambarkan ranah dalam bentuk seperangkat situasi. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa topik memaksa orang untuk memilih bahasa Inggris dari pada bahasa lain, mengalahkan faktor partisipan dan lokal.

Greenfield melakukan penelitian pilihan bahasa dengan ancangan

(approach) sosiologi, yaitu dengan menggunakan analisis ranah (domain analysis) (Sumarsono dan Partana, 2004: 204). Penelitian yang dilakukan Greenfield (1972), yakni mengenai pilihan bahasa di kalangan guyup Spanyol Puerto Rico yang dwibahasawan Spanyol dan Inggris, dengan memperhatikan tiga komponen,yaitu orang (partisipan), tempat, dan topik. Diketahui dari penelitian tersebut, ada lima ranah, yaitu keluarga (rumah tangga), kekariban (friendship), agama, pendidikan, dan lapangan kerja. Hasil yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan Greenfield, yaitu bahwa bahasa Spanyol lebih dipilih oleh guyup Spanyol di dalam penggunaan bahasa dalam ranah-ranah yang bersifat intim, seperti ranah keluarga dan kekariban. Bahasa Inggris digunakan jika terlibat perbedaan status, yaitu dalam ranah agama, pendidikan, dan lapangan kerja.

Dilihat dari penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian mengenai pemilihan bahasa ini memang sudah banyak diteliti. Hal ini terjadi karena fenomena pemilihan bahasa itu unik dan menarik. Bagaimana tidak? Pemilihan bahasa dalam masyarakat bilingual maupun multilingual merupakan suatu hal yang sering kali dianggap mudah, padahal tidak seperti itu. Berdasarkan

(21)

2.2Kajian Teoretis

Bagian ini terdiri dari teori-teori yang digunakan dalam penelitian mengenai pemilihan bahasa oleh mahasiwa asing di Kota Bandung. Adapun teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.

2.2.1 Keanekabahasaan (Multilingualisme)

Keanekabahasaan atau multilingualisme mengacu pada kemampuan berbahasa penutur atau masyarakat tutur dalam menggunakan lebih dari dua bahasa. Para penutur suatu bahasa berada dalam posisi yang lebih kuat pada saat

bahasanya digunakan untuk komunikasi nasional atau internasional, atau untuk pemerintahan, atau untuk perdagangan dan komersil, atau untuk pendidikan (Spolsky dalam Rostika).

Fasold (1984: 8) mengatakan multilingualisme dapat dipandang paling tidak sebagai solusi sementara terhadap konflik nationist-nationalist dalam kebijakan bahasa (language policy). Misalnya, dalam pendidikan terdapat konflik antara pemakaian bahasa daerah sebagai bahasa pengantar karena alasan-alasan efisiensi kebangsaan dengan pemakaian bahasa nasional karena alasan-alasan persatuan. Hal ini dapat diselesaikan dengan menggunakan bahasa daerah untuk pendidikan awal, kemudian diganti dengan bahasa nasional untuk pendidikan yang lebih tinggi.

Fasold (1984: 8) juga menambahkan pada level individu, multilingualisme berfungsi sebagai sumber interaksi bagi para penutur multilingual. Misalnya, suatu bahasa biasanya digunakan sebagai bahasa pada lingkungan rumah dan untuk berbicara dengan teman akrab, sedangkan bahasa lainnya digunakan untuk melakukan bisnis dengan lembaga-lembaga pemerintahan. Hal ini bisa terjadi

(22)

2.2.2 Ihwal Pemilihan Bahasa

Pemilihan bahasa dalam suatu peristiwa tutur bukanlah hal yang mudah (Fasold, 1984:180), yakni memilih sebuah bahasa secara keseluruhan (whole

language) dalam sebuah peristiwa komunikasi. Seseorang yang merupakan

dwibahasawan atau multibahasawan tentu akan berpikir untuk memilih bahasa apa yang akan digunakan ketika berbicara kepada orang lain dalam peristiwa

komunikasi.

Dalam tesisnya yang berjudul “Pemilihan Bahasa Dalam Masyarakat

Sunda: Studi Kasus Di Kelurahan Isola, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung”,

Fasya (2009) menyebutkan bahwa terdapat tiga kategori pemilihan dalam

pemilihan bahasa. Tiga kategori pemilihan tersebut adalah.

Pertama, dengan memilih satu variasi dari bahasa yang sama (intra

language variation). Apabila seorang penutur bahasa Jawa berbicara kepada

orang lain dengan menggunakan bahasa Jawa krama, misalnya, ia telah melakukan pemilihan bahasa kategori pertama ini.

Kedua, dengan melakukan alih kode (code switching), artinya menggunakan satu bahasa pada satu keperluan dan menggunakan bahasa yang lain pada keperluan lain dalam satuperistiwa komunikasi.

Ketiga, dengan melakukan campur kode (code mixing), artinya menggunakan satu bahasa tertentu dengan bercampur serpihan-serpihan dari bahasa lain.

Dengan demikian, di dalam masyarakat multibahasa terdapat bermacam-macam kode, yang antara lain berupa dialek, sosiolek, serta gaya yang digunakan dalam berkomunikasi. Dengan adanya kode-kode tersebut, penutur dalam lingkungan tutur tersebut akan menggunakan kode sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan cara mengubah variasi penggunaan bahasanya.

2.2.2.1Alih Kode

(23)

Kita dapat membayangkan seseorang yang berbicara dua bahasa atau lebih dan harus memilih bahasa yang mana yang akan digunakan. Bermacam-macam pemilihan yang harus kita hadapi seperti ini disebut dengan alih kode atau

code-switching (Laosa 1975; Greenfield 1972; Herman 1968; Sankooff 1980, dalam

Fasold 1984).

Beberapa faktor yang menyebabkan alih kode menurut Suwito (1996: 85-87) antara lain ialah.

1) Penutur, seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan. Misalnya, mengubah situasi dari resmi menjadi

tidak resmi, atau sebaliknya.

2) Mitra tutur, mitra tutur yang latar belakan kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian dan apabila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan yang berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa.

3) Hadirnya penutur ketiga untuk menetralisasi situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaaan mereka berbeda.

4) Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam

menentukan alih kode. Misalnya, pokok pembicaraan yang bersifat formal para penuturnya akan menggunakan ragam baku dan pokok pembicaraan informal disampaikan dengan ragam santai.

5) Untuk membangkitkan rasa humor biasanya dilakukan alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara.

6) Untuk sekadar bergengsi, walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio-situasional tidak mengharapkan adanya alih kode. Sebagian

penutur ada yang beralih kode sekadar untuk bergengsi.

2.2.2.2Campur Kode

Berbeda dengan alih kode atau switching, campur kode atau

code-mixing adalah kondisi di mana serpihan-serpihan suatu bahasa digunakan pada

(24)

Serpihan-serpihan bahasa tersebut bisa berbentuk kata-kata, tetapi bisa juga dalam bentuk frasa atau unit-unit yang lebih besar (Gumperz 1977; Parasher 1980; Hill and Hill 1980, dalam Fasold 1984).

2.2.3 Ihwal Peristiwa Tutur

Yang dimaksud dengan peristiwa tutur atau speech event adalah terjadinya

atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer dan Agustina, 2004: 47). Jadi, interaksi antara pedagang dan ibu di warung menggunakan bahasa sebagai alat

komunikasinya bisa disebut peristiwa tutur. Peristiwa lain sebagai contoh, yakni sidang di pengadilan, khotbah di masjid, diskusi di ruang rapat, dan sebagainya merupakan peristiwa tutur. Akan tetapi, percakapan yang pokok percakapannya tidak menentu, tanpa tujuan, dilakukan oleh orang-orang yang tidak sengaja untuk bercakap-cakap, dan menggunakan ragam bahasa yang berganti-ganti secara sosiolinguistik percakapan tersebut tidak dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur.

2.2.3.1Komponen Tutur

Sebuah peristiwa tutur menurut Dell Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 48-49) harus memenuhi delapan komponen. Komponen-komponen tersebut, bila huruf-huruf awalnya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Adapun penjelasan dari masing-masing komponen tersebut adalah.

Setting and scene (latar dan suasana tutur), setting atau latar mengacu pada

waktu dan tempat sebuah peristiwa tutur yang pada umumnya berupa lingkungan fisik. Untuk cerita tentang sebuah keluarga, ruangan keluarga bisa menjadi sebuah

(25)

dalam konser kita bisa berbicara keras-keras, tapi di perpustakaan harus berbicara dengan suara pelan.

Participants (peserta tutur), partisipan mengacu pada penutur dan petutur

atau pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan. Partisipan bisa seorang pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang sedang berbincang dapat berganti peran sebagai pemberi atau penerima pesan, sedangkan seorang ustaz yang sedang memberi ceramah tidak dapat bertukar peran, ustaz sebagai pemberi dan jamaan sebagai penerima.

Ends (tujuan tutur), merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Seorang

bibi bercerita tentang nenek mungkin bertujuan untuk menghibur petutur, memberikan pelajaran pelajaran kepada keponakannya, dan menghormati nenek.

Act sequence (topik/urutan tutur), mengacu pada pesan dan urutan

peristiwa. Cerita seorang bibi mungkin saja dimulai dengan sebuah acara penghormatan untuk nenek. Alur dan pengembangan cerita memiliki urutan yang telah disusun oleh penutur. Dalam peristiwa tutur di pengadilan bertujuan untuk menyelesaikan suatu kasus, namun para partisipan dalam ruangan itu memiliki tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan terdakwa tidak bersalah.

Keys (nada tutur), mengacu pada nada atau tone, cara, dan semangat

dimana suatu pesan disampaikan. Seperti dituturkan dengan senang hati, dengan singkat, dengan serius, dengan mengejek, dengan memuji, dan sebagainya.

Instrumentalities (sarana tutur), mengacu pada jalur bahasa yang

digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Sarana tutur ini juga dapat mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register.

Norms (norma-norma tutur), mengacu pada norma atau aturan dalam

berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya. Juga mengacu pada penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

Genre (jenis tutur), mengacu pada jenis ujaran atau jenis bentuk

(26)

Komponen tutur yang diajukan oleh Hymes, dalam rumusan lain tidak berbeda dengan yang disebutkan oleh Fishman. Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 2004) menyebut pokok pembicaraan sosiolinguistik, yaitu „who to

speak, what language, to whom, whenm and what end‟.

2.2.3.2Ranah Tutur

Konsep ranah atau biasa disebut domain, pertama kali diperkenalkan oleh Fishman (1972) dalam usahanya untuk menjelaskan lingkunagn sosial dari situasi interaksi yang ditandai dengan penggunaan bahasa dalam masyarakat multilingual. Banyak peneliti menggunakan konsep ranah dalam penelitiannya

mengenai pemilihan bahasa. Salah satunya yakni Greenfield yang memandang ranah dari tiga komponen, yaitu orang, tempat, dan topik.

Konsep ranah dalam penelitian ini merujuk pada penelitian Parasher yang menggambarkan ranah dalam bentuk seperangkat situasi. Parasher (1980) dalam Sumasono dan Partana (2004: 206-207) mengemukakan situasi-situasi yang diajukan pada para informannya. Misalnya ranah kekariban digambarkan dengan situasi situasi berikut:

1) bercakap-cakap dengan teman dan kenalan;

2) bercakap-cakap dengan orang-orang di klab dan tempat-tempat pertemuan umum

3) memperkenalkan teman kepada orang lain;

4) membicarakan masalah pribadi dengan teman atau kolega, berdebat dengan teman atau kolega dalam diskusi hangat.

Peneliti mengadaptasi gambaran ranah dalam bentuk seperangkat situasi milik Parasher (1980) menjadi seperti berikut:

1) ketika berbicara dengan orang Indonesia di dalam kelas, di luar kelas, dan di perjalanan;

(27)

3) ketika berbicara dengan teman satu negara di kampus, di perjalanan, dan di tempat tinggal;

4) ketika berbicara dengan dosen di kelas, di luar kelas, dan di perjalanan; 5) ketika berbicara dengan petugas imigrasi di kantor imigrasi;

6) ketika berbelanja atau membeli sesuatu di warung dan di mall;

7) ketika memesan makanan di rumah makan, dan

8) ketika berdoa.

2.2.4 Variasi Kode Bahasa

Menurut sudut pandang sosiolinguistik, penggunaan variasi kode bahasa

dalam masyarakat multibahasa merupakan gejala yang sangat menarik untuk dikaji. Kode biasanya berbentuk varian bahasa yang secara nyata dipakai untuk berkomunikasi antaranggota suatu masyarakat bahasa (Poedjosoedarmo, 1978:30).

Fasya (2009) mengatakan bahwa kode mengacu pada suatu sistem tutur yang dalam penerapannya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan mitra tutur, dan situasi tutur yang ada. Penjelasan mengenai kode juga diberikan oleh Wardhaugh (1994: 99), ‘…that the particular

dialect or language one chooses to use on any occasion is a code, a system used communication between two or more parties’. Kode sebagai sebuah sistem yang digunakan untuk berkomunikasi antara dua penutur atau lebih yang berupa sebuah dialek atau bahasa tertentu.

Seorang multibahasawan memiliki kemampuan berbincang dengan bermacam-macam kode. Akibatnya, seorang multibahasawan akan menggunakan kode sesuai dengan faktor yang memengaruhinya dengan cara mengubah variasi penggunaan bahasanya. Seperti yang diakatakan Wardhaugh (1994), masyarakat bilingual atau multilingual dihadapkan pada masalah untuk memilih sebuah kode

(dapat berupa dialek atau bahasa).

(28)

yang berwujud ragam, dan kode yang berwujud dialek. Berikut penjelasan mengenai kode yang berwujud bahasa.

Kode yang berwujud bahasa merupakan variasi bahasa yang dibedakan oleh penggunaan kode bahasa tuturan. Dalam penelitian ini terdapat tiga kode dasar yang digunakan, yaitu kode bahasa Indonesia, bahasa Turki, dan bahasa Inggris.

Contoh : (1) tadi aku harus ke imigrasi ada kabar mendadak (2) nasil?

„bagaimana?‟

(3) yes, I can „ya, saya bisa‟

Kode pertama merupakan tuturan yang menggunakan kode bahasa Indonesia, tuturan yang kedua menggunakan kode bahasa Turki, dan yang terakhir menggunakan kode bahasa Inggris.

2.2.4.1Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak dulu sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca) bukan saja di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara (Arifin dan Tasai, 2009). Bahasa Melayu sendiri termasuk ke dalam rumpun Austronesia. Mengingat terdapat banyak bahasa daerah di Indonesia, hal ini menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu antarsuku. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa pengantar pendidikan.

Di Indonesia, bahasa Indonesia menempati kedudukan yang sangat

penting. Seperti tercantum pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia bersifat aglutinatif ditandai dengan adanya penambahan imbuhan pada akar kata yang mengakibatkan perubahan makna. Contoh kalimat

(29)

2.2.4.2Bahasa Turki

Bahasa Turki merupakan bagian dari rumpun Altai. Bahasa Turki

merupakan bahasa yang paling banyak digunakan di Asia Tengah dan pada umumnya diklasifikasikan sebagai bagian dari grup barat daya, atau juga dikenal sebagai grup Oguz. Bahasa yang memiliki keterkaitan dengan bahasa Turki diantaranya Azerbaijan (Azeri), Kazakh, Kyrguz, Tatar, Turkmen, Uighur, Uzbek,

dan masih banyak lainnya, yang digunakan dari Balkan di Asia Tengah hingga China sebelah barat laut dan selatan Siberia.

Bahasa Turki sendiri sendiri seharusnya ditujukan sebagai bahasa yang di gunakan di Negara Turki saja. Bahasa Turki memiliki beberapa dialek. Dialek

dalam bahasa Turki dikelompokan menjadi dua kelompok besar, yaitu dialek barat dan dialek timur. Bahasa Turki bersifat aglutinatif, yaitu memiliki fungsi gramatikal yang ditinjukan dengan menambahkan berbagai akhiran pada bagian akar kata. Akhiran yang terpisah pada kata benda mengindikasikan baik gender dan angka, namun tidak ada gramatika yang membedakan gender.

Contoh kalimat: Ben Jakartaya gideceğim „saya Jakarta ke pergi akan‟

2.2.4.3Bahasa Inggris

Bahasa Inggris merupakan bahasa yang bersifat fleksi. Dalam bahasa Inggris perubahan kata ditentukan sesuai dengan perbedaan waktu, jenis kelamin, jumlah, dan sebagainya. Contoh kalimat dalam bahasa Inggris: She will go to

Amsterdam tomorrow.

Kirkpatrick (2007: 27) menyebutkan bahasa Inggris diklasifikasikan menjadi 3 bagian sesuai penggunaannya di masing-masing negara, yaitu English

as a native language (ENL), English as a second language (ESL), dan English as

foreign Language (EFL).

(30)

sebagai bahasa primer atau bahasa utama. Contoh negara yang berada dalam klasifikasi ENL yaitu, Australia, Kanada, Selandia Baru, Inggris, dan Amerika.

Berbeda dengan ENL, negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi tetapi tidak menggunakannya sebagai bahasa negaranya termasuk pada klasifikasi ESL. Negara yang masuk ke dalam tipe ini merupakan negara bekas jajahan Inggris atau Amerika. Nigeria, India, Malaysia dan Filipina adalah contoh negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di negaranya.

Terakhir, pada negara yang penggunaan bahasa Inggrisnya termasuk ke

dalam klasifikasi EFL, bahasa Inggris tidak digunakan atau dipakai secara berlebihan dalam kegiatan sehari-hari. Dalam negara yang termasuk ke dalam tipe EFL, bahasa Inggris dipelajari di sekolah tetapi murid-muridnya tidak memiliki banyak kesempatan untuk menggunakan bahasa Inggris di luar kelas. Cina, Indonesia, Jepang dan masih banyak negara lain termasuk ke dalam klasifikasi ini.

2.2.5 Fungsi Bahasa

Halliday mengkaji sebuah teori yang mendalam mengenai fungsi-fungsi bahasa. Teori fungsi bahasa tersebut dengan jangkauan yang luas menggali berbagai fungsi yang lazim dijalankan pada bahasa. Berikut adalah uraian fungsi bahasa yang dikemukakan oleh Halliday (Ariez dan Alwasilah, 1996: 17).

1) Fungsi instrumental, yaitu menggunakan bahasa untuk memperoleh sesuatu. 2) Fungsi regulatori, yaitu menggunakan bahasa untuk mengontrol perilaku

orang lain.

3) Fungsi interaksional, yaitu menggunakan bahasa untuk menciptakan interaksi dengan orang lain.

4) Fungsi personal, yaitu menggunakan bahasa untuk mengungkapkan perasaan dan makna.

(31)

6) Fungsi imajinatif, yaitu menggunakan bahasa untuk menciptakan dunia imajinatif.

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), tepatnya di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. UPI dipilih karena lokasi ini

paling memungkinkan untuk dijangkau oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Hal ini juga berhubungan dengan subjek yang akan diteliti, yaitu mahasiswa asing yang sedang melanjutkan jenjang pendidikan S-1 di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2010 dan 2011. Pengambilan data berlangsung pada periode

bulan Juni dan Juli.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini tidak memandang bahasa dari segi unsur-unsurnya saja, tetapi juga melibatkan fungsi-fungsi di luar bahasa yang berlaku di masyarakat. Maka dari itu, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Dalam hal ini gambaran mengenai pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing. Dengan metode ini, peneliti berharap dapat memaparkan situasi kebahasaan atau analisis temuan dengan jelas.

3.3 Definisi Operasional

Pada bagian ini akan diuraikan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut.

1. Pemilihan bahasa merupakan keadaan yang harus dihadapi saat mahasiswa

(33)

Hymes, yaitu komponen SPEAKING dan konsep tutur yang diadaptasi dari konsep tutur pada penelitian Parasher.

2. Mahasiswa asing merupakan Warga Negara Asing (WNA) yang sedang

melanjutkan studi di Perguruan Tinggi Kota Bandung, khususnya yang sedang melanjutkan jenjang pendidikan S-1 di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2010 dan 2011 di Universitas Pendidikan Indonesia.

3. Bahasa asing adalah bahasa selain bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang digunakan oleh mahasiswa asing di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Pendidikan

Indonesia.

3.4Instrumen Penelitian

Kebenaran dan ketepatan data yang diperoleh bergantung pada alat pengumpulan data yang digunakan atau yang biasa disebut instrumen, serta sumber data. Instrumen pada penelitian ini berupa pengamatan dan wawancara mendalam pada responden.

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kartu data untuk mencatat tuturan yang berhasil direkam maupun tulisan yang diambil dari aplikasi

WhatsApp. Berikut ini merupakan format kartu data dan contoh analisis data yang

berasal dari rekaman.

No Kartu: 04 Tanggal : 20 Juni 2014 Waktu : 15.00 WIB

Cuplikan tuturan dari peristiwa tutur 1

X : Asalnya dari mana?

O1 : Saya asal dari Turki

X : Turki.

Setting ‘latar’ Rumah makan Ampera

Participant ‘partisipan’ X (peneliti)

O1 (objek penelitian yang pertama)

End ‘tujuan’ X bermaksud menanyakan dari negara mana O1

(34)

Act ‘topik/urutan tutur’ X bertanya kepada O1 dari mana asalnya

menggunakan kode dalam bahasa Indonesia O1 menjawab bahwa dia berasal dari Turki

menggunakan kode dalam bahasa Indonesia

Key ‘cara’ Dengan santai dan keras

Instrumentalities ‘sarana’ Bahasa lisan dengan menggunakan kode bahasa Indonesia

Norm ‘norma’ Dalam berbicara dengan teman sebaya,

pemilihan ragam bahasa yang dilakukan sudah sesuai dengan situasi yang melatarbelakangi percakapan ini

Genre ‘jenis’ Percakapan tidak resmi.

Selain kartu data, peneliti juga menggunakan angket untuk instrumen penelitian. Adapun angket tersebut berisi daftar tanyaan mengenai bahasa yang digunakan mahasiswa asing pada berbagai situasi. Berikut ini merupakan format angket yang dikirim peneliti melalui e-mail pada masing-masing informan.

No. Situasi Tempat

Menggunakan Bahasa

1 Berbicara dengan teman orang Indonesia

di kelas Berbicara dengan teman warga negara

asing lain

3 Berbicara dengan teman satu negara

di kampus

(35)

di tempat tinggal

4 Berbicara dengan dosen

di kelas

di luar kelas

di perjalanan

5 Berbicara dengan petugas imigrasi di kantor

imigrasi

6 Ketika berbelanja atau membeli sesuatu

di warung

di mall

7 Ketika memesan makanan di rumah

makan

8 Ketika berdoa

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara metode simak dan metode cakap. Kedua metode itu dijabarkan ke dalam teknik-teknik bawahannya, baik bawahan yang sifatnya dasar maupun yang sifatnya lanjutan. Teknik bawahan untuk metode simak yang diterapkan dalam penelitian ini adalah (1) teknik libat

cakap, (2) teknik simak bebas libat cakap, (3) teknik rekam, dan (4) teknik catat, sedangkan teknik bawahan untuk metode cakap adalah (1) teknik cakap semuka, (2) teknik cakap tansemuka.

(36)

3.6Teknik Pengolahan Data

Setelah melakukan pengumpulan data menggunakan teknik-teknik pengumpulan data di atas, peneliti mengolah data-data tersebut sehingga dapat menjawab rumusan masalah penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data yang telah didapat yaitu dengan cara.

1) Klasifikasi data

Tahap pertama yakni menentukan objek. Objek penelitian ini adalah mahasiwa asing di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2010 dan 2011 di Universitas Pendidikan Indonesia. Data berupa tuturan langsung diperoleh dari

perekaman sehingga memperoleh bukti yang konkrit dari hasil rekaman, sedangkan data dalam bentuk tulisan yang didapat dari percakapan pada media aplikasi WhatsApp ditunjukkan dengan teknik screenshot. Data tersebut selanjutnya diklasifikasi menurut masing-masing peristiwa tuturnya. Adapun data yang diperoleh dari angket akan diklasifikasikan seperangkat situasi yang tertera pada angket.

2) Analisis data

Data yang berhasil disediakan dan telah diklasifikasikan selanjutnya dianalisis dengan metode kontekstual. Pada rumusan masalah nomor 1, data akan dianalisis menggunakan teorei SPEAKING, Dell Hymes. Lalu rumusan masalah nomor 2 dianalisis berdasarkan konsep ranah yang diadaptasi dari konsep ranah pada penelitian Parasher. Kemudian, rumusan masalah nomor tiga akan disebutkan wujud variasi kode yang muncul pada tuturan mahasiswa asing. Terakhir, rumusan nomor 4 menyebutkan fungsi-fungsi bahasa yang terkandung dalam tuturan mahasiswa asing. Tahap selanjutnya adalah memaparkan

(37)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada Bab IV ini akan dijelaskan hasil penelitian dan pembahasannya. Adapun yang akan dibahas yakni mengenai pemilihan bahasa yang dilihat dari peristiwa tutur dan konsep ranah, wujud variasi kode, dan fungsi bahasa dalam

pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing di Fakultas Pendidikan dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia.

4.1.Pemilihan Bahasa oleh Mahasiswa Asing di Fakultas Pendidikan Bahasa

dan Seni

Penelitian mengenai pemilihan bahasa merupakan penelitain yang menarik. Bagaimana seorang warga negara asing menjalani studi di negara yang memiliki bahasa kesatuan dan bahasa pengantar pendidikan yang bahasanya belum pernah mereka dengar sebelumnya. Walaupun sudah tinggal cukup lama yakni antara empat sampai lima tahun di Bandung, fenomena pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing ini tetap menjadi topik penelitian yang menarik. Sebab, bukan tidak mungkin akan terjadinya kontak bahasa. Ditambah kemampuan objek-objek peneliti yang dapat berbincang dalam lebih dari dua bahasa atau yang biasa disebut multilingual.

Untuk mengetahui fenomena ini lebih lanjut, fenomena pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing akan dibagi menjadi dua judul besar, yakni pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing dilihat dari peristiwa tuturnya dan pemilihan bahasa

oleh mahasiswa asing dilihat dari konsep ranah. Berikut uraian mengenai pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing tersebut.

4.1.1. Pemilihan Bahasa oleh Mahasiswa Asing Dilihat dari Peristiwa

Tuturnya

(38)

tak langsung yang melibatkan mahasiswa asing sebagai objek penelitiannya. Data tuturan tersebut akan dibedakan menurut objek penelitian dan latar terjadinya peristiwa tutur. Setelah itu dianalisis menggunakan teori yang memuat delapan komponen tutur, yakni teori SPEAKING, Hymes.

4.1.1.1. Deskripsi Objek Penelitian Kesatu

Pada bagian ini akan dideskripsikan objek kesatu. Objek kesatu ditandai dengan simbol O1. O1 merupakan warga negara asing asal Turki. O1 berjenis

kelamin laki-laki, sudah tinggal di Indonesia selama tiga tahun setengah. Belajar

bahasa Indonesia selama satu semester di Balai Bahasa Unpad, Dago. Mahasiswa asing Jurusan Pendidikan bahasa Inggris angkatan 2011 ini menguasai tiga bahasa, yaitu bahasa Turki, Inggris, dan Indonesia. Bahasa ibu O1 yakni bahasa

Turki.

4.1.1.1.1. Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 1

Bagian ini terdiri dari pembahasan tiga cuplikan percakapan yang diambil dari peristiwa tutur 1. Berikut pembahasan cuplikan peristiwa tutur 1 dalam aplikasi percakapan WhatsApp pada tanggal 19 Juni 2014.

X : Hai, Ramin. I am Indi from Indonesian major, UPI. I need your

help for my research. Can you help me? :D

O1 : semester berapa

X : semester 8

Cuplikan peristiwa tutur 1 ini memiliki S (latar) dalam aplikasi percakapan

WhatsApp. Dengan P (partisipan) yaitu, X sebagai peneliti dan O1 sebagai objek

penelitian. E (tujuan) dalam percakapan ini adalah X ingin mengetahui kesediaan O1 untuk membantu penelitiannya. X menggunakan kode dalam bahasa Inggris.

Seperti yang terlihat pada A (pesan) dalam kalimat ‘Hai, Ramin. I am Indi from Indonesian major, UPI. I need your help for my research. Can you help me?’. Kode dalam bahasa Inggris dipilih X untuk memulai percakapan karena O1

merupakan warga negara asing dan O1 merupakan mahasiswa Jurusan Pendidikan

(39)

Indonesia. Seperti terlihat pada kalimat ‘semester berapa’. O1 memilih kode

dalam bahasa Indonesia karena X menyebut dirinya ‘from Indonesian major’.

Komponen K (cara) dalam percakapan ini adalah dengan singkat. Kemudian komponen tutur I (sarana) dalam percakapan ini adalah bahasa tulisan dengan menggunakan kode dasar bahasa Indonesia. Selanjutnya komponen N (norma), dalam berbicara dengan teman sebaya, pemilihan ragam bahasa yang dilakukan sudah sesuai dengan situasi yang melatarbelakangi percakapan ini, dan G (jenis) percakapan ini, yakni percakapan tidak resmi.

Selanjutnya, percakapan pada cuplikan peristiwa tutur 1 dilanjutkan ke

percakapan berikut.

X : Sosiolinguistik. Tentang Language Choice

O1 : your research

X : yaa. Judulnya Pemilihan Bahasa oleh Mahasiswa Asinh

Data bahasa tersebut tidak berurutan karena kesalahan teknis pada saat percakapan berlangsung di aplikasi percakapan bernama WhatsApp. Jika disusun berurutan, percakapan tersebut akan menjadi seperti ini.

X : Sosiolinguistik. Tentang Language Choice

X : yaa. Judulnya Pemilihan Bahasa oleh Mahasiswa Asinh

(40)

saya ambil dari siapa’ dan menanyakan perihal penelitian seperti terlihat pada

kalimat ‘tentang apa’. Selanjutnya, O1 melakukan alih kode ke dalam bahasa

Inggris, seperti terlihat pada kalimat ‘your research’. Dalam data bahasa ini, X

juga secara tidak sadar melakukan campur kode bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris, pada kalimat ‘tentang Language Choice’ untuk menjawab pertanyaan dari

O1. Komponen K (cara) dalam percakapan ini adalah dengan singkat. Kemudian

komponen tutur I (sarana) dalam percakapan ini adalah bahasa tulisan dengan menggunakan kode dasar bahasa Indonesia. Selanjutnya komponen N (norma), dalam berbicara dengan teman sebaya, pemilihan ragam bahasa yang dilakukan

sudah sesuai dengan situasi yang melatarbelakangi percakapan ini, dan G (jenis) percakapan ini, yakni percakapan tidak resmi.

Selanjutnya akan diuraikan pembahasan cuplikan dari data peristiwa tutur 1 selanjutnya seperti berikut.

X : Iya betul

Mau?

O1 : dekat jam sostek?

Bisa inshaallah

Cuplikan peristiwa tutur 1 ini memiliki S (latar) dalam aplikasi percakapan

WhatsApp. Dengan P (partisipan) yaitu, X sebagai peneliti dan O1 sebagai objek

penelitian. E (tujuan) dalam percakapan ini adalah X ingin kesanggupan O1 untuk

datang di suatu tempat dan O1 memastikan letak suatu tempat tersebut. Seperti

yang terlihat pada A (pesan) dalam kalimat ‘Iya betul. Mau?’ yang ditulis X dan

dalam kalimat ‘dekat jam sostek?’ yang ditulis O1. Keduanya menggunakan kode

dalam bahasa Indonesia, tetapi O1 melakukan campur kode bahasa Indonesia

(41)

Semua komponen tutur dalam wacana peristiwa tutur 1 dapat terpenuhi. Dengan terpenuhinya komponen-komponen tutur, seperti adanya setting atau latar, penutur dan petutur sebagai partisipan yang diwakili X sebagai peneliti dan O1 sebagai objek penelitian, adanya tujuan percakapan, adanya media komunikasi

dan bahasa sebagai instrumen percakapan, dan sebagainya, maka percakapan di atas sudah memenuhi syarat untuk disebut sebagai sebuah peristiwa tutur. Oleh sebab itu, peristiwa tutur dapat berjalan.

Adapun mengenai pilihan bahasa yang dipakai oleh O1 selaku objek

penelitian, dapat dilihat dari instrumen peristiwa tutur yang digunakan O1 saat

menjalani peristiwa tutur. Kode bahasa Indonesia dipilih O1 sebagai kode dasar.

Seperti sudah dijelaskan di atas, X sebagai peneliti membuka percakapan dengan menggunakan kode bahasa Inggris, tetapi O1 menjawab tuturan tersebut dengan

menggunakan kode bahasa Indonesia. Hal ini terjadi karena partisipan sama-sama ingin menyesuaikan pilihan kode bahasa di awal percakapan. X menggunakan kode bahasa Inggris di awal percakapan karena berusaha menyesuaikan diri dengan mitra tuturnya yang merupakan warga negara asing. Dalam tuturannya menggunakan kode bahasa Inggris, X menyampaikan asal dirinya dari jurusan bahasa Indonesia. Lalu, O1 menyesuaikan diri dengan menggunakan kode bahasa

Indonesia. Hal ini menunjukan pengaruh participant dalam menentukan pilihan bahasa seseorang. Teori yang juga memperkuat anggapan ini, yakni seperti yang dikatakan Fishman (1972) bahwa faktor di luar bahasa yang memengaruhi pemilihan bahasa salah satunya adalah faktor situasional yang di dalamnya terdapat faktor kepada siapa.

Selanjutnya, percakapan dengan kode dasar bahasa Indonesia diwarnai dengan kode bahasa Inggris dan bahasa Turki. Seperti terlihat dalam komponen

act yakni urutan tutur atau topik tuturan. Hal ini wajar terjadi akibat dari

multilingual yang dialami O1. Adapun serpihan bahasa Turki yang muncul daplam

(42)

Lalu, komponen cara dalam peristiwa tutur ini, yakni disampaikan dengan singkat. Hal ini terjadi karena peristiwa tutur berlangsung pada sebuah media aplikasi percakapan bernama WhatsApp yang merupakan setting atau latar dalam peristiwa tutur ini. Dengan latar seperti ini memang memungkinkan untuk partisipan bertutur dengan singkat karena berbincang dalam sebuah media (tidak bertatap langsung), memiliki kekurangan tersendiri.

4.1.1.1.2. Deskripsi dan Pembahasan Peristiwa Tutur 2

Selanjutnya akan dipaparkan pembahasan cuplikan data 2. Data bahasa ini

diambil pada tanggal 20 Juni 2014 di rumah makan Ampera.

X : Asalnya dari mana?

O1 : Saya asal dari Turki

X : Turki.

Cuplikan peristiwa tutur 2 di atas memiliki S (latar) di rumah makan Ampera. Dengan P (partisipan) yang terdiri dari X sebagai peneliti dan O1 sebagai

objek penelitian. E (tujuan) dalam percakapan ini adalah X bermaksud

menanyakan negara mana O1 berasal. O1 menjawab bahwa ia berasal dari Turki.

Seperti terlihat dalam A (pesan), X bertanya pada O1 dengan kalimat ‘Asalnya

dari mana?’, dan O1 menjawab ‘Saya asal dari Turki’. Komponen K (cara) dalam

percakapan ini adalah dengan santai dan keras. Komponen I (sarana) dalam percakapan ini adalah bahasa lisan dengan menggunakan kode bahasa Indoensia. Komponen N (norma) dalam berbicara dengan teman sebaya, pemilihan ragam bahasa yang dilakukan sudah sesuai dengan situasi yang melatarbelakangi percakapan ini, dan G (jenis) percakapan ini, yakni percakapan tidak resmi.

X : (tertawa) tinggal di Indonesia sudah lama?

O1 : Saya tinggal di Indonesia tiga tahun setengah. Eee, lima. Satu

semester saya belajar bahasa Indonesia.

Cuplikan peristiwa tutur 2 di atas memiliki S (latar) di rumah makan Ampera. Dengan P (partisipan) yang terdiri dari X sebagai peneliti dan O1 sebagai

(43)

pertanyaan dari X. Seperti terlihat dalam A (pesan), X bertanya pada O1 dengan

kalimat ‘…tinggal di Indonesia sudah lama?’, dan O1 menjawab ‘Saya tinggal di

Indonesia tiga tahun setengah’. Semua kode dalam cuplikan data 2 di atas

menggukan kode bahasa Indonesia. Komponen K (cara) dalam percakapan ini adalah dengan santai dan keras. Komponen I (sarana) dalam percakapan ini adalah bahasa lisan dengan menggunakan kode bahasa Indoenesia . Komponen N (norma) dalam berbicara dengan teman sebaya, pemilihan ragam bahasa yang dilakukan sudah sesuai dengan situasi yang melatarbelakangi percakapan ini, dan

G (jenis) percakapan ini, yakni percakapan tidak resmi.

X : Ya ya. Tapi baru bisa bahasa Indonesianya berarti setelah datang ke Indonesia?

O1 : Yes, setelah. Saya belajar bahasa Indonesia, Apa kabar? atau

semuanya di Indonesia.

Cuplikan peristiwa tutur 2 di atas memiliki S (latar) di rumah makan Ampera. Dengan P (partisipan) yang terdiri dari X sebagai peneliti dan O1 sebagai

objek penelitian. E (tujuan) dalam percakapan ini adalah X bermaksud menanyakan sejak kapan O1 bisa berbahasa Indonesia dan O1 memberi jawaban

atas pertanyaan dari X. Seperti terlihat dalam A (pesan), X bertanya pada O1

dengan kalimat ‘…tapi baru bisa bahasa Indonesianya berarti setelah datang ke

Indonesia?’, dan O1 menjawab Yes, setelah. Saya belajar bahasa Indonesia…’.

O1melakukan campur kode, seperti terlihat pada kata ‘yes’ yang merupakan kode

dalam bahasa Inggris dan ‘setelah’ yang merupakan kode dalam bahasa

Indonesia. Komponen K (cara) dalam percakapan ini adalah dengan santai dan keras. Komponen I (sarana) dalam percakapan ini adalah bahasa lisan dengan menggunakan kode bahsa Indonesia. Komponen N (norma) dalam berbicara dengan teman sebaya, pemilihan ragam bahasa yang dilakukan sudah sesuai dengan situasi yang melatarbelakangi percakapan ini, dan G (jenis) percakapan ini, yakni percakapan tidak resmi.

O1 : Di Indonesia ada. Terus tropical seperti … jus apa ini, jus

(44)

Di sini, misalnya mangga, mango misalkan lima ribu, sepuluh ribu, di sana minimum lima puluh ribu.

X : Mahal sekali ya. Berarti di Indonesia menurut Ramin, murah- murah?

O1 : ee murah ee tapi, tidak semuanya.

Cuplikan peristiwa tutur 2 di atas memiliki S (latar) di rumah makan Ampera. Dengan P (partisipan) yang terdiri dari X sebagai peneliti dan O1 sebagai

objek penelitian. E (tujuan) dalam percakapan ini adalah O1 bermaksud

menjelaskan aneka jus dan menerangkan perbandingan harga jus di Indonesia dan Turki dan X bermaksud menanyakan apa harga di Indonesia murah-murah.

Seperti terlihat dalam A (pesan), O1 menerangkan dalam kalimat ‘…jus apa ini,

jus alpukat, jus campuran, es campuran. Tapi di Turki nggak ada…’, dan X

bertanya pendapat O1 bahwa harga di Indonesia murah-murah dalam kalimat ‘…

Berarti di Indonesia menurut Ramin, murah-murah?’. O1 melakukan campur

kode dengan menyelipkan beberapa kata dalam bahasa Inggris ketika menggunakan kode dalam nahasa Indonesia, seperti terlihat dalam kalimat

‘…Terus tropical seperti…’, ‘…dan untuk di tourism kota-kota ada tapi mahal banget’, dan ‘…misalnya mangga, mango misalkan lima ribu…’. Komponen K (cara) dalam percakapan ini adalah dengan santai dan keras. Komponen I (sarana) dalam percakapan ini adalah bahasa lisan. Komponen N (norma) dalam berbicara dengan teman sebaya, pemilihan ragam bahasa yang dilakukan sudah sesuai dengan situasi yang melatarbelakangi percakapan ini, dan G (jenis) percakapan ini, yakni percakapan tidak resmi.

O1 : Di pisang, di Indonesia orang miskin makanan untuk pisang,

X : oh iya?

O1 : tapi…

Y : silahkan. (menaruh dua mangkuk es campur)

O1 : makasih.

Tapi di Turki eee, pisang untuk orang ee orang kaya. X : di Turki buat orang kaya (tertawa)

(45)

objek penelitian, dan Y sebagai pelayan rumah makan Ampera. E (tujuan) dalam percakapan ini adalah O1 bermaksud menceritakan tentang perbedaan buah pisang

di Indonesia dengan di Turki, X bermaksud menanggapi topik yang disampaikan oleh O1, Y bermaksud memberikan es campur pesanan dan mempersilahkan X dan

O1 meminumnya. Seperti terlihat dalam A (pesan), O1 menerangkan dalam kalimat

‘…pisang, di Indonesia orang miskin makanan untuk pisang …’, lalu Y datang

membawa dua mangkuk es campur sambil berkata ‘silahkan’ yang dijawab

makasih’ oleh O1. Selanjutnya, X hanya menanggapi yang dibicarakan oleh O1

dengan tertawa. Percakapan di atas menggunakan kode dalam bahasa Indonesia.

Komponen K (cara) dalam percakapan ini adalah dengan santai dan keras. Komponen I (sarana) dalam percakapan ini adalah bahasa lisan. Komponen N (norma) dalam berbicara dengan teman sebaya, pemilihan ragam bahasa yang dilakukan sudah sesuai dengan situasi yang melatarbelakangi percakapan ini, dan

G (jenis) percakapan ini, yakni percakapan tidak resmi.

O1 : ya untuk orang kaya.

X : kenapa?

O1 : Karena di Turki mahal, satu kilo lima puluh ribu, di sini cuman

lima ribu.

X : iya hahaha beda nol nya ilang satu ya?

O1 : yes, cuman. Karena di Turki ngga ada pisang, susah, harus panas.

Di Afrika, Turki sendiri ada tapi kecil sekali, jelek.

Cuplikan peristiwa tutur 2 di atas memiliki S (latar) di rumah makan Ampera. Dengan P (partisipan) yang terdiri dari X sebagai peneliti, O1 sebagai

objek penelitian, dan Y sebagai pelayan rumah makan Ampera. E (tujuan) dalam percakapan ini adalah O1 bermaksud bercerita mengenai buah pisang yang hanya

bisa dimakan oleh orang kaya. X bermaskud menanggapi cerita O1 dengan

tertawa. O1 bermaksud menerangkan kondisi pisang di Turki. Seperti terlihat

dalam A (pesan), O1 menerangkan dalam kalimat ‘ya untuk orang kaya’, lalu

menambahkan dalam kalimat ‘karena di Turki mahal…’. X menanggapi dengan

tertawa seperti terlihat pada cuplikan ‘iya hahaha beda nol nya ilang satu ya?’.

Gambar

Tabel 4.1.2.2.
Tabel 4.1.2.3.
Tabel 4.1.2.4
Tabel 4.1.2.5.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan Mahkamah Agung yang telah menetapkan ketentuan ahli waris menurut hukum adat, khususnya ahli waris anak perempuan, terdapat dalam putusan Mahkamah Agung

Ø The arbitrage-free valuation of bond with spot rates is not available for bonds with embedded option, and we need a valuation approach with binomial interest rate tree.. ü

Manajemen risiko perbankan didasarkan pada penelitian data historis untuk memprediksi risiko yang kemungkinan akan dihadapi di masa mendatang sehingga dapat dikalkulasi untuk

Alternatif jalan yang dipilih dalam operasional pengangkutan sampah di Surabaya Utara terdiri dari jalan biasa (nonhighways) dan melewati jalan tol

Metode penilaian peranan burung menggunakan focal animal sampling dengan cara pengamatan perilaku burung yang berinteraksi dengan jenis benalu dominan Dendrophthoe

Persentase perkecambahan benih dengan inter- aksi antara perlakuan media simpan dan periode simpan menunjukan bahwa benih yang disimpan pada media simpan serbuk gergaji

onger restric t www.camb. able

ConfigurationProtocol) atau penomoran IP terhadap host secara dinamis. Biarkan kosong kecuali anda terhubung ke DHCP server.  Active on boot; kartu jaringan akan diaktifkan