• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802010065 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802010065 Full text"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA DI SMP N 5 BOYOLALI

OLEH

OKKY RUTH RIANGGARENI 802010065

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA REMAJA DI SMP N 5 BOYOLALI

Okky Ruth Rianggareni Enjang Wahyuningrum

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(8)

i Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuihubungan antara empati dan perilaku prososial pada remaja di SMP N 5 Boyolali.Penelitian ini dilakukan pada 215 remaja yang berada di SMP N 5 Boyolali melalui incidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala PTM-R (Prosocial Tendecies Measure-Revised)yang digunakanuntuk mengukur perilaku prososial pada remaja di SMP N 5 Boyolali dan skala IRI (Interpersonal Reactivity Index) yang digunakan untuk mengukur empati pada remaja di SMP N 5 Boyolali. Hubungan antara empati dan perilaku prososial diuji dengan korelasi Pearson Product Moment. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,395 dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara empati dan perilaku prososial pada remaja di SMP N 5 Boyolali.

(9)

ii Abstract

This study aimed to determine the relationship between empathy and prosocial behavior in adolescents in SMP N 5 Boyolali. This study was conducted on 215 adolescents who were in SMP N 5 Boyolali through incidental sampling. Data collected by using a scale PTM - R (Prosocial Tendecies Measure - Revised) which is used to measure prosocial behavior in adolescents in SMP N 5 Boyolali and scale IRI (Interpersonal Reactivity Index) which is used to measure empathy in adolescents in SMP N 5 Boyolali. The relationship between empathy and prosocial behavior was tested with Pearson Product Moment Correlation. The correlation coefficient obtained at 0.395 with a significance value of 0.000 (p<0.05), so it can be concluded that there is a significant positive relationship between empathy and prosocial behavior in adolescents in SMP N 5 Boyolali.

(10)

PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai memahami danmengembangkan kehidupan bermasyarakat. Pada masa ini individu membangun hubungan yang matang dengan teman sebaya maupun orang dewasa lainnya, mulai belajar menjalankan peran sosial, memperoleh dan kemudian mengembangkan norma-norma sosial sebagai pedoman dalam bertindak serta sebagai pandangan hidup (Havigurst dalam Panuju & Umami, 1999).

Hurlock mengemukakan bahwa masa remaja dimulai pada saat seorang anak matang secara seksual dan berakhir ketika anak mencapai usia yang matang secara hukum (Hurlock, 2007). Sementara itumenurut Santrock (2007), remaja merupakan suatu tahapan perkembangan yang merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa awal yang dimulai pada usia sekitar 10-12 tahun dan berakhir pada usia antara 18-22 tahun.

Remaja tumbuh dan berkembang untuk mencapai kondisi fisik, dan sosial psikologis yang sempurna. Dalam masa ini, remaja belajar untuk memahami dirinya sendiri dan orang lain, serta memahami lingkungan masyarakatnya. Dalam hal ini remaja sedang mempersiapkan diri untuk menjadi bagian dari masyarakat, sehingga remaja harus mampu untuk mencapai peran sosial yang matang, mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, serta memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku dalam masyarakat, dalam rangka menuntaskan tugas perkembangannya (Havigurst dalam Hurlock, 2000).

(11)

adalah lingkungan sosial pertama bagi anak sebagai tempat belajar serta merupakan guru yang pertama kali dan paling berpengaruh dalam mengajarkan perilaku prososial.

Perilakumenolong atau prososialdapat dimengertisebagaiperilakuyang menguntungkan bagi penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya (Staub, 1978; Baron & Byrne, 2005).Perilaku prososial berbeda dengan altruisme, walaupun keduanya memiliki kemiripan.Perilaku prososial dan altruisme sebenarnya dua konsep yang berbeda. Perilaku prososial mengacu pada pola aktivitas, sedangkan altruisme adalah motivasi untuk membantu orang lain (Chou, 1998). Perilaku proposial merupakan kesediaan orang-orang untuk membantu atau menolong orang lain yang ada dalam kondisi distress (menderita) atau mengalami kesulitan (Dayakisni & Yuniardi, 2004). Sedangkan menurut Brigham (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2006) perilaku prososial mempunyai maksud untuk menyokong kesejahteraan orang lain.

Hasil penelitian Eisenberg &Fabes (1998) menemukan bahwa semakin bertambah besar, anak pada umumnya lebih sering menunjukkan perilaku prososial.Pada masa remaja, idealnya perkembanganperilaku prososialmengalami peningkatan, seperti yang dikemukakan Eisenberg, Carlo, Murphy & Court (1995). Mereka juga menyampaikan bahwa saat SD anak berperilaku prososial untuk mendapat penerimaan sosial dan meningkatkan hubungan interpersonal, sehingga anak akan berusaha berperilaku yang dipandang “baik” oleh lingkungannya, ketika memasuki

masa remaja individu telah lebih rasional dan mampu menggunakan kematangan kognitifnya untuk bersosialisasi.

(12)

prososial juga berperan dalam memberikan kebermaknaan hidup remaja (Meihati, Sukarti, & Nu‟ man, 2012).Dampak yang terjadi bila tidak adanya perilaku prososial akan menimbulkan ketidakpedulian terhadap lingkungan sosialnya. Terutama di kota-kota besar, individu menampakkan sikap materialistik, acuh pada lingkungan sekitar dan cenderung mengabaikan norma-norma yang tertanam sejak dulu (Mahmud, 2003).

Salah satu motif yang mendasari perilaku prososial adalah empati (Aronson, Timothy & Akert, 2007). Empati yaitu kapasitas untuk dapat merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpati terhadap orang lain, dan melihat sesuatu dari perspektif orang lain (Baron, 2008). Perilaku prososial didorong oleh adanya empati dan simpati yang positif kepada penderitaan orang lain (Pius, 2011). Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Cialdini (dalam Baron & Bryne, 2005) bahwa faktor empati juga mempengaruhi kecenderungan perilaku prososial, dimana kedua faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya. Empati sebagai respon afektif dan kognitif yang kompleks pada distress emosional orang lain. Terdapat dua aspek empati yaitu komponen afektif dan komponen kognitif. Komponen afektif adalah merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain sedangkan komponen kognitif adalah adalah memahami apa yang orang lain rasakan, adanya perspective taking (Baron & Bryne, 2005).

(13)

Anak-anak yang telah memasuki masa remaja awal(early adolescense)yaitu usia 11-14tahun mampu menunjukan rasa empatinya pada teman sebayanya atau pada orang lain(Laurence, 1999). Hal ini juga diperkuat oleh Damon (dalam Santrock, 2003) bahwa pada usia 10 sampai 12 tahun individu membentuk empati terhadap orang lain yang memiliki kesulitan. Padausia tersebut remaja memperluas perhatian mereka kepada masalah-masalah umum yang dihadapi oleh orang-orang di lingkungan sekitarnya.

Empati berhubungan positif dengan berbagai perilaku prososial: membantu, sukarelawan, sumbangan, kerjasama, dan altruisme (Eisenberg & Miller, 1987 ; Mehrabian, Young & Sato, 1988). Menurut hasil penelitian dari Cialdini, Bauman & Kenrick (dalam Baron & Byrne, 2005) menyatakan bahwa perilaku menolong dapat berperan sebagai perilaku self-help untuk mengurangi perasaan negatif pada diri sendiri (menciptakan afeksi positif). Hai ini didukung oleh riset yang dilakukan olehWalker & Christensen (2010) yang menemukan bahwa empati dan regulasi diri berperan dalam perilaku prososial anak kepada teman-teman bahkan orang asing. Hal ini senada dengan hasil penelitian Thompson & Gullone (2008) yang menyebutkan bahwa empati berkorelasi positif dan sangat signifikan dengan perilaku prososial. Akan tetapi, hasil penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rahman (2002), yang menyatakan bahwa perilaku prososial tidak dipengaruhi dan tidak berhubungan signifikan dengan kualitas empati.Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menyebutkan bahwa variabel empati berada pada kategori sedang, dan perilaku prososial berada dalam kategori rendah.

(14)

mereka juga mengalami kesulitan berbagi apa yang mereka punyai dengan sesama teman, misalnya mengenai materi pelajaran. Beberapa guru juga mendapati bahwa beberapa siswa masih sulit dalam memberikan pertolongan kepada teman maupun sesama ketika mereka sedang memerlukan bantuan baik dalam bentuk dukungan seperti perhatian, waktu maupun yang lainnya, misalnya ada siswa yang meminta pada teman sekelasnya untuk menjelaskan kembali tentang materi pelajaran yang ia kurang pahami, akan tetapi teman yang dimintai tolong tidak mau untuk menjelaskan kembali pada teman yang bertanya.

Berkenaan dengan hal ini, Kepala Sekolah mengatakan bahwa adanya penurunan perilaku prososial pada siswa SMP 5 Boyolali.Hal tersebut bila tidak diatasi bisa menyebabkan semakin rendahnya sikap ketidakpedulian mereka terhadap orang lain yang nantinya dapat mengakibatkan mereka tumbuh menjadi orang-orang yang memiliki sifat individual tinggi dan tidak suka menolong tanpa pamrih. Masalah-masalah tersebut menjadi hal yang sangat diperhatikan dan semaksial mungkin diusahakan untuk dicari solusinya karena perilaku-perilaku tersebut berhubungan erat dengan karakter.Karakter merupakan salah satu visi dan misi dari SMP Negeri 5 Boyolali yaitu mencetak generasi penerus yang berkarakter, beriman dan berhikmat.Sekolah selain sebagai lembaga pendidikan formal (dalam bidang pengetahuan), juga berperan sebagai lembaga yang juga dapat membentuk karakter siswa-siswanya (Septiarti, 2012).

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Perilaku Prososial

Brigham (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2006) menyatakan bahwa perilaku prososial mempunyai maksud untuk menyokong kesejahteraan orang lain, dengan demikian kedermawanan, persahabatan, kerjasama, menolong, menyelamatkan, dan pengorbanan merupakan bentuk-bentuk perilaku prososial. Sedangkan menurut Carlo& Randall (2002), tingkah laku prososial adalah tingkah laku yang dimaksudkan untuk menguntungkan orang lain.

Aspek-aspek Perilaku Prososial

Berdasarkan teori dari Carlo & Randall (2002) aspek- aspek perilaku prososial yaitu:

a. Altruistic prosocial behavior

Altruistic prosocial behavior adalah motivasi membantu orang lain terutama

yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan dan kesejahteraan orang lain, seringkali disebabkan oleh respon-respon simpati dan diinternalisasikan ke dalam norma-norma atau prinsip-prinsip yang tetap dengan membantu orang lain.

b. Compliant prosocial behavior

Compliant prosocial behavior adalah membantu orang lain karena dimintai

pertolongan baik verbal maupun nonverbal. c. Emotional prosocial behavior

Emotional prosocial behavior adalah membantu orang lainyang disebabkan

(16)

Public prosocial behavior adalah perilaku menolong orang lain yang

dilakukan di depan orang banyak, dengan suatu tujuan untuk memperoleh pengakuan dan rasa hormat dari orang laindan meningkatkan harga diri.

e. Anonymous prosocial behavior

Anonymous prosocial behavior adalah menolong yang dilakukan tanpa

sepengetahuan orang yang ditolong. f. Dire Prosocial Behaviour

Dire Prosocial Behaviour adalah menolong orang yang sedang dalam

keadaan yang terdesak atau darurat.

Faktor-Faktor Perilaku Prososial

Menurut Staub (1978), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan prososial:

a. Pemerolehan diri (Self Gain)

Harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu, misalnya : ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan.

b. Norma-norma (Personal Value and Norms)

Adanya nilai-nilai dan norma-norma sosial pada individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik.

c. Empati (Empathy)

(17)

Definisi Empati

Davis (1980) mendefinisikan empati merujuk pada kesadaran individu untuk dapat berpikir, merasakan, dan mengerti keadaan orang lain dilihat dari perspektif orang tersebut, sehingga individu tahu dan benar-benar dapat merasakan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang tersebut. Menurut Baron-Cohen & Wheelwright (2004), empati memungkinkan individu untuk memahami maksud orang lain, memprediksi perilaku mereka dan mengalami emosi yang dipicu oleh emosi mereka.

Aspek- Aspek Empati

Davis (1983) menjabarkan komponen kognitif dari empati terdiri dari aspek perspective taking dan fantasy,sedangkan komponen afektifnya terdiri dari aspek empatic concern dan personal distress.

a. Pengambilan Perspektif (Perspective Taking)

Kecenderungan seseorang untuk mengambil alih sudut pandang orang lain secara spontan. Aspek ini akan mengukur sejauh mana individu memandang kejadian sehari-hari dari perspektif orang lain. Pentingnya kemampuan pengambilan perspektif untuk perilaku non-egosentrik, yaitu perilaku yang tidak berorientasi pada kepentingan diri tetapi pada kepentingan orang lain. Pengambilan perspektif yang tinggi berhubungan dengan baiknya fungsi sosial seseorang.Kemampuan ini, seiring dengan antisipasi seseorang terhadap perilaku dan reaksi emosi orang lain, sehingga dapat dibangun hubungan interpersonal yang baik dan penuh penghargaan.

b. Imajinasi(Fantasy)

(18)

buku-buku, layar kaca, bioskop, maupun dalam drama. Fantasi berdasarkan penelitian Stotland, dkk (Davis, 1983) berpengaruh pada reaksi emosi terhadap orang lain dan menimbulkan perilaku menolong.

c. Perhatian Empatik (Empatic Concern)

Menyatakan bahwa perhatian empatik meliputi perasaan simpatik, belas kasihan dan peduli (lebih terfokus pada orang lain). Orientasi seseorang terhadap orang lain yang ditimpa kemalangan. Aspek ini berpijak pada penelitian Coke (dalam Davis, 1983) yang berhubungan positif dengan reaksi emosional dan perilaku menolong pada orang dewasa. Selanjutnya (Davis, 1983) menyatakan bahwa perhatian empatik merupakan cermin dari perasaan kehangatan dan simpati yang erat kaitannya dengan kepekaan serta kepedulian terhadap orang lain.

d. Distress Pribadi (Personal Distress)

Sears, Freedman, & Peplau (1994) mendefinisikan personal distresssebagai kepedulian terhadap ketidaknyamanan diri sendiri dalam menghadapi kesulitan orang lain, dan motivasi untuk mengurangi ketidaknyamanan tersebut. Dalam skala pengukur distress pribadi, reaksi-reaksi yang dianggap mencerminkan hal ini adalah ketakutan, kegelisahan, cemas, khawatir kalau tidak menolong, terganggu, dan terkejut atau bingung dalam menghadapi orang lain yang kesulitan.

Hubungan Antara Empatidan Perilaku Prososial pada Remaja di SMP N 5 Boyolali

(19)

individu yang dilahirkan dengan kapasitas biologis dan kognitif dapat merasakan empati.

Kemampuan seseorang dalam berempati mempunyai peranan penting untuk mengembangkan perilaku prososial yang baik.Setiap individu tentu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam berempati.Ada individu yang memiliki kemampuan yang baik dalam berempati, tetapi ada pula individu yang kurang memiliki kemampuan untuk berempati (Wiggins, 1994).Seseorang dengan kemampuan empati yang tinggi lebih cenderung tidak bersikap agresif dan rela terlibat dalam perilaku prososial (Shapiro, 1997).

Empati yang dimiliki oleh seseorang, tidak terlepas dari keempat aspek empati yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan perilaku prososial bagi orang lain. Keempat aspek tersebut, yaitu pengambilan perspektif, imajinasi, perhatian empatik, dan distress pribadi memegang peranan penting dalam mengelola perasaan empati terhadap kesulitan orang lain. Seseorang yang sering melakukan empati akan memiliki kemampuan yang baik dalam berempati, namun sebaliknya bila seseorang jarang melakukan empati akan kurang memiliki kemampuan dalam berempati (Strayer dalam Azar, dalam Baron & Bryne, 2005).

(20)

2008).Hasil penelitian tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2008), yaitu ada hubungan positif yang signifikan antara empati dengan perilaku prososial.

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maka dapat simpulkan bahwa empati berpengaruh terhadap perilaku prososial. Orang yang mempunyai empati yang tinggi akan lebih banyak melakukan perilaku prososial yang lebih banyak daripada mereka yang mempunyai empati yang lebih rendah.

Hipotesis

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.Variabel penelitiandalam penelitian ini yaitu perilaku prososial sebagai variabel tergantung dan empati sebagai variabel bebas.

Definisi Operasional Variable Penelitian

Definisi perilaku prososial adalah tingkah laku yang dimaksudkan untuk menguntungkan orang lain (Carlo & Randall, 2002). Perilaku prososial didukung dengan aspek-aspek yaitu Altruistic prosocial behavior, Compliant prosocial behavior, H1 : Ada hubungan positif signifikan antara empati dan perilaku prososial

pada remaja di SMP N 5 Boyolali.

(21)

Emotional prosocial behavior, Public prosocial behavior, Anonymous prosocial

behavior, danDire prosocial behaviour.

Sedangkan definisi empati (Davis, 1983) adalah kesadaran individu untuk dapat berpikir, merasakan, dan mengerti keadaan orang lain dilihat dari perspektif orang tersebut, sehingga individu tahu dan benar-benar dapat merasakan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang tersebut. Di dalam empati terdapat beberapa aspek yang mendukung yaitu, pengambilan perspektif,imajinasi (membayangkan), perhatian empatik, dan distress pribadi sehingga ia dapat mengerti kesulitan, kesusahan ataupun penderitaan orang lain.

Partisipan

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswa SMP Negeri 5 Boyolali yang berjumlah 659 siswa. Jumlah sample dalam penelitian ini berjumlah 215 siswa yang terbagi atas kelas VII, VIII, dan IX. Masing-masing dari kelas tersebut diambil 2 kelas sebagai sampel penelitian sehingga total keseluruhan kelas yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 6 kelas.

Teknik sampling yang dipakai dalam penelitian adalah incidentalsampling, yaitu mengambil responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok dengan kriteria sumber data (Sugiyono, 2012).

Alat Ukur Penelitian

(22)

15 item favorable dan 8 item unfavorable.Skala inidisusun berdasarkan skala Likert dengan 4 kategori jawaban yaitu STS (Sangat tidak setuju), TS (Tidak Setuju), S (Setuju) dan SS (Sangat setuju).Untuk item favorable diberi nilai sebagai berikut : SS diberi nilai 4, S diberi nilai 3, TS diberi nilai 2, STS diberi nilai 1. Untuk item unfavorable adalah kebalikannya, yaitu SS diberi nilai 1, S diberi nilai 2, TS diberi nilai

[image:22.595.81.505.223.594.2]

3, STS diberi nilai 4). Skala ini memiliki nilai reliabilitas atau αsebesar 0,835. Tabel 1

Sebaran Item Valid dan Gugur pada Skala Perilaku Prososial ASPEK

NO. ITEM TOTAL

ITEM VALID

FAVORABLE UNFAVORABLE

Altruistic prosocial

behavior 18 1*, 7, 13*, 22* 2

Compliant prosocial

behavior 2, 8 - 2

Emotional prosocial

behavior 3, 9*, 14*, 19 - 2

Public prosocial

behavior - 4*, 10*, 15*, 20 1

Anonymous prosocial

behavior 5, 11, 16, 21, 23 - 5

Dire Prosocial

Behaviour 6, 12, 17 - 3

TOTAL ITEM VALID 15

Ket: Item dengan tanda (*) adalah item yang gugur

setelah dilakukan uji coba atau memiliki koefisien

korelasi yang kurang dari 0,25 (Azwar, 2012)

(23)
[image:23.595.77.512.144.618.2]

Sedangkan item unfavorable yaitu SS diberi nilai 1, S diberi nilai 2, TS diberi nilai 3, STS diberi nilai 4). Skala ini memiliki nilai reliabilitas atau αsebesar 0,825.

Tabel 2

Sebaran Item Valid dan Gugur pada Skala Empati ASPEK

NO. ITEM TOTAL

ITEM VALID

FAVORABLE UNFAVORABLE

Pengambilan Perspektif

(Perspective Taking) 5, 9, 17, 21*, 25 1*, 13* 4 Imajinasi

(Fantasy) 2, 6, 18, 22, 26 10*, 14 6

Perhatian Empatik

(Empatic Concern) 3, 7,11,23, 27 15*, 19 6

Distress Pribadi

(Personal Distress) 4, 8*, 16*, 24*, 28 12, 20 4

TOTAL ITEM VALID 20

Ket: Item dengan tanda (*) adalah item yang gugur

setelah dilakukan uji coba atau memiliki koefisien

korelasi yang kurang dari 0,25 (Azwar, 2012)

HASIL PENELITIAN

Hasil uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini adalah pada skala perilaku prososial terdapat 23 item dengan 15 item valid dan 8 item gugur dengan koefisien korelasi ≥ 0,25 untuk yang valid dan <0,25 untuk yang tidak valid dengan nilai validitas bergerak dari 0,257 sampai dengan 0,596 yang memiliki realibilitas sebesar α = 0,835. Sedangkan pada skala empati terdapat 28 item dengan 20 item valid dan 8 item gugur dengan nilai validitas bergerak dari 0,271 sampai dengan 0,574 yang memiliki realiabilitas sebesar α= 0,825.

(24)

Berdasarkan pembagian interval tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori perilaku prososial sebagai berikut :

Sangat Tinggi : 74,75 ≤ x ≤ 92 Tinggi : 57,50 ≤ x < 74,75 Rendah : 40,25 ≤ x < 57,50 Sangat rendah : 23 ≤ x< 40,25

Berdasarkan hasil pembagian interval tersebut,maka didapati data perilaku prososial sebagai berikut:

[image:24.595.85.517.143.673.2]

Tabel 3

Kriteria Skor Perilaku Prososial

No. Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar deviasi

1. 74,75 ≤ x ≤ 92 Sangat Tinggi 0 0 %

46,06 6,246 2. 57,50 ≤ x <

74,75

Tinggi 2 0,93%

3. 40,25 ≤ x < 57,50

Rendah 174 80,94 %

4. 23 ≤ x < 40,25 Sangat Rendah 39 18,14 %

TOTAL 215 100,01 %

Sedangkan interval dan kategoriempati adalah sebagai berikut: Sangat Tinggi : 91 ≤ x ≤ 112

Tinggi : 70 ≤ x <91 Rendah : 49 ≤ x < 70 Sangat rendah : 28≤ x<49

(25)
[image:25.595.81.517.101.603.2]

Tabel 4

Kriteria Skor Empati

No. Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar deviasi

1. 91 ≤ x ≤ 112 Sangat Tinggi 0 0 %

60,47 6,601

2. 70 ≤ x < 91 Tinggi 15 6,97 %

3. 49 ≤ x < 70 Rendah 195 90,69 %

4. 28 ≤ x < 49 Sangat Rendah 5 3,25 %

TOTAL 215 100,91 %

Penelitian ini menggunakan uji normalitas yang bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data penelitian pada masing-masing variabel. Data dari variabel penelitian diuji normalitasnya menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Testdan diketahui pada variabelperilaku prososial memiliki koefisien normalitas sebesar

1,705 (p>0,05) dengan demikian variabel perilaku prososial memiliki distribusi data yang normal, sedangkan untuk variabel empati memiliki koefisien normalitas sebesar 0,151 (p>0,05) dengan demikian variabel empati juga ada pada distribusi yang normal.

(26)

Tabel 5

Hasil Uji Korelasi antara Empatidengan Perilaku Prososial

Dari tabel tersebut diketahui bahwa antara empati dan perilaku prososialmemiliki korelasi positif dengan r sebesar 0,395 dan signifikansi p = 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan adanya korelasi positif signifikan.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Pearson Product Moment antara empati dengan perilaku prososial menunjukkan korelasi r sebesar 0,395 dengan signifikansi sebesar 0,000(p<0,05). Dari hasil perhitungan uji korelasi tersebut didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan positif signifikan antara empati dengan perilaku prososial. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi empati yang dimiliki oleh seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat perilaku prososial yang akan dilakukannya. Begitu pula sebaliknya, jika semakin rendah empati yang dimiliki oleh seseorang, maka semakin rendah pula tingkat perilaku prososial yang akan dilakukannya.

Hasil penelitian ini didukung dengan apa yang diungkapkan oleh Eisenberg (1994) yaitu empati merupakan faktoryang mempunyai peran dalam mempengaruhi munculnya perilaku prososial dimana empati sangat berkaitan dengan perilaku prososial

Correlations

Perilaku_Prososial Empati

Perilaku_Prososial Pearson Correlation 1 .395**

Sig. (2-tailed) .000

N 215 215

Empati Pearson Correlation .395** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 215 215

[image:26.595.90.511.101.580.2]
(27)

dan dalam pengembangan kepribadian seseorang. Tidak hanya itu, Cialdini (dalam Baron & Bryne, 2005) juga mengungkapkan bahwa faktor empati juga mempengaruhi kecenderungan perilaku prososial, dimana kedua faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya.

Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil penelitian-penelitiansebelumnya, yaitu penelitian Thompson & Gullone (2008) yang menyebutkan bahwa empati berkorelasi positif dan sangat signifikan dengan perilaku prososial.Tidak hanya itu, penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2008), juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu ada hubungan positif yang signifikan antara empati dengan perilaku prososial.Bahkan hasil penelitian Strayer & Roberts (2004) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara empati dan perilaku prososial pada anak-anak dan remaja.

(28)

perhatian empatik (Empatic Concern) memiliki presentase paling tinggi terhadap perilaku prososial yaitu sebesar 7, 84 %.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa empati pada remaja di SMP Negeri 5 Boyolali berada pada tingkat rendah dan perilaku prososialpada remaja di SMP Negeri 5 Boyolali juga berada pada tingkat rendah.Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif antara variabel empati dengan perilaku prososial pada remaja di SMP Negeri 5 Boyolali.Oleh karena itu, penelitian ini menerima H1 dan H0 ditolak.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan positif signifikan antara variabel empati dengan perilaku prososial pada remajadi SMP Negeri 5 Boyolali.

2. Empati pada remaja di SMP Negeri 5 Boyolali termasuk dalam kategorirendah dengan mean sebesar 60,47.

3. Perilaku prososial pada remaja di SMP Negeri 5 Boyolali termasuk dalam kategori rendah dengan mean sebesar 46,06.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Saran bagi siswa

(29)

berpikir, menempatkan diri maupun perasaan diri sendiri terhadap kesulitan yang dialami oleh orang lain ataupun memberikan perhatian terhadap orang lain yang mengalami kesulitan.

2. Saran bagi guru dan sekolah

Diharapkan para pendidik tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan saja, namun juga dapat memberikan pelajaran mengenai kehidupan bersosial bagi siswa-siswanya dengan cara mengadakan kegiatan yang bersifat kemanusiaan misalnya mengadakan bakti sosial pada korban bencana alam yang membutuhkan para siswa untuk terjun langsung pada kegiatan tersebut, misalnya para siswa dapat membantu korban bencana alam dengan memberikan pakaian pantas pakai, makanan, ataupun bantuan lainnya, sehingga para siswa dapat menggunakan kemampuan berempatinya dan terdorong untuk melakukan perilaku prososial.

3. Saran bagi penelitian selanjutnya

a. Penelitian ini masih banyak terdapat keterbatasan dan kekurangan, bagi peneliti selanjutnya yang tertarik melakukan penelitian ini lebih lanjut dapat disarankan agar peneliti dapat menambahkan variabel-variabel lain yang mempengaruhi perilaku prososial selain variabel empati misalnya religiusitas, pola pengasuhan orang tua, faktor situasional dan lain-lain.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Alexandra, P. J. (1991). Emphaty as a motivator of prosocial behavior in children.National library of Canada. Diunduh pada 14 Januari 2015, dari http://summit.sfu.ca

Asih, G. Y.,&Pratiwi, M. S. (2010). Perilaku Prososialditinjau Dari Empati dan Kematangan Emosi.Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus, Volume I, No 1, Desember 2010.Diunduh pada tanggal 12 Januari 2015, dari http://download.portalgaruda.org

Azwar, S. (2012).Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azimpour, A., Neasi, A., Yailagh, M. S., & Arshadi, N. (2012).Validation of “Prosocial

Tendencies Measure” in Iranian University Students.Journal of Life Science and Biomedicine2(2): 34-42, 2012. Diunduh pada tanggal 10 Februari 2015, dari www.jlsb.science-line.com

Carlo, G., Hausmann,A., Christiansen,S., & Randall, B. A. (2003).Sociocognitive and Behavioral Correlates of aMeasure of Prosocial Tendencies for Adolescents.Journal of Early Adolescence.Diunduh pada tanggal 12 Februari 2015, dari http://digitalcommons.unl.edu

Carlo, G., Fabes, R. A., Kupanoff, K., &Laible, D. (1999).Early Adolescenceand Prosocial/Moral Behavior I:The Role of Individual Processes. Journal of Early Adolescence, Vol. 19 No. 1, February 1999 5-16. Diunduh pada tanggal 23 Maret 2015, dari http://digitalcommons.unl.edu

Carlo, G. &Randall, B. A. (2002).The Development of a Measure of Prosocial Behaviors for Late Adolescents.Journal of Youth and Adolescence, 31:1 (February 2002), pp. 31-44.diunduh pada tanggal 19 Maret 2015, darihttp://digitalcommons.unl.edu

Davis, M. H. (1980).Interpersonal Reactivity Index (IRI)Self Report Measures for Love and Compassion Research: Empathy. Diunduh pada tanggal 10 Februari 2015, dari www.fetzerinstitute.org

Decety, J. &Jackson, P. L. (2004). The functional architecture of human empathy.Behavioural and Cognitiv Neuroscience Reviews. Diunduh pada tanggal 17 Mei 2015, dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov

(31)

Eisenberg, N., &PaulA. M. (1987).The Relation of Empathy to Prosocial and Related Behaviors. Psychological Bulletin 1987,Vol.101,No.1.91-119. Diunduh pada tanggal 14 Januari 2015, dari http://www.researchgate.net

Garaigordobil, M. (2009). A Comparative Analysis of Empathy in Childhood and Adolescence: Gender Differences and Associated Socio-emotional Variables. International Journal of Psychology and Psychological Therapy, 2009, 9, 2, 217-235. Diunduh pada tanggal 15 Januari 2015, dari www.ijpsy.com

Hurlock, E. B. (2000). Psikologi Perkembangan : suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Diunduh pada 17 Mei 2015, dari www.distrodoc.com

Husada, A. K. (2013). Hubungan Pola Asuh Demokratis Dan Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku Prososial Pada Remaja. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia Sept. 2013, Vol. 2, No. 3, hal 266 – 277. Diunduh pada 12 Januari 2015, dari http://download.portalgaruda.org

Jalongo, M. R. (2013). Teaching Compassion: Humane Education in Early Childhood.Springer Science & Business Media. Diunduh pada 17 Mei 2015, dari https://books.google.co.id

Johnson, J. A &Cheek, J. M. (1983). The Structure of Empathy.Journal of Personality and Social Psychology 1983, Vol. 45, No. 6, 1299-1312. Diunduh pada tanggal 13 Januari 2015, dari www.personal.psu.edu

Juliwati&Suharnan.(2014). Religiusitas, Empati dan Perilaku PrososialJemaat GKT Hosana Bumi Permai.Persona, Jurnal Psikologi Indonesia Mei 2014, Vol. 3, No. 02, hal 130 – 140. Diunduh pada tanggal 19 Maret 2015, dari http://download.portalgaruda.org

Kau, M., A. (2010).Empati dan Perilaku Prososial pada Anak.Jurnal INOVASI, Volume 7, No.3, September 2010ISSN 16939034. Diunduh pada tanggal 12 Februari 2015, dari www.ung.ac.id

Levine, K., & Feele, M. (2001).Emphaty Basics.Prosocial Behaviour and Empathy: Developmental Processes. ISBN: 0-08-043076-7. Diunduh pada 15 Januari 2015, dari https://psychedelic.wikispaces.com

Panuju, H. Panut., & Umami, I. (1999).Psikologi remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana. Priyanto, P. H. (2012). Prososial Menciptakan Afeksi Positif (Menuju Jiwa Yang

Sehat). Fakultas Psikologi Unika-Soegijapranata Semarang. ISBN : 978-602-8011-30-3.

(32)

Roberts,W., & Sthayer, J. (1996). Empathy,Emotional Expressiveness,and Prosocial Behavior.Child development, 67,449-470. Diunduh pada 12 Januari 2015,darihttp://faculty.tru.ca/wlroberts/prosocial.pdf

Robin, A. H., Eisenberg, N., & Richard A.Fabes. (1998). The Relations of Children’s Situational Empathy related Emotions to DispositionalProsocialBehaviour. International Journal of Behavioral Development, 1998, 22 (1), 169– 193. Diunduh pada 13 Januari 2014, dari http://lab4.psico.unimib.it

Sylvia A. M., Lian T. R., & Matthew D. L. (2012).The Neural Components of Empathy: Predicting Daily Prosocial BehaviorOxford University.September 29, 2012. Diunduh pada 16 Januari 2015, dariwww.ncbi.nlm.nih.gov

Supeni, M. G. (2014). Empati Perkembangan dan Pentingnya dalam Kehidupan Bermasyarakat, Vol. 40, No. 1, 15 Februari 2014 : 60-71. Diunduh pada tanggal 12 Maret 2015, dari http://download.portalgaruda.org

Utomo, D. (2014). Intensi Perilaku Prososial Anak Ditinjau dari Gaya Pengasuhan.Jurnal Online Psikologi, Vol. 02, No. 01, Tahun 2014. Diunduh pada tanggal 4 April 2015, dari http://ejournal.umm.ac.id

Wentzel, K. R., &Filisetti, L. (2007).Adolescent Prosocial Behavior: The Role of Self-Processes and Contextual Cues. Society for Research in Child Development, May/June 2007, Volume 78, Number 3, Pages 895 – 910. Diunduh pada tanggal 19 Maret 2015, dari www.ncbi.nlm.nih.gov

Gambar

Tabel 1 Sebaran Item Valid dan Gugur pada Skala Perilaku Prososial
Tabel 2 Sebaran Item Valid dan Gugur pada Skala Empati
Kriteria Skor Perilaku PrososialTabel 3
Tabel 4 Kriteria Skor Empati
+2

Referensi

Dokumen terkait

Situasi belajar dengan hasil belajar rendah seharusnya memerlukan inovasi baru yang memungkinkan pencapaian hasil belajar peserta didik kearah yang lebih

Dalam bentuk konvensional, masyarakat di Indonesia dan Amerika Serikat telah memberikan partisipasi politik yang cukup baik, walaupun masih ada masyarakat yang tidak

Pemahaman Islam Kelas Menengah Muslim Indonesia Masih Simbolik http://koransulindo.com/pemahaman-islam-kelas-menengah-muslim-i.... 1 of 4 12/2/2017,

Hal ini dapat menunjukkan bahwa air rendaman jerami berpengaruh terhadap jumlah telur nyamuk Aedes sp yang terperangkap pada ovitrap, ini disebabkan karena jerami

Ia juga boleh ditakrifkan sebagai satu sistem politik yang memberi peluang kepada rakyat membentuk dan mengawal pemerintahan negara (Hairol Anuar 2012). Dalam hal

Adalah sebuah fakta bahwa jumlah perempuan di dunia ini lebih banyak dari

(BOS) based on instruction and technical in aspects of application, distribution, and stakeholders engagement in planning, forming, and reporting of BOS in SMA Negeri 37

Kelompok Kerja Jasa Konsultansi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Lamandau mengumumkan pemenang seleksi sederhana untuk Pekerjaan Pengawasan Rehabilitasi /